Nim. : 218720100101
Prodi :Sejarah
Matkul : Komputer
MAKALAH
Oleh :
Fikrul Akmal 218720100111
Dosen Pengampu :
Dhalia Soetopo, M.Pd.
PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI BANYUWANGI
2022/2023
Kata Pengantar
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul ‘PEMBERONTAKAN PKI 1948 dengan
tepat waktu. Makalah disusun untuk memenuhi tugas Kelompok Mata Kuliah Sejarah
Indonesia Baru 2. Selain itu, makalah ini bertujuan untukmengetahuiPerjuangan Para
Pahlawan di MasaLa Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu DHALIA SOETOPO,
M.Pd selaku Dosen Pendamping Mata Kuliah Sejarah. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
Cover..................................................................................................................................................1
Kata Pengantar....................................................................................................................................2
Daftar Isi.............................................................................................................................................3
BAB 1.................................................................................................................................................4
Pendahuluan........................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................................4
1.3 Tujuan..........................................................................................................................................6
BAB 2.................................................................................................................................................6
Pembahasan........................................................................................................................................6
1.1 Pemberontakan PKI di Madiun Tahun 1948................................................................................6
2.2 Penumpasan Pemberontakan Komunis 1948...............................................................................9
BAB 3...............................................................................................................................................15
3.1Penutup........................................................................................................................................15
Kesimpulan......................................................................................................................................15
Daftar Pustaka...................................................................................................................................16
BAB 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Madiun merupakan sebuah kota yang terletak di Jawa Timur dengan luas wilayah
33,23 km², terletak di 160 km sebelah barat Kota Surabaya atau 111 km dari kota Surakarta.
Terbagi menjadi 3 kecamatan diantaranya Kecamatan Manguharjo, Kecamatan Taman, dan
Kecamatan Kartoharjo. Pada bulan September-Desember tahun 1948 Madiun mempunyai
sejarah kelam yang di sebut dengan Madiun Affair, sebuah konflik kekerasan yang terjadi di
Jawa Timur antara PKI (Partai Komunis Indonesia) dan TNI (Tentara Nasional Indonesia)
Kerugian rakyat dan negara akibat peristiwa Madiun 1948 ini, baik jiwa manusia,
harta benda, maupun kerugian moril, tidak terbilang banyaknya. Tokoh masyarakat, perwira –
perwira TNI, hingga masyarakat biasa banyak yang menjadi korban dalam peristiwa tersebut.
Ratusan rumah rakyat dibakar, jembatan kereta api dan jembatan jalan raya dihancurkan,
beribu-ribu ton kayu jati untuk persediaan bahan bakar kereta api di bakar habis, sedangkan
berton-ton bibit padi musnah dimakan api. Berjuta-juta uang ORI (Oeang Republik
Indonesia) dan benda-benda berharga di bawa lari dari gedung gedung pemerintahan.
Sementara trauma terus menghantui orang yang selamat dari peristiwa tersebut
PKI merupakan partai yang sangat kontroversional terhadap pemerintahan Republik
Indonesia yang dipimpin oleh presiden Soekarno. Pada tahun 1948, PKI mulai mengadakan
pemberontakan untuk merebut kekuasaan Republik Indonesia.2 Di bawah pimpinan Muso
yang merupakan tokoh utama komunis Indonesia yang juga merupakan anggota komunis di
Rusia. Ketika Muso datang dari luar negeri politik PKI makin dipertajam sehingga
meletuslah peristiwa Madiun tersebut, kemudian memicu terjadinya demonstrasi dan
pemogokan dimana-mana.
Muso memilih melakukan pemberontakan di Madiun karena letak geografis kota
yang jauh dari ibu kota. PKI menganggap Madiun kurang mendapat perhatian dari
pemerintahan di ibu kota yang sedang disibukkan oleh gencatan kolonial Belanda. Dengan
demikian PKI bisa dengan mudah memporak-porandakan sistem pemerintahan daerah
Madiun dan menguasai daerah tersebut. Pada waktu itu PKI terus menyebar isu dan
memprovokatori masyarakat bahwa hukum pemerintahan yang ada tidak adil dan lebih
cenderung pada Islam, padahal Indonesia adalah negara Bhineka Tunggal Eka. PKI
mengakui bahwa PKI beserta sekutu-sekutunya adalah yang paling benar. Sering rakyat dan
tentara dihasut untuk melawan pemerintah Soekarno-Hatta dan menyatakan bahwa PKI
adalah pembela rakyat kecil. Segala usaha dilakukan untuk menjatuhkan pemerintahan yang
ada dan Kabinet Hatta yang sah.
Salah satu musuh besar PKI adalah Masyumi, hal ini terbukti dengan banyaknya
korban dari pemberontakan PKI di Madiun yang notabena mereka adalah tokokh-tokokh
Partai Masyumi.4 Para pemberontak PKI memang sangat sensitif dengan umat Islam dan
juga unsur-unsur Islam yang ada di Indonesia. PKI merasa Islam bisa menjadi kekuatan besar
di Indonesia dan musuh terbesar PKI. PKI menculik, menganiaya dan bahkan membunuh
para ulama dan pembesar-pembesar Islam. Mereka juga membunuh para pejabat dan
pembesar dari agama lain. Selain itu para pemberontak PKI juga merusak tempat-tempat
beribadah seperti masjid dan pesantren, serta menghancurkan simbol-simbol dan kitab suci
agama Islam. PKI merasa umat Islam dan juga Partai Masyumi adalah penghalang bagi visi
dan misi partai PKI yang berkeinginan mendirikan negara sosialis Marxisme yang
berdasarkan ideologi komunisme
Masyumi adalah sebuah partai politik Islam yang berdiri pada tanggal 7 November
1945 di Yogyakarta. Partai ini didirikan melalui sebuah Kongres Umat Islam pada 7-8
November 1945, dengan tujuan sebagai partai politik yang dimiliki oleh umat Islam dan
sebagai partai penyatu umat Islam dalam bidang politik.6 Pilihan Islam sebagai ideologi
Masyumi sesuai latar belakang pembentukan Masyumi sendiri yakni membuat wadah bagi
bumat Islam untuk berekspresi sesuai keadilan ajaran Islam. Selain mempersatukan umat
Islam Indonesia, alasan lain yang menjadi pertimbangan didirikannya Masyumi adalah agar
Islam memiliki peranan yang signifikan ditengah arus perubahan dan persaingan di
Indonesia saat itu. Tujuan didirikannya Masyumi sebagaimanayang terdapat dalam anggaran
Dasar Masyumi tahun 1945, memiliki dua tujuan. Pertama, menegakkan kedaulatan negara
republik Indonesia dan agama Islam. Kedua, melaksanakan cita-cita Islam dalam urusan
kenegaraan. Masyumi yang berdiri dari hasil kongres Yogyakarta berhasil menjadikan
Masyumi sebagai suatu partai tunggal Islam yang menjadi wadah aspirasi umat Islam. Ketika
PKI dibawah pimpinan Muso mencoba melakukan pemberontakan di Madiun tahun 1948,
para pemimpin-pemimpin Masyumi dan para tokoh agama melakukan perlawanan terhadap
pemberontakan yang dilakukan oleh PKI. Masyumi percaya bahwa Islam menghendaki
kesejahteraan masyarakat serta penghidupan yang damai antara bangsa-bangsa di muka bumi
ini. Masyumi menentang kekejaman, kerusuhan serta kepalsuan kapitalisme dan
imperalisme. Partai Masyumi bermaksud melaksanakan cita-cita Islam dalam urusan
kenegaraan hingga dapat mewujudkan susunan negara yang berdasarkn keadilan menurut
ajaran-ajaran Islam.7 Perselisihan Masyumi dan PKI mulai sengit setelah Agustus 1948
yang kemudian akhirnya meletuslah “Pemberontakan PKI di Madiun” pada tanggal 18
September 1948.
BAB 2
Pembahasan
Musso tiba di Madiun pada tanggal 19 September pagi hari, yang ketika itu
pemerintah tandingan yang menamakan dirinya Pemerintah Front Nasional telah terbentuk.
Menanggapi pemberontakan yang dilakukan PKI di Madiun, 26 Markas Besar, Hlm. 118. 27
Djamal Marsudi, Hlm. 27. 28 Soe Hok Gie, Hlm. 181-182. Soekarno memberikan pidato
yang isinya mengecam tindakan para pemberontak dari kubu orang Indonesia sendiri dikala
perjuangan mempertahankan kemerdekaan sedang dilakukan.
Soekarno menyatakan bahwa pengacau-pengacau tersebut hanya menimbulkan
kegelisahan dalam masyarakat agar suatu kepercayaan terhadap pemerintah menjadi hiilang.
Hal inilah yang akhirnya menghilangkan rasa persatuan untuk mengusir Belanda menjadi
berkurang. Selain itu, Soekarno juga mengajak rakyat Indonesia memilih mengikuti
pemerintahannya daripada mengikuti seruan Muso; “Atas nama perjuangan untuk Indonesia
merdeka, aku berseru padamu: Pada saat yang begini genting, dimana engkau dan kita
sekalian mengalami percobaan yang sebesar-besarnya dalam menentukan nasib kita sendiri,
dan kita adalah memilih antara 2: ikut Muso dengan PKI-nya, yang akan membawa
bangkrutnya cita-cita Indonesia merdeka, atau mengikuti Soekarno-Hatta, yang, insya Allah
dengan bantuan Tuhan, akan memimpin Negara RI yang merdeka, tidak dijajah oleh Negara
apapun jua.”29 Kronologi dari upaya penumpasan pemberontakan PKI di Madiun di mulai
pada tanggal 16 September 1948, di Yogyakarta Panglima Besar Jenderal Soedirman
mengadakan rapat dengan wakil Panglima Besar Kastraf operasi, Kolonel A.H nasution dan
Komandan CPM Kolonel Gatot Soebroto.
Dalam rapat itu diputuskan bahwa satu-satunya jalan untuk menyelesaikan pertikaian
di Solo adalah menempatkan pimpinan yang tegas. Malam itu juga mereka menghadap
presiden untuk mengajukan usul agar colonel Gatot Soebroto diangkat menjadi Gubernur
Militer Solo yang memiliki wewenang atas semua alat Negara berhak sepenuhnya untuk
menjalankan tugas-tugas Dewan Pertahanan Negara. Kolonel Gatot Soebroto kemudian
diangkat menjadi Gubernur Militer II untuk daerah Madiun, Solo, Semarang, Pati, dan
mendapat perintah melaksanskan operasi militer menumpas pemberontakan di Madiun. 29
Pidato lengkapnya dapat dilihat; A. H. Nasution, Sejarah Perang Kemerdekaan, Jilid VIII;
“Pidato Presiden Soekarno tentang Pemberontakan PKI”, Hlm. 243-246. Guna menekan
pertikaian bersenjata antar satuan, pada tanggal 17 September 1948 di daerah Solo
dinyatakan dalam keadaan bahaya. Pasukan Panembahan Senopati yang berada di luar kota
mencoba menduduki kota Solo dengan mangadakan serangan frontal. Sementara itu, di
Kompleks pabrik Gula Rejoagung terdengar beberapa kali letusan pistol. Bagi PKI hal ini
menandakan bahwa sedang dimulainya gerakan pemberontakan. Sumarsono, Supardi, dan
kawan-kawannya “memproklamasikan” berdirinya “Soviet Republik Indonesia”, dan
pembentukan pemerintahan Front Nasional. Pagi hari melalui Radio Republik Indonesia,
Musso memproklamirkanpengoperan kekuasaan Negara secara sepihak dan menyatakan
berlakunya “Pemerintahan Front Nasional daerah Madiun”. Sore hari, ibukota Yogyakarta
baru menerima berita-berita mengenai pemberontakan PKI di Madiun.
Saat itu, Soedirman sedang berada diluar kota, sehingga presiden Soekarno mengutus
Kolonel Gatot Soebroto menuju kota Solo. Namun Kolonel Gatot Soebroto setibanya di kota
Solo melihat adanya keanehan dan menemukan bahwa insiden-insiden berdarah yang terjadi
di Solo adalah ulah PKI untuk mengalihkan perhatian pemerintah. Akhirnya Batalyon Nasuhi
bergerak dari markasnya di Magelang menuju Sukoharjo. Dan kolkonel Soengkono diangkat
sebagai Gubernur Militer Jawa Timur serta ketetapan Jawa Timur sebagai daerah militer I
diumumkan melalui radio. Pengangkatan Soengkono ini merupakan upaya pemerintah guna
mengatasi kemelut dan kekosongan kepemimpina TNI Jawa Timur, dalam rangka menumpas
pemberontakan PKI di Madiun. Pada tanggal 19 September 1948 dinihari, pemerintah mulai
melakukan aksinya dengan mengutus Mohammad Yasin dari Mobiele Brigade Besar (MBB)
Jawa Timur untuk melucuti pasukan brigade XXIX yang berada di hotel lestari dan
selanjutnya menangkap oknum PKI di Blitar.
Selain melakukan operasi militer, pemerintah juga secara berturut-turut melakukan
pidato agar rakyat membantu penumpasan pemberontaan PKI. Pemerintah juga
mengeluarkan pengumuman tentang perebutan kekuasaan PKI di Madiun yang dilakukan
dengan menggunakan kesatuan-kesatuan TNI. Alat-alat pemerintahan di dalam kota telah
mereka cabut dengan kekuatan senjata dan dengan cara yang tidak sah. Malam harinya,
colonel Nasution mengadakan pertemuan dengan komandan-komandan yang berada di
Yogyakarta antara lain; Komandan CPM dan komandan KMK (Komando Militer Kota)
tentang perilaku dan tindakan yang perlu diambil di sekitar daerah Yogyakarta. Letkol Latief
Hendraningrat, selaku komandan KMK dengan cetap menangkap tokoh-tokoh PKI / FDR
yang berada di Yogyakarta, seperti: Tan Lie Djie, Abdul Madjit, Djokosujono, Maruto
Darusman, Ir. Sakirman dan Ngadiman serta yang lainnya. Pada pukul 00.01 TNI Yogyakarta
bertindak cepat dan berhasil melucuti Brigade Martono (PKI) sebelum mereka beraksi.
Akhirnya pada tanggal 20 September 1948, Panglima Besar Soedirman
memerintahkan Kepala Angkatan Perang Republik Indonesia untuk menumpas
pemberontakan PKI di Madiun. Kolonel Soengkono Gubernur Militer Jawa Timur
mengumpulkan para pembantu terdekatnya guna membicarakan tindakan yang akan
dilakukan dalam rangka menumpas pemberontakan PKI di Madiun. Di sisi lain, pasukan PKI
dan beberapa tokohnya mulai meninggalkan Madiun, menuju kea rah Dungus (basis).
Rencana pelarian ke Dungus ternyata memang telah dipersiapkan sebelumnya, apabila
Madiun sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Guberbur Militer II melakukan tindakan
pertama dengan mengeluarkan intruksi kepada semua satuan bersenjata di Solo untuk
menghentikan tembakmenembak mulai pukul 12.00 malam dan besok harinya tanggal 21
September 1948 agar semua komandan kesatuan yang saling bermusuhan harus melaporkan
diri. Mereka yang tidak melapor dianggap pemberontak. Komandan Brigade 12 Letkol Kusno
Utomo mendapat perintah langsung dari Jenderal Besar Soedirman, merebut dan
membebaskan daerah utama Jawa Tengah dari tangan pasukan PKI.
Akhirnya tokoh-tokoh FDR/PKI ditangkap hidup-hidup. Dan di daerah Surabaya telah
dilakukan penangkapan dan pelucutan terhadap PKI oleh Letnan Kolonel Kretarto. Pada saat
itu Bantuan Militer dari Polri mulai melapor kepada Gubernur Militer I di Kediri. Pasukan
dari Polri ini berkekuatan satu Batalyon (4 kompi). Bantuan ini dimaksudkan untuk
membantu operasi PKI di madiun dari arah Timur. Pada tanggal 21 September 1948, Kolonel
Soengkono menemui mayor Soemarsono yang berasal dari lascar (BPRI) di Purwosari Kediri
untuk menanyakan sikapnya. Sumarsono menyatakan kesetiaan kepada pemerintahan RI.
Brigade XXIX di Kediri telah dapat dilucuti dan dilumpuhkan, yang berakibat larinya
Batalyon Maladi Jusuf yang pada waktu itu didislokasi di Ngadirejo. Di Solo, Panglima
Besar Jenderal Soedirman dan Komandan Pertahanan Jawa Tengah Kolonel B. Sugeng
mengunjungi kedua pasukan yang bertikai, yaitu Siliwangi dan Panembahan Senopati.
Pada kesempatan tersebut Panglima Besar menegaskan bahwa dalam pertikaian itu
tidak ada yang salah. Pertikaian itu terjadi karena sengaja dibuat oleh pihak PKI. Pertikaian
itu ternyata tidak dapat diselesaikan secara tuntas. Hari H gerakan penumpasan dari arah
Timur adalah tanggal 21 September 1948. Dari arah selatan mulai digerakkan dua Batalyon,
yaitu Batalyon Mudjajin dan Batalyon Harsono. Dilain pihak Batalyon A. Kosasih yang
berkedudukan di Magelang, di Yogyakarta melaporkan kedatangan Batalyonnya kepada
Komandan Brigade kemudian memerintahkan agar pasukan ini segera bergerak ke Solo
dalam rangka operasi penumpasan pemberontakan PKI. Keesokan harinya, tanggal 22
September 1948, Djokosujono mengundang sejumlah Komandan TNI untuk berkonferensi di
Madiun. Undangan disampaikan pada malam harinya melalui siaran radio Gelora Pemuda.
Yang diundang adalah Penglima Pertahanan Jawa Timur, Komandan Brigade Mobil Jawa
Timur dan Komandan-komandan Militer lainnya di seluruh daerah Republik di Jawa Timur.
Mereka diharap dating di Balaikota Madiun tanggal 24 September 1948 pukul 11.00 guna
merundingkan keadaan.
Masih pada tanggal yang sama, asrama TRIP di jalan Ponogoro, Madiun digrebek dan
diduduki PKI. Senjata pasukan TRIP dilucuti. Anggota TRIP menolak dan melakukan
perlawanan, akibatnya seorang anggota TRIP bernama Moeljadi gugur. Pasukan Maladi Jusuf
sore harinya berusaha menyerang dan menduduki Kota Trenggalek, tetapi tidak berhasil.
Batalyon Mudjajin bertindak lebih cepat menduduki Trenggalek. Pada tanggal 23 September
1948, Komunike Brigade Sadikin yang pertama mengatakan bahwa Sarangan dan Walikukun
telah direbut kembali oleh TNI dari tangan kaum pemberontak. Kemudian Kapten A Kosasih
dari Yogyakarta berangkat ke Klaten untuk menemui Mayor Sunitioso dengan menggunakan
jeep dan dikawal oleh beberapa orang prajurit.
Kapten A. Kosasih menjelaskan bahwa pasukannya akan bergerak ke Solo, dan
menanyakan kepada Mayor Sunitioso dengan alat angkut apa agar pasukannya dapat dibawa
dengan aman. Selain itu, TNI mengadakan pemeriksaan dari rumah ke rumah di dalam kota
Yogyakarta, untuk mencari tokoh-tokoh PKI yang bersembunyi. Pada hari ini pula Panglima
Besar Soedirman mengumumkan bahwa Kejaksaan Tentara Republik telah mendakwa
sejumlah opsir tinggi yang telah memberontak. Antara lain, Kol. Djokosuyono, Panglima
Militer Daerah Madiun, Kol. Ir. Sakirman, Letkol Martono Brotokusumo, Mayor Anas,
Mayor Pramuji, Mayor Banumahdi, Mayor Ustman, dan Kapten Misbah. Tanggal 24
September 1948 terjadi pertempuran antara pasukan pemerintah dengan para pemberontak
selama beberapa jam di Sawangan, 20 km di sebelah timur laut Magelang. PKI juga
menyerbu kantor Polisi di Parakan.
Namun malam harinya di Tuban dilakukan penangkapan terhadap semua pemimpin
FDR oleh Polisi. Keesokan harinya, tanggal 25 September 1948 Kantor Kabupaten Sukoharjo
berhasil diduduki. Pada hari itu, seluruh Kota Sukoharjo dapat dikuasai Batalyon A. Kosasih.
Pasukan pemberontak TLRI yang bertahan di Sukoharjo mundur dengan meninggalkan
banyak korban. Namun di Parakan, PKI melancarkan aksi-aksinya yaitu dengan melakukan
penculikan 60 orang, diantaranya Wedana Parakan, Wedana Kretek, dan Asisten Wedana
Kretek, seorang pemilik sekolah, penghulu Candiroto, Kapten Muda Sumantri, dan Letnan
Muda Suwadji. Dalam pembebasan Madiun dari arah Barat, Batalyon Sambas yang terdiri
dari tiga kompi, berangkat dari Tasikmadu menuju Tawangmangu lewat Karangpandan. Pada
hari itu juga Batalyon Sambas yang berkekuatan 760 orang bergerak dari Tawangmangu
menuju Madiun dengan tugas utama: menguasai Madiun dalam waktu singkat, menguasai
RRI dan melaporkan kembali setelah Madiun direbut. Di sisi lain, Ex Letnan Kolonel Suyoto,
di Purwodadi di Pendopo Kabupaten, memproklamirkan berdirinya pemerintahan Front
Nasionaldaerah Semarang.
Suyoto sendiri yang menjadi pemimpin militer tertinggi pemberontakan PKI itu. Pada
tanggal 26 September 1948, Batalyon Nasuhi berhasil merebut kota Distrik Sidoharjo, suatu
tempat yang penting sekali artinya sebab letaknya berada diantara dua pusat PKI, yaitu
Ponorogo dan Wonogiri dan memisahkan kompleks pegunungan antara Pacitan dengan
Kompleks Waru. Keesokan harinya tanggal 27 September 1948, Parakan dapat direbut
kembali oleh pasukan pemerintah. Mayor Solomon dan Mayor Saki yang ditawan oleh
pemberontak dapat dibebaskan. Pasukan pemberontak tercerai berai, ada yang melarikan diri
ke Candiroto dan ada yang ke Wonosobo yang pada saat itu telah diduduki Brigade Bachrun
untuk mengamankan tempat itu. Namun pada tanggal 29 September 1948, sekitar satu kompi
pasukan PKI menyerang asrama TNI di Magelang.
Pusat kota Magelang juga mendapat serangan dari arah barat dan timur. Keesokan
harinya tanggal 30 September 1948, pasukan Brimob Polri dipimpin oleh inspektur polisi II
Imam bachri berhasil memasuki kota Madiun dari utara. Kompi II Batalyon Sambas, pada
gerakan selanjutnya bertugas melakukan serangan memasuki kota Madiun dari arah selatan
secara melambung. Akhiornya kota Madiun telah berada kembali di tangan pemerintah RI
dengan masuknya pasukan Siliwangi dari arah barat serta pasukan Sunarjadi dari arah timur.
Pasukan-pasukan lawan secara tergesa-gesa melarikan diri keluar Madiun. Hari berikutnya
tanggal 1 Oktober 1948, keluar peraturan pemerintah tentang pemberantasan pernyataan
setuju dengan perbuatan kaum pemberontak, yang gunanya adalah untuk memudahkan usaha
pemerintah dalam menyelamatkan Negara. Komandan Batalyon, Mayor Sambas, berangkat
menuju Plaosan melaporkan situasi kepada komandan Brigade Letna Kolonel Sadikin dan
panglima KRU colonel Drg. Moestopo.
Di hari berikutnya tanggal 2 Oktober 1948, Dungus yang merupakan salah satu
pangkalan PKI yang terkuatdi lereng gunung Wilis, dapat direbut pula oleh satuan TNI. Dan
pagi hari itu pula, kota kabupaten Ponorogo dapat direbut oleh TNI. Selanjutnya tanggal 8
Oktober 1948, Kota Ponorogo diserang dari arah timur oleh kekuatan yang terdiri dari
Batalyon Panjang, Batalyon Maladi Jusuf, Batalyon Durachman, Batalyon Musofa, dan
Batalyon Sidiq Arselan. Komando dipegang oleh Djokosuyono, yang menjabat Gubernur
Militer Madiun. Serangan ini mulai dilancarkan pada pukul 03.00 dini hari. Kota Cepu
akhirnya dapat dibebaskan dari tangan pemberontak, dan kilang minyak dapat diselamatkan.
Dalam pertempuran pembebasan kota Cepu banyak anggota lascar minyak yang
tertangkap dan menyerah. Sukiban, Komandan Laskar Minyak mati tertembak dalam
pertempuran tersebut. Hubungan kereta api dari Yogyakarta ke daerah lain: Yogya-Solo-
Madiun, Yogya-Magelang, dan Yogya-Kertoarjo dibuka kembali setelah adanya operasi
pembersihan sisa-sisa PKI di Yogya. Dua hari kemudian, tepatnya tanggal 10 Oktober 1948,
pasukan pemberontak yang dipimpin oleh Kapten Sugomo yang melarikan diri kea rah
Wonosobo berhasil ditawan.
Mereka merupakan pasukan pemberontak terakhir di daerah Kedu. 11 Oktober 1948,
Randublatung sebagai tempat pemusatan pemberontak dapat direbut kembali oleh Batalyon
Kemal Idris. Kemudian tanggal 13 Oktober 1948 setelah menilai kekuatan lawan, Batalyon
Kala Hitam diputuskan untuk segera bergerak ke Pati. Pada hari itu juga Kota Pati dapat
dibebaskan dari tangan pemberontak. Dua kompi pasukan TLRI yang menduduki kantor
Karesidenan Pati menyerah.
Misi dilanjutkan dengan menduduki kota Blora tanpa perlawanan yang berarti. Pada
tanggal 15 Oktober 1948, Batalyon Achmad Wiranatakusumah berhasil merebut kota Pacitan.
Purwodadi yang diperkirakan dipertahankan oleh Batalyon Purnawi dan pasukan Brigade
TLRI Soejoto berhasil dibebaskan tanpa perlawanan. Brigade 12 Siliwangi juga berhasil
menduduki kota Purwodadi, ibukota darurat Karesidenan Semarang. Selanutnya tanggal 18
Oktober 1948 pukul 06.00 Wirosari dapat direbut kembali dari tangan pemberontak.
Pasukan A. Kosasih mendapat perlawanan yang berat dari pemberontak (Batalyon
Purnawi). Pada tanggal 20 Oktober 1948, kudus dapat dibebaskan pagi hari pukul 06.30,
pasukan pemberontak yang mempertahankan kota Kudus, berkekuatan satu Batalyon, dari
Brigade Sudiarto.
Dan akhirnya pada tanggal 31 Oktober 1948, Musso mati ditembak oleh Lettu Sumadi
di tempat mandi blandong milik seorang penduduk Semanding. Selanjutnya Abdul Muntholib
dan sekretarisnya, Sritin anggota Pesindo, tertangkap di Girimarto.
Tanggal 22 November 1948, Djokosuyono menyerah, disusul dengan menyerahnya
Abdul Hamid, Komandan Batalyon Pasukan pengawal Amir Syarifudin beserta pasukannya.
Ia menyerah kepada seksi Priyatno dari Kompi Sukamto di sekitar Godong.
Tanggal 29 November 1948, Kompi Ranuwidjaja dari Yon Kusmanto Brigade 6 yang
bermarkas di sekitar Penawangan, melakukan operasi pembersihan di pegunungan sekitar
Klambu. Dalam operasi ini Ki Ranuwidjaja berhasil menangkap Amir Syarifuddin pukul
17.00 di Gua Macan desa Penganten Kecamatan Klambu, setelah para pengawalnya
meninggalkannya.
Selanjutnya pada tanggal 4 Desember 1948, Mayor A. Kosasih tiba di Yogyakarta.
Amir Syarifuddin dan tahanan lainnya diserahkan kepada Pemerintah Pusat di Yogyakarta.
Dan akhirnya pada tanggal 17 Desember 1948, Batalyon Kala Hitam tiba di Yogyakarta dari
Purwodad, setelah selesai melaksanakan tugasnya menumpas pemberontakan di Madiun.
Pada pemerintahan setelahnya, para Tentara tidak memberi simpati secara penuh terhadap
Soekarno karena keberpihakannya terhadap PKI.
Sejak peristiwa pemberontakan Madiun 1948, tentara, terutama Angkatan Darat (AD)
mengambil jarak dengan PKI dan manganggapnya sebagai musuh yang harus dibasmi.30
Dengan penumpasan pemberontakan TNI ini akhirnya wakil Belanda di Dewan keamanan
PBB, van Royen di dalam sidang umum PBB tanggal 22 Desember 1948 menyatakan bahwa
Republik Indonesia berhasil untuk menumpas suatu pemberontakan komunis di wilayahnya
sendiri, memberikan kepercayaan, suatu credence, bahwa Republik Indonesia telah
membuktikan dapat mengendalikan suatu ancaman komunis di dalam negerinya.31 30 Tiar
Anwar Bachtiar, Lajur-lajur Pemikiran Islam: Kilasan Pergulatan Intelektual Islam di
Indonesia, (Depok: Komunitas Nuun:2011), Hlm. 42. 31 Lihat: Bilveer Singh “Bear and
Garuda. Soviet-Indonesia Relations: from Lenin to Gorbachev”, (Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 1994), Hlm. 127-129. Negara-negara barat, bagi Amerika dan Inggris
khususnya menghilangkan keragu-raguan dalam penilaiannya terhadap Republik Indonesia
yang oleh Belanda selalu dipropagandakan sebagai Negara yang pengaruh komunismenya
besar. Para pemimpin-pemimpin Republik Indonesia adalah communist extremist sehingga
tidak berhak untuk mendapakan perhatian baik dari Negara Anglo-Saxon lainnya.32
Kemenangan Republik Indonesia melawan pemberontakan ini merupakan perhitungan salah
Belanda di bidang politik dan militer.
BAB 3
Penutup
3.3 Kesimpulan
Adanya pemberotakan yang terjadi di Madiun yang di lakukan oleh para anggota atau
antek – antek Partai Komunis (PKI) membuat banyak sekali korban jiwa. Bukan hanya itu
saja, kemunculan PKI yang semakin berkembang di masa itu membuat masyarakat Indonesia
terbagi menjadi dua kubu, ada yang ingin Negara Indonesia dipimpin oleh Muso dan ada juga
yang ingin dipimpin oleh Soekarno dan Moh.Hatta. Banyaknya korban jiwa ini bukan berasal
dari kaum komunis saja, tetapi dari Negara Indonesia (bukan anggota PKI). Maka dari itu,
pemberotakan PKI Madiun bisa dikatakan sebagai salah satu masa kelam yang pernah
dialami oleh Negara Indonesia. Hingga saat ini, peristiwa Madiun masih memunculkan luka
dan kebencian bagi sebagian masyarakat Indonesia terutama bagi mereka yang mengalami
masa – masa kelam tersebut.
Daftar Pustaka
Adhitya, T. R., Wicandra, O. B., & Asthararianty, A. (2016). Perancangan Film Dokumenter
Dibalik Peristiwa Pemberontakan Pki Madiun Tahun 1948. Jurnal DKV Adiwarna, 1(8), 9.
Anita, O. PEMBERONTAKAN PKI DI MADIUN 1948.
Kamal, N. (2018). Gatot Subroto: Peran Dalam Penumpasan Pemberontakan Pki Di Madiun
Tahun 1948. Ilmu Sejarah-S1, 3(2).