AYAM TERISTIMEWA
(Ayo Ajak Masyarakat Tetap Rileks, Senyum dan
Berfikir Positif Menuju Sehat Jiwa)
Kumpulan Materi Pendidikan
Kesehatan Jiwa
2021
Judul
AYAM TERISTIMEWA
(Ayo Ajak Masyarakat Tetap Rileks, Senyum dan Berfikir
Positif Menuju Sehat Jiwa)
Kumpulan Materi Pendidikan Kesehatan
Jiwa
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR …………………………………………..
DAFTAR ISI …………………………………………………….
PERSEMBAHAN ……………………………………………….
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………….
Bab 1. PENDAHULUAN
Bab 2. PENDIDIKAN KESEHATAN PENYALAH
GUNAAN ZAT ……………………………………..
Bab 3. PENDIDIKAN KESEHATAN KECEMASAN …..
Bab 4. PENDIDIKAN KESEHATAN GANGGUAN
CITRA TUBUH …………………………………….
Bab 5. PENDIDIKAN KESEHATAN KEHILANGAN
DAN BERDUKA …………………………………...
Bab 6. PENDIDIKAN KESEHATAN HARGA DIRI
RENDAH ……………………………………………
Bab 7. PENDIDIKAN KESEHATAN ISOLASI SOSIAL
MENARIK DIRI …………………………………...
Bab 8. PENDIDIKAN KESEHATAN HALUSINASI ……
Bab 9. PENDIDIKAN KESEHATAN PERILAKU
KEKERASAN ………………………………………
Bab 10. PENDIDIKAN KESEHATAN DEFICIT
PERAWATAN DIRI ………………………………
Bab 11. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA •
LAMPIRAN •
PERSEMBAHAN
“ Makin awal kamu memulai sebuah pekerjaan, maka akan makin awal pula
kamu melihat hasil.” (Anonim)
PENDAHULUAN
Sumber koping
Individu sangat membutuhkan kemampuan untuk terbebas dari
penyalahgunaan zat yaitu: kemampuan individu untuk melakukan
komunikasi yang efektif, ketrampilan menerapkan sikap asertif dalam
kehidupan sehari-hari, perlunya dukungan sosial yang kuat, pemberian
alternatif kegiatan yang menyenangkan, ketrampilan melakukan teknik
mengurangi stress, ketrampilan kerja dan motivasi untuk mengubah
perilaku.
Bila hal ini dilakukan, koping (pertahanan diri) individu terhadap
penyalah gunaan zat ini makin kuat sehingga sedikitpun tidak akan
tergoda dengan penyalah gunaan zat.
Mekanisme koping.
Individu dengan penyalahgunaan zat seringkali mengalami
kegagalan dalam mengatasi masalah. sehingga individu tidak mampu
mengembangkan perilaku adaptif. perilaku adaptif adalah
kemampuan seseorang untuk mampu menyesuaikan diri dengan norma
atau standar yang berlaku di lingkungannya. Tidak semua orang mampu
berperilaku secara adaptif karena perilaku adaptif dipengaruhi oleh
lingkungan, intelegensi, kecerdasan emosi dan dukungan sosial. Oleh
karena itu penting bagi keluarga dan juga orang terdekat untuk terus
memberikan dukungan karena bagaimanapun individu tersebut bagian
dari keluarga. Sebaliknya bila keluarga tidak mensupport atau
mendukung ketika individu tersebut terpuruk karena penyalah gunaan
zat maka pelariannya pada orang – orang yang dahulu
menjerumuskannya.
Pengertian Cemas
Rasa cemas atau anxiety adalah hal yang normal dirasakan ketika
seseorang menghadapi situasi atau mendengar berita yang
menimbulkan rasa takut atau khawatir. Namun, anxiety perlu
diwaspadai jika muncul tanpa sebab atau sulit dikendalikan, karena bisa
jadi hal tersebut disebabkan oleh gangguan kecemasan.
Gangguan kecemasan dan anxiety tidaklah sama. Rasa cemas
terbilang normal apabila masih terkendali dan hilang setelah faktor
pemicu munculnya rasa cemas teratasi. Namun, jika perasaan cemas
menetap atau memburuk hingga akhirnya mengganggu aktivitas sehari-
hari, kondisi tersebut dapat dikatakan sebagai gangguan kecemasan
(anxiety disorder).
Tahukah anda, ternyata Cemas itu ada yang Normal dan yang
Berbahaya
Cemas atau anxiety tidak selalu buruk. Intinya yang penting fikiran
kita, dengan pikiran positif, rasa cemas yang muncul dapat dijadikan
motivasi atau dorongan untuk dapat mengatasi tantangan atau situasi
tertentu. Sebagai contoh, saat akan ujian atau wawancara kerja, rasa
cemas mungkin bisa membuat Anda termotivasi untuk belajar atau
mempersiapkan wawancara kerja dengan sebaik-baiknya.
Hal yang perlu diwaspadai adalah ketika rasa cemas tetap muncul
meski faktor pemicunya sudah hilang atau perasaan cemas muncul
tanpa alasan jelas dan mengganggu aktivitas. Dalam hal ini, Anda patut
mencurigai adanya gangguan kecemasan.
Masing-masing individu dapat merasakan gejala yang berbeda,
tergantung jenis gangguan kecemasan yang dideritanya. Untuk
menentukan apakah anxiety yang muncul terbilang normal atau
disebabkan oleh gangguan mental, perlu dilakukan pemeriksaan oleh
psikolog atau psikiater.
2. Fobia
Fobia merupakan jenis gangguan anxiety yang membuat individu
memiliki rasa takut yang berlebihan dan cenderung tidak rasional
terhadap suatu benda, binatang, atau situasi tertentu yang tidak
menimbulkan rasa takut pada kebanyakan orang.
Orang yang memiliki fobia bisa mengalami serangan panik atau
rasa takut yang hebat ketika melihat suatu benda atau berada di tempat
yang menjadi pemicu fobia, misalnya laba-laba, darah, berada di tengah
keramaian, tempat yang gelap, tempat tinggi, atau ruangan tertutup.
Oleh karena itu, individu fobia biasanya akan melakukan segala
upaya untuk menjauhkan dirinya dari hal atau situasi yang ia takuti.
5. Gangguan panik
Anxiety dan serangan panik akibat gangguan ini dapat muncul
kapan saja dan terjadi secara tiba-tiba atau berulang. Ketika gejala panik
muncul, individu gangguan panik biasanya dapat merasakan sejumlah
gejala lain, seperti berdebar-debar, berkeringat dingin, pusing, sesak
napas, serta tubuh gemetar dan terasa lemas.
Orang dengan gangguan panik tidak dapat memprediksi kapan
gangguan tersebut akan muncul atau apa pemicunya. Oleh karena itu,
tak sedikit individu gangguan panik yang menjauhkan diri dari
lingkungan sosial karena takut serangan paniknya kambuh di tempat
umum.
2. Pandangan Iterpersonal
Kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap penerimaan
dan penolakan interpersonal. Kecemasan berhubungan dengan
kejadian trauma, seperti perpisahan dan kehilangan dari
lingkungan maupun orang yang berarti bagi individu. Individu
dengan harga diri rendah sangat mudah mengalami
perkembangan kecemasan yang berat.
3. Pandangan Perilaku
Kecemasan merupakan produk frustasi, yaitu segala sesuatu
yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Pakar perilaku menganggap kecemasan sebagai
dorongan belajar dari dalam diri untuk menghindari kepedihan.
Individu yang sejak kecil terbiasa menghadapi ketakutan yang
berlebihan, lebih sering menunjukan kecemasan dalam kehidupan
selanjutnya dibandingkan dengan individu yang jarang
menghadapi ketakutan dalam kehidupannya.
Sumber Koping
Dalam menghadapi kecemasan, individu akan memanfaatkan dan
menggunakan berbagai sumber koping dilingkungan. Sumber koping
antara individu yang satu dengan yang lainnya berbeda. Sekarang anda
cari dalam Modul literatur atau jurnal sumber koping yang dapat
digunakan seseorang yang mengalami kecemasan.
Mekanisme Koping
Pada individu yang mengalami kecemasan yang sedang dan berat,
mekanisme koping yang digunakan terbagi atas dua jenis mekanisme
koping, yaitu:
Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari dan
berorientasi pada tindakan realistik yang bertujuan untuk menurunkan
situasi stres, misalnya:
▪ Perilaku menyerang (agresif). Digunakan individu untuk mengatasi
rintangan agar terpenuhinya kebutuhan.
▪ Perilaku menarik diri. Dipergunakan untuk menghilangkan sumber
ancaman baik secara fisik maupun secara psikologis.
▪ Perilaku kompromi. Dipergunakan untuk mengubah tujuan-tujuan
yang akan dilakukan atau mengorbankan kebutuhan personal untuk
mencapai tujuan.
Mekanisme Pertahan Ego, bertujuan untuk membantu mengatasi
kecemasan ringan dan sedang. Mekanisme ini berlangsung secara tidak
sadar, melibatkan penipuan diri, distorsi realitas dan bersifat
maladaptif. Mekanisme pertahanan ego yang digunakan adalah:
▪ Kompensasi: dimana seseorang memperbaiki penurunan citra diri
dengan secara tegas menonjolkan keistimewaan/kelebihan yang
dimilikinya.
▪ Penyangkalan (Denial): Menyatakan ketidaksetujuan terhadap
realitas dengan mengingkari realitas tersebut. Mekanisme
pertahanan ini paling sederhana dan primitif.
▪ Pemindahan (Displacement): penggalihan emosi yang semula
ditujukan pada seseorang/benda tertentu yang biasanya netral atau
kurang mengancam terhadap dirinya.
▪ Disosiasi: pemisahan dari setiap proses mental atau perilaku dari
kesadaran atau identitasnya.
▪ Identifikasi (Identification): proses dimana seseorang mencoba
menjadi orang yang ia kagumi dengan mengambil/menirukan
pikiran,perilaku dan selera orang tersebut.
▪ Intelektualisasi (Intelectualization): penggunaan logika dan alasan
yang berlebihan untuk menghindari pengalaman yang mengganggu
perasaannya.
▪ Intrijeksi (Intrijection): mengikuti norma-norma dari luar, sehingga
ego tidak lagi terganggu oleh ancaman dari luar (pembentukan
superego).
▪ Fiksasi: berhenti pada tingkat perkembangan salah satu aspek
tertentu (emosi atau tingkah laku atau pikiran),sehingga
perkembangan selanjutnya terhalang.
▪ Proyeksi: pengalihan buah fikiran atau impuls pada diri sendiri
kepada orang lain terutama keinginan. Perasaan emosional dan
motivasi tidak dapat ditoleransi.
▪ Rasionalisasi: memberi keterangan bahwa sikap/tingkah lakunya
menurut alasan yang seolah-olah rasional,sehingga tidak
menjatuhkan harga diri.
▪ Reaksi formasi: bertingkah laku yang berlebihan yang langsung
bertentangan dengan keinginan-keinginan,perasaan yng sebenarnya.
▪ Regresi: kembali ketingkat perkembanagan terdahulu (tingkah laku
yang primitif), contoh: bila keinginan terlambat menjadi marah,
merusak,melempar barang, meraung, dan sebagainya.
▪ Represi: secara tidak sadar mengesampingkan pikiran, impils, atau
ingatan yang menyakitkan atau bertentangan, merupakan pertahanan
ego yang primer yang cenderung diperkuat oleh mekanisme ego
yang lainnya.
▪ Acting Out: langsung mencetuskan perasaan bila keinginannya
terhalang.
▪ Sublimasi: penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia, artinya
dimana masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami halangan
dalam penyalurannya secara normal.
▪ Supresi: suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme
pertahanan, tetapi sebetulnya merupakan analog represi yang
disadari; pengesampingan yang disengaja tentang suatu bahan dari
kesadaran seseorang, kadangkadang dapat mengarah pada represif
berikutnya.
▪ Undoing: tindakan/perilaku atau komunikasi yang menghapuskan
sebagian dari tindakan/perilaku atau komunikasi sebelumnya
merupakan mekanisme pertahanan primitif
Tata Laksana
▪ Bina hubungan saling percaya, dengan saling percaya maka akan
mudah melakukan komunikasi
▪ Bantu individu tersebut mengenal kecemasan. Bisa menggunakan
leaflet/lembar balik untuk memberikan pendidikan kesehatan kepada
individu yang mengalami kecemasan. Buatlah leaflet/lembar balik
semenarik dan sekomunikatif mungkin, sehingga tujuan anda untuk
mengenalkan kecemasan kepada individu tercapai.
▪ Ajarkan berbagai teknik relaksasi dan distraksi, seperti: Teknik
Nafas Dalam, Teknik Relaksasi Otot Progresif, dan Teknik Hipnotis
5 Jari.
Pengertian
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu tindakan dengan
menghembuskan nafas secara perlahan, Selain dapat menurunkan
intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan
ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah, sehingga juga dapat
menurunkan tingkat kecemasan.
Tujuan
Tujuan teknik relaksasi nafas dalam adalah: untuk mengurangi
stres baik stres fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas
nyeri dan menurunkan cemas.
Tujuan:
▪ Menurunkan ketegangan otot,
▪ Menurunkn kecemasan,
▪ Mengurangi nyeri leher dan punggung,
▪ Menurunkan tekanan darah tinggi, frekuensi jantung dan laju
metabolik.
▪ Mengurangi distritmia jantung, kebutuhan oksigen;
▪ Meningkatkan rasa kebugaran, konsentrasi stress
▪ Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasme otot,
fobia ringan, gagap ringan, dan
▪ Membangun emosi positif.
Prosedur Latihan Relaksasi Otot Progresif
Lakukan latihan bersama teman sebelum anda memberikan latihan
ini kepada individu. Ada 15 langkah dalam prosedur Teknik Relaksasi
Otot Progresif. Pada modul ini, anda akan diberikan contoh untuk setiap
langkahnya. Selamat berlatih dan berikut ini dalah uraiannya:
▪ Identifikasi tingkat cemas
▪ Kaji kesiapan individu dan, perasaan individu
▪ Siapkan ruang yang sejuk, tidak gaduh dan alami
▪ Siapkan tempat tidur atau kursi yang dapat menopang bahu individu
▪ Jelaskan kembali tujuan terapi dan prosedur yang akan dilakukan:
▪ Individu berbaring atau duduk bersandar (ada sandaran untuk kaki
dan bahu)
▪ Lakukan latihan nafas dalam dengan menarik nafas melalui hidung
dan dihembuskan melalui mulut
▪ Bersama individu mengidentifikasi (individu dianjurkan dan
dibimbing untuk mengidentifikasi) daerah-daerah otot yang sering
tegang misalnya dahi, tengkuk, leher, bahu, pinggang, lengan, dan
betis
▪ Bimbing individu untuk mengencangkan otot tersebur selama 5-
7detik kemudian bimbing individu untuk merelaksasikan otot 20-30
detik.
▪ Kencangkan dahi (kerutkan dahi keatas) selama 5-7detik, kemudian
relakskan 20-30 detik. individu disuruh merasakan rileksnya.
▪ Kencangkan bahu, tarik keatas selama 5-7 detik, kemudian rilekskan
20-30 detik. Individu diminta merasakan rileksnya dan rasakan
aliran darah mengalir secara lancar.
▪ Kepalkan telapak tangan dan kencangkan otot bisep selama 5-7
detik, kemudian rilakskan 20-30 detik. individu disuruh merasakan
rileksnya dan rasakan aliran darah mengalir secara lancar
▪ Kencangkan betis, ibu jari tarik kebelakang bisep selama 5- 7 detik,
kemudian relakskan 20-30 detik. Minta individu untuk merasakan
rileksnya dan rasakan aliran darah yang mengalir secara lancar.
Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang mempengaruhi gambaran diri, adalah
munculnya stresor yang dapat mengganggu integritas gambaran diri.
Stresor dapat berupa:
▪ Operasi: Mastektomi, amputasi, luka operasi yang semuanya
mengubah gambaran diri. Demikian pula tindakan koreksi seperti
operasi palstik atau protesa.
▪ Kegagalan fungsi tubuh: hemiplegi, buta, tuli dapat mengakibatkan
depresionalisasi, yaitu tidak mengakui atau asing terhadap bagian
tubuh, sering berkaitan dengan fungsi syaraf.
▪ Waham yang berkaitan dengan bentuk dan fungsi tubuh.Sering
terjadi pada individu gangguan jiwa. Individu mempersiapkan
penampilan dan pergerakan tubuh sangat berbedah dengan
kenyataan.
▪ Tergantung pada mesin.Individuintensivicare yang memandang
imobilisasi sebagai tantangan, akibatnya sukar mendapatkan
informasi umpan balik. Pengunaan alat-alat intensivicare dianggap
sebagai gangguan.
Faktor Presipitasi
1. Transisi peran sehat-sakit. Pergeseran dari keadaan sekit. Stressor
pada tubuh dapat menyebabkan gangguan gambaran diri dan
beraakibat perubahan konsep diri. Perubahan tubuh dapat
mempengaruhi semua komponen konsep diri. Transisi ini mungkin
dicetuskan oleh:
▪ Kehilangan bagian tubuh
▪ Perubahan ukuran, bentuk, penampilan dan fungsi tubuh
▪ Perubahan fisik berhubungan dengan tumbuh kembang normal
▪ Prosedur medis dan
2. Transisi perkembanagan. Adanya perubahan tubuh yang berkaitan
dengan tumbuh kembang, dimana seseorang akan merasakan
perubahan pada dirinya sering dengan bertambahnya usia. Tidak
jarang seseorang menanggapinya dengan respon negatif dan positif.
Ketidak puasan juga dirasakan seseorang jika didapat perubahan
tubuh yang tidak ideal.
Penilaian Terhadap Stressor
Seorang dengan gangguan citra tubuh memiliki penilaian sendiri
terhadap stressor atau masalah/perubahan tubuhnya yang menyebabkan
penurunan kepercayaan diri. Wajah tampak tegang, menghindari
kontak mata, dahi berkerut, mimik nampak serius, bicara berat, sukar
untuk senyum dan tertawa juga ditunjukkan individu dengan Gangguan
Citra Tubuh.
Sumber Kooping
▪ Aktivitas olahrga dan aktivitas lain diluar rumah
▪ Hobi dan kerajinan tanagn
▪ Seni yang ekspresif
▪ Kesehatan dan diri
▪ Pekerjaan, vokasi atau posisi
▪ Bakat tertentu
▪ Kecerdasan
▪ Imaginasi dan Kreativitas
▪ Hubungan interpersonal
Pertahan Ego
Pertahan ego yang digunakan pada individu dengan gangguan
citra tubuh adalah:
▪ Fantasi adalah kemampuan menggunakan tanggapan-tanggapan
yang sudah ada (dimiliki)untuk menciptakan tanggapan baru.
▪ Disosiasi merupakan respon individu yang tidak sesuai dengan
stimulus yang ada.
▪ Isolasi cara individu menghindarkan diri dari interaksi dengan
lingkungan luar.
▪ Proyeksi merupakan cara individu menghindari diri dari kelemahan
dan kekuranagn dalam diri sendriri dengan melontorkannya pada
orang lain.
▪ Displacement adalah pengalihan dengan mengeluarkan perasaan-
perasaan yang tertekan pada orang yang kurang mengancam dan
kurang menimbulkan reaksi emosi.
A. Kehilangan (Loss)
Pengertian Kehilangan
Kehilangan (Loss) adalah perasaan kehilangan yang
disebabkan karena suatu situasi baik aktual maupun potensial yang
dapat dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, baik sebagian atau keseluruhan (Hidayat, 2012).
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh
setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu
sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya
kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Jenis-Jenis Kehilangan
Terdapat 5 jenis kehilangan, yaitu:
▪ Kehilangan seseorang yang dicintai, dan sangat bermakna atau
orang yang berarti merupakan salah satu jenis kehilangan yang
paling mengganggu dari tipe – tipe kehilangan. Kematian orang
yang dicintai dan bermakna dalam kehidupan individu akan
menimbulkan kehilangan bagi orang yang mencintainya. Hal ini
dikarenakan hilangnya keintiman, intensitas dan ketergantungan
serta ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami /
istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar
biasa dan tidak dapat ditutupi.
▪ Kehilangan pada diri sendiri (loss of self) adalah kehilangan diri
atau anggapan tentang mental seseorang, meliputi kehilangan
perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kehilangan
kemampuan fisik dan mental, serta kehilangan akan peran
dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari askpek diri
mungkin sementara atau menetap, sebagian atau seluruhnya.
Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang, misalnya
kehilangan pendengaran, ingatan usia muda, fungsi tubuh.
▪ Kehilangan objek eksternal, misalnya kehilangan benda milik
sendiri atau bersama – sama, perhiasan, uang atau pekerjaan.
Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda
yang hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.
▪ Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal, diartikan sebagai
terpisahnya individu dari lingkungan yang sangat dikenal
termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu
satu periode atau bergantian secara menetap. Misalnya pindah
ke kota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses
penyesuaian baru.
▪ Kehilangan kehidupan / meninggal. Seseorang pasti akan
mengalami kematian, baik mati secara perasaan, pikiran dan
respon pada kegiatan atau orang disekitarnya, sampai dengan
kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda
tentang kematian.
Sifat kehilangan
▪ Tiba-tiba (tidak dapat diramalkan) Kehilangan secara tiba-tiba
dan tidak diharapkan dapat mengarah pada pemulihan dukacita
yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan, bunuh diri,
pembunuhan atau pelalaian diri akan sulit diterima.
▪ Berangsur-angsur (dapat Diramalkan) Penyakit yang sangat
menyulitkan, berkepanjangan, dan menyebabkan yang
ditinggalkan mengalami keletihan emosional.
Tipe kehilangan
▪ Actual Loss
Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh
orang lain, sama dengan individu yang mengalami kehilangan.
Contoh : kehilangan anggota badan, uang, pekerjaan, anggota
keluarga.
▪ Perceived Loss (Psikologis)
Kehilangan Sesuatu yang dirasakan oleh individu
bersangkutan namun tidak dapat dirasakan/dilihat oleh orang
lain. Contoh: Kehilangan masa remaja, lingkungan yang
berharga.
▪ Anticipatory Loss
Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi.
Individu memperlihatkan perilaku kehilangan dan berduka
untuk suatu kehilangan yang akan berlangsung. Sering terjadi
pada keluarga dengan klien (anggota) menderita sakit terminal.
B. Grief (Berduka)
Pengertian Grief (Berduka)
Grieving (berduka) adalah reaksi emosional dari kehilangan
dan terjadi bersamaan dengan kehilangan baik karena perpisahan,
perceraian maupun kematian. Sedangkan istilah bereavement
adalah keadaan berduka yang ditunjukan selama individu melewati
rekasi atau masa berkabung (mourning). Hidayat (2012)
Jenis Berduka
▪ Berduka normal, terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang
normal terhadap kehilangan. Misalnya, kesedihan, kemarahan,
menangis, kesepian, dan menarik diri dari aktivitas untuk
sementara.
▪ Berduka antisipatif, yaitu proses „melepaskan diri‟ yang
muncul sebelum kehilangan atau kematian yang sesungguhnya
terjadi. Misalnya, ketika menerima diagnosa terminal,
seseorang akan memulai proses perpisahan dan menyelesaikan
berbagai urusan di dunia sebelum ajalnya tiba.
▪ Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang sulit untuk
maju ke tahap berikutnya, yaitu tahap kedukaan normal. Masa
berkabung seolah-olah tidak kunjung berakhir dan dapat
mengancam hubungan orang yang bersangkutan dengan orang
lain.
▪ Berduka tertutup, yaitu kedukaan akibat kehilangan yang tidak
dapat diakui secara terbuka. Contohnya, kehilangan pasangan
karena AIDS, anak yang mengalami kematian orang tua tiri,
atau ibu yang kehilangan anaknya di kandungan atau ketika
bersalin.
Fase Berduka
Proses grieving dilalui dalam beberapa tahapan. sebagai
berikut:
▪ Denial dari kehilangan yang dialami
▪ Menyadari (realization) kehilangan yang dialami
▪ Timbulnya perasaan ditinggalkan, kehawatiran dan kegelisahan
▪ Keputusasaan, menangis, physical numbness, mental
confussion, kebimbingan dan keragu-raguan.
▪ Resstlessnes (yang muncul dari kecemasan), keresahan,
kegelisahan, dan imsonia, hilang nafsu makan, lekas marah,
menurunnya kontrol diri dan wandering mind.
▪ Keadaan merana (pinning) berupa sakit fisik, dan individuan
atas grief yang dialami juga usaha mencari benda-benda sebagai
kenangkenangan yang mengingatkan pada orang yang
meninggal
▪ Kemarahan
▪ Rasa bersalah
▪ Rasa kehilangan atas dirinya sendiri atau merasakan
kekosongan secara menyeluruh
▪ Longing, berupa kerinduan dan rasa sakit atas kesepian atau
kehampaan yang tidak hilang, bahkan saat bersama dengan
orang lain
▪ Identifikasi dengan orang yang telah meninggal dengan meniru
beberapa traits, attitudes, atau mannerism dari orang yang telah
meninggal
▪ Depresi yang amat dalam, kadangkala disertai keinginan untuk
mati
▪ Pemunculan aspek patologis, seperti minor aches dan penyakit
ringan dan ditandai dengan kecenderungan terhadap
hypochondria, reaksi yang umumnya muncul ialah “siapa yang
akan menjaga dan memperhatikan saya sekarang?”
Faktor Predisposisi
▪ Biologis
Faktor heriditer (keturunan) seperti adanya riwayat anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa Selain itu adanya riwayat
penyakit kronis atau trauma kepala merupakan merupakan salah satu
faktor penyebab gangguan jiwa.
▪ Psikologis
Masalah psikologis yang dapat menyebabkan timbulnya harga
diri rendah adalah pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan,
penolakan dari lingkungan dan orang terdekat serta harapan yang
tidak realistis. Kegagalan berulang, kurang mempunyai
tanggungjawab personal dan memiliki ketergantungan yang tinggi
pada orang lain merupakan faktor lain yang menyebabkan gangguan
jiwa. Selain itu individudengan harga diri rendah memiliki penilaian
yang negatif terhadap gambaran dirinya, mengalami krisis identitas,
peran yang terganggu, ideal diri yang tidak realistis.
▪ Faktor Sosial Budaya
Pengaruh sosial budaya yang dapat menimbulkan harga diri
rendah adalah adanya penilaian negatif dari lingkungan terhadap
klien, sosial ekonomi rendah, pendidikan yang rendah serta adanya
riwayat penolakan lingkungan pada tahap tumbuh kembang anak.
Faktor Presipitasi
▪ Riwayat trauma seperti adanya penganiayaan seksual dan
pengalaman psikologis yang tidak menyenangkan, menyaksikan
peristiwa yang mengancam kehidupan, menjadi pelaku, korban
maupun saksi dari perilaku kekerasan.
▪ Ketegangan peran: Ketegangan peran dapat disebabkan karena:
a. Transisi peran perkembangan: perubahan normatif yang
berkaitan dengan pertumbuhan seperti transisi dari masa kanak-
kanak ke remaja.
b. Transisi peran situasi: terjadi dengan bertambah atau
berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c. Transisi peran sehat-sakit: merupakan akibat pergeseran dari
kondisi sehat kesakit. Transisi ini dapat dicetuskan antara lain
karena kehilangan sebahagian anggota tubuh, perubahan ukuran,
bentuk dll.
Tata Laksana
1. Bina hubungan saling percaya, ini penting karena tanpa hal ini,
individu tidak akan terbuka. Bina hubungan saling percaya
dilakukan dengan cara:
▪ Ucapkan salam setiap kali berinteraksi.
▪ Perkenalkan diri: perkenalkan nama dan nama panggilan yang
disukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan yang disukai
individu tersebut.
▪ Tanyakan perasaan dan keluhan saat ini.
▪ Buat kontrak: apa yang akan dilakukan bersama individu tersebut,
berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya dimana.
▪ Jaga setiap informasi yang diperoleh.
▪ Tunjukkan sikap empati.
PENDIDIKAN KESEHATAN
ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI
▪ Faktor Psikologis
Individu dengan masalah isolasi sosial, seringkali mengalami
kegagalan yang berulang dalam mencapai keinginan/harapan, hal ini
mengakibatkan terganggunya konsep diri, yang pada akhirnya akan
berdampak dalam membina hubungan dengan orang lain. Koping
individual yang digunakan pada Individu dengan isolasi sosial dalam
mengatasi masalahnya, biasanya maladaptif.
Koping yang biasa digunakan meliputi: represi, supresi,
sublimasi dan proyeksi. Perilaku isolasi sosial timbul akibat adanya
Jiwa perasaan bersalah atau menyalahkan lingkungan, sehingga
individumerasa tidak pantas berada diantara orang lain
dilingkungannya. Kurangnya kemampuan komunikasi, merupakan
data pengkajian keterampilan verbal pada individu dengan masalah
solasi sosial, hal ini disebabkan karena pola asuh yang keluarga yang
kurang memberikan kesempatan pada individu untuk
menyampaikan perasaan maupun pendapatnya.
Kepribadian introvert merupakan tipe kepribadian yang sering
dimiliki individu dengan masalah isolasi sosial. Ciri-ciri individu
dengan kepribadian ini adalah menutup diri dari orang sekitarnya.
Selain itu pembelajaran moral yang tidak adekuat dari keluarga
merupakan faktor lain yang dapat menyebabkan individu tidak
mampu menyesuaikan perilakunya di masyarakat, akibatnya
individumerasa tersisih ataupun disisihkan dari lingkungannya.
Faktor psikologis lain yang dapat menyebabkan isolasi sosial
adalah kegagalan dalam melaksanakan tugas perkembangan.
Kegagalan dalam melaksanakan tugas perkembangan akan
mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya pada orang
lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan
orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan
keinginan, dan merasa tertekan. Kondisi diatas, dapat menyebabkan
perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, menghindar
dari orang lain, lebih menyukai berdiam diri sendiri, kegiatan sehari-
hari terabaikan.
▪ Faktor Sosial Budaya
Faktor sosial budaya pada individu dengan isolasi sosial,
seringkali diakibatkan karena individu berasal dari golongan sosial
ekonomi rendah hal ini mengakibatkan ketidakmampuan individu
dalam memenuhi kebutuhan. Kondisi tersebut memicu timbulnya
stres yang terus menerus, sehingga fokus individu hanya pada
pemenuhan kebutuhannya dan mengabaikan hubungan sosialisasi
dengan lingkungan sekitarnya.
Individu dengan masalah isolasi sosial umumnya memiliki
riwayat penolakan lingkungan pada usia perkembangan anak,
sehingga tidak mampu menyelesaikan masalah tugas
perkembangannya yaitu berhubungan dengan orang lain.
Pengalaman tersebut menimbulkan rasa kurang percaya diri dalam
memulai hubungan, akibat rasa takut terhadap penolakan dari
lingkungan.
Faktor Presipitasi
Ditemukan adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau
kelainan struktur otak. Faktor lainnya pengalaman abuse dalam
keluarga. Penerapan aturan atau tuntutan dikeluarga atau masyarakat
yang sering tidak sesuai dengan individu dan konflik antar masyarakat.
Selain itu pada individu yang mengalami isolasi sosial, dapat ditemukan
adanya pengalaman negatif individuyang tidak menyenangkan terhadap
gambaran dirinya, ketidakjelasan atau berlebihnya peran yang dimiliki
serta mengalami krisis identitas. Pengalaman kegagalan yang berulang
dalam mencapai harapan atau cita-cita, serta kurangnya penghargaan
baik dari diri sendiri maupun lingkungan. Faktor-faktor diatas,
menyebabkan gangguan dalam berinteraksi sosial dengan orang lain,
yang pada akhirnya menjadi masalah isolasi sosial.
Tanda dan Gejala
Adapun tanda dan gejalanya, yaitu:
▪ Individu mengungkapkan tentang
a. Perasaan sepi
b. Perasaan tidak aman
c. Perasan bosan dan waktu terasa lambat
d. Ketidakmampun berkonsentrasi
e. Perasaan ditolak
▪ Banyak diam
▪ Tidak mau bicara
▪ Menyendiri
▪ Tidak mau berinteraksi
▪ Tampak sedih
▪ Ekspresi datar dan dangkal
▪ Kontak mata kurang
Tata laksana
▪ Bina hubungan saling percaya dengan cara:
a. Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan klien.
b. Berkenalan dengan klien: perkenalkan nama dan nama panggilan.
yang perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan
yang disukai individu.
c. Menanyakan perasaan dan keluhan individu saat ini.
d. Buat kontrak asuhan: apa yang akan dilakukan bersama klien,
berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya di mana.
e. Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang
diperoleh untuk kepentingan terapi.
f. Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap klien.
g. Penuhi kebutuhan dasar individubila memungkinkan.
▪ Bantu individu menyadari perilaku isolasi sosial
a. Tanyakan pendapat individu tentang kebiasaan berinteraksi
dengan orang lain
b. Tanyakan apa yang menyebabkan individu tidak ingin
berinteraksi dengan orang lain
c. Diskusikan keuntungan bila individumemiliki banyak teman dan
bergaul akrab dengan mereka
d. Diskusikan kerugian bila individuhanya mengurung diri dan tidak
bergaul dengan orang lain
e. Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik klien
Pengertian Halusinasi
Ada banyak pengertian dari halusinasi, namun biar jangan
membingungkan, penulis pilih salah satunya ya, walaupun begitu, anda
bisa mencari pengertian halusinasi lain dari berbagai sumber, baik dari
Modul, jurnal ataupun literatur lainnya sebagai nilai plus untuk
menambah wawasan anda.
Halusinasi adalah persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori meliputi seluruh
pancaindrahalusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang
individu mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan
sensasi palsu berupa suara, penglihatan, perabaan, atau penciuman .
individu merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada.
Jenis-jenis halusinasi
Halusinasi terdiri dari:
▪ Halusinasi pendengaran
Klien mendengar bunyi atau suara, suara tersebut
membicarakan tentang individu dan suara yang didengar dapat
berupa perintah yang memberitahu individu untuk melakukan
sesuatu,kadang-kadang dapat membahayakan atau mencederai
dirinya sendiri.
▪ Halusinasi penciuman
Pada halusinasi penciuman isi halusinasi dapat berupa klien
mencium aroma atau tertentu seperti urine atau feses atau bau yang
bersifat lebih umum atau bau busuk atau bau yang tidak sedap.
▪ Halusinasi penglihatan
Pada klien halusinasi penglihatan, isi halusinasi berupa melihat
bayangan yang sebenarnya tidak ada sama sekali,misalnya cahaya
atau orang yang telah meninggal atau mungkin sesuatu yang
bentuknya menakutkan.
▪ Halusinasi pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti darah, urine, feces atau yang
lainnya.
▪ Halusinasi perabaaan
Merasa mengalami nyeri, rasa kesetrum atau ketidaknyamanan
tanpa stimulus yang jelas.
Penyebab
1. Faktor prediposisi
Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri, dan lebih
rentan terhadap stress.
Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima oleh lingkungan nya
sejak bayi (unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian dan
tidak percaya pada lingkungannya.
Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap gangguan jiwa. Adanya stress
yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia
seperti Buffofenon dan Dimetrytranferase (DMP). Akibat stress
berkepanjangan menyebabkan teraktifasinya neurotransmitter otak.
Misalnya terjadi tidak keseimbangan acetylcholin dan dopamin.
Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penggunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi
masa depan nya. Klienlebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari
alam nyata menuju alam khayal.
2. Faktor presipitasi
Yang termasuk faktor opresipitasi adalah:
▪ Proses pengolahan informasi yang berlebihan
▪ Mekanisme penghantaran listrik yang berlebihan
▪ Adanya gejala pemicu
Tata Laksana
1. Bina Hubungan Saling Percaya dengan cara:
▪ Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan individu dan
▪ Berkenalan dengan individu: perkenalkan nama dan nama
panggilan yang perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama
panggilan yang disukai individu
▪ Menanyakan perasaan dan keluhan individu saat ini
▪ Buat kontrak asuhan apa yang perawat akan lakukan bersama
individu, berapa lama akan dikerjakan, dan tempat pelaksanaan
asuhan .
▪ Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang
diperoleh untuk kepentingan terapi
▪ Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap individu
▪ Penuhi kebutuhan dasar individu bila memungkinkan
Faktor Predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya perilaku
kekerasan, meliputi
▪ Faktor Biologis
Hal yang di kaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor
herediter yaitu adanya anggota keluarga yang sering
memperlihatkan atau melakukan perilaku kekerasan, adanya
anggota keluarga yang memiliki gangguan jiwa, adanya riwayat
penyakit trauma kepala, dan riwayat penggunaan NAPZA
(narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya).
▪ Faktor Psikologis
Pengalaman marah merupakan respon psikologis terhadap
stimulus eksternal, internal maupun lingkungan. Perilaku
kekerasan terjadi sebagai hasil dari akumulasi frustasi. Frustasi
terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu
menemui kegagalan atau terlambat. Salah satu kebutuhan
manusia adalah “berperilaku”, apabila kebutuhan tersebut tidak
dapat di penuhi melalui berperilaku konstruktif, maka yang akan
muncul adalah individu tersebut berperilaku destruktif.
▪ Faktor Sosialkultural
Teori lingkungan sosial (sosial environment theory)
menatakan bahwa lingkungan sosial sangat mempengaruhi sikap
individu dalam mengekspresikan marah. Norma budaya dapat
mendukung individu untuk berespon asertif atau agresif. Perilaku
kekerasan dapat di pelajari secara lengsung melalui proses
sosialisasi (sosial learning theory)
Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi perilaku kekerasan pada setiap individu
bersifat unik, berbeda satu orang dengan yang lain. Stresor tersebut
dapat merupakan penyebab yang berasal dari dalam maupun luar
individu Faktor dari dalam individu meliputi kehilangan relasi atau
hubungan dengan orang yang di cinta atau berarti (putus pacar,
perceraian, kematian), kehilangan rasa cinta, kekawatiran terhadap
penyakit fisik, dll. Sedangkan faktor luar individu meliputi
serangan terhadap fisik, lingkungan yang terlalu ribut, kritikan
yang mengarah pada penghinaan, tindakan kekerasan.
Tanda dan Gejala
Manifestasi klinik dari perilaku kekerasan:
▪ Aspek fisik, antara lain tekanan darah meningkat, kulit muka
merah, pandangan mata tajam, otot tegang, denyut nadi
meningkat, pupil dilatasi, frekuensi BAK meningkat.
▪ Aspek emosi, antara lain emosi labil, tak sabar, ekspresi muka
tampak tegang, bicara dengan nada suara tinggi, suka berdebat,
klien memaksanakan kehendak.
▪ Aspek perubahan perilaku, antara lain agresif, bermusuhan
sinis, curiga, psikomotor meningkat, nada bicara keras dan
kasar.
Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang di harapkan pada
penatalaksaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah
langsung dan mekanisme pertahanan yang di gunakan untuk
melindungi diri. Beberapa mekanisme koping yang di pakai klien
marah untuk melindungi diri antara lain:
Sublimasi: menerima suatu sasaran pengganti yang mulia.
Artinya di minta masyarakat untuk suatu dorongan yang
mengalami hambatan penalurnya secara normal. Misalnya seorang
yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada objek lain
seperti meremas-remas adonan kue, meninju tembok dan
sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat
rasa marah.
Proyeksi: menyalahkan orang lain kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik, misalnya seorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan
sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba
merayu, mencumbunya.
Represi: mencegah pikiran yang menyakitkan atau
membahayakan masuk kealam sadar. Misalnya seorang anak yang
sangat benci pada orang tuanya yang tidak di sukainya. Akan tetapi
menurut ajaran atau didikan yang di terimanya sejak kecil bahwa
membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk
oleh tuhan. Sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya
ia dapat melupakannya.
Reaksi Formasi: mencegah keinginan yang berbahaya bila
di ekpresika. Dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya
seseorang yang tertarik pada teman suaminya., akan
memperlakukan orang tersebut dengan kuat.
Deplacement: melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan. Pada objek yang tidak begitu berbahaya seperti yang
pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya : timmy
berusia 4thn marah karena ia baru saja menapatkan hukuman dari
ibunya karena menggambar didinding kamarnya. Ia mulai bermain
perang-perangan dengan temannya.
Tata Laksana
1. Bina hubungan saling percaya Tindakan yang harus dilakukan
dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah:
▪ Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan individu
▪ Perkenalkan diri: nama, nama panggilan yang Perawat sukai,
serta tanyakan nama dan nama panggilan individu yang
disukai
▪ Tanyakan perasaan dan keluhan individu saat ini
▪ Buat kontrak asuhan: apa yang Perawat akan lakukan
bersama individu, berapa lama akan dikerjakan dan
tempatnya dimana
▪ Jelaskan bahwa Perawat akan merahasiakan informasi yang
diperoleh untuk kepentingan terapi
▪ Tunjukkan sikap empati
▪ Penuhi kebutuhan dasar individu
2. Diskusikan bersama individu penyebab rasa marah/perilaku
kekerasan saat ini dan yang lalu.
3. Diskusikan tanda-tanda pada individu jika terjadi perilaku
kekerasan:
▪ Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
▪ Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
psikologis
▪ Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
▪ Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
spiritual
▪ Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
intelektual
4. Diskusikan bersama individu perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan pada saat marah secara: Verbal
▪ Terhadap orang lain
▪ Terhadap diri sendiri
▪ Terhadap lingkungan
5. Diskusikan bersama individu akibat perilakunya
6. Latih individu cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
▪ Patuh minum obat
▪ Fisik: tarik nafas dalam, pukul kasur dan batal.
▪ Sosial/verbal: bicara yang baik: mengungkapkan, menolak
dan meminta rasa marahnya
▪ Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan individu Tindakan
terhadap individu dapat dilakukan minimal empat kali
pertemuan dan dilanjutkan sampai individu dan keluarga
dapat mengontrol/mengendalikan perilaku kekerasan.
7. Diskusikan dengan keluarga masalah yang dirasakan dalam
merawat individu.
8. Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya
perilaku kekerasan/ risiko perilaku kekerasan.
9. Latih keluarga cara merawat risiko perilaku kekerasan.
10. Bimbing keluarga merawat risiko perilaku kekerasan.
▪ Latih keluarga menciptakan suasana keluarga dan
lingkungan yang mendukung individu untuk mengontrol
emosinya.
▪ Diskusikan tanda dan gejala kekambuhan yang
memerlukan rujukan segera ke fasilitas pelayanan
kesehatan
▪ Anjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara
teratur.
1
Psikologis
faktor perkembangan memegang peranan yang tidak kalah
penting hal ini dikarenakan keluarga terlalu melindungi dan
memanjakan individu sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
Individu gangguan jiwa mengalamai deficit perawatan diri
dikarenakan kemampuan realitas yang kurang sehingga
menyebabkan individu tidakpeduli terhadap diri dan lingkungannya
termasuk perawatan diri.
Sosial.
Kurangnya dukungan sosial dan situasi lingkungan
mengakibatkan penurunan kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Faktor presiptasi yang dapat menimbulkan deficit perawatan
diri adalah penurunan motivasi, kerusakan kognitif atau persepsi,
cemas, lelah, lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan
individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Tata Laksana
1. Bina hubungan saling percaya dengan cara:
▪ Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan individu
▪ Berkenalan dengan individu: perkenalkan nama dan nama
panggilan yang perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama
panggilan individu
▪ Menanyakan perasaan dan keluhan individu saat ini
▪ Buat kontrak asuhan: apa yang akan dilakukan bersama individu,
berapa lama akan dikerjakan dan tempatnya di mana
▪ Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang
diperoleh untuk kepentingan terapi
▪ Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap individu
▪ Penuhi kebutuhan dasar individu bila memungkinkan
PENUTUP
C. Sasaran
Warga Masyarakat RW. …… Desa / Kel …………
Kecamatan ……………..
D. Materi
1. Pengertian penyalahgunaan zat.
2. Penyebab penyalahgunaan zat.
3. Sumber dan mekanisme koping penyalahgunaan zat.
4. Fase dan gejala penyalahgunaan zat.
5. Dampak penyalahgunaan zat.
6. Tata laksana penyalahgunaan zat.
E. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya Jawab
F. Media
1. Laptop
2. Leaflet
G. Kegiatan Penyuluhan
3 7 Menit Penutup
- Meminta audience menjelaskan - Menjelaskan Pengertian
dengan singkat dan jelas penyalahgunaan zat.
Pengertian penyalahgunaan zat.
- Meminta audience menjelaskan - Menjelaskan Penyebab
dengan singkat dan jelas penyalahgunaan zat.
Penyebab penyalahgunaan zat.
- Meminta audience menjelaskan - Menjelaskan Sumber dan
dengan singkat dan jelas mekanisme koping
penyalahgunaan zat.
No Waktu Penyuluh Audience
Sumber dan mekanisme koping
penyalahgunaan zat. - Menjelaskan Fase dan
- Meminta audience menjelaskan gejala penyalahgunaan
dengan singkat dan jelas Fase zat.
dan gejala penyalahgunaan zat. - Menjelaskan Dampak
- Meminta audience menjelaskan penyalahgunaan zat.
dengan singkat dan jelas - Menjelaskan Tata
Dampak penyalahgunaan zat. laksana penyalahgunaan
- Meminta audience menjelaskan zat.
dengan singkat dan jelas Tata - Memperhatikan dengan
laksana penyalahgunaan zat. sungguh – sungguh.
- Menjelaskan kesimpulan - Menjawab salam.
- Mengucapkan salam
H. Kriteria Evaluasi
1. Kriteria Struktur
a. Peserta hadir …………………. orang
b. Penyelenggara penyuluhan dilakukan di …………………
(Lihat Situasi)
2. Kriteria proses
a. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
b. Peserta konsentrasi mendengar penyuluhan
c. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjjawab pertanyaan
secara lengkap dan benar
d. Peserta dapat mendemonstrasikan dengan benar
(Lihat Situasi)
3. Kriteria hasil
a. Jelaskan apa yang dimaksud penyalahgunaan zat?
b. Jelaskan penyebab penyalahgunaan zat?
c. Jelaskan sumber dan mekanisme koping penyalahgunaan
zat?
d. Jelaskan perbedaan fase penyalahgunaan zat dan sebutkan
gejala penyalahgunaan zat?
e. Apa saja dampak penyalahgunaan zat?
f. Jelaskan tata laksana penyalahgunaan zat.
…………………., ……………20 …
Penyuluh,
………………………………..
Nama Jelas
Lampiran 2. Contoh SAP Cemas dan Penatalaksanaannya
C. Sasaran
Keluarga Tn. K dengan Ny. C mengalami kecemasan.
D. Materi
1. Pengertian Kecemasan.
2. Penyebab Kecemasan.
3. Tanda dan gejala kecemasan
4. Sumber dan mekanisme koping kecemasan.
5. Tata laksana kecemasan.
E. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya Jawab
F. Media
Leaflet
G. Kegiatan Penyuluhan
2. Kriteria proses
a. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
b. Peserta konsentrasi mendengar penyuluhan
c. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjjawab pertanyaan
secara lengkap dan benar
d. Peserta dapat mendemonstrasikan dengan benar
(Lihat Situasi)
3. Kriteria hasil
a. Jelaskan apa yang dimaksud kecemasan?
b. Jelaskan penyebab kecemasan?
c. Jelaskan tanda dan gejala kecemasan?
d. Jelaskan sumber dan mekanisme koping kecemasan?
e. Jelaskan tata laksana kecemasan.
…………………., ……………20 …
Penyuluh,
………………………………..
Nama Jelas
Lampiran 3. Contoh SAP Penkes Kehilangan dan
Penatalaksanaannya
D. Materi
1. Pengertian kehilangan dengan benar tanpa melihat catatan.
2. Jenis kehilangan dengan benar tanpa melihat catatan.
3. Tahapan kehilangan dengan benar tanpa melihat catatan.
4. Tanda dan gejala kehilangan dengan benar tanpa melihat
catatan.
5. Tata laksana kehilangan dengan benar tanpa melihat catatan.
E. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya Jawab
F. Media
1. Laptop
2. Leaflet
G. Kegiatan Penyuluhan
3 7 Menit Penutup
- Meminta audience menjelaskan - Menjelaskan Pengertian
dengan singkat dan jelas kehilangan.
Pengertian kehilangan.
- Meminta audience menjelaskan - Menjelaskan Penyebab
dengan singkat dan jelas jenis jenis – jenis kehilangan.
kehilangan.
- Meminta audience menjelaskan - Menjelaskan Sumber dan
dengan singkat dan jelas mekanisme tahapan
tahapan kehilangan. kehilangan.
- Meminta audience menjelaskan - Menjelaskan tanda dan
dengan singkat dan jelas tanda gejala kehilangan
dan gejala kehilangan.
- Meminta audience menjelaskan - Menjelaskan tata laksana
dengan singkat dan jelas tata kehilangan
laksana kehilangan.
- Menjelaskan kesimpulan - Memperhatikan dengan
sungguh – sungguh.
- Mengucapkan salam - Menjawab salam.
H. Kriteria Evaluasi
1. Kriteria Struktur
▪ Peserta hadir …………………. orang
▪ Penyelenggara penyuluhan dilakukan di …………………
(Lihat Situasi)
2. Kriteria proses
▪ Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
▪ Peserta konsentrasi mendengar penyuluhan
▪ Peserta mengajukan pertanyaan dan menjjawab pertanyaan
secara lengkap dan benar
▪ Peserta dapat mendemonstrasikan dengan benar
(Lihat Situasi)
3. Kriteria hasil
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kehilangan?
2. Jelaskan jenis – jenis kehilangan?
3. Jelaskan tahapan kehilangan ?.
4. Sebutlan tanda dan gejala kehilangan.
5. Jelaskan tata laksana kehilangan dengan benar tanpa melihat
catatan.
…………………., ……………20 …
Penyuluh,
………………………………..
Nama Jelas
Lampiran 4. Contoh SAP Gangguan Citra Tubuh dan
Penatalaksanaannya
D. Materi
1. Pengertian gangguan citra tubuh.
2. Penyebab gangguan citra tubuh.
3. Sumber koping gangguan citra tubuh .
4. Perilaku gangguan citra tubuh.
5. Tata laksana gangguan citra tubuh.
E. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya Jawab
F. Media
Leaflet
G. Kegiatan Penyuluhan
3 5 Menit Penutup
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan dengan
keluarganya menjelaskan singkat Pengertian
dengan singkat Pengertian gangguan citra tubuh.
gangguan citra tubuh.
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan penyebab
keluarganya menjelaskan gangguan citra tubuh.
dengan singkat penyebab
gangguan citra tubuh.
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan koping
keluarganya menjelaskan gangguan citra tubuh.
dengan singkat koping
gangguan citra tubuh.
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan sumber dan
keluarganya menjelaskan mekanisme perilaku
dengan singkat perilaku gangguan citra tubuh.
gangguan citra tubuh.
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan tatalaksana
keluarganya menjelaskan penanganan gangguan
dengan singkat tatalaksana citra tubuh.
penanganan gangguan citra
tubuh.
- Memperhatikan dengan
- Menyimpulkan seluruh materi sungguh – sungguh.
- Menjawab salam.
- Mengucapkan salam
No Waktu Penyuluh Audience
H. Kriteria Evaluasi
1. Kriteria Struktur
a. Peserta hadir …………………. orang
b. Penyelenggara penyuluhan dilakukan di …………………
(Lihat Situasi)
2. Kriteria proses
a. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
b. Peserta konsentrasi mendengar penyuluhan
c. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjjawab pertanyaan
secara lengkap dan benar
d. Peserta dapat mendemonstrasikan dengan benar
(Lihat Situasi)
3. Kriteria hasil
1. Jelaskan pengertian gangguan citra tubuh.
2. Sebutkan penyebab gangguan citra tubuh.
3. Jelaskan sumber koping gangguan citra tubuh .
4. Bagaimanakah perilaku gangguan citra tubuh.
5. Jelaskan tata laksana gangguan citra tubuh.
…………………., ……………20 …
Penyuluh,
………………………………..
Nama Jelas
Lampiran 5. Contoh SAP Penkes Harga Diri Rendah dan
Penatalaksanaannya
E. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya Jawab
F. Media
1. Laptop
2. Leaflet
G. Kegiatan Penyuluhan
H. Kriteria Evaluasi
1. Kriteria Struktur
a. Peserta hadir …………………. orang
b. Penyelenggara penyuluhan dilakukan di …………………
(Lihat Situasi)
2. Kriteria proses
a. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
b. Peserta konsentrasi mendengar penyuluhan
c. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjjawab pertanyaan
secara lengkap dan benar
d. Peserta dapat mendemonstrasikan dengan benar
(Lihat Situasi)
3. Kriteria hasil
a. Jelaskan apa yang dimaksud dengan harga diri rendah?
b. Jelaskan penyebab harga diri rendah.
c. Jelaskan tanda dan gejala harga diri rendah.
d. Jelaskan tata laksana harga diri rendah.
…………………., ……………20 …
Penyuluh,
………………………………..
Nama Jelas
Lampiran 6. Contoh SAP Isolasi Sosial Menarik Diri dan
Penatalaksanaannya
D. Materi
1. Pengertian isolasi sosial menarik diri.
2. Penyebab isolasi sosial menarik diri.
3. Tanda dan gejala isolasi sosial menarik diri.
4. Tata laksana isolasi sosial menarik diri.
E. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya Jawab
F. Media
Leaflet
G. Kegiatan Penyuluhan
3 5 Menit Penutup
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan pengertian
keluarganya menjelaskan isolasi sosial menarik
dengan singkat Pengertian diri.
isolasi sosial menarik diri.
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan penyebab
keluarganya menjelaskan isolasi sosial menarik
dengan singkat penyebab isolasi diri.
sosial menarik diri.
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan tanda dan
keluarganya menjelaskan gejala isolasi sosial
dengan singkat tanda dan gejala menarik diri.
isolasi sosial menarik diri.
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan tatalaksana
keluarganya menjelaskan penanganan isolasi sosial
dengan singkat tatalaksana menarik diri.
penanganan isolasi sosial
menarik diri.
2. Kriteria proses
a. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
b. Peserta konsentrasi mendengar penyuluhan
c. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjjawab pertanyaan
secara lengkap dan benar
d. Peserta dapat mendemonstrasikan dengan benar
(Lihat Situasi)
3. Kriteria hasil
a. Apa yang dimaksud dengan isolasi sosial menarik diri?
b. Jelaskan penyebab isolasi sosial menarik diri?
c. Sebutkan tanda dan gejala isolasi sosial menarik diri?
d. Jelaskan tata laksana isolasi sosial menarik diri?
…………………., ……………20 …
Penyuluh,
………………………………..
Nama Jelas
Lampiran 7. Contoh SAP Penkes Halusinasi dan
Penatalaksanaannya
C. Sasaran
Warga Masyarakat RW. …… Desa / Kel …………
Kecamatan ……………..
D. Materi
1. Pengertian halusinasi.
2. Jenis halusinasi.
3. Penyebab halusinasi.
4. Tanda dan gejala halusinasi.
5. Tata laksana halusinasi.
E. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya Jawab
F. Media
1. Laptop
2. Leaflet
G. Kegiatan Penyuluhan
2. Kriteria proses
a. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
b. Peserta konsentrasi mendengar penyuluhan
c. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjjawab pertanyaan
secara lengkap dan benar
d. Peserta dapat mendemonstrasikan dengan benar
(Lihat Situasi)
3. Kriteria hasil
a. Apa yang dimaksud dengan halusinas?
b. Sebutkan jenis - jenis halusinasi?
c. Apa penyebab halusinasi?
d. Jelaskan tanda dan gejala halusinasi?
e. Jelaskan tata laksana halusinasi?
…………………., ……………20 …
Penyuluh,
………………………………..
Nama Jelas
Lampiran 8. Contoh SAP Perilaku Kekerasan dan
Penatalaksanaannya
D. Materi
1. Pengertian perilaku kekerasan.
2. Penyebab perilaku kekerasan.
3. Mekanisme koping perilaku kekerasan.
4. Tanda dan gejala perilaku kekerasan.
5. Tata laksana perilaku kekerasan.
E. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya Jawab
F. Media
Leaflet
G. Kegiatan Penyuluhan
3 5 Menit Penutup
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan dengan
keluarganya menjelaskan singkat Pengertian
dengan singkat Pengertian perilaku kekerasan.
perilaku kekerasan.
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan penyebab
keluarganya menjelaskan perilaku kekerasan.
dengan singkat penyebab
perilaku kekerasan.
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan mekanisme
keluarganya menjelaskan koping perilaku
dengan singkat mekanisme kekerasan.
koping perilaku kekerasan.
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan tanda dan
keluarganya menjelaskan gejala perilaku kekerasan
dengan singkat tanda dan gejala
perilaku kekerasan.
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan tatalaksana
keluarganya menjelaskan penanganan perilaku
dengan singkat tatalaksana kekerasan.
perilaku kekerasan.
2. Kriteria proses
a. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
b. Peserta konsentrasi mendengar penyuluhan
c. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjjawab pertanyaan
secara lengkap dan benar
d. Peserta dapat mendemonstrasikan dengan benar
(Lihat Situasi)
3. Kriteria hasil
a. Apa yang dimaksud perilaku kekerasan?
b. Jelaskan penyebab perilaku kekerasan?
c. Jelaskan mekanisme koping perilaku kekerasan?
d. Jelaskan tanda dan gejala perilaku kekerasan?
e. Jelaskan tata laksana perilaku kekerasan?
…………………., ……………20 …
Penyuluh,
………………………………..
Nama Jelas
Lampiran 9. Contoh SAP Deficit Perawatan Diri dan
Penatalaksanaannya
D. Materi
1. Pengertian deficit perawatan diri.
2. Proses terjadinya masalah deficit perawatan diri.
3. Tanda dan gejala deficit perawatan diri.
4. Tata laksana deficit perawatan diri.
E. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya Jawab
F. Media
Leaflet
G. Kegiatan Penyuluhan
3 5 Menit Penutup
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan dengan
keluarganya menjelaskan singkat Pengertian
dengan singkat Pengertian deficit perawatan diri.
deficit perawatan diri.
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan proses
keluarganya menjelaskan terjadinya masalah
dengan singkat proses terjadinya deficit perawatan diri.
masalah deficit perawatan diri..
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan tanda dan
keluarganya menjelaskan gejala deficit perawatan
dengan singkat tanda dan gejala diri.
deficit perawatan diri..
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan tatalaksana
keluarganya menjelaskan penanganan deficit
dengan singkat tatalaksana perawatan diri.
penanganan deficit perawatan
diri.
2. Kriteria proses
a. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
b. Peserta konsentrasi mendengar penyuluhan
c. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjjawab pertanyaan
secara lengkap dan benar
d. Peserta dapat mendemonstrasikan dengan benar
(Lihat Situasi)
3. Kriteria hasil
a. Apa yang dimaksud deficit perawatan diri?
b. Jelaskan proses terjadinya masalah deficit perawatan diri?
c. Jelaskan tanda dan gejala deficit perawatan dir?
d. Jelaskan tata laksana deficit perawatan diri.
…………………., ……………20 …
Penyuluh,
………………………………..
Nama Jelas
LEMBAR SARAN/ MASUKAN
Saran/ Masukan dikirimkan ke email: lia.masliha@yahoo.com