Anda di halaman 1dari 3

Nama : Bintang Adi Prakoso

NIM : 11010115140265
Kelas : Kapita Selekta Hukum Internasional

Analisis Penabrakan Kapal KRI Tjiptadi-381 Oleh Kapal Vietnam di Laut


Natuna Utara
Latar Belakang
Kejadian bermula saat KRI Tjiptadi-381 melaksanakan Penegakan Hukum di ZEE
Indonesia, tepatnya di Laut Natuna Utara, terhadap Kapal Ikan Asing (KIA) Vietnam BD 979
yang sedang melaksanakan Illegal Fishing (pencurian ikan) dan menangkap KIA Vietnam
tersebut, Namun KIA Vietnam tersebut dikawal oleh Kapal Pengawas Perikanan Vietnam,
Kapal pengawas perikanan Vietnam berusaha menghalangi proses penegakan hukum
yang dilakukan oleh KRI Tjiptadi-381. gangguan dilakukan kapal pengawas perikanan
Vietnam dengan menabrak lambung kiri KRI Tjiptadi-381.
Berdasarkan lokasi penangkapan, benar kejadian berada di ZEE Indonesia. Sehingga
tindakan penangkapan yang dilaksanakan oleh KRI Tjiptadi-381 adalah sudah benar dan
sesuai prosedur, pihak Vietnam juga mengklaim bahwa wilayah tersebut merupakan perairan
Vietnam.

Analisis
Indonesia berhak dan telah menetapkan ZEE-nya selebar 200 mil dari garis-garis pangkal
nusantara (Pasal 48 dan 57 UNCLOS). Dalam ZEE, Indonesia mempunyai:
1. Sovereign rights atas seluruh kekayaan alam yang terdapat di dalamnya;
2. Yurisdiksi untuk: (a) Mendirikan, mengatur dan menggunakan pulau-pulau buatan,
instalasi-instalasi dan bangunan-bangunan lainnya (Pasal 56 dan 60); (b) Mengatur
penyelidikan ilmiah kelautan; (c) Perlindungan dan pelestarian lingkungan laut;
3. Hak dan kewajiban-kewajiban lain yang ditetapkan dalam konvensi.
Untuk mengatur pemanfaatan kekayaan alam di ZEE, Indonesia perlu mengeluarkan
peraturan-peraturan perikanan yang diperkenankan oleh konvensi (Pasal 62 ayat 4), misalnya
tentang izin penangkapan ikan, penentuan jenis ikan yang boleh ditangkap, pembagian
musim dan daerah penangkapan ikan, penentuan umur dan ukuran ikan yang boleh ditangkap
dan lain-lain.
Sedangkan bagi kapal-kapal swasta yang telah meninggalkan laut lepas dan masuk ke laut
wilayah suatu negara, terhadapnya tidak lagi berlaku wewenang khusus negara bendera tetapi
negara pantai. Jadi, apabila kapal swasta seperti Kapal Ikan Asing (KIA) Vietnam BD 979
telah masuk ke laut wilayah negara lain, maka kapal tersebut harus tunduk pada ketentuan-
ketentuan negara pantai.
Terhadap kapal swasta, melalui UNCLOS 1982 diatur bahwa hanya diberikan wewenang
eksklusif kepada negara bendera untuk mengambil tindakan administratif atau hukum kepada
warga negaranya yang bertanggung jawab terhadap terjadinya suatu tubrukan. Tetapi
Konvensi tersebut juga menambahkan, bila tubrukan tersebut terjadi di suatu pelabuhan atau
laut wilayah suatu negara asing, maka yuridiksi negara asing inilah yang akan berlaku.
Prinsip ini kemudian ditegaskan oleh Pasal 97 ayat 1 UNCLOS.
Ada kemungkinan titik terjadinya peristiwa berada pada kawasan Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE) yang sama-sama diklaim kedua belah pihak, yakni Indonesia maupun
Vietnam. Bila demikian adanya, maka dua pihak sama-sama berhak melakukan patroli dan
menghalangi penegakan hukum oleh negara lain. Maka dari itu dengan adanya insiden
penabrakan kapal Vietnam yang dilakukan oleh kapal pengawas perikanan Vietnam terhadap
kapal KRI Tjiptadi-381 dapat juga disebabkan karena adanya selisih paham antara Vietnam
dan Indonesia mengenai batas-batas ZEE sehingga kedua negara saling mengira telah
memasuki wilayah ZEE dari negara masing-masing.
Namun penabrakan kapal yang dilakukan oleh oknum Vietnam sesungguhnya tidak
dibenarkan karena melanggar ketentuan-ketentuan Internasional seperti International
Regulations for Preventing Collisions at Sea (Peraturan Internasional untuk Mencegah
Tabrakan di Laut) 1972 (COLREGS), dan International Convention for the Safety of Life at
Sea (Konvensi Internasional untuk Keselamatan Kehidupan di Laut) 1974 (SOLAS).
Sedangkan tindakan KRI Tjiptadi-381 yang menahan diri juga sudah tepat karena
berdasarkan hukum internasional, karena penggunaan use of force hanya dapat dibenarkan
jika memenuhi tiga syarat yakni apabila tidak terhindarkan, kewajaran (reasonableness) dan
keharus (necessity).
Namun apabila kedua negara belum menetapkan batas ZEE maka penyelesaiannya dapat
dilakukan secara damai dengan tidak melakukan kekerasan seperti tindakan
1. Menetapkan batas terluar ZEE Indonesia dalam suatu peta yang disertai koordinat dan
titik-titiknya;
2. Menetapkan dalam persetujuan-persetujuan dengan negara sepeti Vietnam tentang
batas-batas dan ZEE Indonesia yang mungkin tumpang tindih dengan ZEE negara
tetangga. Batas-batas landas kontinen yang telah ditetapkan dengan negara-negara
tetangga dalam berbagai persetujuan belum tentu dapat dianggap sama dengan batas
ZEE, karena kedua konsepsi mi (ZEE dan landas kontinen) adalah 2 konsepsi yang
berbeda dan masing-masing merupakan konsep yang sui generis. Dan sebaiknya
memiliki standar pedoman bersama di wilayah tumpang tindih klaim seperti ini,
sehingga penegakan hukumnya tidak selalu disamakan dengan wilayah ZEE lainnya
yang sudah jelas karena UNCLOS 1982 sebenarnya mengharuskan dibuatnya
provisional arrangement atau pengaturan sementara berdasarkan pasal 74 di wilayah
perairan yang belum disepakati batas ZEE-nya. Hal itu, dimaksudkan untuk mencegah
terjadinya insiden-insiden seperti di perbatasan Vietnam
3. Mengumumkan dan mendepositkan copy dan peta-peta atau daftar koordinat-
koordinat tersebut pada Sekjen PBB (Pasal 75)

Anda mungkin juga menyukai