Anda di halaman 1dari 7

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Definisi dan Pengertian

Latah menurut pendapat Soenjono Dardjowidjojo yaitu “Latah adalah

suatu tindak kebahasaan di mana seseorang, waktu terkejut atau dikejutkan,

mengeluarkan kata-kata secara spontan dan tidak sadar dengan apa yang dia

katakan.” (Dardjowidjojo. 2012. 154)

Berdasarkan definisi di atas, penulis mengambil kata kunci antara lain:

1. Tindak kebahasaan

2. Tidak sadar dengan apa yang dia katakan

Tindak kebahasaan merupakan tindakan seseorang yang menggunakan bahasa

sebagai suatu bentuk respon secara langsung dan tiba-tiba ketika mendapat

stimulus yang mengejutkan. Respon tersebut dapat berupa pengulangan

ucapan, penambahan ucapan, ucapan yang termasuk kata-kata tabu, atau

bahkan pengulangan ucapan yang sulit dihentikan. Sedangkan yang dimaksud

tidak sadar dengan apa yang dia katakan adalah seseorang secara spontan dan

tidak disengaja akan mengeluarkan respon ketika mendapat stimulus yang

mengejutkan.

Sedangkan definisi latah menurut pendapat Nurmiati Amir yang dikutip

oleh Sularno yaitu “Latah adalah sebagai keadaan hypersensitifitas terhadap

5
6

stimulus mendadak sehingga menimbulkan keterkejutan atau kaget yang

menyebabkan seseorang bereaksi secara verbal (ekolalia) dan atau motorik

(ekopraksia).” (Sularno. 2016. 2)

Berdasarkan definisi di atas, penulis mengambil kata kunci antara lain:

1. Keadaan hypersensitifitas

2. Bereaksi secara verbal (ekolalia) dan atau motorik (ekopraksia)

Keadaan hypersensitifitas adalah suatu keadaan atau reaksi yang muncul secara

berlebihan dalam merespon suatu rangsangan yang datang secara tiba-tiba.

Sedangkan yang dimaksud bereaksi secara verbal (ekolalia) dan atau motorik

(ekopraksia) adalah respon yang muncul karena seseorang terkejut atau kaget

terhadap rangsangan yang diterima secara tiba-tiba. Respon tersebut tidak

hanya berupa pengulangan atau penambahan ucapan, melainkan juga dapat

berupa pengulangan gerakan yang dilakukan oleh orang lain.

Berdasarkan dari uraian di atas, penulis menemukan persamaan dan

perbedaan dari kata kunci pada kedua definisi di atas. Persamaannya adalah

kedua definisi di atas menjelaskan bahwa latah merupakan suatu reaksi atau

respon yang muncul karena seseorang mendapat rangsangan secara tiba-tiba.

Keduanya juga menjelaskan bahwa respon tersebut dapat berupa respon verbal

yaitu pengulangan ucapan, penambahan ucapan, ucapan yang termasuk kata-

kata tabu, atau bahkan pengulangan ucapan yang sulit dihentikan. Sedangkan

perbedaannya terletak pada definisi kedua yang menjelaskan bahwa respon

yang muncul tidak hanya berupa ucapan melainkan juga dapat berupa suatu

gerakan atau aktivitas motorik.


7

Berdasarkan dari kedua pengertian di atas, penulis menyimpulkan

bahwa Latah adalah suatu reaksi atau respon yang muncul secara berlebihan

dan tanpa disadari, ketika seseorang mendapat rangsangan secara tiba-tiba dan

mengejutkan, yang dapat berupa pengulangan ucapan, penambahan ucapan,

ucapan yang termasuk kata-kata tabu, pengulangan ucapan yang sulit

dihentikan, bahkan pengulangan gerakan yang dilakukan maupun

diperintahkan oleh orang lain, serta peniruan ekspresi wajah.

B. Penyebab

Penyebab latah menurut pendapat Rinrin R. Khaltarina yang dikutip

oleh Sularno, yaitu:

1. Teori Pemberontakan
Menurut teori ini dalam kondisi Latah seseorang bisa mengucapkan hal-hal
yang dilarang tanpa merasa bersalah. Gejala ini merupakan semacam
gangguan tingkah laku ke arah obsesif karena ada dorongan yang tidak
terkendali untuk mengatakan atau melakukan sesuatu. Teori ini mendukung
penjelasan banyaknya pelatah yang mempunyai tingkat pekerjaan yang
rendah seperti pelayan rumah tangga, penjaja makanan kecil, dan mereka
yang tidak mempunyai pendidikan resmi, berkedudukan sosial rendah.
Rangsangan pun akan mudah ditimbulkan bila penderita dikejutkan oleh
seseorang yang jauh lebih tinggi.
2. Teori Kecemasan
Menurut teori ini gejala Latah muncul karena yang bersangkutan memiliki
kecemasan terhadap sesuatu tanpa ia sadari. Rata-rata pengidap Latah dalam
kehidupannya selalu mempunyai tokoh otoriter baik dari lingkungan atau
bukan. Teori ini mendukung data bahwa banyak pelatah yang setelah
ditelusuri, mereka tidak memiliki kemampuan untuk mengatur dan
menguasai lingkungannya sehingga mereka cenderung menjadi takut
menghadapi alam sekitarnya.
3. Teori Pengkondisian
Inilah yang disebut Latah dikarenakan tertular kelatahan orang lain.
Seseorang mengidap Latah karena dikondisikan oleh lingkungannya.
Misalnya karena Latah, seseorang merasa diperhatikan dan mendapat
8

perhatian sepenuhnya dari lingkungannya. Dengan begitu Latah merupakan


sarana untuk mendapat perhatian. Latah seperti ini disebut juga dengan
istilah “Latah gaul”. (Sularno. 2016. 3)

Sedangkan penyebab Latah menurut W. F Maramis yang dikutip oleh

Sularno, yakni:

Sembilan orang wanita pelatah diwawancarainya. Semuanya menceritakan


bahwa malam sebelum mereka menjadi Latah, mereka bermimpi tentang
sebuah keranjang yang berisi ikan, belut, penis kuda, ular besar, ulat kecil yang
gemuk-gemuk, sebuah panci yang penuh dengan benda-benda berbentuk
kerucut dan pada waktu dilihat betul, ternyata penis-penis manusia dan
sebagainya, semuanya tentang benda-benda yang bersimbolik penis. (Sularno.
2016. 3)

C. Karakteristik

Karakteristik latah menurut Sularno yang merangkum dari pendapat

W.F. Maramis, Rinrin R. Khaltarina, Nurmiati, Didi Aryono Budiyono, dan

sumber lainnya, yaitu:

1. Gejala verbal
a. Echolalia yakni berupa “repeating what some one says” mengulang atau
menirukan apa yang orang lain katakan. Peniruan ini dilakukan secara
otomatis atau tidak disadari oleh si pelatah. Tapi tidak jarang yang
melakukan peniruan terhadap bicaranya sendiri. Peniruan tersebut
biasanya terjadi setelah ada stimulasi yang mengejutkan terhadap dirinya
baik stimulasi yang disengaja ataupun tidak disengaja. Tidak jarang pula
si pelatah akan mengulang ucapan orang lain atau mengulang bicaranya
sendiri walaupun tak terstimulasi, terutama pelatah yang gradasi
keparahannya (kelatahannya) cukup berat.
b. Involuntary vocalization : yakni ucapan berupa bunyi vocal, kata, frasa,
bahkan kalimat yang seharusnya tidak terjadi atau tidak konteks dengan
apa yang seharusnya ia katakan. Dengan kata lain berupa penambahan
ucapan.
Penambahan ucapan ini biasanya terjadi di antara satu echolali dengan
echolali yang berikutnya.
c. Koprolalia : yaitu ucapan yang biasanya termasuk kata-kata tabu atau tak
pantas diucapkan. Seringkali berupa kata-kata yang mengacu pada alat
9

kelamin. Bila dicermati sebenarnya kata-kata itu juga termasuk


involuntary vocalization, karena kata itu tidak ada kaitannya dengan yang
seharusnya dia ucapkan atau tidak konteks dengan isi pembicaraan.
Sama halnya dengan echolalia, bahwa koprolalia ini muncul pada saat
yang bersangkutan terstimulasi. Perlu disampaikan bahwa tidak setiap
pelatah terjadi gejala bicara yang berupa koprolalia ini.
d. Palilalia : yakni suatu gejala yang berupa pengulangan terhadap bicara
sendiri atau orang lain. Jadi hampir serupa dengan echolalia. Yang
membedakan adalah palilalia lebih kepada pengulangan terhadap
bicaranya sendiri, dan pengulangan terjadi berkali-kali dan cenderung
sulit dihentikan.
2. Gejala non verbal
a. Echopraksia (repeating what some ane does) : yakni peniruan terhadap
apa yang orang lain lakukan. Misalnya seorang pelatah melihat ada orang
yang berjalan pincang dia langsung meniru berjalan pincang. Melihat
orang yang berjoget dia langsung berjoget. Melihat orang menunjuk-
nunjuk sesuatu ia langsung ikut menunjuk-nunjuk, dan sebagainya.
b. Ekomimia : yaitu berupa peniruan terhadap ekspresi wajah yang
dilakukan orang lain. Jika si pelatah melihat seseorang sedang tertawa ia
langsung tertawa, melihat seseorang sedih menangis ia langsung
menangis, melihat seseorang sedang melotot ia langsung melotot, dan
sebagainya. Seringkali gejala ini dibarengi dengan gejala bicara yang
echolalik dan ekspresi wajah yang ia lakukan tampak tidak wajar.
c. Automatic obedience : melakukan perintah orang lain yang tak
sewajarnya. Artinya ia melakukan perintah itu bukan berdasarkan atas
pemahaman dan kesadaran untuk melakukannya, tetapi dilakukan secara
spontan dan tanpa kesadaran. Umumnya dia melakukan perintah tadi
dibarengi juga dengan gejala bicara yang echolalik.
3. Perasaan dan tingkah laku
a. Malu
Umumnya para pelatah yang sudah lama, terutama pelatah yang memiliki
gejala koprolalia merasa malu dengan lingkungannya. Apalagi terhadap
orang yang baru dikenalnya. Ia malu jika latahnya muncul, terutama jika
Latah yang muncul berupa koprolalia karena kata-kata itu tidak
seharusnya atau tidak pantas ia ucapkan.
b. Cemas atau Takut
Pelatah yang sudah lama mungkin akan merasa cemas atau takut untuk
berbicara, terutama jika ditanya seseorang yang belum dikenalnya.
Mereka takut jika terjadi Latah pada saat berbicara atau menjawab
pertanyaan dari orang lain.
c. Menghindar
Pelatah juga akan melakukan penghindaran terhadap seseorang atau
situasi yang mengakibatkan munculnya kelatahan. Misalnya ia melewati
jalan atau rumah seseorang yang biasa mengganggunya, maka ia akan
mencari jalan yang lain, atau ia akan menghindari tempat atau situasi
yang memungkinkan munculnya gejala-gejala kelatahannya. Ada seorang
10

pelatah yang tidak mau pergi ke pasar lagi karena memiliki pengalaman
yang menyedihkan. Pada saat ia sedang berada di samping penjual telur,
tiba-tiba ada suara yang mengejutkannya. Seperti biasanya setiap ada
stimulus yang mengejutkan pasti ia terjadi Latah. Ketika ia spontan
mengucapkan kata-kata tabu sambil berkali-kali meloncat. Pada saat
meloncat-loncat itu secara tidak sengaja menyenggol kotak yang berisi
telur dan hampir tumpah. Oleh si penjual telur ia dibentak dengan keras
sambil berkata “tumpahin aja sekalian!” spontan si pelatah tadi
menumpahkan satu kotak telur itu dan hampir semuanya pecah. Rupanya
terjadi gejala “automatic obedience” pada dirinya. Celakanya ia harus
mengganti seluruh telur yang ia tumpahkan itu. Sebagai akibat dari
peristiwa itu ia tidak mau pergi ke pasar lagi, takut terjadi hal-hal yang
serupa atau hal-hal negatif lainnya.
d. Menutup Diri
Apabila sudah sering terjadi kecemasan, ketakutan dan penghindaran,
maka bisa terjadi sikap yang lebih buruk lagi yaitu biasanya ia akan
menutup diri dari pergaulan dan komunikasi dengan lingkungannya.
Manusia hidup tak mungkin selamanya akan menghindar dari pergaulan
dan komunikasi dengan lingkungannya.
e. Kehilangan Kesadaran
Pelatah akan mengalami kehilangan kesadaran walaupun bersifat
sementara. Kehilangan kesadaran itu terjadi pada saat terjadi gejala-
gejala kelatahan. Ia melakukan semua gejala yang ia miliki secara
spontan dan tidak disadarinya. Jika tidak ada unsur kesengajaan untuk
melakukan gejala kelatahan secara verbal atau non verbal.
f. Gangguan Konsentrasi
Tidak jarang klien Latah yang tidak bisa konsentrasi, misalnya pada saat
diminta untuk membaca sebuah teks bacaan seringkali terjadi
pengurangan atau penghilangan kata-kata atau justru penambahan bunyi
atau kata. Apalagi jika pada saat ia sedang membaca diberikan stimulasi
yang mengejutkannya, maka konsentrasi semakin berantakan.
4. Gejala lainnya
a. Capek atau lelah
Setelah terjadi kelatahan atau bahkan sedang terjadi kelatahan tidak
jarang ia mengatakan capek (udah………..! udah………..! capek). Ada
juga yang berkata seperti itu sambil menangis, terutama jika masih terus
diganggu oleh orang lain.
b. Ritme pernapasan meningkat
Ritme pernapasan akan meningkat setelah terjadinya kelatahan
merupakan dampak negatif yang lain selain capek atau lelah. Jika hal ini
terjadi terlalu sering dan terlalu lama, maka bisa terjadi perubahan ritme
pernapasan yang menetap. Apalagi jika rasa cemas dan takut selalu ada
dalam dirinya, maka ritme pernapasannya pasti meningkat. Pada saat
orang sedang cemas atau takut, maka detak jantung akan meningkat dan
dampak berikutnya ritme pernapasan meningkat. (Sularno. 2016. 6 – 9)
11

D. Metode/Pendekatan/Latihan Terapi

1. Nama dan sumber metode/pendekatan/latihan terapi

Metode yang digunakan oleh penulis adalah “Reading Backward” yang

dikutip dari Buku Ajar Latah, oleh Sularno. (2016. 17). Metode ini biasanya

digunakan untuk menangani kasus Cluttering, namun kemudian diadopsi

dan diadaptasi sebagai metode untuk menangani kasus Latah.

2. Dasar pemikiran metode/pendekatan/latihan terapi

Kebanyakan penderita Cluttering mengalami gangguan membaca. Oleh


karena itu harus diciptakan teknik membaca yang spesifik dan tak lazim
yang tujuannya agar klien lebih memperhatikan setiap huruf dan setiap kata-
kata yang tertulis. Membaca keras atau membaca bersuara merupakan
aktifitas yang mendekati wicara. Jadi ada hubungan silang antara membaca
dengan wicara. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Pick yang dikutip
Deso, bahwa: Reading aloud is “function nearest to speech”. There are
strong cross-connections between reading and speech. Salah satu teknik
membaca yang spesifik dan tak lazim adalah reading backward (membaca
dari belakang). (Sularno. 2016. 17)

3. Tujuan metode/pendekatan/latihan terapi

Tujuan dari metode ini adalah agar klien dapat lebih memperhatikan

dan konsentrasi pada setiap huruf dan setiap kata yang tertulis.

Anda mungkin juga menyukai