Anda di halaman 1dari 21

MND002 – MANAJEMEN PEMASARAN JASA– MODUL- SESI 2

Modul 2
PERILAKU KOSUMEN DALAM KONTEKS JASA
Adryan Rachman, S.IP., M.M.
BAB II

Perilaku Konsumen dalam Konteks Jasa

2.1. Perilaku konsumen pada setiap kategori jasa


Perilaku konsumen menurut Kotler dan Keller (2008:214) adalah studi bagaimana
individu, kelompok dan organisasi memilih, membeli, menggunakan dan
menempatkan barang, jasa, ide atau pengalaman untuk memuaskan keinginan
dan kebutuhan mereka. Konsumen dapat merupakan seorang individu maupun
suatu organisasi, mereka memiliki peran yang berbeda dalam perilaku konsumsi,
mereka mungkin berperan sebagai initiator, influencer, buyer, payer atau user.
Para pemasar membutuhkan informasi yang andal mengenai para konsumennya
dan keterampilan khusus untuk menganalisis dan menginterpretasikan informasi
Kebutuhan ini berkontribusi pada pengembangan perkembangan perilaku
konsumen sebagai bidang studi sfesifik dalam pemasaran (Tjiptono,2011:50).
Secara sederhana, istilah perilaku konsumen mengacu pada perilaku yang
ditunjukkan oleh para individu dalam membeli dan menggunakan barang dan jasa.
Studi secara sistematis mengenai konsumen dan aktivitas-aktivitasnya telah
berkembang pesat sejak dekade 1950an (Craig-Lees, Joy & Browne, 1995).
Sebagai disiplin ilmu, perilaku konsumen banyak mengadaptasi konsep-konsep
dari ilmu ekonomi, psikologi eksperimental, psikologis Klinis, psikologi
perkembangan, psikologi sosial, sosiologi, ekologi, ekonomika, demografi, sejarah
antropologi, statistika, dan lain-lain. Pada hakikatnya, lingkup studi perilaku
konsumen meliputisejumlah aspek krusial berikut:
✓ Siapa yang membeli produk atau jasa? (WHO)
✓ Apa yang dibeli? (WHAT)
✓ Mengapa membeli produk atau jasa tersebut? (WHY)
✓ Kapan membeli? (WHEN)
✓ Di mana membelinya? (WHERE)
✓ Bagaimana proses keputusan pembeliannya? (HOW)
✓ Berapa sering membeli dan/atau menggunakan produk/jasa? (HOW OFTEN)
Salah satu faktor fundamental dalam studi perilaku konsumen adalah premis
bahwa "people often buy products not for what they do, but for what they mean".
Artinya, konsumen membeli sebuah produk bukan semata-mata karena mengejar
manfaat fungsionalnya, namun lebih dari itu juga mencari makna tertentu (seperti
citra diri, gengsi, bahkan kepribadian). Kebanyakan orang belum tentu bisa
melompat lebih tinggi atau lari lebih cepat, meskipun sudah memakai Nike,
Reebok atau Adidas. Akan tetapi, cukup banyak orang yang loyal pada merek-
merek ternama tersebut. Ini menunjukkan bahwa makna konsumsi sebuah produk
bisa bermacam-macam bagi konsumen yang berbeda (Tjiptono,2011:50).

2.2. Model tiga tahap konsumsi jasa


Proses keputusan konsumen bisa diklasifikasikan secara garis besar
kedalam tiga tahap utama : Pra-pembelian, Penyampaian Jasa, dan Pasca
penyampaian jasa.

Gambar 2.1 Model Tiga Tahap Konsumsi Jasa

Semua proses dalam gambar diatas dilalui manakala konsumen membeli jasa
berketerlibatan tinggi (high-involvement services), yaitu jasa yang secara psikologis
penting bagi konsumen karena menyangkut kebutuhan sosial atau self-esteem, serta
memiliki persepsi risiko yang besar (risiko sosial, risiko psikologis, dan risiko finansial).
Sementara dalam situasi pembelian jasa berketerlibatan rendah, proses pencarian
informasi dan evaluasi alternatif biasanya minimum. Tak jarang bahkan keputusan
pembelian dilakukan secara impulsif. Secara umum, contoh-contoh produk
berketerlibatan tinggi meliputi mobil, rumah, paket wisata atau liburan, jasa
wedding planner, deodoran, jasa pendidikan tinggi, jasa dokter gigi, dan
seterusnya. Sementara produk berketerlibatan rendah meliputi sereal, makanan
ringan,tisu toilet, surat kabar, jasa laundry, jasa fotokopi, dan lain-lain. Akan tetapi,
perlu diingat bahwa tingkat keterlibatan konsumen dengan pembelian produk atau
jasa tertentu amat tergantung pada kebutuhan yang ingin dipuaskan dan sumber
daya yang tersedia. Dengan demikian, produk berketerlibatan tinggi bagi
seseorang, bisa jadi adalah produk berketerlibatan rendah bagi orang lain
(Tjiptono,2011:55).

2.3. Tahap Prapembelian

Tahap prapembelian ini diawali dengan timbulnya kebutuhan–kesadaran


pelanggan potensial akan suatu kebutuhan–dilanjutkan dengan pencarian
informasi dan pengevaluasian sejumlah alternative untuk memutuskan apakah
pelanggan akan membeli suatu layanan. Tahap prapembelian ini diawali dengan
timbulnya kebutuhan–kesadaran pelanggan potensial akan suatu kebutuhan–
dilanjutkan dengan pencarian informasi dan pengevaluasian sejumlah alternative
untuk memutuskan apakah pelanggan akan membeli suatu layanan.

a) Timbulnya Kebutuhan
Proses pembelian diawalai ketika seseorang mendapatkan stimuls
(pikiran,tindakan, atau motivasi) yang mendorong dirinya untuk
mempertimbangkan pembelian barang atau jasa tertentu (Tjiptono,2011:57).
Stimulus bisa berupa:
✓ Commercial cues, yaitu kejadian atau motivasi yang memberikan stimulus
untuk melakukan pembelian, sebagai hasil promosi perusahaan.
✓ Social cues, stimulus yang didapatkan dari kelompok referensi yang
dijadikan panutan atau acuan oleh seseorang. Contohnya: motivasi
seseorang untuk melanjutkan ke perguruan tinggi karena termotivasi oleh
teman-temannya yang banyak melanjutkan dan sibuk mendaftar ke
universitas.
✓ Phycal cues, yakni stimulus yang ditimbulkan karena rasa haus, lapar,Lelah
dan biological cues lainnya. Misalnya, seseorang yang sedang lapar
mempertimbangkan untuk singgah di slaah satu restoran siap saji terdekat.

b) Pencarian Informasi
Identifikasi masalah atau kebutuhan memerlukan solusi yang biasanya berupa
pembelian barang atau jasa spesifik. Sebelum memutuskan tipe produk, merek
spesifik, dan pemasok yang akan dipilih, konsumen biasanya mengumpulkan
berbagai informasi mengenai alternatif-alternatif yang ada. Namun, dalam semua
proses pembuatan keputusan konsumen, jarang sekali dijumpai ada konsumen
yang mempertimbangkan semua laternatif produk tau merek yang ada di apsar.
Sebaliknya, pelanggan biasanya mempertimbangkan hanya sebagian merek,
produk atau pemasok yang diorganisasikan ke dalam (Tjiptono,2011:62).:
✓ Awareness yet, terdiri atas merek-merek atau pemasok-pemasok yang
diketahui pelanggan.
✓ Evoked set,terdiri atas merek atau pemasok dalam sebuah kategori produk
atau jasa yang diingat pelanggan sewaktu membuat keputusan pembelian.
✓ Consideration set, terdiri atas merek atau pemasok di dalam evoked set
yang akan dipertimbangkan pelanggan untuk dibeli setelah merek atau
pemasok yang dianggap tidak memenuhi kebutuhan dieliminasi.

c) Mengevaluasi Sejumlah Alternatif


Atribut-atribut Jasa
Ketika dihadapkan pada beberapa alternative, para pelanggan perlu
membandingkan dan mengevaluasi perbedaan dan penawaran-penawaran jasa
tersebut. Tetapi, banyak layanan jasa yang sulit untuk dievaluasi sebelum
dibeli. Tingkat kesulitan dalam pengevaluasian produk jasa sebelum dibeli ini
adalah suatu sifat yang kami bedakan menjadi tiga tipe, yaitu:
1) Search attribute/atribut pencarian, adalah karakteristik nyata/berwujud yang
dapat dinilai oleh para pelanggan sebelum membeli barang. Gaya, warna , tekstur,
rasa, dan suara adalah beberapa contoh dari fitur-fitur yang dapat
dicoba, dirasakan, atau di ‘’test drive’’ oleh para konsumen prospektif sebelum
melakukan pembelian. Atribut berwujud ini membantun para pelanggan untuk
memahami dan mengevaluasi apa yang akan mereka dapatkan sebagai
pertukaran dari uang yang mereka keluarkan serta mengurangi rasa
ketidakpastian atau risiko yang terkait dengan pembelian produk.
2) Experience attributes/atribut pengalaman adalah hal-hal yang tidak bisa
dievaluasi sbelum pembelian dilakukan. Para pelanggan harus ‘’mengalami’’ jasa
tersebut sebelum mereka dapat menilai atribut-atribut seperti keandalan
produk, kemudahan pemakaian, dan bantuan pelanggan (custumer support).
3) Credence attributes/atribut kredibilitas. Karakteristik produk yang dirasakan
oleh para pelanggan masih sulit untuk dievaluasi bahkan ketika mereka sudah
mengonsumsi produknya adalah atribut kredibilitas. Di sini, pelanggan dipaksa
untuk meyakini atau memercayai bahwa beberapa hal sudah dilakukan agar
sesuai dengan kualitas yang dijanjikan.
Tabel 2.1.
Atribut Yang Biasa Digunakan Konsumen Untuk Mengevaluasi Jasa
Kategori Atribut spesifik
Atribut Biaya Harga pembelian
Biaya pengoperasian
Biaya reparasi
Biaya ekstra
Biaya instalasi
Tunjangan tukar-tambah
Nilai atau harga jual kembali
Atribut kinerja Durabilitas atau keawetan
Kategori Atribut spesifik
Kualitas bahan
Konstruksi
Keandalan
Kinerja fungsional (akselerasi, nutrisi,rasa)
Efisiensi
Keamanan
Atribut sosial Reputasi merek
Citra status
Popularitas di kalangan teman-teman
Popularitas diantara anggota keluarga
Gaya atau corak (style)
Fashion
Atribut ketersediaan Tersedia di took-toko setempat
Syarat kredit
Kualitas layanan yang tersedia di dealer
setempat
Waktu pengiriman

Ketika menilai produk jasa yang bersaing, para pelanggan biasanya


mencoba untuk menilai penyelenggaraan dari setiap layanan pada atribut yang
dianggap penting bagi mereka dan memilih layanan yang dianggap paling baik
dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Tabel 2.2.
Kategori Risiko

No. Kategori resiko Deskripsi Contoh


1. Risiko finansial Risiko kerugian Jika pengembang ini bangkrut,
moneter atau akankah saya kehilangan uang
bertambahnya
biaya-baiay tak muka yang sudah saya
terduga bayarkan?
2. Risiko fungsional Ketidakpastian Akankah kartu kredit saya
(risiko kinerja) menyangkut hasil diteriman dimanapun saya
kinerja jasa dalam berada?
emmenuhi
ekspektasi
pelanggan
dan/atau janji
penyedia jasa.
3. Risiko fisik Kemungkinan Apakah tas dan koper saya
terjadinya aman ditinggalkan di adalam
kerusakan atau kamar hotel?
bahaya fisik pada
konsumen atau
barang miliknya.
4. Risiko Psikologis Risiko bahwa jasa Akankah financial advisor ini
yang dibeli tidak memahami bahwa saya tidak
sesuai dengan terlalu menguasai seluk beluk
konsep diri investasi?
konsumen.
5. Risiko sensoris Dampak negative Apakah suasana di perumahan
jasa terhadap ini tidak terlalu bising jika di
panca indera malam hari?
(penglihatan,
pendengaran,
penciuman,
sentuhan dan
citarasa)
6. Risiko sosial Kekhawatiran Bagaimana reaksi teman-teman
akan pendapat saya jika mereka melihat model
dan reaksi atau gaya rambut saya yang
negative orang terbaru?
lain. Akankah keluarga saya
menyetujui keputusan saya
untuk kuliah di luar negeri?

7. Risiko temporal Risiko Akankah renovasi rumah saya


pemborosan akan selesai sesuai dengan janji
waktu atau yang mereka sampaikan?
terjadinya
penundaan
beserta
konsekuensinya.
8. Risiko keuangan Risiko produk atau Akankah perangkat lunak
jasa yang dibeli system akuntasi yangsaya beli
akan digantikan ini cepat usang?
substitusi yang
lebih baru dab
superior.
Sumber: (Tjiptono,2011:69)

d) Keputusan Pembelian
Setelah para pelanggan mengevaluasi berbagai pilihan alternative, misalnya
dengan membandingkan kinerja dari sejumlah atribut penting dari berbagai
penawaran layanan yang berkompetisi, menilai persepsi risiko terkait dengan
setiap penawaran dan mengembangkan ekspektasi tingkat layanan diinginkan,
memadai, dan yang diperkirakan mereka akan siap memilih opsi yang paling
mereka sukai.
Berbagai keputusan pembelian untuk layanan jasa yang sering dilakukan
merupakan hal yang cukup sederhana dan dapat dibuat dengan cepat, tanpa perlu
terlalu banyak pemikiran-persepsi risikonya rendah, pilihan-pilhannya jelas, dank
arena pernah digunakan sebelumnya, karakteristik-karakteristiknya mudah
dipahami. Jika konsumen sudah memiliki pemasok favorit, dia mungkin akan
memilihnya lagi selama tidak ada alasan kuat untuk memilih yang lain.

2.4. Tahap Pelayanan


Setelah mengambil keputusan pembelian, pelanggan melangkah ke tahap
inti dari pengalaman layanan ini: tahap transaksi interaksi layanan (service
encounter), yang biasanya meliputi suatu rentetan kontak dengan perusahaan jasa
yang sudah dipilih. Tahap ini sering kali dimulai dengan pemesanan, meminta
reservasi, atau bahkan mengirimkan formulir aplikasi (untuk proses permintaan
pinjaman dana, pendaftaran asuransi, atau masuk ke perguruan tinggi). Berbagai
kontak tersebut terdapat berupa hubungan personal antara pelanggan dan
pegawai, maupun impersonal dengan mesin atau situs internet. Pada saat
penghantaran layanan, para pelanggan banyak yang mulai mengevaluasi kualitas
layanan yang diterimanya dan memutuskan apakah hal itu memenuhi ekspektasi
mereka.
Tahap transaksi interaksi layanan adalah waktu pada saat seorang
pelanggan berinteraksi secara langsung dengan penyedia layanan. Walaupun
beberapa transaksi interaksi layanan ini sangat singkat dan hanya terdiri dari
beberapa langkah seperti yang terjadi jika naik taksi atau menelepon – beberapa
proses lain memiliki kerangka waktu yang lebih lama, dan melibatkan sejumlah
tindakan dengan tingkat kerumitan yang berbeda-beda.

a) Proses Pelayanan adalah “Moment of Truth”


Richard Norman meminjam metafora “moment of truth” dari peristiwa adu banteng
untuk menekankan pentingnya titik kontak dengan pelanggan. Kita bisa berkata
bahwa persepsi kualitas dibentuk pada saat moment of truth, ketika penyedia
layanan dan pelanggan saling berhadapan di arena. Pada saat itu mereka lebih
tergantung pada diri mereka sendiri. Hanya ada keterampilan, motivasi, dan
sarana yang dipergunakan oleh perwakilan perusahaan dengan ekspetasi dan
perilaku pelanggan yang bersama-sama akan menciptakan proses pelayanan.
Di dalam adu banteng, nyawa si banteng maupun sang matador (atau keduanya)
dipertaruhkan. Moment of truth adalah saat di mana sang matador dengan cekatan
membunuh banteng dengan pedangnya-bukan analogi yang baik untuk sebuah
organisasi jasa yang bertujuan untuk membangun hubungan jangka panjang
dengan pelangganya! Maksudnya Norman, tentunya bahwa keberlangsungan
hubungan tersebutlah yang dipertaruhkan. Kebalikan dengan adu banteng, tujuan
dari relationship marketing adalah untuk mencegah sebuah pertuemuan yang
buruk, yang akan menghancurkan apa yang sudah atau yang memiliki potensi
untuk menjadi hubungan jangka panjang yang bernilai bagi kedua belah pihak.

b) Transaksi Interaksi Layanan Terentang dari Kontak-Tinggi ke Kontak-Rendah


Jasa melibatkan beberapa tingkat kontak dengan pelaksanaan layanan.
Beberapa proses pertemuan (encounter) ini bisa sangat singkat dan hanya
terdiri dari beberapa langkah, seperti ketika seorang pelanggan menelepon
pusat kontak pelanggan. Proses lain bisa memakan waktu lebih lama dan
melibtakan beberapa macam interaksi dengan berbagai tingkat kerumitan.
Selain mengetahui bahwa tingkat kontak dengan pelanggan ini tercakup
dalam sebuah spectrum, penting juga untuk mempelajari perbedaan di
antara organisasi di ujung atas dan bawah.
✓ Layanan kontak tinggi. Menggunakan layanan kontak-tinggi memerlukan
interaksi antara para pelanggan dan organisasi selama proses pelayanan.
Pertemuan pelanggan dengan penyedia layanan berlangsung dalam suatu
sifat yang berwujud dan bersifat fisik.
✓ Layanan kontak-rendah. Di ujung lain dari spectrum, layanan kontak-rendah
melibatkan hanya sedikit, itu pun bila ada, kontak fisik antara para pelanggan
dan para penyedia layanan. Sebaliknya kontak terjadi dalam suatu jarak
melalui media elektronik atau saluran distribusi fisik-sebuah tren yang
sedang berkembang pesat di masyarakat yang berorientasi pada
kenyamanan.
c) Sistem Servuction
Peneliti Prancis Pierre Eiglier dan Eric Langeard adalah yang pertama kali
mengonsepsikan bisnis layanan sebagai sebuah system yang
mengintegrasikan pemasaran, operasi, dan para pelanggan. Mereka
menciptakan istilah system servuction (gabungan dari kata service dan
production) untuk menggambarkan bagian dari lingkungan fisik organisasi
layanan yang dapat dilihat dan dialami oleh para pelanggan.
✓ Sistem servuction terdiri dari inti bersifat teknis yang tidak terlhat oleh
pelanggan dan system penghantaran layanan yang terlihat dan dialami oleh
pelanggan.
✓ Inti yang bersifat teknis – dimana input diproses dan elemen produk jasa
diciptakan. Inti bersifat teknis ini biasanya ada di belakang layar dan tidak
terlihat oleh pelanggan (seperti dapur pada sebuah restoran).
✓ Sitem penghargaan layanan- dimana ‘’perakitan’’ terakhir dilakukan dan
produk dihantarkan kepada pelanggan. Susbsistem ini termasuk bagian
yang terlihat dari system operasi pelayanan- bangunan, peralatan dan
petugas – dan kemungkinan para pelanggan lainnya.

d) Teater Sebagai Metafora untuk Penghantaran Layanan : Sebuah Perspektif


Integratif
Karena proses penghantaran layanan terdiri dari serangkaian kejadian yang
dialami para pelanggan sebagai sebuah pertunjukan, teater merupakan
metafora yang bagus untuk jasa dan penciptaan pengalaman pelanggan
melalui system servuction. Metafora ini merupakan pendekatan yang berguna
untuk penyedia jasa kontak –tinggi, seperti dokter dan hotel, atau untuk bisnis
yang melayani banyak orang dalam waktu yang bersamaan.
✓ Fasilitas layanan. Bayangkan fasilitas-fasilitas layanan sebagai sebuah
panggung di mana drama dimainkan.
✓ Personel. Personel garis depan seperti layaknya pemain drama, memiliki
peranan sebagai actor dan didukung oleh tim produksi di belakang
panggung.
e) Teori Peran dan Naskah
Model servuction itu statis dan menggambarkan proses interaksi transaksi
layanan tunggal, atau moment of truth. Tetapi, proses layanan biasanya
terdiri dari serangkaian interaksi, seperti pengalaman anda jika berpergian
dengan pesawat udara. Mulai dari membuat pemesanan hingga cek- in, naik
pesawat, hingga mengambil bagasi setelah mendarat.
✓ Teori Peran
Jika kita memandang proses pelayanan dari perspektif teatrikal, maka baik
para pegawai maupun para pelanggan akan bertindak sesuai dengan peran
yang telah ditentukan dalam pertunjukan. Stephen Grove dan Ray Fisk
mendefinisikan peran sebagai ‘’sekumpulan pola perilaku yang dipelajari
melaluli pengalaman dan komunikasi, untuk dilakukan oleh seseorang dalam
sebuah interaksi social tertentu untuk mencapai tujuan secara maksimal dan
efektif. Peran juga didefinisikan sebagai suatu kombinasi dari sejumlah
pertanda sosial (social cues).
✓ Teori Naskah
Seperti naskah film, sebuah naskah layanan (service script) memerincikan
berbagai rentetan perilaku para pegawai dan para pelanggan yang harus
dilakukan selama penghantaran layanan. Para pegawai mendapatkan
pelatihan formal, para pelanggan mempelajari naskah melalui pengalaman,
komunikasi dengan orang lain, serta komunikasi dan edukasi yang telah
terancang, semakin banyak pengalaman yang dimiliki pelanggan dengan
perusahaan jasa, semakin pelanggan itu mengenal naskahnya.

2.5. Tahap Pasca Pelayanan


Dalam tahap pasca pelayanan ini, para pelanggan menilai kinerja layanan
yang telah mereka alami dan membandingkan dengan ekspektasi mereka
sebelumnya.
a) Kepuasan Pelanggan dengan Pengalaman Layanan
Kepuasan adalah semacam penilaian perilaku yang terjadi setelah pengalaman
mengonsumsi layanan. Kebanyakan hasil riset menunjukkan bahwa konfirmasi
atau diskonfirmasi dari ekspektasi prakonsumsi adalah factor yang menentukan
dari kepuasan. Hal ini berarti bahwa para pelanggan memiliki beberapa prediksi
tertentu mengenai tingkat layanan di benak mereka sebelum mengonsumsi.
Tingkat prediksi ini biasanya adalah hasil dari proses pencarian dan pemilihan,
ketika para pelanggan memutuskan untuk membeli suatu layanan tertentu. Dalam
proses layanan, pelanggan mengalami penyelenggaraan layanan dan
membandingkannya dengan tingkat-tingkat layanan yang telah mereka prediksi.

b) Ekspektasi Layanan
Selama proses pengambilan keputusan, para pelanggan menilai atribut-atribut
dan berbagi risiko yang berhubungan dengan layanan yang ditawarkan. Di dalam
proses itu, mereka mengembangkan sejumlah ekspektasi tentang bagaimana
pelaksanaan layanan yang mereka pilih (tingkat layanan yang diperkirakan,
diinginkan, dan memadai seperti yang telah didiskusikan pada bagian keputusan
pembelian).

c) Apakah Ekspektasi Selalu Menjadi Standar Perbandingan? Membandingkan


kinerja dengan ekspektasi akan berguna dalam pasar yang kompetitif di mana
para pelanggan memiliki cukup pengetahuan untuk memilih layanan yang
memenuhi keinginan dan kebutuhan mereka. Lalu ketika ekspektasi tersebut
terpenuhi, pelanggan akan terpuaskan. Tetapi dalam pasar yang nonkompetitif
atau dalam kondisi dimana pelanggan tidak memiliki kebebasan untuk memilih
(misalnya, terkendala oleh biaya untuk beralih ke penyedia jasa lain, atau
karena batasan waktu atau lokasi), ada risiko dalam mendefinisikan
kepuasanpelamggan secara relative terhadap ekspektasi mereka
sebelumnya. Contohnya, jika ekspektasi pelanggan rendah dan layanan actual
yang dihantarkan hanya sekadarnya memenuhi tingkat harapan, maka
pelanggan tidak akan merasa bahwa mereka menerima kualitas layanan yang
baik.
d) Kegembiraan Pelanggan
Para peneliti mempertanyakan “Jika kegembiraan adalah sebuah fungsi dari
kesenangan yang mengejutkan dan tidak terduga, apakah mungkin kegembiraan
ini dapat diterapkan dalam produk jasa atau layanan yang membosankan, seperti
penghantaran koran atau pengumpulan sampah?” Selain itu, jika pelanggan
merasa gembira, maka ekspektasi mereka akan meningkat. Mereka akan merasa
kecewa jika tingkat pelayanan kembali turun ke tingkat sebelumnya, dan akan
membutuhkan lebih banyak upaya untuk membuat mereka “gembira”.

e) Hubungan antara Kepuasan Pelanggan dan Kinerja Korporat


Mengapa kepuasan sangat penting artinya bagi para manajer layanan? Ada bukti
yang meyakinkan mengenai hubungan strategis antara kepuasan pelanggan
dengan layanan perusahaan dan kinerja perusahaan secara keseluruhan.
Kepuasan pelanggan adalah titik pusat konsep pemasaran. Sekarang ini
merupakan hal yang umum jika misi perusahaan dibuat berdasarkan kepuasan
pelanggan, rencana pemasaran (marketing plan), dan program insentif yang
memiliki target dan tujuan kepuasan pelanggan, serta komunikasi pelanggan
yang menyuarakan penghargaan untuk pencapaian kepuasan pelanggan di
pasaran.

2.6. Komponen yang membentuk ekspektasi pelanggan & faktor yang


mempengaruhinya
Ekspektasi dibentuk dalam proses pencarian dan pengambilan keputusan, dan hal
ini sangat dipengaruhi oleh pencarian informasi dan pengevaluasian atribut-atribut
produk. Jika sebelumnya anda tidak memiliki pengalaman yang relevan anda
mungkin akan memiliki ekspektasi sebelum membeli yang mengacu dari komentar
mulut ke mulut (word of mouth).
Gambar 2.2
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelanggan dan ekspektasinya

Sumber: Valarie A. Zeithaml, Leonard A. Berry, and A. Parasuraman, "The Nature and
Determinants of Customer Expectations of Service," Journal of the Academy of Marketing
Science 21, no. 1 (1993): 1-12.

Ekspektasi melingkupi beberapa elemen, yaitu layanan yang diinginkan, memadai,


dan sesuai dengan perikiraan, serta suatu zona toleransi yang terletak di antara
tingkat yang diinginkan dan tingkat yang memadai. Faktor-faktor ini adalah:
1) Layanan yang diinginkan (desired service). Jenis layanan yang diharapkan
untuk diterima oleh para pelanggan disebut desired service. Hal ini adalah tingkat
‘’harapan’’ suatu kombinasi akan apa yang para pelanggan anggap dapat dan
harus dihantarkan dalam konteks kebutuhan pribadi mereka. Layanan yang
diinginkan juga bisa dipengaruhi oleh janji eksplisit dan implisit yang dibuat oleh
penyedia layanan jasa word of mouth, dan pengalaman masa lalu.
2) Layanan yang memadai (adequate service). Tingkat minimal layanan yang akan
diterima para pelanggan tanpa mengalami suatu kekecewaan.
3) Layanan yang diperkirakan (predicated service). Ini adalah tingkat layanan yang
oleh para pelanggan diantisipasi untuk diterima. Layanan yang diperkirakan
dapat dipengaruhi oleh janji dari penyedia layanan, word of mouth, dan
pengalaman masa lalu.
4) Zona toleransi (zone of tolerance). Akan sulit bagi perusahaan untuk mencapai
kualitas layanan yang kosnsisten pada semua titik layanan yang tersebar pada
saluran distribusi, cabang, dan ribuan pegawai. Bahkan penyampaian layanan dari
seorang pegawai akan berbeda dalam kurun waktu hari yang sama dan dari satu
hari ke hari lainnya.

2.7. Metode GAP Kualitas Layanan

a. Metode GAP Kualitas layanan

Kualitas layanan fenomena umum bahwa pencapaian kualitas dalam hal produk dan
layanan menduduki posisi sentral. Kualitas layanan ini bagi mereka belum lagi
terdefinisikan secara baik. Kualitas layanan, menurut mereka, adalah perbandingan
antara Harapan (Expectation) dengan Kinerja (Performance). Dengan mengutip
Lewis and Booms 1983, mereka menyatakan:

"Service quality (kualitas layanan) adalah ukuran seberapa baik suatu layanan
menemui kecocokan dengan harapan pelanggan. Penyelenggaraan kualitas layanan
berarti melakukan kompromi dengan harapan pelanggan dengan tata cara yang
konsisten." Dalam upaya awal membangun konsepsi seputar kualitas pelayanan,

Parasuraman, Zeithaml, and Berry mengajukan skema berikut:

Dalam membandingkan antara Harapan dan Kinerja tercipta kesejangan


(discrepancies). Kesenjangan ini disebut dengan GAP. Terdapat 5 GAP sehubungan
dengan masalah kualitas pelayanan. Potret Indonesia

GAP 1 adalah gap antara Harapan Pelanggan – Persepsi Manajemen. Sehubungan


GAP 1 ini, ketiganya mengajukan Proposisi 1: “Gap antara harapan pelanggan dan
persepsi (kinerja) manajemen atas harapan tersebut akan punya dampak pada
penilaian pelanggan atas kualitas pelayanan.”
GAP 2 adalah gap antara Persepsi Manajemen – Spesifikasi Kualitas Pelayanan.
Sehubungan dengan GAP 2 ini, ketiganya mengajukan Prosposisi 2: “Gap antara
persepsi manajemen seputar harapan pelanggan dan spesifikasi kualitan pelayanan
akan berdampak pada kualitas pelayanan dari sudut pandang pelanggan.”

GAP 3 adalah gap antara Spesifikasi Kualitas Pelayanan – Penyelenggaraan


Pelayanan. Sehubungan dengan GAP 3 ini, ketiganya mengajukan Prosisi 3: “Gap
antara spesifikasi kualitas pelayanan dan penyelenggaraan pelayanan aktual akan
berdampak pada kualitas pelayanan dari sudut pandang pelanggan.”

GAP 4 adalah gap antara Penyelenggaraan Pelayanan – Komunikasi Eksternal.


Sehubungan dengan GAP 4 ini, ketiganya mengajukan Proposisi 4: “Gap antara
penyelenggaraan pelayanan aktual dan komunikasi eksternal tentang pelayanan
akan berdampak pada kualitas pelayanan dari sudut pandang pelanggan.”

GAP 5 adalah gap antara Pelayanan Diharapkan (Expected Service) – Pelayanan


Diterima (Perceived Service). Sehubungan dengan GAP 5 ini, ketiganya mengajukan
Proposisi 5: “Kualitas yang pelanggan teriman dalam pelayanan adalah fungsi
magnitude dan arah gap antara pelayanan yang diharapkan dan pelayanan yang
diterima.”

Berdasarkan GAP 1 hingga GAP 5, ketiganya mengajukan Proposisi 6 bahwa “

GAP 5 = f(GAP1,GAP2,GAP3,GAP4).

b. Komponen-komponen Kualitas Pelayanan

Lewat serangkaian Diskusi Kelompok Terfokus yang mereka adakan sebelumnya,


Parasuraman, Zeithaml, and Berry mengajukan 10 kategori Kualitas Pelayanan. Ke-
10 kategori ini mereka sebut “Service Quality Determinants.” Ke-10 kategori tersebut
bisa saja bersifat overlapping karena mereka membangunnya lewat studi
eksploratoris yang notabene menggunakan pendekatan kualitatif. Berikut 10 kategori
tersebut:

1.) RELIABILITY meliputi konsistensi kinerja dan keandalan. Artinya, organisasi


menunjukkan pelayanan segera. Ia juga berarti organisasi menghormati janjinya.
✓ Secara rinci meliputi :
✓ Ketepatan tagihan;
✓ Penyimpanan catatan secara benar;
✓ Ketepatan jadwal.
2.) RESPONSIVENESS adalah keinginan atau kesiapan pekerja dalam
menyediakan pelayanan. Ia meliputi:
✓ Pengiriman slip transaksi segera;
✓ Mengatasi tanggapan pelanggan secara cepat;
✓ Memberikan pelayanan pendahuluan (misal merancang janji secara cepat).
3.) COMPETENCE artinya menguasai keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan
guna melakukan pelayanan. Ia meliputi:
✓ Pengetahuan dan keahlian dalam kontak personil;
✓ Pengetahuan dan keahlian dalam personil pendukung operasi;
✓ Kemampuan riset organisasi.
4.) ACCESS adalah kontak yang mudah dan dekat. Ia berarti:
✓ Pelayanan mudah diakses lewat telepon (jalur tidak sibut dan tidak menyuruh
tunggu);
✓ Waktu tunggu pelayanan tidak lama;
✓ Jam operasi yang nyaman;
✓ Lokasi fasilitas pelayanan yang nyaman.
5.) COURTESY meliputi keramahan, respek, tenggang rasa, dan persahabatan
dalam kontak personil (termasuk resepsionis, operator telepon, etc). Ia meliputi:
✓ Tenggang rasa bagi barang-barang pribadi pelanggan;
✓ Tampilan yang bersih dan rapi dalam ruang pelayanan.
6.) COMMUNICATION artinya memastikan pelanggan beroleh informasi dalam
bahasa yang bisa mereka pahami serta mendengarkan mereka. Juga ia berarti
organisasi harus menyesuaikan bahasa dengan pelanggan yang berbeda-beda.
Ia meliputi:
✓ Penjelasan atas layanan itu sendiri;
✓ Penjelasan berapa biaya suatu layanan;
✓ Penjelasan bagaimana pelayanan dan biasa dipertukarkan;
✓ Meyakinkan pelanggan bahwa masalah akan ditangani.
7.) CREDIBILITY meliputi kepercayaan, keyakinan, kejujuran. Ia meliputi
pemunculan kondisi bahwa kepentingan pelanggan adalah segalanya.
Kontributor untuk credibility adalah :
✓ Nama organisasi;
✓ Reputasi organisasi;
✓ Karakteristik pribadi dari personil yang melakukan kontak;
8) SECURITY adalah kemerdekaan dari bahaya, resiko, atau keraguan. Ia meliputi:

✓ Keamanan fisik;
✓ Keamanan finansial;
✓ Kerahasiaan.
9.) UNDERSTANDING/KNOWING THE CUSTOMER meliputi melakukan usaha
untuk memahami kebutuhan pelanggan. Ia meliputi:
✓ Pembelajaran untuk memahami kebutuhan khusus pelanggan;
✓ Menyediakan perhatian pribadi;
✓ Mengenali pelanggan reguler.
10.) TANGIBLES meliputi tampilan fisik pelayanan;
✓ Fasilitas fisik;
✓ Penampilan pekerja;
✓ Alat atau perlengkapan yang digunakan untuk menyelenggarakan
pelayanan;
✓ Perwakilan fisik dari layanan, seperti kartu kredit plastik atau pernyataan
bank;
✓ Pelanggan lain dalam fasilitas pelayanan.
DAFTAR PUSTAKA

Kotler, P., & Keller, K. L. (2007). A framework for marketing management.

Lovelock, C. H., & Wright, L. K. (2007). Manajemen pemasaran jasa. Jakarta: Indeks. Tjiptono,

F., & Chandra, G. (2011). Manajemen pelayanan jasa. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Zeithaml, V. A., Parasuraman, A., & Berry, L. L. (1985). Problems and strategies in services
marketing. Journal of marketing, 49(2), 33-46.

inaba.ac.id

Anda mungkin juga menyukai