NPM : 2006472160
Mata Kuliah : Biogeografi
Dosen : Nurul Sri Rahatiningtyas, S.Si., M.Si.
Tugas Mandiri
takson lain dari suatu tempat tertentu, namun bagian lain dari kumpulan gen bertahan di
tempat lain (Huggett, R. J., 2004). Waktu kepunahan sebuah spesies ditandai dengan
matinya individu terakhir spesies tersebut (Rahmantio, A., & Maryanto, M., 2021).
Kepunahan global adalah hilangnya kumpulan gen tertentu secara total. Kepunahan
massal adalah hilangnya sebagian besar spesies di dunia secara dahsyat. Kepunahan
massal terdapat dalam catatan fosil sebagai masa ketika laju kepunahan jauh lebih tinggi
dibandingkan latar belakang atau laju kepunahan normal. Kepunahan dapat terjadi karena
beberapa faktor, contohnya pada kepunahan massal dapat terjadi akibat periode
perubahan iklim yang cepat, aktivitas gunung berapi yang berkelanjutan, serta dampak
asteroid dan komet. Sementara itu, kepunahan normal bergantung pada beberapa faktor
yang memiliki keterkaitan antara satu sama lain dan terbagi kedalam tiga kelompok, yaitu
biotik, abiotik, dan evolusi (Huggett, R. J., 2004).
Pada kelompok biotik, khususnya pada sifat biotik kepunahan dapat terjadi karena
kepadatan. Spesies akan bergantung pada ukuran atau kepadatan populasi. Ukuran tubuh,
ukuran relung, dan ukuran wilayah jelajah akan mempengaruhi kemungkinan kepunahan.
Pada umumnya, hewan besar lebih mungkin punah dibandingkan hewan kecil. Hal ini
dikarenakan hewan yang lebih kecil lebih dapat beradaptasi dengan lebih baik pada
habitat skala kecil ketika lingkungan berubah, sedangkan berkebalikan dengan kondisi
hewan besar tidak dapat dengan mudah menemukan habitat atau sumber makanan yang
cocok sehingga lebih sulit untuk bertahan hidup. Pada kelompok biotik, khususnya
interaksi biotik dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menyebabkan kepunahan pada
spesies, yaitu kompetisi, persebaran virus, dan berkurangnya jumlah makanan pada suatu
populasi. Contoh yang dapat ditemukan yaitu menurut Karanth dan Stith (1999) dalam
Huggett, R. J. (2004) faktor utama penurunan populasi harimau bukanlah hilangnya
habitat atau perburuan liar, namun berkurangnya jumlah hewan berkuku yang menjadi
mangsa di sebagian besar wilayah jelajah harimau.
Pada kelompok abiotik, kepunahan dapat terjadi bukan karena faktor kepadatan
melainkan adanya faktor fisik seperti perubahan iklim, perubahan permukaan laut, banjir,
dampak asteroid dan komet, serta peristiwa bencana dahsyat lainnya. Faktor abiotik dapat
menyebabkan kepunahan massal. Namun, beberapa peneliti menekankan potensi peran
penyakit sebagai pemicu kepunahan massal. Menurut MacPhee dan Marx (1997) dalam
Huggett, R. J. (2004) patogen mematikan yang dibawa oleh anjing, tikus, dan hewan lain
yang terkait dengan migrasi manusia telah menyebabkan kepunahan massal pada zaman
Pleistosen. Terakhir, pada kelompok evolusi, perubahan evolusioner, secara kebetulan,
dapat menyebabkan beberapa spesies lebih rentan terhadap kepunahan dibandingkan
Nama : Roshifa Nur Azizah
NPM : 2006472160
Mata Kuliah : Biogeografi
Dosen : Nurul Sri Rahatiningtyas, S.Si., M.Si.
lingkungan. Salah satu contoh sebaran Teripang Holothuria scabra dan Holothuria
vagabunda di Perairan Tanjungkeramat, Kabupaten Bintan, Indonesia (Marni, R., et al.,
2020). Diketahui bahwa terdapat 2 pola sebaran, yaitu pola sebaran seragam/merata
dikarenakan dimana terjadi persaingan antara individu sangat keras dan terdapat
antagonis positif yang mendorong pembagian ruang yang sama. Selanjutnya, terdapat
pola sebaran acak dikarenakan keadaan habitatnya sama dan tidak ada kecenderungan
dari organisme tersebut untuk bersama-sama, artinya sumber makanannya itu merata
(Ode, 2017 dalam Marni, R., et al., 2020).
vegetasi yang luas, menyebarkan spesies tanaman invasif, dan berkontribusi terhadap
erosi tanah.
Adanya suatu kepentingan untuk menyelesaikan persoalan tertentu oleh manusia
juga menjadi faktor dalam persebaran spesies. Salah satu contohnya yaitu spesies invasif
diperkenalkan sebagai upaya biokontrol yang keliru. Misalnya katak tebu (Bufo marinus),
yang berasal dari Amerika Selatan dan Tengah, diperkenalkan ke Australia pada tahun
1930-an sebagai alat pengendalian hama di perkebunan tebu. Namun, rencana tersebut
menjadi bumerang, dan katak tebu malah menjadi hama. Katak berukuran besar terkenal
beracun dan mematikan bagi predator yang mencoba memakannya.
Referensi
(No date) Unj. Available at: http://sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/BIOGEOGRAFI(1).pdf
(Accessed: 15 September 2023).
Alamsyah, R. (2020). Biogeografi terumbu karang indonesia. Agrominansia, 5(1), 37-45.
Crisci, J.V., Sala, O.E., Katinas, L., Posadas, P., 2006. Bridging historical and ecological
approaches in biogeography. Australian Systematic Botany 19, 1–10.
David, B., & Saucède, T. (2015). Biodiversity of the Southern Ocean. Elsevier.
Huggett, R. J. (2004). Fundamentals of biogeography. Routledge.
Kusumaningrum, E. N., & Prasetyo, B. (2018). Ulasan kritis tentang teori biogeografi pulau.
Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Terbuka.[Indonesian].
Marni, R., Lestari, F., & Susiana, S. (2020). Ecological potential and spread distribution pattern
sea cucumber Holothuria scabra and Holothuria vagabunda at Tanjungkeramat waters in
Pangkil Village Bintan Regency, Indonesia. Akuatikisle: Jurnal Akuakultur, Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil, 4(1), 7-11.
People and invasive species (no date) Education. Available at:
https://education.nationalgeographic.org/resource/people-and-invasive-species/
(Accessed: 17 September 2023).
Posadas, P., Crisci, J. V., & Katinas, L. (2006). Historical biogeography: a review of its basic
concepts and critical issues. Journal of Arid Environments, 66(3), 389-403.
Prasetyo, L. B. (2017). Pendekatan ekologi lanskap untuk konservasi biodiversitas. Bogor:
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Rahmadina, S. (2021). Barkoding burung sikatan leher-merah (ficedula rufigula wallace, 1865)
dengan gen coi (cytochrome oxidase subunit 1) (Bachelor's thesis, Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).
Nama : Roshifa Nur Azizah
NPM : 2006472160
Mata Kuliah : Biogeografi
Dosen : Nurul Sri Rahatiningtyas, S.Si., M.Si.
Rahmantio, A., & Maryanto, M. (2021). PERAN KEPUTUSAN PRESIDEN NO. 43 TAHUN
1978 DALAMMENCEGAH KEPUNAHAN SPESIES LANGKA ROLE OF
PRESIDENTIAL DECREE NO. 43 OF 1978 IN PREVENTING THE EXTINCTION
OF RARE SPECIES. Prosiding Konstelasi Ilmiah Mahasiswa Unissula (KIMU) Klaster
Hukum.
Richardson, D. M., & Whittaker, R. J. (2010). Conservation biogeography–foundations, concepts
and challenges. Diversity and Distributions, 16(3), 313-320.
Smelser, N. J., & Baltes, P. B. (Eds.). (2001). International encyclopedia of the social &
behavioral sciences (Vol. 11). Amsterdam: Elsevier.
Wiens, J. J., & Donoghue, M. J. (2004). Historical biogeography, ecology and species richness.
Trends in ecology & evolution, 19(12), 639-644.
Yalindua, F. Y. (2021). SPESIASI DAN BIOGEOGRAFI IKAN DI KAWASAN SEGITIGA
TERUMBU KARANG. OSEANA, 46(1), 30-46.