Anda di halaman 1dari 15

PEMANFAATAN BUAH PEDADA SEBAGAI BAHAN

DASAR PEMBUATAN SABUN CAIR ALAMI DI


KECAMATAN BANYUASIN II

Disusun oleh:
Bintang Revindo

Imelda Oktavia

Moza

M. Duta Pratama

M. Pratama Adinatha

Rosa Linda

Serra Juniarti

SMAN 1 BANYUASIN II
PROVINSI SUMATRA SELATAN
2024
DAFTAR ISI
COVER
i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah .....................................................................................3
C. Tujuan Penulisan........................................................................................3
BAB II TINJAUN PUSTAKA..............................................................................4
A. Sabun..........................................................................................................4
B. Buah Pedada (Soneratia caseolaris L.)......................................................5
BAB III METODELOGI PENULISAN...............................................................7
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan.................................................................7
B. Alat dan Bahan...........................................................................................7
C. Cara kerja ..................................................................................................7
D. Pengumpulan Data ....................................................................................8
BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................9
A. Survei ........................................................................................................9
B. Sosisalisasi ................................................................................................9
BAB V PENUTUPAN...........................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Desa Sungsang IV merupakan wilayah yang terletak di Kecamatan

Banyuasin II, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatra Selatan. Desa Sungsang

IV merupakan salah satu Desa di Provinsi Sumatera Selatan sendiri memiliki

nilai- niali dalam fungsinya sebagai lahan basah yaitu nilai ekonomi, budaya dan

ekologis. Nilai ekonomi dapat terlihat bahwa Sungsang IV menjadi daerah sumber

mata pencaharian bagi nelayan, sumber industri kecil berbahan baku mangrove bagi

masyarakat dan sebagai area perumahan. Nilai budaya pada daearah ini terlihat dari

berkembangnya budaya maritim.

Hutan mangrove merupakan sumberdaya alam hayati yang mempunyai

berbagai keragaman potensi yang memberikan manfaat langsung maupun tidak

langsung bagi kehidupan mahluk hidup. Pulau Payung Desa Sungsang Kabupaten

Banyuasin merupakan salah satu wilayah di Propinsi Sumatera Selatan dimana hutan

mangrovenya masih terjaga dengan baik. Penelitian mengenai jenis mangrove yang

terdapat di Pulau Payung ini telah dilakukan pada November 2017, dengan tujuan

mengetahui komposisi dan berbagai keanekaragaman jenis mangrove yang terdapat

di Pulau tersebut. Pengumpulan data primer pada penelitian ini meliputi pengukuran

sebaran vegetasi mangrove. Indeks Nilai Penting (INP) dan Indeks Keanekaragaman

merupakan parameter analisa vegetasi mangrove. Terdapat 4 spesies mangrove yang

ditemukan di 3 transek pengamatan, yaitu Avicennia alba, Avicennia marina, 2

Bruguera gymnorhiza dan Rhizophora apicullata (Asia dkk, 2017).

Pedada merupakan salah satu penyusun hutan mangrove yang berada di

sepanjang pantai berlumpur yang mempunyai salinitas rendah. Buah ini belum

1
dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat. Seiring dengan pemanfaatnya buah

pedada digunakan secara tradisional karena mempunyai kandungan untuk bidang

kesehatan. Menurut Susanti dkk. (2016), bahwa dalam bidang kesehatan, buah

pedada yang berwarna hijau mengkilap, masih muda, dan memiliki garis merah

dibawah kelopak mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Buah pedada dapat

digunakan sebagai antibakteri karena mengandung senyawa metabolit sekunder.

Buah pedada memiliki kandungan gizi, seperti kadar air (bb) 84,76±0,10 a, kadar abu

(bk) 8,40±0,05a, kadar lemak (bk) 4,82±0,88a, kadar protein (bk) 9,21±1,22a, kadar

karbohidrat (bk) 77,57±3,15a (Manalu dkk, 2011). Buah pedada memiliki 24

komponen diantaranya 8 steroid, 9 triterpenoid, dan 3 flavonoid, dan 4 turunan

karboksil benzena. Diantara senyawa-senyawa tersebut senyawa triterpenoid yang

memiliki kandungan paling tinggi (Minqing et al, 2009). Menurut Santoso dkk

(2011) buah pedada yang matang memiliki senyawa bioaktif seperti flavonoid,
3
steroid, dan fenol hidrokuinon. Buah pedada yang mentah memiliki senyawa aktif

seperti flavonoid, steroid, dan alkaloid.

Menurut Utomo dkk. (2018) antibakteri adalah senyawa yang digunakan

untuk mengendalikan pertumbuhan bakteri yang bersifat patogen. Pengendalian

pertumbuhan bakteri untuk mencegah penyebaran penyakit infeksi. Menurut Sahidin

(2015), metabolit sekunder memiliki khasiat dalam mengobati berbagai penyakit.

Masyarakat Sungsang jarang mengkonsumsi langsung buah Pedada karena

rasanya asam. Buah tersebut memiliki kandungan gizi yang belum

dimanfaatkan. Buah Pedada dapat diolah menjadi produk pangan seperti selai

dan sirup, karena kandungan vitamin C yang cukup tinggi. Dengan melihat

potensi ini, maka muncul ide untuk membuat teknologi pengolahan sabun cair buah
Pedada sebagai antiseptik. Dengan adanya potensi ini peneliti membuat inovasi

pemanfaatan buah pedada sebgai bahan dasar pembuatan sabun cair di Kecamatan

Banyuasin II.

B. RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah pada penulisan ini bagaimana cara pemanfaatan

buah pedada sebgai bahan dasar pembuatan sabun cair di Kecamatan Banyuasin II?

C. TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan pada penulisan ini bagaimana cara pemanfaatan buah

pedada sebgai bahan dasar pembuatan sabun cair di Kecamatan Banyuasin II.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.SABUN
Sabun adalah suatu produk yang memiliki fungsi untuk membersihkan

kotoran yang menempel pada kulit, baik itu kotoran yang larut dalam air ataupun

lemak. Sabun merupakan garam alkali dari asam lemak tinggi sehingga akan

dihidrolisis parsial oleh air, oleh sebab itu sabun memiliki sifat basa (Naomi et al.,

2013). Tidak hanya untuk membersihkan kulit dari kotoran, sabun saat ini banyak

memiliki manfaat lain seperti mencerahkan, melembutkan serta dapat menjaga

kesehatan kulit. Sabun memiliki gugus hidrofilik (polar) yang terdapat pada bagian

kepalanya dan pada bagian ekor terdapat gugus non polar yaitu hidrofobik yang

menyebabkan sabun bersifat ampifilik. Oleh karenanya, sabun dapat mengikat lemak

dan melarutkanya kedalam air (Nurhadi, 2012). Teknologi pembuatan sabun saat ini

sudah semakin berkembang, sehingga sabun dengan berbagi jenis, warna, dan bentuk

mudah ditemukan. Pembuatan sabun dilakukan dengan reaksi saponifikasi yaitu

dengan mencampur asam lemak dan garam natrium atau kalium (Farid et al., 2018).

Jumlah dan komposisi dari komponen asam lemak yang digunakan akan

mempengaruhi sifat-sifat sabun.

Sabun dibagi menjadi dua jenis yaitu sabun cair yang dibuat dengan reaksi

saponifikasi antara lemak dengan alkali kalium hidroksida (KOH) dan sabun padat

yang dibuat dengan reaksi saponifikasi antara lemak dan alkali natrium hidroksida

(NaOH). Sabun padat terdiri dari tiga jenis yaitu sabun opaque yang sering

digunakan sehari hari, sabun transulen dan sabun transparan (Sianturi, 2018). Sabun

4
padat transparan merupakan jenis sabun yang biasnaya untuk kecantikan dan

memiliki busa yang lebih lembut dikulit. Kandungan bahan-bahan sabun padat

transparan yang berfungsi sebagai moisturizer digunakan untuk merawat kulit. Dari

segi visual, sabun padat transparan memiliki penampakan yang lebih berkilau

dibandingkan dengan jenis sabun padat lainnya. Sabun padat transparan ini memiliki

tingkat kekerasan dan jumlah busa yang baik (Dyartanti et al., 2014)

B.BUAH PEDADA (Soneratia caseolaris L.)


1. Klasifikasi

Klasifikasi pedada (Sonneratia caseolaris L.) menurut Tomlinson (1986),

sebagai berikut: Kingdom Plantae, Divisio Magnoliopyhta, Class Magnoliopsida,

Ordo Myrtales, Famili Sonneratiaceae, Genus Sonneratia, Species Sonneratia

caseolaris L. Menurut Nurwati (2011), pedada memiliki nama daerah berembang

(Sumatera Selatan khususnya Sungsang), perpat merah (Banjarmasin), bogem

(Sunda), bidada, betah (Jawa), boghem (Madura), posi-posi merah (Ternate),

wahat merah (Ambon), pedada (Sulawesi).

2. Morfologi Tanaman Pedada

Pedada mampu tumbuh hingga ketinggian 5-20 meter, dengan struktur

batang terdiri dari akar, batang, ranting, daun, bunga, dan buah. Batang

berukuran kecil hingga besar, diujung batang terdapat ranting yang tumbuh

menyebar.
5
Gambar 2.1 Tanaman Pedada
(Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2023)

Daun-daunya tunggal, berhadapan, bundar telur terbalik atau memanjang,

5-13 cm x 2-5cm, dengan pangkal bentuk baji dan ujung membulat atau tumpul.

Tangkai daun pendek dan seringkali kemerahan. Bunga tunggal atau berkelompok

hingga 3 kuntum di ujung ranting. Kelopak bertajuk 6 (jarang 7-8), runcing,

panjang 3-4,5 cm dengan tabung kelopak serupa dengan cawan dangkal di

bawahnya, hijau di bagian luar dan putih kehijauan atau kekuningan di dalamnya.

Mahkota merah, sempit 17-35 mm. Benang sari sangat banyak, panjang 2,5-3,5

cm, putih dengan pangkal kemerahan yang cepat rontok. Tangkai putik besar dan

panjang, tetap tinggal sampai lama. Buah berbiji banyak berbentuk bola pipih

hijau, 5-7,5 cm diameternya dan tinggi 3-4 cm, terletak diatas kelopak yang

hampir datar. Daging buahnya berwarna kekuningan, memiliki rasa masam, asin,

dan berbau busuk (Sukmadi dkk, 2008 dalam Lestari 2017).

3. Kandungan Kimia dan Kegunaan

Buah pedada memiliki kandungan gizi, seperti kadar air (bb) 84,76±0,10 a,

kadar abu (bk) 8,40±0,05a, kadar lemak (bk) 4,82±0,88a, kadar protein (bk)

9,21±1,22a, kadar karbohidrat (bk) 77,57±3,15a (Manalu dkk, 2011). Buah pedada

memiliki 24 komponen diantaranya 8 steroid, 9 triterpenoid, dan 3 flavonoid, dan

4 turunan karboksil benzena. Diantara senyawa-senyawa tersebut senyawa

triterpenoid yang memiliki kandungan paling tinggi (Minqing et al, 2009).

Menurut Santoso dkk (2011) buah pedada yang matang memiliki senyawa bioaktif

seperti flavonoid, steroid, dan fenol hidrokuinon. Buah pedada yang mentah

memiliki senyawa aktif seperti flavonoid, steroid, dan alkaloid.

Buah pedada merupakan tanaman mangrove sejati yang memiliki


antioksidan dan sitoktoksik. Antioksidan dan sitoktoksin dari empat tanaman obat

Pilipina menyatakan bahwa triterpenoid steroid, flavonoid, dan turunan karboksil

benzena yang terdapat pada ekstrak tanaman dan buah berfungsi sebagai

inflamasi, analgesik, antioksidan, alergi, anti jamur, antimikroba. Triterpenoid

juga berfungsi pada pencegahan dan pengobatan hepatitis. Flavonoid yang

terdapat pada ekstrak tanaman juga dapat digunakan sebagai pengobatan rematik

(Minqing et al, 2009).


BAB III
METODE PENULISAN

A. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN


Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2023 di Desa Sungsang IV

Kecamatan Banyuasin II. Tahap awal yang dilakukan dalam kegiatan ini adalah

observasi di Desa Sungsang, Kecamatan Banyuasin II, Kabupaten Banyuasin.

Observasi dilakukan selama dua hari dengan melibatkan bujang gades sungsang

dan masyarakat. Kemudian pelaksanaan sosialisasi pembuatan sabun

dilaksanakan pada tanggal 18 September 2023 di Desa Sungsang IV dengan

jumlah peserta 20 orang.

B. ALAT DAN BAHAN PENELITIAN


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah panci, kompor, gas,

baskom, spatula, ember cat, saringan. Bahan yang digunakan Texaphone, air,

jeruk nipis, garam, daun pandan.

C. CARA PEMBUATAN SABUN

Cara pembuatan sabun dilakukan sebagai berikut:

1. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2. Mengambil buah pedada di sekitaran hutan mangrove

3. Mencuci buah mangrove hingga bersih

4. Memotong buah mangrove

5. Menghaluskan buah mangrove dengan menggunakan blender kemudian

dipisahkan antara ekstrak dan ampas.


6. Kemudian diambil 1,5 liter ekstrak buah mangrove untuk dijadikan

sabun. 8

7. Siapkan ember untuk dijadikan tempat pembuatan sabun

8. Ambil texaphone 2kg kemudian masukan ke dalam ember

9. Tambhakan 1 kg NaCL dan aduk hingga rata


7
10. Kemudian masukan air 1 liter pertama hingga tercampur rata

11. Kemudian tambhakan 1 liter kedua hingga tercampur rata

12. Tambahkan pewarna daun pandan dan perasan jeruk nipis ke dalam

ember dan aduk hingga rata.

D. METODE PENGGUMPULAN DATA

Metode yang digunakan: 1) wawancara dan observasi, 2) metode

sosialisasi dengan ceramah dan diskusi atau tanya jawab, 3) metode pelatihan

dengan ceramah dan demonstrasi serta praktek langsung. Peserta sosialisai dan

pelatihan sebanyak 20 orang merupakan anggota mitra.


BAB IV
PENUTUPAN

Berdasarkan hasil analisa program pengabdian masyarakat tentang

pemanfaatan ekstrak buah mangrove di, Desa Sungsang IV, Kecamatan Banyuasin

II, Kabupaten Banyuasin dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Ditinjau dari aspek capaian berdasarkan tujuan, pengabdian masyarakat ini

dipandang sangat efektif untuk mengoptimalkan potensi lokal yakni buah

mangrove sebagai antimikrobial alami.

b. Ditinjau dari aspek hasil dan manfaat, pengabdian masyarakat ini dapat

meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat dalam membuat

sabun cair, tumbuhnya kelompok usaha pembuatan sabun cair ekstrak

buah mangrove Desa Sungsang IV, Kecamatan Banyuasin II, Kabupaten

Banyuasin.
DAFTAR PUSTAKA
11
Asia, Afriyani., Fauzziyah., Mazidah., dan Wiajyanti, R. 2017. Keanekaragaman
vegatasi Hutan Mangrove di Pulau Payung Sungsang Banyuasin Suamtera
Selatan. Jurnal Lahan Suboptimal. 6 (2).
Dyartanti, E. R., Nesia, A, C., Irwan, F. 2014. Pengaruh Penambahan Minyak
Sawit pada Karakteristik Sabun Transparan. Ekuilibrum. 13(2): 41-44.
Farid, F., Putri, M. S., dan Havizur, R. 2018. Introduksi teknologi Sabun Cair
Antiseptik dari Buah Pedada (Sonneratia caseolaris) di Kelurahan
Kampung Laut, Kuala Jambi, Tanjung Jabung Timur. Jurnal karya Abadi
Masyarakat. 27: 1-12.
Lestari, A. M. (2017). Isolasi Daun Pedada (Sonneratia caseolaris L.) terhadap
Sel Kanker Serviks. Skripsi. Makasar: Universitas Islam Negeri Alauddin
Makasar
Manalu, D. R. (2011). Kadar Beberapa Vitamin pada Buah Pedada (Sonneratia
caseolaris L.) dan Hasil Olahannya.Skripsi.Bogor: Institusi Pertanian
Bogor.
Minqing, T. D., Haofu, Li, X., dan Wang, B. (2009). Chemical Constituents of
Marine Medical Mangrove Plant Sonneratia caseolaris. Chinese Journal
of Oceanology and Limnology , 288-296.
Naomi, P., Anna, M. L. G., dan M. Yusuf, T. 2013. Pembuatan Sabun Lunak dari
Minyak Goreng Bekas ditinjau dari Kinetika Reaksi Kimia. Jurnal Teknik
Kimia. 19(2): 42-48.
Nurhadi, S. C. 2012. Pembuatan Sabun Mandi Gel Alami dengan Bahna Aktif
Mikroalga Chlorrea Phyrenoidosa Beyerinck dan Minyak Atsiri Lavandula
lativolia Chaix. Skripsi. Malang: Universitas Ma Chung.
Nurwati. (2011). Formulasi Hard Candy Dengan Penambahan Ekstrak Buah
Pedada (Sonneratia caseolarisL.) Sebagai Flavor.Skripsi.Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Sahidin, I. (2015). Mengenal Senyawa Alami. Bandung: Institut Teknologi
Bandung.
Santoso, J., Febrianti, F. dan Nurjanah. (2011). Kandungan Fenol, Komposisi
Fitokimia dan Aktivitas Antioksidan Buah Pedada (Sonneratia caseolaris).
Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. 9(1). 1-10.
Sidauruk, F., S. (2015). Kajian Hukum Pidana Terhadap Pelaku Penebangan
Tanaman Mangrove (Studi Kasus Di Desa Kota Pari Kecamatan Pantai
Cermin Kebupaten Serdang Bedagai). Skripsi. Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Medan.
Susanti, V., Amri, I. dan Yurleni. (2016). Pengaruh Penggunaan Ekstrak Kulit 13
Buah Pedada (Sonneratia caseolaris L.) terhadap Sifat fisik, Kimia, dan
Biologi Daging Kambing Kacang. Artikel.
Tomlinson. (1986). The Botany of Mangrove. Cambridge: University Press.
Utomo, S. B., Fujiyanti, M., Lestari, W. P., dan Mulyani, S. (2018). Uji Aktivitas
12
Antibakteri Senyawa C-4 Metoksifenilkaliks [4] Resorsinarena
Termdifikasi Hexadecyltrimethylammonium Bromide terhadap Bakteri
Stahpylococcus aureus dan Escherchia coli. Jurnal Kimia dan Pendidikan
Kimia. 3(3):201-209

Anda mungkin juga menyukai