Anda di halaman 1dari 10

Nama : Roshifa Nur Azizah

NPM : 2006472160
Mata Kuliah : Biogeografi
Dosen : Nurul Sri Rahatiningtyas, S.Si., M.Si.

Tugas Mandiri

1. What is ecological biogeography? (10%)


Jawaban
Biogeografi dan Ekologi memiliki keterkaitan antara satu sama lain dalam memahami
distribusi dan fungsi organisme di lingkungannya. Biogeografi adalah studi tentang
distribusi geografis spesies dan, lebih jauh lagi, dimensi ekologi (distribusi dan fungsi
komunitas dan ekosistem), taksonomi (kekayaan dan komposisi koleksi fauna) dan
genetik (distribusi dan hubungan antar populasi) dari keanekaragaman hayati (The
Southern Ocean, 2015). Selanjutnya, Biogeografi Ekologi adalah studi tentang distribusi
dan fungsi spesies dan komunitas dalam kaitannya dengan lokasi geografis mereka dan
faktor ekologi yang mempengaruhi keberadaan dan kelimpahannya (The Southern Ocean,
2015). Biogeografi ekologi, mempelajari faktor-faktor yang menentukan distribusi spasial
spesies saat ini. Faktor-faktor ini terutama bersifat ekologis, dan mencakup organisme
lain dan karakteristik genetik (faktor biotik) serta faktor lingkungan yaitu berupa faktor
abiotik. Faktor-faktor dalam lingkungan abiotik mencakup faktor-faktor fisik seperti
suhu, cahaya, tanah, geologi, topografi, api, air, dan aliran udara serta faktor-faktor kimia
seperti kadar oksigen, konsentrasi garam, kehadiran toksin, dan tingkat keasaman.
Faktor-faktor dalam lingkungan biotik mencakup persaingan dengan spesies lain, parasit,
penyakit, predator, dan pengaruh manusia. Setiap spesies dapat mentoleransi rentang
faktor lingkungan tertentu dan hanya dapat hidup di tempat di mana faktor-faktor tersebut
berada dalam batas toleransinya.
Studi Biogeografi berkontribusi mengenai pemahaman mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi distribusi spesies di pulau-pulau, seperti ukuran pulau, jarak dari
daratan, dan kemampuan spesies untuk menyebar dan menjajah wilayah baru. Sementara
itu, studi mengenai Ekologi memahami bagaimana organisme berinteraksi satu sama lain
dan lingkungannya, dan bagaimana interaksi ini mempengaruhi distribusi dan kelimpahan
spesies di berbagai ekosistem. Oleh karena itu, dalam studi Ekologi Biogeografi memiliki
keterkaitan dalam memahami distribusi dan fungsi organisme di lingkungannya, dan
bagaimana faktor-faktor ini berubah seiring berjalannya waktu. Studi Ekologi
Biogeografi berkontribusi pada pemahaman tentang distribusi spesies, dinamika
komunitas, dan pengembangan strategi konservasi. Contoh dari Biogeografi Ekologi
yaitu, teori biogeografi pulau yang mempelajari sebaran flora dan fauna di pulau-pulau.
Selanjutnya, teori ekologi lanskap, mempelajari tentang interaksi antara organisme dan
lingkungan di sekitarnya.
Nama : Roshifa Nur Azizah
NPM : 2006472160
Mata Kuliah : Biogeografi
Dosen : Nurul Sri Rahatiningtyas, S.Si., M.Si.

2. What is historical biogeography? (10%)


Jawaban
Biogeografi historis adalah studi tentang bagaimana evolusi telah mempengaruhi pola
distribusi tumbuhan dan hewan seiring berjalannya waktu. Ini menggabungkan informasi
dari berbagai bidang, termasuk geologi, geografi, biologi, dan paleontologi, untuk
memahami evolusi dan distribusi spesies dan ekosistem. Biogeografi historis berkaitan
dengan proses evolusi selama jutaan tahun (P. Posadasa et al., 2006). Biogeografi sejarah
merupakan landasan penting yang mendasari gagasan evolusi Darwin dan Wallace (P.
Posadasa et al., 2006). Pengaruh peristiwa masa lalu terhadap distribusi saat ini dan
bagaimana semua perubahan lingkungan yang terjadi sejak asal-usul suatu spesies
dipelajari. Evolusi pada semua bentuk kehidupan juga melibatkan perubahan, yang bisa
disebabkan oleh adaptasi genetik atau perubahan tempat tinggal. Ketika perubahan
lingkungan terjadi dengan kecepatan yang moderat dan stabil, spesies dapat beradaptasi
dan bahkan berkembang menjadi spesies baru (spesiasi). Namun, jika perubahan ini
terjadi terlalu cepat, maka kepunahan mungkin menjadi konsekuensinya.
Dalam Biogeografi Sejarah fokus yang ditekankan pada kelompok taksonomi dan
peristiwa sejarah biogeografis (Crisci et al., 2006). Biogeografi Sejarah memiliki manfaat
dalam pengaplikasiannya untuk konservasi seperti, dalam artikel berjudul “Conservation
biogeography–foundations, concepts and challenges” karya Richardson, D. M., &
Whittaker, R. J. (2010), mengidentifikasi kawasan dengan keanekaragaman hayati yang
tinggi. Kegunaan dari biogeografi historis membantu mengidentifikasi kawasan yang
telah menjadi pusat diversifikasi spesies dan endemisme dalam skala waktu evolusi.
Informasi ini dapat digunakan untuk memprioritaskan upaya konservasi dan melindungi
kawasan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Selanjutnya, dalam artikel tersebut
juga membahas mengenai bagaimana mengidentifikasi kawasan untuk restorasi habitat
dengan bantuan biogeografi historis dapat membantu mengidentifikasi kawasan yang
secara historis penting bagi spesies atau ekosistem tertentu namun telah terdegradasi atau
hancur. Informasi ini dapat digunakan untuk memprioritaskan upaya restorasi habitat dan
meningkatkan konektivitas habitat yang terfragmentasi. Pada artikel tersebut juga
menginformasikan mengenai program reintroduksi spesies yang mana fungsi dari
biogeografi historis dapat membantu mengidentifikasi wilayah di mana spesies pernah
ada namun telah punah atau punah. Informasi ini dapat digunakan untuk
menginformasikan program reintroduksi spesies dan membantu memulihkan proses
ekologi yang telah terganggu.
Nama : Roshifa Nur Azizah
NPM : 2006472160
Mata Kuliah : Biogeografi
Dosen : Nurul Sri Rahatiningtyas, S.Si., M.Si.

3. How do new species arise? (10%)


Jawaban
Spesies baru dapat muncul karena melalui proses spesiasi. Proses spesiasi adalah
produksi spesies baru (Huggett, R. J., 2004). Menurut Wu dan Ting (2004) dalam
Yalindua, F. Y. (2021), dikatakan bahwa secara genetis spesiasi merupakan proses dimana
dua populasi yang identik menyimpang secara genetik, sehingga menyebabkan kedua
populasi tidak dapat digabungkan kembali dan menjadi dua spesies yang berbeda secara
morfologi dan independen (isolasi reproduksi). Dalam prosesnya terdapat ambang batas
dimana mikroevolusi (evolusi melalui adaptasi dalam spesies) menjadi makroevolusi
(evolusi spesies dan taksa yang lebih tinggi). Ketika ambang batas ini terlampaui, proses
evolusi akan berperan untuk menjaga integritas spesies dan menyesuaikan spesies baru
dengan habitatnya, tetapi dalam prosesnya aliran gen dapat menghambat variasi seperti
genotipe yang tidak biasa mungkin kurang subur, atau tersingkir oleh lingkungan, atau
diabaikan oleh calon pasangannya. Beberapa proses dapat menyebabkan terjadinya
spesiasi pada populasi, diantaranya yaitu spesiasi alopatrik, spesiasi peripatrik, spesiasi
stasipatrik, dan spesiasi simpatrik (Huggett, R. J., 2004).
- Spesiasi Alopatrik
Menurut Rocha & Bowen (2008) dalam Yalindua, F. Y. (2021), spesiasi alopatrik
dikenal juga dengan sebutan spesiasi geografis. Spesiasi alopatrik terbentuk ketika
populasi biologi dari spesies yang sama menjadi terisolasi karena perubahan
geografis. Ernst Mayr (1942) dalam (Huggett, R. J., 2004) menyebutnya spesiasi
geografis dan melihat subdivisi geografis sebagai kekuatan pendukungnya. Mayr
menyebutkan tiga jenis spesiasi alopatrik: alopatri ketat tanpa hambatan populasi;
allopatry yang ketat dengan hambatan populasi; dan kepunahan populasi
perantara dalam suatu rantai ras
- Spesiasi Peripatrik
Spesiasi peripatrik terjadi pada populasi di tepi (perimeter) suatu kisaran spesies
yang menjadi terisolasi dan berevolusi secara divergen untuk menghasilkan
spesies baru. Populasi pendiri yang kecil seringkali terlibat. Contoh dari spesiasi
Peripatrik adalah burung pekakak paradise (Tanysiptera) di New Guinea (Mei
1942).
- Spesiasi Stasipatrik
Spesiasi stasipatrik terjadi dalam suatu rentang spesies karena perubahan
kromosom. Perubahan kromosom terjadi melalui: (1) perubahan jumlah
kromosom, atau (2) penataan ulang materi genetik pada suatu kromosom (inversi)
Nama : Roshifa Nur Azizah
NPM : 2006472160
Mata Kuliah : Biogeografi
Dosen : Nurul Sri Rahatiningtyas, S.Si., M.Si.

atau perpindahan beberapa materi genetik ke kromosom lain (translokasi).


Poliploidi menggandakan atau lebih komponen kromosom normal, dan poliploid
seringkali lebih besar dan lebih produktif dibandingkan nenek moyangnya.
Poliploidi jarang terjadi pada hewan tetapi menjadi sumber utama spesiasi
simpatrik pada tumbuhan: 43 persen spesies dikotil dan 58 persen spesies
monokotiledon merupakan poliploid (Huggett, R. J., 2004).
- Spesiasi Simpatrik
Menurut Coyne & Orr (2004) dalam Yalindua, F. Y. (2021), mengatakan bahwa
spesiasi simpatrik adalah spesiasi tanpa isolasi geografis atau spesiasi antar
populasi yang menunjukan migrasi bebas atau tidak adanya batasan wilayah.
Spesiasi simpatrik terjadi dalam satu wilayah geografis dan spesies baru saling
tumpang tindih tidak ada pemisahan spasial dari populasi induk (Huggett, R. J.,
2004). Genotipe yang terpisah berevolusi dan bertahan saat bersentuhan satu sama
lain.

Gambar 1. spesiasi alopatrik, peripatrik, stasipatrik, dan simpatrik


Sumber: Huggett, R. J. (2004)

4. How do species diversify? (10%)


Jawaban
Diversifikasi spesies dalam biogeografi merujuk pada proses terbentuknya spesies baru
dan variasi keanekaragaman spesies di suatu wilayah. Spesies serupa satu sama lain
Nama : Roshifa Nur Azizah
NPM : 2006472160
Mata Kuliah : Biogeografi
Dosen : Nurul Sri Rahatiningtyas, S.Si., M.Si.

setelah peristiwa spesiasi, cenderung menyimpang ketika terpapar pada lingkungan


berbeda dengan tekanan selektif berbeda (Huggett, R. J., 2004). Persamaan biogeografis
dari prinsip eksklusi kompetitif menyatakan bahwa spesies dalam relung serupa memiliki
sebaran geografis yang tidak tumpang tindih, sedangkan spesies yang hidup
berdampingan di kawasan dan habitat yang sama cenderung menggunakan sumber daya
yang sangat berbeda. Contohnya yaitu spesies saudara yang berbeda secara genetik tetapi
sangat mirip dalam hal ekologi dan morfologi. Apabila wilayah spesies saling tumpang
tindih, maka biasanya terdapat perbedaan besar dalam penggunaan sumber daya yang
dicapai melalui sedikit perbedaan dalam relung (terlihat dalam bentuk, fisiologi, dan
perilaku) yang berkembang melalui perpindahan karakter.
Givnish dan Sytsma (1997) dalam Huggett, R. J. (2004) menyebutkan bahwa radiasi
adaptif adalah diversifikasi spesies untuk mengisi beragam relung ekologi, atau
munculnya keragaman peran ekologis dan menjaga adaptasi pada spesies berbeda dalam
satu garis keturunan. Namun, tidak semua adaptasi bersifat radiasi dan tidak semua
adaptasi. ‘Radiasi’ non-radiasi terjadi ketika ruang relung yang kosong memungkinkan
terjadinya pelepasan ekologis yang melibatkan diversifikasi namun bukan spesiasi dalam
suatu garis keturunan. Contoh dari ‘radiasi’ non-radiasi dapat ditemukan pada spesies
yang berada di Hawaii yaitu 'o'hia lehua (Metrosideros polymorpha). Jenis pohon Hawaii
ini sangat beragam dan memiliki bentuk yang beragam. Spesies ini menempati dataran
rendah hingga rawa tinggi, tumbuh sebagai semak kecil di aliran lava muda dan sebagai
pohon berukuran besar di kanopi hutan dewasa. Namun ia dianggap berasal dari satu
spesies meskipun bentuknya sangat beragam.
Di Indonesia sendiri salah satu contoh terjadinya diversifikasi spesies yaitu di
Pulau Sulawesi (Rahmadina, S., 2021). Tingginya endemisme dan diversifikasi spesies di
Sulawesi karena akibat adanya isolasi jangka panjang yang terjadi pada saat Pulau
Sulawesi belum menyatu seperti saat ini. Menurut Evans et al. (2003) dalam Rahmadina,
S., (2021) disebutkan bahwa Sulawesi sebagai kepulauan di masa pleistosen
menyebabkan spesies di dalamnya terisolasi secara geografis. Contoh hewannya yaitu
adalah Burung Sikatan leher-merah (Ficedula rufigula) yang merupakan salah satu
spesies endemik di Sulawesi.

5. Why are species becoming extinct? (10%)


Jawaban
Kepunahan adalah kehancuran sebagian besar spesies (atau genera, famili, dan ordo).
Kepunahan atau kepunahan lokal dapat dikatakan sebagai hilangnya suatu spesies atau
Nama : Roshifa Nur Azizah
NPM : 2006472160
Mata Kuliah : Biogeografi
Dosen : Nurul Sri Rahatiningtyas, S.Si., M.Si.

takson lain dari suatu tempat tertentu, namun bagian lain dari kumpulan gen bertahan di
tempat lain (Huggett, R. J., 2004). Waktu kepunahan sebuah spesies ditandai dengan
matinya individu terakhir spesies tersebut (Rahmantio, A., & Maryanto, M., 2021).
Kepunahan global adalah hilangnya kumpulan gen tertentu secara total. Kepunahan
massal adalah hilangnya sebagian besar spesies di dunia secara dahsyat. Kepunahan
massal terdapat dalam catatan fosil sebagai masa ketika laju kepunahan jauh lebih tinggi
dibandingkan latar belakang atau laju kepunahan normal. Kepunahan dapat terjadi karena
beberapa faktor, contohnya pada kepunahan massal dapat terjadi akibat periode
perubahan iklim yang cepat, aktivitas gunung berapi yang berkelanjutan, serta dampak
asteroid dan komet. Sementara itu, kepunahan normal bergantung pada beberapa faktor
yang memiliki keterkaitan antara satu sama lain dan terbagi kedalam tiga kelompok, yaitu
biotik, abiotik, dan evolusi (Huggett, R. J., 2004).
Pada kelompok biotik, khususnya pada sifat biotik kepunahan dapat terjadi karena
kepadatan. Spesies akan bergantung pada ukuran atau kepadatan populasi. Ukuran tubuh,
ukuran relung, dan ukuran wilayah jelajah akan mempengaruhi kemungkinan kepunahan.
Pada umumnya, hewan besar lebih mungkin punah dibandingkan hewan kecil. Hal ini
dikarenakan hewan yang lebih kecil lebih dapat beradaptasi dengan lebih baik pada
habitat skala kecil ketika lingkungan berubah, sedangkan berkebalikan dengan kondisi
hewan besar tidak dapat dengan mudah menemukan habitat atau sumber makanan yang
cocok sehingga lebih sulit untuk bertahan hidup. Pada kelompok biotik, khususnya
interaksi biotik dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menyebabkan kepunahan pada
spesies, yaitu kompetisi, persebaran virus, dan berkurangnya jumlah makanan pada suatu
populasi. Contoh yang dapat ditemukan yaitu menurut Karanth dan Stith (1999) dalam
Huggett, R. J. (2004) faktor utama penurunan populasi harimau bukanlah hilangnya
habitat atau perburuan liar, namun berkurangnya jumlah hewan berkuku yang menjadi
mangsa di sebagian besar wilayah jelajah harimau.
Pada kelompok abiotik, kepunahan dapat terjadi bukan karena faktor kepadatan
melainkan adanya faktor fisik seperti perubahan iklim, perubahan permukaan laut, banjir,
dampak asteroid dan komet, serta peristiwa bencana dahsyat lainnya. Faktor abiotik dapat
menyebabkan kepunahan massal. Namun, beberapa peneliti menekankan potensi peran
penyakit sebagai pemicu kepunahan massal. Menurut MacPhee dan Marx (1997) dalam
Huggett, R. J. (2004) patogen mematikan yang dibawa oleh anjing, tikus, dan hewan lain
yang terkait dengan migrasi manusia telah menyebabkan kepunahan massal pada zaman
Pleistosen. Terakhir, pada kelompok evolusi, perubahan evolusioner, secara kebetulan,
dapat menyebabkan beberapa spesies lebih rentan terhadap kepunahan dibandingkan
Nama : Roshifa Nur Azizah
NPM : 2006472160
Mata Kuliah : Biogeografi
Dosen : Nurul Sri Rahatiningtyas, S.Si., M.Si.

spesies lainnya. Hilangnya keragaman genetik selama evolusi membuat spesies


mengalami kepunahan karena evolusioner yang mematikan.

6. How do organisms spread? (10%)


Jawaban
Organisme dapat menyebar dengan melakukannya secara aktif dan secara pasif. Secara
aktif dapat dilakukan dengan berjalan, berenang, terbang, dan lainnya, sedangkan
penyebaran pasif dibawa oleh angin, air, atau organisme lain. Organisme menyebar ketika
mereka berpindah ke, dan mencoba untuk menjajah, wilayah di luar jangkauan mereka.
Kemampuan penyebaran sangat bervariasi di seluruh dunia kehidupan. Terdapat
organisme yang mampu menyebar secara terbatas, sebagian besar adalah penyebar yang
biasa-biasa saja, terdapat juga penyebar seperti supertramp, adalah ahli penyebar.
Tahapan dalam siklus hidup suatu organisme yang melakukan penyebaran disebut
sebagai propagul. Pada tumbuhan dan jamur, propagul adalah struktur yang berfungsi
untuk memperbanyak spesies seperti benih, spora, batang, atau potongan akar. Pada
hewan, propagul adalah jumlah terkecil individu suatu spesies yang mampu
mengkolonisasi suatu wilayah baru. Terdapat 3 proses biogeografi penyebaran organisme,
yaitu:
- Jump dispersal, yaitu transit cepat suatu organisme dalam jarak yang jauh, sering
kali melintasi medan yang tidak ramah. Contohnya yaitu, serangga yang terbawa
angin ke laut.
- Difusi, yaitu penyebaran yang relatif bertahap atau penetrasi populasi yang lambat
melintasi wilayah yang menguntungkan. Dalam bukunya Huggett, R. J. (2004)
menyebutkan salah satu contoh dari penyebaran difusi yaitu pada muskrat Amerika
(Ondatra zibethicus), yang menyebar di Eropa tengah setelah seorang pemilik
tanah asal Bohemia memperkenalkan lima individu pada tahun 1905 dan kini
menghuni Eropa dalam jumlah jutaan (Elton 1958).
- Migrasi sekuler, yaitu penyebaran atau perpindahan suatu spesies yang
berlangsung sangat lambat, sehingga spesies tersebut mengalami perubahan
evolusioner pada saat itu berlangsung.
Dalam proses penyebaran, kemudahan dan kecepatan penyebaran organisme
bergantung pada dua faktor, yaitu topografi dan iklim daerah tempat organisme berpindah
dan nafsu berkelana suatu spesies tertentu. Topografi dan iklim dapat memberikan
pengaruh kendala pada penyebaran organisme. Hal ini karena organisme lebih mudah
menyebar di daerah yang ramah lingkungan dibandingkan di daerah yang tidak ramah
Nama : Roshifa Nur Azizah
NPM : 2006472160
Mata Kuliah : Biogeografi
Dosen : Nurul Sri Rahatiningtyas, S.Si., M.Si.

lingkungan. Salah satu contoh sebaran Teripang Holothuria scabra dan Holothuria
vagabunda di Perairan Tanjungkeramat, Kabupaten Bintan, Indonesia (Marni, R., et al.,
2020). Diketahui bahwa terdapat 2 pola sebaran, yaitu pola sebaran seragam/merata
dikarenakan dimana terjadi persaingan antara individu sangat keras dan terdapat
antagonis positif yang mendorong pembagian ruang yang sama. Selanjutnya, terdapat
pola sebaran acak dikarenakan keadaan habitatnya sama dan tidak ada kecenderungan
dari organisme tersebut untuk bersama-sama, artinya sumber makanannya itu merata
(Ode, 2017 dalam Marni, R., et al., 2020).

7. How humans aid and abet the spreading? (10%)


Jawaban
Aktivitas yang dilakukan manusia dapat berkontribusi dalam penyebaran spesies.
Manusia termasuk kedalam agen biologis persebaran spesies yang menyebabkan
persebaran secara pasif (Huggett, R. J., 2004). Umumnya aktivitas yang dilakukan
manusia akan berkontribusi dalam penyebaran spesies invasif. Meningkatnya aktivitas
seperti pariwisata dan perdagangan berarti manusia dan barang dapat berpindah ke
seluruh penjuru dunia, dan mereka sering kali membawa serta spesies invasif, baik secara
sengaja maupun tidak sengaja. Spesies invasif umumnya didefinisikan sebagai organisme
hidup apa pun yang bukan berasal dari suatu wilayah yang menyebabkan kerugian
ekonomi atau lingkungan, atau merusak kesehatan manusia. Invasif biasanya bersifat
generalis: spesies yang mampu bertahan hidup dalam berbagai kondisi lingkungan dan
mengeksploitasi relung ekologi yang luas.
Dalam beberapa kasus, pejabat pemerintah mendorong masuknya spesies invasif.
Misalnya tanaman kudzu Asia (Pueraria montana var. lobata) diperkenalkan ke
Amerika Serikat pada Pameran Dunia tahun 1876 di Philadelphia, Pennsylvania.
Tanaman ini mendapatkan popularitas di Amerika bagian selatan pada tahun 1930-an,
ketika pejabat pemerintah mendorong masyarakat untuk menanam tanaman merambat
yang tumbuh cepat dalam upaya mencegah erosi tanah. Contoh lainnya yaitu introduksi
yang disengaja adalah coypu (Myocastor coypus), yang dibawa dari Amerika Selatan ke
Inggris pada tahun 1930-an untuk diambil bulunya (nutria). Namun, masuknya spesies
invasif yang sengaja ataupun tidak sengaja dibawa oleh manusia juga dapat memberikan
pengaruh buruk, seperti pada Babi liar invasif yang ditemukan di kepulauan Hawaii,
Amerika Serikat, diperkirakan merupakan keturunan babi peliharaan (Sus domesticus)
yang dibawa oleh pemukim Polinesia awal untuk dimakan. Babi liar menggali area
Nama : Roshifa Nur Azizah
NPM : 2006472160
Mata Kuliah : Biogeografi
Dosen : Nurul Sri Rahatiningtyas, S.Si., M.Si.

vegetasi yang luas, menyebarkan spesies tanaman invasif, dan berkontribusi terhadap
erosi tanah.
Adanya suatu kepentingan untuk menyelesaikan persoalan tertentu oleh manusia
juga menjadi faktor dalam persebaran spesies. Salah satu contohnya yaitu spesies invasif
diperkenalkan sebagai upaya biokontrol yang keliru. Misalnya katak tebu (Bufo marinus),
yang berasal dari Amerika Selatan dan Tengah, diperkenalkan ke Australia pada tahun
1930-an sebagai alat pengendalian hama di perkebunan tebu. Namun, rencana tersebut
menjadi bumerang, dan katak tebu malah menjadi hama. Katak berukuran besar terkenal
beracun dan mematikan bagi predator yang mencoba memakannya.

Referensi
(No date) Unj. Available at: http://sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/BIOGEOGRAFI(1).pdf
(Accessed: 15 September 2023).
Alamsyah, R. (2020). Biogeografi terumbu karang indonesia. Agrominansia, 5(1), 37-45.
Crisci, J.V., Sala, O.E., Katinas, L., Posadas, P., 2006. Bridging historical and ecological
approaches in biogeography. Australian Systematic Botany 19, 1–10.
David, B., & Saucède, T. (2015). Biodiversity of the Southern Ocean. Elsevier.
Huggett, R. J. (2004). Fundamentals of biogeography. Routledge.
Kusumaningrum, E. N., & Prasetyo, B. (2018). Ulasan kritis tentang teori biogeografi pulau.
Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Terbuka.[Indonesian].
Marni, R., Lestari, F., & Susiana, S. (2020). Ecological potential and spread distribution pattern
sea cucumber Holothuria scabra and Holothuria vagabunda at Tanjungkeramat waters in
Pangkil Village Bintan Regency, Indonesia. Akuatikisle: Jurnal Akuakultur, Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil, 4(1), 7-11.
People and invasive species (no date) Education. Available at:
https://education.nationalgeographic.org/resource/people-and-invasive-species/
(Accessed: 17 September 2023).
Posadas, P., Crisci, J. V., & Katinas, L. (2006). Historical biogeography: a review of its basic
concepts and critical issues. Journal of Arid Environments, 66(3), 389-403.
Prasetyo, L. B. (2017). Pendekatan ekologi lanskap untuk konservasi biodiversitas. Bogor:
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Rahmadina, S. (2021). Barkoding burung sikatan leher-merah (ficedula rufigula wallace, 1865)
dengan gen coi (cytochrome oxidase subunit 1) (Bachelor's thesis, Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).
Nama : Roshifa Nur Azizah
NPM : 2006472160
Mata Kuliah : Biogeografi
Dosen : Nurul Sri Rahatiningtyas, S.Si., M.Si.

Rahmantio, A., & Maryanto, M. (2021). PERAN KEPUTUSAN PRESIDEN NO. 43 TAHUN
1978 DALAMMENCEGAH KEPUNAHAN SPESIES LANGKA ROLE OF
PRESIDENTIAL DECREE NO. 43 OF 1978 IN PREVENTING THE EXTINCTION
OF RARE SPECIES. Prosiding Konstelasi Ilmiah Mahasiswa Unissula (KIMU) Klaster
Hukum.
Richardson, D. M., & Whittaker, R. J. (2010). Conservation biogeography–foundations, concepts
and challenges. Diversity and Distributions, 16(3), 313-320.
Smelser, N. J., & Baltes, P. B. (Eds.). (2001). International encyclopedia of the social &
behavioral sciences (Vol. 11). Amsterdam: Elsevier.
Wiens, J. J., & Donoghue, M. J. (2004). Historical biogeography, ecology and species richness.
Trends in ecology & evolution, 19(12), 639-644.
Yalindua, F. Y. (2021). SPESIASI DAN BIOGEOGRAFI IKAN DI KAWASAN SEGITIGA
TERUMBU KARANG. OSEANA, 46(1), 30-46.

Anda mungkin juga menyukai