Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH AGAMA ISLAM

KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

KELOMPOK 11
DISUSUN OLEH:
1.Intan Natasya D3 keperawatan (2314401015)
2.Adela Dwi Putri Shalsabilla Jn D3 keperawatan (2314401026)
3.Penati Leva Yenja D3 keperawatan (2314401034)
4.Ahmad Yogi D3 keperawatan (2314401005)
5.Adinda Aswi Purnama D3 Sanitasi (2313451009)
6. Alifah Halimatus Sa'diah D3 Sanitasi (2313451011)
7.Sasi Adelia Putri D3 Sanitasi (2313451112)
8.Ayu Aulia Dyah Palupi D3 Sanitasi (2313451018)
9.Feni Anggun Andini D3 Sanitasi (2313451027)
10.Gita Ardian Syafitri D3 Sanitasi (2313451029)
11.Imelda Agustina D3 Sanitasi (2313451034)
12.Inge ara della D3 sanitasi (2313451035)
13. Alzena Clarissa Qifta D3 Sanitasi (2313451013)
DOSEN PENGAMPU:
Dr. Nadirsah Hawari, Lc, M.a
POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah tentang “KERUKUNAN UMAT BERAGAMA.”Shalawat serta salam saya
sampaikan pada junjungan kita Nabi Muhammas SAW,keluarga dan sahabat beliau,serta
orang orang mukminin yang tetap istiqamah di Jalan-Nya.

Makalah ini dirancang agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang psikologi
khususnya tentang KERUKUNAN UMAT BERAGAMA,yang disajikan berdasarkan
pengamatan dari beberapa sumber.

Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
karena adanya keterbatasan ilmu dan pengalaman yang dimiliki. Oleh karena itu,
semua kritik dan saran yang bersifat membangun akan penulis terima dengan senang
hati.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini

Bandar Lampung,25 Juli 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1A.

A.LATAR BELAKANG .................................................................................... 1B.


B.RUMUSAN MASALAH ................................................................................ 3C.
C.MANFAAT DAN TUJUAN ........................................................................... 3D.

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................41.

PENGERTIAN DAN PEMBAGIAN KERUKUNAN ........................................ 42.


KERUKUNAN INTERN UMAT BERAGAMA ................................................ 63.
KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA ................................................. 84.
KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA DENGAN PEMERINTAH..... 12
TOLERANSI DAN MODERASI DALAM BERAGAMA………………...……13

BAB III PENUTUP ............................................................................................... 14A.

KESIMPULAN ...................................................................................................... 14B.


SARAN .................................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 15


BAB 1
PENDAHULUAN

Pada bab ini menjelaskan tentang (a) Latar Belakang (b) Rumusan Masalah (c) Tujuan (d)
Manfaat
1.1Latar Belakang
Kerukunan beragama bisa dikatakan dengan suatu konsep adanya kehidupan
berdampingan diatas perbedaan agama yang lebih menekankan kepada
kedamaian, dan ketentraman dalam beragama. Banyak masyarakat yang
memahami perbedaan merupakan rasa ketidaknyamaan terutama dalam hal
keyakinan. Ini bisa disebabkan oleh kurangnya analisis dan penjelasan tentang
konsep Kerukunan antara Umat berbeda agama. Kerukunan Antar Umat
Beragama saat ini menjadi sebuah hal yang penting bagi kehidupan beragama di
Indonesia.
Agama yang sebagian orang dianggap sebagai memegang peranan penting
dalam kehidupan masyarakat, yakni sebagai faktor intergratif yang dapat
mempersatu umat beragama. Disisi lain juga agama dapat berubah menjadi
faktor disintergratif yang akan menimbulkan konflik sosial keagamaan, baik
karena interpretasi terhadap agama maupun sengaja dilakukan atas nama agama.
Konflik yang muncul tersebut disebabkan oleh gesekan keyakinan, bahkan
sampai pada level perbedaan agama.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian dari kerukunan umat beragama?
2. Kerukunan Intern umat beragama, sebab dan manfaat?
3. Kerukunn antar umat beragama, sebab dan manfaat?
4. Kerukunan umat beragama dengan pemerintah, syarat dan dampaknya!
5.Toleransi dan moderasi dalam beragama!
1.3. Maksud dan Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan makna kerukunan antar umat beragama.
2. Untuk mengetahui penyebab sumber konflik antar umat beragama.
3. Untuk mengetahui cara mengatasi dan mengantisipasi terjadinya konflik antar umat
beragama.
4. Untuk mengetahui manfaat dari terciptanya kerukunan inter maupun antar umat
beragama.
BAB II
PEMBAHASAN

A.PENGERTIAN DAN PEMBAGIAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA.


Kerukunan berasal dari kata “rukun”. Secara etimologis pada mulanya kata kerukunan
berasal dari bahasa arab, yaitu; “rukun” yang berarti tiang, dasar, atau sila. (1) Baik dan
damai, tidak bertengkar (tentang pertalian persahabatan); (2) bersatu hati, bersepakat.
Dengan pengertian ini jelas, bahwa kata kerukunan hanya dipergunakan dan berlaku dalam
dunia pergaulan. Kerukunan antar umat beragama adalah cara atau sarana untuk
mempertemukan, mengatur hubungan luar antara orang yang tidak seagama atau antara golongan
umat beragama dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.Istilah kerukunan umat beragama
pertama kali dikemukakan oleh Menteri Agama, K.H. M. Dachlan, dalam pidato pembukaan
Musyawarah Antar Agama tanggal 30 Nopember 1967 antara lain menyatakan: "Adanya
kerukunan antara golongan beragama adalah merupakan syarat mutlak bagi terwujudnya
stabilitas politik dan ekonomi yang menjadi program Kabinet AMPERA. Oleh karena itu, kami
mengharapkan sungguh adanya kerjasama antara Pemerintah dan masyarakat beragama untuk
menciptakan “iklim kerukunan beragama ini, sehingga tuntutan hati nurani rakyat dan cita-cita
kita bersama ingin mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur yang dilindungi Tuhan Yang
Maha Esa itu benar-benar dapat berwujud”.
Dari pidato K.H. M. Dachlan tersebutlah istilah “Kerukunan Hidup Beragama” mulai muncul
dan kemudian menjadi istilah baku dalam berbagai dokumen negara dan peraturan perundang-
undangan.Sementara, istilah “kerukunan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang
diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, diartikan sebagai “hidup bersama
dalam masyarakat dengan “kesatuan hati” dan “bersepakat” untuk tidak menciptakan
perselisihan dan pertengkaran”.
Kerukunan adalah istilah yang dipenuhi oleh muatan makna “baik” dan “damai”. Intinya,
hidup bersama dalam masyarakat dengan “kesatuan hati” dan “bersepakat” untuk tidak
menciptakan perselisihan dan pertengkaran. Dalam pasal 1 angka (1) peraturan bersama Mentri
Agama dan Menteri Dalam No. 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan tugas Kepala
Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan
forum kerukunan umat beragama, dan pendirian rumah ibadat dinyatakan bahwa: Kerukunan
umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling
pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan
kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Ada lima pembagian kerukunan umat beragama yang perlu
dikembangkan, yaitu: nilai relegiusitas, keharmonisan, kedinamisan,
kreativitas, dan produktivitas.
 Pertama: kualitas kerukunan hidup umat beragama harus merepresentasikan sikap
religius umatnya. Kerukunan yang terbangun hendaknya merupakan bentuk dan suasana
hubungan yang tulus yang didasarkan pada motf-motif suci dalam rangka pengabdian
kepada Tuhan. Oleh karena itu, kerukunan benar-benar dilandaskan pada nilai kesucian,
kebenaran, dan kebaikan dalam rangka mencapai keselamatan dan kesejahteraan umat.

 Kedua: kualitas kerukunan hidup umat beragama harus mencerminkan pola interaksi
antara sesama umat beragama yang harmonis, yakni hubungan yang serasi,”senada dan
seirama”, tenggang rasa, saling menghormati, saling mengasihi, saling menyanyangi,
saling peduli yang didasarkan pada nilai persahabatan, kekeluargaan, persaudaraan, dan
rasa rasa sepenanggungan.

 Ketiga: kualitas kerukunan hidup umat beragama harus diarahkan pada pengembangan
nilai-nilai dinamik yang direpresentasikan dengan suasana yang interaktif, bergerak,
bersemangat, dan gairah dalam mengembalikan nilai kepedulian, kearifan, dan kebajikan
bersama.

 Keempat: kualitas kerukunan hidup umat beragama harus diorientasikan pada


pengembangan suasana kreatif, suasana yang mengembangkan gagasan, upaya, dan
kreativitas bersama dalam berbagai sector untuk kemajuan bersama yang bermakna.

 Kelima: kualitas kerukunan hidup umat beragama harus diarahkan pula pada
pengembangan nilai produktivitas umat, untuk itu kerukunan ditekankan pada
pembentukan suasana hubungan yang mengembangkan nilai-nilai sosial praktis dalam
upaya mengentaskan kemiskinan, kebodohan, dan ketertinggalan, seperti
mengembangkan amal kebajikan, bakti sosial, badan usaha, dan berbagai kerjasama
sosial ekonomi yang mensejahterakan umat.

B.KERUKUNAN INTERN UMAT BERAGAMA , SEBAB DAN MANFAATNYA


Kerukunan intern umat beragama, yaitu kerukunan intern masing-masing umat dalam satu
agama seperti kerukunan di antara aliran-aliran/paham-paham/mazhab-mazhab yang ada dalam
suatu umat atau komunitas agama.
a. Pertentangan di antara pemuka agama yang bersifat pribadi jangan mengakibatkan
perpecahan di antara pengikutnya.
b. Persoalan intern umat beragama dapat diselesaikan dengan semangat kerukunan atau
tenggang rasa dan kekeluargaan.
Hal ini dapat disebabkan antara lain, karena situasi dan kondisi masyarakat kita terutama di
daerah pedesaan yang sangat komunialistis di mana sebagian besar jiwa keagamaannya dibina
dan dibentuk oleh lingkungan sosialnya masing-masing. Sehingga dirasakan bahwa jiwa
keagamaan orang-seorang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari jiwa keagamaan
lingkungannya. Pembinaan jiwa keagamaan pada umumnya merupakan warisan dari kehidupan
lingkungan sosialnya.
Kerukunan intern umat beragama yang masih sering kali menunjukkan gejala-gejala yang
kurang mantap, bahkan acapkali pula menimbulkan pertentangan dan perpecahan intern umat
beragama, perlu selalu ditingkatkan pembinaannya. Dalam hubungan ini saya sering minta
perhatian agar pertentangan intern yang mungkin akan timbul diantara pemuka/pemimpin suatu
umat beragama yang bersifat pribadi hendaknya tidak mengakibatkan perpecahan diantara para
pengikutnya, apalagi sampai mengakibatkan pertentangan diantara para pengikutnya yang
bersifat doktriner/aqidah. Segala persoalan yang timbul di lingkungan intern umat beragama,
hendaknya dapat diselesaikan dengan semangat kerukunan, tenggang rasa dan dengan semangat
kekeluargaan sesuai dengan ajaran agama dan Pancasila.
Kerukunan intern antar umat beragama memiliki banyak manfaat, termasuk:
1. *Perdamaian dan Harmoni*: Membantu mencegah konflik antaragama dan menciptakan
lingkungan yang damai dan harmonis di antara berbagai komunitas agama.
2. *Toleransi dan Pengertian*: Mendorong sikap toleransi, pengertian, dan saling menghormati
terhadap keyakinan dan praktik agama yang berbeda.
3. *Solidaritas Sosial*: Membangun rasa solidaritas dan persatuan antarumat beragama dalam
masyarakat, memungkinkan kolaborasi dalam kegiatan sosial dan kemanusiaan.
4. *Keberagaman Budaya*: Menghargai keberagaman budaya dan agama dalam masyarakat,
yang dapat berkontribusi pada pertukaran budaya yang kaya dan beragam.
5. *Pengembangan Pendidikan*: Memastikan pendidikan yang inklusif dan berimbang, yang
membantu menghilangkan prasangka dan stereotip berdasarkan agama.
6. *Pemberdayaan Perempuan dan Minoritas*: Mendorong partisipasi aktif perempuan dan
minoritas agama dalam kehidupan sosial, politik, dan ekonomi.
7. *Stabilitas Sosial*: Meningkatkan stabilitas sosial dan politik dalam masyarakat dengan
mengurangi potensi konflik agama.
8. *Pertumbuhan Ekonomi*: Dalam beberapa kasus, kerukunan intern dapat mendukung
pertumbuhan ekonomi dengan menciptakan lingkungan bisnis yang stabil dan berkelanjutan.
9. *Hak Asasi Manusia*: Mempromosikan hak asasi manusia, termasuk kebebasan beragama
dan berkeyakinan, serta melindungi individu dari diskriminasi berbasis agama.
Dengan demikian, kerukunan intern antar umat beragama adalah faktor penting dalam
membangun masyarakat yang inklusif, damai, dan berkelanjutan di mana semua orang dapat
hidup dengan harmoni dan penghargaan terhadap perbedaan agama mereka.

C.KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA, SEBAB DAN MANFAATNYA


MANFAAT:
Memperkokoh Silaturahmi dan Menerima Perbedaan
Salah satu wujud dari toleransi hidup beragama adalah menjalin dan memperkokoh tali
silaturahmi antarumat beragama dan menjaga hubungan yang baik dengan manusia lainnya.
SEBAB:
Kerukunan umat beragama itu ditentukan oleh dua faktor, yakni sikap dan prilaku umat
beragama serta kebijakan negara/pemerintah yang kondusif bagi kerukunan. Semua agama
mengajarkan kerukunan ini, sehingga agama idealnya berfungsi sebagai faktor integratif.

D. KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DENGAN PEMERINTAH, SYARAT DAN


DAMPAKNYA.
Tri kerukunan umat beragama merupakan konsep nan digulirkan oleh pemerintah Indonesia
dalam upaya menciptakan kehidupan masyarakat antar umat beragama nan rukun. Istilah lainnya
ialah " trikerukunan ". Kemajemukan bangsa Indonesia nan terdiri atas puluhan etnis, budaya,
suku, dan agama. Membutuhkan konsep yang memungkinkan terciptanya masyarakat damai dan
rukun. Dipungkiri atau tidak, disparitas sangat beresiko pada kesamaan konflik. Terutama dipacu
oleh pihak-pihak yang menginginkan kekacauan di masyarakat. Perbedaan atau kebhinekaan
Nusantara tidaklah diciptakan dalam satu waktu saja. Proses perjalanan manusia di muka bumi
Indonesia dengan wilayah yang luas menciptakan keberagaman suku dan etnis manusia. Maka
lahir pula sekian puluh kepercayaan dan agama nan berkembang di setiap suku-suku di
Indonesia.
Tri kerukunan itu meliputi:
-Kerukunan intern umat beragama
-kerukunan antar umat beragama
-kerukunan antara umat beragama dan pemerintah
Kebijakan Pemerintah
Pemerintah sendiri telah menyadari resistensi konflik antar umat beragama. Berbagai kebijakan
pemerintah telah diterbitkan buat memperbaiki keadaan. Berbagai rambu peraturan telah
disahkan agar meminimalisir bentrokan-bentrokan kepentingan antar umat beragama Seluruh
peraturan pemerintah yang membahas tentang kerukunan hayati antar umat beragama di
Indonesia. Mencakup pada empat pokok masalah, yakni sebagai berikut.
-Pendirian Rumah Ibadah.
-Penyiaran Agama.
-Bantuan Keagamaan dari Luar Negeri.
-Tenaga Asing Bidang Keagamaan.
Kerukunan Antara Umat Beragama dan Pemerintah
Pemerintah ikut andil dalam menciptakan suasana tentram, termasuk kerukunan antara umat
beragama dengan pemerintah sendiri. Semua umat beragama yang diwakili para pemuka dari
tiap-tiap agama bisa sinergis dengan pemerintah. Bekerjasama dan bermitra dengan pemerintah
buat menciptakan stabilitas persatuan dan kesatuan bangsa. Trikerukunan umat beragama
diharapkan menjadi menjadi salah satu solusi agar terciptanya kehidupan umat beragama nan
damai, penuh kebersamaan, bersikap toleran, saling menghormati dan menghargai dalam
perbedaan.

DAMPAKNYA:
Dampak dari kerukunan umat beragama dengan pemerintah adalah terbentuknya sikap saling
mengenal, sikap saling memahami sikap saling tolong-menolong antarumat beragama. Setiap
pemeluk agama dituntut tidak hanya mengakui keberadaan dan hal agama lain, tetapi terlibat
secara aktif dalam usaha memahami perbedaan dan persamaan guna tercapainya kerukunan
hidup bersama.

E.TOLERANSI DAN MODERASI DALAM BERAGAMA


TOLERANSI
Istilah toleransi berasal dari Bahasa Latin, “tolerare” yang berarti sabar terhadap sesuatu. Jadi
toleransi merupakan suatu sikap atau perilaku manusia yang mengikuti aturan, di mana
seseorang dapat menghargai, menghormati terhadap perilaku orang lain. Istilah toleransi dalam
konteks sosial budaya dan agama berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi
terhadap kelompok atau golongan yang berbeda dalam suatu masyarakat, seperti toleransi dalam
beragama, di mana kelompok agama yang mayoritas dalam suatu masyarakat, memberikan
tempat bagi kelompok agama lain untuk hidup di lingkungannya. Namun demikian, kata
toleransi masih kontroversi dan mendapat kritik dari berbagai kalangan, mengenai prinsip-
prinsip toleransi, baik dari kaum liberal maupun konservatif. Akan tetapi, toleransi antarumat
beragama merupakan suatu sikap ntuk menghormati dan menghargai kelompok-kelompok
agama lain. Konsep ini tidak bertentangan dengan Islam.
Islam sebagai sebuah agama mengajarkan kepada umat manusia untuk selalu menghormati
serta toleransi terhadap sesama dan menjaga kesucian serta kebenaran ajaran Islam. Dengan ini,
fakta telah membuktikan bahwa Islam merupakan agama yang mengajarkan hidup toleransi
terhadap semua agama. Islam mengajarkan kepada umatnya tentang pentingnya memelihara
persatuan dan kerukunan, baik intern maupun ektern umat beragama. Islam juga mengajarkan
kepada umatnya untuk selalu toleransi sesama umat seagama dan antarumat beragama, serta
saling mencintai dan menyayangi antar sesama pemeluk agama. Selanjutnya, Islam juga
menanamkan nilai-nilai kesabaran dan kebebasan berpendapat.

MODERASI
Dalam masyarakat Indonesia yang multibudaya, sikap keberagamaan yang ekslusif yang
hanya mengakui kebenaran dan keselamatan secara sepihak, tentu dapat menimbulkan gesekan
antar kelompok agama. Konflik keagamaan yang banyak terjadi di Indonesia, umumnya dipicu
adanya sikap keberagamaan yang ekslusif, serta adanya kontestasi antar kelompok agama dalam
meraih dukungan umat yang tidak dilandasi sikap toleran, karena masing-masing menggunakan
kekuatannya untuk menang sehingga memicu konflik. Konflik kemasyarakatan dan pemicu
disharmoni masyarakat yang pernah terjadi dimasa lalu berasal dari kelompok ekstrim kiri
(komunisme) dan ekstrim kanan (Islamisme).
Namun sekarang ini ancaman disharmoni dan ancaman negara kadang berasal dari globalisasi
dan Islamisme, yang oleh Yudi (2014 : 251) disebutnya sebagai dua fundamentalisme : pasar dan
agama. Dalam kontek fundamentalisme agama, maka untuk menghindari disharmoni perlu
ditumbuhkan cara beragama yang moderat, atau cara ber-Islam yang inklusif atau sikap
beragama yang terbuka, yang disebut sikap moderasi beragama. Moderasi itu artinya moderat,
lawan dari ekstrem, atau berlebihan dalam menyikapi perbedaan dan keragaman. Kata moderat
dalam bahasa Arab dikenal dengan al-wasathiyah sebagaimana terekam dari QS.al-Baqarah [2] :
143.
Kata al-Wasath bermakana terbaik dan paling sempurna. Dalam hadis yang juga disebutkan
bahwa sebaik-baik persoalan adalah yang berada di tengah-tengah. Dalam melihat dan
menyelesaikan satu persoalan, Islam moderat mencoba melakukan pendekatan kompromi dan
berada di tengahtengah, dalam menyikapi sebuah perbedaan, baik perbedaan agama ataupun
mazhab, Islam moderat mengedepankan sikap toleransi, saling menghargai, dengan tetap
meyakini kebenaran keyakinan masing-masing agama dan mazhab, sehingga semua dapat
menerima keputusan dengan kepala dingin, tanpa harus terlibat dalam aksi yang anarkis.
Dengan demikian moderasi beragama merupakan sebuah jalan tengah di tengah keberagaman
agama di Indonesia. Moderasi merupakan budaya Nusantara yang berjalan seiring, dan tidak
saling menegasikan antara agama dan kearifan lokal (local wisdom). Tidak saling
mempertentangkan namun mencari penyelesaian dengan toleran. Dalam kontek beragama,
memahami teks agama saat ini terjadi kecenderungan terpolarisasinya pemeluk agama dalam dua
kutub ekstrem. Satu kutub terlalu mendewakan teks tanpa menghiraukan sama sekali
kemampuan akal/nalar. Teks Kitab Suci dipahami lalu kemudian diamalkan tanpa memahami
konteks. Beberapa kalangan menyebut kutub ini sebagai golongan konservatif. Kutub ekstrem
yang lain, sebaliknya, yang sering disebut kelompok liberal, terlalu mendewakan akal pikiran
sehingga mengabaikan teks itu sendiri.
Jadi terlalu liberal dalam memahami nilainilai ajaran agama juga sama ekstremnya. Moderat
dalam pemikiran Islam adalah mengedepankan sikap toleran dalam perbedaan. Keterbukaan
menerima keberagamaan (inklusivisme). Baik beragam dalam mazhab maupun beragam dalam
beragama. Perbedaan tidak menghalangi untuk menjalin kerja sama, dengan asas kemanusiaan
Meyakini agama Islam yang paling benar, tidak berarti harus melecehkan agama orang lain.
Sehingga akan terjadilah persaudaraan dan persatuan anatar agama, sebagaimana yang pernah
terjadi di Madinah di bawah komando Rasulullah SAW. Moderasi harus dipaham
ditumbuhkembangkan sebagai komitmen bersama untuk menjaga keseimbangan yang paripurna,
di mana setiap warga masyarakat, apapun suku, etnis, budaya, agama, dan pilihan politiknya mau
saling mendengarkan satu sama lain serta saling belajar melatih kemampuan mengelola dan
mengatasi perbedaan di antara mereka.

BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Kerukunan hidup antar umat beragama adalah terciptanyakehidupan masyarakat yang
harmonis dalam kedamaian, saling tolong menolong,dan tidak saling bermusuhan agar agama
bisa menjadi pemersatu bangsaIndonesia yang secara tidak langsung memberikan stabilitas dan
kemajuan Negara. Cara menjaga sekaligus mewujudkan kerukunan hidup antar umat beragama
adalah dengan mengadakan dialog antar umat beragama yang didalamnya membahas tentang
hubungan antar sesama umat beragama. Selain ituada beberapa cara menjaga sekaligus
mewujudkan kerukunan hidup antar umat beragama antara lain:
1.Menghilangkan perasaan curiga atau permusuhan terhadap pemeluk agama lain.
2.Jangan menyalahkan agama seseorang apabila dia melakukan kesalahantetapi salahkan
orangnya.
3.Biarkan umat lain melaksanakan ibadahnya jangan mengganggu umatlain yang sedang
beribadah.
4.Hindari diskriminasi terhadap agama lain

B. SARAN
Saran yang dapat diberikan untuk masyarakat di Indonesia supayamenanamkan sejak dini
pentingnya menjaga kerukunan antar umat beragama agar terciptanya hidup rukun antar sesama
sehingga masyarakat merasa aman, nyaman dan sejahtera.

DAFTAR PUSTAKA

A. -Akhmad Syarief Kurniawan, Membangun Semangat Keharmonisan Kerukunan Umat


Beragama Di Indonesia, Jurnal Pemikiran Islam, [S.l.], v. 18, n. 2, p. 303-314, oct. 2013.
-https://walisongo.ac.id/6995/3/BAB%20II
B. Rusydi, I., & Zolehah, S. (2018). Makna Kerukunan Antar Umat Beragama Dalam Konteks
Keislaman Dan Keindonesian. Al-Afkar, Journal For Islamic Studies, 170-181.
C. Umar & Hakim M. A. 2019. Hubungan Kerukunan Antar Umat Beragama dengan
Pembentukan Perilaku Sosial Warga Perumahan PT Djarum Singocandi Kudus. Jurnal penelitian
Vol. 13, No. 1.
http://jurnal.lemhannas.go.id/index.php/jkl/article/download/410/281#:~:text=Menurut
%20pendapat%20penulis%2C%20manfaat%20menjaga,dengan%20Tuhan%20Yang%20Maha
%20Esa.
D. graduate.uinjkt.id
E.Eko Purwaningsih.(2012).Pentingnya Hidup Rukun,Jurnal Studi Agama Dan
Masyarakat,15(2),59-67.
F.Johan Efendi, Merayakan Kebebasan Beragama (Jakarta: Indonesian Conference on Region
and Peace, 2009), 408. 32 Jamaludin, Agama dan Konflik Sosial, 98.
-INTERNAL KEBIJAKAN BERITA KUB E-HUMAS UNDUH
BENGKULU SELATAN, BENGKULU TENGAH, BENGKULU UTARA Informasi Tri
Kerukunan Umat Beragama Juni 2020
https://bengkulu.kemenag.go.id/page/tri-kerukunan-umat-beragama
G. Tarmizi Taher. 2007. Kerukunan Hidup Umat Beragama Dan Studi Agama-Agama. Makalah:
LPKUB IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
H. Bakar, A. (2016). Konsep toleransi dan kebebasan beragama. Toleransi: Media Ilmiah
Komunikasi Umat Beragama, 7(2), 123-131.
I.Akhmadi, A. (2019). Moderasi beragama dalam keragaman Indonesia. Inovasi-Jurnal Diklat
Keagamaan, 13(2), 45-55.

Anda mungkin juga menyukai