Anda di halaman 1dari 11

Resensi Buku

“Nanos Gigantium Insidentes: Sebelum Meneliti Susunlah Bibliografi Beranotasi dan


Kajian Pustaka”

Disusun untuk Memenuhi Nilai Ujian Akhir Semester


Mata Kuliah Penulisan Karya Ilmiah 1

Dosen Pengampu :
Dr. Arizal Mutahir

Disusun Oleh :
Natalia Sekar Dinda Kartika (F1A023068)

SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
2023/2024
IDENTITAS BUKU
Judul : Nanos Gigantium Insidentes: Sebelum Meneliti Susunlah Bibliografi
Beranotasi dan Kajian Pustaka
Penulis : Noer Fauzi Rachman dan Ahmad Nashih Luthfi
Penerbit : STPN Press
Cetakan : Ke- 1, Mei 2020
Tebal buku : 110 halaman
Desain Sampul : Dany RGB
ISBN : 978-602-7894-13-6

PENDAHULUAN
Buku “Nanos Gigantium Insidentes: Sebelum Meneliti Susunlah Bibliografi
Beranotasi dan Kajian Pustaka” mengangkat persoalan krusial terhadap suatu penelitian,
yaitu menentukan referensi penelitian yang seringkali menjadi hambatan bagi sebagian
peneliti. Maka dari itu, Penulis memberikan suatu solusi dalam mengatasi permasalahan
tersebut dengan menyajikan tahapan penulisan dan cara menganalisis suatu artikel jurnal
yang berpotensi menjadi bahan rujukan bagi penelitiannya serta penyusunan catatan ilmiah
menjadi bibliografi beranotasi dan perumusan kajian pustaka. Dalam buku ini dilampirkan
dua pembahasan terkait pembentukan bibliografi yang membahas definisi bibliografi
beranotasi, langkah pembuatan bibliografi beranotasi, manajemen referensi diikuti dengan
contoh bibliografi beranotasi dan perumusan kajian pustaka yang membahas definisi kajian
pustaka, tujuan kajian pustaka, langkah pembuatan kajian pustaka, serta jenis kajian
pustaka. Buku non fiksi ini merupakan karya terakhir dari Noer Fauzi Rachman, ia adalah
dosen psikologi komunitas dan psikologi lingkungan di Fakultas Psikologi, Universitas
Padjadjaran bersama dengan rekannya Ahmad Nashih Luthfi selaku dosen dari Sekolah
Tinggi Pertahanan. Berkat gagasannya, banyak peneliti maupun para civitas akademika yang
merasa terbantu dalam menyusun artikel jurnal ilmiah.
ISI BUKU
Pada pembahasan pertama, penulis menjelaskan bahwa setiap penelitian yang
dipublikasikan dalam suatu penulisan karya ilmiah tercipta akibat fenomena atau gejala
sosial yang terjadi dalam masyarakat. Peneliti mampu mempengaruhi pandangan orang lain
terkait suatu fenomena dengan didasari pada pedoman melalui observasi dan bukti empiris.
Sumber-sumber yang relevan ditemukan melalui bahan bahasan terdahulunya dan
diakumulasikan menjadi suatu teori baru. Untuk mengumpulkan beberapa sumber bahasan
tersebut, peneliti patut mencantumkan bibliografi beranotasi sebagai salah satu syarat
susunan perumusan artikel jurnal. Bibliografi berasal dari bahasa yunani, biblion yang
memiliki arti “buku” dan graphia berarti “tulisan”. Penamaan bibliografi dalam bahasa
Indonesia merupakan serapan dari bahasa Inggris, yaitu bibliography. John Cater dalam
bukunya “ABC for Collector” mengatakan bahwa bibliografi dapat pula dijadikan sebagai
objek studi fisik melalui buku-buku dan benda karya budaya lainnya. Dengan kata lain,
Bibliografi merupakan ikatan kumpulan kajian data ilmiah yang tersusun secara berurutan
menurut pola aturan yang telah disepakati. Sumber pengumpulan data untuk bibliografi
dapat berupa artikel, laporan penelitian, disertasi, tesis atau skripsi, dan naskah lainnya
termasuk film. Disamping itu, proses perkumpulan data menjadi satu ikatan berasal dari
hasil kesamaan objek, material yang dibahas serta perumusan objek formal. Peletakan
pengikat digunakan untuk membuat deskripsi gambaran bibliografi beranotasi menjadi satu
rangkaian. Bibliografi beranotasi berfungsi dalam memberikan sumber rujukan sehingga
peneliti meruntutkan permasalahan dan memecahkan kasus-kasus tertentu dengan lebih
mudah. Lingkup bibliografi beranotasi berkelindan dengan penilaian dari kemampuan
intelektual penulis dalam membuat penelitian, topik dan ruang lingkup bahasan, kualitas
argumen, metode penelitian, dan arti penting penelitian itu sendiri. Walaupun bibliografi
sering disamakan dengan daftar pustaka, tetapi pada dasarnya dua hal tersebut memiliki
perbedaan yang sangat spesifik. Daftar pustaka akan selalu berada di bagian belakang suatu
jurnal penelitian, hal ini berbeda dengan bibliografi yang memiliki sistematika lebih
terperinci.

Perkembangan bibliografi semakin membawa perubahan di kalangan pustakawan.


Mereka diwajibkan memiliki kompetensi dalam bidang bibliografi guna memberikan
pelayanan terbaik sesuai dengan Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia. Namun, sudah sepatutnya para peneliti, dosen, dan mahasiswa mempelajari
konsep bibliografi lebih dalam untuk mengembangkan kerangka awal susunan karya tulis
ilmiah selagi masih menjadi syarat penelitian ilmiah. Pada hakikatnya, para peneliti maupun
pustakawan memperoleh empat manfaat dari adanya sebuah bibliografi dalam penelitian
mereka. Pertama, bibliografi dapat digunakan sebagai pencegah pengulangan tema ataupun
persamaan permasalahan yang akan diteliti dari peneliti lain (to reinvent the wheel). Kedua,
terjadi bentuk kesadaran akan kesenjangan pengetahuan yang dimiliki (to fill knowledge
gaps). Ketiga, mampu memberikan suatu argumen yang memperkuat ketika timbul
perbantahan atau penolakan (to frame arguments). Keempat, mengetahui posisi yang
digunakan peneliti dalam mempelajari bidang keilmuan. Abdul Rahman Saleh dan Mustafa
(2009:8.1-8.80) menghasilkan suatu karya yang berjudul “Mengenal Bahan Rujukan
Indonesia” untuk memperkenalkan bahan bibliografi tentang Indonesia semasa kolonial
hingga masa modern sekarang ini. Adapun Bibliografi Nasional Indonesia terbentuk dari
berbagai bahan rujukan yang termuat di dalam Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
dan digunakan sebagai suatu alat untuk mengendalikan bibliografi setiap bulan Maret, Juni,
dan Desember. Tujuan pengendalian bibliografis adalah “untuk mengetahui kondisi
penerbitan di Indonesia, mencakup jumlah penerbit yang ada, kuantitas terbitan dari waktu
ke waktu, subjek atau topik atau genre yang paling banyak ditulis atau diproduksi.”
(Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, tt). bibliographic control melibatkan seluruh
penerbit di Indonesia untuk menyerahkan 2 jilid ragam terbitannya ke Pusat Deposit
Nasional, sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Nomor 4 tahun 1990 tentang Serah
Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam. Terbitan yang disetujui dan masuk kedalam daftar
Bibliografi Nasional Indonesia meliputi bahan bacaan kanak-kanak, rujukan pustaka dari
pemerintah pusat maupun daerah, terbitan yang melampirkan peta, serta laporan hasil
penelitian ilmiah. Sedangkan majalah hiburan, poster digital maupun non digital, dan komik
bergambar yang dianggap kurang menggiringkan nilai keintelektualitasan dan
perkembangan pikiran manusia tidak dapat masuk kedalam daftar Bibliografi Nasional
Indonesia.

Umumnya, membaca bibliografi beranotasi dapat menumbuhkan keyakinan


terhadap informasi dari kajian penelitian ilmiah. Peneliti mampu menyajikan topik terkini
kedalam suatu bidang tertentu berdasarkan cara penyusunan bibliografi beranotasi.
Tahapan yang diperlukan untuk membuat bibliografi beranotasi dapat melalui beberapa
langkah. Yang pertama, menetapkan sumber bahasan yang hendak dikaji. Pembahasan ini
meliputi suatu kebijakan yang tengah menjadi persoalan masyarakat, kondisi geografis
wilayah tertentu akibat bencana alam maupun krisis sosial, serta topik tertentu dengan
tingkatan pengabsahan secara umum dan abstrak. Kedua, cermati informasi sebagai
pengumpulan literatur pustaka dan kumpulkan artikel atau jurnal lainnya yang saling
berhubungan. Bila memungkinkan, peneliti dapat pula mencari referensi menurut para ahli.
Pencarian ini dilakukan dengan membaca daftar pustaka dari tesis dan naskah tertentu yang
ditemukan di perpustakaan ataupun dari toko buku. Selain itu, dapat pula melalui laman
internet yang mencantumkan artikel jurnal ilmiah lewat Google Scholar, Google books,
Microsoft Academic, Educational Resources Information Center, Virtual Learning Resources
Center, WorldWideScience, Science.gov, Wolfram Alpha, Refseek, Educational Resources
Information Center, Virtual Learning Resources Center, iSeek, ResearchGate, BASE,
Infotopia, PubMed Central, J-Stor, Lexis Web dan beberapa laman lainnya. Ketiga,
melakukan pengamatan terhadap naskah dengan cara memperhatikan secara seksama
setiap dalih, pokok bahasan dan argumentasi yang diberikan. Keempat, menuliskan
kerangka tinjauan dalam pembuatan naskah dengan memperhatikan Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia (PUEBI) dan pola padanan internasional seperti APA Style, atau The
Chicago Manual of Style. Kelima, Ketika telah terbentuk beberapa paragraf dari naskah
tersebut, maka mulailah mengurutkan sesuai dengan abjad pengarang dan tahun terbitan.
Keenam, setelah menuntaskan hasil penulisan naskah karya ilmiah, penulis patut
memposisikan dirinya menjadi pembaca agar mengetahui letak ambiguitas dalam
tulisannya. Dari keenam langkah tersebut dapat menjadi panduan peneliti mengerjakan
penulisannya dan menyiapkan naskah sampai pada tahap publikasi karya. Selain itu,
menurut Pujiriyani (dkk 2014:4) tahapan penelusuran naskah hingga penulisan dari
keseluruhan kegiatan dibagi menjadi 3 tahap, yaitu tahap penelusuran sumber, review
naskah, dan penyusunan. Pada tahap penelusuran sumber terdapat beberapa langkah yang
berguna untuk menyelaraskan tahapan lainnya, yaitu menyepakati pertanyaan penelitian,
menyepakati outline laporan, pengumpulan literatur, inventarisasi sumber kepustakaan,
seleksi sumber kepustakaan. Adapun review naskah yang berupa pembagian tugas review
sesuai minat pribadi, membaca naskah dan membuat ringkasan, dan melaporkan progress
secara berkala. Dalam penyusunan diurutkan menjadi pembuatan anotasi bibliografi,
merangkai anotasi, penulisan laporan, konsultasi SC/OC, dan penyiapan naskah publikasi.
Untuk mengetahui pembuatan bibliografi beranotasi, penulis mencantumkan beberapa
naskah bibliografi dengan jumlah kata sekitar 150, 250, 600, 700 hingga 1000 kata
berdasarkan pedoman dari perpustakaan University of Chicago sebagai landasan
kepenulisan yang digunakan sampai pada saat ini. Contoh pada bibliografi beranotasi
dengan jumlah 150 kata bersumber dari Noer Fauzi Rachman, Vegita Ramadhani Putri,
Nadya Karimasari, Muntaza, Melly Setyawati Mulyani, dan Siti Rahma Mary Herwati (2013),
Palm Oil: The Good, The Bad, and The Ugly. Kajian Literatur dan Bibliografi Beranotasi
mengenai Seluk-beluk, Ekspansi Perkebunan Kelapa Sawit, Pembesaran Volume Produksi
Crude Palm Oil, dan Peningkatan Konsumsi Produk-produk yang Menggunakan Minyak
Kelapa Sawit di Asia Tenggara”. Jakarta: Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis
Masyarakat dan Ekologis (HuMa), 25 Januari 2013. Halaman 43. Dikutip dari Feintrenie,
Laurene, Wan Kian Chong, dan Patrice Levang. 2008. “Why do Farmers Prefer Oil Palm?
Lessons Learnt from Bungo District, Indonesia.” Bogor: CIFOR. 17 halaman. Kemudian pada
anotasi 250 kata, penulis menggunakan naskah dari Noer Fauzi Rachman, Vegita Ramadhani
Putri, Nadya Karimasari, Muntaza, Melly Setyawati Mulyani, dan Siti Rahma Mary Herwati
(2013), Palm Oil: The Good, The Bad, and The Ugly. Kajian Literatur dan Bibliografi
Beranotasi mengenai Seluk-beluk, Ekspansi Perkebunan Kelapa Sawit, Pembesaran Volume
Produksi Crude Palm Oil, dan Peningkatan Konsumsi Produk-produk yang Menggunakan
Minyak Kelapa Sawit di Asia Tenggara”. Jakarta: Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum
Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa), 25 Januari 2013. Halaman 44-45. Dikutip dari
Fortin, Claude Joel. 2011. “The Biofuel Boom and Indonesia’s Oil Palm Industry: The Twin
Processes of Peasant Dispossession and Adverse Incorporation in West Kalimantan”. Artikel
dalam International Conference on Global Land Grabbing 6-8 April 2011. Land Deals Politics
Initiative (LDPI), Journal of Peasant Studies (JPS) dan University of Sussex. 32 halaman. Pada
600 kata, sumber yang disertakan dari Noer Fauzi Rachman, belum pernah diterbitkan.
Sementara itu, penulis juga mencantumkan anotasi sekitar 700 kata melalui karya dari Noer
Fauzi Rachman, belum pernah diterbitkan dengan mengambil dari Akhil Gupta. 2012. Red
Tape: Bureaucracy, Structural Violence, and Poverty in India. Durham: Duke University
Press. 384 halaman. Dikutip dari Soepomo. 1936. “Het Verreemdingsverbod van Inlandsche
Gronden. (Preadvies Raden Mr. Soepomo in het Indische Juristencongres, 1936)”, Indisch
Tijdschrift van het Recht, 144: Bijlage, 85- 145. 60 halaman. Dan bentuk bibliografi
beranotasi 1000 kata dapat ditemukan melalui karya dari Noer Fauzi Rachman, Vegita
Ramadhani Putri, Nadya Karimasari, Muntaza, Melly Setyawati Mulyani, dan Siti Rahma
Mary Herwati (2013), Palm Oil: The Good, The Bad, and The Ugly. Kajian Literatur dan
Bibliografi Beranotasi mengenai Seluk-beluk, Ekspansi Perkebunan Kelapa Sawit,
Pembesaran Volume Produksi Crude Palm Oil, dan Peningkatan Konsumsi Produk-produk
yang Menggunakan Minyak Kelapa Sawit di Asia Tenggara”. Jakarta: Perkumpulan untuk
Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa), 25 Januari 2013. Halaman
49. Dikutip dari Julia and Ben White. 2012. “Gendered Experiences of Dispossession: Oil
Palm Expansion in a Dayak Hibun Community in West Kalimantan”. Journal of Peasant
Studies 39 (3-4).

Pada era globalisasi, perubahan yang terjadi secara signifikan juga berdampak pada
pendidikan dan proses pengolahan informasi. Pemanfaatan internet dan layanan aplikasi
lainnya membantu peneliti menemukan artikel jurnal terbaru dan memudahkan memilah
teori dengan lebih cepat. Perkembangan ini membawa pula pada kemajuan proses
pengolahan data yang dialami oleh bibliografi. Saat belum mengenal adanya teknologi,
bentuk menyimpan suatu kutipan atau catatan bibliografi dituliskan dengan kartu indeks
berukuran sekitar 75 x 125 cm. Para peneliti, lembaga institusional bahkan setiap pranata
sosial menggunakan kartu indeks untuk memahami data yang dilengkapi dengan sumber
pustaka atau catatan rekaman pada kala itu. Berbeda dengan zaman sekarang, penulisan
catatan dapat tersimpan secara daring melalui Endnote, Mendeley, Zotero dan aplikasi
daring lainnya. Penggunaan fasilitas ini berguna dalam mengkoordinir dan menyusun
laporan penelitian secara otomatis dan penyebaran penelitian tersebut dilakukan langsung
melalui jejaring sosial. Penulisan bibliografi yang dilakukan dengan aplikasi pendukung dapat
menyambungkan langsung ke Ms word melalui beberapa penyerapan kata kunci. Meskipun
kecanggihan teknologi menghasilkan pembaharuan teknik penulisan bibliografi beranotasi,
tetapi masih banyak yang belum handal dalam menggunakan sistem tersebut sehingga perlu
adanya program pelatihan khusus. Perguruan tinggi memiliki peran dalam menyikapi
individu yang belum berkesempatan mengetahui segala macam alat-alat pengolahan data
dari internet dan pembuatan karya bibliografi beranotasi sebagai hasil keberlanjutan.
Selanjutnya, pada pembahasan kedua, penulis mengungkapkan bahwa terdapat
langkah lanjutan dalam melakukan penulisan bibliografi beranotasi.Pembuatan kajian
pustaka diperlukan sebagai langkah awal dalam penulisan bibliografi beranotasi. Ketika
merekonstruksikan suatu kajian pustaka, penulis perlu menghubungkan suatu penelitian
serupa dan topik bahasan yang seragam. Selain itu, Penulis juga diberikan kebebasan dalam
memberikan kritikan ataupun melontarkan kata apresiasi kepada pemilik pandangan teori
yang dimuat dalam naskah bibliografi beranotasi tersebut. Menurut W. Lawrence Neuman
(2014), tujuan kajian pustaka diklasifikasikan menjadi 4 bagian. Yang pertama, kajian
pustaka memperlihatkan adanya pendekatan intim antara peneliti dengan suatu bagian dari
teori pengetahuan. Peneliti mampu menguasai bidang yang ditempuhnya dengan
mempelajari studi bahasan sebelumnya. Sebuah kajian pustaka yang berkredibilitas mampu
mempertanggungjawabkan kualitas terhadap latar belakang, kemampuan, dan kompetensi
profesional peneliti untuk meningkatkan keyakinan pembaca pada penelitiannya. Kedua,
menuntun arah fokus penelitiannya dengan terpaku pada studi terdahulunya. Ketika suatu
kajian pustaka dapat mengarahkan pada perkembangan penelitian maka terbentuk
hubungan yang mengikat pada pengetahuan tertentu. Kajian pustaka menentukan relevansi
pada posisi body of knowledge dari suatu penelitian. Ketiga, memadukan dan merumuskan
pokok bahasan dari hasil kajian pustaka. Dengan mencampurkan bahan tersebut, peneliti
akan lebih mudah untuk menentukan penelitian di kemudian hari. Setiap rumusan dari
kajian pustaka akan selalu berkontribusi pada studi sebelumnya yang terlihat dari gagasan
pendukung, pengajuan pertanyaan utama, dan penguatan konfrontasi. Keempat,
menambah wawasan baru dari segala studi literatur untuk mencanangkan bahan gagasan
yang berbeda. Peneliti dan para civitas akademika, termasuk mahasiswa akhir memiliki
tanggungan dalam mengkaji artikel jurnal yang telah diterbitkan sebelumnya sesuai dengan
bidang penelitiannya masing-masing. Sedangkan menurut Creswell (2010: 40), peneliti patut
mengungkapkan relevansi terhadap informasi dari hasil penelitian yang dilakukan karena
erat kaitannya dengan hubungan antara penelitian dengan literatur terdahulunya dan
bilamana telah ditemukan kedua hubungan tersebut maka penelitian mampu mengisi celah
kosong dari penelitian sebelumnya. Seorang peneliti dapat mempergunakan inti dari pokok
bahasan lain sebagai penunjuk ide referensi dalam mengusulkan rumusan masalah dari
penelitiannya. Perumusan inti akan dapat diperluas menjadi beberapa komponen dalam
pembentukkan latar belakang dari pemikiran penelitian sebelumnya yang sebagaimana
disebutkan oleh Blaxter (1996, dikutip dari Barron 2006: 192-193). Maka dari itu, diperlukan
keterampilan dalam mencari naskah penelitian, membaca, menggabungkan, dan mengelola
naskah penelitian sehingga dapat dijadikan satu perumusan karya baru. Begitu pula dengan
menentukan kajian pustaka yang akan diambil, keputusan tersebut digunakan sebagai salah
satu bagian dari penilaian apakah topik penelitian dinikmati khalayak ataupun apakah topik
penelitian ini pantas untuk diteliti sehingga dapat mengungkapkan prosedur, teknik, dan
desain penelitian yang bermanfaat untuk diterapkan, membantu seorang peneliti lebih
fokus pada pembuatan hipotesis dan perolehan pengetahuan baru. Pengamatan kajian
pustaka berupaya untuk mengembangkan pengetahuan,subjek, topik tertentu. Namun perlu
disadari bahwa topik yang akan diteliti pada dasarnya merupakan kumpulan dari
pengetahuan sehingga tidak ada yang benar-benar “baru”.

Dalam penyusunan kajian pustaka diperlukan susunan struktur secara tegas tanpa
ada kata-kata rancu dan dapat mencakup varian literatur yang saling berkaitan dengan
penelitian serta memiliki rancangan naskah konseptual. Rancangan dari kajian pustaka
memusatkan pada penafsiran kata yang diolah langsung oleh penulisnya dengan
mempergunakan teknik parafrase atau memuat pendapat dari sekumpulan naskah lain.
Untuk membuat kajian pustaka, John W. Creswell (2010) menyebutkan bahwa terdapat
delapan langkah yang perlu diperhatikan. Pertama, mengambil beberapa kata kunci untuk
mempermudah proses dalam penelusuran topik yang sedang diperbincangkan dari
penelitian. Kedua, memusatkan kata kunci tersebut kedalam database digital agar memiliki
jangkauan pengetahuan relatif luas. Ketiga, menempatkan setidaknya 50 laporan penelitian
artikel jurnal ilmiah sebagai sumber utama. Keempat, melakukan studi literatur yang sesuai
dengan penelitian. Kelima, merancangkan peta pustaka sebagai suatu pengelompokan
literatur yang sudah diperoleh, Keenam, Menentukan ringkasan artikel untuk digunakan
sebagai isi dari bagian Kajian Pustaka dalam bab atau sub-bab penelitian. Ketujuh,
penyusunan sistematis pada rangkaian konsep kajian pustaka. Dan kedelapan,
mengutamakan persepsi penulis terhadap literatur pada bagian akhir. Setiap langkah dalam
menyusun tinjauan pustaka ini akan mengarah pada penentuan permasalahan penelitian,
argumentasi penelitian, tujuan utama, dan metode penelitian. Sementara itu, W. Lawrence
Neuman (2014) membagi jenis karakter kajian pustaka berdasar isi dan cara penyajiannya,
menjadi enam jenis, yakni context review, historical review, integrative review,
methodological review, self-study review dan theoretical review. Kajian pustaka kontekstual
merupakan suatu rangkaian topik spesifik dengan ilmu pengetahuan yang lebih luas. Kajian
ini menjadi penunjuk awal laporan penelitian yang selanjutnya akan dikembangkan ke arah
studi lanjutan. Contoh dari kajian pustaka kontekstual bersumber dari Noer Fauzi (2005).
Memahami Gerakan-gerakan Rakyat Dunia Ketiga, dengan mengambil kutipan dari Noer
Fauzi (2005). Memahami Gerakan-gerakan Rakyat Dunia Ketiga, Yogyakarta: Insist Press,
halaman 14-25. Kemudian,kajian pustaka historis adalah suatu bentuk penelusuran dari satu
periode ke periode lainnya. seperti tulisan dari Nina Herlina Lubis (1998). Kehidupan Kaum
Menak Priangan 1800-1942 yang mengutip tulisan Nina Herlina Lubis (1998). Kehidupan
Kaum Menak Priangan 1800-1942. Bandung: Pusat Informasi Kebudayaan Sunda. Halaman
7-12 sebagai contoh kajian tersebut. Kajian pustaka interagratif mengungkapkan bahwa
peneliti dapat merangkum suatu keadaan menjadi satu gagasan dengan melibatkan kritikan
dan argumen dukungan lainnya. Layaknya penulisan dari Marcus J. Kurts, “Understanding
Peasant Revolution: From Concept to Theory and Case”, Theory and Society 29: Kluwer
Academic Publishers, halaman 93-124, 2000, halaman 96 dengan mengambil kutipan Noer
Fauzi Rachman (2008) “Kajian dan Evaluasi Reforma Agraria 2008”. Adapun kajian pustaka
teoritis yang menjelaskan tentang perbandingan suatu argumentasi atau asumsi secara
konsisten. Seperti karya Noer Fauzi Rachman (2018) “Meninjau kembali Teorisasi mengenai
Desentralisasi, Community Driven Development, dan Kapitalisasi Agraria melalui kutipan
dari Marcus J. Kurts, 2000, “Understanding Peasant Revolution: From Concept to Theory and
Case”, Theory and Society 29:93-124, 2000, halaman 104. Dengan beberapa jenis dari kajian
pustaka ini dapat lebih memberikan kebebasan pada peneliti untuk melakukan penulisan
teoritis.

PENUTUP
Dalam buku “Nanos Gigantium Insidentes: Sebelum Meneliti Susunlah Bibliografi
Beranotasi dan Kajian Pustaka” pembaca akan diajak untuk mengenal lebih dekat kaidah
dari isi bibliografi beranotasi dan kajian pustaka. Para penulis pemula dapat mengikuti
pembahasaan yang disertakan dengan cukup mudah karena pengambilan kata pada setiap
paragraf mampu diinterpretasikan secara eksplisit. Sementara itu, untuk para peneliti
berpengalaman, buku ini menjadi pegangan ilmu perihal informasi terbaru dari perumusan
bibliografi beranotasi serta kajian pustaka. Dari kedua bab ini, penulis berhasil memberikan
penjelasan yang informatif terkait penggunaan bibliografi dan kajian pustaka. Pada bagian
awal, disertakan ulasan yang menambahkan kesan bahwa buku ini benar-benar digunakan
sebagaimana mestinya. Tata penulisan bibliografi dan kajian pustaka juga disandingkan
dengan penekanan pada definisi, langkah pembuatan dan contohnya, sehingga membantu
pembaca memahami dengan jelas topik-topik yang sedang dibahas. Hal ini dapat
memudahkan pembaca untuk mendapatkan gambaran dari kedua topik tersebut. Adapun
gaya penulisan pada kalimat dari tiap paragraf sudah menciptakan kejelasan makna yang
ingin disampaikan. Penuturan kedua bahasan juga membentuk etika penulisan sehingga
mengharapkan adanya pelaksanaan kegiatan penulisan yang sesuai dengan buku ini.
Dengan adanya kontribusi dari buku yang menerapkan teknik anotasi bibliografi, pembaca
mampu untuk menguasai studi literatur komprehensif terkait dengan fokus penelitiannya
dan memperoleh gambaran yang mendalam tentang perkembangan terkini (state of the art)
dari tema dan topik persoalan yang akan diteliti. Buku karangan Noer Fauzi Rachman dan
Ahmad Nashih Luthfi ini membangun pemahaman yang kuat bagi peneliti dan para civitas
akademika sehingga mampu memberikan suatu panduan progres terhadap penelitiannya,
terkhususnya para mahasiswa. Manfaat yang dirasakan bagi mahasiswa tercermin dari
tercapainya penulisan artikel, skripsi, maupun tesis berkat bantuan dari kajian buku ini.
Sementara itu, pada cakupan lebih luas, pembahasan bibliografi beranotasi dan kajian
pustaka akan menjadi pedoman untuk merumuskan dan mengelompokkan dari berbagai
literatur ilmiah yang ditulis oleh para ahli sebelumnya. Di dalam buku juga disajikan fakta-
fakta ilmiah dari para ahli dan beberapa bentuk peta pustaka. Disamping itu, penggunaan
bahasa asing diterangkan dengan lugas tanpa terbelit. Pada akhir halaman juga
mencantumkan riwayat hidup para penulis sebagai suatu pengenalan kepada pembaca
terkait profesi dan perjalanan karir setiap penulis. Hanya saja, beberapa inti kalimat yang
disandingkan belum dapat dituntaskan pada satu paragraf, sehingga menambah kerancuan
pada pokok bahasan. Meskipun demikian, pembaca dapat dengan cermat mengatasi
keseluruhan masalah dengan hanya membaca kembali agar mengerti gabungan dari setiap
paragraf.

Anda mungkin juga menyukai