Anda di halaman 1dari 8

BAHASA INDONESIA BAKU DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN

PERUNDANG UNDANGAN
Ahmad Fadly Siahaan,Irfan Dwintara sembiring,Muhammad Shaqueil
Suhada,Nayaka Althaf,Rifky Adriansyah,Uli Kurnia Novem.
ahmadfadly.a1604@gmail.com
irfansembiring222@gmail.com
Shaqueilsuhada03@gmail.com
Nayakaalthaf04@gmail.com
rifkyadriansyah710@gmail.com
ulikurnia@icloud.com
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Sumatera Utara

Abstrack
Standardization of legal language in accordance with the order of the formation of a standard
Indonesian language that is good and true becomes a necessity that cannot be denied. The
principles of the achievement of constitutional laws and regulations cannot separate the issue of
establishing a good and right regulation as a form of ideal ideals of a legal state that expresses
Indonesian as the language of unity and language of belief in state. In the context of the term it
is also asserted that the truth and justice of the law within the rechtsstaat (state of law) is more or
less inclined to use formal measure, so that the achievement of justice can be achieved through the
instrument of applicable laws and regulations.

ABSTRAK

Pembakuan bahasa hukum sesuai dengan tatanan pembentukan bahasa Indonesia baku yang baik
dan benar menjadi suatu kebutuhan yang tidak dapat dinafikkan. Prinsip-prinsip capaian peraturan
perundang- undangan yang konstitusional tidak dapat memisahkan persoalan pembentukan suatu
peraturan yang baik dan benar sebagai bentuk cita ideal negara hukum yang bercirikhaskan
bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa keyakinan dalam bernegara. Dalam
padanan istilah tersebut juga menjadi penegas bahwa kebenaran dan keadilan hukum di dalam
rechtsstaat (negara hukum) lebih berpijak atau berkecenderungan menggunakan ukuran formal,
sehingga tercapainya keadilan dapat dicapai melalui instrumen peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

PENDAHULUAN
Penggunaan bahasa Indonesia baku dalam bidang Kondisi aktual seperti ini menimbulkan problematika
hukum jarang dilakukan sebagai alat untuk banyaknya permasalahan dalam menjelaskan
melakukan penguatan program legislasi nasional. kedudukan bahasa yang sesuai dengan prinsip
Hal ini terlihat pada beberapa perundang- keadilan yang baik dan benar. Dalam rumusan
undangan yang memiliki makna bias dan sering Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
tidak bernuansa keadilan. Persoalan tersebut Pembentukan Perundang-Undangan jelas sekali
cukup serius. Selain itu, ciri khas bahasa hukum harus sesuai dengan kaidah kejelasan rumusan.
Indonesia, sering diterjemahkan oleh aparat Dalam hal ini yang dimaksud dengan “asas kejelasan
penegak hukum dengan mengasumsikan bahwa rumusan” adalah bahwa setiap peraturan perundang-
keadilan ada pada ruang normatif sesuai dengan undangan harus memenuhi persyaratan teknis
teks naskah yang tertulis. penyusunan peraturan perundang-undangan,
sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa
Hadikusuma (2006:3) mengatakan bahwa bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti, sehingga
hukum yang kita pakai kurang sempurna tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi
semantik kata dan bentuk komposisi kalimatnya dalam pelaksanaannya.
juga masih terdapat istilah-istilah yang tidak tetap
dan kurang jelas. Hal mana karena para Di sinilah peran penting penggunaan bahasa baku
sarjana di masa dulu tidak mendapatkan pelajaran sangat mempengaruhi kualitas perundang-
bahasa hukum khusus dan tidak pula undangan. Bahasa hukum yang jelas dan sesuai
memperhatikan dan mempelajari syarat-syarat dengan kaidahnya mudah dimengerti dan tidak
dan kaidah-kaidah bahasa Indonesia. multitafsir, sehingga bisa menjadi rujukan bagi
pembentukan hukum dan sesuai dengan pemaknaan Indonesia baku dalam proses pembuatan peraturan
kepastian dan keadilan. perundang-undangan adalah penggunaan bahasa
“Kekhususan lain bahasa hukum di sini nampak Indonesia sesuai dengan kaidah atau ketentuan yang
pada kata-kata istilah- istilah hukumnya, kemudian berlaku, baik ejaan, diksi/pilihan kata, kalimat
arti dan tafsirnya yang dapat dilihat dari berbagai maupun paragrafnya.
segi pandangan hukum. Mengartikan dan
menafsirkan istilah-istilah dan susunan kalimat Adanya kelemahan-kelemahan dalam
dalam bentuk kaidah atau dalam bentuk analisa penggunaan bahasa Indonesia baku sebagai wujud
hukumnya, dasar dan kedudukan hukumnya dari apa upaya untuk menghindari multitafsir dalam
yang dikemukakan itu merupakan seni hukum pembentukan peraturan perundang-undangan menjadi
sendiri (Hadikusuma 2005: 5).
salah satu persoalan yang perlu ditanggapi secara
Nasution dan Waryati (2001) mengatakan bahwa serius. Hal ini tentunya akan memengaruhi kualitas
…apabila hakim menemui perkara yang in
peraturan perundang-undangan sebagai salah satu
Abstracto-nya belum ada atau peraturan hukum in
Abstracto-nya tidak jelas atau terjadi konflik norma, sarana pembentuk undang-undang yang
hakim harus melakukan upaya hukum sendiri, yaitu berkedaulatan rakyat.
dengan melakukan penafsiran atupun dengan sendi- Perspektif peraturan perundang-undangan yang
sendi hukum konstruksi. Bahasa hukum salah satu
sarana berfikir merupakan instrumen atau alat untuk baik, tentunya sejalan dengan kebutuhan negara
menafsirkan suatu undang-undang atau untuk hukum yang mencita-citakan keadilan. Hal ini
memikirkan nuansa keadilan bagi masyarakat. dipandang oleh Gustav Radbruch bahwa aturan
“Hukum dan peraturan perundang- undangan hukum merupakan paduan antara nilai-nilai yang
mengatur berbagai dimensi kehidupan masyarakat. harus diwujudkan dan kenyataan yang tidak boleh
Agar tidak ada keraguan di dalamnya, kalimat yang
digunakan harus benar isi dan strukturnya, baku, melanggar nilai-nilai itu. Nilai yang terkandung
efektif, tidak bertele-tele, tidak berbelit-belit, tidak dalam hukum itu adalah keadilan. Oleh karena itu,
bersayap, dan tidak bermakna ganda. Makna
dalam pandangannya, pengupayaan keadilan harus
kalimatnya harus jelas (clear), tidak samar (not
vague), tidak taksa (tidak ambigu), dan isi diwujudkan dalam peraturan yang nyata (Samekto
informasinya harus benar sehingga tidak 2013:48-49)
menyulitkan pemahaman dan penerapan hukum
dan peraturan perundang-undangan itu sendiri” Oleh karena itu, perlu upaya keharusan
(Matanggui 2017:7). penggunaan bahasa Indonesia baku bukan hanya
pada saat perumusan, tetapi juga pada proses
Dengan demikian, jika kita merujuk pada
pembahasan dan pengesahan suatu perundang-
pembenahan bahasa hukum, penggunaan
undangan. Kebutuhan atas disesuaikannya kembali
bahasa Indonesia baku mutlak dilakukan dalam
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
proses pembentukan hukum maupun dalam
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sesuai
menjalankan hukum yang mengacu pada tafsir
dengan prinsip dasar teori negara hukum (rechstate).
yuridis perundang- undangan.
Kebenaran dan keadilan hukum di dalam rechtsstaat
Dijelaskan pula oleh Harini (2015:193)
lebih berpijak atau menggunakan ukuran formal.
bahwa bahasa hukum mempunyai tujuan untuk
Artinya, yang benar dan adil itu adalah apa yang
menciptakan ketertiban, keadailan, dan
ditulis di dalam hukum tertulis. Lebih lanjut Mahfud
kepastian, sehingga penggunaan kata yang
menyatakan bahwa sejak perubahan tahap ketiga
mempunyai makna tunggal dan tidak
Undang-Undang Dasar 1945, konstitusi kita sudah
menimbulkan arti ganda merupakan syarat
mengarahkan agar penegakan hukum di Indonesia
yang harus dipenuhi. Inilah yang sering kurang
secara prinsip menganut secara seimbang segi-segi baik
dipahami.
dan konsepsi rechtsstaat dan the rule of law sekaligus,
A. Konstitusionalisme Pembentukan Perundang- yakni menjamin kepastian hukum dan menegakkan
Undangan keadilan substansial (Huda 2015:207-
206).
Ideal menurut Kamus Besar Bahasa
Kepastian penggunaan bahasa Indonesia baku dalam
Indonesia (2014:517) adalah sangat sesuai dengan proses pembentukan peraturan perundang- undangan,
yang dicita- citakan atau diangan-angankan atau baik pada saat perumusan, pembahasan, maupun
pengesahan yang ditegaskan dalam Undang- Undang
dikehendaki. Nomor 12 Tahun 2011 diharapkan dapat
menghilangkan multitafsir. Hal ini sejalan dengan
Dengan demikian, ketentuan ideal penggunaan bahasa
prinsip utama kepastian penggunaan bahasa Indonesia
baku yang diartikan ketepatan sesuai dengan acuan Selain itu, tanda-tanda baca dan struktur kalimatnya
formalnya yang tertuang dalam Undang-Undang juga harus benar sesuai dengan kaidahnya. Dijelaskan
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan. pula oleh Arifin (2017) bahwa membuat peraturan harus
“Bahasa hukum adalah bahasa aturan bisa tegas, lugas dan jelas kepada pihak yang akan kita
dan peraturan yang bertujuan untuk atur. Maka tanda baca, struktur bahasa harus benar-benar
mewujudkan ketertiban dan keadilan untuk
diperhatikan. Selain itu, dalam memilih suatu kata juga
mempertahankan kepentingan umum dan
kepentingan pribadi dalam masyarakat. perlu diperhatikan. Sebagai contoh, kata “bisa” dengan
Namun, karena bahasa hukum bagian dari kata “dapat” manakah yang sering dipakai di dalam
bahasa Indonesia yang modern, maka dalam peraturan perundang-undangan? Kata “dapat” karena
penggunaannya ia harus tetap, terang,
kata “bisa” memiliki arti atau makna ganda dan
monosentrik dan memenuhi syarat estetika
bahasa Indonesia (Hadikusumo dalam Hartini pemakaian kata yang bermakna ganda harus dihindari.
2014:15). Di dalam peraturan perundang-undangan, bahasa
yang dipakai adalah bahasa Indonesia yang baku. Bahasa
Sebagai bagian dari bahasa Indonesia, bahasa
peraturan perundang-undangan adalah bahasa Indonesia
hukum juga selayaknya mengikuti kaidah bahasa
yang tunduk pada kaidah bahasa Indonesia, baik yang
Indonesia secara umum. Hal tersebut dimaksudkan
menyangkut pembentukan kata, penyusunan kalimat,
supaya tidak membuka peluang intepretasi ganda. Hal
maupun pengejaannya. Arifin (2017) menjelaskan bahwa
ini sangat penting untuk kepastian hukum dapat
di dalam 1 (satu) kalimat terdapat struktur kalimat yang di
terjamin (Hartini 2014:15). Hartini selanjutnya
dalamnya terdapat subjek. Subjek di sini adalah pihak
menjelaskan bahwa ilmu hukum sebagai salah satu
yang akan dituju oleh undang-undang. Kita membuat
disiplin ilmu di Indonesia banyak mengambil istilah-
undang-undang ini untuk mengatur pihak-pihak tertentu.
istilan asing sebagai salah satu cirri khas bahasa
Maka, subjek harus ditentukan terlebih dahulu.
hukum. Pengadopsian tersebut, selain memperkaya
Chamamah (2017) juga menjelaskan bahwa hukum
kosakata bahasa Indonesia, juga merusak standardisasi
dan bahasa mempunyai kaitan yang erat. Karena dengan
bahasa Indonesia. Seharusnya, hukum berada pada
bahasa, hukum dapat terekspresikan. Oleh karena itu, pula
posisi kunci untuk menghilangkan ambiguitas yang
seharusnya digunakan bahasa yang lugas, tegas dan tidak
berkembang dalam masyarakat.
bias dalam hukum. Ini sesuai dengan karakterteristik hukum
“Penguasaan bahasa merupakan salah yang bertujuan untuk mengatur masyarakat. Hukum dan
satu hal penting yang harus diperhatikan oleh
bahasa adalah satu kesatuan kerena tidak ada hukum
professional hukum karena profesi hukum
tidak akan terlepas dari bahasa. Produk- yang dibatin.
produk hukum ditulis dengan menggunakan Matanggui (2013:8-28) lebih lanjut menjelaskan
bahasa. Profesional hukum dituntut untuk bahwa bahasa Indonesia dalam bidang hukum harus
mempergunakan bahasa dengan baik agar
memenuhi syarat sebagai berikut:
tercipta komunikasi 2 (dua) arah antara
professional hukum dengan masyarakat 1. Bentuk kata harus benar;
pengguna hukum. Jika hal ini bisa terwujud 2. Makna kata harus tepat;
maka bahasa hukum menjadi bahasa yang 3. Kalimat harus jelas, benar, dan tepat;
baik dan benar” (Hartini 2014:14-15).
4. Istilah khas;
Gagasan yang dituangkan pun harus tepat makna
5. Tidak menyapa orang secara pribadi;
dan benar dan harus melambangkan 1 (satu) konsep,
6. Gaya pemakaian yang khas;
sehingga tidak terjadi penafsiran ganda. Hal ini juga
7. Penulisan mengikuti Ejaan Bahasa Indonesia
dijelaskan oleh (Matanggui 2013:11) bahwa gagasan
yang Disempurnakan;
yang dituangkan menjadi hukum dan peraturan
8. Norma hukum disampaikan lewat kalimat.
perundang-undangan harus benar dan harus
melambangkan konsep dengan tepat. Para perumusnya Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, bahasa
harus mampu memilih kata dengan benar dan tepat serta yang dipergunakan dalam setiap produk hukum
kosa kata yang digunakan harus baku karena tingkat harus memenuhi kriteria bahasa yang standar atau
keresmiannya tinggi. Makna kata harus dikaji benar, bahasa baku, yaitu bahasa yang sudah diakui dan
jangan sampai salah, jangan sampai kata-kata tersebut sia- dilembagakan dan dipakai oleh sebagian masyarakat
sia, serta jangan merusak makna dan tujuan hukum dan sebagai rujukan norma berbahasa.
peraturan perundang-undangan tersebut.
B. Penggunaan Bahasa Indonesia Baku Argumentasinya bahwa yang membuat dan yang
menyetujui peraturan perundang-undangan adalah Dewan
Alwi (1994:33) mengatakan bahwa dalam
Perwakilan Rakyat bersama dengan Presiden.
menyusun kalimat dibutuhkan kecermatan
Kerancuan juga terjadi pada BAB I, Pasal 1, ayat
meletakkan kata atau apabila kata yang bersangkutan
(7). Berikut ini kalimat yang dimaksud.
salah tempat, pembaca atau pendengar terganggu
proses pemahamannya. Agar ide atau gagasan (7) Peraturan Daerah Provinsi adalah
Peraturan Perundang-undangan yang
kalimat mudah dipahami, setiap fungsi bagian
dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat
kalimat, yaitu subjek, predikat, objek, dan keterangan Daerah Provinsi dengan persetujuan
harus mendukung satu ide. Akan tetapi, sering kita bersama Gubernur.
temukan kalimat yang tidak mendukung satu ide.
Kalimat BAB I, Pasal 1, ayat (7) bermakna bahwa
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan kalimat
Peraturan Perundang-undangan dibentuk oleh Dewan
yang rancu maknanya. Kerancuan ini disebabkan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan disetujui oleh
oleh ketidakcermatan meletakkan kata, sehingga
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan
mengganggu pembaca dalam memaknainya. Hasil
Presiden. Oleh karena itu, bisa mengakibatkan
temuan ini terdapat pada
kerancuan karena tidak sesuai dengan apa yang
1. BAB I, Pasal 1, ayat (3),
dimaksud. Untuk menghindari kerancuan makna,
2. BAB I, Pasal 1, ayat (7),
kalimat pada BAB I, Pasal 1, ayat (7) harus diperbaiki
3. BAB I, Pasal 1, ayat (8), serta
agar informasinya tepat. Berikut ini perbaikan kalimat
4. BAB VII, Pasal 68, ayat (4).
pada Bab I, Pasal 1, ayat (7).
Pada BAB I, Pasal 1, ayat (3), kerancuan terjadi Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan
karena menyelipkan kata tertentu yang tidak jelas Perundang-undangan yang dibentuk dan disetujui
maknanya pada konteks kalimat tersebut. Berikut ini oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
temuan kalimat yang dimaksud. bersama dengan Gubernur.

(3) Undang-Undang adalah Peraturan Makna pasal tersebut adalah bahwa Peraturan
Perundang-undangan yang dibentuk oleh Perundang-undangan dibentuk dan disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat dengan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi bersama
persetujuan bersama Presiden.
dengan Gubernur. Kalimat tersebut berterima.
Kerancuan makna pada BAB I, Pasal 1, ayat (3) Ketidakrancuan makna kalimat pada BAB I,
adalah penggunaan kata bersama yang mengiringi frasa Pasal 1, ayat (8) terjadi juga kerancuan makna.
dengan persetujuan. Mengutip pendapat Staf (2018) Berikut ini kalimat yang dimaksud.
bahwa makna kata persetujuan adalah pernyataan setuju (7) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
(atau pernyataan menyetujui); pembenaran (pengesahan, adalah Peraturan Perundang-undangan yang
perkenan, dan sebagainya) juga kata sepakat (antara kedua dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan
belah pihak); sesuatu (perjanjian dan sebagainya) yang telah
bersama Bupati/Walikota.
disetujui oleh kedua belah pihak dan sebagainya.
Sementara itu, makna kata bersama dalam KBBI Argumentasinya adalah yang membuat undang-
(2616:986) adalah berbareng, serentak, bersama, undang adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/
sekalian. Kabupaten/Kota, sedangkan Gubernur hanya
Dengan demikian, makna kalimat pada BAB I, menyetujuinya. Hal ini tidak sesuai dengan maksud
Pasal 1, ayat (3) bahwa yang membuat undang- undang yang diharapkan. Berdasarkan argumentasi tersebut,
adalah Dewan Perwakilan Rakyat, sedangkan Presiden pembetulan kalimat pada BAB I, Pasal 1, ayat (8)
hanya menyetujuinya. Berdasarkan argumentasi tersebut, adalah sebagai berikut.
pembetulan kalimat pada BAB I, Pasal 1, ayat (3) adalah (8) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagai berikut. adalah Peraturan Perundang-undangan yang
dibentuk dan disetujui oleh Dewan
(3) Undang-Undang adalah Peraturan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota
Perundang-undangan yang dibentuk dan bersama dengan Bupati/Walikota.
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat
bersama dengan Presiden. Jadi, baik yang membuat maupun menyetujui
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan dalam penafsiran. Kesalahan yang dimaksud terdapat
Bupati/Walikota. pada BAB VII, Pasal 68, ayat (4). Berikut ini kalimat
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan pula yang dimaksud.
penggunaan yang salah (mungkin salah penulisan), (4) Penyampaian pendapat mini
sehingga salah dalam penafsirannya. Seharusnya, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
sebelum undang-undang dipublikasikan, pembuat disampaikan pada akhir pembicaraan tingkat
I oleh:
undang-undang harus cermat menggunakan kata,
termasuk penulisannya untuk menghindari kesalahan
kekuasaannya. Setidaknya untuk mengakomodasi
a. fraksi;
b. DPD, jika Rancangan Undang-Undang kepentingan penguasa dalam waktu sesaat sebelum tiba
berkaitan dengan kewenangan DPD pembahasan di tingkat DPR. Oleh karena itu, Perppu bisa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat jadi diperalat sebagai senjata paling ampuh untuk
(2); dan
memuluskan kepentingan penguasa tersebut.Karena tidak
c. Presiden.
ada kegentingan yang memaksa, Presiden menterjemahkan
Kesalahan penulisan kata mini mengakibatkan pasal kata tersebut secara multitafsir.
ini tidak bisa dimaknai secara benar. Seharusnya, kata Contoh berikut, yaitu pada BAB III, Pasal 8
yang benar adalah ini sebagai kata penunjuk penjelasan ayat (1). Pada pasal ini terjadi ketidaklogisan bahasa,
pada pasal sebelumnya. Selain itu, terdapat pemborosan kata, juga ketidaktepatan pilihan kata.
ketidaktepatan penggunaan tanda baca (:) yang dipakai Peraturan Perundang-undangan
untuk pernyataan yang belum lengkap disertai dengan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui
rincian, serta kata dan karena pemborosan. Berdasarkan keberadaannya dan mempunyai kekuatan
hukum mengikat sepanjang diperintahkan
argumentasi tersebut, pembetulan kalimat pada BAB
oleh Peraturan Perundang-undangan yang
VII,Pasal 68, ayat (4). lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan
(4) Penyampaian pendapat mini kewenangan.
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
Pada kalimat tersebut penggunaan frasa
disampaikan pada akhir pembicaraan tingkat I
oleh sepanjang diperintahkan kurang tepat. Kata
a. fraksi; sepanjang dalam KBBI (2016:825) (1) bermakna
b. DPD, jika Rancangan Undang-Undang sejauh, menurut panjang, (2) sesuai dengan,
berkaitan dengan kewenangan DPD
sedangkan kata diperintahkan dari verba terperintah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat
(2); yang bermakna dikuasai. Pilihan kata/diksi yang
c. Presiden. tepat dan demi penghematan untuk menggantikan

Temuan penelitian pada BAB I, Pasal 1, butir frasa sepanjang diperintahkan adalah sesuai dengan.

4 tentang Ketentuan Umum adalah sebagai berikut. Artinya, bahwa peraturan perundang-undangan tidak
bertentangan dengan undang-undang atau peraturan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang adalah Peraturan Perundang-undangan daerah. Selain itu, ketidaklogisan kalimat tersebut
yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal terdapat pada frasa sepanjang diperintahkan oleh
kegentingan yang memaksa. peraturan perundang-undangan. Peraturan

Makna memaksa dalam KBBI (2016:1002) adalah perundang-undangan tidak bisa memerintah, yang
memperlakukan, menyuruh, meminta dengan paksa, bisa memerintah adalah yang membuat undang-
sedangkan makna kegentingan (2016:441) adalah undang tersebut.
keadaan yang genting, krisis, kemelut. Jadi, harus ada Berdasarkan argumentasi tersebut, pembetulan
kriteria yang jelas dalam hal apa saja Presiden bisa kalimat pada BAB III, Pasal 8, ayat (1) adalah sebagai
menerapkankan peraturan tersebut. berikut.
Sebagaimana dijelaskan Djafar (dalam Simamora (1) Peraturan perundang-undangan
2017) bahwa tidak adanya ketentuan perundang- undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui
keberadaannya dan mempunyai kekuatan
yang secara detail mengatur batasan- batasan kondisi
hukum mengikat sesuai dengan peraturan
kegentingan yang memaksa telah menjadikan Perppu perundang-undangan yang lebih tinggi atau
sebagai “bola liar” yang sewaktu- waktu dapat dimainkan dibentuk berdasarkan kewenangan.
oleh Presiden yang berkuasa untuk kepentingan
Temuan lain yang membuat kerancuan karena
tidak memenuhi kelogisan adalah pada BAB III, bahwa yang dimaksud dengan asas keseimbangan,
Pasal 13. Berikut ini kalimat yang dimaksud. keserasian, dan keselarasan adalah adalah bahwa
Materi muatan peraturan presiden berisi setiap materi muatan peraturan perundang-undangan
materi yang diperintahkan oleh Undang- harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan
Undang meteri untuk melaksanakan peraturan
keselarasan, antara kepentingan individu, masyarakat
pemerintah atau materi untuk melaksanakan
penyelenggaraan kekuasaan pemerintah. dan kepentingan bangsa dan negara. Jelas bahwa
Makna kata diperintahkan sesuai dengan KBBI dalam penjelaskan tersebut bahwa asas keseimbangan,
(2016:859) adalah dari verba terperintah yang bermakna keserasian, dan keselarasan harus mencerminkan
dikuasai. Pilihan kata/diksi yang tepat untuk asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan
menggantikan kata diperintahkan adalah sesuai merupakan hal yang wajib ada. Oleh karena itu,
dengan. Jadi, pembetulan kalimat (3) adalah sebagai pilihan kata yang tepat adalah dan bukan dan/atau
berikut. yang mencerminkan ketegasan makna, hanya satu
makna, satu tafsiran.
Materi muatan peraturan presiden berisi
materi yang sesuai dengan undang- undang, Hal tersebut di atas akan sejalan dengan prinsip
yaitu meteri untuk melaksanakan peraturan konstitusional bahwa dalam rangka revitalisasi
pemerintah atau materi untuk melaksanakan tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
penyelenggaraan kekuasaan pemerintah.
bernegara ada beberapa sasaran refromasi yang
Kasus tersebut menunjukkan bahwa kesalahan perlu mendapat perhatian. Pertama; memulihkan,
pemaknaan bahasa atau multitafsir dalam peraturan agar setiap orang dapat menggunakan secara wajar
perundang-undangan menjadi penyebab penegakan hak-hak demokratis, hak yang terkandung dalam
hukum kurang maksimal karena ada masyarakat yang prinsip negara konstitusional dan negara berdasarkan
dirugikan atas ketidakjelasan kata yang dipergunakan. atas hukum. Bentuk pertama reformasi ini tidak lain
Temuan lain kalimat dengan penggunaan kata dan pemberdayaan (empowering) masyarakat.
yang tidak tepat, yaitu pada BAB II, Pasal 6, ayat (1). Hanya masyarakat yang berdaya dapat melaksanakan
Berikut ini kalimat yang dimaksud. reformasi yang managable. Kedua reformasi diartikan
Materi muatan peraturan perundang- pada usaha pemberdayaan supra struktur dan infra
undangan harus mencerminkan asas: struktur politik agar benar- benar menjadi wahana
a. pengayoman; perjuangan mewujudkan dan melaksanakan tatanan
b. kemahusiaan; demokrasi dalam arti yang sesungguhnya, bukan
c. kebangsaan;
sekedar formalitas. Ketiga reformasi birokrasi atau
d. kekeluargaan;
e. kenusantaraan; administrasi negara (administrative reform). Satu hal
f. bhineka tunggal ika; yang mendesak dilakukan, yaitu melepaskan birokrasi
g. keadilan; dan ikatan politik primordial dan kekuatan politik
h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan tertentu yang menimbulkan berbagai kecemburuan
pemerintahan;
politik. Sebagai penyelenggara pelayanan negara
i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j. keseimbangan, serasian, dan keselarasan. terhadap masyarakat, birokrasi harus dilepaskan dan
keterkaitan suatu kekuatan politik. Keempat selain
Penggunaan kata harus pada teks tersebut hal-hal yang berkenaan dengan soal-soal politik dan
maknanya adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan. pemerintahan reformasi harus pula dijalankan di
Dijelaskan dalam KBBI (2016:486) bahwa makna bidang ekonomi. Kelima reformasi di bidang sosial
kata harus adalah wajib, pasti (tidak boleh tidak). budaya berkaitan dengan tingkah laku feodalisme
Dengan demikian, penggunaan kata dan/atau yang makin marak. Tidak hanya dilapangan sosial
multitafsir karena penggunaan kata hubung dan tetapi mempengaruhi pula tatanan politik, seperti
merupakan sesuatu yang harus ada, sedangkan kata nepotisme, ketertutupan, membangun suatu jarak
atau merupakan sebuah pilihan. Oleh karena itu, harus dengan rakyat, dan sebagainya. Watak dan sikap
ada penggunaan kata yang tepat dan tegas untuk feodal harus dihapus dan diganti dengan watak dan
mewakili gagasan agar tidak menimbulkan tafsiran sikap demokratis, atau egaliter. Keenam reformasi
ganda. hukum. Hal ini didasarkan beberapa pertimbangan:
Dalam penjelasan pasal demi pasal dijelaskan
Pada dasamya semua unsur yang menjadi baku dalam pembentukan peraturan perundang-undangan
sasaran reformasi dilaksanakan atas dasar sudah diterapkan dalam institusi-institusi perumus
berbagai aturan hukum tanpa reformasj aturan pembentukan peraturan perundang-undangan, tetapi perlu
hukum, tidak akan terjadi reformasi politik, ditingkatkan sesuai dengan kaidahnya. Hal ini menjadi
ekonomi dan lain-lain;
salah upaya untuk menghindari salah tafsir.
Melalui hukum, reformasi dilaksanakan secara
“rechtmatig”. Dengan demikian, perubahan
Daftar Pustaka
dapat terlaksana secara tertib dan damai.
Berbagai ketentuan seperti “paket undang- Buku-Buku
undang di bidang politik”, perlu dikaji untuk
diperbaharui mengingat berbagai perkembangan Hadikusuma, Hilman. 2005. Bahasa Hukum
baru yang terjadi pada saat reformasi ketentuan Indonesia. Bandung: Alumni.
undang- undang ini tidak selalu berarti
mengahpus hal-hal yang baik seperti Hamidi, Jazim dan Malik. 2009. Hukum
kesederhanaan struktur politik. Yang harus Perbandingan Konstitusi. Jakarta: Prestasi
diperbaharui adalah mekanisme mewujudkan
Pustaka Publiser.
struktur politik yang sederhana, misalnya sistem
pemilihan umum, cara menentukan partisipasi Hartini, Lilis. 20114. Bahasa dan Produk
partai pada badan perwakilan dan lain Hukum.
sebagainya. Pembaharuan mencakup juga
Bandung: Refika Aditama.
usaha mewujudkan agar badan perwakilan
sepenuhnya mencerminkan sebuah badan Huda, Ni’matul. 2015. Hukum Tata Negara
demokratis baik cara pengisian, cara Indonesia.
“penindakan” (seperti recall), cara Jakarta: Raja Grafindo Persada.
melaksanakan tugas dan lain sebagainya (Hamidi
dan Malik, 2009:20-21). Matanggui, Junaiyah H. 2013. Bahasa
Indonesia untuk Bidang Hukum dan
C.Penutup Peraturan Perundang- undangan.
Jakarta: Gramedia Widiasarana
Penggunaan bahasa yang tidak sesuai dengan
Indonesia.
kaidahnya ini menimbulkan ketidakjelasan informasi,
bahkan pemaknaan atau penafsiran juga bisa berbeda, Nasution, Bahder Johan dan Sri Waryati.
sehingga berakibat pada penerapan hukum yang tidak 2001. Bahasa Indonesia Hukum.
maksimal, sehingga belum bisa tercipta keadilan Bandung: Citra Aditya Bakti.
hukum yang merata. Notasi-notasi bahasa baku untuk
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
memperjelas informasi yang seharusnya dipahami
Nasional. 2016. Kamus Besar Bahasa
oleh para perumus peraturan perundang-undangan,
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
ternyata belum sepenuhnya diaplikasikan dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan. Dalam Samekto, Fx. Adji. 2013. Hukum Dalam
dokumen peraturan perundang-undangan masih Lintasan Sejarah. Bandar Lampung:
banyak ditemukan kalimat yang tidak efektif, pilihan Indept Publishing.
kata yang tidak tepat, dan penerapan ejaan yang juga Internet
belum sesuai dengan kaidahnya. Terjadinya hal-hal Arifin, Ridwan. 2014. “Bahasa Indonesia
yang bersifat inkonsistensi penggunaan bahasa dalam Undang-Undang yang Salah”.
Indonesia baku dalam pembentukan peraturan (Online), (https://
perundang- undangan, salah satunya, karena faktor www.kompasiana.com/ridwan-
kebijakan yang bersifat otoratif. Negara memiliki arifinjazz/wow- bahasa -indonesiadalam-
otonomi sendiri dan dapat mengadakan tindakan undang-undang-ada- yang-
sendiri, terutama dalam masa krisis. Negara tidak salah_55191975a3331), diunduh 29
hanya menerima input dari lingkungan, tetapi atas Oktober 2017).
dasar hal tersebut negara membuat keputusan-
Hukumline.com. 2016.“Penggunaan dan Penafsiran
keputusan dan kebijakan yang otoratif. Selain itu, “dan/atau” dalam Peraturan Perundang-
institusi juga turut menentukan bentuk dan sifat dari Undangan”. (Online), (http://www.hukumonline.
com/, diunduh 6 April 2016).
perilaku aktor. Walaupun penggunaan bahasa Indonesia
Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


tahun 1945
UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan
undang undang

Anda mungkin juga menyukai