Langit senja yang indah. Tapi, tidak. Lebih indah langit berbintang. Pikiran seorang
gadis dua puluh empat tahun yang sedang merenung sendirian ditempat duduk
taman, sambil mendengarkan musik kesukaannya. Memikirkan hal random. Entah
kebetulan atau tidak, taman yang ditempati gadis ini sedang kosong melompong.
Hanya ada stand orang-orang yang berjualan diujung taman. Hiasan lampu yang
ber gemerlap di tengah dinginnya malam. Hiasan hiasan santa claus yang
menghiasi kota. Sudah jelas ini menandakan akan terjadinya malam natal.
Salju pun turun. Lumayan deras, mungkin gadis ini akan mati membeku jika
berdiam ditempat itu untuk satu jam saja. Dia mengecek handphone yang ada
digenggamannya. Ternyata sudah pukul setengah sebelas malam waktu jepang.
Tiba-tiba gadis ini merasa ada yang memanggil namanya. "ELYYYY!!!" kata orang
itu. Gadis ini pun mencari keberadaan seseorang yang memanggil nama tersebut.
Oh, dia menemukannya. Ternyata itu adalah temannya, Hana.
Ely, nama gadis yang tadi sedang duduk merenung sendirian disebuah taman.
Gadis berusia dua puluh empat tahun yang berasal dari Indonesia. yang sekarang
dia sedang tinggal di negeri Sakura menjalani pendidikan sarjananya itu mungkin,
sudah lebih dari lima tahun, mungkin hampir enam tahun dia tinggal disana.
"Kau dari mana saja? aku mencari kekediamanmu kau tidak ada." Sahut Hana
dengan wajah kesal.
Ely bingung, ada maksud apa Hana menemuinya. Karna sebelum-sebelumnya dia
jarang menemui Ely bahkan di weekend sekalipun.
●●●
Sesampainya dikediaman Ely, mereka berdua masuk bersamaan dan duduk di
sofa yang sudah tersedia dikamar Ely. Ely menanyakan apakah Hana ingin
dibuatkan sesuatu. Hana pun mengiyakan, dia menginginkan cokelat panas, karna
sedang turun salju. Ely mengangguk, Ely tau apa yang harus dilakukan selanjutnya.
Ely langsung pergi ke area dapur yang masih satu ruangan dengan kamarnya dan
sofa tempat Hana temannya itu duduk, jadi mereka berdua masih sesekali
berbicara sambil Ely membuatkan cokelat panasnya. Hana mengenal Ely dari
empat tahun yang lalu. Tentu mereka berdua sudah dekat seperti saudara. Tiba-
tiba Hana mengangkat bicara.
"Tentu, tidak seperti kamarmu yang bau kecut" Ely sedikit bercanda sambil
menyeduhkan air ke gelas.
"Hahahaha apa apaan. kau sudah tinggal disini dari awal pindah ke jepang Ely?"
tanya Hana.
Ely menatap heran. " Memangnya kenapa? kau tahu sendiri kepribadianku seperti
apa kan." Jelas Ely.
"Hahaha iya juga ya, mana mungkin kau takut." Sahut Hana.
Perbincangan itu pun berlanjut mungkin satu jam tidak terasa telah terlewati. Ely
mengajak Hana untuk tidur dikediamannya karna salju yang tak kunjung mereda.
Hana mengiyakan saja, karna sebenarnya rumah Hana tidak begitu jauh dari
kediaman Ely.
Mereka berdua pun bersiap siap tidur dengan posisi Ely yang berada di kasur atas
dan Hana yang berada dikasur bawah. Karna model kasur Ely bisa ditarik dan
menjadi dua. Mereka berdua sudah sama sama mengucapkan ucapan selamat
malam dan menutup mata. Tapi sudah beberapa waktu berlalu Ely tidak kunjung
tertidur. Dia merasa gelisah, entah apa yang telah terjadi. Dia memiringkan badan
ke kanan dan ke kiri beberapa kali mencoba untuk tertidur. Tapi percuma, mata
Ely tetap terjaga. Seakan ada yang menopang. Dia bangun dari tempat tidurnya,
mencoba untuk menenangkan diri. Dia keluar kamar menuju teras, ingin melihat
keadann luar. Sesampainya di teras, ternyata malah keadan langit waktu itu cerah
sekali memperlihatkan beribu ribu bintang yang seakan langsung terhubung ke
bumi. Ely jatuh cinta dengan bintang. Setiap dia menatap bintang dia merasakan
ketenangan. Tapi entah waktu itu Ely tetap gelisah, detak jantung yang semakin
cepat berdetak, nafas yang terasa sesak. Tidak terasa pipi Ely basah. Tidak tahu
kenapa Ely tiba-tiba menangis. Segera Ely menyeka pipinya agar tidak ada yang
melihatnya menangis. Tiba-tiba, "Ely... disini kau rupanya. Kau hobi banget ya
untuk tiba-tiba menghilang. Handphonemu berbunyi beberapa kali." Hana
berkata kepada Ely, mungkin lebih ke arah diceramahi.
Ketika menatap kewajah Ely Hana baru sadar bahwa mata teman baiknya itu
sembab seperti baru menangis, ditambah wajahnya juga terlihat sangat gelisah
dan bingung.
"Tunggu-tunggu, kau kenapa?, mata kau sembab, kau juga terlihat sangat
gelisah." Tanya Hana khawatir.
Hana tanpa aba-aba langsung memeluknya. Hana mendengar suara isakan tangis
Ely, tapi Ely seperti menahannya, tidak mau Hana tahu bahwa ia sedang
menangis.
"Ayo masuk kedalam dulu" Hana mengajak Ely, dan Ely mengangguk.
Hana terlihat terkejut. "Yaampun Elyy... Kau itu bagaimana sih, kenapa kau
buang? terus kau bagaimana jika tidak meminun obatnya? kau mau mati hah?"
Hana melontarkan dengan nada tinggi.
"Apa yang kau katakan, tidak boleh bicara seperti itu." Hana bergumam.
Ribuan pesan yang mungkin telah terkirim dari ibunya itu. Pesan yang berisikan
makian, ejekan, entahlah Ely sudah tidak kuat. Ely membuang obat pemberian
psikolog kepadanya.
Ternyata Hana yang mengantar Ely memeriksakan keadaannya. Karna dia tahu Ely
itu seperti apa. Akhir akhir waktu itu juga Hana lebih sering mengunjungi
temannya itu karna perintah dari psikolog untuk lebih sering menemaninya. Karna
kesehatan mental yang sudah tidak stabil.
Bertahun tahun Ely diam, memendamnya. Semua dia pikul sendiri dipundaknya.
Entah mungkin Ely telah menangis seribu kali. Mungkin lebih. Ely memutuskan
untuk pergi ke Jepang setelah lulus dari kelas menengah atas. Dan kebetulan dia
mendapat beasiswa full. Jadi tidak perlu khawatir akan kehidupan sehari harinya.
Tetapi entah tekanan dari mana saja yang membuat dia stress setengah mati.
Setelah bercerita, menangis, dengan lega, tidak terasa matahari menyapa mereka
berdua. Cahaya pagi sudah mulai nampak dari balik pegunungan. Kemudian Hana
bertanya.
"Sampai kapan? setelah kau lulus? apa kau tidak rindu keluargamu di Indonesia?"
Hana bertanya kembali.
Hana terdiam melihat Ely yang sedang murung, memikirkan kata selanjutnya yang
akan diucapkan kepadanya. tapi terlambat, karna Ely angkat bicara terlebih dulu.
"Kau tidak mau pulang?" kata Ely dengan wajah datarnya sambil menunduk, tidak
melihat kearah Hana, menambah kesan cueknya.
Terkesan seperti diusir, tapi mungkin bukan begitu maksud Ely. Hana mengerti
dan langsung berpamitan.
"Apa kau tidak apa apa aku tinggal sendirian? kau sedang berada fase
terbawahmu" Ucal Hana.
Ely mengangguk, sambil melambaikan tangan dan melihat Hana menjauh dari
tempat tinggalnya itu.
Kebesokannya Hana khawatir akan keadaan Ely, teman baiknya itu. Karna dia
absen kelas hari ini. Setelah selesai kelas, Hana memutuskan untuk menemui Ely
dikediamannya.
Sesampainya dikediaman Ely, Hana bingung. Karna dia sudah memanggik nama
temannya itu berkali kali tapi tidak ada jawaban. Hana mencobanya sekali lagi,
masih tidak ada jawaban. Terpaksa Hana masuk tanpa permisi kedalam kediaman
Ely. Tidak ada siapa siapa. Kosong. Hana mencari Ely kemana mana tetap tidak
ketemu. Tiba-tiba Hana menemukan selembar seperti surat. Hana mengambilnya.
Ternyata benar itu adalah surat.
Hana menangis, terisak lumayan keras. Jatuh terududuk. Itu adalah surat dari Ely.
Ely berpamitan kepadanya untuk pergi, tapi tidak tahu tujuannya kemana. Dia
sudah lelah. Ingin beristirahat dengan tenang. Hanya sendiri. Dan diakhir juga ada
ucapan terimakasih untuk Hana. Air mata Hana mengalir semakin deras. Karna dia
tahu perjuangan teman terbaiknya itu. Seperti apa sikapnya, sebaik apa dirinya.
Mungkin kemarin adalah pertemuan terakhir mereka tanpa adanya ucapan
perpisahan. Hana berpikir mungkin temannya itu sudah sangat amat lelah. Dia
tahu perjuangannya dan memaklumi semua itu. Tapi dia heran mengapa dia tidak
membicarakannya secara langsung, padahal mereka sudah berteman hampir lima
tahun. Dan ya mereka menjalani hidup mereka masing-masing tanpa ada yang
tahu keberadaan Ely. Ada atau sudah tiada.