Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Knowledge Generation and Acquisition

Pada proses Knowledge Management, Acquisition merupakan proses yang pertama dimana
perusahaan melakukan kegiatan dalam mengakses pengetahuan baru yang berguna dalam meningkatkan
efisiensi tugas kerja (Restyorini, 2019). Knowledge generation and acquisition dicapai pada level
terendah, yaitu individu, dimana individu melakukan bauran pengetahuan untuk menciptakan dan
mengembangkan ide-ide baru (Timothy Shea, 2021). Knowledge Acquisition Capabilities merupakan
komponen pertama dari 3 sub capabilities. Akuisisi pengetahuan berarti kemampuan sebuah perusahaan
dalam mengidentifikasi dan mendapatkan pengetahuan eksternal yang berguna untuk perusahaan. Maka
dari itu, usaha yang dilakukan dalam kegiatan knowledge acquisition mencakup pencarian kreatif dan
mebuat akal yang strategis dan sangat dipengaruhi oleh pola dan perilaku logika manajer (Suli Zheng,
2011).

Terdapat tiga mekanisme yang perlu dilakukan dalam generation and acquisition, yaitu
mekanisme untuk menghasilkan dan mengakuisisi pengetahuan dari berbagai sumber, kesenjangan
pengetahuan di kalangan pegawai, dan menciptakan pengetahuan berdasarkan pengetahuan yang sudah
ada sebelumnya. Langkah awal yang penting perlu dilakukan oleh perusahaan dalam menghasilkan dan
mengakuisisi pengetahuan. Salah satunya adalah mencari cara atau mekanisme untuk menghasilkan dan
mengakuisisi pengetahuan dari berbagai sumber (Timothy Shea, 2021). Perusahaan dapat memberikan
kebebasan terhadap pegawainya untuk bereksplorasi dan mencari pengetahuan sendiri dari luar
perusahaan. Dari kebebasan untuk mencari pengetahuan di luar perusahaan, pegawai dapat menemukan
pengetahuan yang terjadi melalui aktivitas kolaboratif dan sosial, dan melalui refleksi kognitif individu
(Hislop et al., 2018). Proses yang terjadi didukung oleh sistem penemuan pengetahuan. Pemahaman
terpadu pada pengalaman sebelumnya dan interpretasi kontekstual memiliki peran kunci dalam kegiatan
penciptaan pengetahuan (Mariano and Awazu, 2016). Maka dari itu, perusahaan perlu setidaknya
memberikan informasi atau pengetahuan sebelumnya untuk pegawai mendapatkan pengetahuan baru.
Perusahaan dapat memberikan teknologi informasi yang memungkinkan pekerja untuk terhubung satu
sama lain, sehingga pekerja sadar akan perlunya kontribusi aktivitas. Selain itu, penyimpanan dokumen
yang dikembangkan dengan baik akan membantu pembelajaran sejawat (Van Jooligen et al., 2005).
Dengan adanya teknologi informasi yang telah dikembangkan untuk memudahkan para pegawai
untuk mendapatkan informasi baru dan terhubung dengan pegawai lain, tidak menutup kemungkinan
bahwa masih terdapat kesenjangan informasi yang dialami oleh pegawai. Peran pemimpin perusahaan
serta diskusi yang baik dapat menjadi solusi untuk kesenjangan informasi yang dialami pegawai.
Perbedaan kinerja pada perusahaan yang berbeda karena stok pengetahuan dan kemampuan perusahaan
yang berbeda dalam penggunaan dan pengembangan pengetahuan. Maka dari itu, perusahaan perlu
meningkatkan knowledge management yang akan terlihat dari proses pengetahuan dan infrastruktur atau
kegiatan manajemen yang mndukung terjadinya peningkatan proses pengetahuan antar pegawai. Ada dua
set utama yang dapat digunakan oleh perusahaan: teknologi informasi dan komunikasi yang didukung
komputer dan manajemen sumber daya manusia. Menurut Bhatt (2001), sistem teknologi serta sumber
daya manusia yang baik diperlukan dalam knowledge management. Hubungan antara sistem teknologi
dan sumber daya manusia dapat menciptakan pengelolaan pengetahuan secara efektif, sehingga
kesenjangan informasi antar pegawai dapat diatasi dengan baik oleh perusahaan.

Mekanisme yang terakhir yaitu dengan menciptakan pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan
yang ada sebelumnya. Tingkat kinerja perusahaan yang tinggi akan membantu pegawai untuk
mendapatkan pengetahuan yang baru dari pengetahuan yang mereka miliki sebelumnya, maka peran
manajemen sumber daya manusia diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan seorang pegawai dalam
mengeksplorasi pengetahuan yang mereka miliki. Proses manajemen sumber daya manusia yang terkait
dengan pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia menempati tempat yang sangat relevan dalam
hubungan keduanya (Valle et al., 2000). Perusahaan dapat mengembangkan ide-ide atau inovasi
berdasarkan pengetahuan pegawai yang sudah ada dengan memberikan sarana diskusi yang baik, dengan
syarat mekanisme yang pertama dan kedua telah diatasi dengan baik.

2.2 Knowledge Organizing and Storing

Pengetahuan yang telah diperoleh dari berbagai sumber tentunya tidak dalam jumlah yang sedikit.
Penyimpanan data yang lengkap dan konsisten yang diperoleh dari berbagai sumber akan tersedia untuk
pengguna akhir dengan cara yang dapat mereka pahami dan gunakan dalam konteks bisnis (Catherine Ma,
2000). Dengan adanya data warehouse, sejumlah besar informasi yang berasal dari berbagai sumber
dapat diakses, diubah dan didistrubsikan dengan bertanggung jawab. Data warehouse memiliki tiga
fungsi utama. Pertama, digunakan untuk penyajian laporan dan grafik standar. Hal ini memungkinkan
data yang berasal dari pengetahuan yang telah diterima yang berbeda untuk dikumpulkan dan direkap ke
dalam bentuk laporan. Kedua, fungsi analisis dimensi. Pembandingan temuan pengetahuan dapat
difasilitasi pada nilai dimensi yang berbeda, terutama perbandingan dari periode waktu. Ketiga, data
warehouse memungkinkan teknologi baru yang menarik yang disebut penambangan data. Teknologi ini
dapat secara otomatis mengenali pola data yang membantu pengguna akhir untuk menggambarkan data
yang ada untuk digunakan menemukan pengetahuan yang baru di masa depan (Catherine Ma, 2000).

Dengan adanya teknologi baru yang terdapat dalam perusahaan, perusahaan perlu memberikan
pelatihan penggunaan untuk pegawainya agar pemahaman tentang organizing and storing lebih dalam
(Timothy Shea, 2021).

2.3 Knowledge Dissemination and Sharing

Dalam organisasi, variabel-variabel seperti aksesibilitas pengetahuan, berbagi pengetahuan,


suasana komunikasi, cara kepemimpinan, dan cara penyelesaian masalah sangat mempengaruhi berhasil
atau tidaknya pembelajaran dan kemerataan pengetahuan (Warne, Ali & Pascoe, 2003). Knowledge
sharing berkaitan dengan penyebaran pengetahuan yang terkandung di seluruh perusahaan atau rantai
nilai (Makore & Eresia-Eke, 2014). Maka dari itu, berbagi pengetahuan diharapkan dapat digunakan
secara konseptual atau instrumental, dengan cara memodifikasi pengetahuan yang sudah ada atau
melakukan praktik baru. Penyebaran pengetahuan diidentifikasi menjadi empat kategori, yaitu: sosialisasi,
eksternalisasi, kombinasi dan internalisasi.

Sosialisasi melibatkan penyebaran pengetahuan tacit dari satu individu ke individu lainnya.
Penyebaran pengetahuan pada kategori ini biasanya dilakukan dalam diskusi atau suasana informal dan
sosial di mana ada kepercayaan di antara mereka yang terlibat dalam diskusi. Selanjutnya pengetahuan
tacit yang tersebar dirubah menjadi pengetahuan eksplisit dalam interaksi tim yang melibatkan dialog,
dan penggunaan metafora dalam bahasa akan sangat jelas. Pada kategori kombinasi, individu yang terlibat
dalam diskusi akan menambahkan dan menyumbangkan pengetahuan eksplisit mereka sendiri dari apa
yang mereka temukan dari berbagai sumber. Dan pada internalisasi, dibutuhkan perubahan pengetahuan
eksplisit baru menjadi pengetahuan tacit baru yang dilakukan pada latihan berulang.

Literatur yang ada menunjukkan bahwa penyebaran pengetahuan sebaiknya dieksplorasi pada dua
perspektif yang luas, yaitu pada:

1. Perspektif organisasi yang berfokus pada bagaimana sebuah organisasi dirancang untuk
memfasilitasi proses penyebaran pengetahuan (Spender, 2000; Jashapara, 2011) dan,
2. Perspektif ekologi yang berfokus pada interaksi manusia dengan pengetahuan dan dapat
disamakan dengan ekosistem alam (Rastogi, 2000; Spender, 2000).

Pengelolaan pengetahuan eksternal dan pengetahuan internal penting dilakukan perusahaan untuk
penyebaran pengetahuan yang efektif. Yang (2007) mengatakan bahwa tujuan akhir dari memperoleh
pengetahuan dan berbagi pengetahuan, adalah untuk mengubah semua pengetahuan individu dan
pengalaman menjadi kompetensi organisasi. Kekuatan dari kompetensi dan efektivitas organisasi akan
meningkat jika lebih banyak modal intelektual pribadi yang ditransmisikan dan diubah menjadi aset
organisasi.

Alhammad et al (2009) mengidentifikasi penyebaran pengetahuan dengan konotasi sosial menjadi


empat dimensi, yaitu:

1. Niat untuk berbagi pengetahuan


2. Hubungan timbal balik
3. Tim – rasa kebersamaan dan
4. Perasaan positif tentang berbagi pengetahuan

Niat untuk berbagi pengetahuan merupakan kesediaan pegawai untuk berbagi pengetahuan
sekarang dan yang akan datang. Kondisi variabel sosial akan mempengaruhi motivasi pegawai untuk
berbagi pengetahuan. Hubungan timbal balik berakar pada ekologi kebersamaan antar pegawai.
Berdasarkan hal itu, biasanya menghasilkan perasaan positif tentang berbagi pengetahuan yang
mendorong niat masa depan untuk mencapai penyebaran pengetahuan yang lebih efektif. Membangun
hubungan mutualisme merupakan metode terpenting untuk mempromosikan penyebaran pengetahuan.
Penyebaran pengetahuan kemudian dapat terjadi melalui kelompok diskusi (Alhammad et al, 2009),
interaksi tatap muka dan pelatihan (Husted & Michailova, 2002; Alhammad et al, 2009), pertemuan
berkala lintas tim dan unit kerja (Bartol & Srivastava, 2002; Alhammad et al, 2009) dan prkatik terbaik
(Bartol & Srivastava, 2002; McDermott & O’Dell, 2001; Alhammad et al, 2009).\

Tim – rasa kebersamaan dapat dianggap sebagai sekumpulan orang yang bekerja sama untuk
mencapai tujuan bersama. Pengetahuan dapat disebarluaskan secara efektif di dalam sebuah kelompok.
Kepercayaan diperlukan antar sesama tim untuk menjadi dasar berbagi ilmu yang harus dijadikan
kebiasaan sehingga hubungan antara anggota dan manajer lebih kuat. Cara kerja tim, diskusi, dan
kolaborasi akan meningkatkan komunikasi antar anggota.

Perasaan positif tentang berbagi pengetahuan akan dirasakan oleh karyawan itu sendiri ketika
mereka telah ikut berpartisipasi dalam berbagi pengetahuan. Dengan berbagi pengetahuan, karyawan akan
merasa diri mereka sebagai anggota yang efektif di dalam organisasi. Terlebih, karyawan yang merasakan
hasil dari berbagi pengetahuan akan merasa lebih positif dan merasakan manfaat dari berbagi
pengetahuan.

2.4 Knowledge Application


Penerapan pengetahuan dilakukan setelah pengetahuan didapatkan, disimpan dan disebarkan pada
kinerja tugas atau pemecahan masalah di dalam perusahaan. Seperti dikatakan oleh Gasik (2011),
perusahaan diuntungkan bukan dari keberadaan pengetahuan di dalam perusahaan, namun dari kelayakan
penerapan pengetahuan di dalam perusahaan tersebut. Yussoff dan Daudi (2010) menggunakan skala 7
poin Likert, analisis korelasi dan analisis regresi menyimpulkan bahwa knowledge application
berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Knowledge Management melibatkan proses
pengetahuan yang berbeda namun saling bergantung antara penciptaan, penyimpanan dan pengambilan
pengetahuan, penyebaran pengetahuan, dan aplikasi pengetahuan.

Penerapan pengetahuan menyiratkan untuk mendorong pembelajaran pegawai dengan


memperkenalkan ke dalam elemen praktik yang berbeda. Dengan demikian, anggota perusahaan
mengekstrak, menerjemahkan, mengubah, dan menerapkan pengetahuan untuk aktif dan belajar terus
menerus. Penerapan pengetahuan merupakan hal yang dinamis, dan dilakukan dalam proses belajar yang
terus menerus. Penerapan pengetahuan akan mandukung perubahan sikap dan perilaku yang berdampak
positif pada pembelajaran organisasi.
References
Alhammad, F. Al Faori S. Suleiman A. H. L. 2009. Knowledge Sharing In The Jordanian Universities.
Journal of Knowledge Management Practice: 10(3).

Bhatt, G. (2001), “Knowledge management in organizations: examining the interaction between


technologies, techniques, and people”, Journal of Knowledge Management, Vol. 5 No. 1, pp. 68‐
75.

Gasik, S. (2011). A Model of Project Knowledge Management. Project Management Journal, Vol. 42,
No. 3.

Hislop, D., Bosua, R. and Helms, R. (2018), Knowledge Management in Organizations: A Critical
Introduction, Oxford University Press.

Husted, K. and Michailova, S. 2002, Diagnosing and fighting knowledge sharing hostility. Organizational
Dynamics, 31(1), 60-73.

Jashapara, A. 2011. Knowledge Management: An Integrated Approach, 2nd edition. Prentice hall. Pearson
Education.

Ma, C., Chou, D.C. and Yen, D.C. (2000), "Data warehousing, technology assessment and
management", Industrial Management & Data Systems, Vol. 100 No. 3, pp. 125-
135. https://doi.org/10.1108/02635570010323193

Mariano, S. and Awazu, Y. (2016), “Artifacts in knowledge management”, Journal of Knowledge


Management, Vol. 20 No. 6, pp. 1333-1352.

Rastogi, P. 2000. Knowledge Management and Intellectual Capital: The New Virtuous Reality of
Competitiveness. Human Systems Management, 19(1), 39-49.

Catherine Ma, D. C. (2000). Data warehousing, technology assessment and management. Industrial
Management & Data Systems, 100 No. 3, 125-135.

Restyorini, D. F. (2019). Pengaruh Knowledge Management terhadap Kepuasan Kerja Karyawan pada PT.
Semen Indoneisa (Persero) Tbk. 4.

Suli Zheng, W. Z. (2011). Knowledge-based dynamic capabilitites and innovation in networked


environments. Journal of Knowledge Management.
Timothy Shea, S. A. (2021). "Knowledge management practices" as moderator in the relationship
between organizational culture and performance in information technology companies in India.
VINE Journal of Information and Knowledge Management Systems.

Warne, L., Ali, I.M. & Pascoe, C. 2003. Team Building as a Foundation for Knowledge Management:
Findings from Research into Social Learning in the Australian Defence Oragnization. Journal of
Information & Knowledge Management. 2(2), 93-106.

Yang, J. 2007. The impact of knowledge sharing on organizational learning and effectiveness, Journal of
Knowledge Management, 11(2), 83-90.

Yussoff, W. & Daudi, S. (2010). Knowledge Management and Firms Performance in SMEs: The role of
Social Capital as a Mediating Variable. Asian Academy Management Journal, Vol. 15, Pp. 135-
155.

Anda mungkin juga menyukai