Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH ETIKA KERJA DAN KETEKNIKAN

“PROFESI”

Disusun Oleh:
ALVIANISA CIPTANINGTYAS
(073002000023)

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2023
I. PENDAHULUAN
Menurut Shidarta, kode etik adalah prinsip-prinsip moral yang melekat pada suatu profesi
dan disusun secara sistematis. Ini berarti, tanpa kode etik yang sengaja disusun secara sistematis
itupun suatu profesi tetap bisa berjalan karena prinsip-prinsip moral tersebut sebenarnya sudah
melekat pada profesi sebut. Meskipun demikian, kode etik menjadi perlu karena jumlah
penyandang profesi itu sendiri sudah sedemikian banyak, disamping itu tuntutan masyarakat juga
makin bertambah komplek. Pada titik seperti inilah organisasi profesi mendesak untuk dibentuk.
Kode etik profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh kelompok profesi, yang
mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan
sekaligus menjamin mutu moral profesi itu di mata masyarakat.
Kode etik profesi merupakan norma yang diterapkan dan diterima oleh kelompok profesi
yang menyerahkan atau memberi petunjuk kepada anggota sebagaimana seharusnya. Umumnya
memberikan petunjuk-petunjuk kepada para anggotanya untuk berpraktik dalam profesi. Namun
demikian dapat dikatakan bahwa prinsip-prinsip yang umum dirumuskan dalam suatu profesi akan
berbeda-beda satu sama lain. Kode etik profesi merupakan: Produk etika terapan, dapat berubah
dan diubah, hasil pengaturan diri profesi yang bersangkutan, berlaku efektif apabila dijiwai,
rumusan norma moral manusia, menjadi tolok ukur perbuatan anggota kelompok dan upaya
pencegahan berbuat yang tidak etis bagi anggotanya. Kode etik profesi dibutuhkan: sebagai sarana
kontrol sosial; sebagai pencegah campur tangan pihak lain; sebagai pencegah kesalahpahaman dan
konflik. Fungsi lain: merupakan kriteria prinsip profesional yang telah digariskan, sehingga dapat
diketahui dengan pasti kewajiban profesional anggota lama, baru, ataupun calon anggota
kelompok profesi; dapat mencegah kemungkinan terjadi konflik kepentingan antara sesama
anggota kelompok profesi, atau antara anggota kelompok profesi dan masyarakat. Anggota
kelompok profesi atau anggota masyarakat; sebagai kontrol melalui rumusan kode etik profesi,
apakah anggota kelompok profesi telah memenuhi kewajiban profesionalnya sesuai dengan kode
etik profesi.
Sedangkan tujuan kode etik profesi adalah: menjunjung tinggi martabat profesi; menjaga
dan memelihara kesejahteraan para anggota; meningkatkan pengabdian para anggota profesi;
meningkatkan mutu profesi; meningkatkan mutu organisasi profesi; meningkatkan layanan diatas
keuntungan pribadi; mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat dan menentukan
baku standarnya sendiri. Selain itu kode etik juga bertujuan untuk melindungi anggotanya dalam
menghadapi persaingan yang tidak sehat dan mengembangkan profesi sesuai cita-cita masyarakat.
Hubungan antar anggota profesi harus meninggikan sikap etis agar eksistensi dan prospek
organisasi terjaga kejelasan orientasinya serta rasa kredibilitas sosial terhadap organisasi profesi
tetap dapat dipertahankan. Kode etik membuat ikatan yang kuat dalam keanggotaan tanpa campur
tangan dari pihak luar dan dapat melindungi profesi terhadap pemberlakuan hukum yang dirasa
tidak adil.
Dalam pelaksanaan tugas penegakan hukum, penegak hukum wajib menaati norma-norma
yang penting dalam penegakan hukum, yaitu: kemanusiaan, keadilan, kepatutan, kejujuran. Selain
hal diatas penegak hukum juga melaksanakan kode etik sebagaimana mestinya. Dilakukan
pengawasan, jika terjadi pelanggaran harus dikenakan sanksi. Karena kode etik adalah bagian dari
hukum positif, maka norma-norma penegakan hukum undang-undang juga berlaku pada
penegakan kode etik. Namun dalam pelaksanaannya terkadang tidak berjalan dengan baik bahkan
menimbulkan permasalahan-permasalahan dimana kode etik tidak dijadikan sebagai pedoman
pelaksanaan profesi hukum tersebut. Dalam penerapannya juga terkadang mengalami hambatan
atau kendala. Hal semacam ini memerlukan sarana hukum untuk menyelesaikannnya.

II. PROFESI DAN PROFESIONAL


2.1 PROFESI
Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian (expertise) dari para
anggotanya. Artinya, tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak terlatih dan tidak
disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan itu. Misalnya untuk mengoperasi seseorang
yang mempunyai penyakit kanker, dibutuhkan seorang dokter spesialis bedah yang memiliki
kemampuan yang diperoleh dari pendidikan khusus untuk itu. Keahlian diperoleh melalui apa yang
disebut profesionalisasi, yang dilakukan baik sebelum seseorang menjalani profesi itu (pendidikan
atau latihan prajabatan) maupun setelah menjalani suatu profesi (inservice training).
Profesi mempunyai ciri-ciri utama sebagai berikut:
1. Fungsi dan signifikansi sosial: suatu profesi merupakan suatu pekerjaan yang memiliki
fungsi dan signifikansi sosial dan krusial.
2. Keterampilan/keahlian: untuk mewujudkan fungsi ini, dituntut derajat keterampilan/
keahlian tertentu.
3. Pemerolehan keterampilan tersebut bukan hanya dilakukan secara rutin, melainkan bersifat
pemecahan masalah atau penanganan situasi kritis yang menuntut pemecahan dengan
menggunakan teori dan metode ilmiah.
4. Batang tubuh ilmu: suatu profesi didasarkan kepada suatu disiplin ilmu yang jelas,
sistematis, dan eksplisit (a systematic body of knowledge) dan bukan hanya common sense.
5. Masa pendidikan: upaya mempelajari dan menguasai batang tubuh ilmu dan
keterampilan/keahlian tersebut membutuhkan masa latihan yang lama, bertahun-tahun dan
tidak cukup hanya beberapa bulan. Hal ini dilakukan pada tingkat perguruan tinggi.
6. Aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional: proses pendidikan tersebut juga merupakan
wahana untuk sosialisasi nilai-nilai profesional di kalangan para siswa/mahasiswa.
7. Kode etik dalam memberikan pelayanan kepada klien, seorang profesional berpegang
teguh kepada kode etik yang pelaksanaannya dikontrol oleh organisasi profesi. Setiap
pelanggaran terhadap kode etik dapat dikenakan sanksi.
8. Kebebasan untuk memberikan judgment: anggota suatu profesi mempunyai kebebasan
untuk menetapkan judgment-nya sendiri dalam menghadapi atau memecahkan sesuatu
dalam lingkup kerjanya.
9. Tanggung jawab profesional dan otonomi: komitmen pada suatu profesi adalah melayani
klien dan masyarakat dengan sebaik-baiknya. Tanggung jawab profesional harus diabdikan
kepada mereka. Oleh karena itu, praktek profesional itu otonom dari campur tangan pihak
luar.
10. Pengakuan dan imbalan: sebagai imbalan dari pendidikan dan latihan yang lama,
komitmennya dan seluruh jasa yang diberikan kepada klien, maka seorang profesional
mempunyai prestise yang tinggi di mata masyarakat dan karenanya juga imbalan yang
layak.

2.2 PROFESIONAL
Profesional artinya ahli dalam bidangnya. Jika seorang manajer mengaku sebagai seorang
yang profesional maka ia harus mampu menunjukkan bahwa dia ahli dalam bidangnya. Harus
mampu menunjukkan kualitas yang tinggi dalam pekerjaannya. Berbicara mengenai
profesionalisme mencerminkan sikap seseorang terhadap profesinya. Secara sederhana,
profesionalisme yang diartikan perilaku, cara, dan kualitas yang menjadi ciri suatu profesi.
Seseorang dikatakan profesional apabila pekerjaannya memiliki ciri standar teknis atau etika
suatu profesi (Oerip dan Uetomo, 2000: 264-265).
Profesionalisme menurut Sedarmayanti (2010:96) adalah pilar yang akan menempatkan
birokrasi sebagai mesin efektif bagi pemerintah dan sebagai parameter kecakapan aparatur
dalam bekerja secara baik. Ukuran profesionalisme adalah kompetensi, efektivitas, dan
efisiensi serta bertanggung jawab.
Ciri-ciri profesional diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Memiliki Keahlian dan Kemampuan Tinggi
Sikap profesional paling mudah terlihat dari pengetahuan dan bagaimana
kemampuan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan. Bagaimana seorang
karyawan dikatakan memiliki pengetahuan dan kemampuan yang tinggi dapat
dilihat dari bagaimana caranya menyelesaikan tugas, apakah sesuai dengan tenggat
waktu dan perhatikan apakah ia menyelesaikan dengan benar. Kemampuan dan
pengetahuan yang tinggi menjadi dua hal yang bisa membantu karyawan dalam
menyelesaikan beban kerjanya. Dengan pengetahuan dan kemampuan yang tinggi,
seorang karyawan dapat mengambil keputusan serta mengantisipasi perkembangan
yang mungkin akan berdampak pada pekerjaannya dengan lebih baik.
2. Memiliki Kode Etik
Selalu terdapat kode etik perusahaan yang perlu dijaga dalam setiap bentuk
pekerjaan. Ini termasuk bagaimana cara menunjukkan sikap, berkomunikasi
dengan orang lain, sampai pada penentuan strategi dan pengambilan kebijakan.
Semua poin etika tersebut harus dapat dimiliki sebagai bentuk dari profesionalisme
dalam bekerja. Jangan sampai melupakan atau menyalahi aturan kode etik yang
sudah diterapkan dalam perusahaan. Pasalnya, penyalahgunaan ini justru akan
memicu dampak negatif bagi karyawan dan perusahaan.
3. Punya Rencana Kerja yang Baik
Seorang karyawan yang memiliki sifat profesional tak hanya memiliki
perencanaan jangka pendek, tetapi juga jauh untuk masa mendatang. Inilah alasan
mengapa memiliki rencana kerja yang teratur menjadi ciri-ciri profesionalisme
berikutnya yang harus dimiliki. Adanya rencana kerja yang terukur dan terarah
akan membuat setiap karyawan mempunyai kemampuan dalam mengantisipasi
setiap perkembangan maupun perubahan yang terjadi dalam perusahaan maupun
bisnis secara keseluruhan. Didukung dengan kapabilitas untuk mengatur strategi
dan kebijakan yang tepat, pekerjaan pun tetap akan lancar meski terdapat perubahan
maupun tantangan.
4. Jujur dan Berintegritas
Kejujuran menjadi unsur paling penting yang harus ada dalam diri selain
tanggung jawab. Tidak ada perusahaan yang mau merekrut karyawan yang tidak
jujur karena hal itu akan berdampak buruk bagi kelangsungan bisnis. Orang yang
jujur pasti akan memiliki komitmen dan disiplin dalam melaksanakan
kewajibannya karena hal tersebut sangat berpengaruh terhadap kualitas diri di mata
rekan kerja, atasan, dan perusahaan secara keseluruhan. Sementara itu, adanya
integritas diri yang mengedepankan kejujuran, kebenaran, serta keadilan. Ini tidak
semata untuk menciptakan budaya kerja positif, tetapi juga membantu
meningkatkan level kualitas diri pekerja.
5. Bertanggung Jawab
Jangan pernah menjadi pribadi yang lari dari tanggung jawab saat muncul
hambatan dalam organisasi, terutama jika yang menjadi penyebab munculnya
hambatan tersebut.
6. Memiliki Skill Motivasi
Wajar apabila merasa bosan dan jenuh ketika bekerja, terlebih jika telah
melakukan rutinitas tersebut selama bertahun-tahun. Namun, jangan sampai hal
tersebut menjadi alasan menjadi malas dan meninggalkan tanggung jawab. Inilah
mengapa sangat perlu memiliki kemampuan motivasi, baik untuk diri sendiri
maupun orang lain di sekitar. Memberikan energi yang positif tidak hanya akan
membuat kembali bersemangat, tetapi juga menyuntikkan energi baru untuk rekan
kerja agar tetap produktif dalam menyelesaikan pekerjaan.
7. Perbaiki Kemampuan Berkomunikasi
Tidak ada salahnya bergaul dengan rekan kerja. Namun, perhatikan cara
berbicara, dimanapun berada. Jangan sampai terpengaruh dalam obrolan atau
diskusi yang sebenarnya tidak bermanfaat, seperti misalnya membicarakan
kejelekan karyawan lain atau atasan. Sebaiknya, batasi komunikasi hanya seputar
pekerjaan dan hobi. Hindari membahas masalah pribadi di lingkungan kerja karena
hal tersebut justru menunjukkan bukan seorang karyawan yang profesional.
8. Manajemen Waktu yang Baik
Seorang karyawan yang profesional tentu mengerti bahwa waktu adalah
sumber daya yang sangat langka; waktu yang telah dihabiskan tidak akan dapat
didapatkan kembali. Oleh karena itu, seorang karyawan profesional harus paham
tentang bagaimana cara mengatur waktunya dengan baik. Seorang karyawan
profesional harus dapat menyelesaikan pekerjaan dalam tenggat waktu yang
diberikan. Selain urusan pekerjaan, manajemen waktu yang baik juga dapat
membantu karyawan dalam kehidupan pribadinya. Dengan menyelesaikan
pekerjaan dalam tenggat waktu yang ada, karyawan juga dapat menikmati
kehidupan pribadinya yang merupakan elemen penting dalam work life balance.

III. KODE ETIK PROFESI PERSATUAN INSINYUR INDONESIA


“CATUR KARSA SAPTA DHARMA INSINYUR INDONESIA”
Catur Karsa, Prinsip-prinsip Dasar
1. Mengutamakan keluhuran budi
2. Menggunakan pengetahuan dan kemampuan untuk kepentingan kesejahteraan umat
manusia
3. Bekerja secara sungguh-sungguh untuk kepentingan masyarakat, sesuai dengan tugas dan
tanggung jawabnya
4. Meningkatkan kompetensi dan martabat berdasarkan keahlian profesi keinsinyuran

Sapta Dharma, Tujuh Tuntunan Sikap dan Perilaku


Insinyur Indonesia senantiasa:
1. Mengutamakan keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat
2. Bekerja sesuai dengan kompetensinya
3. Hanya menyatakan pendapat yang dapat dipertanggung jawabkan
4. Menghindari terjadinya pertentangan kepentingan dalam tanggung jawabn tugasnya
5. Membangun reputasi profesi berdasarkan kemampuan masing-masing
6. Memegang reputasi profesi berdasarkan kemampuan masing-masing
7. Memegang teguh kehormatan, integritas dan martabat profesi

IV. Contoh Kasus Pelanggaran Kode Etik


● Kasus Pelanggaran Kode Etik Frederich Yunadi
Dewan Kehormatan Daerah (DKD) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi)
Jakarta memutus Fredrich Yunadi diberhentikan tetap atau dipecat sebagai advokat.
Dirinya dinyatakan terbukti bersalah melanggar Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI)
karena menelantarkan klien setelah menerima honorarium sebesar Rp450 juta.
Para klien yang merupakan konsumen unit di apartemen tersebut menggunakan jasa
Fredrich untuk mengurus upaya hukum praperadilan dan laporan pidana terhadap
pengembang apartemen. Saat itu, pengembang Apartemen Kemanggisan dinyatakan pailit
sehingga tidak bisa melanjutkan pembangunan. Para calon pemilik yang telah membayar
lunas maupun mencicil pembelian melakukan upaya hukum karena merasa dirugikan.
Setelah dijanjikan kemenangan dan membayar honorarium advokat, Fredrich
ternyata tidak memenuhi janji manisnya. Segala cara untuk membuka komunikasi dengan
Fredrich atas nasib mereka ternyata berujung buntu. Fredrich susah dihubungi apalagi
ditemui. Akhirnya mereka mengadu kepada Dewan Kehormatan Peradi dan dimulailah
proses persidangan etik terhadap Fredrich. Setelah akhirnya kalah, para klien berusaha
menemui Fredrich. Namun karena akhirnya Fredrich dirasakan menghindar tak bisa
dihubungi bahkan pindah kantor, sekitar 50 orang perwakilan para klien Fredrich ini
mengadu ke Dewan Kehormatan Peradi.

● Kasus Pelanggaran Kode Etik Ferdy Sambo


Setelah melewati persidangan yang panjang dan melelahkan, sidang etik Polri
akhirnya memutuskan untuk menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat
(PTDH) kepada Irjen Ferdy Sambo.
Sanksi tersebut diberikan terkait kasus pembunuhan terhadap Nopriansyah Yosua
Hutabarat atau Brigadir J, di mana Ferdy Sambo menjadi salah satu tersangkanya. Karena
itulah, ia dinyatakan terbukti melanggar kode etik korps Bhayangkara.
ada tujuh kode etik yang telah dilanggar oleh Ferdy Sambo terkait kasus pembunuhan
berencana kepada Brigadir J, yaitu:
1. Pasal 13 ayat 1 PP No 1 Tahun 2003 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf B Perpol No 7
Tahun 2022
2. Pasal 13 ayat 1 PP No 1 Tahun 2003 juncto Pasal 8 huruf C Perpol No 7 Tahun
2022
3. Pasal 13 ayat 1 PP No 1 Tahun 2003 juncto Pasal 8 huruf C angka 1 Perpol No 7
Tahun 2022
4. Pasal 13 ayat 1 PP No 1 Tahun 2003 juncto Pasal 10 ayat 1 huruf F Perpol No 7
Tahun 2022
5. Pasal 13 ayat 1 PP No 1 Tahun 2003 juncto Pasal 11 ayat 1 huruf A Perpol No 7
Tahun 2022
6. Pasal 13 ayat 1 PP No 1 Tahun 2003 juncto Pasal 11 ayat 1 huruf B Perpol No 7
Tahun 2022
7. Pasal 13 ayat 1 PP No 1 Tahun 2003 juncto Pasal 13 huruf M Perpol No 7 Tahun
2022
Meski sudah dinyatakan melanggar kode etik dan diberhentikan dengan tidak hormat, alias
dipecat, Ferdy Sambo tetap berupaya untuk melakukan banding atas putusan sidang etik
tersebut.

V. Kesimpulan
Berdasarkan pada pembahasan materi tentang profesi yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa:
1. Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian (expertise) dari para
anggotanya.
2. Profesional adalah suatu kemampuan dan keterampilan seseorang dalam melakukan
pekerjaan sesuai bidangnya masing-masing.
3. Kode etik Profesi Insinyur Indonesia berisikan Catur Karsa (Prinsip dasar) dan Sapta
Dharma (Tujuan Tuntunan Sikap dan Perilaku).
4. Contoh pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Ferdy Sambo dan Frederich Yunadi
sama-sama mendapatkan sanksi terberat yaitu dilakukannya pemecatan pada profesi yang
dijalankan.
DAFTAR PUSTAKA

Elnizar, Norman Edwin. 2018. Dewan Kehormatan Peradi Pecat Fredrich Yunadi. Dalam
https://www.hukumonline.com/berita/a/dewan-kehormatan-peradi-pecat-fredrich-yunadi-
lt5a745ccbb5e0d/. Diakses pada 23 Juni 2023.
Indriani, Ruth Meliana Dwi. 2022. Dipecat Tidak Hormat, Ini Daftar Pelanggaran Kode Etik Ferdy
Sambo. Dalam https://www.suara.com/news/2022/08/26/125041/dipecat-tidak-hormat-
ini-daftar-pelanggaran-kode-etik-ferdy-sambo. Diakses pada 23 Juni 2023.
Sinaga, Niru Anita. 2020. Kode Etik Sebagai Pedoman Pelaksanaan Profesi Hukum yang Baik.
Dalam https://journal.universitassuryadarma.ac.id/index.php/jihd/article/view/460/676.
Diakses pada 23 Juni 2023.
Kusuma, Erlin. 2019. KODE ETIK PII - PERSATUAN INSINYUR INDONESIA. Dalam
https://slideplayer.info/slide/14499477/. Diakses pada 24 Juni 2023.
Tanpa nama. 2005. Apa, Mengapa, dan Bagaimana Pekerjaan Profesi. Dalam
https://lmsspada.kemdikbud.go.id/pluginfile.php/124175/mod_resource/content/3/Pengert
ian%20Profesi.pdf. Diakses pada 24 Juni 2023.

Anda mungkin juga menyukai