Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

"INTEGRASI DAN DISINTEGRASI SOSIAL PADA STUDI KASUS


GERAKAN ACEH MERDEKA"

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sistem Sosial
Budaya Indonesia
Dosen pengampu: Dedi Muliana Irwan Sos, Msi.

Disusun oleh:

Pujangga Putra 2222010694


Septiani Veriska 2222010529
Resty Zaliyanty Setiadji 2222010875
Wasifah Ediana Putri 2222010485
Risma Rani Tri Fathonah 2222010628
Zaid Mujaddid El-Haq 2222010874

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK


SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI BAGASASI
BANDUNG
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................2
BAB I.........................................................................................................................3
PENDAHULUAN......................................................................................................3
1.1 Latar Belakang.........................................................................................3
1.2 Rumusan masalah....................................................................................4
1.3 Tujuan.......................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................6
PEMBAHASAN........................................................................................................6
2.1 Integrasi sosial................................................................................................6
2.2 Disintegrasi Sosial..........................................................................................8
2.3 Proses Integrasi dan Disintegrasi pada Studi Kasus Gerakan Aceh
Merdeka..............................................................................................................11
BAB III....................................................................................................................15
PENUTUP...............................................................................................................15
3.1 Kesimpulan...................................................................................................15
3.2 Saran.............................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia sudah seharusnya sangat bangga akan


keanekaragaman budayanya yang sangat unik dan menarik, dengan
kekayaan kebudayaan ini bangsa Indonesia dapat menjual dan
mempromosikannya pada negara lain untuk datang dan menyaksikan
pertunjukan budaya secara langsung. Tapi kebanggan ini juga mempunyai
sisi negatifnya, karena semakin majemuknya budaya yang ada di Indonesia
maka akan makin banyak juga perbedaan-perbendaan yang dapat
menghancurkan persatuaan yang sudah ada. Tantangan dalam
mempersatukan perbedaan-perbedaan ini akan menciptakan keselarasan dan
keselestarian pada bangsa Indonesia di era teknologi digital ini. Bangsa
Indonesia berakar dari berbagai macam budaya, adat istiadat, bermacam
bahasa daerah dan agama yang kita sebut sebagai bhineka tunggal ika, maka
agar tercapai persatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita
membutuhkan integrasi nasional. (Yayuk Hidayah;2023).
Integrasi sosial melibatkan upaya untuk membangun kohesi dan
solidaritas dalam masyarakat, seringkali didorong oleh nilai bersama, norma
sosial, dan tujuan bersama. Di sisi lain, disintegrasi sosial muncul ketika
faktor-faktor seperti ketidaksetaraan, konflik, atau perubahan sosial yang
cepat mengancam keberlanjutan hubungan sosial. Integrasi sosial penting
untuk mewujudkan masyarakat yang stabil dan harmonis, sementara
disintegrasi sosial dapat menyebabkan ketegangan, konflik, dan
ketidakstabilan.
1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimana proses terjadinya integrasi?


2. Bagaimana proses terjadinya disintegrasi?
3. Bagaimana proses integrasi dan disintegrasi kasus Gerakan Aceh
Merdeka?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya integrasi?


2. Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya disintegrasi?
3. Untuk mengetahui bagaimana proses integrasi dan disintegrasi kasus
Gerakan Aceh Merdeka?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Integrasi sosial

Menurut Paul B Horton integrasi sosial adalah proses pengembangan


masyarakat di mana segenap kelompok ras dan etnik mampu berperan
secara bersama-sama dalam kehidupan budaya dan ekonomi.. Integrasi
sosial merujuk pada proses penyatuan berbagai elemen masyarakat untuk
membentuk kesatuan yang harmonis. Ini melibatkan penerimaan nilai,
norma, dan peran sosial oleh anggota masyarakat untuk menciptakan kohesi
dan stabilitas dalam struktur sosial.
Max Weber menyoroti konsep integrasi sosial dalam konteks konflik
dan kekuasaan, sementara Talcott Parsons membahasnya sebagai
harmonisasi fungsi-fungsi sosial dalam sistem. Pendekatan-pendekatan ini
bersama-sama membentuk pemahaman yang lebih komprehensif tentang
bagaimana elemen-elemen masyarakat bersatu untuk menciptakan kesatuan
sosial.

 Faktor Kemunculan Integrasi Sosial


Munculnya integrasi sosial dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Beberapa faktor utama melibatkan nilai, norma, dan interaksi antar
anggota masyarakat:

1. Nilai Bersama: Kesamaan nilai-nilai yang dianut oleh anggota


masyarakat dapat membentuk dasar integrasi sosial. Ketika individu
dan kelompok memiliki keyakinan dan prinsip yang serupa, hal ini
memperkuat kohesi sosial.

2. Norma Sosial: Adanya norma-norma yang diakui dan diikuti oleh


masyarakat membantu menciptakan pola perilaku yang seragam.
Norma sosial memberikan pedoman tentang apa yang dianggap
benar atau salah dalam suatu masyarakat.
3. Komunikasi dan Interaksi: Interaksi antaranggota masyarakat
melalui komunikasi memainkan peran penting dalam membentuk
integrasi. Proses komunikasi memungkinkan pertukaran ide,
pengertian, dan pemahaman yang mendukung persatuan.

4. Keberagaman yang Dikelola dengan Baik: Meskipun masyarakat


dapat memiliki keberagaman, penting untuk mengelola perbedaan
tersebut dengan baik. Pengelolaan keberagaman melalui toleransi,
penghargaan, dan dialog dapat menguatkan integrasi sosial.

5. Pemerintahan dan Hukum: Sistem pemerintahan yang adil dan


hukum yang berlaku secara konsisten dapat memberikan kerangka
kerja yang mendukung integrasi sosial dengan menegakkan keadilan
dan persamaan.

6. Pendidikan: Pendidikan memiliki peran dalam menyebarkan nilai-


nilai bersama dan membentuk pemahaman yang seragam di antara
anggota masyarakat. Sistem pendidikan yang mempromosikan
kesetaraan dan pengertian dapat memperkuat integrasi.

 Bentuk-Bentuk Integrasi Sosial

1. Integrasi Normatif
Integrasi normatif dapat diartikan sebagai sebuah bentuk
integrasi yang terjadi akibat adanya norma-norma yang berlaku di
masyarakat. Dalam hal ini, norma merupakan hal yang mampu
mempersatukan masyarakat.

2. Integrasi Fungsional
Integrasi yang satu ini terbentuk karena adanya fungsi-fungsi
tertentu di dalam masyarakat. Sebuah integrasi dapat terbentuk
dengan mengedepankan fungsi dari masing-masing pihak yang ada
dalam sebuah masyarakat.

3. Integrasi Koersif
Integrasi koersif dapat terbentuk berdasarkan kekuasaan yang
dimiliki oleh penguasa. Dalam hal ini, penguasa dapat menerapkan
cara-cara koersif (kekerasan).

 Proses Terjadinya Integrasi Sosial

1. Asimilasi
Asimilasi merupakan suatu proses sosial yang ditandai
dengan adanya usaha-usaha untuk mengurangi perbedaan di antara
individu atau kelompok masyarakat. Dalam proses ini, setiap
individu berusaha untuk mempertinggi kesatuan tindakan, sikap, dan
proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan dan tujuan
bersama.

2. Akulturasi
Akulturasi adalah proses sosial yang terjadi apabila
kelompok sosial dengan kebudayaan tertentu dihadapkan pada
kebudayaan asing yang berbeda. Proses sosial akan berlangsung
hingga akhirnya unsur kebudayaan asing bisa diterima oleh
masyarakat tetapi disesuaikan lagi dengan kebudayaan mereka
sendiri.

3. Akomodasi
Akomodasi merupakan proses yang dilakukan masyarakat
dalam meminimalisir pertentangan, sehingga dapat menciptakan
kerukunan di dalam lingkungan masyarakat.

2.2 Disintegrasi Sosial


Disintegrasi adalah keadaan kekacauan yang menghilangkan
keutuhan atau kesatuan dan dapat menimbulkan perpecahan. Kebalikan dari
disintegrasi adalah persatuan, yang membawa kesatuan dan kohesi menjadi
utuh (Widiatmoko & Fahmi, 2017). Disintegrasi dapat berupa demonstrasi,
kerusuhan lokal kelompok atau individu yang merasa terdiskriminasi,
perilaku kriminal yang tidak tertib, perilaku menyimpang, agama, suku,
selera, dan konflik antargolongan (SARA). Fenomena keruntuhan sosial
merupakan contoh fenomena yang paling ditakuti dalam kehidupan
bermasyarakat (Danugroho, 2020). Hal ini karena keruntuhan dapat
menyebabkan pergolakan dalam rangkaian celah. Maka berdasarkan hal
tersebut, usahakan untuk menghindari atau mengatasi berbagai jenis
keruntuhan agar tidak menimbulkan perpecahan (Ash-shidiqqi, 2021).
Mohammad Ali Al Humaidy berpendapat bahwa disintegrasi sosial
merupakan suatu proses dalam interaksi masyarakat majemuk, di mana ada
satu atau beberapa kelompok yang berupaya untuk menanggalkan
identitasnya sendiri serta melakukan suatu tindakan diskriminasi pada pihak
lain, sebab pihak lain dianggap tidak mengamalkan nilai-nilai yang
dianggap benar.

 Faktor Penyebab Disintegrasi


Permasalahan-permasalahan yang menyebabkan terjadinya
disintegrasi antara lain adalah sebagai berikut ini.

1. Konflik, konflik menjadi satu hal yang melatar belakangi terjadinya


disintegrasi. Rasa tidak puas terhadap keadaan yang terjadi di
masyarakat membuat masyarakat tidak lagi berada dalam rasa
persatuan.

2. Peperangan juga masuk kedalam faktor yang menyebabkan


terjadinya disintegrasi. Entah itu peperangan antar suku, etnis,
golongan, maupun peperangan yang terjadi karena adanya perbedaan
budaya. Peperangan ini menimbulkan dampak yang cukup besar
terhadap persatuan bangsa dan menyebabkan terjadinya disintegrasi.

3. Kesenjangan sosial juga faktor yang menyebabkan terjadinya


disintegrasi. Hal ini terjadi karena seseorang dibedakan berdasarkan
status sosialnya.

4. Kurangnya penghargaan terhadap keberagaman yang bersifat


heterogen.

5. Kurangnya toleransi yang terjadi antar umat beragama


6. Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap segala bentuk ancaman
dari luar.

7. Berkembanganya ideologi yang sangat bertentangan dengan ideologi


bangsa.

8. Adanya golongan masyarakat yang tidak mengikuti peraturan baik


itu aturan daerah maupun negara dengan baik dan benar

9. Memudarnya rasa kepercayaan rakyat pada pemimpin dan pengelola


negara.

10. Setiap tindakan yang dilakukan oleh masyarakat sudah tidak


berdasarkan Pancasila serta UUD 1945 sebagai dasar negara.

11. Tercipta suasana politik yang tidak sehat serta tidak kondusif,
sehingga memecah belah masyarakat.

12. Meningkatnya sikap apatis serta egois dari masyarakat.

13. Tidak meratanya pendidikan, pembangunan dan bidang lainnya di


beberapa wilayah tertentu

 Bentuk-Bentuk Disintegrasi

1. Disintegrasi sosial
Bentuk disintegrasi yang pertama adalah disintegrasi sosial
yaitu sebuah ketidak adanya fungsi dan norma sosial yang berjalan.
Keadaan dari disintegrasi sosial dapat disebabkan oleh masyarakat
yang merasa kurang puas dengan kondisinya, sehingga ia ingin
melakukan suatu perubahan yang mendasar.

2. Disintegrasi bangsa (nasional)


Disintegrasi bangsa yaitu perpecahan hidup di dalam
masyarakat yang disebabkan oleh adanya pengaruh dari negara lain.
Disintegrasi ini dapat disebabkan pula oleh pengaruh dari suatu
negara sendiri. Contohnya seperti kurang berterimanya masyarakat
terhadap perbedaan, sehingga muncul sikap diskriminatif.
3. Disintegrasi keluarga
Bentuk ketiga disintegrasi merupakan disorganisasi yang
terjadi dalam lingkungan keluarga dan disebabkan karena adanya
kekurang pahaman antar anggota keluarga. Bentuk disintegrasi satu
ini dapat dilihat dari berbagai macam kasus, seperti pisah ranjang
antar suami istri, perselingkuhan atau perceraian.

2.3 Proses Integrasi dan Disintegrasi pada Studi Kasus Gerakan Aceh
Merdeka

Gerakan Aceh Merdeka (GAM) adalah gerakan separatisme


bersenjata di Aceh yang lahir dari rasa kecewa kepada pemerintah.
Kemunculan Gerakan Aceh Merdeka terjadi pada masa pemerintahan
Presiden Soeharto dengan tujuan memisahkan diri Gerakan Aceh Merdeka
dipimpin oleh Tengku Hasan Di Tiro atau dikenal dengan Hasan Tiro
melalui pernyataan yang dilakukan di perbukitan Halimon, Kabupaten
Pidie. Dalam catatan sejarah, Gerakan Aceh Merdeka (GAM) lahir pada
tanggal 4 Desember 1976 dengan menyerukan perlawanan kepada
pemerintah Republik Indonesia. Sebelum resmi bernama Gerakan Aceh
Merdeka, kelompok ini menyebut dirinya dengan nama Aceh Merdeka
(AM). Gerakan ini kemudian juga dikenal dengan sebutan Aceh Sumatra
National Liberation Front (ASNLF).

 Penyebab Munculnya Gerakan Aceh Merdeka (GAM)


Latar belakang kemunculan Gerakan Aceh Merdeka adalah
konflik yang bersumber dari perbedaan pandangan tentang hukum
Islam, kekecewaan tentang distribusi sumber daya alam di Aceh, dan
peningkatan jumlah pendatang dari Jawa. Pemerintah pusat saat itu
disebut sentralistis yang memicu tumbuhnya rasa kekecewaan di benak
masyarakat Aceh. Sayangnya, saat itu cara mengatasi Gerakan Aceh
Merdeka yang diambil oleh pemerintah pusat kurang tepat hingga
muncul perlawanan yang kemudian dimanfaatkan kelompok tersebut
untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat. Pada akhirnya konflik
yang terjadi sejak 1976 hingga 2005 ini justru merugikan kedua belah
pihak dan telah menelan nyawa sebanyak hampir 15.000 jiwa.

 Kronologi Konflik
Pada tahun1976-1977 Setelah terjadi pernyataan dari Hasan Tiro
di tahun 1976, milisi GAM mulai melakukan gerakan-gerakan represif.
Perlawanan yang terjadi melalui teknik gerilya itu menewaskan milisi
GAM dan juga masyarakat sipil. Walau begitu, gerakan milisi GAM
berhasil digagalkan oleh pemerintah pusat dan kondisi bisa dinetralisir.
Pada tahun 1989-1998 GAM kembali melakukan aktivitas setelah
mendapatkan dukungan dari Libya dan Iran berupa peralatan militer.
Pelatihan perang yang didapat di luar negeri menyebabkan perlawanan
mereka tertata dan terlatih dengan baik sehingga sulit dikendalikan. Hal
ini membuat pemerintah merasakan munculnya ancaman baru, yang
kemudian menjadi alasan ditetapkannya Aceh sebagai Daerah Operasi
Militer (DOM). Pembakaran desa-desa yang diduga menampung
anggota GAM dibakar, dan militer Indonesia menculik dan menyiksa
anggota tersangka tanpa proses hukum yang jelas. Diyakini terjadi
setidaknya 7.000 pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) selama
pemberlakuan DOM di Aceh. Pada tahun 1998 Lengsernya
pemerintahan Orde Baru dengan mundurnya Presiden Soeharto dari
jabatan presiden memberi peluang bagi GAM membangun kembali
kelompok mereka. Presiden BJ Habibie pada 7 Agustus 1998 mencabut
status DOM dan memutuskan menarik pasukan dari Aceh yang justru
memberi ruang bagi GAM untuk mempersiapkan serangan berikutnya.
Pada tahun 2002 kekuatan militer dan polisi di Aceh semakin
berkembang dengan jumlah pasukan menjadi sekitar 30.000. Setahun
setelahnya, jumlah pasukan semakin meningkat hingga menyentuh
angka 50.000 personil. Bersamaan dengan hal tersebut, terjadi juga
berbagai tindakan kekerasan yang dilakukan oleh milisi GAM yang
mengakibatkan jatuhnya ribuan korban dari pihak sipil. Pada tahun
2003, Masyarakat Aceh akan mengingat kejadian di tanggal 19 Mei
2003 di mana Aceh dinyatakan sebagai daerah dengan status darurat
militer. Hal ini dilakukan setelah Presiden Megawati Soekarnoputri
menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 2003 tentang Darurat
Militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang berlaku mulai
Senin (19/5/2003) pukul 00.00 WIB. Adapun usaha pemerintah yang
ditempuh melalui kekuatan militer di Aceh juga mulai terlihat hasilnya
pada tahun 2003.

 Penyelesaian Konflik
Gempa bumi yang menimpa wilayah Sumatera termasuk aceh
pada 26 Desember 2004 memaksa kedua pihak yang bertikai untuk
duduk bersama di meja perundingan, dengan inisiasi dan mediasi oleh
pihak internasional. Hal ini juga menjadi permulaan usaha GAM untuk
menuntut kemerdekaan Aceh melalui jalur-jalur diplomatik. Pihak
pemerintah Indonesia dan GAM pada 27 Februari 2005 bersama-sama
memulai langkah perundingan dengan melakukan pertemuan di
Finlandia. Delegasi Indonesia dalam perundingan itu diwakili oleh
Hamid Awaluddin, Sofyan A. Djalil, Farid Husain, Usman Basyah, dan
I Gusti Wesaka Pudja. Sementara dari pihak GAM diwakili oleh Malik
Mahmud, Zaini Abdullah, M Nur Djuli, Nurdin Abdul Rahman, dan
Bachtiar Abdullah. Dari pertemuan tersebutlah muncul beberapa
kesepakatan antara pemerintah Indonesia dengan GAM untuk mencapai
perdamaian. Kesepakatan tersebut terdiri dari enam bagian, yaitu:

- Menyangkut kesepakatan tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di


Aceh.

- Tentang Hak Asasi Manusia.

- Tentang Amnesti dan Reintegrasi GAM ke dalam masyarakat,

- Tentang Pengaturan Keamanan.

- Tentang Pembentukan Misi Monitoring Aceh.


- Tentang Penyelesaian Perselisihan.

Termuat pula 71 butir kesepakatan yang diantaranya


menyebutkan:

- Aceh diberi wewenang melaksanakan kewenangan pada semua


sektor publik

- Keamanan nasional

- Hal ikhwal moneter dan fiskal

- Kekuasaan kehakiman dan kebebasan beragama

- Kesepakatan Helsinki tercapai dengan perundingan yang


berlangsung selama lima putaran, dimulai pada 27 Januari 2005 dan
berakhir pada 15 Agustus 2005. Perdamaian ini kemudian ditandai
dengan ditandatanganinya nota kesepahaman antara Gerakan Aceh
Merdeka (GAM) dengan Pemerintah RI di Helsinki, Finlandia.
Proses perdamaian selanjutnya dipantau oleh tim yang bernama
Aceh Monitoring Mission (AMM) yang beranggotakan lima negara
ASEAN. Pasca perjanjian damai, senjata GAM yang berjumlah 840
diserahkan kepada AMM pada 19 Desember 2005, menyusul
pembubaran secara formal sayap militer Tentara Neugara Aceh
(TNA) pada 27 Desember 2005 sebagaimana dilaporkan oleh juru
bicara militernya, Sofyan Dawood. Menyusul hal tersebut,
pemerintah Indonesia juga mengeluarkan UU No. 11 Tahun 2006
tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang memberikan keleluasaan
khusus bagi Aceh dalam menjalankan pemerintahannya sendiri
(otonomi khusus).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Integrasi sosial adalah proses penyesuaian unsur-unsur yang berbeda


dalam masyarakat, sehingga dapat menjadi satu kesatuan. Unsur-unsur yang
dimaksud tersebut meliputi perbedaan dalam kedudukan sosial, ras, etnik,
agama, bahasa, kebiasaan, sistem nilai, dan norma. Disintegrasi adalah
keadaan kekacauan yang menghilangkan keutuhan atau kesatuan dan dapat
menimbulkan perpecahan. Gerakan aceh merdeka yang sempat menjadi
konflik separatism di Indonesia menjadi salah satu contoh disintegrasi
sosial.

3.2 Saran

Kita harus menyadari betapa sulitnya untuk mencapai dan


mendapatkan kemerdekaan. Oleh karena itu, kita sebagai warga negara
diamanahkan dan dituntut untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan
NKRI meskipun berbagai ancaman dan gangguan datang menghampiri.
Maka dari itu, baik pemerintah maupun Masyarakat harus berusaha
mencegah terjadinya disintegrasi dengan mengajarkan patriotism,
menghilangkan primordialisme, selektif dalam memilah informasi,
meningkatkan kepercayaan Masyarakat, melawan berbagai Gerakan
separatism dan memegang teguh serta mengimplementasikan Pancasila dan
UUD 1945 dalam kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6884406/pengertian-integrasi-jenis-faktor-
dan-contohnya-di-masyarakat

https://www.detik.com/bali/berita/d-6543484/integrasi-sosial-adalah-kenali-syarat-
faktor-dan-contohnya

https://www.gramedia.com/literasi/disintegrasi-adalah/

https://www.kompas.com/skola/read/2022/06/06/093000569/disintegrasi-sosial--
pengertian-dampak-dan-contohnya

https://regional.kompas.com/read/2022/03/15/141817678/gerakan-aceh-merdeka-
penyebab-kronologi-konflik-dan-kesepakatan-helsinki?page=all

copyedit+Yayuk+dkk[1].pdf

copyedit+Konflik+Disintegrasi+Di+Indonesia+Dan+Dampaknya+Bagi+Nasionalis
me+Bangsa+Indonesia[1].pdf

1+1-8+Harmoni+Integrasi+Nasional+dalam+Kegiatan+Aktivis+Sosial[1].pdf

Anda mungkin juga menyukai