Anda di halaman 1dari 6

SEKOLAH STAF DAN KOMANDO ANGKATAN DARAT

PASIS DIKREG 63

JAWABAN RESUME MODUL MILITER DAN POLITIK

SEJARAH KETERLIBATAN MILITER DALAM POLITIK INDONESIA.


Militer tidak akan campur tangan dalam panggung politik jika rezim sipil yang berkuasa
mempunyai legitimasi yang kuat dan pertikaian antar kelompok kepentingan dari pihak
sipil tidak mengganggu kestabilan dan jalannya pemerintahan. Militer akan melakukan
intervensi jika ketidakpastian politik begitu tinggi, para politisi lemah atau melakukan
politicking demi kepentingan sesaat atas nama golongannya masing-masing yang
menimbulkan ketidak stabilan politik.
Militer sebagai sebuah organisasi pertahanan, mutlak di perlukan oleh setiap negara
yang ingin aman dari ancaman-ancaman yang dapat mengganggu eksistensi negara
tersebut.
Sebagai kalangan yang merasa ikut berperan dalam proses pencapaian
kemerdekaan di Indonesia, militer memang tidak dapat dipungkiri, walaupun
bentuknya belum seperti saat ini. Sehingga tuntutan untuk ikut terlibat dalam
perpolitikan pun harus dipertimbangkan. Geliat militer Indonesia dalam gelanggang
politik tidak terjadi secara alami, tetapi merupakan konsekuensi sejarah sejak lahirnya
Tentara Indonesia

PROSES PEMBENTUKAN DAN CIRI UTAMA TENTARA INDONESIA.


Sejarah lahirnya peran politik tentara di Indonesia pada awalnya dikarenakan perang
melawan penjajah Belanda. Pada masa itu, tentara tidak hanya memegang peranan
sebagai fungsi militer saja tetapi juga fungsi di luar militer. Banyak para perwira militer
yang ikut aktif dalam urusan masalah ekonomi dan semua masalah di luar militer.
Selain untuk kekuasaan, salah satu unsur yang mendorong berlangsungnya
militerisme adalah ketidakpercayaan para elit militer terhadap kemampuan para
politisi sipil. Artinya bahwa perwira-perwira militer yang berorientasi dan berambisi
dalam politik akan melakukan intervensi jika pemerintahan sipil gagal menjaga
stabilitas politik dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang memuaskan

ALASAN KETERLIBATAN MILITER DALAM POLTIK.


Secara umum alasan militer memilih terlibat dalam penyelenggaraan kekuasaan
negara, sebagai berikut:
1) Militer beranggapan, bahwa keterlibatannya dalam penyeleng garaan kekuasaan
negara sebagai sebuah hak sejarah. Hak yang menjadi legitimasi militer untuk terlibat
dalam penyelenggaraan kekuasaan negara adalah bahwa militer memiliki ‘saham’
atas lahirnya sebuah negara
2) Komitmen untuk menjaga integrasi bangsa dan negara. Komitmen ini selaras
dengan keinginan dari militer untuk dapat dilibatkan dalam segala yang berhubungan
dengan integrasi bangsa
3) Desakan dari internal militer untuk mengambil alih ataupun ikut terlibat dalam politik
pemerintahan, karena pemerintahan yang berkuasa cenderung korup dan membawa
bangsa kearah yang membahayakan keutuhan dan integrasi bangsa.
Desakan ini bentuknya beragam, namun secara umum ada dua pola, yaitu :
a) Melakukan kudeta atau pengambilalihan kekuasaan.
b) Melakukan negosiasi dengan politisi sipil. Akan tetapi dari dua pola tersebut
banyak yang dilakukan oleh militer untuk ikut terlibat dalam politik
pemerintahan dengan melakukan kudeta.
4) Bila rakyat menghendaki. Alasan ini terasa klise, namun kenyataannya bahwa
banyak dari masyarakat di belahan dunia lainnya masih berharap agar militer dapat
meluruskan dan membuka ruang kesejahteraan dan ketenteraman bagi masyarakat.
Keinginan rakyat agar militer terlibat dalam politik pemerintahan merupakan realitas
dari trauma masyarakat akibat ketidakjelasan arah pemerintahan sipil membawa
bangsa dan negara ini.

PERAN MILITER DALAM POLITIK.


Watak tentara yang bertolak belakang dengan prinsip-prinsip demokrasi membuat
negara yang memiliki kecenderungan keterlibatan militer yang tinggi seperti Indonesia
terkungkung oleh rezim otoriter;
Keterlibatan militer dalam penyelenggaraan negara, baik langsung maupun tidak
langsung telah memberikan efek negatif bagi berkembangnya demokrasi di Indonesia,
maupun belahan dunia lainnya

HUBUNGAN MILITER DAN SIPIL DALAM POLITIK.


Inti pandangan Huntington sendiri mengelompokkan tentara dalam kerangka
hubungan sipil-militer menjadi dua yaitu, tentara pretorian dan tentara profesional.
Tentara pretorian atau tentara jenis penakluk (warior) dalam hal ini mewakili kelompok
militer yang berkuasa dan menjalankan pemerintahan dan menentukan
keputusankeputusan politik
Hal-hal yang berkaitan dengan adanya konflik sipil-militer itu dapat dijelaskan melalui
empat tipologi intervensi militer yaitu :
1) Tipologi military pretorian dari Eric A. Nordlinger (1977).
2) Tipologi military profesional revolusioner dari Amos Perlmutter (1977).
3) Tipologi military profesional dari Samuel P. Huntington (1962, 2003).
4) Tipologi military pretorian profesional dari Mulyadi (2009).

MODEL KONTROL SIPIL.


Cohan Elliot A. Cohan mendefenisikan pihak sipil dapat berupa masyarakat umum,
lembaga pemerintah dan swasta, para politisi dan negarawan
secara universal bahwa istilah sipil adalah semua orang baik individu atau institusi
yang berada di luar organisasi militer
Menurut ahli politik Eric Nordinger dalam bukunya “Soldiers in Politics”, terdapat tiga
model kontrol militer terhadap masyarakat sipil yaitu model tradisional, model liberal
dan model penetrasi.
Model Tradisional.
Model kontrol tradisional adalah model kontrol sipil biasa di negara monarki.
Bentuk pemerintahan sipil tradisional ini sangat berpengaruh dalam sistem
pemerintahan kerajaan sampai abad ke-18 di Eropa. Hal itu terjadi karena
kaum aristokrat Eropa sebagai elite sipil dan elit militer. Kedua elite ini berbeda,
tetapi dalam kepentingan dan pandangannya hampir sama karena keduanya
berasal dari golongan aristocrat
Model Liberal.
Militer hanya bertugas menjaga keamanan dan pertahanan negara, selain itu
militer diberikan kemampuan manajemen militer yang mumpuni. Seluruh
kebutuhan militer dipenuhi dengan sebaikbaiknya oleh sipil. Model ini berupaya
melakukan depolitisasi semaksimal mungkin terhadap militer. namun sipil
dituntut untuk memiliki civilian ethic melakukan beberapa etika sipil, misalnya
sipil harus menghormati militer, keahlian dan otonomi, serta harus bersikap
netral. Sipil tidak boleh melakukan intervensi ke dalam profesi militer apalagi
menyusupkan ide-ide politik bahkan menggunakan militer untuk kepentingan
politik tertentu
Model Penetrasi.
Model kontrol penetrasi adalah suatu model kontrol sipil yang melakukan
penebaran ide-ide politik terhadap perwira militer yang masuk dalam partai-
partai politik. Militer yang masuk dalam partai politik harus melepaskan semua
aturan militernya dan masuk dalam aturan partai politik sehingga semua tunduk
dalam aturan partai.

TIPOLOGI INTERVENSI MILITER.


Perwira profesional di zaman modern mempunyai ciri-ciri yaitu: keahlian (manajemen
kekerasan), pertautan (tanggung jawab kepada klien, masyarakat atau negara),
korporatisme (kesadaran kelompok dan organisasi birokrasi) dan ideologi (semangat
militer). Ciri-ciri ini dapat dijumpai dalam semua lembaga militer baik di negara maju
ataupun berkembang yang meliputi military profesional, military pretorian dan military
profesional revolusioner

MILITARY PROFESIONAL
1) Profesionalisme Militer. Profesionalisme menyangkut keseimbangan antara
keahlian dan tanggung jawab sebagai pelindung negara
menurut Huntington militer yang profesional mempunyai tiga ciri yaitu :
(1) Keahlian sebagai karakter utama yang karena keahlian ini profesi militer
kian menjadi spesifik serta perlu pengetahuan dan keterampilan
(2) Militer profesional mempunyai tanggung jawab sosial yang khusus. Selain
mempunyai nilai-nilai moral yang harus terpisah sama sekali dari insentif
ekonomi, perwira militer mempunyai tanggung jawab kepada negara
(3) Militer profesional memiliki karakter korporasi yang melahirkan rasa esprit
de corps yang kuat
Amos Perlmutter dan Eric A. Norlinger justru berpendapat lain, bahwa
keterlibatan militer dalam bidang non militer justru disebabkan oleh dianutnya
konsep militer profesional. Pihak militer terlibat jauh dalam pelaksanaan tugas-
tugas yang menjadi tanggung jawab pihak sipil, seperti politik, ekonomi dan
sosial seiring meluasnya peningkatan kemampuan professional nya.
2) Orientasi Politik Militer Profesional.
semakin canggih kaum militer profesional dalam keterampilannya, maka
semakin kuat pula keinginannya untuk mengontrol pengambilan dan
pelaksanaan 438 kebijakan keamanan nasional. Orientasi politik militer
profesional muncul berkaitan dengan kesadaran akan tanggung jawab
eksternalnya, terutama yang berkaitan langsung dengan format kebijakan
(policy formation) keamanan nasional.
3) Tipologi Militer Revolusioner Profesional.
Tipologi militer revolusioner profesional Amos Perlmutter adalah militer yang
sudah terlibat jauh dalam politik sejak kelahirannya yang dicirikan oleh empat
hal yaitu :
a) Latar belakang proses revolusi sebagai hasil proses persenjataan seluruh
bangsa (nation in arms) memberinya pemahaman kepada para perwiranya
bahwa dirinya tidak berpolitik ketika melaksanakan peran-peran politik.
b) Latar belakang revolusi yang mendasari pembentukannya tidak memberinya
kesempatan untuk melaksanakan sejumlah persyaratan-persyaratan militer
profesional lainnya seperti persyaratan keahlian militer dan kesatuan militer.
c) Prinsip eksklusif dalam proses rekruitmen dan promosi perwiranya sebagai
ciri pokoknya.
d) Pendidikan dan latihan terutama untuk perwiranya sama sekali tidak ada,
kecuali mungkin diperolehnya melalui warisan kolonial tetapi itupun terbatas
dikalangan golongan tertentu

4) Intervensi Militer Dalam Politik


Hal lain yang mendorong perubahan ke tipologi militer pretorian menurut Eric
A. Nordlinger adalah upaya pihak militer menyelamat kan profesionalismenya
dari ancaman pihak sipil.
Hal lain yang mendorong perubahan ke tipologi militer pretorian menurut Eric
A. Nordlinger adalah upaya pihak militer menyelamat kan profesionalismenya
dari ancaman pihak sipil. Sebagai golongan profesional, militer berusaha
mempertahankan ciri profesionalnya berupa otonomi, keikhlasan, kepakaran
dan keahlian mengendalikan kekerasan. Dengan demikian Eric A. Nordlinger
tidak sejalan dengan Samuel P. Huntington yang melihat bahwa semakin tinggi
tingkat profesionalisme perwira militer semakin kurang kecenderungan mereka
melakukan intervensi.

C. MILITARY PRETORIAN.
1) Ciri-Ciri Negara Pretorian Modern. Intervensionisme atau kecenderungan tentara
dalam hal ini bersifat permanen. Tentara dapat melakukan perubahan konstitusi dan
menguasai negara. Hal ini dapat mengakibatkan pandangan yang negatif terhadap
keprofesionalan tentara
2) Tipe Military Pretorian. Perlmutter membedakan tipe tentara pretorian dalam dua
kategori yaitu tipe tentara pretorian yang paling 441 ekstrim (tipe penguasa) dan tipe
yang kurang ekstrim (tipe penengah) sebagai berikut :
a) Tentara pretorian penguasa mendirikan eksekutif yang independen dan suatu
organisasi politik untuk mendominasi masyarakat dan politik. Jenis tentara pretorian
penguasa ini mempunyai ciri, yaitu :
(1) Menolak Orde yang berlaku dan menentang keabsahannya.
(2) Tidak mempercayai pemerintahan sipil dan tidak mengharapkan akan
kembali ke tangsi.
(3) Mempunyai organisasi politik dan cenderung memaksimumkan militer.
(4) Yakin bahwa pemerintahan militer merupakan satu-satunya alternatif yang
dapat mengatasi kekacauan politik.
(5) Mempolitisir profesionalisme.
(6) Beroperasi secara terbuka dan tidak takut akan aksi pembalasan kaum
sipil.
b) Tentara pretorian penengah tidak mempunyai organisasi politik dan tidak banyak
menunjukkan minat dalam penciptaan ideologi politik. Jenis tentara ini mempunyai ciri,
yaitu :
(1) Menerima Orde sosial yang ada dan tidak mengada kan pembaharuan
fundamental di dalam rezim atau struktur eksekutif.
(2) Kesediaan untuk kembali ke tangsi setelah perdebat an dan konflik
diselesaikan.
(3) Tidak mempunyai organisasi politik yang berdiri sendiri dan tidak berusaha
memaksimumkan kekuasan nya.
(4) Menentukan batas waktu bagi pemerintahan militer dan mengalihkan
kepada pemerintahan sipil yang dapat diterima, karena mereka memandang
pemerintahan tentara yang berkelamaan merugikan integritas profesinya.
(5) Keprihatinan pemikiran tentang peningkatan profesionalisme.
(6) Disebabkan karena ketakutannya terhadap keterlibatan terbuka dalam
politik, maka cenderung beroperasi di belakang layar sebagai kelompok
penekan yang mempengaruhi pemerintahan sipil untuk bereaksi terhadap
tuntutan rakyat dan tidak perlu bagi militer untuk campur tangan secara terang-
terangan

Pasis,

I Putu Gede Widarta


Mayor Inf Nosis 63094

Anda mungkin juga menyukai