Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

STRATEGI PENGELOLAAN KONFLIK, STRESS, TRAUMA


DAN FRUSTRASI
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah kesehatan mental
Dosen pengampu mata kuliah: Titi Sunarti, S.Pd., M.Pd.

Oleh:
Raihan Muhammad (13082200032)

PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING


UNIVERSITAS BINA BANGSA
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Strategi Pengelolaan Konflik, Stress,
Trauma, dan Frustrasi" dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Kesehatan Mental. Selain itu, makalah ini
bertujuan menambah wawasan penyebab konflik, stress, trauma, dan frustrasi bagi para pembaca
dan juga bagi penulis. Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Titi Sunarti, S.Pd., M.Pd,
selaku dosen mata kuliah. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah
pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini sehingga dapat diselesaikan dengan tepat
waktu.

Serang, 20 Mei 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

A. Latar belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan masalah....................................................................................................2
C. Tujuan......................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................3

A. strategi pengelolaan konflik ....................................................................................3


B. Strategi pengelolaan stres .......................................................................................5
C. Strategi pengelolaan trauma....................................................................................9
D. Strategi pengelolaan frustasi .................................................................................11

BAB III PENUTUP............................................................................................................14

A. Kesimpulan..............................................................................................................14
B. Saran........................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan rezeki yang sangat di butuhan oleh manusia dari tuhan untuk
umatnya. Tetapi terkadang manusia lalai dalam menjaganya terutama dalam menjaga kesehatan
fisik. Sebenarnya manusia mengetahui bahwasannya kesehatan tidak hanya dalam kesehatan
fisik saja tetepi ada kesehatan non fisik juga. Kesehatan non fisik biasanya disebut juga
kesehatan mental, kesehatan mental seseorang di pengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal berupa kepribadian, kondisi fisisk, perkembangan dan
kematangan, kondisi psikologis, keberagaman, sikap menghadapi problema hidup,
kebermaknaan hidup, dan keseimbangan berfikir. Sedangkan faktor eksternal berupa keadaan
ekonomi, budaya, dan kondisi lingkungan baik lingkungan masyarakat, keluarga, ataupun
lingkungan pendidikan.

Kesehatan mental merupakan suatu keadaan di mana seorang individu bebas dari segala
bentuk gejala-gejala gangguan mental, baik itu konflik, stress, trauma dan frustrasi. Individu
yang sehat secara mental dapat menjalani hidupnya secara normal terutama saat menyesuaikan
diri untuk menghadapi masalah-masalah yang tidak akan pernah terlepas dari kehidupan manusia
sepanjang ia masih hidup dengan menggunakan kemampuan mengelola pikirannya. Jika
seseorang memiliki masalah dalam kesehatan mentalnya kemungkinan besar ia juga memiliki
masalah dalam kesehatan fisiknya. Karena, Kesehatan mental akan berdampak pada kesehatan
fisik dan kehidupan sosial. Seperti kata pepatah “di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa
yang kuat”, seseorang yang sehat mental terbukti berisiko lebih rendah terkena penyakit kronis,
seperti antara lain stroke, diabetes tipe 2, penyakit lambung dan penyakit jantung.

Mental yang tidak di jaga maka akan menjadi terganggu. Sepanjang masa perkembangan
dari lahir hingga dewasa, kebutuhan – kebutuan seorang tidak selalu dapat terpenuhi dengan
lancar, seringkali terjadi hambatan dalam pemuasan suatu kebutuahan, motif, dan keinginan.
Biasanya dampak dari tidak terwujudnya pemuasan suatu kebutuhan, motif, dan keinginan
menjadi alasan seseorang memiliki penyakit mental. Maka sangat penting bagi kita mengetahui
tentang penyebab penyakit mental karena jika kita mengetahui tentang penyebab penyakit
tersebut maka kita dapat menghindari atau mengurangi penyebab terjadinya penyakit mental di
1
lingkungan.

2
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana strategi pengelolaan konflik?
b. Bagaiamana strategi pengelolaan stres?
c. Bagaimana strategi pengelolaan trauma?
d. Bagaimana strategi pengelolaan frustasi?

C. Tujuan

Tujuan dari disusunya makalah ini adalah agar pembaca dapat mengatahui apa itu strategi
pengelolaan konflik, stress, trauma, dan frustrasi.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Strategi Pengelolaan Konflik

Konflik merupakan suatu perjuangan untuk mendapatkan hal-hal yang langka seperti
status, nilai, kekuasaan, dan lain sebagainya. Tujuan dari adanya konflik tersebut tidak
hanya untuk mendapatkan kemenangan, tapi juga untuk menundukkan pesaing atau
lawannya. Konflik dapat diartikan sebagai suatu kondisi di mana terjadi ketidaksamaan
persepsi, pandangan, perspektif antara satu pihak dengan lainnya yang kemudian masing-
masing pihak berusaha untuk membenarkan pendapatnya dengan cara menyingkirkan
pihak lawannya. Konflik lebih sering terjadi dalam hubungan sosial bukan
personal/intim. Ini bisa terjadi karena masing-masing pihak dalam hubungan personal
menekankan perasaan-perasaan yang bisa mempertajam perbedaan.
melaksanakan pengelolaan konflik juga memerlukan strategi yang baik agar tidak
salah langkah. Ada berbagai strategi yang dapat digunakan untuk mengatasi konflik
seperti di bawah ini.
1. Akomodatif
Akomodatif atau accommodating di dalam melaksanakan manajemen konflik ini
adalah Anda sebagai pihak ketiga diharap dapat menjadi penengah terjadinya
konflik dengan membuka diri untuk menerima dan menampung seluruh aspirasi,
pandangan, dan pendapat dari kedua belah pihak yang terlibat konflik. Namun, jika
Anda bertindak sebagai pembuat keputusan, dengan adanya solusi yang tepat,
strategi ini sangat bisa digunakan untuk menguntungkan salah satu pihak atau
semua pihak secara adil.
2. Menghindari
Strategi menghindari atau avoiding di dalam manajemen konflik dilakukan sebagai
langkah antisipasi yang dilakukan untuk dapat mencegah dan menghindari potensi
konflik. Di sini, seseorang dituntut harus memiliki daya analisis yang tajam
terhadap dinamika organisasi dan tim. Selain itu, seseorang juga dituntut untuk
mampu mengidentifikasi adanya berbagai hal yang dapat menjurus ke konflik
antaranggota tim sehingga dapat mengambil kebijakan yang tepat sebelum
terlanjur terjadi sebuah konflik.
4
3. Kolaborasi
Strategi kolaborasi atau collaborating ini mampu mengubah konflik menjadi hal
yang positif. Caranya yakni dengan membiarkan semua pihak yang terlibat di
dalam konflik mampu berkolaborasi. Meski demikian, strategi manajemen konflik
ini hanya akan efektif bila kedua belah pihak yang memiliki konflik bisa
menyepakati tujuan bersama.
4. Kompromi
Strategi manajemen konflik selanjutnya adalah kompromi, di mana proses
penyelesaian konflik dilakukan dengan upaya untuk mencapai kompromi, ketika
masing-masing pihak yang terlibat dapat menurunkan atau mengurangi tuntutan,
kepentingan, keinginan, atau kehendak, sehingga dapat menghasilkan titik temu
yang dapat diterima kedua belah pihak.
5. Kompetisi
Strategi kompetisi atau competeting untuk melaksanakan manajemen konflik ini
dilakukan dengan cara membiarkan kedua belah pihak yang berkonflik untuk dapat
berkompetisi secara sehat. Anda sebagai penengah atau ‘wasit’ dapat memantau
dan mengawasi kedua belah pihak. Meski dalam beberapa kasus cara ini cukup adil
dan fair, namun biasanya menghasilkan solusi yakni mendapatkan pihak yang
menang dan kalah.
6. Konglomerasi
Strategi konglomerasi atau conglomerating ini merupakan cara menyelesaikan
konflik atau strategi manajemen konflik dengan menggabungkan beberapa strategi
di atasi dengan dilakukannya sebuah kompromi.
Kompromi adalah tipe manajemen konflik yang paling umum dilakukan
bukan untuk menghasilkan win-win solution, tetapi untuk memenangkan semua
pihak dan tidak ada yang dirugikan.

5
B. Strategi pengelolaan stres
Stres tidak dapat dihindari karena senantiasa akan muncul dalam kehidupan kita. Mau
tidak mau, kita harus menghadapinya secara aktif dan menguasai situasi khusus yang
menyebabkannya.Dalam mengatasi stres, kita tetap memfokuskan pada kejadian-kejadian
yang menyebabkan stres (stressor) dan mencoba menghadapinya meskipun perasaan
cemas, gelisah, dan marah melingkupi kita.

Dalam keadaan stres, kita dihadapkan kepada dua hal yang saling berkaitan, yaitu
menghadapi stres tersebut secara efektif dan mengontrol kecemasan, kegelisahan, dan
kemarahan dengan baik. Dengan demikian, kita tidak dikuasai oleh stres, justru
mengelolanya menjadi suatu yang positif. Upaya mengatasi stres akan gagal jika kita
mencoba mengabaikannya, menyangkal, atau malahan lari dari stres yang dialami.
Berikut beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengelola stres dengan baik, yaitu:

1. Menghindari mekanisme pertahanan diri yang kaku.

Mekanisme pertahanan diri kaku berkembang dan menetap ketika seseorang


menghayati perasaan cemas dan tidak aman yang intens, yang sekaligus memunculkan
perasaan bersalah dan/atau menganggu “ego” atau kebanggaan diri, dan untuk
meminimalkan atau menghilangkannya, ia kemudian mengembangkan lapisan-lapisan
pertahanan, yang dapat sedemikian rupa tak disadari. Dalam batas-batas tertentu, semua
manusia normal secara sengaja menggunakan mekanisme ini, misalnya ketika tidak
sedang dituntut untuk dapat berkonsentrasi menyelesaikan ujian, padahal pada saat sama
sedang menghadapi masalah dengan pacar. Dalam situasi ini, individu tersebut mungkin
akan menekan dahulu kegelisahannya tentang pacar, untuk dapat menyelesaikan ujian.
Atau seorang ibu yang mendadak kematian anak akibat kecelakaan, dan selama beberapa
waktu tidak percaya bahwa anaknya telah tidak ada. Bila memantap, mekanisme
pertahanan diri akan mengganggu kenyamanan hidup diri sendiri maupun orang lain.

2. Menghindari (avoidance).

Dalam hal ini kita mencoba menghindarkan diri dari hal-hal yang membuat kita stres.
Kenalilah kegiatan-kegiatan apa saja yang dapat menimbulkan stres pada diri kita.
Dengan mengenali, kita dapat menjauhinya sehingga terhindar dari stres tersebut.

6
Namun, bila terpaksa harus menghadapinya, kita lebih siap karena sudah tahu akibatnya
dan dapat mengatasinya dengan lebih santai dan bijak. Contohnya, kita menghindari
jalanan yang biasanya macet dengan mencari jalan lain yang lancar walaupun mungkin
lebih jauh. Menarik diri atau menghindar kadang menjadi suatu cara yang efektif, bila
situasi yang menekan sudah tak dapat ditanggulangi. Misalnya bila kita berhadapan
dengan orang yang sangat sulit, dan mengkonfrontasi orang tersebut akan menambah
masalah. Meski demikian perlu diingat, bahwa kebiasaan bersikap “menarik diri” tidak
menjadi suatu bentuk penyelesaian masalah yang dianjurkan. Individu yang terus-
menerus cenderung mengambil cara menghindar akan sulit mengembangkan dirinya.
Terus menghindar juga memperlihatkan ketidakmampuan individu untuk bersikap asertif.
Karenanya, menarik diri atau menghindar sebaiknya dilakukan hanya dalam kasus-kasus
khusus saja, dan diterapkan secara sementara.

3. Melatih asertivitas.

Dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang orang bersikap seenaknya, atau mencoba
memanfaatkan kelemahan orang lain bila itu memungkinkan. Melatih asertivitas menjadi
salah satu cara penting yang tampaknya perlu dilakukan untuk mengatasi hal ini. Secara
ringkas saja, individu dikatakan bersikap asertif bila ia mampu berhubungan sosial
dengan orang lain secara jujur, menyatakan sikap dan pandangannya (yang mungkin
berbeda) secara terbuka dan tegas, tetapi dengan tetap menghormati orang yang
dihadapinya. Hanya diam secara pasif memendam kejengkelan bukanlah sikap asertif.
Tetapi segera saja meledak marah, entah dengan memaki apalagi melakukan tindakan
fisik tertentu, juga bukan sikap asertif. Yang terakhir lebih tepat disebut bersikap agresif.

4. Mengalihkan stressor menjadi hal positif.

Kita tidak membiarkan stressor menguasai kita, sehingga kita benar-benar menjadi
stres. Contohnya, kita tidak membiarkan rasa jemu saat menunggu seseorang atau
melakukan perjalanan jauh dengan membaca atau mendengarkan musik.

5. Berkompromi.

Berkompromi dapat tampil dalam bentuk lebih pasif, yakni lebih mencoba
menyesuaikan diri dengan tuntutan, tanpa upaya untuk mengubah lingkungan. Terjadi
pada individu yang demi menghindari konflik, mengikuti saja apa yang dituntut oleh
7
pihak lain, meski hal itu mungkin dirasa kurang adil. Ini disebut konformitas. Kompromi
juga dapat tampil dengan upaya kedua belah pihak untuk saling menyesuaikan diri. Ini di
sebut negosiasi, dan biasanya menjadi cara penyelesaian masalah yang lebih baik, karena
bukan hanya satu pihak yang dituntut untuk berubah, melainkan semua pihak yang
terlibat. Ada pula cara lain yang kadang digunakan, yakni substitusi. Karena kesulitan
melakukan sesuatu yang diinginkan, subjek mencari tujuan pengganti, yang masih
relevan dengan harapan sebelumnya. Misalnya, tidak mampu masuk sekolah kedokteran
karena tak ada biaya, akhirnya memilih bidang farmasi yang menyediakan beasiswa.

6. Mitigasi (mitigation).

Kita diharapkan dapat mengelola stres dengan efektif dengan memelihara tubuh
secara baik. Cara ini dapat membantu jiwa sekaligus raga kita dalam mengendalikan atau
mengontrol stres yang menimpa. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan, antara lain:

 Olahraga. Berolahraga teratur tidak hanya membuat tubuh semakin sehat. Kita juga lebih
enak tidur sehingga seluruh otot dan saraf kita dapat beristirahat dengan baik. Berolahraga
sekaligus berfungsi sebagai psychological relaxer yang mengalihkan perhatian kita dari
hal-hal yang membuat stres.

 Rekreasi. Dengan rekreasi kita menjauhkan pikiran dan emosi terhadap hal-hal yang
membuat stres. Rekreasi sekaligus istirahat singkat sambil bergembira ria akan
menyebabkan pikiran dan semangat kita segar kembali.

 Rileks. Rileks terbukti dapat mencegah akibat stres pada diri kita dengan menurunkan
denyut jantung dan tekanan darah, serta memberikan rasa tenang. Rileks dapat dilakukan
dengan meditasi, latihan pernapasan dalam, tai chi, pemijatan, berdoa (zikir). Cara paling
gampang adalah bernapas dengan tenang dan teratur sambil memikirkan hal-hal yang
menyenangkan.

7. Menyelesaikan masalah yang menyebabkan stres.

Beberapa strategi untuk dapat memecahkan masalah, antara lain:

 Introspeksi. Kita perlu melihat apakah kita yang justru menciptakan masalah itu atau
paling tidak turut memberikan kontribusi terhadap munculnya masalah tersebut. Dengan
introspkesi, kita bisa memetik sejumlah hikmah untuk langkah selanjutnya.

8
 Tetap beraktivitas. Meskipun sulit untuk dilakukan, kita dapat memaksakan diri sekuat
tenaga untuk melakukan berbagai kesibukan seperti biasanya, kegiatan-kegiatan rutin
sehari-hari kita. Dengan cara itu, biasanya kita akan memperoleh pemikiran-pemikiran
atau gagasan-gagasan baru yang bermanfaat sebagai pemecahan masalah. Selain itu,
melalui beraktivitas, kita bisa secara perlahan meredakan perasaan emosional kita dalam
menghadapi permasalahan.

 Berpikir positif dan berjiwa besar. Memaknai bahwa hidup ini harus dihayati tidak sebatas
masalah yang dihadapi, karena masih banyak aspek-aspek kehidupan lain yang masih bisa
dinikmati. Hidup ini tidak berarti berhenti hanya karena datangnya satu masalah saja.
Lebih baik bila mengingat hal-hal positif yang masih kita miliki. Kalau kita mengingat
bahwa setiap masalah pasti ada sisi positifnya, maka kita akan cenderung menerima
masalah dengan lebih mudah

 Berjuang menghadapi masalah. Masalah yang datang bukan untuk dihindari atau
dilupakan tetapi untuk dihadapi atau dipecahkan. Berbagai bentuk pelarian yang dilakukan
tidak akan menyelesaikan masalah, malah justru akan memperburuk masalah atau bahkan
menimbulkan masalah baru.

 Pendekatan pada Tuhan. Keyakinan kita pada Tuhan, bahwa Tuhan akan selalu membantu
kita, dapat memberikan ketenangan dan kesejukan di hati kita sehingga kita dapat berpikir
jernih untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang kita hadapi.

 Berbagi dengan orang lain. Berbagi cerita dengan teman dekat, sekaligus meminta
pendapat atau sarannya, mungkin bisa membantu memecahkan masalah. Biasanya kita
akan merasa lebih lega ketika kita bisa menceritakan permasalahan kita, karena secara
psikologis, setidaknya kita merasa bahwa bukan hanya kita yang harus menanggung
masalah yang sedang kita hadapi. Orang lain umumnya dapat membantu kita untuk
berpikir lebih objektif mngenai permasalahan kita. Dengan demikian, permasalahan dapat
diatasi secara lebih baik karena kita lebih memahami sumber atau akar permasalahannya,
baik itu bersumber dari diri kita sendiri maupun dari lingkungan.

9
C. Strategi Pengelolaan Trauma

Luka jiwa atau kadang disebut juga dengan trauma dapat terjadi pada semua insan.
Saat mencapai dewasa maka kemampuan untuk mengatasi luka jiwa akan semakin
lengkap dan komplit, sehingga luka jiwa yang terjadi dapat cepat sembuh atau bahkan
sembuh sama sekali. Disadari atau tidak jiwa yang terbentuk sampai dewasa seperti
sekarang ini dipengaruhi oleh luka-luka yang terjadi waktu masih kecil atau remaja. Masa
yang sangat rawan dikarenakan seorang anak kecil belum dilengkapi dengan kemampuan
secara sempurna untuk mengobati luka jiwa yang dialami.

Trauma adalah keadaan jiwa atau tingkah laku yang tidak normal sebagai akibat dari
tekanan jiwa atau cedera jasmani. Selain itu trauma juga dapat diartikan sebagai luka
yang ditimbulkan oleh faktor ekternal. Jiwa yang timbul akibat peristiwa traumatik.
Peristiwa traumatik bisa sekali dialami, bertahan dalam jangka lama, atau berulang-ulang
dialami oleh penderita. Trauma psikologis bisa juga timbul akibat trauma fisik atau tanpa
ada trauma fisik sekalipun. Penyebab trauma psikologis antara lain pelecehan seksual,
kekerasan, ancaman, atau bencana. Namun tidak semua penyebab tersebut punya efek
sama terhadap tiap orang. Ada orang yang bisa mengatasi masalah tersebut, namun ada
pula yang tidak bisa mengatasi emosi dan ingatan pada peristiwa traumatik yang dialami.
Oleh karena itu, orang yang mengalami kejadian traumatis disarankan untuk melakukan
konsultasi dengan psikolog atau psikiater untuk mencegah terjadinya trauma psikologis
yang mendalam. Adapun strategi untuk mengatasi trauma ialah :

1. Fokus pada hal penting

Ketika berhadapan dengan trauma psikologis, fokuslah pada apa yang benar-benar perlu
dilakukan dalam keseharian, sehingga Anda dapat menghemat energi fisik dan
emosional.

2. Kembali ke rutinitas dan cintai diri sendiri

Konsumsi makanan yang sehat, cukup tidur, berolahraga secara teratur, dan melakukan
berbagai hal lain untuk menjaga tubuh Anda berfungsi dengan baik.

Selain itu, cobalah melakukan hal-hal yang Anda sukai, untuk menghilangkan stres.
Beraktivitas dapat membantu mengalihkan pikiran Anda dan mengatasi trauma.

10
3. Tenangkan diri dengan menarik napas

Ketika cemas, stres, marah atau gelisah muncul, cobalah tarik napas dalam-dalam
beberapa kali agar Anda dapat berpikir jernih dan menjadi lebih tenang.

Anda juga bisa mencoba meditasi untuk membantu menenangkan pikiran.

4. Kerjakan secara bertahap

Tekanan dalam pekerjaan atau aktivitas bisa memicu stres. Untuk itu, bagilah tugas besar
menjadi beberapa bagian yang bisa dikerjakan secara bertahap.

Lakukan semampu Anda. Ketika mulai merasa penat, ambil jeda sejenak, lalu mulai
kerjakan lagi.

5. Tidak menyalahkan diri sendiri

Rasa bersalah, malu, marah, kecewa, sedih, dan mengasihani diri sendiri secara
berkepanjangan, justru akan menjadi penyakit bagi diri sendiri.

Menerima apa yang terjadi dapat mempermudah proses pemulihan diri dari trauma.

6. Cari bantuan untuk pemulihan

Apabila Anda tidak dapat mengatasi trauma sendiri, carilah bantuan. Anda bisa curhat
kepada teman atau keluarga, berkonsultasi ke psikolog atau psikiater, atau mendatangi
organisasi masyarakat yang bergerak dalam bidang konsultasi khusus bagi penderita
trauma.

Pada dasarnya trauma akan menimbulkan berbagai perasaan tidak menyenangkan. Hal
tersebut memang wajar terjadi. Meski demikian, segera lakukan cara untuk mengatasi
trauma agar Anda tidak selalu dihantui oleh kejadian yang sudah terjadi.

Biarkan masa-masa menyedihkan itu berlalu dan jangan biarkan dampak buruk dari
kejadian tersebut merusak masa depan Anda.

Apabila setelah mengalami kejadian traumatis, Anda merasa sulit menjalani aktivitas
sehari-hari, sulit berkonsentrasi, susah tidur, mengalami perubahan mood yang drastis
seperti depresi, atau merasa cemas berlebihan, atau muncul ide untuk bunuh diri, segera
konsultasikan ke psikolog atau psikiater.
11
D. Strategi pengelolaan frustasi
Kata frustasi mempunyai banyak arti dan pemahaman. Bahkan para psikolog (ahli
ilmu jiwa) sendiri bersilang pendapat tentang arti frustasi. Ada yang menyebutnya
pembatas eksternal yang menyebabkan seseorang tidak dapat mencapai tujuan, sementara
ada pula yang menganggap frustasi sebagai reaksi emosional internal yang disebabkan
adanya suatu penghalang.
Secara etimologi (bahasa) frustasi berasal dari bahasa Yunani, frustatio yang berarti
perasaan kecewa atau jengkel akibat terhalang dalam mencapai tujuan. Frustration
(Inggris), yang berarti kekecewaan. Oleh karenanya, ada beberapa cara yang dapat
dilakukan untuk strategi pengelolaan rasa frustasi yang sedang dialami, yaitu:
1. Tenangkan diri
Menenangkan diri merupakan cara paling ampuh yang bisa Anda lakukan untuk
mengurangi rasa frustasi. Anda bisa menghela napas panjang dan menghembuskannya
secara perlahan-lahan. Cara ini dapat membantu Anda untuk lebih tenang dan membuat
tubuh lebih rileks.
2. Bercerita kepada orang lain
Bercerita kepada orang yang dapat dipercaya merupakan cara yang dapat dilakukan
ketika ada yang mengganggu pikiran atau hal yang membuat Anda kecewa dan frustasi.
Dengan bercerita, Anda dapat berbagi perasaan tersebut dengan seseorang, dan bukan
hanya memendam rasa frustasi itu sendiri.
3. Berbicara lantang kepada diri sendiri
Cara lain yang bisa Anda lakukan untuk mengelola rasa frustasi adalah dengan
berbicara lantang dan meyakinkan diri bahwa semua akan baik-baik saja. Bila perlu,
rekam perasaan kecewa, sedih, dan frustasi yang Anda alami, serta sampaikan hal-hal
positif yang perlu Anda lakukan untuk mengatasinya. Cara ini akan membantu Anda
mendengar perasaan Anda sekaligus memberikan keyakinan bahwa Anda bisa
melaluinya.
4. Cari tahu penyebab frustasi
Mencari tahu penyebab frustasi dan menemukan solusinya merupakan cara yang
bisa Anda lakukan untuk mengatasi rasa frustasi. Selain itu, Anda juga bisa membuat
daftar segala sesuatu yang mengganggu pikiran Anda, kemudian tentukan mana yang
bisa diperbaiki atau diubah. Catat pula pilihan solusi untuk memperbaikinya.
12
5. Jangan terlalu memikirkannya
Berusahalah untuk mengalihkan pikiran ke hal-hal yang positif dan jangan fokus
pada hal-hal yang membuat Anda sedih, kecewa, dan frustasi. Pikirkan apa yang dapat
Anda lakukan untuk memperbaiki kegagalan yang membuat Anda frustasi, kemudian
lakukan hal-hal yang bisa membuat Anda bangkit kembali.
Selain melakukan berbagai cara di atas, Anda bisa melakukan hal-hal positif dan
kreatif, seperti berolahraga, relaksasi, meditasi, bermain musik, menari, melukis, atau
berlibur. Tetaplah tenang dalam menghadapi setiap masalah Anda. Ketika emosi mulai
memuncak, tarik napas dan hembuskan napas secara perlahan sambil memikirkan hal-hal
yang positif atau sisi-sisi positif dari hal yang sedang Anda alami.
Jika Anda mengalami kesulitan dalam mengelola rasa frustasi, cobalah untuk
berkonsultasi dengan psikolog dan psikiater. Ingat, Anda memang dapat menghindari
kegagalan yang menyebabkan munculnya rasa frustasi dalam hidup, tetapi Anda dapat
belajar mengelolanya.

13
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Dari pemaparan materi di atas telah disampaikan bahwasannya dalam setiap konflik,
stress, trauma dan frustrasi ada strategi pengelolaannya masing-masing. Pada dasarnya setiap
manusia akan menimbulkan berbagai perasaan tidak menyenangkan. Hal tersebut memang
wajar terjadi. Meski demikian, segera lakukan staretegi pengelolaan agar Anda tidak selalu
dihantui oleh masalah dan rasa takut.

Apabila setelah mengalami kejadian-kejadian diatas cobalah untuk mengatasinya dengan


strategi pengelolaan nya masing-masing, Anda merasa sulit menjalani aktivitas sehari-hari,
sulit berkonsentrasi, susah tidur, mengalami perubahan mood yang drastis seperti depresi,
atau merasa cemas berlebihan, atau muncul ide untuk bunuh diri, segera konsultasikan ke
psikolog atau psikiater.

B. Saran
Dalam kehidupan penting bagi setiap orang memahami tentang kesehatan mental, karena
kesehatan mental dapat mengganggu keseharian seseorang dalam melaksanakan aktivitas
sehari-hari.

15
DAFTAR PUSTAKA

Atikison, Pengantar psikologi, (Jakarta : Erlangga, 2003)

Bimo Wargito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: Ombak, 1999) Noehi Nasution,

Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Depdikbud, 1992)

https://repository.unja.ac.id/16937/1/Manajemen%20konflik.pdf

http://ymayowan.lecture.ub.ac.id/files/2012/01/KONFLIK-DAN

STRESS.pdf

16

Anda mungkin juga menyukai