Anda di halaman 1dari 12

Pengaruh Organisasi Dalam Manajemen Pengetahuan

Dosen Pengampu:

Dr. Winarno,MM

Disusun oleh:

1. Lusiono 141170001
2. Akhbar Purwo Nugroho 141170009
3. Fathia Navisha I 141170028
4. Mursal Amir 141170034

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA

2019
A. PENGARUH KNOWLEDGE MANAGEMENT TERHADAP KINERJA
ORGANISASI
Bentuk knowledge management pada suatu organisasi dapat berupa tacit maupun
explicit knowledge dan dapat yang bersifat individual maupun oragnisasi. Pada umumnya
konten knowledge management berupa aspek teknis operasional, aspek pendukung
operasional seperti organization motivation, organization environment, organization
capacity, aspek teknis produksi, proses internal bisnis dll.
Knowledge management melalui kecerdasan buatan dan/atau teknologi informasi
mampu menciptakan dan meningkatkan budaya organisasi dan performace
personal/organisasi. Mekanisme tersebut mengikuti formulasi SECI/knowledge spiral yang
dikembangkan oleh Ikujiro Nonaka (1998). Tracit knowledge yang dimiliki oleh tenaga
kerja/karyawan/anggota organisasi diubah menjadi explisit knowledge melalui proses
ekstenalisasi. Proses know-how dan pengalaman yang personal/organisasi dapatkan dalam
bentuk tulisan artikel atau bahkan buku. Kepada personel yang mendokumentasikan
knowledge tersebut sebaiknya diberikan apresiasi berupa reward. Dokumentasi tersebut akan
sangat bermanfaat bagi orang lain yang sedang memerlukannya.
Peningkatkan budaya organisasi dan performace personal juga dapat dilakukan
melalui proses kombinasi yakni memanfaatkan explicit knowledge yang ada untuk
implementasikan menjadi explicit knowledge lain. Proses ini sangat berguna untuk
meningkatkan skill dan produktifitas personal/organisasi. Explicit knowledge yang ada dapat
di hubungkan dan dikombinasikan menjadi explicit knowledge baru yang lebih bermanfaat.
Proses selanjutnya adalah proses internalisasi mengubah explicit knowledge sebagai
inspirasi datangnya tacit knowledge. Bahasa lainnya adalah learning by doing. Dengan
referensi dari manual dan buku yang ada, saya mulai bekerja, dan saya menemukan
pengalaman baru, pemahaman baru dan know-how baru yang mungkin tidak didapatkan dari
buku tersebut.
Sedangkan proses berikutnya adalah proses sosialisasi (socialization), yakni
mengubah tacit knowledge ke tacit knowledge lain. Hal yang juga terkadang sering
dilupakan. Contoh kongkrit adalah belajar dari orang lain, yang mungkin lebih
berpengalaman. Proses ini membuat pengetahuan lebih terasah dan juga penting untuk
peningkatan diri sendiri. Proses ini akan berputar pada proses pertama yaitu eksternalisasi.
Semakin sukses menjalani proses perolehan tacit knowledge baru, semakin banyak explicit
knowledge yang berhasil diproduksi pada proses eksternalisasi.
Budaya organisasi sangat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja organisasi yang
ditunjukkan dengan 4 indikator kinerja yakni efesiensi, efektivtas, relevansi dan viabilitas
keuangan. Hasil kajian Soedjono (2005) menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan dari
budaya organisasi terhadap kinerja organisasi, ada pengaruh signifikan dari kinerja
organisasi terhadap karyawan, ada pengaruh signifikan dari budaya organisasi terhadap
kepuasan pelanggan, tidak ada pengaruh langsung dari budaya organisasai yang diarahkan
pada kinerja organisasi terhadap kepuasankaryawan.
Menurut Moelyono Djokosantoso (2003), terdapat keterkaitan hubungan antara
budaya korporat dengan kinerja organisasi yang dapat dijelaskan dalam model diagnosis
budaya organisasi Tiernay bahwa semakin baik kualitas faktor-faktor yang terdapat dalam
budaya organisasi makin baik kinerja organisasi tersebut. Karyawan yang sudah memahami
keseluruhan nilai-nilai organisasi akan menjadikan nilai-nilai tersebut sebagai suatu
kepribadian organisasi. Nilai dan keyakinan tersebut akan diwujudkan menjadi perilaku
keseharian mereka dalam bekerja, sehingga akan menjadi kinerja individual. Didukung
dengan sumber daya manusia yang ada, sistem dan teknologi, strategi perusahaan dan
logistik, masingmasing kinerja individu yang baik akan menimbulkan kinerja organisasi
yang baik pula.
Dampak budaya organisasi terhadap kinerja dapat dilihat pada beberapa contoh
perusahaan yang memiliki kinerja yang tinggi, seperti Singapore Airlines yang menekankan
pada perubahan-perubahan yang berkesinambungan, inova tif dan menjadi yang terbaik.
Baxter International, salah satu perusahaan terbesar di dunia, memiliki budaya respect,
responsiveness dan result, dan nilai -nilai yang tampak disini adalah bagaimana mereka
berperilaku ke arah orang lain, kepada customer, pemegang saham, supplier dan masyarakat
(Pastin, 1986; 272). Hasil penelitian Chatman dan Bersade (1997) dan Udan Bintoro (2002)
menyatakan bahwa budaya organisasi yang kuat dapat meningkatkan kinerja organisasi.
Secara skematis peningkatan kinerja organisasi yang disebabkan oleh knowledge
management ditunjukan pada Gambar 1.

GambarSkematis peningkatan kinerja organisasi yang disebabkan oleh knowledge


management

Peningkatan kinerja organisasi dapat diukur dengan balanced scorecard. Dalam


balance scorecard, dari tiap perspektif diberikan indeks dari target yang akan dicapai dari
penerapan sistem ini. Pemaparan dari empat perspektif yang akan diukur menggunakan
balance scorecard adalah sebagai berikut :
1. Financial; Mengukur return yang dihasilkan dengan memberikan Target ROI bisa
dicapai dengan menerapkan sistem knowledge management.
2. Pelanggan; Mengukur tingkat Kepuasan Pelanggan dari kualitas Pelayanan, Waktu
Pelayanan, dan sebagainya.
3. Internal Bisnis; Mengukur efisiensi yang dapat dicapai dengan memebrikan Target
tertentu. Sehingga bisa dinilai apakah sistem knowledge management tersebut berdampak
signifikan terhadap Internal Bisnis atau tidak.
4. Inovasi dan Pembelajaran; Dengan adanya sistem knowledge management, dapat
diukur seberapa banyak Inovasi yang bisa dihasilkan dan seberapa berkembang kemampuan
dan pembelajaran yang diberikan terhadap Karyawan.
B. Bagaimana Organisasi dalam Mengadopsi Manjamen Pengetahuan
1. Alasan Pentingnya Organisasi Mengadopsi Manajemen Pengetahuan.
Dalam kondisi persaingan bisnis saat ini telah banyak organisasi yang inovatif dan
menghargai nilai sebuah pengetahuan untuk memperbaiki produk dan pelayanan mereka.
Terdapat beberapa alasan mengapa konsep manajemen pengetahuan mulai banyak
diterapkan (Sykrme (2003):
 Globalisasi dan Persaingan Banyak organisasi mulai bergantung pada pengetahuan
untuk menciptakan keuntungan strategis mereka. Dengan pengetahuan yang tersedia
tetapi sifatnya tersebar atau terpecah membuat organisasi sering menghabiskan
waktu dan daya mereka atau bahkan gagal untuk dapat mencapai kualitas
pengetahuan tertinggi dan berpengalaman yang tersedia diorganisasi.
 Restrukturisasi dan Perampingan (downsizing) Tanpa sistem mekanisme yang
efektif dalam menggunakan pengetahuan yang dimiliki karyawan yang telah,
berpengalaman organisasi akan mengalami kerugian atau harus membayar lagi untuk
pengetahuan yang sebenarnya telah dimiliki.
 Berbagi praktik-praktik terbaik yang telah dilakukan Organisasi-organisasi akan
menghemat pengeluaran mereka dalam setahun dengan mengambil pengetahuan dari
karyawan-karyawan terbaik mereka serta kemudian diterapkan ditempat lain pada
situasi yang sama.
 Inovasi yang berhasil Organisasi-organisasi yang menerapkan manajemen
pengetahuan telah menemukan bahwa melalui jaringan pengetahuan, organisasi
dapat menciptakan produk dan layanan baru yang lebih baik serta lebih cepat.
2. Manajemen Pengetahuan Sebagai Fondasi Learning Organization
Bisnis modern diindikasikan oleh adanya perubahan paradigma dalam sejarah
peradaban manusia dari era industri ke dalam era pengetahuan. Tjakaraatmadja dan
Lantu (2006) mendefinisikan era pengetahuan sebagai suatu zaman dimana faktor
dominan yang dimiliki manusia dan dibutuhkan untuk mengelola sistem kerja adalah
kualitas pikiran (knowledge content) yang digunakan dan dinternalisasikan pada setiap
proses produksi yang pada akhirnya diwujudkan dalam bentuk barang dan jasa. Dalam
era pengetahuan, sumber keunggulan kompetitif perusahaan tidak lagi berada pada
kepemilikan fasilitas fisik tetapi lebih ditentukan oleh tingkat kualitas pengetahuan baik
dalam bentuk kreativitas, inovasi, maupun pengetahuan. Drucker (1992) mengemukakan
bahwa kunci sukses untuk meningkatkan kesejahteraan serta kualitas individu dan
kelompok kerja dalam organisasi adalah penemuan dan pendalaman atas ilmu
pengetahuan yang dimiliki oleh tiap individu.
Untuk mencapai kesuksesan, organisasi perlu merubah nilai-nilai organisasi dan
menetapkan fokus baru dengan menciptakan dan menggunakan aset intelektual melalui
manajemen pengetahuan untuk dapat bersaing secara efektif dalam lingkungan bisnis
dan persaingan berbasis pengetahuan. Hal ini dikarenakan, pengetahuan merupakan
sumber daya utama dan memiliki peran penting untuk pencapaian keunggulan kompetitif
berkelanjutan. Malhotra (1997) mengemukakan bahwa manajemen pengetahuan akan
membantu proses organisasi untuk mencapai kombinasi sinergis dalam data dan
informasi untuk memproses kapasitas teknologi informasi dengan kapasitas inovatif dan
kreativitas individu. Kesuksesan kemajuan teknologi organisasi akan dicapai melalui
keunggulankeunggulan yang terkait dengan sumber daya manusia (SDM) yaitu baik
pengetahuan maupun ketrampilan. Sedangkan Monasco (1996) menyatakan bahwa
manajemen pengetahuan ini merupakan strategi proses yang mengidentifikasi
pengetahuan untuk mengembangkan sumber-sumber kompetitif.
Pengetahuan yang dimiliki organisasi harus diimplementasikan dengan dukungan
penggunaan teknologi informasi. Teknologi informasi memainkan peranan penting
dalam proses pendistribusian informasi antar perusahaan dengan menggunakan media
intranet. Organisasi harus mampu merancang teknologiteknologi untuk membuat
perubahan revolusioner dalam penciptaan pengetahuan pekerja, komunikasi, dan
pengelolaan pengetahuan. Tanpa teknologi baru untuk menciptakan perubahan
revolusioner, komunikasi dan pengelolaan informasi melalui sistem manajemen
pengetahuan akan memiliki kesempatan kecil dalam memperbaiki proses pendistribusian
pengetahuan sehingga dapat menghambat proses kapitalisasi pengetahuan dalam
organisasi. Melalui adopsi teknologi informasi, organisasi dapat meningkatkan
kemampuan dan kekuatan untuk mengembangkan pengetahuan, ide-ide baru sehingga
dapat menghasilkan temuan baru yang memberikan nilai tambah bagi pelanggan melalui
informasi yang didapat dari konsumen.
Dalam era pengetahuan, manajemen pengetahuan menuntut pentingnya
pembelajaran dalam organisasi. Untuk mencapai keberhasilan dalam pelaksanaan proses
pembelajaran organisasi. Learning organization memiliki makna kemampuan organisasi
dalam menciptakan, memperoleh, dan menstransfer pengetahuan, serta memodifikasi
perilaku untuk merefleksikan pengetahuan dan pandangan baru. Beberapa penulis
memberikan definisi berbeda-beda tentang organisasi pembelajaran. Huber (1991)
menyatakan bahwa suatu entitas atau organisasi dikatakan dalam proses pembelajaran
jika melalui proses informasi, tingkat perubahan perilaku potensial berubah lebih baik.
Fiol dan Lyles (1985) mendefinisikan organisasi pembelajaran sebagai suatu proses
perbaikan melalui pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik. Argyris (1977)
mengemukakan bahwa pembelajaran organisasional (learning organizational)
merupakan suatu proses dalam mendeteksi dan mengoreksi suatu kesalahan. Sedangkan
Stata (1989) menyatakan bahwa pembelajaran organisasional terjadi melalui pembagian
(shared) wawasan dan pengetahuan, serta pengembangan pengetahuan dan pengalaman
organisasi.
Learning organization mencakup lima aktivitas penting yang menunjukkan
kemampuan organisasi dalam membangun dan mengembangkan sumber daya berbasis
pengetahuan yaitu pemecahan masalah secara sistematis, penggunaan pendekatan dalam
proses pembelajaran organisasional, belajar dari pengalaman masa lalu, pembelajaran
dari pengalaman dan praktek-praktek dari pihak lain, dan transfer pengetahuan secara
tepat dan efisien melalui organisasi (Garvin, 1998). Masing-masing aktivitas memiliki
pemikiran dan pola perilaku yang berbedabeda. Dengan menciptakan sistem dan proses
yang mendukung aktivitas dan mengintegrasikan kegiatan operasional sehari-hari,
kesuksesan pembelajaran organisasional dapat dicapai. Selain itu untuk mencapai
kesuksesan dalam pembelajaran, learning organization menuntut SDM yang memiliki
kompetensi global (baik dalam hal kompetensi manajerial, kompetensi fungsional,
kompetensi intelektual, kompetensi profesi, dan kompetensi perilaku), tetapi juga SDM
yang etis dan kreatif yang memiliki basis pengetahuan. SDM dituntut tidak hanya
sekedar sebagai pelaku perubahan dalam proses perkembangan organisasi, tetapi
individu harus bisa beradaptasi, mempelajari, menguasai perkembangan yang ada, serta
mengembangkan pengetahuan dan ketrampilannya untuk tercapainya tujuan organisasi.
Dalam pengembangan pengetahuan, terjadi proses transfer pengetahuan. Proses ini
terangkum dalam sebuah model yaitu model SECI (Socialization, Externalization,
Combination dan Internalization). Socialization adalah proses transfer informasi diantara
individu dalam suatu organisasi dengan cara melalui proses percakapan. Dalam proses
ini terjadi transfer dari tacit knowledge ke tacit knowledge. Proses selanjutnya adalah
Externalization, yaitu transfer dari tacit knowledge kedalam explicit knowledge.
Misalnya, penulisan buku, jurnal, majalah dan lain-lain. Combination adalah transfer dari
explicit knowledge ke explicit knowledge. Misalnya, merangkum buku. Internalization
adalah transfer dari explicit knowledge ke tacit knowledge. Misalnya, guru mengajar
didalam kelas. Proses transfer pengetahuan berlangsung berulang-ulang membentuk
suatu siklus. Hal inilah yang menyebabkan pengetahuan terus berkembang dari waktu ke
waktu. Jadi menurut konsep SECI, siklus transfer pengetahuan akan terus berputar dan
berkembang. Gambar 3. Model SECI (Sumber : Akhmad Hidayatno, 2006) 7 Tantangan
Dalam Implementasi Manajemen Pengetahuan Tantangan utama yang banyak dihadapi
oleh praktisi-praktisi yang terlibat dalam suatu organisasi yang menerapkan manajemen
pengetahuan adalah perubahan budaya dari “knowledge is power (Pengetahuan adalah
sumber kekuatan)” berubah menjadi “knowledge sharing is power (Berbagi pengetahuan
adalah sumber kekuatan)” (Sykrme ,2003). Tantangan yang lainnya adalah:
 Waktu. Waktu yang dibutuhkan dalam menerapkan konsep manajemen
pengetahuan
 Pengakuan organisasi dan sistem penghargaan kadangkala tidak cukup dalam
memberikan pengakuan terhadap pengetahuan. Organisasi terbentur dengan kondisi
financial
 Terlalu berfokus pada proses yang detail daripada gambaran secara keseluruhan
 Ketakutan untuk belajar dari pihak luar organisasi.
 Ketidakdisiplinan individu, sedangkan manajemen pengetahuan sangat menuntun
adanya kedisiplinan dari individu yang menerapkan manajemen pengetahuan.

C. Dimensi Organisasi Berpengaruh Terhadap Manajemen Pengetahuan


Dimensi Manajemen Pengetahuan proses, budaya dan kepemimpinan berdampak
positif pada pelatihan dan pengembangan dalam Organisasi Pembelajaran. Berbagai
dimensi adalah orang, pembelajaran karyawan, kemampuan beradaptasi dan kepuasan
kerja. Proses dalam efisiensi, efektifitas dan inovasi. Produk yang bernilai tambah dan
berbasis pengetahuan. Kinerja organisasi terkait dengan dampak langsung dan investasi
langsung serta dampak tidak langsung terhadap keunggulan kompetitif berkelanjutan.
Secara keseluruhan, manajemen pengetahuan berdampak positif dalam organisasi
sedemikian rupa sehingga berhubungan dengan kemampuan manusia untuk tahan terhadap
perubahan, manajemen sumber daya dan layanan untuk keunggulan kompetitif.

Organisasi dapat semakin mengandalkan pengetahuan yang dibagikan lintas


individu untuk menghasilkan solusi inovatif untuk masalah, serta, untuk mengembangkan
proses organisasi yang lebih inovatif. Manajemen Pengetahuan telah ditemukan untuk
memungkinkan memikirkan sesuatu yang lebih sering diperbaiki, sehingga meningkatkan
inovasi proses. Manajemen Pengetahuan dapat memungkinkan organisasi dengan
mengeksploitasi ide-ide baru dengan lebih baik. Dampak organisasi dari manajemen
pengetahuan dapat berdampak pada kinerja organisasi dan dampaknya dapat pada tiga

dimensi utama berikut: efektivitas, efisiensi dan tingkat inovasi proses.

 Dampak Pada Orang

- Manajemen Pengetahuan dapat memfasilitasi pembelajaran karyawan

- Manajemen Pengetahuan juga menyebabkan karyawan menjadi lebih


fleksibel, dan meningkatkan kepuasan kerja mereka.

 Dampak terhadap Pembelajaran Karyawan

- Hal ini dapat dicapai melalui : Eksternalisasi, Internalisasi, Sosialisasi,


Komunitas praktik
 Dampak terhadap Kemampuan Beradaptasi Karyawan

- Karyawan cenderung beradaptasi ketika mereka berinteraksi satu sama


lain.

- Mereka lebih cenderung menerima perubahan.

- Mereka lebih siap menanggapi perubahan.

 Dampak terhadap Kepuasan Kerja Karyawan.

- Studi terbaru menemukan bahwa dalam organisasi yang memiliki lebih


banyak karyawan yang berbagi pengetahuan satu sama lain, tingkat
pergantian berkurang, sehingga secara positif mempengaruhi pendapatan
dan laba.

- Manajemen Pengetahuan juga memberikan karyawan dengan solusi untuk


masalah yang mereka hadapi jika masalah yang sama telah ditemui
sebelumnya, dan secara efektif ditangani.

 Dampak terhadap Proses KM memungkinkan peningkatan dalam proses


organisasi seperti pemasaran, manufaktur, akuntansi, teknik, dan hubungan
masyarakat.
- Dampak-dampak ini dapat dilihat di sepanjang tiga dimensi utama. Efektivitas,
Efisiensi, Tingkat inovasi dari proses.

D.Efektivitas, Efisiensi, dan inovasi.

1. Dampak pada efektivitas proses


manajemen pengetahuan dapat memungkinkan organisasi untuk menjadi
lebih efektif dengan membantu mereka untuk memilih dan melakukan sebagian besar
proses yang sesuai. manajemen pengetahuan yang efektif memungkinkan anggota
organisasi untuk informasi mengumpulkan diperlukan untuk memantau peristiwa
eksternal. Ini menghasilkan lebih sedikit kejutan bagi para pemimpin organisasi dan
akibatnya mengurangi kebutuhan untuk memodifikasi rencana dan menerima
pendekatan yang kurang efektif. Sebaliknya, manajemen pengetahuan yang buruk
dapat mengakibatkan kesalahan oleh organisasi karena mereka berisiko mengulangi
kesalahan masa lalu atau tidak meramalkan masalah jika tidak jelas. Sebagai contoh,
Ford Motor Company dan Firestone (sekarang bagian dari Bridgestone Perusahaan)
yang dikeluarkan berbagai masalah yang mungkin telah dikurangi melalui berbagi
pengetahuan yang lebih besar, baik dengan bertukar pengetahuan dan informasi
eksplisit atau dengan menggunakan pertemuan (dan cara lain sosialisasi) untuk
berbagi pengetahuan tacit. Perusahaan-perusahaan ini memang memiliki informasi
yang diperlukan untuk memperingatkan mereka tentang ketidakcocokan dari Ford
Explorer dan Firestone ban. Namun, informasi itu tidak terintegrasi di dua
perusahaan, yang mungkin telah menghambat perusahaan baik dari memiliki
“gambaran lengkap.” Sangat menarik untuk dicatat bahwa meskipun Ford memiliki
proses manajemen yang baik pengetahuan (Best Practices Replikasi Proses, dibahas
kemudian dalam bab ini), itu tidak digunakan untuk mengelola informasi dan
pengetahuan ing relat- ke Ford Explorer dan ban Firestone, atau mengidentifikasi
potensi risiko tapak ban mengelupas, yang mengarah ke disintegrasi ban dengan
kemungkinan kecelakaan pada saat kendaraan itu kemudian bepergian pada
kecepatan tinggi (Stewart 2000). Hasilnya adalah kerugian yang signifikan dalam
kehidupan untuk pelanggan mereka dan tanggung jawab hukum belum pernah terjadi
sebelumnya.
Manajemen pengetahuan memungkinkan organisasi untuk dengan cepat
menyesuaikan proses mereka sesuai dengan keadaan saat ini, dengan demikian
menjaga efektivitas proses dalam perubahan zaman. Di sisi lain, organisasi yang
kurang dalam manajemen pengetahuan merasa sulit untuk mempertahankan
efektivitas proses ketika dihadapkan dengan pergantian karyawan yang
berpengalaman dan baru. Contoh ilustratif berasal dari perusahaan besar yang
mereorganisasi departemen tekniknya pada tahun 1996. Reorganisasi ini mencapai
pengurangan 75 persen dari tenaga kerja departemen. Vendor eksternal kemudian
menyerap banyak insinyur yang dipindahkan. Namun, seperti banyak organisasi
yang mengalami perampingan yang signifikan, perusahaan ini gagal melembagakan
mekanisme apa pun untuk menangkap pengetahuan karyawan yang meninggalkan
departemen. Tinjauan dua bulan terhadap hasil setelah upaya reorganisasi
menunjukkan bahwa beberapa indikator kualitas utama tidak terpenuhi. Ini adalah
akibat langsung dari hilangnya pengetahuan manusia dengan perpindahan tenaga
kerja. Salah satu alasan penting karena kurangnya perhatian untuk mempertahankan
pengetahuan adalah bahwa pendekatan alternatif untuk menangkap pengetahuan
individu (yang dibahas dalam Bab 3) tidak dipahami dengan baik.

2. Dampak pada efisiensi


Mengelola pengetahuan secara efektif juga dapat memungkinkan organisasi
untuk menjadi lebih produktif dan efisien. Setelah menjelajahi “kotak hitam” berbagi
pengetahuan dalam jaringan Toyota Motor Corporation, Dyer dan Nobeoka (2000,
p. 364) menemukan bahwa “kemampuan Toyota untuk secara efektif membuat dan
mengelola proses berbagi pengetahuan jaringan-tingkat, setidaknya sebagian,
menjelaskan relatif keuntungan produktivitas dinikmati oleh Toyota dan
pemasoknya.”difusi Pengetahuan ditemukan terjadi lebih cepat dalam jaringan
produksi Toyota dari pada bersaing jaringan mobil. Hal ini karena jaringan Toyota
telah memecahkan tiga dilema mendasar berkenaan dengan berbagi pengetahuan
dengan merancang metode untuk:
1) anggota memotivasi untuk berpartisipasi dan secara terbuka berbagi
pengetahuan berharga (sementara mencegah dampak situasi yang
tidak diinginkan ke pesaing);
2) mencegah bebas pengendara-yaitu, individu yang belajar dari orang
lain tanpa membantu orang lain belajar; dan
3) mengurangi biaya yang berkaitan dengan menemukan dan mengakses
berbagai jenis pengetahuan yang berharga.

Contoh lain dari peningkatan efisiensi melalui manajemen pengetahuan


berasal dari British Petroleum (Echikson 2001). Seorang ahli geologi eksplorasi BP
yang berlokasi di lepas pantai Norwegia menemukan cara yang lebih efisien untuk
menempatkan minyak di dasar laut Atlantik pada tahun 1999. Metode yang
ditingkatkan ini melibatkan perubahan posisi kepala bor untuk mengarahkan
peralatan dengan lebih baik dan dengan demikian mengurangi jumlah kecelakaan. .
Karyawan memposting deskripsi proses baru pada Intranet BP untuk keuntungan
semua orang di perusahaan. Dalam 24 jam, seorang insinyur lain yang bekerja pada
BP di dekat Trinidad menemukan posting itu dan mengirim email kepada karyawan
Norwegia yang meminta rincian tambahan yang diperlukan. Setelah pertukaran cepat
pesan email, tim Karibia berhasil menghemat lima hari pengeboran dan US $
600.000. Tentu saja, dalam memanfaatkan pengetahuan ini, karyawan unit Karibia
perlu memercayai kolega Norwegia mereka atau entah bagaimana dapat menilai
keandalan pengetahuan itu. Masalah kepercayaan, kepemilikan pengetahuan, dan
penimbunan pengetahuan adalah penting dan perlu diperiksa dalam penelitian masa
depan. Studi kasus ini menunjukkan contoh nyata di mana berbagi pengetahuan dan
memanfaatkan teknologi informasi untuk menyebarluaskannya dengan cepat
menghasilkan penghematan biaya besar bagi perusahaan. Secara keseluruhan,
penggunaan manajemen pengetahuan dan teknologi Internet memungkinkan BP
untuk menghemat US $ 300 juta selama tahun 2001 sementara juga meningkatkan
inovasi di setiap langkah dalam rantai nilainya.

3. Dampak pada inovasi proses


Organisasi dapat semakin mengandalkan pengetahuan yang dibagikan antar
individu untuk menghasilkan solusi inovatif untuk masalah serta mengembangkan
proses organisasi yang lebih inovatif. Manajemen pengetahuan telah ditemukan
untuk memungkinkan brainstorming yang lebih berisiko (Storck dan Hill 2000) dan
dengan demikian meningkatkan inovasi proses. Dalam konteks ini, konsep "ba"
Non alias (1998) yang setara dengan "tempat" dalam bahasa Inggris dan merujuk
pada ruang bersama (fisik, virtual, atau mental) untuk hubungan yang muncul
adalah relevan. Tidak seperti informasi, pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari
konteksnya. Dengan kata lain, pengetahuan tertanam dalam ba, dan oleh karena itu
diperlukan dasar dalam ba untuk mendukung proses penciptaan pengetahuan. JP
Morgan Chase & Co., mengakui dampak pengetahuan dapat memiliki pada proses
inovasi ketika pernyataan berikut muncul dengan berani dalam laporan tahunan
debut mereka: "Kekuatan modal intelektual adalah kemampuan untuk
mengembangbiakan ide-ide yang memicu nilai" (Stewart 2001, p . 192).
Buckman Laboratories, yang dibahas sebelumnya dalam bab ini,
menghubungkan personel penelitian dan pengembangan dan spesialis teknis mereka
dengan staf pemasaran, penjualan, dan dukungan teknis berbasis lapangan untuk
memastikan bahwa produk baru dikembangkan dengan mempertimbangkan
kebutuhan pelanggan dan bahwa kebutuhan pelanggan dikomunikasikan secara
cepat dan akurat ke grup pengembangan produk (Zack 1999). Akibatnya,
pengetahuan dan wawasan baru secara efektif dieksploitasi di pasar yang mengarah
ke produk yang lebih baik. Selain itu, interaksi reguler dengan pelanggan
menghasilkan pengetahuan untuk memandu perkembangan di masa depan.

Gambar 5.4 Bagaimana Dampak Manajemen Pengetahuan Proses Organisas

Penghematan biaya

Inovasi proses:
Peningkatan Brainstorming
Eksplotasi ide-ide baru yang lebih
baik

Anda mungkin juga menyukai