Anda di halaman 1dari 4

A.

Biografi
Nama lengkapnya Khaled Medhat Abou el-Fadl, populer dengan nama
Khaled Abou el-Fadl. Lahir di Kuwait pada tahun 1963. Ayahnya bernama
Medhat Abou el-Fadl dan ibunya Afaf el-Nimr. Pada waktu mudanya Khaled
adalah seorang aktivis gerakan Wahabi yang merupakan mazhab negara
Kuwait. Namun ia kemudian memutuskan untuk menetap di Mesir setelah
dia menyadari adanya kontradiksi dan persoalan akut di dalam konstruksi
ideologis pemikiran kaum Wahabi.
B. Pendidikan
1. Usia 6 tahun sudah menguasai ilmu-ilmu keislaman seperti: Al-
Qur’an, Hadits, Bahasa Arab, Tafsir, dan Tasawwuf.
2. Usia 12 tahun sudah menghafal al-Qur’an dan sudah aktif
mengikuti kelas al-Qur’an dan Syari’ah di daerahnya.
3. Tahun 1986 Khaled memperoleh gelar B.A. (Bachelor of Art) di
Yale University, Amerika Serikat.
4. Tahun 1989 melanjutkan ke University of Pennsylvania.
5. Tahun 1999 melanjutkan ke Princeton University dengan
spesialisasi dalam bidang Islamic Studies dan pada saat yang bersamaan ia
menempuh studi hukum di Universitas California Los Angeles (UCLA).
6. Pada tahun 2003- 2005, Khaled diangkat oleh George Walker Bush
Presiden Amerika sebagai salah satu anggota Komisi Internasional
Kebebasan Beragama (Internasional Religious Freedom). Di samping
itu, Khaled juga sering diundang sebagai narasumber di radio dan
televisi, seperti CNN, NBC, PBS, NPR, dan VOA.
C. Karya-karyanya
1. The Search for Beauty in Islam: A Conference of the Books
2. The Great Theft: Wrestling Islam From the Extremists
3. Islam and the Challenge of Democracy
4. The Place of Tolerance in Islam
5. Rebellion and Violence in Islamic Law
6. Speaking in God’s Name: Islamic Law, Authority, and Woman And God
Knows the Soldier: The Authoritative and Authoritarian in Islamic Discourse
7. The Authoritative and Authoritarian in Islamic Discourse: A
Contemporary Case Study
D. Teori hermeneutika hukum Khaled Abou el-Fadl
Teori yang digunakan khaled abou el-fadl bersifat analitis-normatif.
Karena menurut Abou El-Fadl mengamati dan mengkaji tradisi Islam klasik
dan percaya pada otentisitas Al-Qur‟an sebagai wahyu Tuhan dan pada
kenabian Muhammad. Abou El-Fadl berpendapat bahwa metodologi tafsir
otoriter, akan menggerogoti integritas teks-teks Islam. Selain itu, ia juga
dapat meredupkan dan mengikis substansi Islam yang terdapat dalam Al-
Qur‟an dan hadits karena penyalahgunanaan atau korupsi atas kejujuran
teks-teks Islam. Oleh karena itu, Abou El-Fadl mengajak untuk menjunjung
otoritas teks dan membatasi otoritarianisme pembaca.
Pendekatan hermeneutika hukum yang digunakan Abou El-Fadl lebih
bersifat inter dan multidispliner, dengan melibatkan berbagai pendekatan,
seperti linguistik, interpretative social sciences, dan literary criticism, di
samping itu juga ada ilmu-ilmu keislaman yang baku, seperti musthalâh al-
hadîts, rijâl al-hadîts, ushul fiqh, tafsir, dan kalam, yang kemudian
dipadukan dengan humaniora kontemporer.
Pendekatan yang digunakan khaled mempunyai peran penting
1. mendudukkan teks-teks agama yang normatifformalistik ke dalam
makna yang relatif ketika dihadapkan pada problematika sosial
2. menarik pesan-pesan fundamental dalam hukum Islam
menurut khaled pendekatan hermeneutika yang digunakan harus
terdiri dari pokok: a. teks, b. penafsir, c. pengarang , Apabila ketiga
pokok tersebut benar-benar dilakukan maka akan menghasilkan suatu
penafsiran dan produk hukum otoritatif, egaliter, humanis, dan
kontekstual.
E. Contoh penafsiran Khaled Abou el-Fadl
Surah an-Nisa’ ayat Menurut Khaled, kata qawwa>ma>n mengandung
beragam terjemahan sesuai dengan cara kata tersebut dipahami dan
diinterpretasikan. Kata tersebut bisa berarti “pelindung, pendukung,
penguasa atau pelayan” dalam kesemuanya itu, pasal pentingnya adalah
bahwa ayat tersebut tidak menentukan hubungan laki-laki dan perempuan
dengan cara yang absolut dan tidak bergantung. Sebaliknya ayat tersebut
menurut Khaled, secara eksplisit menyatakan bahwa apa pun statusnya –
apakah sebagai pelindung atau pendukung- ia adalah status yang bergantung
pada aksi manusia (yaitu “sesuai dengan kekayaan yang dinafkahkan untuk
yang lain”) dan bergantung pada tindakan Tuhan (yaitu, dengan kelebihan
yang Allah anugrahkan kepada seseorang di atas seseorang yang lain).
Selain itu kata fadhdhola yang dengan ragam derivasinya- dalam al-Qur’an-
bermakna suatu anugrah atau preferensi fisik dan spiritual yang dilimpahkan
oleh Tuhan, baik sebagai ganjaran atas amal kebajikan maupun sebagai
tindak penganugrahan. Jika diteliti lima puluh ayat al-Quran yang
menggunakan kosa kata fadhl, maka akan ditemukan fakta yang nyata
bahwa baik pahala maupun anugrah Tuhan, keduanya bisa diperoleh oleh
siapa pun yang mencarinya. Dengan pemahaman ini, kita bisa mengerti
bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama memenuhi syarat untuk
memperoleh anugrah dan pahala dari Tuhan. otoritas yang diberikan kepada
laki-laki di atas perempuan tidak dikarenakan mereka adalah laki-laki, tetapi
karena dalam kesejarahan tertentu, laki-laki secara finansial menafkahi
perempuan. Namun, bila kondisi berubah, dan perempuan memiliki
tanggung jawab financial yang sama dengan laki-laki, otoritas harus dibagi
secara adil di antara keduanya.
Hal ini tentunya berbeda dengan para mufassir, seperti alThabari yang
menafsirkan “ar-rijālu qawwāmūna ‘ala al-nisā’” adalah kaum laki-laki
berfungsi sebagai pendidik dan pembimbing bagi para isteri dalam
melaksanakan kewajiban terhadap Allah SWT dan kewajiban terhadap para
suami sendiri. Hal ini pula yang menjadi sebab keutamaan laki-laki atas
wanita, seperti tercermin dalam lafadz wabimā anfaqu min amwālihim, yaitu
kewajiban membayar mahar, nafkah dan kifayah. Lebih lanjut al-Thabari
menjelaskan keutamaan laki-laki ditinjau dari sudut kekuatan akalnya serta
kekuatan fisiknya sehingga kenabianpun menjadi hak bagi lakilaki. Dengan
kekuatan fisik dan akalnya inilah al-Imāmah al-kubra yaitu menjadi khalifah
dan al-Imāmah sugra seperti menjadi imam shalat.
Analisis normatif adalah analisis mengenai apa yang
seharusnya dilakukan, atau mengenai kebijakan yang terbaik
(normatif) karena dalam pengambilan keputusan,
Otoritarianisme adalah bentuk organisasi sosial yang ditandai oleh penyerahan
kekuasaan. Ini
[1]
kontras dengan individualisme dan demokrasi. Dalam politik,
[1]
suatu
pemerintahan otoriter adalah satu di mana kekuasaan politik terkonsentrasi pada
suatu pemimpin. Otoritarianisme biasa disebut juga sebagai paham politik otoriter, yaitu
[2]

bentuk pemerintahan yang bercirikan penekanan kekuasaan hanya pada negara atau
pribadi tertentu, tanpa melihat derajat kebebasan individu.[1]
Multidisipliner multidisciplinay) adalah penggabungan beberapa disiplin
untuk bersama-sama mengatasi masalah tertentu. Transdisipliner
(transdisciplinarity) adalah upaya mengembangkan sebuah teori atau
aksioma baru dengan membangun kaitan dan keterhubungan
antarberbagai disiplin (Prentice, 1990).

Otoriter: cenderung mengedepankan ego


Otoritati: masih mendengarkan orang lain

Anda mungkin juga menyukai