Anda di halaman 1dari 7

PRAJURIT DAN NEGARA

TEORI DAN POLITIK HUBUNGAN SIPIL - MILITER

Samuel P. Huntington, seorang ilmuwan politik terkemuka dan profesor


Harvard, mengeksplorasi dinamika hubungan sipil-militer dan berusaha
membangun kerangka teoritis untuk menganalisis dan memahami peran militer
dalam masyarakat demokratis. Tema utama buku ini berkisar pada konsep
"kontrol obyektif" dan perlunya keseimbangan antara keahlian militer dalam
aspek teknis peperangan dan kontrol sipil atas kebijakan dan strategi.
Huntington berpendapat bahwa profesi militer memiliki seperangkat nilai, etika,
dan keahliannya sendiri, dan sangat penting untuk mempertahankan perbedaan
yang jelas antara peran militer dan sipil untuk melestarikan pemerintahan yang
demokratis. Buku ini menggali konteks historis hubungan sipil-militer, meneliti
studi kasus dari berbagai periode dan negara untuk menggambarkan pola dan
tantangan yang berbeda.
Salah satu konsep kunci yang diperkenalkan oleh Huntington adalah gagasan
"pikiran militer", yang mengacu pada etos profesional dan budaya militer yang
berbeda. Dia menekankan pentingnya menjaga otonomi profesi militer sambil
memastikan bahwa mereka tetap tunduk pada otoritas sipil.
"Prajurit dan Negara" telah berpengaruh dalam membentuk diskusi akademis
dan kebijakan yang berkaitan dengan hubungan sipil-militer. Buku ini telah
dipuji karena kedalaman analitisnya dan telah memicu perdebatan tentang

1
topik-topik seperti tingkat kontrol sipil yang tepat, dampak profesionalisme
militer, dan peran militer di negara-negara demokrasi modern.

SUPERMASI SIPIL
"Supremasi sipil" mengacu pada prinsip bahwa otoritas dan kontrol tertinggi
atas militer harus berada di tangan sipil, terutama dalam bentuk pemerintahan
yang demokratis. Prinsip ini merupakan landasan pemerintahan demokratis dan
berkaitan erat dengan konsep yang lebih luas tentang "kontrol sipil atas militer."
Dalam masyarakat demokratis, supremasi sipil memastikan bahwa otoritas sipil
yang dipilih atau ditunjuk, seperti kepala negara, menteri pertahanan, dan
pejabat pemerintah lainnya, memegang kekuasaan pengambilan keputusan
tertinggi atas militer. Berikut ini adalah aspek-aspek kunci dari supremasi sipil:
 KEPEMIMPINAN POLITIK
Pejabat-pejabat yang terpilih, biasanya kepala negara (misalnya Presiden atau
Perdana Menteri) dan para pemimpin sipil yang ditunjuk (misalnya menteri
pertahanan), bertanggung jawab untuk merumuskan kebijakan-kebijakan
pertahanan, menetapkan tujuan-tujuan strategis, dan membuat keputusan-
keputusan yang berkaitan dengan penggunaan kekuatan militer.
 PENGAWASAN DEMOKRATIS
Para pemimpin sipil bertanggung jawab pada para pemilih. Dalam sistem
demokratis, publik mempunyai kesempatan untuk menyatakan kehendaknya
melalui pemilihan umum, dan meminta pertanggungjawaban para pemimpin
sipil atas keputusan-keputusan mereka, termasuk yang berkaitan dengan
pertahanan nasional dan militer.
 KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Meskipun warga sipil mungkin tidak memiliki tingkat keahlian teknis yang
sama dalam masalah-masalah militer seperti halnya para profesional militer,
mereka bertanggung jawab untuk menentukan arah kebijakan secara
keseluruhan dan tujuan-tujuan strategis. Peran militer adalah melaksanakan
kebijakan dan strategi ini dalam kerangka kerja yang ditetapkan oleh otoritas
sipil.
 MENCEGAH INTERVENSI MILITER DALAM POLITIK
Supremasi sipil membantu mencegah militer terlibat dalam politik dalam negeri.
Dalam masyarakat demokratis, militer diharapkan bersikap apolitis dan

2
menahan diri untuk tidak mencampuri proses politik. Hal ini membantu
menjaga pemisahan antara lingkup pengaruh militer dan sipil.
 PERLINDUNGAN KEBEBASAN SIPIL
Kontrol sipil memastikan bahwa kekuatan militer digunakan sesuai dengan
nilai-nilai demokrasi, melindungi hak-hak dan kebebasan warga negara. Para
pemimpin sipil dapat membentuk kebijakan-kebijakan militer yang selaras
dengan tujuan-tujuan yang lebih luas dari masyarakat yang mereka layani.
Supremasi sipil tidak berarti bahwa warga sipil harus memiliki pengetahuan
yang rinci tentang taktik atau operasi militer. Sebaliknya, ini menekankan
prinsip demokratis bahwa keputusan-keputusan tentang pertahanan nasional dan
penggunaan kekuatan militer harus dibuat oleh mereka yang bertanggung jawab
pada rakyat. Prinsip ini membantu melindungi pemerintahan demokratis,
kebebasan individu, dan supremasi hukum dalam masyarakat.

AKUNTABILITAS DEMOKRATIS
Akuntabilitas demokratis adalah prinsip dasar dalam pemerintahan demokratis
yang menekankan tanggung jawab para pemimpin dan lembaga-lembaga
terpilih untuk bertanggung jawab kepada warga negara yang mereka layani.
Dalam konteks akuntabilitas demokratis yang berkaitan dengan militer, hal ini
melibatkan jaminan bahwa keputusan-keputusan tentang pertahanan dan
keamanan nasional transparan, tunduk pada pengawasan publik, dan selaras
dengan kepentingan dan nilai-nilai masyarakat yang lebih luas. Berikut ini
adalah aspek-aspek kunci dari pertanggungjawaban demokratis:
 PEMLIHAN UMUM
Dalam sistem demokrasi, para pemimpin dan wakil-wakil rakyat dipilih melalui
pemilihan umum yang teratur, bebas dan adil. Warga negara memiliki
kesempatan untuk mengekspresikan preferensi mereka dan meminta
pertanggungjawaban para pemimpin atas tindakan-tindakan mereka, termasuk
keputusan-keputusan yang berkaitan dengan militer. Para pejabat yang terpilih,
seperti kepala negara, menteri pertahanan, dan anggota komite-komite yang
relevan, bertanggung jawab pada para pemilih.
 KONTROL SIPIL ATAS MILITER
Pertanggungjawaban demokratis melibatkan pemeliharaan kontrol sipil atas
militer. Para pemimpin sipil yang terpilih menetapkan kebijakan-kebijakan
pertahanan, menentukan tujuan-tujuan strategis, dan membuat keputusan

3
tentang penggunaan kekuatan militer. Militer, pada gilirannya, diharapkan
beroperasi dalam kerangka kerja hukum dan kebijakan yang ditetapkan oleh
sipil.
 TRANSPARANSI
Akuntabilitas demokratis memerlukan transparansi dalam proses pengambilan
keputusan. Warga negara memiliki hak untuk mengakses informasi tentang
kegiatan-kegiatan pemerintah, termasuk yang berkaitan dengan keamanan
nasional. Transparansi membantu membangun kepercayaan, memungkinkan
debat publik yang terinformasi, dan memungkinkan warga negara meminta
pertanggungjawaban para pemimpin atas keputusan-keputusan mereka.
 MEKANISME PENGAWASAN
Sistem demokrasi biasanya mencakup berbagai mekanisme pengawasan untuk
meneliti tindakan-tindakan militer. Ini mungkin melibatkan komite-komite
parlemen, komisi-komisi independen, atau kantor-kantor ombudsman yang
ditugaskan untuk meninjau kembali kebijakan-kebijakan pertahanan, anggaran-
anggaran militer, dan pelaksanaan operasi-operasi militer.
 MEDIA DAN WACANA PUBLIK
Media yang bebas dan dinamis memainkan peran penting dalam meminta
pertanggungjawaban para pemimpin dengan menginvestigasi dan melaporkan
tindakan-tindakan pemerintah, termasuk masalah-masalah militer. Wacana dan
debat publik memungkinkan warga negara untuk mengekspresikan pandangan
mereka, mempengaruhi kebijakan dan keputusan pemerintah.
 KERANGKA HUKUM
Akuntabilitas demokratis diperkuat oleh kerangka hukum yang menentukan
batas-batas kewenangan pemerintah, melindungi hak-hak individu, dan
menetapkan aturan-aturan penggunaan kekuatan militer. Para pemimpin yang
melanggar kerangka hukum ini dapat dimintai pertanggungjawaban melalui
proses hukum.
 DEWAN KEAMANAN NASIONAL
Beberapa negara demokrasi membentuk Dewan Keamanan Nasional atau badan
penasehat serupa untuk memfasilitasi koordinasi di antara berbagai cabang
pemerintahan dalam masalah keamanan nasional. Dewan-dewan ini
memberikan sumbangan pada pengambilan keputusan yang terinformasi dan
pengawasan yang demokratis.
 OPINI PUBLIK
4
Pada akhirnya, pertanggungjawaban demokratis terkait erat dengan opini
publik. Para pemimpin yang terpilih peka terhadap pandangan dan keprihatinan
publik, terutama dalam masalah keamanan nasional. Tekanan publik, yang
diekspresikan melalui berbagai cara, dapat mempengaruhi kebijakan dan
tindakan pemerintah.

Ringkasnya, pertanggungjawaban demokratis menjamin bahwa pelaksanaan


kekuasaan, termasuk keputusan-keputusan yang berkaitan dengan militer,
tunduk pada kehendak rakyat dan konsisten dengan nilai-nilai demokrasi. Ini
adalah aspek yang dinamis dan esensial dari pemerintahan demokratis, yang
memberikan kontribusi pada legitimasi dan efektivitas kepemimpinan suatu
negara.

PROFESIONALISME DAN KEAHLIAN


"Profesionalisme dan keahlian" dalam konteks militer mengacu pada standar
keterampilan, perilaku, dan pengetahuan yang tinggi yang diharapkan dari
personel militer dalam pelaksanaan tugas mereka. Prinsip-prinsip ini sangat
penting untuk berfungsinya institusi militer secara efektif dan etis. Berikut ini
adalah aspek-aspek kunci dari profesionalisme dan keahlian dalam militer:

 KOMPETENSI TEKNIS
Para profesional militer diharapkan memiliki kompetensi teknis tingkat tinggi di
bidang-bidang seperti strategi, taktik, logistik, dan penggunaan persenjataan
canggih. Keahlian ini dikembangkan melalui pelatihan, pendidikan, dan
pengalaman yang ketat.

 PERILAKU ETIS
Profesionalisme dalam militer melibatkan kepatuhan terhadap kode etik dan
nilai-nilai yang ketat. Personel militer diharapkan menjunjung tinggi prinsip-
prinsip seperti integritas, kehormatan, dan penghormatan terhadap hak asasi
manusia. Perilaku etis sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik dan
legitimasi tindakan militer.

 DISIPLIN
Para profesional militer beroperasi dalam struktur hirarkis yang membutuhkan
disiplin dan kepatuhan terhadap perintah yang sah. Disiplin memastikan bahwa
rantai komando dihormati, dan perintah dilaksanakan secara efisien dan efektif.

5
Hal ini berkontribusi pada kohesi dan efektivitas unit militer secara
keseluruhan.

 PEMBELAJARAN BERKELANJUTAN
Militer menekankan pembelajaran seumur hidup dan pengembangan
profesional. Personel militer terlibat dalam pelatihan, pendidikan, dan
peningkatan keterampilan yang berkelanjutan untuk mengikuti perkembangan
teknologi, taktik, dan pertimbangan strategis.

 FOKUS PADA MISI


Profesionalisme memerlukan komitmen yang kuat terhadap misi dan tujuan
militer. Personel militer diharapkan untuk memprioritaskan penyelesaian tugas
yang diberikan dan beroperasi dengan rasa tanggung jawab dan dedikasi
terhadap keamanan nasional.

 KEPATUHAN TERHADAP HUKUM DAN PERATURAN


Para profesional militer beroperasi dalam kerangka hukum yang mencakup
hukum kemanusiaan internasional dan hukum domestik. Kepatuhan terhadap
hukum ini merupakan aspek fundamental dari profesionalisme, yang
memastikan bahwa tindakan militer dilakukan secara etis dan sesuai dengan
norma-norma yang telah ditetapkan.
 KEPEMIMPINAN
Perwira dan bintara militer diharapkan untuk menunjukkan keterampilan
kepemimpinan yang efektif. Ini termasuk kemampuan untuk menginspirasi dan
memotivasi bawahan, membuat keputusan yang tepat di bawah tekanan, dan
berkomunikasi dengan jelas dan tegas.
 KERJA SAMA TIM
Militer sangat menekankan kerja sama tim dan kolaborasi. Para profesional
militer harus bekerja secara kohesif dengan rekan-rekan, bawahan, dan atasan
mereka untuk mencapai tujuan bersama. Kerja sama tim sangat penting untuk
keberhasilan operasi militer.
 KEMAPUAN BERADAPTASI
Lingkungan militer bersifat dinamis, dan situasi dapat berubah dengan cepat.
Para profesional militer harus mudah beradaptasi dan mampu menyesuaikan
strategi dan taktik mereka dalam menanggapi keadaan yang berkembang.
 AKUNTABILITRAS

6
Para profesional militer bertanggung jawab atas tindakan mereka.
Pertanggungjawaban ini mencakup perilaku etis, mengikuti perintah, dan
mencapai tujuan misi. Dalam kasus-kasus pelanggaran, pertanggungjawaban
dapat melibatkan konsekuensi hukum dan disiplin.
Profesionalisme dan keahlian adalah prinsip-prinsip dasar yang berkontribusi
pada efektivitas, legitimasi, dan perilaku etis institusi militer. Kualitas-kualitas
ini dipupuk melalui pelatihan, pendidikan, dan komitmen terhadap nilai-nilai
dan standar profesi militer.
SOURCE : The Soldier and The State, Samuel P. Huntington
JAKARTA, 14 Januari 2024
Julius C. Hassan
Civil - Military Relations Enthusiast

Anda mungkin juga menyukai