Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Geografi sebagai salah satu kajian ilmu pengetahuan alam adalah studi dan
pertelaan mengenai perbedaan fenomena alam tentang sebaran makhluk hidup
yang di bumi dan mencakup semua faktor yang dapat mengubah atau
mempengaruhi permukaan bumi secara fisik, perubahan iklim, dan berbagai
proses kegiatan makhluk hidup atau bukan.
Salah satu cabang geografi adalah “biogeografi” atau “geografi biologi”.
Biogeografi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari sebaran secara spesial
makhluk hidup pada saat yang lalu dan saat ini. Untuk tujuan praktis sesuai
dengan pembagian makhluk hidup menjadi tumbuhan dan hewan, biogeografi
pada umumnya dibagi atas “geografi tumbuhan” (fitogeografi) dan “geografi
hewan” (zoogeografi).
Fitogeografi dan zoogeografi adalah bagian dari ilmu pengetahuan
biogeografi yang mempelajari studi dan deskripsi perbedaan fenomena distribusi
vegetasi di bumi termasuk semua faktor yang mengubah permukaan bumi oleh
faktor fisik, iklim atau oleh interaksi makhluk hidup dengan lingkungannya.
Secara singkat fitogeografi adalah kajian yang mempelajari sebaran makhluk
hidup di bumi pada masa yang lalu dan saat ini. Kajian tentang distribusi vegetasi
dapat dilakukan menurut jenis-jenisnya secara terpisah atau secara keseluruhan
pola distribusi tumbuhan dapat secara luas atau secara terbatas pada wilayah
tertentu. Berdasarkan terdapat atau tidak terdapat jenis-jenis tumbuhan di suatu
wilayah, dikenal 3 kelompok taksa tumbuhan, yaitu tumbuhan yang tersebar
luas, tumbuhan endemik dan tumbuhan discontinue. Contoh tumbuhan tersebar
luas (wides) antara lain, plantago mayor, atau agathis australis; tumbuhan
endemik adalah Ginko biloba atau Rafflesia arnoldii, dan tumbuhan discontinue
adalah Empetum nigrum atau Larrea trdentata.

1
Tumbuhan tersebar luas atau yang sering dinamakan juga tumbuhan
kosmopolit adalah kelompok taksa tumbuhan yang penyebarannya hampir di
seluruh dunia. Untuk tumbuhan yang tersebar luas di wilayah tropis tumbuhan
dan dinamakan tumbuhan “pantropis”.
Menurut konsep dinamika fitogeografi, terdapat beberapa penyebab yang
mempengaruhi pola dasar distribusi vegetasi, yaitu: a) kondisi habitat, b) respon
tumbuhan, c) sifat adaptasi, d) migrasi dan e) kelangsungan hidup yang sebagian
besar tergantung pada sifat proses evolusi dan kemampuan bermigrasi.
Sesuai dengan sifat toleransi dan adaptasi terhadap kondisi habitat dan iklim,
dikenal beberapa kelompok distribusi tumbuhan, yaitu kelompok: a) tumbuhan
kosmopolit dan sub-kosmopolit (Gnamineae), tumbuhan wilayah tropis
(Araceae), tumbuhan wilayah sub-tropis (Salicaceae), tumbuhan discontinue
(Papaveraceae), tumbuhan endemis (Bixaceae) dan tumbuhan wilayah ekstrim,
misalnya gurun (Pedaliaceae).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan fitogeografi?
2. Bagaimana ruang lingkup fitogeografi?
3. Apa saja dasar-dasar fitogeografi?
4. Bagaimana sebaran vegetasi?
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalaah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Ekologi Tumbuhan yang judul “ Fitogeografi dan Sebaran
Vegetasi” dengan dosen pengampu mata kuliah bapak Drs. H.Syahril Bardin,
M.Si.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui pengertian fitogeografi.
b. Untuk mengetahui ruang lingkung fitogeografi.
c. Untuk mengetahui dasar-dasar fitogeografi.
d. Untuk mengetahui sebaran vegetasi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Fitogeografi
Fitogeografi adalah cabang dari ilmu geografi, yang melakukan suatu kajian
tentang sebaran makhluk hidup di bumi pada saat yang lalu dan pada saat
ini. Shukla dan Chandel (1996) mendefinisikan "fitogeografi sebagai suatu
kajian tentang migrasi dan penyebaran tumbuh- tumbuhan di daratan atau
perairan. Penelaahan tentang penyebaran tumbuhan di bumi, pertama kali
dikemukakan oleh Alexannder von Humboldt pada tahun 1808 (Misra, 1980).
Secara deskriptif, fitogeografi adalah “studi dan deskripsi tentang perbedaan
fenomena distribusi tumbuhan di bumi, mencakup semua hal yang mengubah
atau mempengaruhi permukaan bumi, baik oleh pengaruh fisik, iklim atau
interaksi dari makhluk hidup ke lingkungannya" (Potunin, 1994).
Secara umum pembahasan fitogeografi meliputi tumbuhan di seluruh
permukaan bumi yang mencakup komposisi, produktivitas setempat dan
terutama distribusinya. Distribusi vegetasi dapat ditelaah secara terpisah-pisah
berdasarkan jenis-jenisnya atau secara bersama sebagai suatu kesatuan
masyarakat tumbuhan, dengan maksud memperoleh pemahaman tentang
perbedaan vegetasi di berbagai wilayah di bumi.

B. Ruang Lingkup Fitogeografi


Fitogeografi merupakan ilmu yang banyak mempelajari tentang distribusi
tumbuhan dari mulai kontrol distribusi individual hingga faktor-faktor yang
mempengaruhi total komunitas dan semua tmbuh-tumbuhan. Fitogeografi dibagi
dua bidang utama, yaitu:
1. Fitogeografi ekologi, yaitu menerangkan bagaimana peranan komponen
biotik dan abiotik dalam mempengaruhi persebaran tumbuhan.
2. Fitogeografi historical, yaitu mengenai rekonstruksi dari sejarah persebaran
dan kepunahan dari taksa tumbuhan tertentu

3
C. Dasar-Dasar Fitogeografi
Fitogeografi merupakan pengetahuan sintesis yang sebagian besar ditunjang
oleh ilmu pengetahuan lain, seperti ekologi, biologi populasi, sistematik,
evolusi, geologi dan sejarah alam.
Pada umumnya penelaahan tentang fitogeografi mempunyai hubungan yang
erat dengan analisis dan penjelasan tentang pola distribusi tumbuhan dan
makhluk hidup lainnya di bumi, yang variasi jenis-jenisnya sebagian besar
dipengaruhi lingkungan fisik tempat tumbuhnya, yang berlangsung pada saat ini
dan masa yang lalu. Faktor fisik, antara lain adalah iklim dan tipe tanah di suatu
habitat terestris, dan variasi suhu, salinitas, cahaya dan tekanan air di suatu
habitat perairan.
Penelaahan dalam fitogeografi pada umumnya dititik-beratkan pada
kelompok organisme sebagai "unit kehidupan" dalam kelompok taksa tertentu
seperti kelompok tumbuhan dalam suku atau famili.
Pola distribusi tumbuhan dapat mempunyai sebaran yang luas atau hanya
pada tertentu. Sifat distribusinya dapat berhubungan atau sarnbung-
menyamhung dengan wilayah lainnya ("continue"), atau dapat pula terpisah
dengan wilayah lain yang berjauhan ("discontinue" atau " disjunct").
Berdasarkan pada ada tidaknya tumbuh-tumbuhan di berbagai wilayah bumi,
maka terdapat distribusi 3 kelompok taksa tumbuhan, yaitu:
1. Tumbuhan tersebar luas
Tumbuhan yang tersebar luas (wides) adalah kelompok taksa tumbuhan
yang penyebarannya hampir terdapat di seluruh dunia di wilayah yang
memiliki bermacam-macam zona iklim. Tumbuhan demikian yang
sebarannya luas dinamakan "tumbuhan kosmopolit". Contoh
adalah Taraxacum officinale, Chenopodium album atau Plantago mayor dan
jenis tumbuhan dari suku Gramineae (Cox dan Moore, 1993; Shukla dan
Chandel, 1996).
Tumbuhan kosmopolit yang tersebar luas di daerah tropis dinamakan
tumbuhan "pantropis", contohnya adalah kelompok tumbuhan yang termasuk
suku Zingiberaceae yang terdapat di beberapa kepulauan dan pada

4
daratan Asia
Sedangkan tumbuhan yang tersebar secara luas di daerah beriklim dingin
di wilayah zona artik dan zona alpin, dikenal sebagai tumbuhan "artik-alpin",
contohnya adalah tumbuhan lumut atau rerumputan seperti Carex sp, dan
Eriophomm sp atau pepohonan berlumut yang dinamakan elfin
wood dan krummholz (Polunin, 1994).
2. Tumbuhan Endemik
Tumbuhan endemik adalah tumbuhan yang jenis-jenisnya tumbuh di
wilayah terbatas dan terdapat pada daerah yang tidak terlalu luas. Daerah
sebarannya pada umumnya dibatasi oleh adanya penghalang (barrier), seperti
lembah, bukit atau pulau. Dikenal beberapa tipe tumbuhan endemik yaitu
tumbuhan endemik benua, endemik regional atau endemik setempat atau
lokal.
Tumbuhan endemik dapat berasal dari jenis tumbuhan purba yang tersebar
luas yang sampai saat ini mampu bertahan dan beradaptasi pada wilayah yang
terbatas. Tumbuhan jenis ini kemudian menjadi tumbuhan endemik karena
sebarannya yang sempit. Contohnya adalah Ginko biloba (di Jepang dan
China), Sequioa sempervirens (di suatu lembah di pantai Califonia) atau
Agathis australis dan Metasequioa sp, yang diperkirakan merupakan spesies
tunggal yang tumbuh di suatu lembah di China. Tumbuhan endemik purba
tersebut dinamakan tumbuhan paleoendemik atau epibion.
Jenis tumbuhan endemik lainnya adalah tumbuhan masa kini (modern)
yang dalam proses evolusinya tidak mempunyai kesempatan dan waktu yang
cukup untuk tersebar secara luas melalui migrasi (Shukla dan Chandel, 1996).
Contohnya antara lain atau Eleusine coracana (Gramineae), Mecanopsis sp.
(Papaveraceae), Piper longum (Piperaceae) atau Rafflesia arnoldii,
Tumbuhan demikian dinamakan tumbuhan neoendemik.
3. Tumbuhan Discotinue
Tumbuhan discontinue adalah tumbuhan yang terpisah pada dua atau lebih
wilayah yang berjarak puluhan, ratusan atau ribuan kilometer oleh adanya
penghalang yang terdiri dari pegunungan atau gunung yang tinggi di daratan

5
atau pulau-pulau di laut. Contoh tumbuhan discontinue, antara lain Empetrum
nigrum, Larrea tridentata, Phacelia magellanica atau Sanigula cranicaulis.
Tumbuhan discontinue terdapat, antara lain karena:
1. Tumbuhannya berevolusi di beberapa wilayah yang sesuai dengan
amplitude ekologinya, tetapi gagal bermigrasi dari habitat aslinya oleh
adanya penghalang tertentu;
2. Tumbuhan yang jenis-jenisnya pada suatu saat pada masa lalu yang
tersebar luas, kemudian oleh karena kondisi lingkungannya berubah akan
lenyap atau rnusnah. Tetapi di antara jenis tumbuhan tersebut terdapat
jenis yang dapat beradaptasi dan mampu bertahan; sehingga akhirnya pada
wilayah atau habitat tertentu akan terbentuk kantung-kantung discontinue;
3. Iklim yang berubah dalam skala evolusi juga dapat menyebabkan adanya
discontinue karena pada umumnya tumbuhan mempunyai kebutuhan iklim
tertentu akan menemukan kehidupannya. Misalnya walaupun secara
terpisah, tumbuhan yang terdapat di wilayah artik mempunyai kesamaan
jenis dan bentuk hidup dengan tumbuhan wilayah alpin dengan kondisi
iklim yang serupa. Contohnya, Salix sp. dan Silen sp. adalah tumbuhan
discontinue yang tumbuh di wilayah artik, wilayah alpin atau wilayah artik
alpin.
4. Secara geologis daratan di masa lampau sekarang sangat berbeda dengan
daratan masa kini. Menurut teori paparan benua (continental drifts)
wilayah yang terdapat sekarang seperti di Amerika Selatan, Afrika, India,
Polinesia, Australia dan Antartika, pada era meozoicum menjadi satu
benua yang luas yang dinamakan Gondwana dan memiliki karakteristik
flora dan fauna yang spesifik dengan flora dan faunanya yang discontinue.
Oleh adanya gerakan lempengan bumi maka daratan Gondwana kemudian
pecah dan terpisah menjadi wilayah tersebut (Brown dan Gibson, 1983).

D. Sebaran Vegetasi
1. Pola Sebaran Vegetasi

6
Dalam konsep dinamika fitogeografi, terdapat pola dasar distribusi
vegetasi diwilayah. Menurut Weis, (1963) dan Misra, (1980) pola dasar
distribusi vegetasi dipengaruhi oleh:
a. Habitat, sebagai tempat tumbuh tumbuhan yang mempunyai hubungan
sangat erat dengan iklim. Dalam proses evolusi perubahan iklim dapat
menyebabkan wilayah yang menjadi habitat dan lingkungannya yang
tempat tumbuh berbagai jenis tumbuhan akan dapat berubah dan dapat
mempengaruhi distribusi vegetasinya.
b. Respon vegetasi dan sifat adaptasi tumbuhan terhadap lingkungannya
bersifat khas dan sering menjadi karakteristik suatu jenis tumbuhan.
Penyebaran tumbuhan pada umumnya dibatasi oleh sifat toleransi dan
adaptasi terhadap kondisi lingkungannya.
c. Migrasi berbagai flora setempat telah berlangsung sepanjang sejarah
geologi, selama itu persebaran, pengangkutan dan penguasaan wilayah
akan turut menentukan pola distribusi vegetasi.
d. Kelanjutan hidup jenis vegetasi tertentu tergantung oleh proses migrasi
dan evolusi. Dalam proses evolusi dan proses suksesi, berbagai perubahan
kondisi lingkungan turut dalam perubahan komunitas vegetasi. Di mana
dalam proses evolusi struktur komunitas distribusi vegetasi sangat
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, proses mutasi dan seleksi alam.
Melalui penyesuaian diri selama proses evolusi terhadap kondisi iklim dan
sifat edafik habitat, dalam proses evolusi tumbuhan di bumi akan terus
berkembang sepanjang mencapai klimaks stabil dalam proses suksesi.
Perubahan komunitas vegetasi berlangsung pada umumnya terjadi karena
lingkungannya berubah.
Menurut Leon Croizat (dalam Misra, 1980), dalam skala ruang dan waktu
yang berlangsung secara berulang kali dengan teratur, pola distribusi
tumbuhan Angiospermae telah bermigrasi dari belahan bumi bagian selatan
ke utara yang secara fitogeografis proses tersebut adalah sebagai bagian dari
proses evolusi organis.

7
Dalam klasifikasi makhluk hidup, salah satu tingkat taksa yang sering
digunakan dan dapat menjelaskan suatu karakteristik makhluk hidup secara
umum adalah suku. Suku adalah suatu kategori klasifikasi organisme yang
terdiri dari satu atau beberapa marga, yang terdiri atas populasi beberapa
spesies makhluk hidup yang serupa atau mempunyai hubungan kekerabatan
yang dekat.
Secara global terdapat 2 kelas tumbuh-tumbuhan (Dicotyledoneae dan
Monocotyledoneae) utama yang mempunyai jumlah jenis anggota yang
terbesar, yaitu sekitar 250.000 spesies (Boled 1984). Pola distribusi sebagian
besar tumbuhan dalam kelas tersebut pada umumnya dipengaruhi oleh habitat
dan iklim.
Menurut Weis (1963), dalam konsep dinarnika fitogeografi pola distribusi
vegetasi kelompok suku, diberi nama dan dikelompokkan sesuai dengan sifat
toleransi dan adaptasi terhadap habitat dan iklim. Kelompok tersebut adalah:
a. Suku tumbuhan sub-kosmopolit, contohnya adalah tumbuhan dari suku
Compositae, Graminae, Ericaceae, Malvaceae atau Umbillifereae.
b. Suku tumbuhan wilayah tropis, contohnya adalah tumbuhan dari suku
Araceae, Cucurbitaceae atau Melastomataceae
c. Suku tumbuhan wilayah sub-tropis, (beriklim sedang), contohnya adalah
tumbuhan dari suku Aceraceae, Salicaceae atau Vacciniaceae.
d. Suku tumbuhan (discontinue), contohnya adalah tumbuhan dari suku
Bromeliace, Fagaceae, Magnoliaceae, atau Papaveraceae
e. Suku tumbuhan endemik contohnya adalah tumbuhan dari suku Bixaceae,
Cactaceae, atau Casuarinaceae.
f. Suku tumbuhan wilayah ekstrim (misalnya habitat gurun), contohnya
adalah tumbuhan dari suku Pedaliaceae.
Pola distribusi vegetasi seperti di atas, disebabkan oleh faktor-faktor yang
bersifat alami dari kondisi lingkungan biotik dan abiotiknya yang saling
berinteraksi, mengatur pola distribusi dan mempengaruhi komunitas
vegetasinya dalam proses penyebaran vegetasi di bumi. Yang menjadi latar
belakang pola-pola distribusi vegetasi di bumi, pada dasarnya ditentukan oleh

8
karakteristik sebaran vegetasi, kemampuan bertoleransi dan beradaptasi
vegetasi dalam proses evolusi.
Proses toleransi dan adaptasi dalam evolusi pulalah yang menentukan
sebab dan akibat dari pola distribusi vegetasi di mana tumbuhan sebagai
makhluk hidup secara relatif tumbuh di suatu tempat atau habitat tanpa
mampu berpindah tempat.
Dalam hubungannya dengan hal tersebut, ternyata kemampuan toleransi
dan adaptasi terhadap lingkungan setempat dari berbagai jenis, marga atau
suku tumbuhan yang ada, perlu ditunjang oleh kemampuan menyebarkan biji
atau mempunyai struktur alat reproduksi yang sesuai dengan persyaratan
habitat dan iklim.
Dalam pola distribusi vegetasi di alam, salah satu hal penting yang dapat
membatasi pola dan daya penyebaran komunitas tumbuhan adalah
terdapatnya barrier, seperti gurun, pegunungan,gunung-gunung yang tinggi,
lernbah atau laut. Barier akan membatasi suatu wilayah dengan wilayah
lainnya disertai dengan lingkungan fisik, habitat atau iklim yang berbeda.
Tetapi sering terdapat sejurnlah jenis tumbuhan secara alamiah atau
genetis mempunyai kemampuan untuk tumbuh pada berbagai jenis habitat
dengan kondisi iklim dan lingkungan yang berbeda sama sekali. Jenis tersebut
pada umumnya secara genetis memiliki kemampuan menyesuaikan diri
secara potensial sehingga tumbuhan tersebut mempunyai pola distribusi yang
bersifat kosmopolit melalui seleksi alam atau mutasi.
Dalam proses evolusi, skala waktu juga sering turut menunjang proses
seleksi alam dan mutasi dalam antisipasi tumbuhan untuk beradaptasi
terhadap lingkungannya. Dengan kemampuan adaptasi tersebut, pola
distribusi vegetasi dari "spesies baru” biasanya mempunyai daya pemencaran
spasial yang Iebih luas (Weis, 1963).
Pada ekosistem darat alau ekosistem perairan, secara global atau setempat,
pola distribusi atau sebaran suatu organisrne secara fisiologis sangat
dipengaruhi dan dibatasi oleh berbagai faktor ekologi, seperti faktor fisik atau

9
faktor abiotik dari lingkungannya, seperti suhu, kelembaban, cahaya, pH,
kualitas tanah, salinitas, atau kecepatan arus.
Secara ekologis faktor lingkungan yang paling kecil atau minimum
(Hukum minimum Liebig) sering rnenjadi faktor pembatas yang akan
berpengaruh terhadap keberadaan, kehidupan dan sebaran suatu organisme di
alam. Selain itu sebaran jenisnya juga dikontrol oleh factor lingkungan yang
paling minimum yang masih dapat ditolerir dan diadaptasi oleh jenis
tersebut.
Secara geografis, distribusi atau sebaran spasial dan temporal tumbuh-
tumbuhan dipengaruhi oleh berbagai faktor ekologis yang terdiri dari faktor
lingkungan biotik dan abiotik. Faktor-faktor berpengaruh tersebut biasanya
tidak hanya terdiri dari satu faktor tetapi dapat lebih dari satu faktor, yang
akan saling berinteraksi satu sama lain (Brewer, 1994; Stiling. 1996).
Beberapa jenis tumbuhan mungkin mempunyai sifat toleransi yang luas
terhadap satu atau beberapa faktor ekologi, seperti kondisi lingkungan
habitat. Tumbuhan yang demikian dinamakan tumbuhan ektopik (eurytopic),
tetapi mungkin juga terdapat hanya satu jenis tumbuhan yang mempunyai
toleransi yang sempit terhadap kondisi lingkungan tersebut, dinamakan jenis
tumbuhan stenotopik (stenotopic). Sifat-sifat ektopik dan stenotopik sering
dapat menjadikan suatu jenis tumbuhan dalam suatu komunitas vegetasi dapat
bersifat cosmopolit atau endemik.
Sifat-sifat toleransi demikian dinamakan sebagai sifat toleransi dengan
"rentang yang optimum", misalnya secara geografis karakteristik faktor tanah
dengan rentang optimum tertentu, menjadi satu faktor ekologi paling penting
yang mempengaruhi sebaran spasial berbagai jenis tumbuhan di bumi.
Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor ekologi merupakan salah satu
factor utama yang turut mengontrol atau menentukan mengapa satu atau
beberapa spesies tumbuhan atau hewan sebarannya bersifat endemik atau
kosmopolit (Jenny, 1980). Karena tumbuh-tumbuhan bersifat menetap,
tumbuhan endemik atau tumbuhan kosmopolit harus memiliki toleransi

10
sebagai factor pembatas, yang sempit atau luas terutama terhadap kondisi
faktor-faktor fisik di lingkungan setempat atau di seluruh permukaan bumi.
Faktor pembatas yang akan berpengaruh terhadap pertumbuhan,
reproduksi dan distribusi tumbuhan menurut Brown dan Gibson (1983),
antara lain adalah:
a. Jenis tumbuhan karena jenis tumbuhan setempat cenderung mempunyai
reproduksi yang sesuai dengan kondisi setempat
b. Kepekaan dan sifat adaptasi tumbuhan terhadap spektrum cahaya
c. Preferensi tumbuhan terhadap sifat-sifat fisik tanah
d. Ada dan tidak adanya jenis tumbuhan tertentu yung berhubungan erat
dengan kemampuannya menghadapi gangguan secara periodik
catastrophe, seperti pencemaran atau banjir
e. Interaksi-spesifik antara tumbuhan dengan tumbuhan atau antara
tumbuhan dengan hewan
2. Distribusi Vegetasi di Alam
Secara fitogeografis, Shukla dan Chandel (19%) rnenyatakan bahwa
terdapat beberapa faktor ekologi yang berpengaruh terhadap distribusi
tumbuhan. Faktor ekologi tersebut adalah:
a. Faktor Sejarah Geografi dan Sebarannya
Suatu wilayah di bumi yang menjadi tempat asal tumbuhan pertama kali
ada dinamakan pusat asal tumbuhan (centre of origin). Dalam skala
evolusi dan geologi proses terbentuknya spesies biota cenderung
berlangsung lama dan kontinyu. Dalam proses evolusi tersebut beberapa
jenis tumbuhan lelah berdiferensiasi membentuk spesies baru dan dapat
menjadi flora sekarang.
Dalam proses diferensiasi tersebul jenis tumbuhan purba biasanya
berasal dari pusat "tumbuhan awal" di wilayah yang dinamakan pusat anal
jenis masa lalu atau "centre of origin", yang kemudian akan berevolusi
rnenjadi jenis tumbuhan masa kini. Sementara itu tumbuhan spesies baru
mengalami perubahan selama evolusi, kemudian menjadi flora biasa kini
yang berkembang dari flora purba yang berasal dari spesies yang berasal

11
dari proses evolusi dari pusat tumbuhan baru (recent of origin). Dalam
proses evolusi beberapa spesies purba akan punah dan dapat ditemukan
sekarang sebagai tumbuhan fosil, sedangkan tumbuhan jenis lain yang
lampu beradaptasi dan bertahan hidup cenderung akan menjadi tumbuhan
palcoendemik atau mungkin menjadi tumbuhan kosmopolit.
Dalam evolusi proses deferensiasi terbentuknya jenis-jenis spesies baru
pada umurnnya berkaitan dengan proses hibridisasi dan proses mutasi
antara jenis-jenis tumbuhan yang mempunyai kekerabatan yang dekat,
serta proses seleksi alam dari populasi hibrid dan mutan.
Proses diferensiasi yaug berlangsung secara alamiah akan
menghasilkan hibrid dan mutan dengan habitat dan amplitudo ekologi
(ecological amplitude) tertentu. Selain itu iklim juga memegang peranan
penting dalam membentuk asal spesies baru (origin of new species).
b. Faktor Migrasi
Jenis tumbuhan baru yang berhasiil dalam proses evolusi, kemudian
mungkin akan bermigrasi pada habitat baru. Di habitatnya spesies baru
tersebut akan tumbuh, berkembang dan beradaptasi pada kondisi
lingkungan setempat tanpa mengalami perubahan karakteristik jenis /
mengalami perubahan sebagai jenis baru dan melangsungkan persebaran
dan pemencaran nya, yang berlangsung bersamaan dengan proses
evolusinya sendiri.
Persebaran (dispersal) atau pemencaran bibit dan biji dilakukan oleh
berbagai agen, seperti angin, air, serangga, burung atau hewan lainnya
termasuk manusia. Dalam migrasi, proses dispersal akan dilanjutkan
dengan proses ekesis, yaitu proses berkecambah, tumbuh dan beradaptasi,
berkembang biak dan menetap di habitatnya yang baru. Proses migrasi
dapat terhalang bahkan berhenti oleh sebab tertentu karena terdapatnya
barier. Barier dapat terdiri dari barier ekologi, barier lingkungan dan barier
geografi. Misalnya iklim adalah ekologi yang berperan penting dalam
proses sebaran tumbuhan dan pembentukan spesies baru. Barier
lingkungan dapat terdiri dari faktor biotik (misalnya burung) yang dapat

12
berperan sebagai agen pemencaran, sedangkan barier geografi biasanya
terdiri dari topografi dan fisiografi habitai seperti gurun, atau laut yang
dapat menjadi penghalang tumbuhan untuk berpencar.
c. Amplitudo Ekologi
Kondisi lingkungan tdak saja mempengaruhi kehidupan,pertumbuhan
dan perkembangan vegetasi di suatu wilayah, tetapi kehidupan, migrasi
dan sebaran vegetasi tersebut juga ditentukan oleh amplitudo ekologi
wilayah tersebut berupa:
1) Ada atau tidaknya kehadiran jenis tumbuhan
2) Kekuatan dan kelemahan jenis tumbuhan untuk tumbuh dan
berkembang
3) Keberhasilan dan kcgagalan dari vegetasi dalam bermigrasi
Setiap jenis tumbuhan dalam suatu komunitas biotik pada dasarnya
mempunyai rentang toleransi terhadap amplitude ekologi berupa kondisi
faktor lingkungan fisik dan biotik tertentu. Sehingga adanya atau
terdapatnya satu spesies di suatu habitat akan menunjukkan bahwa kondisi
lingkugannya sesuai dengan amplitude ekologj spesies tersebut.
Secara spasial amplitude ekologi suatu spesies tumbuhan akan
ditentukan dan dipengaruhi oleh perangkat genetik (genetic set up) dari
jenis tersebut. Perangkat genetik adalah suatu perangkat sifat-sifat
menurun yang tcrsusun dari rangkaian DNA yang mempunyai
karakteristik dan respon yang spesifik terhadap kondisi lingkungan
(amplitude ekologi tertentu).
Spesies tumbuhan yang berbeda-beda akan mempunyai amplitude
ekologi yang berbeda pula.. Tetapi satu jenis atau satu marga tumbuhan
yang mempunyai sebaran ekologi yang sama atau serupa, mungkin
terdapat pada wilayah geografi yang berbeda. Contohnya tumbuhan
conifer yang terdapat di wilayah beriklim sejuk di sekitar lingkaran kutub,
dapat pula tumbuh di wilayah "zona-alpin" di daerah pegunungan wilayah
tropis dan sub-tropis.

13
Faktor amplitudo ekologi suatu jenis tumbuhan sering dipengaruhi
perubahan waktu (temporal), yang dapat menentukan dan mempengaruhi
distribusi vegetasinya. contohnya adalah tumbuhan yang reproduksinya
berlangsung secara generatif (seksual), proses hibridisasi antara jenis
tumbuhan yang sejenis akan menghasilkan keturunan yang secara genetik
sama.tetapi karena terjadi pcrubahan kondisi lingkungannya, tumbuhan
tersebut harus beradaptasi sesuai dcngan lingkungannya dan amplitude
ekologinya yang baru dengan perangkat genetik baru pula sebagai hasil
seleksi alam atau mutasi.
Perangkat genetik sebagai hasil adaptasi pada kondisi lingkungan yang
baru akan menyertai perubahan genotip atau proses mutasi dari jenis
tersebut. Jenis-jems atau populasi tumbuhan terscbut dinamakan
tumbuhan ekotip. Contohnya adalah tumbuhan Euphorbia thymifolia
,yang tumbuh pada bermacam-macan habibat. Terdapat hasil mutasi atau
variasi jenis tumbuhan tersebut yang mempunyai 2 ekotip, yaitu ekotip
yang menyukai habitat berkapur, thymifolia var. calcicola dan ekotip yang
tidak menyukai habitat tanah berkapur adalah E. thymifolia var. calcifuga
(Vickery, 1984; Shukla dan Chandel, 1996).

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Fitogeografi adalah “studi dan deskripsi tentang perbedaan fenomena
distribusi tumbuhan di bumi, mencakup semua hal yang mengubah atau
mempengaruhi permukaan bumi, baik oleh pengaruh fisik, iklim atau
interaksi dari makhluk hidup ke lingkungannya”.
2. Ruang Lingkup fitogeografi dibagi dua bidang utama, yaitu Fitogeografi
ekologi dan Fitogeografi historical.
3. Dasar-dasar fitogeografi didistribusi kedalam 3 kelompok tumbuh-tumbuhan
diantaranya adalah Tumbuhan tersebar luas, Tumbuhan Endemik, Tumbuhan
Discotinue.
4. Sebaran vegetasi tumbuhan dibedakan menjadi pola-pola sebaran vegetasi
tumbuhan yang meliputihabitat, Respon vegetasi dan sifat adaptasi
tumbuhan, Migrasi, Kelanjutan hidup jenis vegetasi tertentu tergantung oleh
proses migrasi dan evolusi. Dan distribusi Vegetasi di Alam.

15
DAFTAR PUSTAKA

Myers, A. A. And P. S. Giller (Eds). (1998). Analytical Biogeography: An


integrated approach to the study of animal and plant
distributions. London: Chapman and Hall.

Weis, M. (1963). Fitogeografi. Bandung: Sumber Djay

Misra, R. 1980. Ecology Work Book. New Delhi , Oxford & IBH Publising. Co.
UPTD Tahura WAR. 2009. Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu
Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman. Bandar Lampung.

Polunin, N. 1994. Pengantar Geografi Tumbuhan. Yogyakarta:


Universitas Gadjah Mada

Shukla, R.S. dan P.S. Chandel. 1996. Plant Ecology and Soil Science. Ram Nagar,
New Delhi: S.Chan and Company Ltd.

16

Anda mungkin juga menyukai