2605 5060 1 SM
2605 5060 1 SM
Abstract
This research uses a normative juridical approach to determine the existence of the Admiralty Court
in Indonesia.The Admiralty Court is an Institution which is born from the mandate of Law Number
21 of 1992 on Shipping. The main duties and functions of this institution are to investigate whether
there is negligence carried out by the ship's captain or ship’s officer, in addition the Admiralty Court
also decides on administrative sanctions for the ship's captain or ship’s officer. However, related to
losses suffered by third parties due to ship accidents, the Admiralty Court does not have juridical
authority. So, even though the Admiralty Court has been around for a long time, the AmiraltyCourt
is only an executive institution, so that the juridical authority is not as wide as other judicial
institutions..
Abstrak
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif untuk mengetahui eksistensi
Mahkamah Pelayaran di Indonesia. Mahkamah Pelayaran merupakan Lembaga pemerintah
yang lahir dari amanat Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran. Tugas
pokok dan fungsi Lembaga ini untuk menyelediki ada tidaknya kelalaian yang dilakukan
nakhoda atau perwira kapal, selain itu Mahkamah Pelayaran juga memutuskan sanksi
administratif bagi nakhoda atau perwira kapal. Namun demikian, terkait kerugian yang
dialami pihak ketiga akibat kecelakaan kapal, Mahkamah Pelayaran tidak mempunyai
kewenangan yuridis. Sehingga, meskipun Mahkamah Pelayaran sudah ada sejak lama,
namun mahkamah pelayaran hanyalah Lembaga eksekutif, sehingga kewenangan yuridis
yang dimiliki tidak seluas Lembaga peradilan lainnya.
Namun demikian, masalah yang muncul kemu- jiwa. Kelima pihak itu adalah anak buah kapal
dian ialah sarana maupun prasarana kesela- (ABK) dan Nahkoda 80,9%, pemilik kapal
matan pelayaran yang kurang mendukung (shipowner) 8,7%, syahbandar 1,8%, biro
transportasi laut. Selain ketertiban pelayanan klasifikasi 3,1% dan pandu 5,5%.
dan pengoperasian sarana dan prasana yang Lembaga yang berwenang dalam
relatif masih rendah, ternyata masih banyak memeriksa sebab sebab terjadinya kecelakaan
juga faktor yang turut melingkupinya, seperti adalah Mahkamah Pelayaran. Mahkamah
lemahnya kepedulian (awareness) dari pemilik Pelayaran lahir dari amanat Undang-Undang
kapal dan perusahaan dalam menerapkan Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran. Selain
sistem keselamatan yang efektif serta imple- itu, Mahkamah Pelayaran berwenang untuk
mentatif di lapangan, kelaiklautan kapal yang memberikan keputusan terhadap pihak pihak
lebih berorientasi pada sertifikasi yang nota- yang terkait atas terjadinya kecelakaan kapal.
bene tidak didukung dengan pemeriksaan yang Namun demikian, putusan Mahkamah
seksama, juga pengawasan yang dilaksanakan Pelayaran tidak seperti Lembaga Peradilan lain
oleh pemerintah terhadap pelaksanaan yang memiliki daya eksekutorial terhadap
(drilling) dari persyaratan-persyaratan kesela- putusan, putusan Mahkamah Pelayaran hanya
matan pelayaran tidak konsisten. Kondisi terkait penanganan insiden kecelakaan kapal
tersebut juga diperburuk lagi dengan tingkat pada umumnya yang masih bersifat admi-
keamanan di pelabuhan, di kapal, dan di laut nistratif dan dokumentatif dan tidak menye-
yang seharusnya sesuai ketentuan inter- lesaikan akar permasalahan keselamatan
nasional, namun dalam kenyataannya belum pelayaran. Sebagai negara kepulauan terbesar
sepenuhnya terwujud. di dunia, Indonesia belum memiliki Mahkamah
Sebagaimana yang terlihat sekarang dan Maritim atau Admiralty Court seperti di
peristiwa yang berulangkali terjadi belakangan negara-negara lain. Mahkamah Pelayaran yang
ini, perkembangan dunia pelayaran di Indo- ada saat ini hanya dapat memberikan penin-
nesia diwarnai denganmaraknya tragedi kece- dakan displin. Penindakan inipun hanya
lakaan. Sebagaimana data kecelakaan trans- terbatas kepada nahkoda. Akibatnya, saat
portasi pelayaran yang diinvestigasi oleh terjadi kecelakaan, hakim dan jaksa yang mena-
Komite Nasional Keselamatan Transportasi ngani perkara tersebut tidak terlalu memahami
(KNKT) menyebutkan bahwa dari tahun 2012 masalah yang menjadi penyebabnya.
hingga 2017 telah terjadi 107 peristiwa Dengan kata lain, Mahkamah Pelayaran
kecelakaan kapal yang menelan 931 korban hanya bisa memberikan putusan berupa sanksi
meninggal/hilang dan 631 korban luka luka kepada nakhoda namun tidak bisa memu-
(Haryo, 2017). Bahkan di tahun 2018 ini, terjadi tuskan hukuman ganti rugi bagi pihak yang
kecelakaan kapal berulang kali yang merenggut bersalah. Padahal terjadinya peristiwa kece-
banyak korban jiwa. lakaan kapal tersebut, membuat beberapa
Berbagai macam tragedi kecelakaan pihak merugi. Pleh karena itu pihak yang
kapal yang terjadi dalam dunia pelayaran merasa dirugikan kalau ingin menuntut ganti
disebabkan karena banyak faktor. Menurut rugi maka harus mengajukan gugatan ke
Dewan Maritim Indonesia (DMI) bahwa 72% Pengadilan Negeri.
dari 1.551 kasus kecelakaan laut yang terjadi di Padahal, negara negara maju telah
Indonesia karena kesalahan manusia (human memiliki Mahkamah Pelayaran dengan yuris-
error). Pernyataan dari Dewan Maritim Indo- diksi yang jauh lebih luas. Sebagaimanadefinisi
nesia ini sejalan dengan hasil penelitian mahkamah pelayaran menurut Legal of United
independen yang dilakukan oleh International States sebagai berikut
Maritime Organization (IMO) di Indonesia Admiralty Courts are courts that exercise
pada 1990-2001. Human error sangat dominan jurisdiction over all maritime contracts, torts,
dalam menyumbangkan terjadinya kecelakaan injuries, or offenses. Generally, admiralty courts
kapal di lautan Indonesia. Dari hasil penelitian jurisdiction embraces civil actions relating to ships
tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa terdapat and the sea. Official jurisdiction for admiralty cases
lima pihak baik langsung maupun tidak in the U.S. is given to federal district courts. In U.S
langsung yang memberi kontribusi terjadinya the federal courts are referred to as admiralty courts
kecelakaan laut dengan korban mencapai 2.684
when they exercise admiralty jurisdiction, conferred menurut Whitney yang dikutip oleh Moh.
by the U.S. Constitution (art. III, § 2, cl. 1). Nazir disebutkan bahwa metode deskriptif
Dari definisi tersebut terlihat jelas adalah pencarian fakta dengan interpretasi
bahwa yurisdiksi Mahkamah Pelayaran di yang tepat. Fokus dari penelitian ini yaitu
negara negara maju tidak hanya sebatas mempelajari masalah masalah dalam masya-
putusan yang bersifat administratif namun juga rakat, tata acara yang berlaku dalam masya-
memberikan putusan terkait kontrak pelayaran, rakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk
ganti rugi, maupun perbuatan melawan tentang hubungan-hubungan, kegiatan-
hukum. kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan,
1. Bagaimana kondisi Mahkamah Pelayaran serta proses-proses yang sedang berlangsung
sebelum dan setelah Indonesia Merdeka? dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena
2. Bagaimana kelembagaan Mahkamah (Nazhir, 2003).
Pelayaran? b. Sumber dan Jenis Data
3. Bagaimana peran Mahkamah Pelayaran di Sumber data yang digunakan dalam
Indonesia? penelitian ini yaitu sumber data sekunder.
4. Bagaimana kewenangan Mahkamah Sumber data sekunder yakni data yang
Pelayaran terhadap kecelakaan kapal? diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan.
Sehingga, bahan hukum yang dipakai adalah
Metode Penelitian sebagai berikut :
1. Metode Pendekatan Bahan hukum primer yang digunakan
Penelitian hukum dapat dilakukan adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992
melalui metode yuridis normatif dan metode tentang Pelayaran, Peraturan Pemerintah
yuridis empiris. Metode yuridis empiris Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Pemeriksaan
dikenal juga dengan penelitian sosiolegal. Kecelakaan Kapal, Peraturan Pemerintah
Metode yuridis normatif dilakukan melalui Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2004
studi pustaka yang menelaah (terutama) data Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
sekunder yang berupa Peraturan Perundang- Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Pemeriksaan
undangan, putusan pengadilan, perjanjian, Kecelakaan Kapal, Peraturan Pemerintah No.
kontrak, atau dokumen hukum lainnya, serta 51 Tahun 2002 Tentang Perkapalan dan
hasil penelitian, hasil pengkajian, dan referensi Peraturan Menteri Perhubungan Republik
lainnya. Metode yuridis normatif dapat Indonesia Nomor 76 Tahun 2017 Tentang
dilengkapi dengan wawancara, diskusi (focus Organisasi Dan Tata Kerja Mahkamah
group discussion), dan rapat dengar pendapat. Pelayaran.
Metode yuridis empiris atau sosiolegal adalah Bahan hukum sekunder yang digu-
penelitian yang diawali dengan penelitian nakan antara lain buku-buku mengenai hukum
normatif atau penelaahan terhadap Peraturan pelayaran, artikel internet, berita, majalah, dan
Perundang-undangan (normatif) yang dilan- jurnal.
jutkan dengan observasi yang mendalam serta Bahan hukum tersier antara lain adalah
penyebarluasan kuesioner untuk mendapatkan kamus hukum, kamus bahasa inggris serta
data faktor nonhukum yang terkait dan yang ensiklopedia.
berpengaruh terhadap Peraturan Perundang- c. Metode Analisa Data
undangan yang diteliti. Metode Analisa data dalam penelitian
Metode pendekatan yang dipakai dalam ini adalah kualitatif. Yaitu penelitian dengan
penelitian ini merupakan metode yuridis data yang dikumpulkan bukan berbentuk
normatif. Dengan demikian sumber data yang angka, melainkan data tersebut diambil dari
digunakan pada penulisan ini adalah sumber dokumen resmi, dokumen pribadi, undang-
data sekunder yakni data yang diperoleh dari undang, hasil wawancara, catatan, dan
bahan-bahan kepustakaan. Bahan hukum yang sebagainya. Dengan demikian, tujuan dari
dipakai dari data sekunder ini yaitu bahan penelitian ini yaitu ingin menggambarkan
hukum primer, sekunder, dan tersier. realita secara empirik di balik fenomena secara
a. Tipe Penelitian tuntas. Sehingga, analisa data kualitatif dalam
Tipe penelitian dalam skripsi ini meng- penelitian ini yaitu dengan cara mencocokkan
gunakan deskriptif analisis. Sebagaimana antara realita empiric dengan teori yang
mengambil keputusan lain selain mengenai sebuah lembaga peradilan sebagaimana diatur
hal yang telah ditetapkan menurut per- dalam UU Pokok Kekuasaan Kehakiman.
aturan yang berlaku dan menjadi tugasnya 2. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1998
untuk memeriksa atau mengerjakannya. Tentang Pemeriksaan Kecelakaan Kapal;
Keberadaan Raad Voor de Scheepvaart Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun
didasarkan atas ordonansi 1938 tersebut ditu- 1998 Tentang Pemeriksaan Kecelakaan Kapal
jukan sebagai lembaga pemeriksa kecelakaan merupakan pelaksanaan dari Pasal 93 UU No.
pelayaran dan sekaligus juga sebagai sebuah 21 tahun 1992 tentang Pelayaran. Selain meru-
pengadilan khusus pelayaran. pakan turunan dari UU No. 21 Tahun 1992,
Kemudian, lembagaRaad Voor de peraturan ini juga merupakan upaya pem-
Scheepvaart ini dilanjutkan pada masa sesudah baruan terhadap ketentuan-ketentuan yang
kemerdekaan, hanya saja namanya berubah telah ada sebelumnya akan tetapi terpisah-
menjadi Mahkamah Pelayaran, dengan tugas pisah dalam beberapa peraturan, antara lain:
dan fungsi yang relatif hampir sama. a. Ordonansi Kapal Tahun 1935;
Dengan demikian, sejak zaman Hindia b. Stb. 1947 Nomor 66 yang mengatur
Belanda sudah terdapat Mahkamah Pelayaran mengenai tentang perubahan atau penyem-
(dengan nama yang berbeda). Oleh karena itu, purnaan tugas dan wewenang, pemeriksaan
Mahkamah Pelayaran bukanlah hal yang baru dalam sidang dan pembela atau kuasa
di Indonesia. Lembaga ini sudah ada sejak lama tersangkut, dan pemeriksaan kembali.
bahkan sebelum Indonesia merdeka. Sejak 3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
zaman Hindia Belanda, sudah dibentuk Nomor 8 Tahun 2004 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun
Mahkamah Pelayaran setelah Indonesia 1998 Tentang Pemeriksaan Kecelakaan
Merdeka Kapal.
Pasca Indonesia merdeka pada tahun Peraturan Pemerintah Republik Indo-
1945, pengaturan terhadap pelayaran di nesia Nomor 8 Tahun 2004 Tentang Perubahan
wilayah perairan Indonesia masih berdasarkan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun
Ordonansi Pelayaran Indonesia (Indische 1998 TentangPemeriksaan Kecelakaan Kapalini
Scheepvaartswet Staatsblad 1936-700). Meskipun pada dasarnya tidak mengubah secara
dalam peraturan tersebut tidak djelaskan substansial kewenangan Mahkamah Pelayaran,
Mahkamah Pelayaran secara terperinci, namun akan tetapi hanya mengubah beberapa
tetap menjadi payung hukum terhadap per- ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor
aturan pelayaran dan perkapalan di Indonesia. 1 Tahun 1998 tentang Pemeriksaan Kecelakaan
Beberapa dekade pasca kemerdekaan, Kapal, khususnya menyangkut organisasi
regulasi tentang tugas pokok dan fungsi Mah- Mahkamah Pelayaran. Ketentuan yang diubah
kamah Pelayaran semakin baik, namun regulasi adalah Pasal 23, Pasal 24, Pasal 28, dan
tersebut masih tersebar dalam sejumlah penambahanPasal 57A yang berkaitan dengan
peraturan perundang-undangan Indonesia. masa pensiun personel Mahkamah Pelayaran.
Beberapa peraturan yang dimaksud secara 4. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002
berturut turut antara lain: Tentang Perkapalan.
1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 Pasal ini mengatur tentang aspek
tentang Pelayaran; hukum perkapalan di Indonesia. Sebagaimana
Ketentuan yang digariskan oleh yang dimaksud pada Pasal 1 angka 1 bahwa
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tidak Perkapalan adalah segala sesuatu yang ber-
mengatur secara tegas Mahkamah Pelayaran kaitan dengan pemenuhan persyaratan kelaik-
dalam pasal-pasalnya. Pasal 93 undang- lautan dan segala faktor yang mempe-
undang ini hanya menyebutkan mengenai ngaruhinya sejak kapal dirancang-bangun
kewenangan sebuah lembaga yang ditunjuk sampai dengan kapal tidak digunakan lagi.
oleh pemerintah, yang berwenang untuk 5. Peraturan Menteri Perhubungan Republik
memeriksa sebab-sebab terjadinya kecelakaan. Indonesia Nomor 76 Tahun 2017 Tentang
Lembaga Mahkamah Pelayaran ini ditegaskan Organisasi Dan Tata Kerja Mahkamah
sebagai murni lembaga pemerintah dan bukan Pelayaran
Tujuan dibentukan peraturan ini ialah untuk Keputusan Menteri Perhubungan Nomor:
melakukan penataan kembali Organisasi dan PM/U/1974 tanggal 6 Agustus 1974 yang
Tata Kerja Mahkamah Pelayaran, selain itu menyebutkan dalam Pasal 1 bahwa:
untuk menunjang pelaksanaan pemeriksaan ”Bahwa Mahkamah Pelayaran adalah
lanjutan atas kecelakaan kapal serta mene- suatu badan peradilan administratif di ling-
gakkan kode etik profesi dan kompetensi kungan Departemen Perhubungan yang berdiri
Nakhoda dan/atau Perwira Kapal yang lebih sendiri sesuai dengan peraturan perundang-
berdaya guna dan berhasil guna. undangan yang berlaku”
Berdasarkan Pasal 2 Peraturan ini Namun demikian peraturan perundang-
menyebutkan bahwa Mahkamah Pelayaran undangan yang mengatur mengenai lembaga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 mem- peradilan yang berlaku, yakni UU No. 4 tahun
punyai tugas melaksanakan pemeriksaan 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, hanya
lanjutan kecelakaan kapal. mengakui 4 (empat) lembaga peradilan di
Tugas dan fungsi tersebut dijelaskan Indonesia, yakni:
pada ayat 3, anatara lain disebutkan : 1. Peradilan Umum;
a. penyiapan koordinasi dan penyusunan 2. Peradilan Agama;
rencana, program dan anggaran, penge- 3. Peradilan Militer; dan
lolaan data, evaluasi kegiatan, serta 4. Peradilan Agama.
pengelolaan sistem teknologi dan informasi; Berdasarkan ketentuan Pasal 2 UU No.
b. penyiapan penatausahaan pembiayaan dan 4 tahun 2004 menyatakan sebagai berikut:
penggajian, penyusunan laporan pelak- “Penyelenggaraan kekuasaan keha-
sanaan anggaran, pengelolaan Barang Milik kiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
Negara (BMN), serta urusan perlengkapan; dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan
c. penyiapan pengelolaan kepegawaian, badan peradilan yang berada di bawahnya
penataan organisasi, pengelolaan tata usaha, dalam lingkungan peradilan umum, ling-
kerumahtanggaan, hubungan masyarakat, kungan peradilan agama, lingkungan peradilan
pengelolaan Reformasi Birokrasi; militer, lingkungan peradilan tata usaha
d. pelaksanaan verifikasi berkas perkara negara, dan oleh sebuah Mahkamah
pemeriksaan kecelakaan kapal, administrasi Konstitusi.”
persidangan, pemberian dukungan subs- Kedudukan Mahkamah Pelayaran yang
tantif persidangan, pengetikan dan merupakan bagian dari Departemen Perhu-
penggandaan konsep putusan; bungan, atau dengan kata lain sebagai salah
e. penelitian sebab kecelakaan kapal dan satu bagian dari lembaga eksekutif, tentunya
penentuan ada atau tidak adanya kesalahan menjadikan Mahkamah Pelayaran sulit untuk
dan/atau kelalaian dalam penerapan dapat dikategorikan sebagai sebuah lembaga
standar profesi kepelautan yang dilakukan peradilan. Selain itu, tugas dan fungsinya yang
oleh Nahkoda atau Pemimpin Kapal sangat spesifik dan sempit, serta belum
dan/atau Perwira Kapal atas terjadinya didukung dengan konstruksi hukum yang
kecelakaan kapal; dan memadai.
f. penjatuhan sanksi administratif kepada Mahkamah Pelayaran memiliki
Nahkoda atau Pemimpin Kapal dan/atau komposisi yang tidak jauh berbeda dengan
Perwira Kapal yang memiliki sertifikat Lembaga pemerintah yang lainnya. Berda-
keahlian pelaut yang dikeluarkan oleh sarkan Pasal 4 Peraturan Menteri Perhubungan
Pemerintah Republik Indonesia yang Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 2017
melakukan kesalahan dan/atau kelalaian Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Mahkamah
dalam penerapan standar profesi Pelayaran dijelaskan bahwa Organisasi
kepelautan. Mahkamah Pelayaran terdiri atas:
a. Ketua;
Mahkamah Pelayaran dalam Kelembagaan b. Anggota;
Secara kelembagaan, Mahkamah Pela- c. Sekretariat;
yaran berada di bawah naungan Departemen d. Sekretaris Pengganti; dan
Perhubungan. Sebagaimana ditegaskan dalam e. Kelompok Jabatan Fungsional.
suatu keputusan Menteri, yakni Surat
kerusakan permesinan kapal, (3) faktor profesi kepelautan yang dilakukan oleh
eksternal dan internal, misalnya kejadian Nakhoda atau pemimpin kapal dan/atau
kebakaran dan tubrukan, (4) faktor alam atau perwira kapal atas terjadinya kecelakaan kapal,
cuaca, (5) gabungan dari seluruh penyebab maka selambat-lambatnya dalam jangka waktu
tersebut. Pada umumnya, musibah yang 14 (empat belas) hari sejak diterimanya hasil
mungkin terjadi pada kapal adalah akibat: (1) pemeriksaan pendahuluan kecelakaan kapal,
bertubrukan (collision) dengan kapal lain, (2) Menteri meminta Mahkamah Pelayaran
kandas (stranded / grounded), (3) tenggelam melakukan pemeriksaan lanjutan kecelakaan
akibat cuaca buruk (bedweather), (4) terbakar kapal.”
(fire), (5) kerusakan mesin (engine black Keputusan-keputusan Mahkamah Pela-
out/breakdown), dan (6) kapal bersenggolan yaran yang dihasilkan dari rangkaian proses
dengan kapal lainnya (Thamrin, 2015). persidangannya umumnya memuat tentang
aspek-aspek teknis kapal, antara lain:
Kewenangan Yuridis Mahkamah Pelayaran a. Kapal, surat kapal danpengawakan kapal;
Ketika terjadi kecelakaan kapal, maka b. Keadaan cuaca;
akan dilakukan pemeriksaan pendahuluan c.Penumpang dan/atau muatan kapal;
yang dilakukan oleh Syahbandar dan pejabat d. Sarat dan stabilitas kapal;
pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri. e. Navigasi dan olah gerak;
Pemeriksaan ini didasarkan atas adanya f. Sebab kecelakaan kapal;
laporan kecelakaan kapal. g. Upaya penyelamatan
Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) dan (2) h. Kesalahan dan/atau kelalaian.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Akan tetapi, terjadinya peristiwa
Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Pemeriksaan kecelakaan kapal yang sebagaimana diketahui,
Kecelakaan Kapal dijelaskan bahwa : disamping aspek teknis nautis juga terdapat
“Pemeriksaan pendahuluan kecelakaan aspekaspek lain yang tidak kalah pentingnya,
kapal dilaksanakan atas dasar laporan kece- yakni aspek perdata dan/atau pidana.
lakaan kapal.” Beberapa aspek tersebut, jika melihat
“Pemeriksaan pendahuluan kecelakaan aturan tentang yurisdiksi Mahkamah
kapal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pelayaran, maka bukan bidang yang menjadi
dilaksanakan oleh: tanggung jawab dari Mahkamah ini, akan
a. Syahbandar, setelah menerima laporan tetapi merupakan yurisdiksi lembaga peradilan
kecelakaan kapal dari pelapor. umum.
b. Pejabat Pemerintah yang ditunjuk oleh Misalnya, dalam suatu tragedi kece-
Menteri, setelah Menteri menerima laporan lakaan kapal yang memang murni kesalahan
kecelakaan kapal dari Pimpinan Perwakilan nakhoda, di dalam kapal tersebut terdapat
Republik Indonesia dan/atau dari pejabat banyak muatan barang impor, maka ada pihak
Pemerintah negara setempat yang yang dirugikan disini. Contoh selanjutnya,
berwenang.” kecelakaan kapal yangterbukti ada unsur
Setelah laporan kecelakaan rampung kesengajaan dari Nakhoda atau pemimpin
maka laporan tersebut diserahkan kepada kapal sehingga menimbulkan korban jiwa,
Menteri. Menteri akan menentukan ada atau maka dalam kasus ini berkas perkara dise-
tidaknya dugaan kelalaian yang dilakukan oleh rahkan kepada pihak kepolisian, yang akan
nakhoda atau perwira kapal. Selanjutnya, meyelidik dan menyidik perkara serta meme-
laporan tersebut akan diserahkan kepada riksa Nakhoda/pemimpin kapal atas dasar
Mahkamah Pelayaran untuk diputuskan. persangkaan melakukan tindak pidana.
Sebagaimana Pasal 15 Peraturan Pemerintah Disisi lain, dalam kaitan dengan keru-
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1998 gian yang ditimbulkan, maka keputusan
Tentang Pemeriksaan Kecelakaan Kapal tentang ganti rugi bagi pihak-pihak yang diru-
menyatakan, gikan akan diputuskan oleh pengadilan.
“Apabila berdasarkan hasil pemerik- Dalam kedua hal tersebut, Mahkamah Pela-
saan pendahuluan kecelakaan kapal. Menteri yaran tidak lagi memiliki peranan.
berpendapat adanya dugaan kesalahan Pada faktanya, bagi pihak yang merasa
dan/atau kelalaian dalam menerapkan standar dirugikan (pemilik kapal, operator kapal,
pemilik muatan kapal, dan penumpang kapal) Selain itu, sanksi administratif sebagai-
dengan adanya suatu peristiwa kecelakaan mana Pasal 19 yaitu Sanksi administratif
kapal, tentunya keputusan-keputusan yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b
sifatnya administratif seperti menjatuhkan dapat berupa:
skorsing terhadap Nakhoda atau pemimpin a. peringatan;
kapal, bukan sesuatu yang penting. Mereka b. pencabutan sementara sertifikat keahlian
menilai yang terpenting adalah bagaimana agar Pelaut untuk bertugas dalam jabatan
kerugian yang ditimbulkan oleh peristiwa itu tertentu di kapal, untuk waktu paling lama 2
dapat diberikan kompensasi atau ganti rugi. (dua) tahun.
Kerugian demikian tidak selalu identik dengan Dalam ketentuan tersebut, terlihat jelas
hilang atau rusaknya muatan kapal (loss atau kalau sanksi yang dapat dijatuhkan Mahkamah
damage) dan kerusakan/ kehilangan kapal, Pelayaran hanyalah sanksi administratif ter-
akan tetapi juga kerugian yang timbul ber- hadap nakhoda atau perwira kapal. Mahkamah
kaitan dengan kelambatan (delay) pengiriman Pelayaran tidak berwenang memutuskan ganti
barang/muatan, atau juga kerugian ekonomi rugi terhadap pihak pihak yang dirugikan.
(economic damages) yang tidak terkait langsung Oleh karena itu, pihak yang dirugikan hanya
dengan kapal, seperti pencemaran laut oleh dapat menuntut ke Pengadilan Negeri seperti
bahan-bahan yang berasal dari kapal, seperti gugatan pada umumnya. Dengan demikian,
bahan bakar kapal atau kerusakan lingkungan. Mahkamah Pelayaran memiliki kewenangan
Para nelayan, pengusaha pe-hotelan dan yuridis yang jauh lebih sempit dibandingkan
pengelola wisata bahari yang tidak dapat Lembaga Pengadilan lainnya.
melakukan aktivitasnya karena perairan tempat
mereka beraktivitas tercemar jelas akan Permasalahan Mahkamah Pelayaran
mengalami kerugian. Mereka tidak akan ter- Sekarang ini, Mahkamah Pelayaran
tarik dengan masalah-masalah teknis nautis, hanya ada satu, yaitu berkedudukan terpusat
yang terpenting adalah bagaimana mem- di Jakarta. Eksesnya adalah akan banyak
peroleh kompensasi yang pantas atas kerugian kendala yang timbul dalam penanganan
ekonomi yang dideritanya. perkara-perkara yang menjadi kompetensinya.
Dalam melakukan pemeriksaan lan- Penyelesaian perkara tragedi kece-
jutan, Mahkamah Pelayaran hanya bertugas lakaan kapal yang terpusat di Mahkamah
untuk meneliti sebab terjadinya kecelakaan pelayaran Jakarta, akan menimbulkan konse-
kapal dan menentukan ada tidaknya kesalahan kuensi logis, yaitu sebagaimana yang
nakhoda atau perwira kapal untuk penjatuhan dirangkum dari laporan akhir tim analisis
sanksi administrative. Berdasarkan ketentuan evaluasi peraturan perundang-undangan
Pasal 18 Peraturan Pemerintah Republik tentang yurisdiksi dan kompetensi mahkamah
Indonesia Nomor 1 Tahun 1998 Tentang pelayaran yang disusun oleh Badan Pembinaan
Pemeriksaan Kecelakaan Kapal dinyatakan, Hukum Nasional Departemen Hukum Dan
Dalam melaksanakan pemeriksaan Hak Asasi Manusia RI Jakarta, disebtkan
lanjutan kecelakaan kapal, Mahkamah beberapa permasalahan, antara lain:
Pelayaran bertugas: a. Birokrasi akan memperlambatnya penye-
a. meneliti sebab-sebab kecelakaan kapal dan rahan perkara yang datang dari daerah-
menentukan ada atau tidak adanya daerah ke Mahkamah pelayaran, karena
kesalahan atau kelalaian dalam penerapan harus terlebih dahulu disampaikan ke
standar profesi kepelautan oleh Nakhoda Departemen Perhubungan, Direktorat
atau pemimpin kapal dan/atau perwira Jenderal Perhubungan Laut, baru ke tangan
kapal atas terjadinya kecelakaan kapal; Mahkamah Pelayaran.
b. menjatuhkansanksi administratif kepada b. Kesulitan untuk menghadirkan pihak-pihak
Nakhoda atau pemimpin kapal dan/atau yang terkait dengan peristiwa kecelakaan
perwira kapal yang memiliki sertifikat kapal di Mahkamah Pelayaran, karena
keahlian Pelaut yang dikeluarkan oleh pemeriksaan dilakukan di tempat yang
pemerintah Indonesia yang melakukan relatif jauh dari tempat kejaian perkara
kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan (TKP) sehingga akan menimbulkan kendala
standar profesi kepelautan.
https://definitions.uslegal.com/a/admiralty-
court-maritime-court/, diakses pada 5
September 2018.
https://www.kargo.co.id/artikel/daftar-
lengkap-nama-pelabuhan-di-
indonesia/, diakses pada 5 September
2018.