Anda di halaman 1dari 10

Psikoborneo, Vol 6, No 2, 2018:257-266 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

Pengaruh Pola Asuh Orang Tua dan Kontrol Diri


Terhadap Perilaku Agresif
Leilly Puji Rahayu1

Program Studi Psikologi


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Mulawarman Samarinda

ABSTRACT. This study aimed to determine the influence of parenting style and self-control toward
aggressive behavior at adolescence’s in Junior High School 27 Samarinda. This research used quantitative
approach, which the population for this research is 228 students in clas VIII Junior High School. Besides, 90
of them are selected as sample for this research by using purposive sampling. Methods of data collection
using the scale of aggressive behavior, parenting style, and self-control with Likert scale model. The collected
data were analyzed by multiple linear regression analysis with Statistical Package for Social Sciences (SPSS)
20.0 for windows. According to 95% of accurateness level, result for this research indicate that: (1) there is
no influence of parenting style toward aggressive behavior with beta coefficient (β) = 0.070, and t value < t
table (0.684 < 1.987), and p value = 0.496 (p < 0.05); (2) there is positive influence and significant self-
control towards aggressive behavior with beta coefficient (β) = 0.325, and t value> t table (3.166 > 1.987),
and p value = 0.002 (p < 0.050); (3) there is positive and significant influence of parenting style and self-
control toward aggressive behavior with value of f count = 5.955 > f table = 3.10, and p value = 0.004 (p <
0.050). The influencing contribution (R2) of parenting style and self-control toward aggressive behavior is
0.120 or 12 percents.

Keywords: aggressive behaviour, parenting style, and self-control

ABSTRAK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pola asuh dan pengendalian diri terhadap
perilaku agresif pada remaja di SMP Negeri 27 Samarinda. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif, dengan populasi penelitian ini adalah 228 siswa kelas VIII SMP. Selain itu, 90 diantaranya dipilih
sebagai sampel untuk penelitian ini dengan menggunakan purposive sampling. Metode pengumpulan data
menggunakan skala perilaku agresif, pola asuh pola asuh, dan pengendalian diri dengan model skala likert.
Data yang terkumpul dianalisis dengan analisis regresi linier berganda dengan Paket Statistik untuk Ilmu
Sosial (SPSS) 20.0 for windows. Berdasarkan 95% tingkat akurasi, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa:
(1) tidak ada pengaruh parenting style terhadap perilaku agresif dengan koefisien beta (β) = 0,070, dan nilai t
<t tabel (0,684 <1,987), dan nilai p = 0,496 (p <0,05); (2) terdapat pengaruh positif dan signifikan
pengendalian diri terhadap perilaku agresif dengan koefisien beta (β) = 0,325, dan nilai t> t tabel (3,166>
1,987), dan nilai p = 0,002 (p <0,050); (3) terdapat pengaruh positif dan signifikan gaya pengasuhan dan
pengendalian diri terhadap perilaku agresif dengan nilai f hitung = 5.955> f tabel = 3.10, dan p value = 0.004
(p <0.050). Sumbangan pengaruh (R2) pola asuh dan pengendalian diri terhadap perilaku agresif sebesar
0,120 atau 12 persen.

Kata kunci: perilaku agresif, gaya pengasuhan, dan pengendalian diri

1
Email: leillypj@gmail.com
257
Psikoborneo, Vol 6, No 2, 2018:257-266 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

PENDAHULUAN di sekolah, jalan-jalan, dan bahkan di sekitar rumah.


Aksi tersebut dapat berupa kekerasan secara fisik
Masa remaja adalah sebagai periode
(memukul, menendang, menampar, dan lain-lain
perubahan, dimana sikap dan tingkah laku selama
yang berhubungan dengan fisik) dan berupa
masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik.
kekerasan secara verbal (memaki, mengejek,
Perubahan fisik tentunya memiliki efek psikologis,
menghina, dan lain lain). Pelaku-pelaku dari
dimana remaja memiliki perasaan tidak puas
tindakan aksi ini bahkan sudah mulai dilakukan oleh
terhadap diri sendiri. Keadaan tersebut menyebabkan
para pelajar di tingkat SMP, seperti yang terjadi di
remaja sulit menerimanya, apabila tidak sesuai
SMP Negeri 27 Samarinda.
dengan keinginan dan harapannya, remaja akan
Berdasarkan pengamatan awal yang telah
mencari pelarian dari keadaan yang tidak
dilakukan dapat diketahui bahwa fenomena yang
menyenangkan dengan mencari perhatian dan
terjadi di SMP Negeri 27 Samarinda adalah terdapat
melakukan hal-hal negatif. Remaja cenderung
kekerasan yang sering dilakukan oleh para siswa di
menilai sesuatu dan bertindak atas pandangannya
sekolah, baik secara fisik maupun verbal, baik secara
dan penilaian sendiri, tidak membedakan antara hal-
langsung maupun tidak langsung. Kekerasan secara
hal yang dipikirkannya dengan orang lain dengan
fisik yang dilakukan oleh siswa biasanya memukul,
menunjukkan tingkah laku yang negatif. Restu &
menampar, dan menendang. Selain kekerasan secara
Yusri (2013) menyatakan bahwa tingkah laku negatif
fisik, kekerasan secara verbal juga sering dilakukan,
bukan merupakan ciri perkembangan remaja yang
seperti mengejek/ mengolok, menyindir, berkata
normal, remaja yang berkembang akan
kasar, dan memaki. Para pelaku yang sering
memperlihatkan perilaku positif. Sedangkan
melakukan kekerasan kepada temannya menganggap
sekarang ini terdapat fenomena yang sebagian
bahwa hal tersebut adalah hal yang wajar, seperti
remaja menunjukkan perilaku negatif, salah satunya
memukul, menampar, menendang, mengejek/
adalah perilaku agresif, yaitu suatu tindakan yang
mengolok, menyindir, berkata kasar, bahkan
dilakukan secara sengaja pada individu lain sehingga
memaki.
menyebabkan sakit fisik dan psikis pada individu
Adapun persentase perilaku agresif dari hasil
lain (Restu & Yusri, 2013).
screening yang dilakukan peneliti pada tanggal 22
Fenomena yang sangat memprihatinkan adalah
September 2016, didapatkan bentuk perilaku agresif
perilaku agresif yang terjadi di kalangan remaja.
sebagai berikut:
Perilaku agresif ini dapat terjadi dimana saja, seperti
Tabel. 1 Persentase Perilaku Agresif (N=228) 2016
Perilaku Agresif F Persentase
Memukul 210 92,1%
Mengejek 208 91,2%
Berkata Kasar 186 81,6%
Berkelahi 163 71,4 %
Menunjukkan Amarah 163 71,4%
Menyindir 161 70,6%
Memiliki Sikap Balas Dendam 131 57,5%
Menendang 111 48,7%
Merusak Barang Saat Marah 91 39,9%
Memaki 90 39,4%
Menampar 73 32%
Memalak 46 20%
Menggigit 18 7,9%

Bandura (dalam Susantyo, 2011) bahwa perilaku agresif dipengaruhi oleh banyak hal
beranggapan bahwa perilaku agresif merupakan termasuk di dalamnya pola asuh orangtua.
sesuatu yang dipelajari dan bukannya perilaku yang Pola asuh merupakan salah satu faktor yang
dibawa individu sejak lahir. Perilaku agresif ini mempunyai peranan penting dalam pembentukan
dipelajari dari lingkungan sosial seperti interaksi kepribadian anak, keadaan kehidupan keluarga bagi
dengan keluarga, interaksi dengan rekan sebaya, dan seorang anak dapat dirasakan melalui sikap dari
media massa melalui modelling. Rahayuningsih orang yang sangat dekat dan berarti baginya
(dalam Diponegoro & Malik, 2013) menyatakan (Sarwono, 2011). Pola asuh memberikan proses
258
Psikoborneo, Vol 6, No 2, 2018:257-266 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

pembentukan kognisi individu yang hidup dalam digunakan untuk melihat perilaku agresif secara
lingkungan tersebut. Seorang remaja akan belajar umum, yaitu sebagai berikut:
dari lingkungan tempat tumbuh kembangnya sebagai a. Agresi fisik, yaitu kecenderungan individu untuk
sumber belajar untuk bersikap, remaja yang tumbuh melakukan serangan secara fisik sebagai ekspresi
dan berkembang dalam lingkungan penuh pengertian kemarahan.
maka anak juga akan menjadi pribadi yang memiliki b. Agresi verbal, yaitu kecenderungan untuk
toleransi terhadap orang di sekitarnya, demikian juga menyerang orang lain atau memberi stimulus
sebaliknya bila dibesarkan dengan penuh ancaman yang merugikan dan menyakitkan orang tersebut
dan kekerasan maka remaja akan belajar untuk secara verbal yaitu melalui kata-kata atau
bertengkar dan berkelahi (Diponegoro & Malik, melakukan penolakan.
2013). c. Kemarahan, yaitu representasi emosi atau afektif
Perilaku agresif juga dipengaruhi oleh faktor berupa dorongan fisiologis sebagai tahap
lainnya yaitu kontrol diri. Krahe (dalam Auliya & persiapan agresi.
Nurwidawati, 2014) menyatakan bahwa perilaku d. Permusuhan, yaitu perasaan sakit hati dan
agresi yang muncul pada diri individu dapat merasakan ketidakadilan sebagai representasi dari
dipengaruhi oleh faktor kepribadian, yaitu kontrol proses berpikir atau kognitif.
diri, iritabilitas, kerentanan emosional, pikiran kacau Wiyani (2014) menjelaskan ada dua faktor
versus perempuan, harga diri, dan gaya atribusi penyebab anak berperilaku agresif, yaitu:
permusuhan. Kontrol diri yang baik sangat a. Faktor Biologis
diperlukan remaja untuk mengendalikan emosi Ada dua hal yang termasuk dalam faktor
dalam mengatur perilakunya agar tidak berperilaku biologis, yaitu:
agresif (Diponegoro & Malik, 2013). Menurut 1) Faktor Keturunan
Fasilita (2012) kontrol diri yang lemah pada Anak berperilaku agresif karena memang
seseorang mengarahkan pada konsekuensi negatif, dahulu ayah atau ibunya juga memiliki riwayat
yang merugikan orang lain maupun dirinya sendiri. berperilaku agresif.
Individu dengan kontrol diri yang rendah senang 2) Faktor Bentuk atau Anatomi Tubuh
melakukan resiko dan melanggar aturan tanpa Misalnya saja, anak yang memiliki badan
memikirkan efek panjangnya. Sedangkan individu tinggi-besar merasa dirinya lebih unggul
dengan kontrol diri yang tinggi akan menyadari (superior) dari anak lainnya.hal ini
akibat dan efek jangka panjang dari perbuatan menjadikannya memiliki akses untuk menindas
menyimpang (Aroma & Suminar, 2012). ataupun berbuat merugikan anak yang
tergolong lemah.
TINJAUAN PUSTAKA b. Faktor Lingkungan
Perilaku Agresif Anak hidup berinteraksi dengan anak lainnya di
Perilaku agresif sebagai luapan emosi atas lingkungan yang berbeda-beda, yaitu lingkungan
reaksi terhadap kegagalan individu yang ditunjukkan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Masing-
dalam bentuk perusakan terhadap orang atau benda masing lingkungan tersebut selain dapat
dengan unsur kesengajaan yang diekspresikan memberikan pengaruh positif juga dapat
dengan kata-kata (verbal) dan perilaku non verbal memberikan pengaruh yang negatif dan dapat
(Susantyo, 2011). Buss dan Perry (1992) memunculkan perilaku agresif.
menjelaskan bahwa perilaku agresif adalah perilaku Anantasari (2006) menyebutkan ada enam ciri-
atau kecenderungan perilaku yang berniat untuk ciri perilaku agresif, yaitu perilaku menyerang;
menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun perilaku menyakiti atau merusak diri sendiri, orang
psikologis untuk mengekspresikan perasaan lain, atau objek-objek penggantinya; perilaku yang
negatifnya sehingga dapat mencapai tujuan yang tidak diinginkan orang yang menjadi sasarannya;
diinginkan. Selain itu, Wiyani (2014) juga perilaku yang melanggar norma sosial; sikap
menjelaskan bahwa perilaku agresif adalah suatu bermusuhan terhadap orang lain; dan perilaku agresif
perbuatan baik disengaja maupun tidak disengaja yang dipelajari. Hildayani (Wiyani, 2014) membagi
yang ditunjukkan untuk menyerang pihak lain, baik perilaku agresif ke dalam dua jenis, yaitu perilaku
secara fisik maupun secara verbal. agresif tipe soliter, perilaku agresif yang ditampilkan
Buss dan Perry (1992) mengatakan lebih lanjut oleh anak secara individu. Pada tipe ini perilaku
bahwa terdapat empat dimensi agresi yang dapat agresif dapat berupa fisik maupun verbal. Anak
259
Psikoborneo, Vol 6, No 2, 2018:257-266 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

dengan perialku agresif tipe soliter sering kali Komunikasi antara orang tua dan anak adalah
menjauhkan diri dari orang lain sehingga lingkungan usaha orangtua menciptakan komunikasi verbal
juga menolak keberadaanya; dan perilaku agresif dengan anak. Beberapa bentuk komunikasi yang
tipe grup, perilaku agresif yang ditampilkan oleh ank dapat terjadi yaitu komunikasi berpusat pada
secara berkelompok. Pada tipe ini biasanya ada anak orang tua, berpusat pada anak atau terjalin
yang merupakan ketua kelompok/ grup. Biasanya komunikasi dua arah (orang tua dan anak).
anak-anak yang bergabung dalam grup tersebut d. Cara pengasuhan atau pemeliharaan orang tua
memiliki masalah yang hampir sama lalu terhadap anak (parental nurturance)
memberikan kepercayaan kepada salah satu anak Cara pengasuhan orang tua adalah ungkapan
untuk menjadi pemimpin mereka. Pada tipe ini orang tua untuk menunjukkan kasih sayang,
sering terjadi perilaku agresif dalam bentuk fisik. perhatian terhadap anak dan bagaimana cara
memberikan dorongan kepada anak. Ada dua
Pola Asuh Orang Tua unsur dari aspek pengasuhan tersebut di atas yaitu
Pola asuh orang tua adalah suatu proses unsur kehangatan dan keterlibatan. Kehangatan
interaksi antara orang tua dan anak, yang meliputi berarti pencurahan cinta dan pengorbanan orang
kegiatan seperti memelihara, melindungi, dan tua bagi anak yang ditunjukkan dengan sentuhan
mengarahkan tingkah laku anak selama masa fisik, pemberian dukungan verbal terhadap
perkembangan anak tersebut (Respati, Yulianto, & tingkah laku dan perasaan anak. Sedangkan
Widiana, 2006). Edward (2006) menyatakan bahwa keterlibatan berarti kemampuan orang tua
pola asuh merupakan interaksi anak dan orangtua mengenali tingkah laku dan perasaan anak,
mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta merasa bangga dan senang atas keberhasilan
melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai anak, serta memberi perhatian pada kesejahteraan
dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat. anak.
Wibowo (2012) mendefinikan pola asuh sebagai Faktor-faktor yang memengaruhi pola asuh
pola interaksi antara anak dengan orang tua, yang orang tua menurut Edward, (2006), yaitu:
meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan, a. Pendidikan orang tua
minum, dan lain-lain) dan kebutuhan non fisik Pendidikan dan pengalaman orang tua dalam
seperti perhatian, empati, kasih saying, dan perawatan anak akan mempengaruhi persiapan
sebagainya. mereka menjalankan pengasuhan. Ada beberapa
Menurut Baumrind (dalam Respati, Yulianto, cara yang dapat dilakukan untuk menjadi lebih
& Widiana, 2006) terdapat empat aspek dalam pola siap dalam menjalankan peran pengasuhan antara
asuh yang diterapkan oleh orang tua, yaitu: lain: terlibat aktif dalam setiap pendidikan anak,
a. Kendali dari orang tua (parental control) selalu berupaya menyediakan waktu untuk anak-
Kendali dari orangtua adalah tingkah laku anak dan menilai perkembangan fungsi keluarga
orangtua dalam menerima dan menghadapi dan kepercayaan anak.
tingkah laku anaknya yang dinilai tidak sesuai b. Lingkungan
dengan pola tingkah laku yang diharapkan oleh Lingkungan banyak mempengaruhi
orangtua. Termasuk pula usaha orangtua dalam perkembangan anak, maka tidak mustahil jika
mengubah tingkah laku ketergantungan anak, lingkungan juga ikut serta mewarnai pola-pola
sikap agresif dan kekanak-kanakan, serta pengasuhan yang diberikan orangtua terhadap
menanamkan standar tertentu yang dimiliki orang anaknya.
tua terhadap anak. c. Budaya
b. Tuntutan terhadap tingkah laku matang (parental Seringkali orang tua mengikuti cara-cara yang
maturity demands) dilakukan oleh masyarakat dalam mengasuh anak,
Tuntutan terhadap tingkah laku matang adalah kebiasaan-kebiasaan masyarakat di sekitarnya
tingkah laku orang tua untuk mendorong dalan mengasuh anak. Karena pola-pola tersebut
kemandirian anak dan mendorong anak supaya dianggap berhasil dalam mendidik anak ke arah
memiliki rasa tanggung jawab atas segala kematangan.
tindakan. Baumrind (Santrock, 2007) menjelaskan ada
c. Komunikasi antara orang tua dan anak (parent- empat gaya pengasuhan, yaitu:
child communication)

260
Psikoborneo, Vol 6, No 2, 2018:257-266 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

a. Pengasuhan otoritarian lain dan mengalami kesulitan untuk


Ini adalah gaya yang membatasi dan menghukum, mengendalikan perilakunya.
dimana orang tua mendesak anak untuk mengikuti
arahan mereka dan menghormati pekerjaan dan Kontrol Diri
upaya mereka. Orang tua yang otoriter Diponegoro & Malik (2013) mengemukakan
menerapkan batas dan kendali yang tegas pada bahwa kontrol diri adalah kemampuan menyusun,
anak dan meminimalisir perdebatan verbal. Orang membimbing mengatur, dan mengarahkan perilaku
tua yang otoriter mungkin juga sering memukul yang membawa ke arah positif agar dapat
anak, memaksakan aturan secara kaku tanpa mengambil keputusan dan tindakan yang efektif
menjelaskannya, dan menunujukkan amarah pada untuk mendapatkan akibat yang diinginkan tanpa
anak. Anak dari orangtua yang otoriter sering kali menyinggung perasaan orang lain. Ghufron dan
tidak bahagia, ketakutan, minder, ketika Risnawati (2010) mengartikan kontrol diri sebagai
membandingkan diri dengan orang lain, tidak suatu kemampuan untuk menyusun, membimbing,
mampu memulai aktivitas, dan memiliki mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku yang
kemampuan komunikasi yang lemah. membawa individu ke arah konsekuensi yang lebih
b. Pengasuhan otoratatif positif. Ghufron (2010) menjelaskan bahwa kontrol
Gaya ini mendorong anak untuk mandiri namun diri merupakan suatu kecakapan individu dalam
masih menerapkan batas dan kendali pada kepekaan membaca situasi diri dan lingkungannya.
tindakan mereka. Tindakan verbal memberi dan Selain itu, juga kemampuan untuk mengontrol dan
menerima dimungkinkan, dan orangtua bersikap mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan
hangat dan penyayang terhadap anak. Orangtua situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam
otoratatif menunjukkan kesenangan dan dukungan melakukan sosialisasi, kemampuan untuk
sebagai respons terhadap perilaku konstruktif mengendalikan perilaku, kecenderungan menarik
anak. Anak yang memiliki orang tua otoritatif perhatian, keinginan mengubah perilaku agar sesuai
seringkali ceria, bisa mengendalikan diri dan untuk orang lain, menyenangkan orang lain, selalu
mandiri, dan berorientasi pada prestasi; mereka konform dengan orang lain, dan menutupi
cenderung untuk mempertahankan hubungan perasaanya.
yang ramah dengan teman sebaya, bekerja sama Averill (dalam Ghufron dan Risnawati, 2010)
dengan orang dewasa, dan bisa mengatasi stres menyebut kontrol diri dengan sebutan kontrol
dengan baik. personal, yaitu behaviour control (kontrol perilaku),
c. Pengasuhan yang mengabaikan cognitive control (kontrol kognitif), dan decision
Gaya ini dimana orang tua sangat tidak terlibat control (mengontrol keputusan):
dalam kehidupan anak. Anak yang memiliki a. Kontrol Perilaku (behavior control)
orangtua yang mengabaikan merasa bahwa aspek Kontrol perilaku merupakan kesiapan tersedianya
lain kehidupan orang tua lebih penting daripada suatu respons yang dapat secara langsung
mereka. Anak-anak ini cenderung tidak memiliki mempengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan
kemampuan sosial. Banyak diantaranya memiliki yang tidak menyenangkan. Kemampuan
pengendalian diri yang buruk dan tidak mandiri. mengontrol ini terperinci menjadi dua komponen,
Mereka seringkali cenderung memiliki harga diri yaitu kemampuan mengatur pelaksanaan
yang rendah, tidak dewasa, dan mungkin terasing (regulated administration), yaitu kemampuan
dari keluarga. individu untuk menentukan siapa yang
d. Pengasuhan yang menuruti mengendalikan situasi atau keadaan, dirinya
Gaya pengasuhan ini dimana orangtua sangat sendiri atau sesuatu diluar dirinya; dan
terlibat dengan anak, namun tidak terlalu kemampuan mengontrol stimulus (stimulus
menuntut atau mengobrol mereka. Orangtua modifiability), merupakan kemampuan untuk
macam ini membiarkan anak melakukan apa mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus
yang ia inginkan. Hasilnya, anak tidak pernah yang tidak dikehendaki dihadapi.
belajar mengendalikan perilakunya sendiri dan b. Kontrol Kognitif (cognitive control)
selalu berharap mendapatkan keinginannya. Kontrol kognitif merupakan kemampuan individu
Anak yang memiliki orangtua yang selalu dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan
menurutinya jarang belajar menghormati orang dengan cara menginterpretasi, menilai, atau
menghubungkan suatu kejadian dalam suatu

261
Psikoborneo, Vol 6, No 2, 2018:257-266 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau b. Under control merupakan suatu kecenderungan
mengurangi tekanan. Kemampuan ini terperinci individu untuk melepaskan implus dengan bebas
lebih lanjut ke dalam dua komponen, yaitu tanpa perhitungan yang masak.
kemampuan memperoleh informasi (information Appropriate control merupakan kontrol individu
gain), dengan informasi yang dimiliki, individu dalam upaya mengendalikan implus secara tepat.
dapat mengantisipasi keadaan tersebut dengan Aziz (dalam Masruroh, 2012) menyatakan
berbagai pertimbangan secara relatif objektif; dan kontrol diri dalam prakteknya terdiri dari tiga cara,
kemampuan melakukan penilaian (appraisal), yaitu self monitoring, yaitu suatu proses dimana
yaitu melakukan penilaian berarti individu individu mengamati dan merasa peka terhadap
berusaha menilai dan menafsirkan suatu keadaan segala sesuatu tentang diri dan lingkungannya; self
atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi- reward, yaitu suatu teknik dimana individu mengatur
segi positif secara objektif. dan memperkuat perilakunya dengan memberikan
c. Mengontrol Keputusan (decisional control) hadiah atau hal-hal yang menyenangkan, jika hal
Mengontrol keputusan merupakan kemampuan yang diinginkan kembali; dan stimulus control, yaitu
seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan suatu teknik yang dapat digunakan untuk
berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau yang mengurangi ataupun meningkatkan perilaku tertentu.
disetujuinya. Kontrol diri dalam menetukan Kontrol stimulus menekan pada pengaturan kembali
pilihan akan berfungsi, baik dengan adanya suatu atau modifikasi lingkungan sebagai isyarat khusus
kesempatan, kebebasan, atau kemungkinan pada atau respon tertentu. Sedangkan Skinner (dalam
diri individu untuk memilih berbagai Alwisol, 2012) mengatakan bahwa ada 4 teknik
kemungkinan tindakan (Ghufron, 2010) kontrol diri, yaitu menghindari dari situasi pengaruh
Ghufron (2010) menyatakan bahwa kontrol atau menjauhkan situasi pengaruh sehingga tidak
diri dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: lagi diterima sebagai stimulus yang dikatakan
a. Faktor Internal sebagai removing avoiding; membuat diri jenuh
Faktor internal yang ikut andil terhadap kontrol dengan suatu tingkah laku sehingga tidak lagi
diri adalah usia. Semakin bertambah usia melakukannya yang disebut satiation.; menciptakan
seseorang, maka semakin baik kemampuan stimulus yang tidak menyenangkan yang timbul
mengontrol diri seseorang. Dengan demikian bersamaan dengan stimulus yang tidak ingin
faktor ini sangat membantu individu untuk dikontrol yang disebut aversive stimuli, dan memberi
memantau dan mencatat perilakunya sendiri reinforcement kepada diri sendiri terhadap prestasi
dengan pola hidup dan berfikir yang lebih baik diri atau disebut reinforce one self.
lagi.
b. Faktor Eksternal METODE PENELITIAN
Faktor eksternal ini diantaranya adalah
Jenis penelitian yang digunakan dalam
lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga
penelitian ini adalah dengan menggunakan penelitian
terutama orangtua menentukan bagaimana
kuantitatif. Sugiyono (2012) menuturkan bahwa
kemampuan mengontrol diri seseorang. Sebagai
metode penelitian kuantitatif sebagai metode
orangtua kita dianjurkan menerapkan sikap
penelitian yang digunakan untuk meneliti pada
disiplin terhadap anak sejak dini. Dengan
populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data
mengajarkan sikap disiplin terhadap anak, pada
menggunakan instrumen penelitian, analisis data
akhirnya mereka akan membentuk kepribadian
bersifat kuantitatif/ statistik dengan tujuan untuk
yang baik dan juga dapat mengendalikan perilaku
menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Instrument
mereka.
dalam penelitian ini menggunakan skala Likert.
Block and Block (Ghufron & Risnawati, 2010)
Sampel dalam penelitian ini adalah remaja SMP
menjelaskan ada tiga jenis kualitas kontrol diri,
Negeri 27 Samarinda sejumlah 90 orang. Teknik
yaitu:
pengambilan sampel yang digunakan dalam
a. Over control merupakan kontrol diri yang
penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu
dilakukan oleh individu secara berlebihan yang
teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
menyebabkan individu banyak menahan diri
tertentu (Sugiyono, 2011). Pengujian hipotesis dalam
beraksi terhadap stimulus.
penelitian ini menggunakan uji analisis regresi
berganda. Penelitian ini menggunakan uji asumsi
klasik terlebih dahulu yaitu uji normalitas, linearitas,
262
Psikoborneo, Vol 6, No 2, 2018:257-266 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

multikolinearitas, heterokedastisitas, dan agresif ketika menghadapi suatu permasalahan atau


autokorelasi. Keseluruhan teknik analisis data dalam konflik.
penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan Pola asuh orangtua bukan satu-satunya faktor
bantuan program SPSS 20.0 for windows. yang mempengaruhi perilaku agresif anak. Hasil
penelitian ini didukung oleh penelitian Riyanto
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (2011) yang menunjukkan bahwa tidak ada
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan yang signifikan antara pola asuh orangtua
pengaruh pola asuh orang tua terhadap perilaku dengan perilaku agresif anak usia sekolah di SD
agresif pada remaja SMP Negeri 27 Samarinda. Muhammadiyah Wirobrajan 1 Yogyakarta, dimana
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh hasil uji r hitung = -0.17 dengan nilai p = 0.895 >
orang tua tidak berpengaruh terhadap perilaku 0.05 dimana N= 60, dengan tingkat kesalahan 5%,
agresif pada remaja SMP Negeri 27 Samarinda maka hal ini menunjukkan bahwa penelitian tersebut
dibuktikan dengan nilai beta = 0.070, nilai t = 0.684 diterimanya H0. Penelitian lain juga dilakukan oleh
dimana t hitung < t tabel (1.987), dan nilai p = 0.496 Saraswati (2011) menunjukkan bahwa tidak ada
> 0.05. hubungan yang signifikan antara pola asuh orangtua
Pada masa remaja terjadi perubahan pada dengan perilaku agresif anak usia sekolah di SMA
minat, salah satunya adalah minat pada kemandirian. Negeri 1 Sleman, dimana hasil p=0.697 > 0.05
Pada masa ini, keinginan yang kuat untuk mandiri dengan taraf kesalahan 5%. Secara simultan,
berkembang dan mencapai puncaknya menjelang berdasarkan hasil uji hipotesis analisis regresi model
periode ini berakhir. Hal ini menimbulkan banyak penuh diketahui bahwa terdapat pengaruh pola asuh
perselisihan dengan orang tua. Selain itu, pada orangtua dan kontrol diri terhadap perilaku SMP
sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap Negeri 27 Samarinda.
setiap perubahan. Mereka menginginkan dan Selanjutnya, hasil penelitian hipotesis kedua
menuntut kebebasan, tetapi mereka takut menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pada variabel
bertanggung jawab akan akibatnya dan meragukan kontrol diri terhadap perilaku agresif pada remaja
kemampuan mereka untuk dapat mengatasi tanggung SMP Negeri 27 Samarinda. Hal ini ditunjukkan dari
jawab tersebut (Hurlock, 1980). Pada masa ini, nilai nilai beta = 0.325, t hitung = 3.166 > t tabel =
remaja berusaha untuk melepaskan diri dari 1.987, dan nilai p = 0.002 < 0.050. Hasil penelitian
pengasuhan orang tua dengan maksud untuk ini menunjukan bahwa kontrol diri memiliki
menemukan identitas dirinya. Hal tersebut sesuai pengaruh terhadap perilaku agresif. Menurut
dengan yang dikatakan Feist & Feist (2008) dalam Hurlock (dalam Angelina & Mattulesy, 2013)
konsep Erikson bahwa masa remaja mencari peran- kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu
peran baru untuk membantu mereka menemukan mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan
identitas seksual, ideologis, dan pekerjaan mereka dalam dirinya. Kontrol diri juga sebagai pengaturan
Hurlock (1980) menyatakan bahwa salah satu proses-proses fisik, psikologis dan perilaku
tugas perkembangan remaja yang tersulit adalah seseorang. Kontrol diri yang kurang baik dalam diri
penyesuaian sosial. Remaja harus membuat banyak seorang individu akan menciptakan proses untuk
penyesuaian baru seperti salah satunya penyesuaian merespon kejadian dengan perilaku agresif, karena
diri tehadap kelompok teman sebaya karena remaja ketidakmampuan dalam mengendalikan emosi dalam
lebih banyak berada diluar ruangan bersama dengan melihat kejadian secara rasional dan obyektif
teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka (Diponegoro & Malik, 2013).
pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, Hasil penelitian pada hipotesis ketiga
pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara
besar daripada pengaruh keluarga. Siddiqah (2010) pengaruh pola asuh orang tua dan kontrol diri
menyatakan bahwa perilaku agresif pada remaja terhadap perilaku agresif pada remaja SMP Negeri
cenderung konsisten dan seringkali terjadi begitu 27 Samarinda dibuktikan dengan nilai F hitung =
cepat, terlebih jika mendapatkan dukungan dari 5.955 > F tabel = 3.10 dan nilai p = 0.004 (p < 0.05).
lingkungan sebayanya, sehingga sangat Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis dalam
memungkinkan remaja masih memilih berperilaku penelitian ini diterima. Kontribusi pengaruh (R2)
263
Psikoborneo, Vol 6, No 2, 2018:257-266 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

pola asuh orang tua dan kontrol diri terhadap untuk mencegah keterlepasan kecenderungan respon
perilaku agresif adalah sebesar 0.120, hal ini agresif (Maisaroh, Dharmayana, & Afriyati, 2016).
menunjukkan bahwa pola asuh orang tua dan kontrol
diri berkontribusi sebesar 12 persen dalam KESIMPULAN DAN SARAN
membentuk perilaku agresif remaja SMP Negeri 27 Kesimpulan
Samarinda, dan masih terdapat 88 persen variabel- Berdasarkan hasil penelitian yang telah
variabel lain yang mengindikasikan mempengaruhi dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
perilaku agresif yang tidak diteliti dalam penelitian berikut:
ini. 1. Tidak terdapat pengaruh antara pola asuh orang
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh tua terhadap perilaku agresif pada remaja SMP
Wiyani (2014) bahwa salah salah satu faktor Negeri 27 Samarinda.
penyebab anak berperilaku agresif adalah faktor 2. Terdapat pengaruh kontrol diri terhadap perilaku
lingkungan. Wiyani (2014) juga menyatakan bahwa agresif pada remaja SMP Negeri 27 Samarinda.
3. Terdapat pengaruh pola asuh orang tua dan
jika anak dibesarkan di tengah keluarga yang ayah
kontrol diri terhadap perilaku agresif pada remaja
dan ibunya gemar bertengkar setiap menyelesaikan
SMP Negeri 27 Samarinda.
masalah rumah tangganya, anak juga akan
menyelesaikan masalah sosialnya dengan cara Saran
bertengkar pula. Pola asuh orang tua yang Berdasarkan simpulan diatas dan dengan
menerapkan aturan dengan tidak konsisten dan orang menyadari adanya keterbatasan yang ada dalam hasil
tua yang cenderung perfectionist (menginginkan penelitian ini, maka disarankan:
berbagai hal yang sempurna dari anaknya) juga dapat 1. Bagi subyek penelitian
memunculkan perilaku agresif pada anak. Hurlock a. Para siswa-siswi diharapkan mampu
(dalam Wulaningsih & Hartini, 2015) menyatakan meningkatkan kemampuan dalam mengontrol
orang tua berperan banyak dalam pembentukan nilai diri khususnya mengontrol dalam pengambilan
pada anak agar sesuai dengan nilai-nilai dewasa. keputusan sehingga dapat mengurangi perilaku
Tugas terpenting orang tua adalah membantu anak agresif yang ada. Sebagai contoh ketika ada
teman yang mengejek/ mengolok-olok
menjadi orang yang mampu dan bertanggung jawab
sebaiknya tidak perlu dibalas karena akan
terhadap keputusan yang diambil (Wulaningsih &
menimbulkan perkelahian lebih lanjut.
Hartini, 2015). b. Para siswa-siswi dapat melatih kontrol diri
Orang tua merupakan faktor penentu yang dalam pengambilan keputusan dengan cara
dapat mempengaruhi kontrol diri anak. Denson, seperti memperoleh informasi sebelum
Dewall, dan Finkel (2012) menyatakan bahwa bertindak sehingga dapat meminimalisir
kebanyakan teori dan jurnal yang berkaitan dengan perilaku agresif.
agresi maupun perilaku delinkuen mengabaikan 2. Bagi SMP Negeri 27 Samarinda
faktor internal dari dalam diri. Ketika dorongan a. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa
untuk berbuat menyimpang maupun agresi sedang perilaku agresif cukup tinggi, diharapkan
mencapai puncaknya, kontrol diri dapat membantu sekolah dapat mengoptimalkan peran unit dan
individu menurunkan agresi dengan guru BK dengan memberikan psikoedukasi
mempertimbangkan aspek aturan dan norma sosial maupun konseling terhadap para siswa tentang
pentingnya kontrol diri dalam mengurangi
(Aroma & Suminar, 2012). Wulaningsih & Hartini
perilaku agresif.
(2015) menyatakan bahwa kontrol diri dibentuk oleh b. Pihak sekolah dapat mengadakan seminar
orang tua melalui pendidikan self-control dalam tentang kecerdasan emosional secara berkala
mengasuh anak. Terjadinya tindakan agresif karena seperti tahun ajaran baru.
seseorang tidak bisa mengendalikan emosi yang ada c. Para guru juga dapat mengarahkan para siswa
dalam dirinya. Sikap agresif yang dipicu karena rasa siswi agar dapat mengikuti kegiatan-kegiatan
marah dan dendam akan mudah muncul. Oleh sebab ekstrakulikuler yang lebih positif seperti
itu latihan self-control sangat dibutuhkan. Kontrol menyalurkannya ke dalam kegiatan olahraga,
diri merupakan hambatan internal yang berfungsi keagamaan, pramuka dan sebagainya.
d.
264
Psikoborneo, Vol 6, No 2, 2018:257-266 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

3. Bagi peneliti selanjutnya Siswa Kelas X SMA N 4 Yogyakarta. Jurnal


a. Mengkaji lebih banyak jurnal sejenis yang Bimbingan dan Konseling “Psikopedagogia”.
terkait dengan pola asuh orang tua, kontrol diri II (02), 342 - 264.
maupun perilaku agresif sehingga dapat Edward, D. C. (2006). Ketika Anak Sulit Diatur:
menentukan konstruk konseptual dan Panduan Orangtua Untuk Mengubah Masalah
operasional yang lebih ajeg. Perilaku Anak. Bandung: PT Mizan Utama.
b. Melakukan uji coba skala terlebih dahulu Fasilita, D. A. (2012). Kontrol Diri Terhadap
dengan sekelompok orang yang memiliki Perilaku Agresif Ditinjau dari Usia Satpol PP
karakteristik sama dengan sampel dalam Kota Semarang. Journal of Social and
penelitian yang sebenarnya sehingga peneliti Industrial Psychology. 1 (2): 34 - 40.
dapat mengetahui jumlah aitem yang valid dan Feist, J. & Feist, G. J. (2008). Theories of
gugur, serta hasil akhir dalam angket penelitian Personality (Edisi Keenam). Yogyakarta:
sebaiknya tidak terlalu banyak aitem Pustaka Pelajar.
pernyataan, karena biasanya para remaja akan Ghufron. (2010). Teori-Teori Perkembangan.
merasa bosan dan lelah untuk mengisinya. Bandung: PT Refika Aditama.
c. Mengukur pola asuh orang tua, kontrol diri dan Ghufron, M. N., & Rini, R. S. (2010). Teori-Teori
perilaku agresif dengan variabel yang berbeda Psikologi, Cetakan I. Yogyakarta: ar Ruzz
dengan penelitian ini sehingga akan Media Group.
mendukung dan menyumbangkan berbagai Hurlock, E. B. (1980). Psikologi Perkembangan
teori baru dalam bidang psikologi klinis dan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
pendidikan. Kehidupan (Edisi Kelima). Jakarta: Erlangga.
d. Memilih subjek untuk mengukur pola Maisaroh, D., Dharmayana, I. W., & Afriyati, V.
asuh orang tua sebaiknya menggunakan (2016). Pengaruh Latihan Self Control Melalui
responden anak usia Sekolah Dasar (SD). Konseling Kelompok Terhadap
Kecenderungan Perilaku Agresif Siswa.
DAFTAR PUSTAKA TRIADIK. 15 (2), 79 - 90.
Masruroh. (2012). Pengaruh Intensitas Mengikuti
Alwisol. (2012). Psikologi Kepribadian (Edisi
Mujahadah Nihadlul Mustaghfirin Terhadap
Revisi). Malang: UMM Press.
Kontrol Diri Santri Di Pondok Pesantren
Anantasari. (2006). Menyikapi Perilaku Agresif
Nurul Hidayah Sidayu Batang. Skripsi.
Anak. Yogyakarta: Kanisius.
Semarang: Institut Agama Islam Negeri
Angelina, D. Y., & Matulessy, A. (2013). Pola Asuh
Walisongo.
Otoriter, Kontrol Diri dan Perilaku Seks Bebas
Respati, W. S., Yulianto A., & Widiana, N. (2006).
Remaja SMK. Persona, Jurnal Psikologi
Perbedaan Konsep Diri Antara Remaja Akhir
Indonesia. 2 (2), 173 - 182.
yang Mempersepsi Pola Asuh Orang Tua
Aroma, I. S., & Suminar, D. R. (2012). Hubungan
Authoritarian, Permissive dan Authoritative.
Antara Tingkat Kontrol Diri dengan
Jurnal Psikologi. 4 (2), 119 - 138.
Kecenderungan Perilaku Kenakalan Remaja.
Restu, Y., &Yusri. (2013). Studi Tentang Perilaku
Jurnal Pendidikan dan Perkembangan. 1 (2), 1
Agresif Siswa Di Sekolah. Jurnal Ilmiah
- 6.
Konseling. 2 (1), 243 - 249.
Auliya, M., & Nurwidawati, D. (2014). Hubungan
Riyanto, H. (2011). Hubungan Pola Asuh Orang Tua
Kontrol Diri dengan Perilaku Agresi Pada
Dengan Perilaku Agresif Anak Usia Sekolah di
Siswa SMA Negeri 1 Padangan Bojonegoro.
SD MUhammadiyah Wirobrajan 1 Yogyakarta.
Character. 2 (3), 1 - 6.
Naskah Publikasi. Yogyakarta: Sekolah Tinggi
Buss, A. H., & Perry, M. P. (1992). The aggression
Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah’.
questionnare. Journal of Personality and
Santrock, J. W. (2007). Psikologi Perkembangan
Social Psychology. 63 (3), 452 - 459.
(Edisi 11 Jilid 2). Jakarta: Erlangga.
Denson, T. F., DeWall, C. N. & Finkel, E. J. (2012).
Saraswati, D. (2011). Hubungan Pola Asuh Orang
Self-Control and Aggression, Psychological
Tua Dengan Perilaku Agresivitas Pada
Science. 21 (1), 20 - 25.
Remaja Di SMA Negeri 1 Sleman. Naskah
Diponegoro, A. M., & Malik, M. A. (2013).
Publikasi. Yogyakarta: Sekolah Tinggi
Hubungan Pola Asuh Otoritatif, Kontrol Diri,
Kesehatan ‘Aisyiyah’.
Keterampilan Komunikasi dengan Agresivitas
265
Psikoborneo, Vol 6, No 2, 2018:257-266 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

Sarwono, S. W. (2011). Psikologi Remaja. Jakarta: Wibowo, A. (2012). Pendidikan Karakter Usia Dini
PT Raja Grafindo Persada. (Strategi Membangun Karakter Di Usia
Siddiqah, L. (2010). Pencegahan dan Penanganan Emas). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Perilaku Agresif Remaja Melalui Pengelolaan Wiyani, N. A. (2014). Buku Ajar Penanganan Anak
Amarah (Anger Management). Jurnal Usia Dini Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta:
Psikologi. 37 (1), 50 - 64. Ar-Ruzz Media.
Sugiyono. (2011). Metode Peneletian Kombinasi Wulaningsih, R., & Hartini, N. (2015). Hubungan
(Mixed Methods). Bandung: Alfabeta. antara Persepsi Pola Asuh Orang tua dan
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Bisnis. Kontrol Diri Remaja Terhadap Perilaku
Bandung: Alfabeta. Merokok di Pondok Pesantren. Jurnal
Susantyo, B. (2011). Memahami Perilaku Agresif: Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental. 04
Sebuah Tinjauan Konseptual. Informasi. 16 (02), 119 - 126.
(03): 189 - 202.

266

Anda mungkin juga menyukai