Anda di halaman 1dari 7

TUGAS RUTIN 4

STUDI LITERATUR MENGENAI FITOGEOGRAFI

Dosen pengampu : Wina Dyah Puspita S.Si.,M.Si

Mata Kuliah : Taksonomi Spermatophyta

Kelas : Biologi Nondik C 2019

KELOMPOK II

1. Angela Glorya Marito Br. Samosir (4191220014)


2. Aini Fitri (4193220018)
3. Amna Kamran br Tarigan (4191220010)
4. Cresfo Samosir (4193520017)
5. Devrianto Halomoan Tumanggor (4193220007)
6. M.D. Permatasari Siahaan (4193220008)
7. Nurhalisah Putri (4193520020)
8. Rehlitna Fransiska Sitepu (4191220011)
9. Widya kartika sari (4191220013)

1. LATAR BELAKANG

Pengertian Fitogeografi

Fitogeografi atau geografi tumbuhan merupakan suatu bidang ilmu yang mencakup persebaran
geografi, habitat, sejarah serta faktor-faktor biologi yang terlibat dalam kehidupan tumbuhan tersebut.
Untuk mempelajarinya diperlukan pengetahuan tentang tumbuhan yang bersangkutan baik yang ada seka-
rang maupun yang telah punah, keadaan fisik dan geografi, morfologi tumbuhan itu sendiri yang
dihubungkan dengan daerah persebarannya, dan mengkorelasikannya dengan evolusi persebarannya
berdasarkan sejarah waktu geologinya. Adapun tujuannya adalah untuk mencari kerabat liar dari
tumbuhan yang telah dikembangkan secara komersial yang diperlukan olehpara pemulia tanaman
budidaya untuk memperoleh bibit-bibit unggul. Salah satu informasi geografi yang sangat diperlukan
adalah informasi persebaran jenis, apakah tersebar secara merata, berkelompok atau-pun merupakan jenis
endemik di suatu kawasan atau pulau tertentu.
Good (1952) menyatakan bahwa persebaran tumbuhan dipengaruhi tidak hanya oleh faktor-faktor
alami (fisik, biologi) tetapijuga faktor-faktor buatankarena aktifitas manusia baik yang disengaja maupun
yang tidak disengaja. Faktor-faktor fisik antara lain iklim, habitat dan ketinggian tempat; sedangkan
faktor- faktor biologi antara lain morfologi tumbuhan itu sendiri dan kemampuan dari masing-masing
jenis dalam berkompetisi. Dengan demikian informasi ini sangat penting dan diperlu-kan oleh lembaga-
lembaga yang berkaitan dengan program penghijauan. Selain itu, bagi para ahli botani hasil analisis suatu
koleksi tumbuhan dapat digunakan untuk menentukan batasan suatu kawasan. Misalnya kesulitan dalam
memberikan suatu perkiraan yang akurat mengenai keanekaragaman jenis di suatu kawasan menunjukkan
bahwa pengetahuan tentang tumbuhan di kawasan tersebut masih dangkal.
Di bidang taksonomi sendiri, informasi geografi ini sangat diperlukan karena terjadinya proses
penjenisan adalah karena adanya isolasi geografis. Isolasi geografis berkaitan erat dengan faktor luar yang
berperan sebagai katalisator timbulnya barier yang dapat menimbulkan terjadinya percabangan garis
evolusi yang diikuti oleh isolasi reproduksi yang merupakan faktor-dalam yang berperan sangat penting
dalam mencegah terjadinya pertukaran gen antar populasi dalam proses penjenisan tersebut.

Fitogeografi adalah suatu kajian yang mempelajari tentang persebaran flora di bumi pada saat ini maupun
pada saat yang lampau. Fitogeograf merupakan pengetahuan sintesis yang sebagian besar ditunjang oleh
ilmu pengetahuan lain, seperti ekologi, biologi populasi, sistematik, evolusi, geologi dan sejarah
sistematik, evolusi, geologi dan sejarah alam.

Shukla dan Chandel (1996) mendefnisikan fitogeografi sebagai suatu kajian tentang migrasi dan
penyebaran tumbuh-tumbuhan di daratan atau perairan. penelaahan dalam fitogeograf pada umumnya
dititikberatkan pada kelompok organisme sebagai “unit kehidupan” dalam kelompok taksa tertentu seperti
dalam kelompok taksa tertentu seperti kelompok tumbuhan dalam kelompok tumbuhan dalam suku atau
famili.

Secara deskriptif, fitogeografi adalah studi dan deskripsi tentang perbedaan fenomena distribusi tumbuhan
di bumi, mencakup semua hal yang mengubah atau mempengaruhi permukaan bumi, baik oleh pengaruh
fsik, iklim atau interaksi dari makhluk hidup ke lingkungannya (Potunin,1994)

Distribusi Vegetasi

Dalam konsep dinamika fitogeografi, terdapat pola dasar distribusi vegetasi diwilayah. Menurut (1963)
dan misra (1980) pola dasar distribusi vegetasi dipengaruhi oleh :

a. Habitat, sebagai tempat tumbuh tumbuhan yang mempunyai hubungan sangat erat dengan iklim.
Dalam proses evolusi perubahan iklim dapat menyebabkan wilayah yang menjadi habitat dan
lingkungannya yang tempat tumbuh berbagai jenis tumbuhan akan dapat berubah dan dapat
mempengaruhi distribusi vegetasinya.
b. Respon, vegetasi dan sifat adaptasi tumbuhan terhadap lingkungannya bersifat khas dan sering
menjadi karakteristik suatu jenis tumbuhan. Penyebaran tumbuhan pada umumnya dibatasi oleh sifat
toleransi dan adaptasi terhadap kondisi lingkungannya.
c. Migrasi, berbagai flora setempat telah berlangsung sepanjang sejarah geologi, selama itu persebaran,
pengangkutan dan penguasaan wilayah akan turut menentukan pola distribusi vegetasi.
d. Kelanjutan hidup, jenis vegetasi tertentu tergantung oleh proses migrasi dan evolusi. Dalam proses
evolusi dan proses suksesi, berbagai perubahan kondisi lingkungan turut dalam perubahan komunitas
vegetasi. Dimana dalam proses evolusi struktur komunitas distribusi vegetasi sangat dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan, proses mutasi dan seleksi alam.

Menurut Wels (1963), dalam konsep dinarnika fitogeografi pola distribusi vegetasi kelompok suku, diberi
nama dan dikelompokkan sesuai dengan sifat toleransi dan adaptasi terhadap habitat dan iklim. Kelompok
tersebut adalah :

 Suku tumbuhan sub-kosmopolit dan sub-kosmopolit. Contohnya adalah tumbuhan dari suku
Compositae, Graminae, Ericaceae, Malvaceae, dan Umbilifereae
 Suku tumbuhan wilayah tropis. Contohnya adalah tumbuhan dari suku Araceae, Cucurbitaceae, atau
Melastomataceae
 Suku tumbuhan wilayah sub-tropis (beriklim sedang). Contohnya adalah tumbuhan dari suku
Aracaceae, Salicaceae, atau Vacciniaceae
 Suku tumbuhan endemik.Contohnya adalah tumbuhan dari suku Bixaceae, Castaceae, atau
Casuarinaceae
 Suku tumbuhan wilayah ekstrim (misalnya habitat gurun). Contohnya adalah tumbuhan dari suku
Pedaliaceae

Pola distribusi vegetasi seperti di atas, disebabkan oleh faktor-faktor yang bersifat alami dari kondisi
lingkungan biotik dan abiotiknya yang saling berinteraksi, mengatur pola distribusi dan mempengaruhi
komunitas vegetasinya dalam proses penyebaran vegetasi di bumi. Yang menjadi latar belakang pola-
pola distribusi vegetasi di bumi, pada dasarnya ditentukan oleh karakteristik sebaran vegetasi,
kemampuan bertoleransi dan beradaptasi vegetasi dalam proses evolusi.

Pola Distribusi
Pola distribusi geografis tumbuhan dapat mempunyai sebaran yang luas atau hanya pada wilayah tertentu.
Sifat distribusinya dapat berhubungan atau sambung-menyambung dengan wilayah lainnya (continue),
atau dapat pula terpisah dengan wilayah lain yang berjauhan (discontinue atau disjunct). Berdasarkan
pada ada tidaknya tumbuh-tumbuhan di berbagai wilayah bumi maka terdapat pola distribusi yang dapat
dibagi menjadi 3 kelompok taksa tumbuhan, yaitu :
1) Kosmopolit / Tersebar luas.
Tumbuhan yang tersebar tersebar luas (wides) adalah kelompok taksa tumbuhan yang
penyebarannya hampir terdapat di seluruh dunia di wilayah yang memiliki bermacam-macam zona
iklim. Tumbuhan demikian yang sebarannya luas dinamakan “tumbuhan kosmopolit”. Contohnya
adalah Taraxacum offiinale. Chenopodium album atau Plantago mayor dan jenis tumbuhan dari suku
Graminae.
Tumbuhan kosmopolit yang tersebar luas di daerah tropis dinamakan tumbuhan “pantropis”
contohnya adalah kelompok tumbuhan yang termasuk suku Zingiberaceae yang terdapat di beberapa
kepulauan dan daratan Asia.
Sedangkan tumbuhan yang tersebar secara luas di daerah beriklim dingin di wilayah zona
artik dan zona alpin, dikenal sebagai tumbuhan “artik-alpin”, contohnya adalah tumbuhan lumut atau
rerumputan seperti Carex sp, dan Eriophomm sp atau pepohonan berlumut yang dinamakan “elfin
wood” dan “krummholz” (Polunin,1994)

2) Endemik
Tumbuhan endemik adalah tumbuhan yang jenis-jenisnya tumbuh di wilayah terbatas dan
terdapat pada daerah yang tidak terlalu luas. Daerah sebarannya pada umumnya dibatasi oleh adanya
penghalang (barrier), seperti lembah, bukit atau pulau. Dikenal beberapa tipe tumbuhan endemik
yaitu tumbuhan “endemik benua”, “endemik regional”, atau “endemik setempat/lokal”.
Tumbuhan endemik dapat berasal dari jenis tumbuhan purba yang tersebar luas yang sampai
saat ini mampu bertahan dan beradaptasi pada wilayah yang terbatas. Tumbuhan jenis ini kemudian
menjadi tumbuhan endemik karena sebarannya yang sempit. Contohnya adalah Ginko biloba (di
jepang dan cina), Sequioa sempervirens (di suatu lembah di pantai California) atau Agathis australis
dan Metasequioa sp. Yang diperkirakan merupakan spesies tunggal yang tumbuh di suatu lembah di
china. Tumbuhan endemik purba tersebut dinamakan tumbuhan “paleoendemik” atau ‘epibion”.
Jenis tumbuhan lainnya adalah tumbuhan masa kini (modern) yang dalam proses evolusinya
tidak mempunyai kesempatan dan waktu yang cukup untuk tersebar secara luas melalui migrasi
(Shukla dan Chandel, 1996). Contohnya antara lain Eleusine coracana (Graminae), Mecanopsis sp.
(Papaveraceae), Piper longum (Piperaceae), atau Rafflesia arnoldii, tumbuhan demikian dinamakan
tumbuhan “neoendemik”.

3) Discontinue
Tumbuhan discontinue adalah tumbuhan yang terpisah pada dua atau lebih wilayah yang
berjarak puluhan, ratusan, atau ribuan kilometer oleh adanya penghalang yang terdiri dari
pegunungan atau gunung yang tinggi di dataran atau pulau-pulau di laut. Contoh tumbuhan
discontinue, antara lain Empetrum nigrum, Larrea tridentata, Phacella magellanica atau Sanigula
cranicaulis. Tumbuhan discontinue terdapat, antara lain karena :
a. tumbuhannya berevolusi di beberapa wilayah yang sesuai dengan amplitude ekologinya, tetapi
gagal bermigrasi dari habitat aslinya oleh adanya penghalang tertentu.
b. tumbuhan yang jenis-jenisnya pada suatu saat pada masa lalu yang tersebar luas, kemudian oleh
karena kondisi lingkungannya berubah akan lenyap atau rnusnah. tetapi di antara jenis tumbuhan
tersebut terdapat jenis yang dapat beradaptasi dan mampu bertahan, sehingga akhirnya pada
wilayah atau habitat tertentu akan terbentuk kantung-kantung discontinue.
c. iklim yang berubah dalam skala evolusi juga dapat menyebabkan adanya discontinue karena pada
umumnya tumbuhan mempunyai kebutuhan iklim tertentu akan menemukan kehidupannya.
Misalnya walaupun secara terpisah, tumbuhan yang terdapat di wilayah artik mempunyai
kesamaan jenis dan bentuk hidup dengan tumbuhan wilayah alpin dengan kondisi iklim yang
serupa. Contohnya, Salix sp. Dan Silen sp. adalah tumbuhan discontinue yang tumbuh di wilayah
artik, wilayah alpin atau wilayah artik alpin
d. secara geologis daratan di masa lampau sekarang sangat berbeda dengan daratan masa kini.
Menurut teori “paparan benua” (continental drifts) wilayah yang terdapat sekarang seperti di
Amerika selatan, Afrika, India, "Polinesia, Australia dan Antartika, pada “era meozoicum”
menjadi satu benua yang luas yang dinamakan Godwana dan memiliki karakteristik flora dan
fauna yang spesifk dengan flora dan faunanya yang discontinue. Oleh adanya gerakan lempengan
bumi maka daratan Godwana kemudian pecah dan terpisah menjadi wilayah tersebut (Brown dan
Gibson,1983)

Secara fitogeografis, Shukla dan Chandel (19%) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor
ekologi yang berpengaruh terhadap distribusi tumbuhan. Faktor ekologi tersebut adalah :

a) Faktor Sejarah Geografi dan Sebarannya


Suatu wilayah di bumi yang menjadi tempat asal tumbuhan pertama kali ada dinamakan
pusat asal tumbuhan (“centre of origin”). Dalam skala evolusi dan geologi proses terbentuknya
spesies biota cenderung berlangsung lama dan kontinyu. Dalam proses evolusi tersebut beberapa
jenis tumbuhan lelah berdifensiasi membentuk spesies baru dan dapat menjadi flora sekarang.
Dalam proses diferensiasi tersebut jenis tumbuhan purba jenis tumbuhan purba biasanya
berasal dari pusat “tumbuhan awal” di wilayah yang dinamakan pusat anal jenis masa lalu atau
“centre of origin”, yang kemudian akan berevolusi menjadi jenis tumbuhan masa kini. Sementara
itu tumbuhan spesies baru mengalami perubahan selama evolusi, kemudian menjadi flora biasa
kini yang berkembang dari flora purba yang berasal dari spesies yang berasal dari proses evolusi
dari pusat tumbuhan baru (“recent of’origin”). Dalam proses evolusi beberapa spesies purba akan
punah dan dapat ditemukan sekarang sebagai “tumbuhan fosil”, sedangkan tumbuhan jenis lain
yang lampu beradaptasi dan bertahan hidup cenderung akan menjadi tumbuhan palcoendemik
atau mungkin menjadi tumbuhan kosmopolit.
Dalam evolusi proses deferensiasi terbentuknya jenis-jenis spesies baru pada umumnya
berkaitan dengan proses hibridisasi dan proses mutasi antara jenis-jenis tumbuhan yang
mempunyai kekerabatan yang dekat, serta proses seleksi alam populasi hibrid dan mutan.
Proses diferensiasi yaug berlangsung secara alamiah akan menghasilkan hibrid dan mutan
dengan habitat dan amplitudo ekologi (“ecological amplitude”) tertentu. Selain itu iklim juga
memegang peranan penting dalam membentuk asal spesies baru (origin of new species”).

b) Faktor Migrasi
Jenis tumbuhan tumbuhan baru yang berhasil dalam proses evolusi, kemudian mungkin
akan bermigrasi pada habitat baru. Di habitatnya spesies baru tersebut akan tumbuh, berkembang
dan beradaptasi pada kondisi lingkungan setempat tanpa mengalami perubahan karakteristik jenis
/ mengalami perubahan sebagai jenis baru dan melangsungkan persebaran dan pemencaran nya,
yang berlangsung bersamaan dengan proses evolusmya sendiri.
Persebaran (“dispersal”) atau pemencaran bibit dan biji dilakukan oleh berbagai agen ,
seperti angin, air, serangga, burung atau hewan lainnya termasuk manusia. Dalam migrasi, proses
dispersal akan dilanjutkan dengan proses “ekesis”, yaitu proses berkecambah, tumbuh dan
beradaptasi, berkembang biak dan menetap di habitatnya yang baru. Proses migrasi dapat
terhalang bahkan berhenti oleh sebab tertentu karena terdapatnya barier. Barier dapat terdiri dari
barier ekologi, barier lingkungan dan barier geograf. Misalnya iklim adalah ekologi yang
berperan penting dalam proses sebaran tumbuhan dan pembentukan spesies baru. Barier
lingkungan dapat terdiri dari faktor biotik (misalnya burung) yang dapat berperan sebagai agen
pemencaran, sedangkan barier geografi biasanya terdiri dari topografi dan fisiograf habitai seperti
gurun, atau laut yang dapat menjadi penghalang tumbuhan untuk berpencar.

c) Amplitudo Ekologi
Kondisi lingkungan tidak saja mempengaruhi kehidupan,pertumbuhan dan perkembangan
vegetasi di suatu wilayah, tetapi kehidupan, migrasi dan sebaran vegetasi tersebut juga ditentukan
oleh “amplitudo ekologi” wilayah tersebut berupa:
1. ada atau tidaknya kehadiran jenis tumbuhan
2. Kekuatan dan kelemahan jenis tumbuhan untuk tumbuh dan berkembang
3. keberhasilan dan kegagalan dari vegetasi dalam bermigrasi

Setiap jenis tumbuhan dalam suatu komunitas biotik pada dasarnya mempunyai rentang
toleransi terhadap amplitude ekologi berupa kondisi faktor lingkungan fisik dan biotik tertentu.
Sehingga adanya atau terdapatnya satu spesies di suatu habitat akan menunjukkan bahwa kondisi
lingkugannya sesuai dengan amplitude ekologi spesies tersebut
Secara spasial amplitude ekologi suatu spesies tumbuhan akan ditentukan dan dipengaruhi
oleh perangkat genetik (“genetic set up”) dari jenis tersebut. Perangkat genetik adalah suatu
perangkat sifat-sifat menurun yang tersusun dari rangkaian DNA yang mempunyai karakteristik
dan respon yang spesifik terhadap kondisi lingkungan ( amplitude ekologi tertentu).
Spesies tumbuhan yang berbeda-beda akan mempunyai amplitude ekologi yang berbeda
pula. Tetapi satu jenis atau satu marga tumbuhan yang mempunyai sebaran ekologi yang sama
atau serupa, mungkin terdapat pada wilayah geografi yang berbeda. Contohnya tumbuhan conifer
yang terdapat di wilayah beriklim sejuk di sekitar lingkaran kutub, dapat pula tumbuh di wilayah
“zonz-alpin” di daerah pegunungan wilayah tropis dan sub-tropis.
Faktor amplitudo ekologi suatu jenis tumbuhan sering dipengaruhi perubahan
waktu(temporal), yang dapat menentukan dan mempengaruhi distribusi vegetasiya. Contohnya
adalah tumbuhan yang reproduksinya berlangsung secara generatif (seksual) ,proses hibridisasi
antara jenis tumbuhan yang sejenis akan menghasilkan keturunan yang secara genetik sama.
Tetapi karena terjadi perubahan kondisi lingkungannya, tumbuhan tersebut harus beradaptasi
sesuai dengan lingkungannya dan amplitude ekologinya yang baru dengan perangkat genetik
baru pula sebagai hasil seleksi alam atau mutasi.
Perangkat genetik sebagai hasil adaptasi pada kondisi lingkungan yang baru akan menyertai
perubahan genotip atau proses mutasi dari jenis tersebut. Jenis-jenis atau populasi tumbuhan
tersebut dinamakan “tumbuhan ekotip”. Contohnya adalah tumbuhan Euphorbia thymifolia ,yang
tumbuh pada bermacam-macam habibat. Terdapat hasil mutasi atau variasi jenis tumbuhan
tumbuhan tersebut tersebut yang mempunyai mempunyai 2 ekotip, yaitu ekotip yang menyukai
habitat berkapur, thymifolia var. Calcicola dan ekotip yang tidak menyukai habitat tanah
berkapur adalah E. thymifolia var. Calcifuga (Vickery, 1984: Shukla dan Chandel,1996).

2. KESIMPULAN
Fitogeografi atau geografi tumbuhan merupakan suatu bidang ilmu yang mencakup persebaran geografi,
habitat, sejarah serta faktor-faktor biologi yang terlibat dalam kehidupan tumbuhan tersebut. Untuk
mempelajarinya diperlukan pengetahuan tentang tumbuhan yang bersangkutan baik yang ada sekarang
maupun yang telah punah, keadaan fisik dan geografi, morfologi tumbuhan itu sendiri yang dihubungkan
dengan daerah persebarannya, dan mengkorelasikannya dengan evolusi persebarannya berdasarkan
sejarah waktu geologinya. Adapun tujuannya adalah untuk mencari kerabat liar dari tumbuhan yang telah
dikembangkan secara komersial yang diperlukan oleh para pemulia tanaman budidaya untuk memperoleh
bibit-bibit unggul. Di bidang taksonomi sendiri, informasi geografi ini sangat diperlukan karena
terjadinya proses penjenisan adalah karena adanya isolasi geografis. Isolasi geografis berkaitan erat
dengan faktor luar yang berperan sebagai katalisator timbulnya barier yang dapat menimbulkan terja-
dinya percabangan garis evolusi yang diikuti oleh isolasi reproduksi yang merupakan faktor-dalam yang
berperan sangat penting dalam mencegah terjadinya pertukaran gen antar populasi dalam proses
penjenisan tersebut.

3. DAFTAR PUSTAKA

Djarwaningsih, T. (2002). Geographical distribution of Pimelodendron spp. (Euphorbiaceae) in malesia.


Berita Biologi, 6(3), 509–514.
Hasairin,A.(2014).taksonomi tumbuhan berbiji .jakarta :citapustaka media perintis.
Potunin, Nicholas, (1960), Pengantar Geografi Tumbuhan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Shukla, R.S. and P.S. Chandel. 1996. Plant Ecology and Soil Science. Ram Nagar, New Delhi: S. Chan
and Company Ltd

Anda mungkin juga menyukai