Anda di halaman 1dari 25

Kelompok 7

Teori dan Prosedur Pengukuran debu dan gas

Nama Kelompok :

Resty Fastabikul Khaerat R_K011201015

Hermalia Putri_K011201227

Putricia Khaila A_K011201147

Lola Azzahra_K011201068

Ahmad abdillah_K011201183
 Pengertian Debu

Debu merupakan salah satu polutan udara yang memiliki tingkat


toksisitas yang tinggi dan sangat berperan terhadap rusaknya udara
ambient (Helmy, 2019). Adapun pengertian lain mengenai debu yang
merupakan partikel kecil <100 µm yang dapat menyebabkan gangguan
sistem respirasi kronis. Pajanan berkala, dari debu organik dan inorganik,
agen kimia dan gas merupakan faktor resiko untuk gangguan fungsi paru
(Maradjabessy dkk, 2021).
Debu merupakan zat kimia padat, yang disebabkan oleh kekuatan
alami atau mekanis seperti pengolahan, pengahancuran, pelembutan,
pengepakan yang cepat, peledakan dari benda, baik organik maupun
anorganik, yang memiliki diameter antar 0,1 mikron hingga 500 mikron
(Su’mamur, 2009).

 Pengertian Gas
Gas adalah fase wujud suatu benda atau keadaan materi yang
terdiri dari partikel-partikel yang tidak memiliki volume atau bentuk yang
pasti Selain itu gas juga didefinisikan sebagai keadaan materi yang terdiri
dari partikel yang tidak memiliki volume atau bentuk yang ditentukan. Ini
adalah salah satu dari empat keadaan dasar materi, bersama dengan
padatan, cairan, dan plasma. Dalam kondisi biasa, keadaan gas berada di
antara keadaan cair dan plasma (Hutchinson, 2017).

 Jenis-Jenis Debu
Menurut Suma’mur (2009), debu diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Organik
a. Alamiah
1) Fosil : batu bara, karbon hitam, arang, granit.
2) Bakteri : TBC, antraks, enzim, bacillus substili, Koksidiomiksis,
histoplasmosis.
3) Jamur : Actinomycosis, kriptokokus, thermophilic.
4) Virus : Cacar air, Q fever, psikatosis.
5) Sayuran : Kompos jamur, ampas debu, tepung padi, gabus, serat
nanas, atap alang-alang, katun, rami.
6) Binatang : Kotoran burung, kesturi, ayam.
b. Sintetis
1) Plastik : Politetrafluoretilen, toluene diisosianat.
2) Reagen : Minyak isopropyl, pelarut organik.

2. Anorganik
a. Silika bebas
1) Crystaline : Quarz, trymite cristobalite
2) Amorphous : Diatomaceus earth, silica gel
b. Silika
1) Fibrosis : Asbestosis, silinamite, talk
2) Lain-lain : Mika, kaolin, debu semen
c. Metal
1) Inert : Besi, barium, titanium, aluminium
2) Lain-lain : Berilium
3) Bersifat keganasan : Arsen, kobat, nikel hematite, uranium,
khrom.

Selain itu, adapun pembagian kategori jenis debu lainnya


berdasarkan tingkat bahayanya (Mengkidi, 2006), yaitu:
1) Debu Karsinogenik,
Debu karsinogenik adalah debu yang dapat merangsang terjadinya
sel kanker. Contohnya adalah debu arsenik, debu hasil peluruhan radon
dan asbes.
2) Debu Fibrogenik
Debu fibrogenik adalah debu yang dapat menimbul fibrosis pada
sistem pernapasan. Contohnya adalah debu asbes, debu silika, dan batu
bara.
3) Debu Radioaktif
Debu rasioaktif adalah debu yang memiliki paparan radiasi alfa
dan beta. Contohnya bijih-bijih torium.
4) Debu Eksplosif
Debu eksplosif adalah debu yang pada suhu dan kondisi tertentu
mudah untuk meledak. Contohnya debu metal, batubara, dan debu
organik.
5) Debu Beracun
Debu beracun adalah debu yang memiliki racun terhadap organ
atau jaringan tubuh. Contohnya debu mercuri, nikel, timbal, dan lain-
lain.
6) Debu Inert
Debu inert adalah debu yang memiliki kandungan 10 µ yang hanya
tertahan di hidung.
7) Inhalable atau Irrespirable Dust
Inhalable dust adalah debu yang berukuran >10 µ yang hanya
tertahan di hidung.
8) Respirable Dust
Respirable dust adalah partikel debu yang berukuran yang
berukuran berukuran < 10 mikron yang dapat masuk ke dalam hidung
hingga ke dalam paru bagian dalam.

 Jenis-Jenis Gas
Adapun jenis-jenis gas adalah sebagai berikut:
1. Monoatomic gas (Gas Monoatomik)
Gas monoatomik seperti namanya merupakan gabungan dari dua
kata “mono” dan “atomik” yang berarti gas yang terdiri dari satu atom.
Sifat termodinamika gas monoatomik berbeda dari gas poliatomik
karena gas monoatomik tidak memiliki komponen daya rotasi dan
vibrasi pada suhu biasa. Contoh gas monoatomik seperti, Helium,
Neon, Argon, Krypton, Xenon, Radon, dan Oganesson.

2. Polyatomic gas (Gas Poliatomik)


Gas poliatomik seperti namanya berarti gas yang memiliki dua
atom atau lebih. Contohnya termasuk Hidrogen(H2), Oksigen(O2),
Nitrogen(N2), Sulfur Trioksida(SO3), Karbon Dioksida(CO2), dan lain-
lain. Gas-gas ini lebih reaktif daripada gas monoatomik yang sebagian
besar inert. Gas poliatomik dapat diklasifikasikan lebih lanjut ke dalam
berbagai jenis berdasarkan jumlah atom seperti Diatomik (Hidrogen
(H2), Nitrogen (N2), dan lain-lain), Triatomik (ozon (O3), karbon
dioksida (CO2), dan lain-lain) , Tetratomik (sulfur dioksida (SO3), gas
ammonia (NH3), dan lain-lain) dan seterusnya.

3. Elemental gas (Gas Elemental)


Gas elemental adalah kelompok molekul homonuklir yang stabil
pada suhu dan tekanan standar, yaitu kondisi standar yang dipakai
dalam pengukuran eksperimen (273 K atau 0°C). Unsur-unsur tertentu
stabil sebagai gas, seperti Nitrogen(N2), Oksigen (O2), dan Ozon (O3).
Dengan perubahan suhu atau tekanan, stabilitas gas dapat bervariasi.

4. Gas containing different elements (Gas Elemen Berbeda)


Sebagian besar gas mengandung atom dari berbagai unsur, seperti
karbon dioksida (CO2), uap air (H2O), sulfur oksida (SOx), nitrogen
oksida (NOx), dan lain-lain.

5. Inert gas
Gas inert adalah gas yang tidak mudah mengalami reaksi kimia,
dengan kata lain merupakan gas yang sangat stabil. Sebagian besar gas
inert adalah gas mulia dari Grup 18 tabel periodik (Bagan semua
elemen). Gas inert digunakan secara umum untuk menghindari reaksi
kimia yang tidak diinginkan. Mereka adalah gas yang tidak berwarna,
tidak berbau, tidak berasa, dan tidak mudah terbakar. Tetapi mengingat
istilah gas inert, mereka tidak selalu inert, mereka dapat dibuat bereaksi
dalam kondisi khusus. Contoh gas inert, yakni Helium, Neon, Argon,
Krypton, Xenon, dan Radon.

6. Toxic gas (Gas Beracun)


Gas beracun seperti namanya adalah gas yang beracun bagi
manusia. Gas-gas ini harus disimpan di bawah ventilasi terus menerus
baik di lemari asam atau lemari gas berventilasi. Toksisitas gas dapat
dinilai dengan melihat nilai LC50 (median lethal dose). Gas-gas ini
berbahaya bagi semua makhluk hidup pada umumnya. Menghirup gas
beracun dapat memengaruhi sistem saraf pusat, menyebabkan penyakit
parah, atau bahkan kematian. Gas beracun harus diberi label dengan
benar dan ditangani dengan konsentrasi yang tepat dan dengan
perawatan yang tepat. Contoh gas beracun, yakni Ammonia, Arsine,
Boron Trichloride, Boron Trifluoride, 1,3-Butadiene, Carbon
Monoxide, Chlorine gas, Hydrogen Fluoride, dan lain sebagainya.

7. Natural gas (Gas alamiah)


Gas alamiah juga dikenal sebagai bahan bakar fosil adalah
campuran gas hidrokarbon (sebagian besar terdiri dari alkana dan
metana dengan persentase kecil gas lainnya) yang terbentuk di bawah
permukaan bumi. Ini tidak berwarna dan tidak berbau dan merupakan
gas yang sangat mudah terbakar. Ini digunakan secara luas dalam
pembuatan plastik dan diperlukan untuk beragam produk kimia lainnya,
termasuk pupuk dan pewarna.
8. Biogas
Biogas adalah bahan bakar terbarukan yang dihasilkan oleh
penguraian bahan organik (materi yang mengandung hidrokarbon)
seperti kotoran manusia atau hewan. Ini adalah campuran gas, terutama
terdiri dari metana, karbon dioksida, dan hidrogen sulfida. Dapat
digunakan sebagai bahan bakar kendaraan, untuk memasak, dan untuk
pembangkit listrik. Ini adalah sumber daya terbarukan.

9. LPG (Liquefied Petroleum Gas)


LPG adalah bahan bakar gas cair yang terdiri atas campuran gas
hidrokarbon yang mudah terbakar dan merupakan gas minyak bumi
yang dicairkan. LPG digunakan sebagai bahan bakar gas untuk
keperluan memasak dan sebagai bahan bakar kendaraan. Saat ini juga
banyak digunakan sebagai propelan aerosol untuk menggantikan
klorofluorokarbon berbahaya untuk mengurangi kerusakan lapisan
ozon.

10. CNG (Compressed natural gas)


CNG terdiri dari metana (CH4), dikompresi menjadi kurang dari
1% volume. Ini adalah alternatif yang ramah lingkungan untuk bensin
dan mesin kendaraan CNG berfungsi serupa dengan mesin bensin. Itu
disimpan dan didistribusikan dalam wadah yang kompleks biasanya
dalam bentuk silinder atau bola. CNG tidak beracun dan tidak
mencemari air tanah, sehingga dianggap sebagai alternatif bahan bakar
yang lebih aman.

11. Real gas


Real gas adalah gas non-ideal yang berarti tidak mengikuti hukum
gas ideal. Istilah 'real gas' biasanya digunakan untuk memahami
perilaku gas sehubungan dengan efek kompresibilitas, kapasitas panas
spesifik variabel, efek termodinamika non-kesetimbangan, gaya van der
Waals, dll. Untuk sebagian besar kasus, perkiraan gas ideal dapat
digunakan sampai batas tertentu.

12. Ideal gas (Gas Ideal)


Gas ideal adalah jenis gas yang mengikuti persamaan gas ideal.
Gas ideal dapat dijelaskan dalam tiga parameter: volume yang
ditempati, tekanan (Gaya per satuan luas) yang diberikannya, dan
suhunya. Keuntungan terbesar yang kita peroleh dengan
memperlakukan gas nyata sebagai gas ideal adalah kita memiliki
persamaan keadaan sederhana dengan hanya satu konstanta.
NAB Pengukuran debu dan gas

Nilai ambang batas adalah standar faktor tempat kerja yang dapat diterima
tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan
dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau
40 jam seminggu
a. Debu
NAB debu total sesuai dengan regulasi Permenaker No. 05 Tahun
2018 tentang K3 Lingkungan Kerja yaitu 10 mg/m3. Sedangkan
untuk mendapatkan tingkat kenyamanan dalam ruang perkantoran
kandungan debu respirable (PM10) maksimal di dalam udara ruangan
dalam pengukuran rata rata 8 jam adalah sebagai berikut :

No Jenis Debu Konsentrasi Maksimal


1 Debu respirable (PM10) 0,15 mg/m3
2 Asbes bebas 0,1 serat/ml udara

b. Gas

Menurut Permenaker No.13 tahun 2011 nilai ambang batas (NAB)


karbon monoksida adalah 25 ppm, jika lebih dari nilai ambang batas
maka dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia. Batas
pemaparan karbon monoksida yang diperbolehkan oleh OSHA
(Occupational Safety and Health Administration) adalah 35 ppm
untuk waktu 8 jam/hari kerja, sedangkan yang diperbolehkan oleh
ACGIH TLV-TWV adalah 25 ppm untuk waktu 8 jam. Kadar yang
dianggap langsung berbahaya terhadap kehidupan atau kesehatan
adalah 1500 ppm (0,15%). Paparan dari 1000 ppm (0,1%) selama
beberapa menit dapat menyebabkan 50% kejenuhan dari karboksi
hemoglobin dan dapat berakibat fatal.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor


PER.13/MEN/X/2011 Tahun 2011 tentang nilai ambang batas faktor
fisika dan faktor kimia di tempat kerja menyatakan bahwa konsentrasi
H2S yang diperkenankan sebesar 1 ppm. Sedangkan nilai ambang
batas yang direkomendasikan bahwa pekerja tidak boleh terpapar
H2S untuk jangka waktu maksimal 15 menit adalah bila paparan
melebihi 20 PPM atau yang disebut dengan TLV – STEL (Threshold
Limit Value –S Term Exposure Limit ).

Sedangkan metana adalah gas yang tidak berwarna dan tidak


berbau. Sebagai gas, Metana hanya mudah terbakar bila
konsentrasinya mencapai 5-15% di udara. Metana terdapat pada
sampah-sampah organik setelah dilakukan perombakan oleh bakteri
sehingga dapat terurai di dalam tanah. Metana yang berbentuk cair
tidak akan terbakar kecuali diberi tekanan tinggi (4-5 atmosfer). Efek
akut dari terpapar oleh gas Metana adalah kekurangan oksigen, yaitu
< 16%. Masalah kesehatan akan timbul bila terpapar gas metana
dalam kosentrasi > 2700 ppm.
A. Alat Pengukuran debu dan gas
a. Debu
1) High Volume Air Sampler (HVAS)
Alat ini menghisap udara ambien dengan pompa berkecepatan
1,1 - 1,7 m³/menit, partikel debu berdiameter 0,1-10 mikron
akan masuk bersama aliran udara melewati saringan dan
terkumpul pada permukaan serat gelas. Alat ini dapat
digunakan untuk pengambilan contoh udara selama 24 jam,
dan bila kandungan partikel debu sangat tinggi maka waktu
pengukuran dapat dikurangi menjadi 6-8 jam.
2) Low Volume Air Sampler (LVAS)
Alat ini dapat menangkap debu dengan ukuran sesuai yang kita
inginkan dengan cara mengatur flow rate 20 liter/menit dapat
menangkap partikel berukuran 10 mikron. Dengan mengetahui
berat kertas saring sebelum dan sesudah pengukuran maka
kadar debu dapat dihitung.

3) Low Volume Dust Sampler (LVDS)


Alat ini mempunyai prinsip kerja dan metode yang sama
dengan alat Low Volume Air Sampler (LVAS)
4) Perrsonal Dust Sampler (PDS)
Alat ini biasa digunakan untuk menentukan Respiral Dust
(RD) di udara atau debu yang dapat lolos melalui filter bulu
hidung manusia selama bernafas. Untuk flow rate 2 liter/menit
dapat menangkap debu yang berukuran 10 mikron. Alat ini
biasanya digunakan pada lingkungan kerja dan dipasang pada

pinggang pekerja karena ukurannya yang sangat kecil.

b. Gas
1) Sensor gas jenis MQ-7
Sensor MQ-7 adalah sensor yang dapat mendeteksi gas
monoksida (CO) dengan sensitivitas yang tinggi.(9) Bentuk
fisiknya dapat dilihat pada gambar 1. Sensor MQ-7
merupakan sensor gas karbon monoksida (CO) yang
berfungsi untuk mengetahui konsentrasi gas karbon
monoksida (CO), dimana sensor ini salah satunya dipakai
dalam memantau gas karbon monoksida (CO). Sensor ini
mempunyai sensitivitas yang tinggi dan respon yang cepat.
Keluaran yang dihasilkan oleh sensor ini adalah berupa

sinyal analog, sensor ini juga membutuhkan tegangan direct


current (DC) sebesar 5V.

2) Sensor jenis MQ-4


MQ-4 memiliki kemampuan mendeteksi konsentrasi gas
metana (CH4) di udara. Sensor dapat digunakan untuk
mendeteksi gas yang mudah terbakar. Sensor ini
membutuhkan suplai daya sebesar 5V. Jangkauan
deteksinya terhadap natural gas/metana adalah 300 sampai
10000 ppm. Sensor MQ-4 dapat dilihat pada gambar
berikut ini.
3) Sensor gas jenis MQ-136
Sensor yang digunakan untuk mendekteksi keberadaan gas

Hidrogen Sulfida (H2S) adalah sensor MQ-136. Sensor gas


jenis MQ-136 bisa dilihat dalam Gambar 4. Sensor gas
jenis MQ-136 memiliki kesensitivitasan dalam mengenali
gas H2S. Sensor gas MQ-136 memiliki tingkat senitivitas
tinggi terhadap gas H2S dan juga dapat mengenali gas lain
yang mengandung sulfur. Ketika target H2S ada maka
konduktifitas sensor akan semakin tinggi sebanding dengan
meningkatnya konsentrasi gas.
DEBU

High Volume Air Sample

Prinsip kerja/cara kerja dari High Volume Air Sample yaitu udara yang memiliki
kandungan partikel debu dapat dihisap dan mengalir kedalam kertas filter dengan
menggunakan motor(pompa) dengan putaran kecepatan yang tinggi (1,1 - 1,7
mÑ/menit). Debu akan menempel pada media kertas filter yang akan diukur
konsentrasinya dengan cara menimbang kertas filter tersebut sebelum dan sesudah
sampling serta dapat mencatat flowrate dan waktu lamanya sampling sehingga
didapat konsentrasi debu tersebut. Jumlah pertikel yang terakumulasi pada
filterselama periode waktu tertentu dianalisis secara gravimetrik (SNI 7119-
3:2017)

1. Panaskan kertas saring pada suhu 105 oC, selama 30 menit.


2. Timbang kertas saring, dengan neraca analitik pada suhu 105 oC dengan
menggunakan vinset (Hati-hati jangan sampai banyak tersentuh tangan)
3. Pasangkan pada alat TSP, dengan membuka atap alat TSP. Kemudian
dipasangkan kembali atapnya.
4. Simpan alat HVS tersebut pada tempat yang sudah ditentukan sebelumnya
.
5. Operasikan alat dengan cara, menghiduo (pada posisi ”On” ) pompa hisap
dan mencatat angka flow ratenya (laju alir udaranya).
6. Matikan alat sampai batas waktu yang telah ditetapkan.
7. Ambil kertasnya, panaskan pada oven listrik pada suhu Timbang kertas
saringnya.
8. Hitung kadar TSPnya sebagai mg/NM3
9. Metoda penggunaan alat ini bisa juga dilakukam, terhadap pm 10 atau pun
dilanjutkan pada pengukuran parameter logam.
GAS

Sensor MQ-7

Sensor MQ-7 sensor gas yang digunakan dalam peralatan untuk mendeteksi gas
karbon monoksida (CO) dalam kehidupan sehari-hari, industri, atau mobil. Sensor
gas MQ7 ini mempunyai kelebihan sensitifitas yang tinggi terhadap karbon
monoksida (CO), stabil, dan usia pakai yang lama. keluaran dari sensor MQ7
berupa sinyal analog dan membutuhkan tegangan DC sebesar 5Volt. Sensor MQ7
mempunyai tingkat sensitifitas yang tinggi terhadap gas karbon monoksida.
Ketika sensor mendeteksi gas tersbut maka resistansi elektrik sensor akan
menurun. Didalam sensor memiliki suatu penyerap keramik yang berfungsi untuk
melindungi dari debu atau gas yang tidak diketaui. Heater pada sensor ini
berfungsi sebagai pemicu sensor untuk dapat mendeteksi target gas yang
diharapkan setelah diberikan tegangan 5 Volt.
DAMPAK DEBU DAN GAS MELEBIHI NAB BAGI PEKERJA

Dampak debu melebihi NAB


Paparan debu di tempat kerja dapat menyebabkan gangguan pernapasan
akut maupun kronis pada pekerja. Partikel debu di tempat kerja dapat
mengakibatkan gangguan pernapasan akut yang salah satunya adalah hasil
industri yaitu debu batu bara, semen, kapas, asbes, debu kayu, debu pada
penggilingan padi (debu organik) dan lain-lain. Berbagai faktor berpengaruh
terhadap timbulnya penyakit atau gangguan pada saluran napas akibat debu.
Faktor itu antara lain adalah faktor debu yang meliputi partikel, bentuk,
konsentrasi, sifat kimiawi serta lama paparan. Faktor individual yaitu seperti
mekanisme pertahanan paru, anatomi dan fisiologi dari saluran pernapasan. Kadar
debu yang melebihi Nilai Ambang Batas akan menimbulkan gangguan kesehatan
seperti gangguan pernapasan yang nantinya dapat menjadi penyakit ISPA (Infeksi
Saluran Penapasan Akut). Konsentrasi polutan pada lingkungan yang tinggi dapat
merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya
penyakit ISPA.

Dampak gas melebihi NAB


Dampak Pengaruh Gas yang melebihi NAB terhadap manusia sangatlah
berbahaya, meskipun gas tidak mengakibatkan iritasi dan tidak berbahaya. Gas
akan terasa pedih jika mengenai mata, hidung, saluran napas, dan jantung. Organ
tubuh yang paling peka terhadap paparan pencemaran gas adalah organ paru-paru.
Kemudian Paru-paru yang telah terkontaminasi akan mengalami pembekakan
yang akan membuat penderita mengalami kesulitan dalam bernafas yang apabila
tidak ditangani dengan tepat pada akhirnya dapat mengakibatkan resiko kematian
pada penderita. efek yang terjadi tergantung dengan dosis serta lamanya waktu
paparan yang diterima oleh individu tersebut. Selain itu gas yang melebihi NAB
dapat mengakibatkan iritasi pada organ pernafasan dan paruparu. sedangkan gas
yang larut didalam air dengan waktu yang singkat dapat mengakibatkan iritasi
pada membran mukosa. dimana Iritasi dapat mengakibatkan kerusakan pada
integritas epitel yang menjadi barier pertahanan saluran pernapasan.

Hirarki of control
Metode HIRARC didefinisikan sebagai proses identifikasi bahaya pada
kegiatan rutin ataupun non rutin yang sselanjutnya dinilai sesuai dengan
bahaya yang teridentifikasi untuk selanjutnya diketahui tingkat risiko sehingga
dapat dilakukan pengendalian.

1. Eliminasi (penghilangan)
Langkah pencegahan kecelakaan kerja paling efektif dilakukan
dengan mengeliminasi benda yang berisiko menimbulkan bahaya tersebut,
dengan menghilangkan sumber bahaya maka jelas risiko kecelakan
menjadi nyaris tidak ada. Oleh karena itu, langkah ini merupakan langkah
paling efektif mengontrol bahaya ditempat kerja. Contoh kegiatan yang
dilakukan pada langkah ini misalnya, di suatu area kerja
terdapat hazard bising yang bersumber dari speaker di suatu ruang kerja,
setelah dikaji dan ditimbang sepertinya speaker ini tidak memiliki fungsi
terlalu signifikan dalam proses kerja disini, maka speaker ini dapat di
eliminasi saja dari ruang kerja dan tidak digunakan lagi. Maka
sumber hazard sudah terkendali.
2. Substitusi (pergantian)
Namun apabila ternyata sumber hazard tersebut merupakan
bahan /alat kerja utama yang digunakan dalam pekerjaan dan tidak dapat
dihilangkan begitu saja, maka ada langkah pengendalian berikutnya yang
dapat dilakukan, yaitu mengganti si sumber bahaya dengan bahan/alat lain
yang fungsinya sama atau mendekati tetapi less risk. Seperti penggunaan
atap dari asbes, yang sekarang penggunaannya sudah dilarang karena
risiko kesehatan penggunaan asbes sangat berbahaya, sehingga banyak
diganti dengan atap yang terbuat dari genteng tanah liat yang juga dapat
menyerap panas, genteng keramik, kaca, dsb.
3. Enginering Control (perancangan / modifikasi / pengendalian tekhnikal)
Langkah pencegahan ketiga ini adalah langkah yang paling sering
dilakukan ditempat kerja, karena kita dapat meminimalisir bahaya yang
ditimbulkan alat kerja, namun tidak perlu menghilangkan atau
menggantikannya dengan alat kerja lain melainkan hanya menambahkan
beberapa alat lain sebagai penghalang agar sumber hazard tidak memajan
pekerja. Atau mudahnya, enginering control adalah pengendalian bahaya
dengan melakukan modifikasi pada faktor lingkungan kerja selain
pekerja. Contoh pemasangan peredam pada mesin yang menjadi sumber
bising, menginstalasi sistem ventilasi yang baik, memodifikasi alat kerja
menjadi lebih mudah digunakan, memasang teralis pembatas pada benda-
benda bergerak, dsb
4. Administrative Control (pengendalian administrasi / peringatan / warning
system)
Langkah ketiga akan sangat efektif apabila dilakukan bersamaan
dengan langkah ke empat, yaitu langkah administratif. Pada langkah ini
pengendalian lebih banyak dilakukan dengan memodifikasi cara interaksi
pekerja dengan lingkungan kerjanya dimana tujuannya agar si-pekerja
dapat lebih waspada, hati-hati, dan juga pihak pemberi kerja juga perlu
membekali pekerja dengan menambah pengetahuan pekerja tentang
keselamatan dan kesehatan di bagian tempat kerja masing-masing.
Langkah yang dilakukan diantaranya dengan memberikan petunjuk-
petunjuk, tanda, label, spanduk ajakan keselamatan kerja, memberikan
SOP kerja, memberikan pekerja pelatihan rutin, mengatur jadwal dan shift
kerja, serta pengawasan dan evaluasi dari atas sangat mempengaruhi
langkah pengendalian ini berjalan dengan baik.

5. PPE (personal protective equipment / APD / alat pelindung diri)


APD merupakan langkah pencegahan paling terakhir, dimana
artinya pencegahan menggunakan APD ini adalah pencegahan yang paling
kurang efektif dibanding 4 langkah sebelumnya. Namun apabila 4 langkah
diatas memang tidak bisa dijalankan, atau telah dilakukan namun belum
mengontrol risiko keselamatan dan kesehatan kerja secara sempurna, maka
menambahkan prevention penggunaan APD akan jauh lebih baik, namun
jangan menjadikan APD satu-satunya jalan atau menjadi langkah utama
untuk mencegah risiko K3. Pengendalian bahaya dengan menggunakan
APD tersebut adalah pengendalian bahaya dengan cara memberikan alat
perlindungan tambahan pada diri pekerja yang digunakan saat bekerja dan
juga saat berada di area kerja (walaupun hanya untuk tujuan memantau
bawahan). Contoh APD misalnya penggunaan earplug, masker, kacamata
pelindung, sepatu safety, helem safety, vest, glove, dsb
Kesimpulan :

Lingkungan kerja terdiri atas berbagai macam potensi bahaya, salah


satunya adalah kadar debu dan gas. Debu merupakan salah satu polutan udara
yang memiliki tingkat toksisitas yang tinggi dan sangat berperan terhadap
rusaknya udara ambient. Debu dibagi berdasarkan jenis, yakni debu organik yang
terdiri atas debu alamiah (fosil, bakteri, jamur, virus, sayuran, dan binatang) dan
debu sintesis (plastik dan reagen), debu anorganik yang terdiri atas silika bebas,
silika, dan metal. Selain itu jenis debu juga dapat terbagi atas debu karsinogenik,
debu fibrogenik, debu radioaktif, debu eksplosif, debu beracun, debu inert,
Inhalable/Irrespirable dust, dan respirable dust. NAB debu total sesuai dengan
regulasi Permenaker No. 05 Tahun 2018 tentang K3 Lingkungan Kerja yaitu 10
mg/m3. Alat pengukuran kadar debu, yakni High Volume Air Sampler (HVAS),
Low Volume Air Sampler (LVAS), Low Volume Dust Sampler (LVDS), dan
Personal Dust Sampler (PDS). Penulis menjabarkan prinsip kerja salah satu
diantaranya, yaitu HVAS. Prinsip kerja/cara kerja dari HVAS, yaitu udara yang
memiliki kandungan partikel debu dapat dihisap dan mengalir kedalam kertas
filter dengan menggunakan motor (pompa) dengan putaran kecepatan yang tinggi
(1,1 - 1,7 mÑ/menit). Paparan debu di tempat kerja dapat menyebabkan gangguan
pernapasan akut maupun kronis pada pekerja.

Gas adalah fase wujud suatu benda atau keadaan materi yang terdiri dari
partikel-partikel yang tidak memiliki volume atau bentuk yang pasti. Gas dibagi
menjadi jenis gas monoatomik, gas polyatomic, gas elemental, gas elemen
berbeda, gas inert, gas beracun, gas alamiah, biogas, LPG, CNG, Real gas, dan
gas ideal. Menurut Permenaker No.13 tahun 2011 Nilai Ambang Batas (NAB)
karbon monoksida adalah 25 ppm, jika lebih dari nilai ambang batas maka dapat
menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia. Alat pengukuran kadar gas,
yakni sensor gas jenis MQ-7, sensor jenis MQ-4, dan sensor MQ-136. Penulis
menjabarkan prinsip kerja/cara kerja dari sensor MQ-7 yang digunakan dalam
peralatan untuk mendeteksi gas karbon monoksida (CO) dalam kehidupan sehari-
hari, industri, atau mobil. Kadar gas yang melebihi NAB dapat mengakibatkan
iritasi, khususnya pada organ pernapasan dan paru-paru.

Kadar debu dan gas di tempat kerja yang melebihi NAB dapat dicegah
dengan Metode HIRARC, yang didefinisikan sebagai proses identifikasi bahaya
dan dinilai sesuai dengan bahaya yang teridentifikasi untuk selanjutnya diketahui
tingkat risiko, sehingga dapat dilakukan pengendalian. Metode HIRARC terdiri
atas eliminasi, substitusi, modifikasi atau rekayasa teknik, pengendalian
administrasi, dan pemakaian Alat Pelindung Diri.
Referensi :

Helmy, R. (2019). Hubungan Paparan Debu dan Karakteristik Individu dengan


Status Faal Paru Pedagang di Sekitar Kawasan Industri Gresik. Jurnal
Kesehatan Lingkungan, 11(2), 132-140.

Hutchinson, J. S. (2017). Concept development studies in chemistry 2013. Florida:


Orange Grove Texts Plus.

Lathoiful, M., & Jufriyanto, M. (2022). Analisis Risiko Kesehatan Dan


Keselamatan Kerja (K3) Pada Proses Pemasangan Jaringan Internet Ftth
(Fiber To The Home) Dengan Metode Hirarc (Hazard Identification, Risk
Assessment, And Risk Control) Studi Kasus Di Pt. Jinde Grup
Indonesia. Jurnal Teknovasi, 9(01), 45-56.

Manurung, M. B., Darmawan, D., & Iskandar, R. F. (2018). Perancangan Alat


Ukur Kadar Karbon Monoksida (CO) Pada Kendaraan Berbasis Sensor
MQ7. eProceedings of Engineering, 5(2).

Maradjabessy, F. A., Yuniarti, Y., & Adji, H. W. (2021). Scoping Review: Efek
Debu terhadap Fungsi Paru Pekerja. Jurnal Integrasi Kesehatan dan
Sains, 3(1), 80-85.

Mengkidi, D. 2006. Gangguan Fungsi Paru dan Faktor-Faktor yang


Mempengaruhinya pada Karyawan PT Semen Tonasa Pangkap Sulawesi
Selatan. Semarang: Universitas Diponegoro.

Puspita, Wilda Prima. 2013. Teknik sampling kualitas udara. Diakses pada 25
Februari 2023.

Rosa, A. A., Simon, B. A., & Lieanto, K. S. (2020). Sistem Pendeteksi


Pencemaran Udara Portabel Menggunakan Sensor MQ-7 dan MQ-
135. Ultima Computing: Jurnal Sistem Komputer, 12(1), 23-28.

ROYVALDI, D. A. B. (2022). Analisis Kadar Gas Sulfur Dioksida (So2) Dan


Nitrogen Dioksida (No2) Terhadap Faktor Lingkungan Di Tpa Piyungan,
Bantul, DI Yogyakarta.
Subarkah, M., Triyantoro, B., & Khomsatun, K. (2018). Hubungan paparan debu
dan masa kerja dengan keluhan pernafasan pada tenaga kerja cv. Jiyo’g
konveksi desa notog kecamatan patikraja kabupaten banyumas tahun
2017. Buletin Keslingmas, 37(3), 270-282.

Suma’mur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES). Jakarta


: Sagung Seto

Sunaryo. M., Rhomadhoni. M.N. (2021). Analisis Kadar Debu Respirabel


Terhadap Keluhan Kesehatan Pada Pekerja. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Khatulistiwa. Vol 8 (2). Hal 63-71.

Yulinawati, H., Zulaiha, S., Pristianty, R., & Siami, L. (2019, August). Kontribusi
Metropolitan terhadap Polutan Udara Berbahaya Timbal dan Merkuri dari
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (Batu Bara). In Seminar Nasional
Pembangunan Wilayah dan Kota Berkelanjutan (Vol. 1, No. 1).

Syarifuddin dan Muzir, 2015. Analisis Penentuan Pola Kebisingan Berdasarkan


Nilai Ambang Batas (NAB) Pada Power Plant Di PT Arun NGL. MIER
Journal 4(1), pp. 36-41. Pada link
http://journal.unimal.ac.id/miej/article/view/44. Diakses pada 25 Februari
2022.

Rizki,H., Azhar, dan Kamal, M., 2017.Rancang Bangun Alat Pengukuran Kadar
Gas Berbahaya Untuk Galian Tambang Berbasis Wireless. JURNAL
ELEKTRO 1(1),pp. 9-16. Pada link
http://e-jurnal.pnl.ac.id/TEKTRO/article/view/1416. Diakses pada 25
Februari 2022.

Nebath, E., dkk., 2014. Rancang Bangun Alat Pengukur Gas Berbahaya CO Dan
CO2 di Lingkungan Industri. E-Journal Teknik Elektro dan Komputer,pp.
65-72..
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/elekdankom/article/view/6012.
Diakses pada 25 Februari 2022.
Permenaker No. 5 Tahun 2018. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan
Kerja. https://jdih.kemnaker.go.id/data_puu/Permen_5_2018.pdf; 2018.
Diakses pada 25 Februari 2022.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor


Per.13/Men/X/2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Dan
Faktor Kimia Di Tempat Kerja.
https://ppid.sumbarprov.go.id/home/details/5381-peraturan-menteri-
tenaga-kerja-dan-transmigrasi-republik-indonesia-nomor-per-13-men-x-
2011-tentang-n.html#:~:text=Dasar%20Hukum-,PERATURAN
%20MENTERI%20TENAGA%20KERJA%20DAN
%20TRANSMIGRASI%20REPUBLIK%20INDONESIA%20NOMOR
%20PER,FAKTOR%20KIMIA%20DI%20TEMPAT%20KERJA

Wardana, J.A.P.,2018. Perancangan Sistem Pengukuran Gas Beracun (Gas


Karbon Monoksida (Co) Dan Gas Metana (Ch4)) Untuk Menggali Sumur
Menggunakan Mikrokontroler Dimonitor Secara WIFI.

Anda mungkin juga menyukai