KABUPATEN GOWA
DI SUSUN :
Alfian Meiladi
90300122008
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat membangun demi kesempurnaan makalah
ini.
penulis
I
DAFTAR ISI
Kata pengantar ......................................................................................................................................... I
DAFTAR ISI.............................................................................................. ...............................................
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................................ 1
A. LATAR BELAKANG..................................................................................................................... 1
B. LANDASAN TEORI ...................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................................... 6
A. Data tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran, dan tingkat pendidikan di kabupaten Gowa periode
2013-2022 ........................................................................................................................................... 6
a. Persamaan regresi linear bergandanya ...................................................................................... 7
b. Pengujian Hipotesis Koefisien Regresi Berganda ...................................................................... 7
BAB III PENUTUP ................................................................................................................................. 9
A. Hasil Hipotesis ................................................................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................ 10
II
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seseorang atau anggota masyarakat tidak
mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang wajar sebagaimana anggota
masyarakat lain umumnya. Kemiskinan adalah sesuatu yang berhubungan dengan keadaan fisik
yang dicirikan oleh ketidakcukupan dalam arti untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum
untuk nutrisi, perumahan, kesehatan dan pendidikan. Kemiskinan mempunyai beragam
manifestasi kelaparan seperti buta huruf, miskin kesehatan, pakaian dan perumahan di bawah
standar, rentan terhadap kejadian-kejadian dan kondisi degradasi lingkungan dan keamanan.
Pendidikan merupakan hak dasar yang harus dimiliki oleh setiap manusia untuk
melakukan produktivitas. Ketika seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya (tanpa
sandang, pangan, papan serta keterbatasan akses terhadap pendidikan) maka berangkat dari
ketidakmampuan itulah yang kemudian akan melahirkan ketidakproduktivitasan sehingga
seseorang akan menjadi miskin. Dengan demikian yang paling mendasar dalam ketidak
mampuan ini adalah rendahnya aksesibilitas terhadap pendidikan, Ketersediaan sarana
pendidikan dan kenaikan tingkat pendidikan penduduk yang berkualitas dapat mencerminkan
kesuksesan dalam Pembangunan.
1
Penyebab pengangguran adalah tidak terserapnya tenaga kerja di pasar kerja karena
keterbatasan lowongan kerja yang ada serta ketidaksesuaian kompetensi tenaga kerja dengan
kebutuhan pasar kerja Pengangguran berpengaruh juga terhadap kemiskinan, karena ketika
seseorang tidak mempunyai pekerjaan tentunya tidak mendapatkan pendapatan, tidak dapat
mencukupi kebutuhan hidupnya yang berarti akan mengurangi tingkat kesejahteraan dan
berpengaruh juga pada tingkat kemiskinan. Dampak negatif dari pengangguran yaitu menurunkan
penghasilan masyarakat sehingga tingkat kesejahteraan yang telah dicapai akan menurun.
Penurunan tingkat kesejahteraan yang telah dicapai masyarakat karena menjadi pengangguran akan
memperbesar kesempatan mereka berada di bawah garis kemiskinan akibat tidak memiliki
penghasilan
B. LANDASAN TEORI
1. Kemiskinan
Kemiskinan adalah kurangnya kemampuan dari seseorang dalam memenuhi
kebutuhan material seperti sandang, pangan dan papan yang mana dalam pandangan ini
adalah orang miskin yang tinggal di dalam kawasan kumuh dan pedesaan yang terisolir.
Pendapat lain yang lebih luas adalah “bahwa kemiskinan menyangkut faktor sosial,
budaya dan lingkungan”
Menurut Chambers dikutip dari Adit Agus Prasetyo menerangkan bahwa,
kemiskinan adalah suatu integrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu : 1)
kemiskinan (proper), 2) ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi
darurat (state of emergency), 4) ketergantungan (dependence), 5) keterasingan (isolation)
baik secara grafis maupun sosiologis
Badan Pusat Statistik mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan untuk
memenuhi standar tertentu dari kebutuhan dasar, baik makanan maupun minuman.
Sedangkan menurut Bradly dan Schiller dalam Hendra Wahyudi dan Sismudjito
“kemiskinan adalah ketidaksanggupan untuk mendapatkan barang-barang dan pelayanan
yang memadai untuk memenuhi kebutuhan yang terbatas”. Menurut Andre Bayo Ala,
kemiskinan itu bersifat multidimensional. Artinya kebutuhan manusia itu bermacam –
macam maka kemiskinan pun memiliki banyak aspek antara lain : Aspek Primer berupa
miskin aset, organisasi sosial politik, pengetahuan dan keterampilan ; dan, Aspek
sekunder berupa jaringan sosial, sumber keuangan dan informasi. Untuk mengkaji
2
kompleksitas persoalan kemiskinan yang bersifat multidimensional, Djamluddin Ancok
dalam tulisannya “Pemanfaatan Organisasi Lokal Untuk Mengentaskan Kemiskinan”
mengemukakan tiga pendekatan masalah kemisikinan yakni : “pendekatan kultural,
pendekatan situasional (pendekatan struktural) dan pendekatan interaksional”. M. Dawam
Rahardjo dalam bukunya menerangkan bahwa tokoh utama yang menggunakan
pendekatan kultural adalah Oscar Lewis.
Dengan konsep culural poverty, Lewis berpendapat bahwa kemiskinan adalah
suatu budaya yang terjadi karena penderitaan ekonomi (economic deprivation) yang
berlangsung lama. Ciri-cirinya antara lain : sistem perekonmian berorientasi pada
mencari keuntungan, rendahnya upah, tidak ada organisasi sosial, politik dan ekonomi
untuk kaum miskin yang didirikan oleh pemerintah, hadirnya sistem kekelurgaan yang
bilateral, dan hadirnya kelas masyarakat yang dominan. Menghilangkan budaya
kemiskinan tersebut, Lewis menyarankan agar orang-orang miskin bersatu dalam suatu
organisasi. Charles A. Valentine dalam buku M. Dawam Rahardjo menggunakan asumsi
yang berbeda dari asumsi Lewis. Menurut Valentine, untuk mengubah keadaan orang-
orang miskin ke arah yang lebih baik harus diadakan perubahan yang simultan dalam tiga
hal, yakni “1) penambahan resources (kesempatan kerja, pendidikan, dll), 2) perubahan
struktur sosial masyarakat, 3) perubahan-perubahan di dalam subkultur masyarakat
miskin tersebut”
kemiskinan muncul ada dari faktor eksternal dan internal. Faktor internal
merupakan faktor yang bersumber dari masyarakat itu sendiri, yang meliputi rendahnya
tingkat pendapatan serta buruknya kondisi keluarga. Sementara faktor eksternal
merupakan faktor yang bersumber dari lingkungan dimana masyarakat tersebut
berinteraksi. Adapun faktor kemiskinan yang berasal dari sisi eksternal seperti
terbatasnya pasar untuk produk yang mereka hasilkan, sarana transportasi yang kurang
memadai, rendahnya aksesibilitas terhadap modal, kualitas sumber daya alam yang
rendah, teknologi yang terbatas, dan kelembagaan yang tidak baik.
Berdasarkan berbagai definisi di atas, bahwa kemiskinan adalah suatu kondisi
seseorang atau kelompok masyarakat yang mengalami berbagai kekurangan
(ketidakberdayaan) yakni dengan memiliki pendapatan dibawah Rp 7.000 per hari untuk
memperoleh makanan dengan kandungan kalori kurang dari 2.100 per harinya.
2. Pengangguran
Pengangguran dapat didefinisikan sebagai sebuah kondisi seseorang yang tidak memiliki
pekerjaan atau sedang mencari pekejaan. Sementara menurut Sri Hermuningsih dikutip
dari Deni Tisna, “pengangguran di definisikan sebagai ketidakmampuan angkatan kerja
(labor forcé) untuk memperoleh pekerjaan sesuai yang mereka butuhkan dan mereka
inginkan”
Menurut BPS pengangguran adalah penduduk yang tidak bekerja tetapi sedang
mencari pekerjaan atau sedang mempersiapkan suatu usaha baru atau penduduk yang
tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, dan
3
penduduk yang tidak aktif mencari pekerjaan dengan alasan sudah mempunyai pekerjaan
tetapi belum mulai bekerja. Konsep pengangguran seperti ini dikenal sebagai
pengangguran terbuka.
Tingginya angka pengangguran memiliki sumbangan positif terhadap tingginya
angka kemiskinan. Angka kemiskinan yang tinggi juga dapat menyumbang tingginya
penyimpangan sosial seperti tindak kejahatan, pemerkosaan, prostitusi, narkoba,
gelandangan dan pengemis (gepeng).
Menurut Edgar O. Edwards dalam Tulus Tambunan pengangguran dapat golongkan
menjadi tiga jenis, yakni :
a). Pengangguran terbuka (open unemployment), yang terbagi lagi menjadi dua: 1).
Penganggur sukarela, merupakan kelompok angkatan kerja yang memilih tidak bekerja
karena tidak bersedia digaji pada jumlah tertentu maupun mengharapkan pekerjaan yang
lebih baik. 2). Penganggur terpaksa, merupakan kelompok angkatan kerja yang bersedia
bekerja tetapi belum mendapatkan pekerjaan.
b). Setengah penganggur (underemployment), yaitu kelompok kerja yang lamanya
bekerja (dalam satuan jam, hari, ataupun minggu) kurang dari yang seharusnya mereka
bisa kerjakan. Contoh: orang yang sudah memiliki pekerjaan tetapi malas-malasan,
datang terlambat, atau pulang lebih cepat.
c). Bekerja tidak secara penuh, yang terbagi lagi menjadi lima masingmasing: 1).
Pengangguran tidak kentara (disguised unemployment), contoh : petani yang bekerja di
sawah selama sehari penuh, dilihat dari jumlah pekerjaan yang harus dikerjakan di sawah
semestinya pekerjaan tersebut tidak perlu dilakukan sehari penuh tetapi cukup setengah
hari saja. 2). Pengangguran tersembunyi (hidden unemployment), orang yang bekerja
tetapi tidak sesuai dengan jenis dan tingkat pendidikannya sehingga orang tersebut tidak
dapat bekerja secara maksimal. 3). Pensiun awal, seseorang yang pensiun awal memiliki
tujuan tertentu seperti untuk memberi kesempatan tenaga kerja baru yang memiliki
pemikiran yang lebih aplikatif dan untuk mengurangi tenaga kerja tua yang
produktivitasnya mulai menurun. 4). Tenaga kerja lemah (impaired), kelompok ini
memiliki pekerjaan dan bekerja secara penuh tetapi intensitasnya rendah. Kelompok
pengangguran ini lebih dikarenakan kurang gizi atau menderita penyakit tertentu. 5).
Tenaga kerja tidak produktif, kelompok ini sebenarnya sudah memiliki pekerjaan dan
mampu bekerja secara produktif tetapi karena kurangnya fasilitas yang dimiliki
perusahaan mengakibatkan mereka menghasilkan pekerjaan yang kurang memuaskan.
Pendapat lainnya, Payaman J. Simanjuntak dalam Deny Tisna mengatakan bahwa
“pengangguran adalah orang yang tidak bekerja sama sekali atau bekerja kurang dari dua
hari selama seminggu sebelum pencacahan dan berusaha memperoleh pekerjaan”
Menurut Sadono Sukirno, efek buruk dari pengangguran adalah mengurangi
pendapatan masyarakat yang pada akhirnya mengurangi tingkat kemakmuran yang telah
dicapai seseorang. Semakin turunnya kesejahteraan masyarakat karena menganggur
tentunya akan meningkatkan peluang mereka terjebak dalam kemiskinan karena tidak
4
memiliki pendapatan. Apabila pengangguran di suatu negara sangat buruk, kekacauan
politik dan sosial selalu berlaku dan menimbulkan efek yang buruk bagi kesejahteraan
masyarakat dan prospek pembangunan ekonomi dalam jangka panjang.
3. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses pengalaman karena kehidupan adalah
pertumbuhan. Pendidikan berarti membantu pertumbuhan batin tanpa dibatasi oleh usia.
Proses pertumbuhan ialah proses menyesuaikan pada tiap-tiap fase serta menambahkan
kecakapan di dalam perkembangan seseorang.
Pendidikan berkaitan erat dengan kemiskinan. Orang yang tingkat pendidikannya
lebih tinggi cenderung memiliki tingkat pendapatan yang lebih baik pula. Karena orang
yang berpendidikan tinggi memiliki peluang yang lebih baik untuk mendapatakan
pekerjaan dengan tingkat upah yang lebih tinggi dibanding mereka yang berpendidikan
rendah. Dengan demikian orang yang memiliki tingkat pendidikan yang baik memiliki
peluang yang lebih kecil untuk menjadi miskin dibanding mereka yang berpendidikan
rendah.
Kemiskinan menjadi sebuah reproduksi sosial, dimana dari kemiskinan akan
melahirkan generasi yang tidak terdidik akibat kurangnya pendidikan kemudian menjadi
bodoh serta kemiskinan kembali menjerat
Todaro menyatakan bahwa “pendidikan merupakan tujuan pembangunan yang
mendasar”. Pendidikan memainkan peranan kunci dalam membentuk kemampuan sebuah
negara dalam menyerap teknologi modern dan mengembangkan kapasitas agar tercipta
pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan.
Menurut Simmons dalam Karl E dan Ray C “pendidikan di banyak negara
merupakan cara untuk menyelamatkan diri dari kemiskinan”. Dimana digambarkan
dengan seorang miskin yang mengharapkan pekerjaan baik serta penghasilan yang tinggi
maka orang tersebut harus mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi. Tingkat
pendidikan sangat berpengaruh dalam mengatasi masalah kemiskinan.
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Data kemiskinan, pengangguran, dan pendidikan di kabupaten Gowa periode 2013-2022
Untuk membuktikan hipotesis tersebut dilakukan penelitian: pengaruh pengangguran dan
pendidikan terhadap kemiskinan dikabupaten Gowa tahun 2013 sampai 2022.
Tabel 1.1 Jumlah Pengangguran (%) Di Kabupaten Gowa Tahun 2013 - 2022
Tahun Pengangguran
2013 7,05
2014 4,01
2015 2,63
2016 2,30
2017 4,96
2018 6,14
2019 4,80
2020 4,35
2021 6,44
2022 4,30
Tabel 1.2 Jumlah pendidikan (%) Di Kabupaten Gowa Tahun 2013 - 2022
Tahun Pendidikan
2013 4,41
2014 4,28
2015 4,16
2016 3,93
2017 3,95
2018 4,00
2019 3,96
2020 4,11
2021 3,88
2022 3,71
Tabel 1.3 Jumlah Kemiskinan (%) Di Kabupaten Gowa Tahun 2013 - 2022
Tahun Kemiskinan
2013 8,73
2014 8,00
2015 8,27
2016 8,40
2017 8,42
2018 7,83
2019 7,53
6
2020 7,38
2021 7,54
2022 7,36
Ket:
Y : Tingkat kemiskinan
̅X̅1 = 4,698
̅X̅2= 4,039
7
∑Y2 = 633,5576 -10(7,946)2 =2,16844
8
1,7465
Error 1,447006 7 0,2067
Total 2,16844 9
̅ 2
JKT = ∑Y2 – n . Y
= 633,5576 – 10 (7,946)2 = 2,16844
JKR = b1 ∑X1Y + b2 ∑X2Y
= -0,0445051 (-0,31448) + 1,39821 (0,50596) = 0,721434
JKE = JKT – JKR
= 2,16844 - 0,721434 = 1,447006
5. Kesimpulan
Karena F0 = 1,7465 > F0,05(2)(7) = 4,74 Maka H0 Ditolak. Jadi, ada pengaruh dari
tingkat pengangguran dan tingkat pendidikan terhadap tingkat kemiskinan
digowa.
9
BAB III
PENUTUP
A. Hasil Hipotesis
10
DAFTAR PUSTAKA
Rahmawati, F., & Hidayah, Z. M.U.(2020). Menelusur Relasi Indeks Pembangunan Gender
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi . EcceS (Economic, Social, and Devolopment Studies),
7(1), 110-129.
Michael P. Todaro dan Stephen C. Smith, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. (Jakarta:
Erlangga, 2006)
11