Anda di halaman 1dari 28

9

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengadaan Sumber Daya Manusia


Pengadaan merupakan salah satu bagian dari Manajemen Sumber Daya
Manusia (MSDM). “Manajemen Sumber Daya Manusia dapat diartikan sebagai
ilmu dan seni yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif
dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan
masyarakat” (Hasibuan, 2012, hlm. 1).
Bangun membagi (2012, hlm. 7) membagi fungsi operasional manajemen
sumber daya manusia menjadi 5 yang meliputi: pengadaan sumber daya manusia,
pemberian kompensasi, pengintegrasian, pengembangan dan pemeliharaan
sumber daya manusia.

Gambar 2. 1 Fungsi-fungsi MSDM (Bangun, 2012)

Pengadaan merupakan langkah pertama yang harus dilakukan sebuah


organisasi untuk dapat mencapai tujuannya. Pengadaan (procurement)
10

dimaksudkan untuk memperoleh sejumlah orang dengan kualifikasi yang tepat


sesuai dengan kebutuhan organisasi, sebagaimana dirancang dalam perencanaan
SDM (Yuniarsih & Suwatno, 2013, hlm. 84). Oleh karena itu pengadaan harus
dipersiapkan dengan baik sehingga menghasilkan sumber daya manusia yang
dapat memberikan kontribusi positif bagi organisasi.
Fungsi pengadaan sendiri meliputi 4 kegiatan utama yaitu: Perencanaan
Sumber Daya Manusia, Analisis Pekerjaan, Rekrutmen, Seleksi Sumber Daya
Manusia, Penempatan Sumber Daya Manusia (Bangun, 2012, hlm. 7).

A. Perencanaan Sumber Daya Manusia


Perencanaan berfungsi untuk mengurangi ketidakpastian dalam
pengelolaan sumber daya manusia. Perencanaan sumber daya manusia
memastikan bahwa tenaga kerja yang diperlukan akan selalu terpenuhi secara
memadai. Hal ini sejalan dengan Milkovich & Mahoney (1979) yang menyatakan
“Human Resource planning is systematically forecasts an organization’s future
supply of and demand for employees”. Perencanaan SDM harus dapat
memprediksi kebutuhan sehingga mampu menghasilkan solusi untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Idealnya, organisasi harus bisa mengidentifikasikan
kebutuhan-kebutuhan tenaga kerja untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
Rencana-rencana jangka pendek menunjukkan berbagai kebutuhan tenaga kerja
yang harus dipenuhi selama satu tahun mendatang. Sedangkan rencana-rencana
jangka panjang mengestimasi situasi Sumber Daya Manusia untuk 5 sampai 10
tahun yang akan mendatang.
Pada dasarnya ada empat aktivitas yang dilakukan di dalam perencanaan SDM:
1. Menginventaris persediaan sumber daya manusia
2. Memprediksi sumber daya manusia
3. Penyusunan rencana-rencana sumber daya manusia
4. Memonitor dan evaluasi

Perencanaan SDM sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal


organisasi. Faktor eksternal yang berpengaruh di dalam perencanaan yaitu: situasi
ekonomi, sosial-budaya, politik, peraturan perundangan, teknologi dan pesaing.
Sedangkan faktor dari internal organisasi yang mempengaruhi perencanaan yaitu:
11

rencana strategis organisasi, anggaran, kegiatan baru dalam organisasi, dan


rancangan organisasi akan pekerjaan.
Perencanaan SDM selalu berkaitan dengan analisis jabatan, rekrutmen, dan
seleksi. Hubungan keempatnya dapat dijelaskan sebagai berikut: dalam menilai
kebutuhan organisasi, perencanaan SDM menggunakan data analisis jabatan untuk
membandingkan kecakapan karyawan sesungguhnya dengan kecakapan yang
dibutuhkan organisasi. Sedangkan rekrutmen merupakan program perencanaan
SDM yang dimaksudkan untuk menarik calon pekerja untuk memenuhi kebutuhan
organisasi di masa yang akan datang. Rekrutmen dan seleksi menunjukkan
strategi perencanaan yang penting untuk memperoleh tenaga kerja yang cakap.
Ada beberapa teknik yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi perencanaan
sumber daya manusia (Suwatno dan Priansa, 2011):
1. Audit sederhana: apakah tujuan organisasi terpenuhi, kekosongan jabatan
terisi.
2. Evaluasi sebagai bagian dari tinjauan prosedur organisasi lain sesuai standar
penggunaan:
 Prosedur total kualitas: perlu bagi kebutuhan pengawasan dan dapat
menggambarkan atensi bagi ketidakcukupan SDM
 Prosedur investasi manusia: perlu pengawasan bagi seluruh karyawan
berbasis kontinuitas
 Pendekatan analitis bagi utilisasi sdm dan pengawasan hasil
3. Evaluasi sebagai bagian dari audit komunikasi umum atau survei sikap
manusia.
4. Dimasukannnya hal-hal berikut sebagai bagian dari tinjauan fungsi SDM:
 Nilai tambah yang diperoleh organisasi
 Pemenuhan target departemen SDM
 Pencapaian target equal opportunity dalam hal gender atau ras
 Komparasi perencanaan sdm yang digunakan dan outcomes dalam bagian
lain di organisasi yang sama.
5. Melakukan review atas penilaian individu.
12

B. Analisis Jabatan
Untuk bisa menerapkan prinsip "The Right Man on the Right Place at the
Right Time" maka yang pertama kali harus kita ketahui adalah unsur "Place" nya.
“Place” di sini dapat disebut sebagai Jabatan ialah sekumpulan pekerjaan (job)
yang berisi tugas-tugas yang sama atau berhubungan satu dengan yang lain, dan
yang pelaksanaannya meminta kecakapan, pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan yang juga sama meskipun tersebar di berbagai tempat
“Analisis jabatan adalah proses pengumpulan, penganalisisan, dan penyusunan
informasi tentang isi pekerjaan dalam rangka memberikan dasar bagi sebuah
deskripsi pekerjaan dan data untuk perekrutan, pelatihan, evaluasi kerja, dan
manajemen kinerja” (Armstrong, 2009, hlm. 444). “Analisis pekerjaan adalah
proses pengumpulan dan pemeriksaan atas aktifitas kerja utama dalam sebuah
posisi serta kualifikasi (keahlian, pengetahuan, kemampuan, dan lain-lain) yang
diperlukan untuk melakukan aktifitas” (Simamora, 2004, hlm. 81).
Robert L. Malthis mengungkapkan setidaknya ada 5 tahapan dalam proses
analisis pekerjaan (2001, hlm. 258):
a. Perencanaan analisis jabatan
Proses analisis jabatan direncanakan sebelum memulai pengumpulan data
manager dan karyawan. Dalam hal ini pertimbangan paling penting adalah
mengidentifikasi sasaran dari analisis jabatan itu. Apapun tujuan yang
diidentifikasi, perlu untuk mendapatkan dukungan secara penuh dari semua
pihak terutama dari pihak manajemen.

b. Mempersiapkan dan mengkomunikasikan analisis jabatan

Ada 3 kegiatan yang dilakukan pada tahap ini, yaitu: mengidentifikasi jabatan
dan metodologi, mengkaji dokumentasi jabatan yang ada, dan
mengkomunikasikan proses kepada para manager dan karyawan.
Persiapan untuk melakukan analisis jabatan di mulai dengan mengidentifikasi
jabatan yang sedang dikaji, sebagai contoh, apakah jabatan yang akan dianalisis
tersebut merupakan jabatan harian, jam, mingguan dan lainnya.
13

Dalam tahapan ini, harus diidentifikasi juga personil yang akan terlibat dalam
melakukan analisis jabatan dan metode analisisnya. Disamping itu juga perlu
mengkaji dokumentasi yang ada, termasuk didalamnya uraian jabatan yang
ada, bagan organisasi, informasi analisis jabatan yang ada, maupun sumber
daya yang ada. Informasi mengenai jabatan dapat diperoleh dari beberapa
sumber yaitu : buku catatan harian, pekerja yang bersangkutan, orang yang
pernah melaksanakan jabatan itu, atasan langsung dari pekerja yang
bersangkutan. Berdasarkan sumber-sumber tersebut, pengumpulan informasi
untuk analisa jabatan ini bisa dilaksanakan dengan cara:
1. Menyebarkan kuisioner (daftar pertanyaan/angket) kepada para
pemegang Jabatan
2. Melakukan wawancara langsung dengan pekerja yang
bersangkutan, orang yang pernah melaksanakan jabatan itu ataupun
atasan langsungnya
3. Melakukan pengamatan langsung pada pelaksanaan jabatan atau
mempelajari buku catatan harian

Setelah identifikasi dan pengkajian terhadap dokumentasi jabatan dilakukan,


maka langkah berikutnya adalah mengkomunikasikan dan menjelaskan proses
tersebut kepada semua pihak yang ada dalam lembaga atau organisasi, mulai
dari direktur, manager sampai pada karyawan. Informasi proses analisis itu
meliputi maksud dan tujuan proses analisis jabatan, langkah-langkah analisis,
jadwal atau waktu kegiatan analisis, siapa yang akan melakukan analisis, peran
serta para manager atau pemimpin dan karyawan, dan lain-lain.

c. Melakukan analisis jabatan.


Dengan selesainya semua persiapan, maka analisis jabatan dapat segera
dilaksanakan. Dan pemilihan terhadap salah satu metode analisis jabatan akan
menentukan jalur waktu yang digunakan untuk kegiatan tersebut, baik
menggunakan metode angket, wawancara atau interview maupun observasi.

d. Mengembangkan uraian dan spesifikasi jabatan.


Pada tahap ini analisis jabatan akan menyiapkan draft uraian dan spesifikasi
jabatan. Uraian jabatan adalah suatu catatan yang sistematis tentang tugas dan
14

tanggung jawab suatu jabatan tertentu, yang ditulis berdasarkan fakta-fakta


yang ada. Penyusunan uraian jabatan ini adalah sangat penting, terutama untuk
menghindarkan terjadinya perbedaan pengertian, untuk menghindari terjadinya
jabatan rangkap, serta untuk mengetahui batas-batas tanggung jawab dan
wewenang masing-masing jabatan. Hal-hal yang perlu dicantumkan dalam
Uraian Jabatan pada umumnya meliputi:
1. Identifikasi Jabatan, yang berisi informasi tentang nama jabatan,
bagian dan nomor kode jabatan dalam suatu perusahaan
2. lkhtisar Jabatan, yang berisi penjelasan singkat tentang jabatan
tersebut; yang juga memberikan suatu definisi singkat yang
berguna sebagai tambahan atas informasi pada identifikasi jabatan,
apabila nama jabatan tidak cukup jelas
3. Tugas-tugas yang harus dilaksanakan. Bagian ini adalah
merupakan inti dari Uraian Jabatan dan merupakan bagian yang
paling sulit untuk dituliskan secara tepat. Untuk itu, bisa dimulai
menyusunnya dengan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan
tentang apa dan mengapa suatu pekerjaan dilaksanakan, dan
bagaimana cara melaksanakannya
4. Pengawasan yang harus dilakukan dan yang diterima. Bagian ini
menjelaskan nama-nama jabatan yang ada diatas dan di bawah
jabatan ini, dan tingkat pengawasan yang terlibat
5. Hubungan dengan jabatan lain. Bagian ini menjelaskan hubungan
vertikal dan horizontal jabatan ini dengan jabatan-jabatan lainnya
dalam hubungannya dengan jalur promosi, aliran serta prosedur
kerja
6. Mesin, peralatan dan bahan-bahan yang digunakan
7. Kondisi kerja, yang menjelaskan tentang kondisi fisik lingkungan
kerja dari suatu jabatan. Misalnya panas, dingin, berdebu, ketal,
bising dan lain-lain terutama kondisi kerja yang berbahaya

Sedangkan spesifikasi jabatan adalah persyaratan minimal yang harus


dipenuhi oleh orang yang menduduki suatu jabatan, agar ia dapat
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan baik.
15

Spesifikasi jabatan ini dapat disusun secara bersama-sama dengan Uraian


Jabatan, tetapi dapat juga di susun secara terpisah. Beberapa hal yang pada
umumnya dimasukkan dalam Spesifikasi Jabatan adalah:
1. Persyaratan pendidikan, latihan dan pengalaman kerja.
2. Persyaratan pengetahuan dan keterampilan.
3. Persyaratan fisik dan mental.
4. Persyaratan umur dan jenis kelamin.

e. Memutakhirkan uraian dan spesifikasi pekerjaan.


Ketika uraian dan spesifikasi pekerjaan telah selesai dikembangkan dan
ditinjau ulang oleh yang sesuai dan kompeten, maka langkah berikutnya yang
harus dikembangkan adalah membentuk sebuah sistem yang dapat menjaga dan
mempertahankan mereka agar tetap mutakhir. Sistem tersebut bisa saja
ditangani oleh seorang individu atau salah satu bagian yang terdapat dalam
departemen Sumber Daya Manusia.

Ada enam prinsip utama yang harus digunakan saat melakukan analisis pekerjaan:
1. Visioner : harus dapat memprediksi kebutuhan jangka panjang.
2. Interelasi: uraian pekerjaan pada masing- masing jabatan harus memiliki
interelasi yang kuat untuk menopang tujuan organisasi.
3. Sekuensial: disusun berdasarkan kronologi alur pekerjaan.
4. Intensif: uraian pekerjaan pada setiap jabatan memiliki batasan dan
wewenang yang jelas.
5. Objektif: Uraian pekerjaan disusun sesuai dengan kebutuhan nyata
sebenarnya.
6. Normatif: harus menjunjung tinggi etika dan rasional mengenai pentingnya
suatu pekerjaan pada jabatan tertentu.

C. Rekrutmen Sumber Daya Manusia


“Sourcing adalah proses menentukan dan menarik pelamar yang mampu
untuk bekerja dalam suatu perusahaan. Proses ini dimulai ketika para pelamar
dicari dan berakhir ketika lamaran-lamaran mereka diserahkan/dikumpulkan”
16

(Rivai, 20091). Pendapat lain mengatakan bahwa “penarikan pegawai atau


rekrutmen adalah kegiatan untuk mendapatkan sejumlah tenaga kerja dari
berbagai sumber, sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan, sehingga mereka
mampu menjalankan misi organisasi untuk merealisasikan visi dan tujuannya”
(Yuniarsih dan Suwatno, 2013, hlm. 102). Menurut Henry Simamora (1997, hlm.
212) “Rekrutmen adalah serangkaian aktivitas mencari dan memikat pelamar
kerja dengan motivasi, kemampuan, keahlian, dan pengetahuan yang diperlukan
guna menutupi kekurangan yang diidentifikasi dalam perencanaan kepegawaian.
Hasilnya merupakan sekumpulan calon pelamar baru karyawan baru untuk
diseleksi dan dipilih”.
Menurut Henry Simamora (1997, hlm. 214) proses rekrutmen memiliki beberapa
tujuan, antara lain:
1. Untuk memikat sekumpulan besar pelamar kerja sehingga organisasi akan
mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk melakukan pemilihan terhadap
calon-calon pekerja yang dianggap memenuhi standar kualifikasi organisasi.
2. Tujuan pasca pengangkatan (post-hiring goals) adalah penghasilan karyawan-
karyawan yang merupakan pelaksana-pelaksana yang baik dan akan tetap bersama
dengan perusahaan sampai jangka waktu yang masuk akal.
3. Upaya-upaya perekrutan hendaknya mempunyai efek luberan (spillover effects)
yakni citra umum organisasi haruslah menanjak, dan bahkan pelamar-pelamar
yang gagal haruslah mempunyai kesan-kesan positif terhadap perusahaan.
Dubois (dalam Suwatno dan Priansa, 2011) menjelaskan dalam tahapan
rekrutmen tradisional ada empat langkah yang harus dilakukan. Pertama,
memperjelas posisi yang harus diisi melalui perekrutan. Ada pandangan yang
menganggap bahwa rekrutmen harus terus menerus dilakukan terlepas ada
tidaknya posisi yang kosong. Namun sebaliknya, ada yang berpendapat bahwa
rekrutmen harus selektif dan hanya diperlukan jika ada posisi yang kosong.
Selanjutnya, memeriksa dan memperbaharui uraian pekerjaan dan spesifikasi
untuk posisi yang diperlukan. Tahap keempat, memilih cara yang paling efektif
agar menarik pelamar yang memenuhi syarat.
Teknik-teknik rekruitmen calon pegawai dapat dilakukan melalui 2 cara,
yaitu: sentralisasi dan desentralisasi. Pemilihan teknik rekrutmenn tergantung
17

pada besarnya organisasi dan kebutuhan jumlah pegawai atau karyawan yang
akan di rekrut (Gomes, 2001, hlm. 111-113). Sentralisasi merupakan teknik
penarikan calon pegawai atau karyawan yang dilakukan oleh departemen-
departemen di tingkat pusat, dalam skala yang cukup besar dan diinfonnasikan
secara luas kepada masyarakat baik melalui media cetak maupun elektronik.
Kelebihan dari teknik ini adalah organisasi atau departemen mendapatkan calon
pelamar yang cukup banyak, sehingga punya kesempatan untuk memilih calon
pegawai atau karyawan yang benar- benar diharapkan dan qualified, serta terjadi
efisiensi dalam pembiayaan. Sedangkan pada rekrutmen yang di desentralisasi,
penarikan calon pegawai atau karyawan dilakukan oleh instansi-instansi atau unit-
unit kerja yang relatif kecil dan dalam jumlah yang terbatas. Kelebihan teknik ini
adalah pelaksanaannya yang sederhana dan cepat.
Calon tenaga kerja yang akan direkrut dapat bersumber dari internal
maupun eksternal. Rekrutmen internal dilakukan dengan cara memberdayakan
pegawai yang sudah ada misalnya dengan cara rotasi, transfer, promosi atau
mutasi. Selain itu dapat dilakukan pula dengan mengubah status kepegawaian,
misalnya dari tenaga honorer atau kontrak menjadi tenaga tetap atau dapat juga
dengan memberdayakan tenaga kerja yang sudah pensiun. Sedangkan rekrutmen
yang bersumber dari luar dilakukan dengan merekrut pegawai dari luar organisasi,
misalnya dengan iklan lowongan kerja, penerimaan lamaran secara terbuka
(opened application), dan bekerja sama dengan universitas atau asosiasi profesi.
Ada beberapa faktor yang menjadi hambatan di dalam rekrutmen, yaitu:
(Simamora, 2004, hlm. 174-176)
1. Karakter organisasional: mempengaruhi desain dan implementasi sistem
rekrutmen.
2. Citra organisasi: pelamar mungkin tidak tertarik dengan citra organisasi
tertentu.
3. Kebijakan organisasional: kebijakan rekrutmen yang dimiliki organisasi akan
mempengaruhi sumber dan saluran rekrutmen.
4. Rencana strategic dan Rencana SDM: menunjukkan arah perusahaan dan
pekerjaan yang perlu dilakukan
18

5. Kebiasaan perekrut: kesuksesan perekrut di masa lalu dapat menjadi


kebiasaan.
6. Kondisi eksternal: contohnya seperti kondisi pasar kerja, batasan dari
pemerintah dan serikat pekerja.
7. Daya tarik pekerjaan: jika posisi atau gaji yang ditawarkan kurang menarik,
akan sulit untuk merekrut pelamar.
8. Persyaratan pekerjaaan: pekerjaan menawarkan pekerjaan dengan syarat
tertentu dan ekspektasi tertentu. Persyaratan ini mungkin tidak sejalan dengan
apa yang menjadi keinginan atau minat calon pelamar.

Mathis dan Jackson (2001, hlm. 295) melihat hal-hal berikut sebagai sesuatu yang
harus dievaluasi di dalam proses rekrutmen:
1. Jumlah pelamar
2. Tujuan yang ingin dicapai
3. Kualitas Pelamar
4. Biaya per pelamar yang direkrut
5. Waktu yang dibutuhkan untuk mengisi jabatan kosong

D. Seleksi Sumber Daya Manusia


Proses seleksi dimulai setelah para pelamar yang memenuhi syarat
didapatkan melalui penarikan. Wiludjeng (2007) mendefinisikan
Seleksi sebagai proses identifikasi dan pemilihan seseorang yang
paling cocok atau paling memenuhi syarat dari beberapa calon yang
ada untuk suatu jabatan tertentu. Pendapat lain mengatakan seleksi adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memilih karyawan terbaik
untuk ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan pengetahuan
keterampilan dan kemampuan yang dimiliki pelamar. Jadi seleksi dapat
dikatakan sebagai serangkaian langkah kegiatan yang digunakan untuk
memutuskan apakah pelamar diterima atau tidak. (hlm. 99)
Menurut Hasibuan (2005, hlm. 49), seleksi perekrutan karyawan baru
bertujuan untuk mendapatkan hal-hal berikut:
1. Karyawan yang qualified dan potensial
19

2. Karyawan yang jujur dan berdisiplin


3. Karyawan yang cakap dengan penempatannya yang tepat
4. Karyawan yang terampil dan bersemangat dalam bekerja
5. Karyawan yang memenuhi persyaratan undang-undang perburuhan
6. Karyawan yang dapat bekerja sama baik secara vertikal maupun
horizontal
7. Karyawan yang dinamis dan kreatif
8. Karyawan yang inovatif dan bertanggung jawab sepenuhnya
9. Karyawan yang loyal dan berdedikasi tinggi
10. Mengurangi tingkat absensi dan turnover karyawan
11. Karyawan yang mudah dikembangkan pada masa depan
12. Karyawan yang dapat bekerja secara mandiri
13. Karyawan yang mempunyai perilaku dan budaya malu

Tujuan dari seleksi adalah mendapatkan karyawan terbaik dari semua


calon yang ada oleh karena itu setiap organisasi akan berusaha untuk
menggunakan cara seleksi yang paling efisien tetapi efektif.
Setiap organisasi memiliki cara-cara yang berbeda dalam menyeleksi
karyawan, namun secara garis besar proses seleksi dapat dibagi menjadi:
1. Seleksi administrasi
2. Tes Tertulis
3. Tes Wawancara
4. Persetujuan atasan langsung
5. Pemeriksaan kesehatan
6. Induksi atau orientasi

Dalam menyeleksi calon pekerja digunakan alat seleksi, yaitu instrumen-


instrumen yang digunakan untuk mengetahui informasi mengenai calon pekerja,
baik kepribadian maupun kemampuan. Beberapa alat seleksi yang biasanya
digunakan misalanya: formulir isian, soal-soal psikologi, tes pengujian kesehatan,
dan penelusuran latar belakang.
20

Seleksi berhubungan erat dengan analisa jabatan. Hal ini terjadi karena
Karyawan atau pegawai yang diseleksi tersebut harus disesuaikan dengan analisa
jabatan yang telah dilakukan sebelumnya. Adapun hal-hal yang diseleksi meliputi
1. Pendidikan
2. Pengalaman
3. Pengetahuan
4. Kecerdasan
5. Kesehatan
6. Umur
7. Bakat
8. Kepribadian
9. Jenis kelamin

Ada dua pendekatan yang biasanya digunakan dalam menyeleksi pegawai.


Pendekatan pertama disebut successive hurdles, pada pendekatan ini semua calon
pegawai wajib mengikuti alur tahapan seleksi. Apabila calon pegawai ini tidak
lolos di salah satu tahap maka yang bersangkutan tidak dapat mengikuti tahap
berikutnya dan dinyatakan gugur. Successive hurdles dapat digambarkan sebagai
berikut

Gambar 2.2 Pendekatan Succesive Hurdles

Pendekatan kedua disebut compensatory selection, pada pendekatan ini


semua calon pegawai diberi kesempatan untuk mengikuti semua tahapan seleksi.
21

Pengumuman lulus tidaknya dinyatakan setelah semua tahapan seleksi selesai


dilakukan.

Gambar 2.3 Pendekatan Compensatory Selection

Dalam melakukan seleksi harus memperhatikan peraturan dan ketentuan


pemerintah yang berlaku. Seleksi harus dilakukan secara efektif dan efisien.
Petugas seleksi harus jujur dan efektif. Keahlian petugas seleksi tidak boleh
diabaikan. Bagaimanapun usaha kita dalam melakukan seleksi masih ada
kemungkinan terjadi kekeliruan, maka perlu adanya masa percobaan untuk
mengurangi resiko yang mungkin timbul.

2.2 Standar Tenaga Pendidik


Salah satu SDM yang memegang peranan penting di dalam sekolah adalah
tenaga pendidik atau guru. Di dalam UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, guru didefinisikan sebagai pendidik professional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik. Implikasi dari undang-undang ini adalah pengakuan
guru sebagai pekerjaan professional. Sebagai sebuah profesi, guru selalu dituntut
untuk bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas.
Seorang guru yang profesional tidak hanya harus memiliki pengetahuan
yang luas, namun juga sikap yang mencerminkan profesinya tersebut. Standard
guru profesional tercantum dalam Undang-undang Dasar Nomor 14 tahun 2005
tentang guru dan dosen, yang menyebutkan bahwa guru wajib memiliki
kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani,
serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Untuk
22

kualifikasi akademik, seorang guru diwajibkan minimal memiliki tingkat


pendidikan sarjana strata satu.
Selain kualifikasi akademik, ada 4 kompetensi yang harus dimiliki oleh
seorang guru, yaitu: Kompetensi Pedagogik, Kepribadian, Sosial, dan Profesional.
Kompetensi pedagogik tertuang dalam PP No. 74 Tahun 2008 Pasal 3 ayat 4,
dimana dalam kompetensi ini mencakup semua hal mengenai kemampuan guru
dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik. Yang termasuk dalam kompetensi
ini yaitu:
1. Pemahaman wawasan kependidikan
2. Pemahaman terhadap peserta didik
3. Pengembangan kurikulum/silabus
4. Perancangan pembelajaran;
5. Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis
6. Pemanfaatan teknologi pembelajaran
7. Evaluasi hasil belajar
8. Pengembangan peserta didik.
Selain kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian juga penting, hal
ini diatur dalam Permendiknas No. 16 Tahun 2007. Hal-hal yang termasuk dalam
kompetensi sosial antara lain:
1. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan
kebudayaan nasional Indonesia.
2. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan
teladan bagi peserta didik dan masyarakat.
3. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif,
dan berwibawa.
4. Menunjukkan etos kerja, tanggungjawab yang tinggi, rasa bangga
menjadi guru, dan rasa percaya diri.
5. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
Kompetensi ketiga, yaitu kompetensi Sosial wajib dimiliki guru untuk dapat
berinteraksi tidak hanya dengan peserta didik dan orang tuanya namun juga
dengan masyarakat seperti tercantum dalam PP No. 74 Tahun 2008 Pasal 3. Yang
termasuk dalam kompetensi ini yaitu:
23

1. Berkomunikasi lisan, tulis, dan/atau isyarat secara santun


2. Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional
3. Bergaul secara efektif (peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, pemimpin satuan pendidikan, orangtua atau wali peserta
didik);
4. Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar
5. Menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.
Kompetensi keempat yaitu kompetensi profesional yang membahas mengenai
kemampuan guru dalam menguasai materi pembelajaran secara luas dan
mendalam meliputi:
1. Konsep, struktur, metode keilmuan/teknologi/seni yang
menaungi/koheren dengan materi ajar
2. Materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah
3. Hubungan konsep antar pelajaran terkait
4. Penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari
5. Kompetensi secara profesional dalam konteks global dengan tetap
melestarikan nilai dan budaya nasional.
Keempat kompetensi ini berikut dengan kualifikasi lain yang disyaratkan undang-
undang wajib dimiliki oleh semua guru.

2.3 Penelitian Terdahulu yang Relevan

Beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan pengadaan guru diantaranya:

Penelitian lain dilakukan oleh Ahmad Henri, Slamet Widodo, dan Kahar
Hakim dalam tesisnya yang berjudul Analisis Rekrutmen Calon Pegawai Negeri
Sipil Tenaga Guru Melalui Jalur Tenaga Honorer Di Lingkungan Kementerian
Agama Kabupaten Seluma.

Penelitian ini dilatar belakangi oleh hasil pendataan tenaga honorer di


lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Bengkulu yang telah di
tetapkan oleh BKN dan MENPAN pada bulan Oktober 2013. Dari hasil pendataan
tersebut ditemukan bahwa mayoritas tenaga guru honorer di lingkungan
24

Kabupaten Seluma berlatar belakang pendidikan tamatan SLTA sederajat. Padahal


jika mengacu pada undang-undang syarat untuk menjadi guru diantaranya harus
memiliki kualifikasi akademik minimal S1 atau D.IV dan mempunyai sertifikat
mengajar, serta latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang pekerjaan
yang diampuh.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah hasil Rekrutmen Calon


Pegawai Negeri Sipil Tenaga Guru Melalui Jalur Tenaga Honorer ini akan
memenuhi kebutuhan organisasi di lingkungan Kantor Kementerian Agama
Kabupaten Seluma. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif
diskriptif. Data dikumpulkan dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Rekrutmen Calon Pegawai Negeri


Sipil Tenaga Guru Melalui Jalur Tenaga Honorer di lingkungan Kantor
Kementerian Agama Kabupaten Seluma tidak dapat memenuhi kebutuhan
organisasi baik secara kualitas maupun kuantitas. Hal itu terbukti dengan tidak
terpenuhinya ke 4 aspek yang menjadi fokus penelitian yaitu Deskripsi Jabatan
tenaga honorer, Spesifikasi jabatan tenaga honorer, Kualitas Tenaga Honorer, dan
Kuantitas Tenaga honorer.

Agar rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil Tenaga Guru melalui Jalur
Tenaga Honorer dapat memenuhi kebutuhan organisasi baik secara kualitas
maupun kuantitas, maka penulis merekomendasikan sebagai berikut: pertama ke 4
aspek tersebut dijadikan pendoman atau ukuran untuk melakukan rekrutmen,
kedua bagi tenaga guru honorer yang masih berlatar belakang pendidikan SLTA
sederajat supaya meneruskan pendidikan ke jenjang S1 yang sesuai dengan bidang
pekerjaan, dan yang ketiga adalah bagi guru honorer yang sudah menyelesaikan
pendidikan S1 tetapi ijazahnya tidak sesuai dengan bidang pekerjaan supaya
mengikuti uji kelayakan dan kesetaraan.

Penelitian berikutnya dilakukan oleh Suyadi dalam Tesisnya yang berjudul


Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan di
Sekolah Dasar Negeri I Delanggu. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan
berbagai aspek manajemen sdm di SDN I Delanggu, mulai dari manajemen
25

perencanaan, rekrutmen, seleksi dan penempatan, pelatihan dan


pengembangan, evaluasi, kompensasi dan pengawasan sember daya manusia.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif


deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan
dokumentasi. Analisa dilakukan dengan menggunakan reduksi data, display dan
verifikasi data.
Ada beberapa hal menarik yang dapat diambil dari penelitian ini terutama
terkait dengan masalah perencanaan, rekrutmen, seleksi, dan penempatan.
Perencanaan sekaligus pengendalian semua kegiatan sekolah termasuk
didalamnya kegiatan yang berkaitan MSDM dilakukan oleh Kepala Sekolah
dibantu beberapa orang yang terdiri dari guru dan TU. Perencanaan SDM
yang ada di SD Negeri I Delanggu mengikuti pola yang dikembangkan Hadari
Nawawi yang membagi perencanaan SDM menjadi dua bagian, yaitu: kegiatan
menganalisis volume dan beban pekerjaan,dan kegiatan menganalisis kekuatan
dan kelemahan tenaga kerja yang dimiliki oleh organisasi. Hasil analisis
menentukan apakah akan dilakukan penambahan dan pengisian tenaga kerja
atau tidak.
Rekrutmen dan seleksi guru dan pegawai tidak tetap SD Negeri I
Delanggu dilaksanakan melalui beberapa tahapan diantaranya: melihat formasi
yang dibutuhkan, menyampaikan pengumuman, melakukan pemanggilan,
wawancara, penerimaan dan penempatan. Seleksi melalui wawancara dilakukan
oleh kepala sekolah sendiri. Wawancara inilah yang menentukan diterima atau
tidaknya calon guru.
Penelitian lain juga dilakukan oleh Heri Prastowo dalam tesisnya (2014)
yang berjudul Pengelolaan Tenaga Pendidik Di Sekolah Dasar Negeri I Ringin
Larik Boyolali. Berikut adalah hal-hal yang dapat diambil dari penelitian ini
terkait dengan pengadaan guru. Yang pertama perencanaan kebutuhan guru
disusun atas beberapa pertimbangan, diantaranya adalah jumlah guru yang telah
ada, dan jumlah siswa yang ada. Kebutuhan guru tersebut dimaksudkan untuk
mengantisipasi agar pada pelaksanaan tahun ajaran baru tidak terjadi
kekurangan guru dengan pertimbangan rasio jumlah guru dan jumlah
siswa. Beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan guru antara lain: jumlah
26

siswa, rencana pengembangan sekolah, dan jumlah guru yang memasuki masa
pensiun.
Kedua, rekrutmen guru dilakukan oleh pemerintah melalui seleksi
penerimaan pegawai negeri sipil (PNS). Adapun prosedur rekruitmen guru
dilakukan melalui test pengadaan pegawai negeri sipil (PNS) yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Boyolali. Pengangkatan dan
penetapan tugas guru dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Boyolali. Penyusunan
perencanaan kebutuhan tenaga pendidik dilakukan oleh kepala sekolah
berdasarkan analisis kebutuhan yaitu di mana setiap 20–32 siswa harus
disediakan seorang guru kelas, seorang guru agama (sesuai dengan jumlah
agama peserta didik), dan seorang guru penjasorkes. Dengan adanya
analisis yang tepat kebutuhan guru akan dapat terpenuhi baik segi kuantitas
maupun kualitas yang diharapkan.
Ketiga, prosedur rekrutmen kebutuhan guru bagi sekolah negeri harus
mengikuti peraturan pengadaan Pegawai Negeri. Dengan kata lain
kepala sekolah tidak memiliki wewenang untuk mengangkat dan menerapkan
seorang guru. Meskipun begitu, pada dasarnya apa yang dilakukan oleh
kepala sekolah tersebut merupakan proses untuk mendapatkan sumber
daya manusia, dengan kata lain tindakan kepala sekolah tersebut merupakan
bagian dari rekrutmen.

Selain tesis ada pula beberapa jurnal internasional yang juga membahas isu-isu
terkait dengan pengadaan guru, diantaranya:

Penelitian yang dilakukan Cooper dan Alvarado (2006) yang berjudul


“Preparation, recruitment, and retention of teachers”. Penelitian ini membahas
tentang isu-isu yang terkait dengan pengadaan guru di berbagai segara. Salah satu
pembahasan di dalam penelitian ini adalah mengenai persediaan dan permintaan
guru. Di negara-negara berkembang pertumbuhan siswa seringkali melebihi
jumlah guru. Ketika dihadapkan pada situasi dimana sulit untuk menemukan
sejumlah guru yang berkualitas, biasanya sekolah melakukan salah satu dari tiga
hal berikut: Merekrut guru yang kurang berkualitas, merekrut guru yang
berkualitas dari daerah lain, merekrut orang lain sebagai pengganti guru.
27

Akibatnya banyak siswa diajar oleh guru yang memiliki pengetahuan dan
kemampuan yang kurang untuk dapat menghasilkan pembelajaran yang baik. Di
Indonesia sendiri, fenomena ini banyak terjadi di daerah-daerah terdepan, terluar
dan terpencil. Tidak jarang personel Tentara Nasional Indonesia yang bertugas di
perbatasan direkrut untuk menjadi guru SD di daerah tersebut.

Berdasarkan penelitian yang mereka lakukan secara global permasalahan dalam


pengadaan guru baru dapat dibagi ke dalam 5 kategori yaitu :

1. Fleksibilitas jalur masuk


2. Bentuk-bentuk pelatihan guru baru
3. Program untuk untuk calon guru dari bidang lain (yang beralih karir)
4. Perekrutan guru yang berkualitas dari negara lain
5. Peningkatan insentif, seperti gaji yang lebih tinggi dan pembagian kerja.

Salah satu tempat yang memiliki potensi untuk perekrutan guru adalah
Universitas. Sekolah dan universitas dapat mengembangkan pola kerjasama yang
dapat membantu dalam menarik calon guru, misalnya dengan program magang,
penawaran kerja lebih awal, atau penyederhanaan proses lamaran kerja apabila
pelamar dari universitas mitra.

Selain itu perekrutan juga dapat dilakukan pada paraprofessional yang sudah
bekerja di sekolah. Mereka merupakan SDM potensial karena sudah mengenal
lingkungan sekolah dan siswa. Perlu dibuat program dengan waktu kerja yang
fleksibel agar paraprofessional ini dapat bekerja dan memiliki waktu untuk
menyelesaikan pendidikan sesuai dengan ketentuan.

Berdasarkan kajian yang telah dilakukan dalam program rekrutmen guru, ada
beberapa best practice yang dapat dilakukan dan harus dipertimbangkan oleh
pembuat kebijakan:

1. Mengumpulkan dan menganalisis data pada persediaan dan permintaan


dari guru di tingkat nasional, provinsi, dan tingkat lokal untuk dapat
mengarahkan usaha perekrutan.
28

2. “Melempar jala seluas-luasnya” dalam merekrut, termasuk menargetkan


siswa sekolah menengah, paraprofesional yang sudah bekerja di sekolah-
sekolah, dan profesional dari bidang lainnya.
3. Mengembangkan beberapa jalur untuk menjadi guru dan tetap menjaga
standar tinggi untuk semua guru baru.
4. Mengembangkan strategi yang komprehensif berbasis penelitian untuk
perekrutan.
5. Mengevaluasi efektivitas program rekrutmen dan retensi guru.

Di dalam situasi dimana terjadi kekurangan guru, pihak-pihak pembuat kebijakan


perekrutan harus dapat memetakan sumber-sumber penyedia guru di daerah
tersebut terlebih dahulu sebelum memutuskan membuka jalur perekrutan. Kota
pada umumnya memiliki banyak sumber penyedia guru yang berkualitas, untuk
itu jalur perekrutan dapat dilakukan secara lebih selektif dengan menargetkan
calon guru yang berlatar belakang pendidikan sekolah keguruan. Sedangkan di
daerah terpencil dengan sumber penyedia guru yang sedikit, harus dapat lebih
fleksibel namun tanpa harus mengurangi kualitas guru yang direkrut. Contohnya:
merekrut guru dari profesi lain, misalnya TNI atau dari masyarakat umum. Guru-
guru ini kemudian diberikan pelatihan dan pendidikan agar memiliki kualitas yang
sama dengan guru-guru lulusan sekolah keguruan.

Edward Liu dan Susan Moore Johnson dalam penelitiannya yang diterbitkan
oleh Jurnal Education Administration Quarterly membahas mengenai
pengalaman-pengalaman guru baru selama proses perekrutan. Studi ini bertujuan
untuk menganalisis dan mengeksplorasi apakah proses perekrutan menghasilkan
ke sesuaian antara individu dan sekolah yang mereka tuju. Penulis artikel ini
berpendapat bahwa proses rekrutmen adalah suatu proses dua arah dan proses ini
seharusnya memberikan kesempatan bagi sekolah dan calon guru untuk
memperoleh informasi yang akurat dan sebanyak-banyaknya tentang masing-
masing pihak. Penelitian ini dilakukan dengan mensurvei sample acak dari 486
guru baru yang ada di California, Florida, Massachusetts, dan Michigan.
29

Data menunjukkan bahwa mayoritas guru baru di negara-negara bagian


tersebut direkrut melalui proses desentralisasi, berbasis sekolah. Sebagian besar
guru baru merasakan terbatasnya interaksi dengan personel sekolah selama proses
perekrutan, dan proses ini relatif miskin informasi. Banyak guru baru juga
terlambat direkrut, lebih dari sepertiga dari guru baru di California dan Florida
dipekerjakan setelah tahun ajaran baru sudah dimulai.

Poin menarik dari penelitian ini adalah proses perekrutan seharusnya dapat
memberi gambaran bagi calon guru mengenai pekerjaan yang akan mereka
lakukan beserta informasi lain yang terkait dengan pekerjaan tersebut. Namun
seringkali informasi-informasi yang penting seperti jenjang karir atau beban kerja
tidak diinformasikan pada calon guru. Sehingga seringkali ekspektasi calon guru
tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.

Wanyama Josephat Bwire, Okwara Michael Okello, Aloka Peter (2016) dalam
artikelnya yang berjudul Challenges In Teacher Recruitment And Distribution In
Public Secondary Schools In Butula Subcounty membahas mengenai tantangan
yang terjadi pada rekrutmen guru di Kenya.

Di Kenya, kelemahan dalam perencanaan sumber daya manusia telah


mempengaruhi pelatihan dan penyebaran guru sehingga distribusi dan
pemanfaatan guru menjadi terganggu. Di Butula Sub - County distribusi guru
sekolah menengah umum tidak merata padahal peran guru untuk melaksanakan
kurikulum setiap di setiap lembaga pendidikan sangat penting.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tantangan dalam


perekrutan dan distribusi guru di sekolah menengah umum di Butula Sub -
county, Kenya. Penelitian ini didasarkan pada Self - Discrepancy yang
dikembangkan oleh E. Tory Higgins dan diadaptasi oleh Malusu. Sasaran dari
penelitian ini adalah, untuk menentukan prosedur rekrutmen guru dan seleksi
yang digunakan di sekolah-sekolah menengah umum di sub Butula - county dan
melihat tantangan-tantangan yang muncul dalam perekrutan dan distribusi guru di
sekolah menengah umum di sub Butula - county. Desain penelitian survei
30

deskriptif digunakan untuk mengumpulkan informasi dari 164 guru, 23 kepala


sekolah dan 2 petugas.

Studi ini menemukan bahwa prosedur rekrutmen dan seleksi guru di semua
sekolah menengah umum di Butula sub-county dimulai dengan mengumpulkan
data dari sekolah untuk diteruskan ke TSC (Teachers Service Commission). TSC
kemudian melakukan penjatahan slot untuk sekolah dan mengiklankan lowongan
yang tersedia ke surat kabar harian lokal. Sebagian sekolah juga ikut
mempublikasikan lowongan yang tersedia di sekolah mereka. Sekolah kemudian
membentuk komite perekrutan yang bertugas untuk melakukan wawancara dan
memilih kandidat yang sesuai dengan kriteria. Calon yang memenuhi syarat
kemudian diundang untuk diwawancara. Setelah calon guru terpilih, sekolah
kemudian meneruskan datanya ke TSC untuk penunjukkan resmi. Proses
perekrutan dan seleksi yang dilakukan di Butula sub-county ini menghadapi
beberapa tantangan diantaranya: adanya kepentingan pribadi panelis dan
stakeholder lainnya yang mengarah ke penyimpangan, ketidakmampuan panel
perekrutan, kurangnya guru yang ahli di bidang wawancara, kegagalan TSC untuk
mengalokasikan lowongan ke sekolah yang tepat, kurangnya guru yang terlatih
untuk beberapa lowongan yang diiklankan.

Beberapa rekomendasi yang diberikan oleh penulis pada penelitian ini, antara
lain: TSC harus meningkatkan pengawasan dan pemantauan seluruh proses
perekrutan guru di sekolah sehingga setiap langkah diimplementasikan dengan
benar dan jelas, TSC harus terus bekerja sama dengan lembaga-lembaga pelatihan
guru sehingga calon guru dapat dilatih untuk mata pelajaran yang diperlukan.
Pelatihan ini akan meminimalkan kasus kurangnya pelamar untuk lowongan yang
diiklankan. Manajemen sekolah harus memiliki anggaran dan memprioritaskan
pembangunan kapasitas bagi anggota yang dipilih untuk duduk di panel rekrutmen
dan seleksi sehingga memungkinkan mereka untuk memiliki kompetensi yang
cukup sehingga dapat melaksanakan rekrutmen dan seleksi secara profesional. Hal
ini akan menghilangkan praktek-praktek tidak sehat dalam latihan dan karenanya
menyebabkan pemilihan guru yang berkualitas berdasarkan prestasi.
31

Dalam artikelnya yang berjudul Impediments Embedding Decentralisation


of Teacher Recruitment Practices to Communities in Zimbabwe (2012), N.
Wadesango dkk menjelaskan mengenai tantangan dalam implementasi
desentralisasi rekrutmen guru yang terjadi di Zimbabwe. Desentralisasi sendiri
merupakan proses pemindahan kekuasaan dari pusat ke otoritas yang lebih rendah.
Di sektor pendidikan, desentralisasi meliputi delegasi tugas seperti perekrutan,
penempatan, disiplin dan supervisi ke otoritas lokal. Studi ini ada berusaha untuk
menganalisa isu dan tantangan yang menghambat desentralisasi kebijakan
perekrutan guru di Zimbabwe.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif interpretif


dan desain penelitian studi kasus. Purposive sample diambil dari dua puluh dua
kepala sekolah dan tiga petugas Pendidikan dari Distrik Gweru. Data
dikumpulkan melalui wawancara face to face dan analisis dokumen. Penelitan
dimulai dari proses analisis data dengan membuat verbatim dari rekaman
wawancara yang dilakukan. Hasilnya kemudian di cross-check dengan partisipan
penelitian.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa desentralisasi rekrutmen dan


seleksi guru ke sekolah-sekolah tampaknya telah menimbulkan keprihatinan dan
kekhawatiran baik dari profesional dan masyarakat sipil umum. Kekhawatiran ini
muncul karena banyaknya laporan mengenai nepotisme, favoritisme, suap dan
korupsi yang merajalela di sebagian besar sekolah. Akibatnya pemerintah harus
mengambil alih lagi rekrutmen dan seleksi guru di Zimbabwe.

Penulis memberi rekomendasi agar mendorong Komisi Pelayanan Publik


untuk memastikan bahwa transparansi dan keadilan berlaku dalam praktek
perekrutan guru. Komite pengembangan sekolah harus dilatih agar dapat
berpartisipasi secara efektif dalam praktek ini.

Tulisan Dana Balter and William Duncombe yang berjudul Recruiting Highly
Qualified Teachers: Do District Recruitment Practices Matter? menyajikan hasil
survei tentang berbagai praktek perekrutan guru yang dilakukan sekolah-sekolah
32

di New York State District dan menganalisis apakah penggunaan praktik


perekrutan yang dilakukan berkaitan dengan kualifikasi guru yang dihasilkan.

Sebagian besar sekolah di New York mengimplementasikan melakukan


pengadaan guru dengan cara: membuat iklan di surat kabar lokal, bekerja sama
dengan perguruan tinggi lokal, memposting pekerjaan pemberitahuan di situs web
sekolah, merekrut guru pengganti, dan memberikan kompensasi tambahan untuk
fungsi ekstra-kurikuler atau administratif sebagai insentif perekrutan. Di sisi lain,
beberapa sekolah melakukan pengadaan guru secara berbeda, yaitu dengan:
beriklan di luar daerah mereka, bekerja dengan perguruan tinggi non-lokal,
mencari calon karyawan di internet, atau menawarkan penandatanganan bonus,
bantuan pembelian rumah, atau memberikan kompensasi sebagai insentif
perekrutan.

Penelitian ini menemukan bahwa sekolah dengan kebutuhan guru yang tinggi
cenderung menggunakan beberapa strategi rekrutmen yang aktif dan inovatif.
Temuan lain adalah penggunaan beberapa insentif perekrutan memiliki
keterkaitan dengan kualifikasi guru yang direkrut lebih tinggi. Implikasi dari
temuan ini bagi pembuat kebijakan yaitu harus ada bantuan untuk sekolah agar
dapat memberikan insentif-insentif dalam perekrutan guru sehingga guru yang
dihasilkan memiliki kualifikasi yang lebih tinggi.

Artikel lain yang ditulis oleh Jean Bourdon, Markus Frölich, dan Katharina
Michaelowa dengan judul Teacher Shortages, Teacher Contracts and their Impact
on Education in Africa membahas mengenai guru kontrak dan dampaknya pada
pendidikan di beberapa negara di Afrika. Di beberapa negara di afrika, calon guru
yang mendaftar untuk sekolah dasar masih rendah. Dalam rangka meningkatkan
kualitas pendidikan, dalam beberapa tahun terakhir banyak negara di Afrika telah
meluncurkan program perekrutan guru besar-besaran. Dalam program ini guru
tidak lagi direkrut sebagai pegawai negeri sipil, tetap direkrut atas dasar kontrak.
Implikasi dari kebijakan ini adalah gaji guru yang jauh lebih rendah dan
berkurangnya kualifikasi profesional guru. Walaupun kebijakan ini mendorongan
33

peningkatan jumlah calon guru yang mendaftar namun ada kekhawatiran tentang
dampaknya pada kualitas pendidikan.

Penelitian ini menemukan bahwa performa guru kontrak relatif lebih baik
ketika mengajar anak-anak yang memiliki kemampuan rendah pada kelas-kelas
rendah dibandingkan anak-anak yang memiliki kemampuan tinggi pada kelas-
kelas yang lebih tinggi. Temuan lain juga menunjukkan bahwa guru kontrak
melakukan performa yang relatif lebih baik untuk mengajar siswa dengan
kesulitan belajar daripada untuk mengajar anak-anak kemampuannya lebih
unggul.

Peneliti mengamati perbedaan yang jelas antara negara-negara yang menjadi


objek penelitian. Secara umum dampak positif ditemukan Mali, campuran antara
positif dan negatif di Togo dan dampak negatif di Nigeria. Hasil ini konsisten
dengan hipotesis penulis yang diambil dari analisis mengenai implementasi yang
berbeda dari pelaksanaan program guru kontrak di tiga negara. Di Mali dan di
Togo, sistem guru kontrak dapat bekerja dengan baik di sekolah-sekolah lokal.
Hasil ini menunjukkan perekrutan guru kontrak yang efektif. Di Nigeria, sistem
perekrutan guru dilakukan dengan cara terpusat dengan semua guru kontrak
menjadi pegawai negeri.

Permasalahan tentang manajemen tenaga pendidik juga dibahas oleh


Dhushyanth Raju dalam studinya yang berjudul Public School Teacher
Management in Sri Lanka Issues and Options. Pemerintah Sri Lanka berusaha
untuk memastikan bahwa sistem sekolah mampu memberikan siswa pendidikan
yang lebih baik. Untuk itu meningkatkan efektifitas guru menjadi penting untuk
mencapai tujuan ini. Tulisan ini membahas tentang manajemen guru di Sri Lanka
dan apa saja yang menjadi permasalahan-permasalahan yang muncul

Terkait dengan masalah rekrutmen, ada dua jalur yang digunakan untuk
merekrut guru sekolah negeri: jalur rekrutmen oleh Dewan Provinsi dan jalur
rekrutmen oleh Kementerian Pendidikan. Rekrutmen kedua jalur ini umumnya
didasarkan pada lowongan pekerjaan mata pelajaran tertentu. Calon guru yang
34

tertarik dapat mendaftarkan diri. Rentang usia untuk calon guru adalah 18 sampai
35 tahun.

Dewan provinsi, merekrut guru melalui Komisi Pelayanan Publik. Pelamar


setidaknya memiliki gelar sarjana dan dapat berasal dari berbagai daerah namun
harus mau melayani sebagai guru di sekolah provinsi tersebut. Rekrutmen
didasarkan pada kualifikasi akademik. Namun, jika jumlah pelamar melebihi
jumlah lowongan, pelamar harus melalui tes penyaringan dan wawancara.

Sementara itu Kementerian Pendidikan merekrut calon guru yang memiliki


sertifikat pendidik tingkat lanjutan untuk menjadi guru magang. Guru magang ini
menjalani pendidikan tiga tahun dalam program pengajaran di National College of
Education (NCOE). Setelah lulus dan mendapat ijazah, mereka dapat ditugaskan
untuk bekerja di semua sekolah negeri di Srilanka. Semua guru diangkat
berdasarkan masa percobaan selama tiga tahun, setelah itu mereka dipekerjakan
secara permanen.

Guru-guru yang baru direkrut wajib mengajar di desa-desa dalam jangka


waktu tertentu. Setelah masa wajib mengajar selesai, guru-guru tersebut dapat
melamar ke sekolah lain. Umumnya guru-guru ini memilih untuk melamar di
sekolah-sekolah yang ada di perkotaan.

2.3 Kerangka Berpikir


Guru merupakan faktor penggerak yang penting dalam proses belajar
mengajar di sekolah. Begitu pentingnya peran guru sehinga setiap sekolah
memerlukan guru yang memadai baik dari segi jumlah maupun kualitas.
Kenyataanya guru yang memadai baik dari segi jumlah dan kualitas belum
terpenuhi. Beberapa sekolah ada yang masih kekurangan guru, selain itu guru-
guru yang ada sekarang tidak semuanya memiliki kualifikasi dan kompetensi yang
disyaratkan undang-undang.
Untuk memnuhi kebutuhan guru baik secara kualitas dan kuantitas maka
diperlukan proses pengadaan. Pengadaan adalah sebuah proses yang penting bagi
organisasi, karena fungsinya sebagai penyedia sumber daya manusia yang akan
menjadi penggerak organisasi tersebut. Tanpa adanya sumber daya manusia yang
35

berkualitas suatu organisasi tidak akan dapat berkembang. Oleh karena itu
pengadaan harus dilakukan dengan secara objektif dan professional agar dapat
dihasilkan SDM yang berkualitas. Selain itu pengadaan juga harus dilakukan
berdasarkan kebutuhan agar SDM yang ada tidak berlebihan yang akan
mengakibatkan inefisiensi.
Pengadaan guru SD negeri di Kota Administratif Jakarta Selatan dan Kota
menggunakan beberapa jalur: Jalur CPNS dan Jalur Honorer. Jalur penerimaan
yang berbeda-beda disinyalir membuat kualitas guru yang dihasilkan dari tiap
jalur penerimaan berbeda pula.
Penelitian ini akan berfokus pada proses pengadaan yang dilakukan di
Kota Depok. Peneliti akan mengevaluasi proses perencanaan, rekrutmen, dan
seleksi yang dilakukan di setiap jalur penerimaan karena setiap tahapan ini
memiliki kontribusi terhadap kualitas guru yang dihasilkan dari proses pengadaan
ini.

Gambar 2.4 Kerangka Berpikir Penelitian


36

Anda mungkin juga menyukai