Anda di halaman 1dari 116

Modul

AYAM TERISTIMEWA
(Ayo Ajak Masyarakat Tetap Rileks, Senyum dan
Berfikir Positif Menuju Sehat Jiwa)
Kumpulan Materi Pendidikan
Kesehatan Jiwa

Masliha, S.Kep., Ns., M.Kep.

2021
Judul

AYAM TERISTIMEWA
(Ayo Ajak Masyarakat Tetap Rileks, Senyum dan Berfikir
Positif Menuju Sehat Jiwa)
Kumpulan Materi Pendidikan Kesehatan
Jiwa

Masliha, S.Kep., Ns., M.Kep.


KATA PENGANTAR
Tiada kata terindah selain rasa syukur kehadhirat Allah SWT,
akhirnya modul, ”AYAM TERISTIMEWA (Ayo Ajak Masyarakat
Tetap Rileks, Senyum dan Berfikir Positif Menuju Sehat Jiwa),
Kumpulan Materi Pendidkan Kesehatan Jiwa” ini dapat disusun di
tahun yang penuh tantangan dan perjuangan ini.
Penulis meyakini, modul yang berisi tentang kumpulan materi
Pendidikan kesehatan jiwa terutama pada individu dengan masalah
psikososial dan gangguan jiwa sangat bermanfaat bagi pembaca yang
budiman dan dapat diaplikasikan di lingkungan masyarakat.
Modul yang disintesis dari berbagai sumber ilmiah ini, dibuat
secara ringkas namun jelas dan lengkap untuk membantu pembaca
memahami masalah kesehatan jiwa mengingat kesehatan jiwa
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan secara
keseluruhan.
Penulis sadar, modul ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi
sempurnanya modul ini.

Indramayu, 28 Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR …………………………………………..
DAFTAR ISI …………………………………………………….
PERSEMBAHAN ……………………………………………….
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………….
Bab 1. PENDAHULUAN
Bab 2. PENDIDIKAN KESEHATAN PENYALAH
GUNAAN ZAT ……………………………………..
Bab 3. PENDIDIKAN KESEHATAN KECEMASAN …..
Bab 4. PENDIDIKAN KESEHATAN GANGGUAN
CITRA TUBUH …………………………………….
Bab 5. PENDIDIKAN KESEHATAN KEHILANGAN
DAN BERDUKA …………………………………...
Bab 6. PENDIDIKAN KESEHATAN HARGA DIRI
RENDAH ……………………………………………
Bab 7. PENDIDIKAN KESEHATAN ISOLASI SOSIAL
MENARIK DIRI …………………………………...
Bab 8. PENDIDIKAN KESEHATAN HALUSINASI ……
Bab 9. PENDIDIKAN KESEHATAN PERILAKU
KEKERASAN ………………………………………
Bab 10. PENDIDIKAN KESEHATAN DEFICIT
PERAWATAN DIRI ………………………………
Bab 11. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA •
LAMPIRAN •
PERSEMBAHAN

“ Makin awal kamu memulai sebuah pekerjaan, maka akan makin awal pula
kamu melihat hasil.” (Anonim)

Kupersembahkan Karya ini untuk:

Ayah, Ibu dan Putri pertamaku Adrheanna Zanneta Ruswadi yang


sudah damai di pangkuan illahi, Suamiku tercinta,
Syai dan Annet Putra putriku, Akper Syaifuddin Zuhri serta para
sahabatku yang selalu ada dalam kehidupanku.
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pendidikan Kesehatan Penyalahgunaan Zat


Lampiran 2. Pendidikan Kesehatan Cemas dan
Penatalaksanaannya
Lampiran 3. Pendidikan Kesehatan Kehilangan dan
Penatalaksanaannya
Lampiran 4. Pendidikan Kesehatan Gangguan Citra Tubuh dan
Penatalaksanaannya
Lampiran 5. Pendidikan Kesehatan Harga Diri Rendah dan
Penatalaksanaannya
Lampiran 6. Pendidikan Kesehatan Isolasi Sosial Menarik Diri
dan Penatalaksanaannya
Lampiran 7. Pendidikan Kesehatan Halusinasi dan
Penatalaksanaannya
Lampiran 8. Pendidikan Kesehatan Perilaku Kekerasan dan
Penatalaksanaannya
Lampiran 9. Pendidikan Kesehatan Deficit Perawatan Diri dan
Penatalaksanaannya
1

PENDAHULUAN

Kesehatan fisik saat ini lebih banyak difokuskan masyarakat,


sehingga kadang – kadang kesehatan mental sering kali terlupakan
Padahal, keduanya sama-sama berperan penting dalam kehidupan
seseorang. Kesehatan mental yang tidak diperhatikan berisiko
menyebabkan gangguan mental, memberikan dampak negatif terhadap
kesehatan fisik. Selain itu berisko mengganggu aktifitas hidup dan
kehidupannya. Sebagai konsekuensinya, risiko seseorang terhadap
berbagai penyakit atau kondisi tertentu pun meningkat akibat kesehatan
mental yang buruk dan begitu juga dengan risiko secara sosial ekonomi,
gangguan mental dapat mempengaruhi kehidupan sosial ekonominya.
Hal ini sesuai dengan Undang - Undang No, 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, bahwa Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik,
mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk
hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Begitu juga kerugiannya, jika seseorang mengabaikan pentingnya
kesehatan mental, berisiko: tidak bahagia, sulit menikmati hidup,
hubungan bersama pasangan atau teman menjadi tak terjalin, isolasi
sosial, lekat dengan gaya hidup tak sehat (merokok dan minuman
keras), melukai diri sendiri (termasuk bunuh diri), munculnya penyakit
jantung dan kondisi medis berbahaya lainnya, melemahnya sistem imun
tubuh (sehingga sulit mencegah infeksi) dan lain sebagainya.
Kesehatan jiwa, jangan sampai diabaikan karena berisiko
mengalami masalah psikososial dan juga gangguan jiwa. Hal ini bisa
jadi karena ketidak tahuan atau sifat acuh pada kesehatan diri sendiri
selain faktor penyakitnya sendiri. Kita lihat fenomena yang ada, banyak
yang dating ke rumah sakit jiwa dalam keadaan individu amuk, agresif,
depresi berat, bahkan ada yang sudah melukai diri sendiri, orang lain
juga merusak lingkungan. Keluarga masih menganggap ketika ada
anggota keluarganya yang senyum – senyum sendiri dan menyendiri di
kamar dalam waktu lama sebagai hal yang biasa, sehingga masih ada
anggapan tidak perlu memeriksakan kesehatannya karena tidak
membahayakan. Kita juga sering melihat berita di televisi ketika ada
kasus bunuh diri, masih ditemukan keluarga yang mengatakan,
“orangnya perilakunya biasa saja, paling diam aja di kamar dan tidak
merusak apapun”.
Berkaitan dengan masalah pengetahuan dan pemahaman ini,
penulis berupaya membuat Modul pendidikan kesehatan berkaitan
dengan masalah psikososial dan gangguan jiwa, sehingga dengan
membaca Modul ini harapannya pembaca yang budiman khususnya
keluarga mengetahui dan mengambil keputusan yang tepat untuk
memberikan bantuan atau pertolongan pertama dan juga segera
merujuk ke pelayanan kesehatan yang lebih tinggi bila masalahnya
makin memburuk.
1

PENDIDIKAN KESEHATAN PENYALAHGUNAAN


ZAT

Pengertian Penyalahgunaan Zat?


Penyalah gunaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
melakukan sesuatu tidak sebagaimana mestinya dalam hal ini adalah zat
terlarang termasuk didalamnya psikotropika. Psikotropika adalah zat
atau obat yang bekerja menurunkan fungsi otak serta merangsang
susuan syaraf pusat sehingga menimbulkan reaksi berupa halusinasi,
ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan perasaan yang tiba-tiba, dan
menimbulkan rasa kecanduan pada pemakainya.
Sekarang lihat kenyataan yang ada, saat ini pelaku penyalahgunaan
zat telah menjangkiti seluruh lapisan masyarakat tidak memandang
kelompok umur, golongan maupun tingkat pendidikan. Berapa banyak
di televisi juga media sosial lain memberitakan adanya tokoh
masyarakat, artis, pejabat yang seharusnya menjadi menjadi panutan
terjerumus masalah ini.
Penyalahgunaan narkoba atau NAPZA adalah suatu pola perilaku
di mana seseorang menggunakan obat-obatan golongan narkotika,
psikotoprika, dan zat aditif yang tidak sesuai fungsinya.
Penyalahgunaan NAPZA umumnya terjadi karena adanya rasa ingin
tahu yang tinggi, yang kemudian menjadi kebiasaan. Selain itu,
penyalahgunaan NAPZA pada diri seseorang juga bisa dipicu oleh
masalah dalam hidupnya atau berteman dengan pecandu NAPZA.

Penyebab Penyalahgunaan Zat


Penyalahgunaan zat biasanya disebabkan oleh beberapa hal seperti:
▪ Faktor individu
Individu dengan kepribadian rendah diri, mudah kecewa, suka
coba-coba / bereksperimen dan bersikap antisosial, berisiko untuk
melakukan penyalahgunakan zat (Napza).
▪ Faktor Lingkungan
Lingkungan pergaulan yang kurang baik dapat mendorong
seseorang melakukan penyalahgunaan zat (napza), misalnya
komunikasi dalam keluarga yang tidak akrab, kelompok sebaya yang
menggunakan napza dan banyaknya tempat untuk memperoleh napza
dengan mudah. Selain itu, pengawasan dari masyarakat yang longgar,
misalnya hukum yang tidak tegas menyebabkan peredaran napza secara
gelap terus berlangsung.
▪ Faktor zat
1. Zat itu sendiri memberikan kenikmatan, mudah diperoleh dan
harganya terjangkau, diperoleh dengan gratis/tanpa keluar
biaya.
2. Situasi yang berisiko tinggi untuk menggunakan napza adalah
kondisi emosi yang tidak stabil, konflik dengan orang lain, dan
adanya tekanan sosial.

Sumber koping
Individu sangat membutuhkan kemampuan untuk terbebas dari
penyalahgunaan zat yaitu: kemampuan individu untuk melakukan
komunikasi yang efektif, ketrampilan menerapkan sikap asertif dalam
kehidupan sehari-hari, perlunya dukungan sosial yang kuat, pemberian
alternatif kegiatan yang menyenangkan, ketrampilan melakukan teknik
mengurangi stress, ketrampilan kerja dan motivasi untuk mengubah
perilaku.
Bila hal ini dilakukan, koping (pertahanan diri) individu terhadap
penyalah gunaan zat ini makin kuat sehingga sedikitpun tidak akan
tergoda dengan penyalah gunaan zat.
Mekanisme koping.
Individu dengan penyalahgunaan zat seringkali mengalami
kegagalan dalam mengatasi masalah. sehingga individu tidak mampu
mengembangkan perilaku adaptif. perilaku adaptif adalah
kemampuan seseorang untuk mampu menyesuaikan diri dengan norma
atau standar yang berlaku di lingkungannya. Tidak semua orang mampu
berperilaku secara adaptif karena perilaku adaptif dipengaruhi oleh
lingkungan, intelegensi, kecerdasan emosi dan dukungan sosial. Oleh
karena itu penting bagi keluarga dan juga orang terdekat untuk terus
memberikan dukungan karena bagaimanapun individu tersebut bagian
dari keluarga. Sebaliknya bila keluarga tidak mensupport atau
mendukung ketika individu tersebut terpuruk karena penyalah gunaan
zat maka pelariannya pada orang – orang yang dahulu
menjerumuskannya.

Apa Dampak Penyalah Gunaan Zat?


Dampak penyalahgunaan zat adalah timbulnya perilaku
maladaptive, dapat diartikan sebagai tanggapan atau reaksi seseorang
yang tidak sesuai (dapat) menyesuaikan diri dengan lingkungan baik
badan maupun ucapannya. Perilaku maladaptif yang ditampilkan
seseorang disamping merugikan diri sendiri, juga merugikan orang lain
dan juga mengalami gangguan kepribadian seperti menarik diri,
halusinasi serta perilaku kekerasan.
Macam – Macam Psikotropika
Psikotropika Golongan 1
Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini memiliki potensi
yang tinggi menyebabkan kecanduan. Tidak hanya itu, zat tersebut juga
termasuk dalam obat-obatan terlarang yang penyalahgunaannya bisa
dikenai sanksi hukum. Jenis obat ini tidak untuk pengobatan, melainkan
hanya sebagai pengetahuan saja. Contoh dari psikotropika golongan 1
diantaranya adalah LSD, DOM, Ekstasi, dan lain-lain yang secara
keseluruhan jumlahnya ada 14.
Pemakaian zat tersebut memberikan efek halusinasi bagi
penggunanya serta merubah perasaan secara drastis. Efek buruk dari
penyalahgunaannya bisa menimbulkan kecanduan yang mengarah pada
kematian jika sudah mencapai level parah.
Psikotropika Golongan 2
Golongan 2 juga memiliki risiko ketergantungan yang cukup
tinggi meski tidak separah golongan 1. Pemakaian obat-obatan ini
sering dimanfaatkan untuk menyembuhkan berbagai penyakit.
Penggunaannya haruslah sesuai dengan resep dokter agar tidak
memberikan efek kecanduan. Golongan 2 ini termasuk jenis obat-
obatan yang paling sering disalahgunakan oleh pemakaianya, misalnya
adalah Sabu atau Metamfeamin, Amfetamin, Fenetilin, dan zat lainnya
yang total jumlahnya ada 14.
Psikotropika Golongan 3
Golongan 3 memberikan efek kecanduan yang terhitung sedang.
Namun begitu, penggunaannya haruslah sesuai dengan resep dokter
agar tidak membahayakan kesehatan. Jika dipakai dengan dosis
berlebih, kerja sistem juga akan menurun secara drastis. Pada akhirnya,
tubuh tidak bisa terjaga dan tidur terus sampai tidak bangun-bangun.
Penyalahgunaan obat-obatan golongan ini juga bisa menyebabkan
kematian. Contoh dari zat golongan 3 diantaranya adalah Mogadon,
Brupronorfina, Amorbarbital, dan lain-lain yang jumlah totalnya ada 9
jenis.
Psikotropika Golongan 4
Golongan 4 memang memiliki risiko kecanduan yang kecil
dibandingkan dengan yang lain. Namun tetap saja jika pemakaiannya
tidak mendapat pengawasan dokter, bisa menimbulkan efek samping
yang berbahaya termasuk kematian. Penyalahgunaan obat-obatan pada
golongan 4 terbilang cukup tinggi. Beberapa diantaranya bahkan bisa
dengan mudah ditemukan dan sering dikonsumsi sembarangan. Adapun
contoh dari golongan 4 diantaranya adalah Lexotan, Pil Koplo, Sedativa
atau obat penenang, Hipnotika atau obat tidur, Diazepam, Nitrazepam,
dan masih banyak zat lainnya yang totalnya ada 60 jenis.

Bahaya dan Efek Psikotropika


Meski memberikan efek kecanduan, namun penggunaan zat-zat
tersebut diperbolehkan asalkan sesuai dengan resep dokter. Namun
sayang, saat ini pemakaiannya justru berlebih dan melewati dosis
normal sehingga manfaat yang diberikan justru memberikan dampak
buruk bagi kesehatan. Ada banyak bahaya dan efek penyalahguaan
psikotropika, beberapa diantaranya adalah:
• Stimulan
Fungsi tubuh akan bekerja lebih tinggi dan bergairah sehingga
pemakainya lebih terjaga. Kerja organ tentu menjadi berat dan jika
si pemakai tidak menggunakan obat-obatan tersebut, badan menjadi
lemah. Efek kecanduan ini menyebabkan penggunanya harus selalu
mengkonsumsi zat tersebut agar kondisi tubuh tetap prima. Contoh
stimulan yang sering disalahgunakan adalah ekstasi dan sabu-sabu.
• Halusinogen
Ini adalah efek yang sering dialami oleh pemakai dimana
persepsinya menjadi berubah dan merasakan halusinasi yang
berelebihan. Contoh zat yang memberikan efek halusinogen salah
satunya adalah ganja.
• Depresan
Efek tenang yang dihasilkan disebabkan karena zat tersebut
menekan kerja sisten syaraf pusat. Jika digunakan secara berlebihan,
penggunanya bisa tertidur terlalu lama dan tidak sadarkan diri.
Bahaya yang paling fatal adalah menyebabkan kematian. Contoh zat
yang bersifat depresan salah satunya adalah putaw.
Undang-undang Narkotika dan Psikotropika
Psikotropika tidak sama dengan Narkotika, hal tersebut sesuai
dengan isi pasal 1 angka 1 UU No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika
yang menyatakan bahwa Psikotropika merupakan sebuah zat atau obat
baik yang bersifat alamiah maupun buatan yang bukan narkotika.
Khasiatnya bersifat psikoaktif yang mana menyebabkan perubahan
aktivitas mental serta perilaku. Sementara pada Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa jenis
psikotropika golongan 1 dan 2 dicabut dan ditetapkan sebagai narkotika
golongan 1.

Fase dan Gejala Penyalahgunaan NAPZA


Ketika penyalahgunaan NAPZA tidak dihentikan dan terjadi
terus-menerus, hal itu dapat menyebabkan kecanduan. Pada fase ini,
gejala yang dirasakan dapat berupa:
• Keinginan untuk menggunakan obat terus-menerus, setiap hari atau
bahkan beberapa kali dalam sehari.
• Muncul dorongan kuat untuk menggunakan NAPZA, yang bahkan
mampu mengaburkan pikiran lain.
• Seiringnya berjalannya waktu, dosis yang digunakan akan dirasa
kurang dan muncul keinginan untuk meningkatkannya.
• Muncul kebiasaan untuk selalu memastikan bahwa NAPZA masih
tersedia.
• Melakukan apa pun untuk mendapatkan atau membeli NAPZA,
bahkan hingga menjual barang pribadi.
• Tanggung jawab dalam bekerja tidak terpenuhi, dan cenderung
mengurangi aktivitas sosial.
• Tetap menggunakan NAPZA meski sadar bahwa penggunaan
NAPZA tersebut memberikan dampak buruk pada kehidupan sosial
maupun psikologis.
• Ketika sudah tidak memiliki uang atau barang yang dapat dijual,
pecandu NAPZA mulai berani melakukan sesuatu yang tidak biasa
demi mendapatkan zat yang diinginkan, misalnya mencuri.
• Melakukan aktivitas berbahaya atau merugikan orang lain ketika di
bawah pengaruh NAPZA yang digunakan.
• Banyak waktu tersita untuk membeli, menggunakan, hingga
memulihkan diri dari efek NAPZA.
• Selalu gagal saat mencoba untuk berhenti menggunakan NAPZA.

Ketika individu telah mencapai fase kecanduan dan mencoba


untuk menghentikan penggunaan, dia akan mengalami gejala putus obat
atau sakau. Gejala putus obat itu sendiri dapat berbeda-beda pada tiap
orang, tergantung keparahaan dan jenis NAPZA atau narkoba yang
digunakan. Apabila NAPZA yang digunakan adalah heroin
dan morfin (opioid), maka gejalanya dapat berupa:
• Hidung tersumbat.
• Gelisah.
• Keringat berlebih.
• Sulit tidur.
• Sering menguap.
• Nyeri otot.
Setelah satu hari atau lebih, gejala putus obat dapat memburuk.
Beberapa gejala yang dapat dialami adalah:
• Diare.
• Kram perut.
• Mual dan muntah.
• Tekanan darah tinggi.
• Sering merinding.
• Jantung berdebar.
• Penglihatan kabur/buram.

Sedangkan apabila NAPZA yang disalahgunakan adalah kokain,


maka gejala putus obat yang dirasakan dapat berbeda. Beberapa di
antaranya adalah:
• Depresi.
• Gelisah.
• Tubuh terasa lelah.
• Terasa tidak enak badan.
• Nafsu makan meningkat.
• Mengalami mimpi buruk dan terasa sangat nyata.
• Lambat dalam beraktivitas.

Fase kecanduan terhadap penyalahgunaan NAPZA yang terus


dibiarkan, bahkan dosisnya yang terus meningkat, berpotensi
menyebabkan kematian akibat overdosis. Overdosis ditandai dengan
munculnya gejala berupa:
• Mual dan muntah.
• Kesulitan bernapas.
• Mengantuk.
• Kulit dapat terasa dingin, berkeringat, atau panas.
• Nyeri dada.
• Penurunan kesadaran.
Tata Laksana
Melepaskan diri dari kecanduan NAPZA atau narkoba bukanlah
perkara mudah. Individu harus memantapkan niat dan memperkuat
usaha dalam memperoleh hasil yang diinginkan. Terbuka dengan
keluarga dan kerabat sangat dianjurkan guna mempermudah proses
penanganan yang akan dilakukan.
Penanganan kecanduan akibat penyalahgunaan NAPZA pada
dasarnya dapat berbeda pada tiap orang, tergantung kondisi dan
NAPZA yang disalahgunakan. Perilaku ini harus segera mendapatkan
penanganan. Jika tidak, dapat membahayakan kesehatan bahkan
berpotensi menyebabkan kematian.
Rehabilitasi merupakan upaya yang dilakukan untuk menangani
kecanduan NAPZA. Individu dapat mengajukan rehabilitasi pada
Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) yang tersebar di banyak daerah,
terdiri dari rumah sakit, puskesmas, hingga lembaga khusus rehabilitasi.
Dengan mengajukan rehabilitasi atas kemauan dan kehendak sendiri,
sesuai dengan pasal 55 ayat (2) UU No. 35 tahun 2009 tentang
narkotika, individu tidak akan terjerat tindak pidana.
Adapun penatalaksanaan penyalah gunaan zat sebagai berikut:
1. Anjurkan keluarga juga kerabat memberikan dukungan karena
walau bagaimanapun dukungan keluarga dan kerabat sangat besar
pengaruhnya.
2. Anjurkan individu yang pengalami penyalahgunaan zat untuk
bersikap terbuka kepada orang tua atau kerabat, dan jangan ragu
untuk menyampaikan apa yang ingin dikeluhkan. Hal tersebut dapat
membantu dalam mempercepat proses pemulihan.
3. Diskusikan bersama tentang dampak penggunaan zat terhadap:
4. Diskusikan tentang kehidupan individu tersebut sebelum
menggunakan zat, kemudian harapannya untuk kehidupan sekarang
dan masa yang akan datang setelah tahu dampaknya.
5. Diskusikan cara meningkatkan motivasi untuk berhenti.
6. Latih individu tersebut untuk mensyukuri keadaannya tersebut,
seperti:
a. Sebutkan lebih sering hal-hal yang patut disyukuri (latihan
afirmasi)
b. Sebutkan berulang-ulang keinginan untuk berhenti (latihan
afirmasi)
7. Diskusikan cara mengontrol keinginan menggunakan zat dengan
cara:
a. Menghindar, misalnya: tidak pergi ke tempat-tempat yang ada
pengedar, tidak melewati tempat yang mempunyai kenangan saat
masih menggunakan zat, tidak bergabung / bergaul dengan
pengguna
b. Mengalihkan, misalnya: menyibukkan diri dengan aktivitas yang
padat dan menyenangkan.
c. Menolak, misalnya: mengatakan tidak, walaupun ditawarkan
gratis dan tetap mengatakan tidak, walaupun sekali saja.
8. Latih individu tersebut mengontrol keinginan menggunakan zat,
seperti: menghindar, mengalihkan dan menolak
9. Diskusikan cara menyelesaikan masalah yang sehat , seperti:
a. Mengenali cara individu menyelesaikan masalah selama ini,
misalnya segera menggunakan zat bila ada masalah
b. Untung rugi cara tersebut digunakan
10. Tawarkan cara yang sehat untuk menyelesaikan masalah, contoh:
a. Secara verbal: jika sering dicurigai dan dituduh pakai NAPZA
oleh orang tua maka ungkapkan bahwa dirinya kecewa belum
dipercaya oleh keluarga, kemudian bicarakan dengan orang
tua bahwa tidak dipercaya itu membuat kesal dan dapat
menimbulkan sugesti, katakan hal-hal yang diharapkan
terhadap orang lain secara jujur dan terbuka, sepakati dengan
orang tua kalau individu akan mengatakan secara jujur pada
keluarga jika individu ternyata pakai lagi, dan keluarga akan
membantu individu untuk berobat
b. Secara fisik: ambil waktu luang untuk diri sendiri dengan
jalan-jalan, melakukan aktifitas untuk menyalurkan kekesalan,
seperti olah raga, relaksasi atau kegiatan lain yang disukai
individu
c. Secara sosial: cari bantuan orang lain untuk menyelesaikan
masalah.
d. Secara spiritual: mengadukan masalah kepada Tuhan dan
menyakini bahwa akan ada bantuan dari Yang Maha Kuasa.

11. Latih individu tersebut menggunakan cara tersebut dengan:


a. Mengenali situasi yang berisiko tinggi.
b. Kondisi emosi negatif, misalnya kesal, dituduh pakai lagi.
c. Konflik dengan orang lain, misalnya bertengkar karena dilarang
keluar rumah atau dituduh mencuri.
d. Tekanan sosial, misalnya dipaksa sebagai syarat untuk
bergabung dengan kelompok tertentu.
e. Tidak menggunakan zat untuk menyelesaikan masalah, tetapi
menggunakan cara yang sehat menyelesaikan masalah.
12. Diskusikan gaya hidup yang sehat, seperti:
a. Makan dan buang air secara teratur
b. Bekerja dan tidur secara teratur
c. Menjaga kebersihan diri
13. Latih individu mengubah gaya hidup, yaitu:
a. Tentukan aktivitas sehari-hari dan hobi.
b. Buat jadwal aktivitas.
c. Tentukan pelaksanaan jadwal tersebut.
14. Latih cara minum obat sesuai terapi dokter dan tekankan pada
prinsip benar dosis obatnya
1

PENDIDIKAN KESEHATAN ANSIETAS/ KECEMASAN

Pengertian Cemas
Rasa cemas atau anxiety adalah hal yang normal dirasakan ketika
seseorang menghadapi situasi atau mendengar berita yang
menimbulkan rasa takut atau khawatir. Namun, anxiety perlu
diwaspadai jika muncul tanpa sebab atau sulit dikendalikan, karena bisa
jadi hal tersebut disebabkan oleh gangguan kecemasan.
Gangguan kecemasan dan anxiety tidaklah sama. Rasa cemas
terbilang normal apabila masih terkendali dan hilang setelah faktor
pemicu munculnya rasa cemas teratasi. Namun, jika perasaan cemas
menetap atau memburuk hingga akhirnya mengganggu aktivitas sehari-
hari, kondisi tersebut dapat dikatakan sebagai gangguan kecemasan
(anxiety disorder).

Berbagai Gejala Anxiety


Setiap orang, siapapun dapat merasa cemas ketika hendak
menghadapi atau sedang berada dalam situasi yang dirasakan
mengancam atau menakutkan, misalnya ada anggota keluarga yang
menikah, pindah kost, memulai pekerjaan baru, akan menjalani operasi,
ada teman atau anggota keluarga yang terkena musibah, atau menunggu
istri yang akan melahirkan dll.
Orang yang cemas biasanya akan merasakan gejala-gejala berikut
ini:
▪ Gugup, gelisah, dan tegang
▪ Detak jantung cepat
▪ Napas cepat
▪ Gemetaran
▪ Sulit atau bahkan tidak bisa tidur
▪ Banyak berkeringat
▪ Tubuh terasa lemas
▪ Sulit konsentrasi
▪ Adanya perasaan seperti akan ditimpa bahaya

Tahukah anda, ternyata Cemas itu ada yang Normal dan yang
Berbahaya
Cemas atau anxiety tidak selalu buruk. Intinya yang penting fikiran
kita, dengan pikiran positif, rasa cemas yang muncul dapat dijadikan
motivasi atau dorongan untuk dapat mengatasi tantangan atau situasi
tertentu. Sebagai contoh, saat akan ujian atau wawancara kerja, rasa
cemas mungkin bisa membuat Anda termotivasi untuk belajar atau
mempersiapkan wawancara kerja dengan sebaik-baiknya.
Hal yang perlu diwaspadai adalah ketika rasa cemas tetap muncul
meski faktor pemicunya sudah hilang atau perasaan cemas muncul
tanpa alasan jelas dan mengganggu aktivitas. Dalam hal ini, Anda patut
mencurigai adanya gangguan kecemasan.
Masing-masing individu dapat merasakan gejala yang berbeda,
tergantung jenis gangguan kecemasan yang dideritanya. Untuk
menentukan apakah anxiety yang muncul terbilang normal atau
disebabkan oleh gangguan mental, perlu dilakukan pemeriksaan oleh
psikolog atau psikiater.

Beberapa Jenis Anxiety yang Perlu Anda Ketahui


Berikut ini adalah jenis-jenis anxiety disorder atau gangguan
kecemasan beserta gejalanya:

1. Gangguan kecemasan umum (generalized anxiety disorder)


Seseorang yang menderita gangguan kecemasan umum bisa
merasa cemas atau khawatir secara berlebihan terhadap berbagai hal,
mulai dari pekerjaan, kesehatan, hingga hal-hal yang sederhana, seperti
berinteraksi dengan orang lain. Anxiety yang muncul akibat gangguan
kecemasan umum bisa dirasakan setiap hari dan menetap hingga lebih
dari 6 bulan. Akibatnya, individu gangguan kecemasan ini akan
menjadi sulit menjalani aktivitas dan pekerjaan sehari-hari.
Selain munculnya rasa cemas yang mengganggu, individu yang
mengalami gangguan kecemasan umum juga dapat merasa cepat lelah,
tegang, mual, sakit kepala, sulit berkonsentrasi, sesak, dan insomnia.

2. Fobia
Fobia merupakan jenis gangguan anxiety yang membuat individu
memiliki rasa takut yang berlebihan dan cenderung tidak rasional
terhadap suatu benda, binatang, atau situasi tertentu yang tidak
menimbulkan rasa takut pada kebanyakan orang.
Orang yang memiliki fobia bisa mengalami serangan panik atau
rasa takut yang hebat ketika melihat suatu benda atau berada di tempat
yang menjadi pemicu fobia, misalnya laba-laba, darah, berada di tengah
keramaian, tempat yang gelap, tempat tinggi, atau ruangan tertutup.
Oleh karena itu, individu fobia biasanya akan melakukan segala
upaya untuk menjauhkan dirinya dari hal atau situasi yang ia takuti.

3. Gangguan kecemasan sosial


Individu yang gangguan kecemasan sosial atau dikenal juga fobia
sosial memiliki kecemasan atau ketakutan yang luar biasa terhadap
lingkungan sosial atau situasi di mana mereka harus berinteraksi dengan
orang lain. Individu fobia jenis ini selalu merasa diawasi dan dinilai
oleh orang lain, serta takut atau merasa malu secara berlebihan saat
berada di keramaian. Hal-hal tersebut membuat individu selalu
berusaha menghindari situasi yang mengharuskan ia bertemu atau
berinteraksi dengan banyak orang.
4. PTSD (Post-Traumatic Stres Disorder)
Gangguan stres pascatrauma atau PTSD dapat muncul pada
seseorang yang pernah mengalami kejadian traumatis atau berada di
situasi berbahaya yang mengancam nyawa. Contohnya, tinggal di
daerah konflik atau perang, terkena bencana alam, atau korban
kekerasan. Orang yang menderita PTSD sering kali susah untuk
melupakan pengalaman traumatisnya, baik terlintas dalam benak atau
saat bermimpi, yang kemudian membuatnya merasa bersalah, terisolasi,
dan sulit bersosialisasi dengan orang lain. Terkadang orang yang
memiliki PTSD juga bisa mengalami insomnia dan bahkan depresi.

5. Gangguan panik
Anxiety dan serangan panik akibat gangguan ini dapat muncul
kapan saja dan terjadi secara tiba-tiba atau berulang. Ketika gejala panik
muncul, individu gangguan panik biasanya dapat merasakan sejumlah
gejala lain, seperti berdebar-debar, berkeringat dingin, pusing, sesak
napas, serta tubuh gemetar dan terasa lemas.
Orang dengan gangguan panik tidak dapat memprediksi kapan
gangguan tersebut akan muncul atau apa pemicunya. Oleh karena itu,
tak sedikit individu gangguan panik yang menjauhkan diri dari
lingkungan sosial karena takut serangan paniknya kambuh di tempat
umum.

6. Gangguan Obsesif Kompulsif (OCD)


Orang yang menderita gangguan OCD memiliki kecenderungan
untuk melakukan sesuatu secara berulang-ulang untuk meringankan
rasa cemas yang berasal dari pikirannya sendiri. Contohnya, mencuci
tangan harus sebanyak 7 kali karena ia berpikir tangannya masih kotor.
Gangguan ini sulit dikendalikan, bersifat menetap, dan dapat
kambuh kapan saja sehingga membuat individunya terganggu untuk
melakukan aktivitas sehari-hari.

Beberapa Cara Mengatasi Anxiety


Untuk meredakan atau mencegah munculnya perasaan cemas,
Anda dapat melakukan beberapa cara berikut ini:
▪ Mencukupi waktu tidur dan istirahat
▪ Membatasi konsumsi kafein dan minuman beralkohol
▪ Mengurangi stres dengan mencoba teknik relaksasi, misalnya
meditasi dan yoga
▪ Melakukan aktivitas fisik atau berolahraga secara teratur
▪ Mencoba bertukar pikiran atau curhat dengan teman

Faktor Penyebab Cemas


Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadi kecemasan, diantaranya:
▪ Faktor Biologis
Otak mengandung reseptor khusus, yaitu benzodiazepine,
yang bertugas dalam mengelola dan mengatur kecemasan. Selain itu
ada pula penghambat GABA dan juga endorfin yang berperan dalam
mengelola kecemasan. Kadang kecemasan menimbulkan berbagai
perubahan dan gangguan fisik. Bila kecemasan tidak ditangani
dengan baik, dapat menurunkan kapasitas seseorang untuk
mengatasi stressor.
▪ Faktor Psikologis
Beberapa ahli biologis menjelaskan berbagai pandangan
mengenai kecemasan, diantaranya menurut:
1. Pandangan psikoanalitik.
Kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara 2
elemen kepribadian, Yaitu: Id dan super-ego.Id mewakili
dorongan insting dan impuls primitif, sedangkan super-ego
mencerminkan hati nurani seseorang yang dikendalikan oleh
norma-norma budaya seseorang. Ego atau aku berfungsi
menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan. Fungsi
kecemasan adalah mengingatkan ego bahwa akan ada bahaya.

2. Pandangan Iterpersonal
Kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap penerimaan
dan penolakan interpersonal. Kecemasan berhubungan dengan
kejadian trauma, seperti perpisahan dan kehilangan dari
lingkungan maupun orang yang berarti bagi individu. Individu
dengan harga diri rendah sangat mudah mengalami
perkembangan kecemasan yang berat.
3. Pandangan Perilaku
Kecemasan merupakan produk frustasi, yaitu segala sesuatu
yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Pakar perilaku menganggap kecemasan sebagai
dorongan belajar dari dalam diri untuk menghindari kepedihan.
Individu yang sejak kecil terbiasa menghadapi ketakutan yang
berlebihan, lebih sering menunjukan kecemasan dalam kehidupan
selanjutnya dibandingkan dengan individu yang jarang
menghadapi ketakutan dalam kehidupannya.

▪ Faktor Sosial Budaya


Kecemasan merupakan hal yang biasa ditemui dalam keluarga.
Faktor ekonomi, latar belakang pendidikan berpengaruh terhadap
terjadinya kecemasan.
Setelah mempelajari faktor prediposisi kecemasan, tugas anda
selanjutnya adalah membuat ringkasan dengan menggunakan kata-
kata sendiri mengenai faktor predisposisi kecemasan.
Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi kecemasan dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Ancaman terhadap integritas seseorang, seperti: ketidak mampuan
atau penurunan fungsi fisiologis akibat sakit sehingga mengganggu
individu untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari
2. Ancaman terhadap sistem diri seseorang. Ancaman ini akan
menimbulkan gangguan terhadap identitas diri, dan fungsi sosial
individu.

Sumber Koping
Dalam menghadapi kecemasan, individu akan memanfaatkan dan
menggunakan berbagai sumber koping dilingkungan. Sumber koping
antara individu yang satu dengan yang lainnya berbeda. Sekarang anda
cari dalam Modul literatur atau jurnal sumber koping yang dapat
digunakan seseorang yang mengalami kecemasan.

Mekanisme Koping
Pada individu yang mengalami kecemasan yang sedang dan berat,
mekanisme koping yang digunakan terbagi atas dua jenis mekanisme
koping, yaitu:
Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari dan
berorientasi pada tindakan realistik yang bertujuan untuk menurunkan
situasi stres, misalnya:
▪ Perilaku menyerang (agresif). Digunakan individu untuk mengatasi
rintangan agar terpenuhinya kebutuhan.
▪ Perilaku menarik diri. Dipergunakan untuk menghilangkan sumber
ancaman baik secara fisik maupun secara psikologis.
▪ Perilaku kompromi. Dipergunakan untuk mengubah tujuan-tujuan
yang akan dilakukan atau mengorbankan kebutuhan personal untuk
mencapai tujuan.
Mekanisme Pertahan Ego, bertujuan untuk membantu mengatasi
kecemasan ringan dan sedang. Mekanisme ini berlangsung secara tidak
sadar, melibatkan penipuan diri, distorsi realitas dan bersifat
maladaptif. Mekanisme pertahanan ego yang digunakan adalah:
▪ Kompensasi: dimana seseorang memperbaiki penurunan citra diri
dengan secara tegas menonjolkan keistimewaan/kelebihan yang
dimilikinya.
▪ Penyangkalan (Denial): Menyatakan ketidaksetujuan terhadap
realitas dengan mengingkari realitas tersebut. Mekanisme
pertahanan ini paling sederhana dan primitif.
▪ Pemindahan (Displacement): penggalihan emosi yang semula
ditujukan pada seseorang/benda tertentu yang biasanya netral atau
kurang mengancam terhadap dirinya.
▪ Disosiasi: pemisahan dari setiap proses mental atau perilaku dari
kesadaran atau identitasnya.
▪ Identifikasi (Identification): proses dimana seseorang mencoba
menjadi orang yang ia kagumi dengan mengambil/menirukan
pikiran,perilaku dan selera orang tersebut.
▪ Intelektualisasi (Intelectualization): penggunaan logika dan alasan
yang berlebihan untuk menghindari pengalaman yang mengganggu
perasaannya.
▪ Intrijeksi (Intrijection): mengikuti norma-norma dari luar, sehingga
ego tidak lagi terganggu oleh ancaman dari luar (pembentukan
superego).
▪ Fiksasi: berhenti pada tingkat perkembangan salah satu aspek
tertentu (emosi atau tingkah laku atau pikiran),sehingga
perkembangan selanjutnya terhalang.
▪ Proyeksi: pengalihan buah fikiran atau impuls pada diri sendiri
kepada orang lain terutama keinginan. Perasaan emosional dan
motivasi tidak dapat ditoleransi.
▪ Rasionalisasi: memberi keterangan bahwa sikap/tingkah lakunya
menurut alasan yang seolah-olah rasional,sehingga tidak
menjatuhkan harga diri.
▪ Reaksi formasi: bertingkah laku yang berlebihan yang langsung
bertentangan dengan keinginan-keinginan,perasaan yng sebenarnya.
▪ Regresi: kembali ketingkat perkembanagan terdahulu (tingkah laku
yang primitif), contoh: bila keinginan terlambat menjadi marah,
merusak,melempar barang, meraung, dan sebagainya.
▪ Represi: secara tidak sadar mengesampingkan pikiran, impils, atau
ingatan yang menyakitkan atau bertentangan, merupakan pertahanan
ego yang primer yang cenderung diperkuat oleh mekanisme ego
yang lainnya.
▪ Acting Out: langsung mencetuskan perasaan bila keinginannya
terhalang.
▪ Sublimasi: penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia, artinya
dimana masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami halangan
dalam penyalurannya secara normal.
▪ Supresi: suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme
pertahanan, tetapi sebetulnya merupakan analog represi yang
disadari; pengesampingan yang disengaja tentang suatu bahan dari
kesadaran seseorang, kadangkadang dapat mengarah pada represif
berikutnya.
▪ Undoing: tindakan/perilaku atau komunikasi yang menghapuskan
sebagian dari tindakan/perilaku atau komunikasi sebelumnya
merupakan mekanisme pertahanan primitif

Tata Laksana
▪ Bina hubungan saling percaya, dengan saling percaya maka akan
mudah melakukan komunikasi
▪ Bantu individu tersebut mengenal kecemasan. Bisa menggunakan
leaflet/lembar balik untuk memberikan pendidikan kesehatan kepada
individu yang mengalami kecemasan. Buatlah leaflet/lembar balik
semenarik dan sekomunikatif mungkin, sehingga tujuan anda untuk
mengenalkan kecemasan kepada individu tercapai.
▪ Ajarkan berbagai teknik relaksasi dan distraksi, seperti: Teknik
Nafas Dalam, Teknik Relaksasi Otot Progresif, dan Teknik Hipnotis
5 Jari.

Berikut ini adalah materi tentang teknik relaksasi untuk


mengurangi Kecemasan.

Teknik Nafas Dalam

Pengertian
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu tindakan dengan
menghembuskan nafas secara perlahan, Selain dapat menurunkan
intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan
ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah, sehingga juga dapat
menurunkan tingkat kecemasan.

Tujuan
Tujuan teknik relaksasi nafas dalam adalah: untuk mengurangi
stres baik stres fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas
nyeri dan menurunkan cemas.

Prosedur Teknik Relaksasi Nafas Dalam


▪ Ciptakan lingkungan yang terang
▪ Usahakan tetap rileks dan tenang
▪ Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan
udarah melalui hitungan 1 sampai 4
▪ Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan
ekstremitas atas dan bawah rileks melalui hitungan 5 sampai 8
▪ Anjurkan bernafas dengan irama normal sebanyak 3 kali
▪ Menarik nafas lagi melalui hidung dan penghembusan melalui mulut
secara perlahan-lahan
▪ Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks
▪ Usahakan untuk tetap konsentrasi/mata sambil terpejam
▪ Pada saat konsentrasi pusatkan pada hal-hal yang nyaman
▪ Anjurkan untuk mengurangi prosedur hingga kecemasan terasa
berkurang.

Teknik Relaksasi Otot Progesif

Pengertian Teknik Relaksasi Otot Progresif


Pengertian teknik relaksasi otot progresif merupakan suatu terapi
relaksasi yang diberikan kepada individu dengan menegangkan otot-
otot tertentu dengan mengombinasikan latihan nafas dalam dan
serangkaian seri kontraksi dan relaksasi otot tertentu.

Tujuan:
▪ Menurunkan ketegangan otot,
▪ Menurunkn kecemasan,
▪ Mengurangi nyeri leher dan punggung,
▪ Menurunkan tekanan darah tinggi, frekuensi jantung dan laju
metabolik.
▪ Mengurangi distritmia jantung, kebutuhan oksigen;
▪ Meningkatkan rasa kebugaran, konsentrasi stress
▪ Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasme otot,
fobia ringan, gagap ringan, dan
▪ Membangun emosi positif.
Prosedur Latihan Relaksasi Otot Progresif
Lakukan latihan bersama teman sebelum anda memberikan latihan
ini kepada individu. Ada 15 langkah dalam prosedur Teknik Relaksasi
Otot Progresif. Pada modul ini, anda akan diberikan contoh untuk setiap
langkahnya. Selamat berlatih dan berikut ini dalah uraiannya:
▪ Identifikasi tingkat cemas
▪ Kaji kesiapan individu dan, perasaan individu
▪ Siapkan ruang yang sejuk, tidak gaduh dan alami
▪ Siapkan tempat tidur atau kursi yang dapat menopang bahu individu
▪ Jelaskan kembali tujuan terapi dan prosedur yang akan dilakukan:
▪ Individu berbaring atau duduk bersandar (ada sandaran untuk kaki
dan bahu)
▪ Lakukan latihan nafas dalam dengan menarik nafas melalui hidung
dan dihembuskan melalui mulut
▪ Bersama individu mengidentifikasi (individu dianjurkan dan
dibimbing untuk mengidentifikasi) daerah-daerah otot yang sering
tegang misalnya dahi, tengkuk, leher, bahu, pinggang, lengan, dan
betis
▪ Bimbing individu untuk mengencangkan otot tersebur selama 5-
7detik kemudian bimbing individu untuk merelaksasikan otot 20-30
detik.
▪ Kencangkan dahi (kerutkan dahi keatas) selama 5-7detik, kemudian
relakskan 20-30 detik. individu disuruh merasakan rileksnya.
▪ Kencangkan bahu, tarik keatas selama 5-7 detik, kemudian rilekskan
20-30 detik. Individu diminta merasakan rileksnya dan rasakan
aliran darah mengalir secara lancar.
▪ Kepalkan telapak tangan dan kencangkan otot bisep selama 5-7
detik, kemudian rilakskan 20-30 detik. individu disuruh merasakan
rileksnya dan rasakan aliran darah mengalir secara lancar
▪ Kencangkan betis, ibu jari tarik kebelakang bisep selama 5- 7 detik,
kemudian relakskan 20-30 detik. Minta individu untuk merasakan
rileksnya dan rasakan aliran darah yang mengalir secara lancar.

Selama kontraksi individu dianjurkan merasakan kencangnya otot


dan selama relaksasi anjurkan individu konsentrasi merasakan
rileksnya otot.

Teknik Hipnosis 5 Jari

Teknik hypnosis 5 jari merupakan Teknik distraksi dengan


menggunakan hypnosis 5 jari untuk menurunkan tingkat kecemasan.
Adapun prosedur melakukannya dapat anda pelajari seperti uraian
dibawah ini:
▪ Atur posisi individu senyaman mungkin
▪ Minta individu untuk memejamkan mata dan lakukan teknik nafas
dalam secara perlahan sebanyak 3 kali. Minta individu untuk rileks
▪ Minta individu untuk menautkan ibu jari dengan jari telunjuk, sambil
membayangkan kondisi dirinya ketika masih dalam kondisi Sehat.
Pandu individu membayangkan kegiatan yang biasa dilakukan saat
kondisi tubuh sedang sehat selama 1 menit.
▪ Kemudian atur napas kembali dengan melakukan teknik nafas dalam
dan ubah posisi jari dengan tautkan ibu jari dengan jari tengah dan
minta individu membayangkan ketika mendapatkan surprise atau
barang yang sangat disukai pandu individu membayangkan momen
(kejadian) dan suasana hati yang menyenangkan saat menerima
hadiah tersebut.
▪ Atur kembali nafas dalam dan pindahkan posisi jari dengan
menautkan ibu jari kepada jari manis bayangkan ketika anda berada
di tempat yang paling nyaman, tempat yang membuat individu
merasa sangat bahagia. Pandu individu untuk membayangkan
suasana hati saat berada ditempat tersebut dengan
memvisualisasikan kondisi tempat yang menyenangkan bagi
individu.
▪ Sambil mengatur nafas dalam bembali, pindahkan posisi ibu jari
untuk ditautkan denganjari kelingking, bayangkan ketika anda
mendapat suatu penghargaan (dipuji) oleh orang-orang yang sangat
disayangi.
▪ Tarik nafas, lakukan perlahan, lakukan selama 3 kali.
▪ Buka mata kembali.
▪ Memasukan kedalam jadwal kegiatan harian individu.
1

PENDIDIKAN KESEHATAN GANGGUAN


CITRA TUBUH
Pengertian Gangguan Citra Tubuh
Citra tubuh merupakan salah satu komponen dari konsep diri yang
memiliki pengertian yaitu kumpulan dari sikap individu yang disadari
dan tidak disadari terhadap tubuhnya. Termasuk dalam hal ini adalah
persepsi tentang masa lalu dan sekarang, serta perasaan tentang ukuran,
fungsi, penampilan dan potensi diri.

Manifestasi Klinis Citra Tubuh


Individu dengan gangguan citra tubuh dapat diketahui bila
menunjukkan tanda dan gejala sebagai berikut:
▪ Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah
▪ Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi/akan terjadi
▪ Menolak penjelasan perubahan tubuh
▪ Persepsi negatif pada tubuh
▪ Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang
▪ Mengungkapkan keputusasaan
▪ Mengungkapkan ketakutan

Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang mempengaruhi gambaran diri, adalah
munculnya stresor yang dapat mengganggu integritas gambaran diri.
Stresor dapat berupa:
▪ Operasi: Mastektomi, amputasi, luka operasi yang semuanya
mengubah gambaran diri. Demikian pula tindakan koreksi seperti
operasi palstik atau protesa.
▪ Kegagalan fungsi tubuh: hemiplegi, buta, tuli dapat mengakibatkan
depresionalisasi, yaitu tidak mengakui atau asing terhadap bagian
tubuh, sering berkaitan dengan fungsi syaraf.
▪ Waham yang berkaitan dengan bentuk dan fungsi tubuh.Sering
terjadi pada individu gangguan jiwa. Individu mempersiapkan
penampilan dan pergerakan tubuh sangat berbedah dengan
kenyataan.
▪ Tergantung pada mesin.Individuintensivicare yang memandang
imobilisasi sebagai tantangan, akibatnya sukar mendapatkan
informasi umpan balik. Pengunaan alat-alat intensivicare dianggap
sebagai gangguan.

Faktor Presipitasi
1. Transisi peran sehat-sakit. Pergeseran dari keadaan sekit. Stressor
pada tubuh dapat menyebabkan gangguan gambaran diri dan
beraakibat perubahan konsep diri. Perubahan tubuh dapat
mempengaruhi semua komponen konsep diri. Transisi ini mungkin
dicetuskan oleh:
▪ Kehilangan bagian tubuh
▪ Perubahan ukuran, bentuk, penampilan dan fungsi tubuh
▪ Perubahan fisik berhubungan dengan tumbuh kembang normal
▪ Prosedur medis dan
2. Transisi perkembanagan. Adanya perubahan tubuh yang berkaitan
dengan tumbuh kembang, dimana seseorang akan merasakan
perubahan pada dirinya sering dengan bertambahnya usia. Tidak
jarang seseorang menanggapinya dengan respon negatif dan positif.
Ketidak puasan juga dirasakan seseorang jika didapat perubahan
tubuh yang tidak ideal.
Penilaian Terhadap Stressor
Seorang dengan gangguan citra tubuh memiliki penilaian sendiri
terhadap stressor atau masalah/perubahan tubuhnya yang menyebabkan
penurunan kepercayaan diri. Wajah tampak tegang, menghindari
kontak mata, dahi berkerut, mimik nampak serius, bicara berat, sukar
untuk senyum dan tertawa juga ditunjukkan individu dengan Gangguan
Citra Tubuh.

Sumber Kooping
▪ Aktivitas olahrga dan aktivitas lain diluar rumah
▪ Hobi dan kerajinan tanagn
▪ Seni yang ekspresif
▪ Kesehatan dan diri
▪ Pekerjaan, vokasi atau posisi
▪ Bakat tertentu
▪ Kecerdasan
▪ Imaginasi dan Kreativitas
▪ Hubungan interpersonal

Pertahan Ego
Pertahan ego yang digunakan pada individu dengan gangguan
citra tubuh adalah:
▪ Fantasi adalah kemampuan menggunakan tanggapan-tanggapan
yang sudah ada (dimiliki)untuk menciptakan tanggapan baru.
▪ Disosiasi merupakan respon individu yang tidak sesuai dengan
stimulus yang ada.
▪ Isolasi cara individu menghindarkan diri dari interaksi dengan
lingkungan luar.
▪ Proyeksi merupakan cara individu menghindari diri dari kelemahan
dan kekuranagn dalam diri sendriri dengan melontorkannya pada
orang lain.
▪ Displacement adalah pengalihan dengan mengeluarkan perasaan-
perasaan yang tertekan pada orang yang kurang mengancam dan
kurang menimbulkan reaksi emosi.

Perilaku Gangguan Citra Tubuh


Tanda dan gejala individu dengan gangguan citra tubuh dapat
diketahui bila menunjukkan perilaku sebagai berikut:
▪ Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah
▪ Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi/akan terjadi
▪ Menolak penjelasan perubahan tubuh
▪ Demikian persepsi negatif pada tubuh
▪ Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang
▪ Mengungkapkan keputusan
▪ Mengungkapkan kepuasan

Tata Laksana Tindakan Pada Individu Yang Mengalami


Gangguan Citra Tubuh
1. Diskusikan persepsi klien tentang citra tubuhnya, dulu dan saat ini,
perasaan tentang citra tubuhnya dan harapan tentang citra tubuhnya
saat ini
2. Motivasi klien untuk melihat/meminta bantuan keluarga dan perawat
untuk melihat dan menyentuh bagian tubuh yang sakit secara
bertahap.
3. Diskusikan aspek positif diri
4. Bantu klien unruk meningkatkan fungsi bagian tubuh yang
terganggu (misalnya menggunakan anus buatan dari hasil kolostomi)
5. Ajarkan klien meningkatkan citra tubuh dengan cara:
▪ Gunakan anus buatan dari hasil kolostomi sesegera mungkin dan
gunakan pakaian yang baru
▪ Motivasi klien untuk melakukan aktivitas yang mengarah pada
pembentukan tubuh yang ideal
6. Lakukan interaksi secara bertahap seperti:
▪ Melakukan aktivitas sehari-hari dan terlibat dalam aktivitas
keluarga dan sosial
▪ Mengunjungi teman atau orang lain yang berarti atau mempunyai
peran penting baginya
▪ Berikan pujian terhadap keberhasilan melakukan interaksi
7. Jelaskan pada keluarga tentang gangguan citra tubuh yang terjadi
pada individu.
8. Jelaskan pada keluarga cara mengatasi gangguan citra tubuh
9. Ajarkan keluarga cara merawat individu.
10. Sediakan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan individu di rumah.
11. Fasilitasi interaksi saat di rumah.
12. Berikan pujian atas keberhasilan individu.
1

PENDIDIKAN KESEHATAN KEHILANGAN


DAN BERDUKA

A. Kehilangan (Loss)
Pengertian Kehilangan
Kehilangan (Loss) adalah perasaan kehilangan yang
disebabkan karena suatu situasi baik aktual maupun potensial yang
dapat dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, baik sebagian atau keseluruhan (Hidayat, 2012).
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh
setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu
sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya
kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.

Jenis-Jenis Kehilangan
Terdapat 5 jenis kehilangan, yaitu:
▪ Kehilangan seseorang yang dicintai, dan sangat bermakna atau
orang yang berarti merupakan salah satu jenis kehilangan yang
paling mengganggu dari tipe – tipe kehilangan. Kematian orang
yang dicintai dan bermakna dalam kehidupan individu akan
menimbulkan kehilangan bagi orang yang mencintainya. Hal ini
dikarenakan hilangnya keintiman, intensitas dan ketergantungan
serta ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami /
istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar
biasa dan tidak dapat ditutupi.
▪ Kehilangan pada diri sendiri (loss of self) adalah kehilangan diri
atau anggapan tentang mental seseorang, meliputi kehilangan
perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kehilangan
kemampuan fisik dan mental, serta kehilangan akan peran
dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari askpek diri
mungkin sementara atau menetap, sebagian atau seluruhnya.
Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang, misalnya
kehilangan pendengaran, ingatan usia muda, fungsi tubuh.
▪ Kehilangan objek eksternal, misalnya kehilangan benda milik
sendiri atau bersama – sama, perhiasan, uang atau pekerjaan.
Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda
yang hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.
▪ Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal, diartikan sebagai
terpisahnya individu dari lingkungan yang sangat dikenal
termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu
satu periode atau bergantian secara menetap. Misalnya pindah
ke kota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses
penyesuaian baru.
▪ Kehilangan kehidupan / meninggal. Seseorang pasti akan
mengalami kematian, baik mati secara perasaan, pikiran dan
respon pada kegiatan atau orang disekitarnya, sampai dengan
kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda
tentang kematian.

Sifat kehilangan
▪ Tiba-tiba (tidak dapat diramalkan) Kehilangan secara tiba-tiba
dan tidak diharapkan dapat mengarah pada pemulihan dukacita
yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan, bunuh diri,
pembunuhan atau pelalaian diri akan sulit diterima.
▪ Berangsur-angsur (dapat Diramalkan) Penyakit yang sangat
menyulitkan, berkepanjangan, dan menyebabkan yang
ditinggalkan mengalami keletihan emosional.
Tipe kehilangan
▪ Actual Loss
Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh
orang lain, sama dengan individu yang mengalami kehilangan.
Contoh : kehilangan anggota badan, uang, pekerjaan, anggota
keluarga.
▪ Perceived Loss (Psikologis)
Kehilangan Sesuatu yang dirasakan oleh individu
bersangkutan namun tidak dapat dirasakan/dilihat oleh orang
lain. Contoh: Kehilangan masa remaja, lingkungan yang
berharga.
▪ Anticipatory Loss
Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi.
Individu memperlihatkan perilaku kehilangan dan berduka
untuk suatu kehilangan yang akan berlangsung. Sering terjadi
pada keluarga dengan klien (anggota) menderita sakit terminal.

Tahapan proses kehilangan


Respon berduka seseorang terhadap kehilangan melalui
tahap-tahap: pengingkaran, marah, tawar-menawar, depresi dan
penerimaan.
▪ Pengingkaran
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan
adalah shok, tidak percaya atau mengingkari kenyataan bahwa
kehidupan itu memang benar terjadi, dengan mengatakan
“Tidak, saya tidak percaya itu terjadi” atau “itu tidak mungkin
terjadi”.
Bagi individu atau keluarga yang didiagnosa dengan
penyakit terminal, akan terus mencari informasi tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah: letih, lemah,
pucat, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat,
menangis, gelisah, dan tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini
dapat berakhir dalam beberapa menit atau beberapa tahun.
▪ Fase Marah
Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan
kenyataan terjadinya kehilangan. Individu menunjukkan rasa
marah yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang
lain atau pada dirinya sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan
perilaku agresif, berbicara kasar, menolak pengobatan,
menuduh dokter-perawat yang tidak becus. Respon fisik yang
sering terjadi antara lain muka merah, nadi cepat, gelisah, susah
tidur, tangan mengepal.
▪ Fase Tawar-menawar
Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya
secara intensif, maka ia akan maju ke fase tawar-
menawar dengan memohon kemurahan pada Tuhan. Respon ini
sering dinyatakan dengan katakata “ kalau saja kejadian ini bisa
ditunda, maka saya akan sering berdoa”. Apabila proses ini oleh
keluarga maka pernyataan yang sering keluar adalah “kalau saja
yang sakit, bukan anak saya”.
▪ Fase Depresi
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik
diri, kadang sebagai klien sangat penurut, tidak mau bicara,
menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada
keinginan bunuh diri, dan sebagainya. Gejala fisik yang
ditunjukkan antara lain: menolak makan, susah tidur, letih,
dorongan libido menurun.
▪ Fase Penerimaan
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan.
Pikiran yang selalu berpusat kepada obyek atau orang yang
hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah
menerima kehilangan yang dialaminya. Gambaran tentang
obyek atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara
bertahap perhatiannya akan beralih kepada obyek yang baru.
Fase ini biasanya dinyatakan dengan “saya betul-betul
kehilangan laptop saya tapi laptop yang dari kantor juga tampak
bagus” atau “apa yang dapat saya lakukan agar cepat sembuh”.
Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima dengan
perasaan damai, maka dia akan mengakhiri proses berduka serta
mengatasi perasaan kehilangannya dengan tuntas. Tetapi bila
tidak dapat menerima fase ini maka akan mempengaruhi
kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan
selanjutnya.

B. Grief (Berduka)
Pengertian Grief (Berduka)
Grieving (berduka) adalah reaksi emosional dari kehilangan
dan terjadi bersamaan dengan kehilangan baik karena perpisahan,
perceraian maupun kematian. Sedangkan istilah bereavement
adalah keadaan berduka yang ditunjukan selama individu melewati
rekasi atau masa berkabung (mourning). Hidayat (2012)

Jenis Berduka
▪ Berduka normal, terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang
normal terhadap kehilangan. Misalnya, kesedihan, kemarahan,
menangis, kesepian, dan menarik diri dari aktivitas untuk
sementara.
▪ Berduka antisipatif, yaitu proses „melepaskan diri‟ yang
muncul sebelum kehilangan atau kematian yang sesungguhnya
terjadi. Misalnya, ketika menerima diagnosa terminal,
seseorang akan memulai proses perpisahan dan menyelesaikan
berbagai urusan di dunia sebelum ajalnya tiba.
▪ Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang sulit untuk
maju ke tahap berikutnya, yaitu tahap kedukaan normal. Masa
berkabung seolah-olah tidak kunjung berakhir dan dapat
mengancam hubungan orang yang bersangkutan dengan orang
lain.
▪ Berduka tertutup, yaitu kedukaan akibat kehilangan yang tidak
dapat diakui secara terbuka. Contohnya, kehilangan pasangan
karena AIDS, anak yang mengalami kematian orang tua tiri,
atau ibu yang kehilangan anaknya di kandungan atau ketika
bersalin.

Fase Berduka
Proses grieving dilalui dalam beberapa tahapan. sebagai
berikut:
▪ Denial dari kehilangan yang dialami
▪ Menyadari (realization) kehilangan yang dialami
▪ Timbulnya perasaan ditinggalkan, kehawatiran dan kegelisahan
▪ Keputusasaan, menangis, physical numbness, mental
confussion, kebimbingan dan keragu-raguan.
▪ Resstlessnes (yang muncul dari kecemasan), keresahan,
kegelisahan, dan imsonia, hilang nafsu makan, lekas marah,
menurunnya kontrol diri dan wandering mind.
▪ Keadaan merana (pinning) berupa sakit fisik, dan individuan
atas grief yang dialami juga usaha mencari benda-benda sebagai
kenangkenangan yang mengingatkan pada orang yang
meninggal
▪ Kemarahan
▪ Rasa bersalah
▪ Rasa kehilangan atas dirinya sendiri atau merasakan
kekosongan secara menyeluruh
▪ Longing, berupa kerinduan dan rasa sakit atas kesepian atau
kehampaan yang tidak hilang, bahkan saat bersama dengan
orang lain
▪ Identifikasi dengan orang yang telah meninggal dengan meniru
beberapa traits, attitudes, atau mannerism dari orang yang telah
meninggal
▪ Depresi yang amat dalam, kadangkala disertai keinginan untuk
mati
▪ Pemunculan aspek patologis, seperti minor aches dan penyakit
ringan dan ditandai dengan kecenderungan terhadap
hypochondria, reaksi yang umumnya muncul ialah “siapa yang
akan menjaga dan memperhatikan saya sekarang?”

Faktor penyebab grief


Ada beberapa faktor yang menyebabkan grief yaitu:
▪ Hubungan individu dengan almarhum, yaitu reaksi-reaksi dan
rentang waktu masa berduka yang dialami setiap individu akan
berbeda tergantung dari hubungan individu dengan almarhum,
dari beberapa kasus dapat dilihat hubungan yang sangat baik
dengan orang yang telah meninggal diasosiasikan dengan proses
grief yang sangat sulit.
▪ Kepribadian, usia, jenis kelamin orang yang ditinggalkan
Merupakan perbedaan yang mencolok ialah jenis kelamin dan
usia orang yang ditinggalkan. Secara umum grief lebih
menimbulkan stress pada orang yang usianya lebih muda.
▪ Proses kematian, cara dari seseorang meninggal juga dapat
menimbulkan perbedaan reaksi yang dialami orang yang
ditinggalkannya. Pada kematian yang mendadak kemampuan
orang yang ditinggalkan akan lebih sulit untuk menghadapi
kenyataan. Kurangnya dukungan dari orang-orang terdekat dan
lingkungan sekitar akan menimbulkan perasaan tidak berdaya
dan tidak mempunyai kekuatan, hal tersebut dapat
mempengaruhi kemampuan seseorang dalam mengatasi grief.
Mereka yang mengalami kematian orang yang disayangi
tentunya membutuhkan waktu untuk dapat melewati grief yang
dialami. Bagi orang yang mengamati, tampaknya orang yang
ditinggalkan dapat kembali normal setelah beberapa minggu,
namun sebenarnya dibutuhkan waktu lebih lama untuk
menghadapi masalah-masalah emosional yang dialami selama
masa berduka. Proses dan lamanya grief pada masing-masing
orang berbeda satu sama lainnya. Setidaknya dibutuhkan waktu
satu tahun untuk orang yang berduka dapat bergerak maju
dengan kehidupannya tergantung dari faktor yang bersifat
individual.

Tanda dan Gejala Kehilangan dan Berduka, yaitu:


▪ Perasaan sedih, menangis.
▪ Perasaan putus asa, kesepian
▪ Mengingkari kehilangan
▪ Kesulitan mengekspresikan perasaan
▪ Konsentrasi menurun
▪ Kemarahan yang berlebihan
▪ Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain.
▪ Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan.
▪ Reaksi emosional yang lambat
▪ Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat
aktivitas.
Tata Laksana
▪ Bina hubungan saling percaya dengan yang bersangkutan.
▪ Diskusi mengenai kondisinya saat ini (kondisi pikiran, persaan,
fisik, sosial, dan spritual sebelum/sesudah mengalami peristiwa
kehilangan dan hubungan anara kondisi saat ini dengan
peristiwa kehilangan yang terjadi).
▪ Diskusi cara mengatasi berduka yang dialami, yaitu:
a. Cara verbal (mengungkapakan perasaan)
b. Cara fisik (memberi kesempatan aktiivitas fisik)
c. Cara sosial (sharing melalui kelompok)
d. Cara sosial (berdoa, berserah diri)
▪ Beri informasi tentang sumber-sumber komunitas yang tersedia
untuk saling memberikan pengalaman dengan seksama.
▪ Bantu memasukan kegiatan dalam jadual harian.
▪ Kolaborasi dengan tim kesehatan jiwa puskesmas.
▪ Diskusi dengan keluarga tentang masalah kehilangan dan
berduka serta dampaknya.
▪ Diskusi dengan keluarga cara-cara mengatasi berduka yang
dialami.
▪ Latih keluarga mempraktikan cara merawat anggota
keluarganya.
▪ Diskusi dengan keluarga sumber-sumber bantuan yang dapat
dimanfaatkan oleh keluarga untuk mengatasi kehilangan yang
dialami oleh individu.
1

PENDIDIKAN KESEHATAN HARGA DIRI RENDAH

Pengertian Harga Diri Rendah


Harga diri rendah kronik merupakan evaluasi diri negatif yang
berkepanjangan/ perasaan tentang diri atau kemampuan diri Harga diri
rendah yang berkepanjangan termasuk kondisi tidak sehat mental
karena dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan lain, terutama
kesehatan jiwa.

Proses Terjadinya Masalah


Proses terjadinya harga diri rendah teridiri dari faktor predisposisi
dan presipitasi.

Faktor Predisposisi
▪ Biologis
Faktor heriditer (keturunan) seperti adanya riwayat anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa Selain itu adanya riwayat
penyakit kronis atau trauma kepala merupakan merupakan salah satu
faktor penyebab gangguan jiwa.

▪ Psikologis
Masalah psikologis yang dapat menyebabkan timbulnya harga
diri rendah adalah pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan,
penolakan dari lingkungan dan orang terdekat serta harapan yang
tidak realistis. Kegagalan berulang, kurang mempunyai
tanggungjawab personal dan memiliki ketergantungan yang tinggi
pada orang lain merupakan faktor lain yang menyebabkan gangguan
jiwa. Selain itu individudengan harga diri rendah memiliki penilaian
yang negatif terhadap gambaran dirinya, mengalami krisis identitas,
peran yang terganggu, ideal diri yang tidak realistis.
▪ Faktor Sosial Budaya
Pengaruh sosial budaya yang dapat menimbulkan harga diri
rendah adalah adanya penilaian negatif dari lingkungan terhadap
klien, sosial ekonomi rendah, pendidikan yang rendah serta adanya
riwayat penolakan lingkungan pada tahap tumbuh kembang anak.

Faktor Presipitasi
▪ Riwayat trauma seperti adanya penganiayaan seksual dan
pengalaman psikologis yang tidak menyenangkan, menyaksikan
peristiwa yang mengancam kehidupan, menjadi pelaku, korban
maupun saksi dari perilaku kekerasan.
▪ Ketegangan peran: Ketegangan peran dapat disebabkan karena:
a. Transisi peran perkembangan: perubahan normatif yang
berkaitan dengan pertumbuhan seperti transisi dari masa kanak-
kanak ke remaja.
b. Transisi peran situasi: terjadi dengan bertambah atau
berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c. Transisi peran sehat-sakit: merupakan akibat pergeseran dari
kondisi sehat kesakit. Transisi ini dapat dicetuskan antara lain
karena kehilangan sebahagian anggota tubuh, perubahan ukuran,
bentuk dll.

Tanda dan Gejala


▪ Individu mengungkapkan tentang:
a. Hal negatif diri sendiri atau orang lain.
b. Perasaan tidak mampu.
c. Pandangan hidup yang pesimis.
d. Penolakan terhadap kemampuan diri.
e. Mengevaluasi diri tidak mampu mengatasi situasi.
▪ Penurunan produktivitas.
▪ Tidak berani menatap lawan bicara.
▪ Lebih banyak menundukkan kepala saat berinteraksi.
▪ Bicara lambat dengan nada suara lemah.
▪ Bimbang, perilaku yang non asertif.
▪ Mengekspresikan tidak berdaya dan tidak berguna.

Tata Laksana
1. Bina hubungan saling percaya, ini penting karena tanpa hal ini,
individu tidak akan terbuka. Bina hubungan saling percaya
dilakukan dengan cara:
▪ Ucapkan salam setiap kali berinteraksi.
▪ Perkenalkan diri: perkenalkan nama dan nama panggilan yang
disukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan yang disukai
individu tersebut.
▪ Tanyakan perasaan dan keluhan saat ini.
▪ Buat kontrak: apa yang akan dilakukan bersama individu tersebut,
berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya dimana.
▪ Jaga setiap informasi yang diperoleh.
▪ Tunjukkan sikap empati.

2. Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki


individu tersebut.
3. Bantu saat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
4. Bantu memilih/menetapkan kegiatan berdasarkan daftar kegiatan
yang dapat dilakukan.
5. Bantu merencanakan kegiatan sesuai kemampuannya dan menyusun
rencana kegiatan.
6. Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat anggota
keluarganya yang mengalami masalah.
7. Latih keluarga cara merawat harga diri rendah
8. Bimbing keluarga merawat harga diri rendah
9. Latih keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang
mendukung meningkatkan harga diri klien
10. Diskusikan tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan
rujukan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan
11. Anjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur.
1

PENDIDIKAN KESEHATAN
ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI

Pengertian Isolasi Sosial


Isolasi sosial adalah keadaan di mana seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain di sekitarnya. Individu mungkin merasa ditolak, tidak
diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain.

Proses Terjadinya Isolasi Sosial


Proses terjadinya Isolasi sosial pada individu akan dijelaskan
dengan menggunakan konsep stress adaptasi yang meliputi stressor dari
faktor predisposisi dan presipitasi.
Faktor predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya isolasi sosial, meliputi:
▪ Faktor Biologis
Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor
herediter/ keturunan dimana ada riwayat anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa. Adanya risiko bunuh diri, riwayat
penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan NAPZA dan
lain – lain.

▪ Faktor Psikologis
Individu dengan masalah isolasi sosial, seringkali mengalami
kegagalan yang berulang dalam mencapai keinginan/harapan, hal ini
mengakibatkan terganggunya konsep diri, yang pada akhirnya akan
berdampak dalam membina hubungan dengan orang lain. Koping
individual yang digunakan pada Individu dengan isolasi sosial dalam
mengatasi masalahnya, biasanya maladaptif.
Koping yang biasa digunakan meliputi: represi, supresi,
sublimasi dan proyeksi. Perilaku isolasi sosial timbul akibat adanya
Jiwa perasaan bersalah atau menyalahkan lingkungan, sehingga
individumerasa tidak pantas berada diantara orang lain
dilingkungannya. Kurangnya kemampuan komunikasi, merupakan
data pengkajian keterampilan verbal pada individu dengan masalah
solasi sosial, hal ini disebabkan karena pola asuh yang keluarga yang
kurang memberikan kesempatan pada individu untuk
menyampaikan perasaan maupun pendapatnya.
Kepribadian introvert merupakan tipe kepribadian yang sering
dimiliki individu dengan masalah isolasi sosial. Ciri-ciri individu
dengan kepribadian ini adalah menutup diri dari orang sekitarnya.
Selain itu pembelajaran moral yang tidak adekuat dari keluarga
merupakan faktor lain yang dapat menyebabkan individu tidak
mampu menyesuaikan perilakunya di masyarakat, akibatnya
individumerasa tersisih ataupun disisihkan dari lingkungannya.
Faktor psikologis lain yang dapat menyebabkan isolasi sosial
adalah kegagalan dalam melaksanakan tugas perkembangan.
Kegagalan dalam melaksanakan tugas perkembangan akan
mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya pada orang
lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan
orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan
keinginan, dan merasa tertekan. Kondisi diatas, dapat menyebabkan
perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, menghindar
dari orang lain, lebih menyukai berdiam diri sendiri, kegiatan sehari-
hari terabaikan.
▪ Faktor Sosial Budaya
Faktor sosial budaya pada individu dengan isolasi sosial,
seringkali diakibatkan karena individu berasal dari golongan sosial
ekonomi rendah hal ini mengakibatkan ketidakmampuan individu
dalam memenuhi kebutuhan. Kondisi tersebut memicu timbulnya
stres yang terus menerus, sehingga fokus individu hanya pada
pemenuhan kebutuhannya dan mengabaikan hubungan sosialisasi
dengan lingkungan sekitarnya.
Individu dengan masalah isolasi sosial umumnya memiliki
riwayat penolakan lingkungan pada usia perkembangan anak,
sehingga tidak mampu menyelesaikan masalah tugas
perkembangannya yaitu berhubungan dengan orang lain.
Pengalaman tersebut menimbulkan rasa kurang percaya diri dalam
memulai hubungan, akibat rasa takut terhadap penolakan dari
lingkungan.

Faktor Presipitasi
Ditemukan adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau
kelainan struktur otak. Faktor lainnya pengalaman abuse dalam
keluarga. Penerapan aturan atau tuntutan dikeluarga atau masyarakat
yang sering tidak sesuai dengan individu dan konflik antar masyarakat.
Selain itu pada individu yang mengalami isolasi sosial, dapat ditemukan
adanya pengalaman negatif individuyang tidak menyenangkan terhadap
gambaran dirinya, ketidakjelasan atau berlebihnya peran yang dimiliki
serta mengalami krisis identitas. Pengalaman kegagalan yang berulang
dalam mencapai harapan atau cita-cita, serta kurangnya penghargaan
baik dari diri sendiri maupun lingkungan. Faktor-faktor diatas,
menyebabkan gangguan dalam berinteraksi sosial dengan orang lain,
yang pada akhirnya menjadi masalah isolasi sosial.
Tanda dan Gejala
Adapun tanda dan gejalanya, yaitu:
▪ Individu mengungkapkan tentang
a. Perasaan sepi
b. Perasaan tidak aman
c. Perasan bosan dan waktu terasa lambat
d. Ketidakmampun berkonsentrasi
e. Perasaan ditolak
▪ Banyak diam
▪ Tidak mau bicara
▪ Menyendiri
▪ Tidak mau berinteraksi
▪ Tampak sedih
▪ Ekspresi datar dan dangkal
▪ Kontak mata kurang

Tata laksana
▪ Bina hubungan saling percaya dengan cara:
a. Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan klien.
b. Berkenalan dengan klien: perkenalkan nama dan nama panggilan.
yang perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan
yang disukai individu.
c. Menanyakan perasaan dan keluhan individu saat ini.
d. Buat kontrak asuhan: apa yang akan dilakukan bersama klien,
berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya di mana.
e. Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang
diperoleh untuk kepentingan terapi.
f. Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap klien.
g. Penuhi kebutuhan dasar individubila memungkinkan.
▪ Bantu individu menyadari perilaku isolasi sosial
a. Tanyakan pendapat individu tentang kebiasaan berinteraksi
dengan orang lain
b. Tanyakan apa yang menyebabkan individu tidak ingin
berinteraksi dengan orang lain
c. Diskusikan keuntungan bila individumemiliki banyak teman dan
bergaul akrab dengan mereka
d. Diskusikan kerugian bila individuhanya mengurung diri dan tidak
bergaul dengan orang lain
e. Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik klien

▪ Latih individu berinteraksi dengan orang lain secara bertahap


a. Jelaskan kepada individucara berinteraksi dengan orang lain.
b. Berikan contoh cara berbicara dengan orang lain.
c. Beri kesempatan individumempraktekkan cara berinteraksi
dengan orang lain yang dilakukan di hadapan Perawat.
d. Bantu individuberinteraksi dengan satu orang teman/ anggota
keluarga.
e. Bila individu sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah
interaksi dengan dua, tiga, empat orang dan seterusnya.
f. Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan
oleh klien.
g. Latih individu bercakap-cakap dengan anggota keluarga saat
melakukan kegiatan harian dan kegiatan rumah tangga.
h. Latih individu bercakap-cakap saat melakukan kegiatan sosial
misalnya : berbelanja, kekantor pos, kebank dan lain-lain.
i. Siap mendengarkan ekspresi perasaan individu setelah
berinteraksi dengan orang lain. Mungkin individu akan
mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya.
j. Beri dorongan terus menerus agar individu tetap semangat
meningkatkan interaksinya.
1

PENDIDIKAN KESEHATAN HALUSINASI

Pengertian Halusinasi
Ada banyak pengertian dari halusinasi, namun biar jangan
membingungkan, penulis pilih salah satunya ya, walaupun begitu, anda
bisa mencari pengertian halusinasi lain dari berbagai sumber, baik dari
Modul, jurnal ataupun literatur lainnya sebagai nilai plus untuk
menambah wawasan anda.
Halusinasi adalah persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori meliputi seluruh
pancaindrahalusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang
individu mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan
sensasi palsu berupa suara, penglihatan, perabaan, atau penciuman .
individu merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada.

Jenis-jenis halusinasi
Halusinasi terdiri dari:
▪ Halusinasi pendengaran
Klien mendengar bunyi atau suara, suara tersebut
membicarakan tentang individu dan suara yang didengar dapat
berupa perintah yang memberitahu individu untuk melakukan
sesuatu,kadang-kadang dapat membahayakan atau mencederai
dirinya sendiri.
▪ Halusinasi penciuman
Pada halusinasi penciuman isi halusinasi dapat berupa klien
mencium aroma atau tertentu seperti urine atau feses atau bau yang
bersifat lebih umum atau bau busuk atau bau yang tidak sedap.
▪ Halusinasi penglihatan
Pada klien halusinasi penglihatan, isi halusinasi berupa melihat
bayangan yang sebenarnya tidak ada sama sekali,misalnya cahaya
atau orang yang telah meninggal atau mungkin sesuatu yang
bentuknya menakutkan.
▪ Halusinasi pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti darah, urine, feces atau yang
lainnya.
▪ Halusinasi perabaaan
Merasa mengalami nyeri, rasa kesetrum atau ketidaknyamanan
tanpa stimulus yang jelas.

Penyebab
1. Faktor prediposisi
Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri, dan lebih
rentan terhadap stress.

Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima oleh lingkungan nya
sejak bayi (unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian dan
tidak percaya pada lingkungannya.

Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap gangguan jiwa. Adanya stress
yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia
seperti Buffofenon dan Dimetrytranferase (DMP). Akibat stress
berkepanjangan menyebabkan teraktifasinya neurotransmitter otak.
Misalnya terjadi tidak keseimbangan acetylcholin dan dopamin.
Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penggunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi
masa depan nya. Klienlebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari
alam nyata menuju alam khayal.

Faktor genetik dan pola asuh


Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh
orang tua skizofernia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit ini (Farida,Yudi, 2018)

2. Faktor presipitasi
Yang termasuk faktor opresipitasi adalah:
▪ Proses pengolahan informasi yang berlebihan
▪ Mekanisme penghantaran listrik yang berlebihan
▪ Adanya gejala pemicu

Tanda dan Gejala Halusinasi


▪ Individu mengatakan:
a. Mendengar suara-suara atau kegaduhan
b. Mendengar suara yang mengajakbercakap-cakap
c. Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu
d. Melihat bayangan-bayangan
e. Mencium bau-bauan
f. Merasakan rasa seperti darah,urin atau feses
g. Merasa takut atau senang dengan halusinasinya.
▪ Bicara atau tertawa sendiri
▪ Marah-marah tanpa sebab
▪ Mengarahkan telinga kearah tertentu
▪ Menutup telinga
▪ Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
▪ Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
▪ Mencium sesuatu seperti membaui bau-bauan tertentu
▪ Menutup hidung
▪ Sering meludah
▪ Muntah
▪ Menggaruk-garuk permukaan kulit.

Tata Laksana
1. Bina Hubungan Saling Percaya dengan cara:
▪ Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan individu dan
▪ Berkenalan dengan individu: perkenalkan nama dan nama
panggilan yang perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama
panggilan yang disukai individu
▪ Menanyakan perasaan dan keluhan individu saat ini
▪ Buat kontrak asuhan apa yang perawat akan lakukan bersama
individu, berapa lama akan dikerjakan, dan tempat pelaksanaan
asuhan .
▪ Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang
diperoleh untuk kepentingan terapi
▪ Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap individu
▪ Penuhi kebutuhan dasar individu bila memungkinkan

2. Bantu individu menyadari ganguan sensori persepsi halusinasi


▪ Tanyakan pendapat individu tentang halusinasi yang dialaminya:
tanpa mendukung, dan menyangkal halusinasinya.
▪ Mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu terjadinya, situasi
pencetus, perasaan, respon dan upaya yang sudah dilakukan
individu untuk menghilangkan atau mengontrol halusinasi.
3. Latih Individu cara mengontrol halusinasi: Secara rinci tahapan
melatih individu mengontrol halusinasi dapat dilakukan sebagai
berikut:
▪ Jelaskan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik, 6
(enam) benar minum obat, bercakap-cakap dan melakukan
kegiatan dirumah seperti membereskan kamar, merapihkan
tempat tidur serta mencuci baju.
▪ Berikan contoh cara menghardik, 6 (enam) benar minum obat,
bercakapcakap dan melakukan kegiatan dirumah seperti
membereskan kamar, merapihkan tempat tidur serta mencuci
baju.
▪ Berikan kesempatan individu mempraktekkan cara menghardik,
6 (enam) benar minum obat, bercakap-cakap dan melakukan
kegiatan dirumah seperti membereskan kamar, merapihkan
tempat tidur serta mencuci baju yang dilakukan di hadapan
Perawat
▪ Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan
oleh individu.
▪ Siap mendengarkan ekspresi perasaan individu setelah
melakukan tindakan untuk mengontrol halusinasi. Mungkin
individu akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya.
Beri dorongan terus menerus agar individu tetap semangat
meningkatkan latihannya.
1

PENDIDIKAN KESEHATAN PERILAKU KEKERASAN

Pengertian Perilaku Kekerasan


Perilaku Kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik
kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering juga disebut gaduh
gelisah atau amuk di mana seseorang marah berespon terhadap
suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol

Proses Terjadinya Perilaku Kekerasan


Proses terjadinya perilaku kekerasan pada individu akan di
jelaskan dengan menggunakan konsep stress adaptasi yang
meliputi faktor predisposisi dan presipitasi.

Faktor Predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya perilaku
kekerasan, meliputi
▪ Faktor Biologis
Hal yang di kaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor
herediter yaitu adanya anggota keluarga yang sering
memperlihatkan atau melakukan perilaku kekerasan, adanya
anggota keluarga yang memiliki gangguan jiwa, adanya riwayat
penyakit trauma kepala, dan riwayat penggunaan NAPZA
(narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya).
▪ Faktor Psikologis
Pengalaman marah merupakan respon psikologis terhadap
stimulus eksternal, internal maupun lingkungan. Perilaku
kekerasan terjadi sebagai hasil dari akumulasi frustasi. Frustasi
terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu
menemui kegagalan atau terlambat. Salah satu kebutuhan
manusia adalah “berperilaku”, apabila kebutuhan tersebut tidak
dapat di penuhi melalui berperilaku konstruktif, maka yang akan
muncul adalah individu tersebut berperilaku destruktif.

▪ Faktor Sosialkultural
Teori lingkungan sosial (sosial environment theory)
menatakan bahwa lingkungan sosial sangat mempengaruhi sikap
individu dalam mengekspresikan marah. Norma budaya dapat
mendukung individu untuk berespon asertif atau agresif. Perilaku
kekerasan dapat di pelajari secara lengsung melalui proses
sosialisasi (sosial learning theory)

Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi perilaku kekerasan pada setiap individu
bersifat unik, berbeda satu orang dengan yang lain. Stresor tersebut
dapat merupakan penyebab yang berasal dari dalam maupun luar
individu Faktor dari dalam individu meliputi kehilangan relasi atau
hubungan dengan orang yang di cinta atau berarti (putus pacar,
perceraian, kematian), kehilangan rasa cinta, kekawatiran terhadap
penyakit fisik, dll. Sedangkan faktor luar individu meliputi
serangan terhadap fisik, lingkungan yang terlalu ribut, kritikan
yang mengarah pada penghinaan, tindakan kekerasan.
Tanda dan Gejala
Manifestasi klinik dari perilaku kekerasan:
▪ Aspek fisik, antara lain tekanan darah meningkat, kulit muka
merah, pandangan mata tajam, otot tegang, denyut nadi
meningkat, pupil dilatasi, frekuensi BAK meningkat.
▪ Aspek emosi, antara lain emosi labil, tak sabar, ekspresi muka
tampak tegang, bicara dengan nada suara tinggi, suka berdebat,
klien memaksanakan kehendak.
▪ Aspek perubahan perilaku, antara lain agresif, bermusuhan
sinis, curiga, psikomotor meningkat, nada bicara keras dan
kasar.

Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang di harapkan pada
penatalaksaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah
langsung dan mekanisme pertahanan yang di gunakan untuk
melindungi diri. Beberapa mekanisme koping yang di pakai klien
marah untuk melindungi diri antara lain:
Sublimasi: menerima suatu sasaran pengganti yang mulia.
Artinya di minta masyarakat untuk suatu dorongan yang
mengalami hambatan penalurnya secara normal. Misalnya seorang
yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada objek lain
seperti meremas-remas adonan kue, meninju tembok dan
sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat
rasa marah.
Proyeksi: menyalahkan orang lain kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik, misalnya seorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan
sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba
merayu, mencumbunya.
Represi: mencegah pikiran yang menyakitkan atau
membahayakan masuk kealam sadar. Misalnya seorang anak yang
sangat benci pada orang tuanya yang tidak di sukainya. Akan tetapi
menurut ajaran atau didikan yang di terimanya sejak kecil bahwa
membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk
oleh tuhan. Sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya
ia dapat melupakannya.
Reaksi Formasi: mencegah keinginan yang berbahaya bila
di ekpresika. Dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya
seseorang yang tertarik pada teman suaminya., akan
memperlakukan orang tersebut dengan kuat.
Deplacement: melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan. Pada objek yang tidak begitu berbahaya seperti yang
pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya : timmy
berusia 4thn marah karena ia baru saja menapatkan hukuman dari
ibunya karena menggambar didinding kamarnya. Ia mulai bermain
perang-perangan dengan temannya.

Tata Laksana
1. Bina hubungan saling percaya Tindakan yang harus dilakukan
dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah:
▪ Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan individu
▪ Perkenalkan diri: nama, nama panggilan yang Perawat sukai,
serta tanyakan nama dan nama panggilan individu yang
disukai
▪ Tanyakan perasaan dan keluhan individu saat ini
▪ Buat kontrak asuhan: apa yang Perawat akan lakukan
bersama individu, berapa lama akan dikerjakan dan
tempatnya dimana
▪ Jelaskan bahwa Perawat akan merahasiakan informasi yang
diperoleh untuk kepentingan terapi
▪ Tunjukkan sikap empati
▪ Penuhi kebutuhan dasar individu
2. Diskusikan bersama individu penyebab rasa marah/perilaku
kekerasan saat ini dan yang lalu.
3. Diskusikan tanda-tanda pada individu jika terjadi perilaku
kekerasan:
▪ Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
▪ Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
psikologis
▪ Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
▪ Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
spiritual
▪ Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
intelektual
4. Diskusikan bersama individu perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan pada saat marah secara: Verbal
▪ Terhadap orang lain
▪ Terhadap diri sendiri
▪ Terhadap lingkungan
5. Diskusikan bersama individu akibat perilakunya
6. Latih individu cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
▪ Patuh minum obat
▪ Fisik: tarik nafas dalam, pukul kasur dan batal.
▪ Sosial/verbal: bicara yang baik: mengungkapkan, menolak
dan meminta rasa marahnya
▪ Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan individu Tindakan
terhadap individu dapat dilakukan minimal empat kali
pertemuan dan dilanjutkan sampai individu dan keluarga
dapat mengontrol/mengendalikan perilaku kekerasan.
7. Diskusikan dengan keluarga masalah yang dirasakan dalam
merawat individu.
8. Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya
perilaku kekerasan/ risiko perilaku kekerasan.
9. Latih keluarga cara merawat risiko perilaku kekerasan.
10. Bimbing keluarga merawat risiko perilaku kekerasan.
▪ Latih keluarga menciptakan suasana keluarga dan
lingkungan yang mendukung individu untuk mengontrol
emosinya.
▪ Diskusikan tanda dan gejala kekambuhan yang
memerlukan rujukan segera ke fasilitas pelayanan
kesehatan
▪ Anjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara
teratur.
1

PENDIDIKAN KESEHATAN DEFICIT


PERAWATAN DIRI

Pengertian Deficit Perawatan Diri


Deficit perawatan diri adalah ketidak mampuan seseorang
dalam memenuhi dan mempertahankan kebutuhan kesehatan
dikarenakan suatu gangguan dalam melakukan perawatan diri,
seperti: kebersihan diri, makan, berhias dan toileting.

Proses Terjadinya Masalah


Proses terjadinya masalah Bagaimanakah seorang individu
bisa mengalami masalah dalam perawatan diri? Berikut ini adalah
faktor-faktor yang menyebabakan individu mengalami deficit
perawatan diri, yaitu:
1. Faktor prediposisi
Biologis
Seringkali deficit perawaan diri disebabkan karena adanya
penyakit fisik dan mental yang menyebabkan individu tidak mampu
melakukan perawatan diri dan adanya faktor herediter yaitu ada
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.

Psikologis
faktor perkembangan memegang peranan yang tidak kalah
penting hal ini dikarenakan keluarga terlalu melindungi dan
memanjakan individu sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
Individu gangguan jiwa mengalamai deficit perawatan diri
dikarenakan kemampuan realitas yang kurang sehingga
menyebabkan individu tidakpeduli terhadap diri dan lingkungannya
termasuk perawatan diri.
Sosial.
Kurangnya dukungan sosial dan situasi lingkungan
mengakibatkan penurunan kemampuan dalam perawatan diri.

2. Faktor presipitasi
Faktor presiptasi yang dapat menimbulkan deficit perawatan
diri adalah penurunan motivasi, kerusakan kognitif atau persepsi,
cemas, lelah, lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan
individu kurang mampu melakukan perawatan diri.

Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala deficit perawatan diri dapat dinilai dari
pernyataan individu tentang kebersihan diri, berdandan dan berpakaian,
makan dan minum, BAB dan BAK dan didukung dengan data hasil
observasi.
Adapun tanda dan gejalanya yaitu:
▪ Individu mengatakan tentang:
a. Malas mandi
b. Tidak mau menyisir rambut
c. Tidak mau menggosok gigi
d. Tidak mau memotong kuku
e. Tidak mau berhias/ berdandan
f. Tidak bisa / tidak mau menggunakan alat mandi / kebersihan diri
g. Tidak menggunakan alat makan dan minum saat makan dan
minum
h. BAB dan BAK sembarangan
i. Tidak membersihkan diri dan tempat BAB dan BAK setelah BAB
dan BAK
j. Tidak mengetahui cara perawatan diri yang benar
▪ Badan bau, kotor dan berdaki
▪ Rambut kotor, kusut, berantakan
▪ Gigi kotor
▪ Kuku Panjang
▪ Tidak menggunakan alat-alat mandi pada saat mandi dan tidak
mandi dengan benar.
▪ Kumis dan jenggot tidak rapi, serta tidak mampu berdandanpakaian
tidak rapi, tidak mampu memilih, mengambil, memakai,
mengencangkan dan memindahkan pakaian, tidak memakai sepatu,
tidak mengkancingkan baju atau celana.
▪ Memakai barang-barang yang tidak perlu dalam berpakaian, mis
memakai pakaian berlapis-lapis, penggunaan pakaian yang tidak
sesuai. Melepas barang-barang yang perlu dalam berpakaian, mis
telajang.
▪ Makan dan minum sembarangan serta berceceran, tidak
menggunakan alat makan, tidak mampu (menyiapkan makanan,
memindahkan makanan ke alat makan (dari panci ke piring atau
mangkok, tidak mampu menggunakan sendok dan tidak mengetahui
fungsi alat-alat makan), memegang alat makan, membawa makanan
dari piring ke mulut, mengunyah, menelan makanan secara aman
dan menghabiskan makanaan).
▪ BAB dan BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri
setelah BAB dan BAK, tidak mampu (menjaga kebersihan toilet dan
menyiram toilet setelah BAB atau BAK)

Tata Laksana
1. Bina hubungan saling percaya dengan cara:
▪ Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan individu
▪ Berkenalan dengan individu: perkenalkan nama dan nama
panggilan yang perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama
panggilan individu
▪ Menanyakan perasaan dan keluhan individu saat ini
▪ Buat kontrak asuhan: apa yang akan dilakukan bersama individu,
berapa lama akan dikerjakan dan tempatnya di mana
▪ Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang
diperoleh untuk kepentingan terapi
▪ Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap individu
▪ Penuhi kebutuhan dasar individu bila memungkinkan

2. Latih individu cara-cara perawatan kebersihan diri Untuk melatih


individu dalam menjaga kebersihan diri, perawat dapat melakukan
tahapan tindakan yang meliputi:
▪ Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri.
▪ Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
▪ Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri.
▪ Melatih individu mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri.

3. Latih individu berdandan/berhias Untuk individu laki-laki latihan


meliputi: Berpakaian, Menyisir rambut dan Bercukur Untuk individu
wanita, latihannya meliputi : Berpakaian, Menyisir rambut dan
Berhias

4. Latih individu makan dan minum secara mandiri Untuk melatih


makan dan minum individu, perawat dapat melakukan tahapan
sebagai berikut:
▪ Menjelaskan kebutuhan (kebutuhan makan perhari dewasa 2000-
2200 kalori (untuk perempuan) dan untuk laki-laki antara 2400-
2800 kalori setiap hari makan minum 8 gelas (2500 ml setiap hari)
dan cara makan dan minum
▪ Menjelaskan cara makan dan minum yang tertib.
▪ Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan dan minum
setelah makan dan minum
▪ Mempraktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik

5. Ajarkan individu melakukan BAB dan BAK secara mandiri Perawat


dapat melatih individu untuk BAB dan BAK mandiri sesuai tahapan
berikut:
▪ Menjelaskan tempat BAB dan BAK yang sesuai
▪ Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
▪ Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
▪ Mempraktikkan BAB dan BAK dengan baik

6. Diskusikan dengan keluarga masalah yang dirasakan dalam merawat


individu deficit perawatan diri
7. Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya deficit
perawatan diri dan mengambil keputusan merawat individu
8. Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan diri yang
dibutuhkan oleh individu untuk menjaga perawatan diri individu.
9. Latih keluarga cara merawat dan membimbing kebersihan diri,
berdandan, makan dan minum, BAB dan BAK individu
10. Latih keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang
mendukung perawatan diri individu
11. Diskusikan tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan
rujukan segera ke fasilitas kesehatan.
12. Anjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur.
1

PENUTUP

Melalui Modul ini, diharapkan akan membantu perawat dan


mahasiswa keperawatan dalam memberikan Pendidikan kesehatan
pada masalah psikososial dan gangguan kejiwaan secara mandiri, serta
bagaimana menerapkan teori tersebut dalam upaya nyata baik saat
melaksanakan praktek di pelayanan kesehatan maupun dalam
kehidupan sehari-hari.
Semoga Modul ini dapat digunakan sebagai referensi tambahan
dalam proses pembelajaran baik saat di bangku kuliah maupun saat
melakukan praktek mandiri khususnya berkaitan dengan Pendidikan
kesehatan pada masalah psikososial dan gangguan jiwa.
Semoga Modul ini bermanfaat bagi perawat dan mahasiswa
keperawatan serta sidang pembaca yang budiman tertarik dengan
keperawatan jiwa, penulis mohon saran dan kritik yang membangun,
demi sempurnanya penyusunan Modul ini di masa-masa yang akan
datang.
DAFTAR PUSTAKA
Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, Hanik Endang Nihayati, Modul Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa, Penerbit Salemba Medika,
2015
Herdman, T.H. 2010. Nursing Diagnoses: Definitions and clasifikation
2009- 2011. Jakarta: Penerbit Modul Kedokteran EGC.
Iyus, Y. 2007. Keperawatan jiwa. Bandung: Refika Aditama.
KBBI, 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). [Online]
Available at: http://kbbi.web.id/pusat, [Diakses 2 Januari
2021]
Keliat, Budi dkk (1998). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
EGC
Melinda Smith, M.A., Lawrence Robinson, and Jeanne Segal, Ph.D.
https://psychcentral.com/lib/the-5-stages-of-loss-and-
grief#5.-Acceptance diakses tanggal 12 Januari 2021 Pukul
15.10 WIB.
Muhith, A. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: CV Andi
Offset.
Mukhripah, Iskandar. 2012.Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung:
Refika Aditama.
Nurhalimah. 2016. Keperawatan Jiwa, Modul Bahan Ajar Cetak
Keperawatan. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan Kemenkes RI.
Nurjannah, I. 2005. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa.
Yogyakarta: MocoMedia.
Satrio, dkk. 2015. Modul Ajar Keperawatan Jiwa. Lampung: LP2M.
Sutejo. 2016. Keperawatan kesehatan jiwa.Yogyakarta: Pustaka
BaruPotter dan Perry (2005),
Potter dan Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta :
Salemba Medika
Rahayu. 2010. Perilaku adaptif tunagrahita dewasa ditinjau dari
klasifikasi tunagrahita. Semarang: Universitas Katolik
Soegijapranata.
Rando. 1984. Grief, Dying, and Death: Clinical Interventions for
Caregivers. Illinois: Research Press Company.
Smeltzer & Bare. 2002. Modul Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddart (Alih bahasa Agung Waluyo) Edisi 8 vol.3.
Jakarta :EGC
Stuart, G. W. & Laraia, M. T. 2005. Principles and Practice of
Psychiatric Nursing, 8th edition. St. Louis: Mosby Book Inc.
Stuart, G. W. & Sundeen, S. J. 1995. Pocket Guide to Psychiatric
Nursing. St. Louis: Mosby Year Book.
https://bnn.go.id/apa-itu-psikotropika-dan-bahayanya/ diakses tanggal
16 Januari 2021 Pukul 21.22 WIB.
https://www.alodokter.com/penyalahgunaan-napza diakses tanggal 16
Januari 2021 Pukul 09.41 WIB.
https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/3622650/4-alasan-
mengapa-terapi-mental-anda-gagal. diakses tanggal 15 Januari
2021 Pukul 10.10 WIB.
https://www.healthline.com/health/stages-of-grief#takeaway diakses
tanggal 13 Januari 2021 Pukul 12.40 WIB.
Lampiran 1. Contoh SAP Penkes Penyalahgunaan Zat

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Pendidikan Kesehatan Penyalahgunaan Zat


Sasaran : Warga Masyarakat ……………………….
Hari dan tanggal : ……………..….., …………………… 20 ………
Waktu : 45 menit.
Pertemuan ke : ……………. ( ……….. )
Tempat : Ruang ……………………Desa / Kel. …………
Penyuluh : ……………………………………………………

A. TIU ( Tujuan Intruksional Umum )


Setelah mengikuti penyuluhan ini diharapkan sasaran
mampu mengetahui dan memahami penyalahgunaan zat
beserta dampaknya bagi kesehatan.

B. TIK ( Tujuan Intruksional Khusus )


Setelah mengikuti penyuluhan ini diharapkan warga
masyarakat ……….. mengetahui:
1. Pengertian penyalahgunaan zat dengan benar tanpa melihat
catatan.
2. Penyebab penyalahgunaan zat dengan benar tanpa melihat
catatan.
3. Sumber dan mekanisme koping penyalahgunaan zat dengan
benar tanpa melihat catatan.
4. Fase dan gejala penyalahgunaan zat dengan benar tanpa melihat
catatan.
5. Dampak penyalahgunaan zat dengan benar tanpa melihat
catatan.
6. Tata laksana penyalahgunaan zat dengan benar tanpa melihat
catatan.

C. Sasaran
Warga Masyarakat RW. …… Desa / Kel …………
Kecamatan ……………..

D. Materi
1. Pengertian penyalahgunaan zat.
2. Penyebab penyalahgunaan zat.
3. Sumber dan mekanisme koping penyalahgunaan zat.
4. Fase dan gejala penyalahgunaan zat.
5. Dampak penyalahgunaan zat.
6. Tata laksana penyalahgunaan zat.

E. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya Jawab

F. Media
1. Laptop
2. Leaflet

G. Kegiatan Penyuluhan

No Waktu Penyuluh Audience


1 5 Menit Pembukaan
- Mengucapkan salam - Menjawab salam
- Memperkenalkan diri - Memperhatikan
No Waktu Penyuluh Audience
- Menjelaskan tujuan - Mendengarkan dengan
penuh perhatian
- Melakukan apersepsi - Memperhatikan

2 23 Menit Inti/ Pelaksanaan


- Menjelaskan Pengertian Memperhatikan
penyalahgunaan zat.
- Menjelaskan Penyebab Memperhatikan
penyalahgunaan zat.
- Menjelaskan Sumber dan Memperhatikan dengan
mekanisme koping penuh perhatian
penyalahgunaan zat.
- Memberikan kesempatan untuk Mengajukan Pertanyaan
bertanya
- Memberi kesempatan audience Memperhatikan
menjawab pertanyaan temannya
- Melengkapi jawaban audience Memperhatikan
- Menjelaskan Fase dan gejala Memperhatikan
penyalahgunaan zat.
- Menjelaskan Dampak Memperhatikan
penyalahgunaan zat.
- Menjelaskan Tata laksana Memperhatikan
penyalahgunaan zat.

3 7 Menit Penutup
- Meminta audience menjelaskan - Menjelaskan Pengertian
dengan singkat dan jelas penyalahgunaan zat.
Pengertian penyalahgunaan zat.
- Meminta audience menjelaskan - Menjelaskan Penyebab
dengan singkat dan jelas penyalahgunaan zat.
Penyebab penyalahgunaan zat.
- Meminta audience menjelaskan - Menjelaskan Sumber dan
dengan singkat dan jelas mekanisme koping
penyalahgunaan zat.
No Waktu Penyuluh Audience
Sumber dan mekanisme koping
penyalahgunaan zat. - Menjelaskan Fase dan
- Meminta audience menjelaskan gejala penyalahgunaan
dengan singkat dan jelas Fase zat.
dan gejala penyalahgunaan zat. - Menjelaskan Dampak
- Meminta audience menjelaskan penyalahgunaan zat.
dengan singkat dan jelas - Menjelaskan Tata
Dampak penyalahgunaan zat. laksana penyalahgunaan
- Meminta audience menjelaskan zat.
dengan singkat dan jelas Tata - Memperhatikan dengan
laksana penyalahgunaan zat. sungguh – sungguh.
- Menjelaskan kesimpulan - Menjawab salam.

- Mengucapkan salam

H. Kriteria Evaluasi
1. Kriteria Struktur
a. Peserta hadir …………………. orang
b. Penyelenggara penyuluhan dilakukan di …………………
(Lihat Situasi)

2. Kriteria proses
a. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
b. Peserta konsentrasi mendengar penyuluhan
c. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjjawab pertanyaan
secara lengkap dan benar
d. Peserta dapat mendemonstrasikan dengan benar
(Lihat Situasi)
3. Kriteria hasil
a. Jelaskan apa yang dimaksud penyalahgunaan zat?
b. Jelaskan penyebab penyalahgunaan zat?
c. Jelaskan sumber dan mekanisme koping penyalahgunaan
zat?
d. Jelaskan perbedaan fase penyalahgunaan zat dan sebutkan
gejala penyalahgunaan zat?
e. Apa saja dampak penyalahgunaan zat?
f. Jelaskan tata laksana penyalahgunaan zat.

…………………., ……………20 …
Penyuluh,

………………………………..
Nama Jelas
Lampiran 2. Contoh SAP Cemas dan Penatalaksanaannya

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Pendidikan Kesehatan Cemas Dan


Penatalaksanaannya
Sasaran : Keluarga Tn. K
Hari dan tanggal : ……………..….., …………………… 20 ………
Waktu : 30 menit.
Pertemuan ke : ……………. ( ……….. )
Tempat : Rumah Keluarga Tn K. Di RT. …. RW…..
Desa ……………………………………………..
Penyuluh : ……………………………………………………

A. TIU ( Tujuan Intruksional Umum )


Setelah mengikuti penyuluhan ini diharapkan keluarga
Tn. K memahami kecemasan dan penatalaksanaannya.

B. TIK ( Tujuan Intruksional Khusus )


Setelah mengikuti penyuluhan ini diharapkan keluarga
Tn. K. mengetahui:
1. Pengertian kecemasan dengan benar tanpa melihat leaflet.
2. Penyebab kecemasan dengan benar tanpa melihat leaflet.
3. Tanda dan gejala kecemasan dengan benar tanpa melihat leaflet
4. Sumber dan mekanisme koping kecemasan dengan benar tanpa
melihat leaflet.
5. Tata laksana kecemasan dengan benar tanpa melihat catatan.

C. Sasaran
Keluarga Tn. K dengan Ny. C mengalami kecemasan.
D. Materi
1. Pengertian Kecemasan.
2. Penyebab Kecemasan.
3. Tanda dan gejala kecemasan
4. Sumber dan mekanisme koping kecemasan.
5. Tata laksana kecemasan.

E. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya Jawab

F. Media
Leaflet

G. Kegiatan Penyuluhan

No Waktu Penyuluh Audience


1 3 Menit Pembukaan
- Mengucapkan salam - Menjawab salam
- Memperkenalkan diri - Memperhatikan
- Menjelaskan tujuan - Mendengarkan dengan
penuh perhatian
2 22 Menit Inti/ Pelaksanaan
- Menjelaskan Pengertian Memperhatikan
kecemasan.
- Menjelaskan Penyebab Memperhatikan
kecemasan.
- Menjelaskan tanda dan gejala Memperhatikan dengan
kecemasan penuh perhatian
- Memberikan kesempatan Tn. K Mengajukan Pertanyaan
dan keluarganya untuk bertanya
Memperhatikan
No Waktu Penyuluh Audience
- Menjawab pertanyaan Tn. K dan
keluarganya. Memperhatikan
- Menjelaskan sumber dan
mekanisme koping kecemasan. Memperhatikan
- Menjelaskan Tata laksana
kecemasan.
3 5 Menit Penutup
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan dengan
keluarganya menjelaskan singkat Pengertian
dengan singkat Pengertian kecemasan.
kecemasan.
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan penyebab
keluarganya menjelaskan kecemasan.
dengan singkat penyebab
kecemasan.
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan tanda dan
keluarganya menjelaskan gejala kecemasan.
dengan singkat tanda dan gejala
kecemasan.
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan sumber dan
keluarganya menjelaskan mekanisme koping
dengan singkat sumber dan kecemasan.
mekanisme koping kecemasan.
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan tatalaksana
keluarganya menjelaskan penanganan kecemasan.
dengan singkat tatalaksana
penanganan kecemasan.

- Menyimpulkan seluruh materi - Memperhatikan dengan


sungguh – sungguh.

- Mengucapkan salam - Menjawab salam.


H. Kriteria Evaluasi
1. Kriteria Struktur
a. Peserta hadir …………………. orang
b. Penyelenggara penyuluhan dilakukan di …………………
(Lihat Situasi)

2. Kriteria proses
a. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
b. Peserta konsentrasi mendengar penyuluhan
c. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjjawab pertanyaan
secara lengkap dan benar
d. Peserta dapat mendemonstrasikan dengan benar
(Lihat Situasi)

3. Kriteria hasil
a. Jelaskan apa yang dimaksud kecemasan?
b. Jelaskan penyebab kecemasan?
c. Jelaskan tanda dan gejala kecemasan?
d. Jelaskan sumber dan mekanisme koping kecemasan?
e. Jelaskan tata laksana kecemasan.

…………………., ……………20 …
Penyuluh,

………………………………..
Nama Jelas
Lampiran 3. Contoh SAP Penkes Kehilangan dan
Penatalaksanaannya

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Pendidikan Kesehatan Kehilangan dan


Penatalaksanaannya
Sasaran : Warga Masyarakat ……………………….
Hari dan tanggal : ……………..….., …………………… 20 ………
Waktu : 45 menit.
Pertemuan ke : ……………. ( ……….. )
Tempat : Ruang ……………………Desa / Kel. …………
Penyuluh : ……………………………………………………

A. TIU ( Tujuan Intruksional Umum )


Setelah mengikuti penyuluhan ini diharapkan sasaran
mampu mengetahui dan memahami konsep kehilangan serta
penatalaksanaannya.

B. TIK ( Tujuan Intruksional Khusus )


Setelah mengikuti penyuluhan ini diharapkan warga
masyarakat ……….. mengetahui:
1. Pengertian kehilangan dengan benar tanpa melihat catatan.
2. Jenis kehilangan dengan benar tanpa melihat catatan.
3. Tahapan kehilangan dengan benar tanpa melihat catatan.
4. Tanda dan gejala kehilangan dengan benar tanpa melihat
catatan.
5. Tata laksana kehilangan dengan benar tanpa melihat catatan.
C. Sasaran
Warga Masyarakat RW. …… Desa / Kel …………
Kecamatan ……………..

D. Materi
1. Pengertian kehilangan dengan benar tanpa melihat catatan.
2. Jenis kehilangan dengan benar tanpa melihat catatan.
3. Tahapan kehilangan dengan benar tanpa melihat catatan.
4. Tanda dan gejala kehilangan dengan benar tanpa melihat
catatan.
5. Tata laksana kehilangan dengan benar tanpa melihat catatan.

E. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya Jawab

F. Media
1. Laptop
2. Leaflet

G. Kegiatan Penyuluhan

No Waktu Penyuluh Audience


1 5 Menit Pembukaan
- Mengucapkan salam - Menjawab salam
- Memperkenalkan diri - Memperhatikan
- Menjelaskan tujuan - Mendengarkan dengan
penuh perhatian
- Melakukan apersepsi - Memperhatikan
No Waktu Penyuluh Audience
2 23 Menit Inti/ Pelaksanaan
- Menjelaskan Pengertian Memperhatikan
kehilangan
- Menjelaskan jenis kehilangan Memperhatikan
- Menjelaskan tahapan
kehilangan Memperhatikan dengan
- Memberikan kesempatan untuk penuh perhatian
bertanya
- Memberi kesempatan audience Mengajukan Pertanyaan
lain menjawab pertanyaan Menjawab pertanyaan
temannya
- Melengkapi jawaban audience
- Menjelaskan tanda dan gejala. Memperhatikan
- Menjelaskan tata laksana Memperhatikan
kehilangan. Memperhatikan

3 7 Menit Penutup
- Meminta audience menjelaskan - Menjelaskan Pengertian
dengan singkat dan jelas kehilangan.
Pengertian kehilangan.
- Meminta audience menjelaskan - Menjelaskan Penyebab
dengan singkat dan jelas jenis jenis – jenis kehilangan.
kehilangan.
- Meminta audience menjelaskan - Menjelaskan Sumber dan
dengan singkat dan jelas mekanisme tahapan
tahapan kehilangan. kehilangan.
- Meminta audience menjelaskan - Menjelaskan tanda dan
dengan singkat dan jelas tanda gejala kehilangan
dan gejala kehilangan.
- Meminta audience menjelaskan - Menjelaskan tata laksana
dengan singkat dan jelas tata kehilangan
laksana kehilangan.
- Menjelaskan kesimpulan - Memperhatikan dengan
sungguh – sungguh.
- Mengucapkan salam - Menjawab salam.
H. Kriteria Evaluasi
1. Kriteria Struktur
▪ Peserta hadir …………………. orang
▪ Penyelenggara penyuluhan dilakukan di …………………
(Lihat Situasi)

2. Kriteria proses
▪ Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
▪ Peserta konsentrasi mendengar penyuluhan
▪ Peserta mengajukan pertanyaan dan menjjawab pertanyaan
secara lengkap dan benar
▪ Peserta dapat mendemonstrasikan dengan benar
(Lihat Situasi)

3. Kriteria hasil
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kehilangan?
2. Jelaskan jenis – jenis kehilangan?
3. Jelaskan tahapan kehilangan ?.
4. Sebutlan tanda dan gejala kehilangan.
5. Jelaskan tata laksana kehilangan dengan benar tanpa melihat
catatan.

…………………., ……………20 …
Penyuluh,

………………………………..
Nama Jelas
Lampiran 4. Contoh SAP Gangguan Citra Tubuh dan
Penatalaksanaannya

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Pendidikan Kesehatan Gangguan Citra Tubuh


Dan Penatalaksanaannya
Sasaran : Keluarga Tn. K
Hari dan tanggal : ……………..….., …………………… 20 ………
Waktu : 30 menit.
Pertemuan ke : ……………. ( ……….. )
Tempat : Rumah Keluarga Tn K. Di RT. …. RW…..
Desa ……………………………………………..
Penyuluh : ……………………………………………………

A. TIU ( Tujuan Intruksional Umum )


Setelah mengikuti penyuluhan ini diharapkan keluarga Tn.
K memahami gangguan citra tubuh dan penatalaksanaannya.

B. TIK ( Tujuan Intruksional Khusus )


Setelah mengikuti penyuluhan ini diharapkan keluarga
Tn. K. mengetahui:
1. Pengertian gangguan citra tubuh dengan benar tanpa melihat
leaflet.
2. Penyebab gangguan citra tubuh dengan benar tanpa melihat
leaflet.
3. Sumber koping gangguan citra tubuh dengan benar tanpa
melihat leaflet
4. Perilaku gangguan citra tubuh dengan benar tanpa melihat
leaflet.
5. Tata laksana gangguan citra tubuh dengan benar tanpa melihat
catatan.
C. Sasaran
Keluarga Tn. K dengan Ny. C mengalami gangguan citra tubuh.

D. Materi
1. Pengertian gangguan citra tubuh.
2. Penyebab gangguan citra tubuh.
3. Sumber koping gangguan citra tubuh .
4. Perilaku gangguan citra tubuh.
5. Tata laksana gangguan citra tubuh.

E. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya Jawab

F. Media
Leaflet

G. Kegiatan Penyuluhan

No Waktu Penyuluh Audience


1 3 Menit Pembukaan
- Mengucapkan salam - Menjawab salam
- Memperkenalkan diri - Memperhatikan
- Menjelaskan tujuan - Mendengarkan dengan
penuh perhatian
2 22 Menit Inti/ Pelaksanaan
- Menjelaskan pengertian Memperhatikan
gangguan citra tubuh.
- Menjelaskan penyebab Memperhatikan
gangguan citra tubuh.
No Waktu Penyuluh Audience
- Menjelaskan koping gangguan Memperhatikan dengan
citra tubuh penuh perhatian
- Memberikan kesempatan Tn. K Mengajukan Pertanyaan
dan keluarganya untuk bertanya
- Menjawab pertanyaan Tn. K dan Memperhatikan
keluarganya.
- Menjelaskan perilaku gangguan Memperhatikan
citra tubuh.
- Menjelaskan Tata laksana Memperhatikan
gangguan citra tubuh.

3 5 Menit Penutup
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan dengan
keluarganya menjelaskan singkat Pengertian
dengan singkat Pengertian gangguan citra tubuh.
gangguan citra tubuh.
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan penyebab
keluarganya menjelaskan gangguan citra tubuh.
dengan singkat penyebab
gangguan citra tubuh.
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan koping
keluarganya menjelaskan gangguan citra tubuh.
dengan singkat koping
gangguan citra tubuh.
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan sumber dan
keluarganya menjelaskan mekanisme perilaku
dengan singkat perilaku gangguan citra tubuh.
gangguan citra tubuh.
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan tatalaksana
keluarganya menjelaskan penanganan gangguan
dengan singkat tatalaksana citra tubuh.
penanganan gangguan citra
tubuh.
- Memperhatikan dengan
- Menyimpulkan seluruh materi sungguh – sungguh.
- Menjawab salam.
- Mengucapkan salam
No Waktu Penyuluh Audience

H. Kriteria Evaluasi
1. Kriteria Struktur
a. Peserta hadir …………………. orang
b. Penyelenggara penyuluhan dilakukan di …………………
(Lihat Situasi)

2. Kriteria proses
a. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
b. Peserta konsentrasi mendengar penyuluhan
c. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjjawab pertanyaan
secara lengkap dan benar
d. Peserta dapat mendemonstrasikan dengan benar
(Lihat Situasi)

3. Kriteria hasil
1. Jelaskan pengertian gangguan citra tubuh.
2. Sebutkan penyebab gangguan citra tubuh.
3. Jelaskan sumber koping gangguan citra tubuh .
4. Bagaimanakah perilaku gangguan citra tubuh.
5. Jelaskan tata laksana gangguan citra tubuh.

…………………., ……………20 …
Penyuluh,

………………………………..
Nama Jelas
Lampiran 5. Contoh SAP Penkes Harga Diri Rendah dan
Penatalaksanaannya

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Pendidikan Kesehatan Harga Diri Rendah dan


Penatalaksanaannya
Sasaran : Warga Masyarakat ……………………….
Hari dan tanggal : ……………..….., …………………… 20 ………
Waktu : 45 menit.
Pertemuan ke : ……………. ( ……….. )
Tempat : Ruang ……………………Desa / Kel. …………
Penyuluh : ……………………………………………………

A. TIU ( Tujuan Intruksional Umum )


Setelah mengikuti penyuluhan ini diharapkan sasaran
mampu mengetahui dan memahami harga diri rendah dan
penataalaksanaannya.

B. TIK ( Tujuan Intruksional Khusus )


Setelah mengikuti penyuluhan ini diharapkan warga
masyarakat ……….. mengetahui:
1. Pengertian harga diri rendah dengan benar tanpa melihat
catatan.
2. Penyebab harga diri rendah dengan benar tanpa melihat catatan.
3. Tanda dan gejala harga diri rendah dengan benar tanpa melihat
catatan.
4. Tata laksana harga diri rendah dengan benar tanpa melihat
catatan.
C. Sasaran
Warga Masyarakat RW. …… Desa / Kel …………
Kecamatan ……………..
D. Materi
1. Pengertian harga diri rendah.
2. Penyebab harga diri rendah.
3. Tanda dan gejala harga diri rendah.
4. Tata laksana harga diri rendah.

E. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya Jawab

F. Media
1. Laptop
2. Leaflet

G. Kegiatan Penyuluhan

No Waktu Penyuluh Audience


1 5 Menit Pembukaan
- Mengucapkan salam - Menjawab salam
- Memperkenalkan diri - Memperhatikan
- Menjelaskan tujuan - Mendengarkan dengan
penuh perhatian
- Melakukan apersepsi - Memperhatikan

2 23 Menit Inti/ Pelaksanaan


- Menjelaskan Pengertian harga Memperhatikan
diri rendah.
- Menjelaskan Penyebab harga Memperhatikan dengan
diri rendah. penuh perhatian
No Waktu Penyuluh Audience
- Memberikan kesempatan untuk Mengajukan Pertanyaan
bertanya
- Memberi kesempatan audience Menjawab pertanyaan
menjawab pertanyaan temannya temannya
- Melengkapi jawaban audience Memperhatikan
- Menjelaskan tanda dan gejala Memperhatikan
harga diri rendah.
- Menjelaskan Tata laksana Memperhatikan
penanganan harga diri rendah.
3 7 Menit Penutup
- Meminta audience menjelaskan - Menjelaskan Pengertian
Pengertian harga diri rendah. harga diri rendah.
- Meminta audience menjelaskan - Menjelaskan Penyebab
penyebab harga diri rendah. harga diri rendah.
- Meminta audience menjelaskan - Menjelaskan tanda dan
tanda dan gejala harga diri gejala harga diri rendah.
rendah
- Meminta audience menjelaskan - Menjelaskan tata laksana
tata laksana penanganan harga penanganan harga diri
diri rendah rendah
- Membuat kesimpulan - Memperhatikan dengan
sungguh – sungguh.
- Mengucapkan salam - Menjawab salam.

H. Kriteria Evaluasi
1. Kriteria Struktur
a. Peserta hadir …………………. orang
b. Penyelenggara penyuluhan dilakukan di …………………
(Lihat Situasi)

2. Kriteria proses
a. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
b. Peserta konsentrasi mendengar penyuluhan
c. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjjawab pertanyaan
secara lengkap dan benar
d. Peserta dapat mendemonstrasikan dengan benar
(Lihat Situasi)

3. Kriteria hasil
a. Jelaskan apa yang dimaksud dengan harga diri rendah?
b. Jelaskan penyebab harga diri rendah.
c. Jelaskan tanda dan gejala harga diri rendah.
d. Jelaskan tata laksana harga diri rendah.

…………………., ……………20 …
Penyuluh,

………………………………..
Nama Jelas
Lampiran 6. Contoh SAP Isolasi Sosial Menarik Diri dan
Penatalaksanaannya

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Pendidikan Kesehatan Isolasi Sosial Menarik


Diri dan Penatalaksanaannya
Sasaran : Keluarga Tn. K
Hari dan tanggal : ……………..….., …………………… 20 ………
Waktu : 30 menit.
Pertemuan ke : ……………. ( ……….. )
Tempat : Rumah Keluarga Tn K. Di RT. …. RW…..
Desa ……………………………………………..
Penyuluh : ……………………………………………………

A. TIU ( Tujuan Intruksional Umum )


Setelah mengikuti penyuluhan ini diharapkan keluarga
Tn. K memahami isolasi sosial menarik diri dan
penatalaksanaannya.

B. TIK ( Tujuan Intruksional Khusus )


Setelah mengikuti penyuluhan ini diharapkan keluarga
Tn. K. mengetahui:
1. Pengertian isolasi sosial menarik diri dengan benar tanpa
melihat leaflet.
2. Penyebab isolasi sosial menarik diri dengan benar tanpa melihat
leaflet.
3. Tanda dan gejala isolasi sosial menarik diri dengan benar tanpa
melihat leaflet
4. Tata laksana isolasi sosial menarik diri dengan benar tanpa
melihat catatan.
C. Sasaran
Keluarga Tn. K dengan Ny. C mengalami isolasi social menarik
diri.

D. Materi
1. Pengertian isolasi sosial menarik diri.
2. Penyebab isolasi sosial menarik diri.
3. Tanda dan gejala isolasi sosial menarik diri.
4. Tata laksana isolasi sosial menarik diri.

E. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya Jawab

F. Media
Leaflet

G. Kegiatan Penyuluhan

No Waktu Penyuluh Audience


1 3 Menit Pembukaan
- Mengucapkan salam - Menjawab salam
- Memperkenalkan diri - Memperhatikan
- Menjelaskan tujuan - Mendengarkan dengan
penuh perhatian
2 22 Menit Inti/ Pelaksanaan
- Menjelaskan Pengertian isolasi Memperhatikan
sosial menarik diri.
- Menjelaskan Penyebab isolasi Memperhatikan
sosial menarik diri.
No Waktu Penyuluh Audience
- Memberikan kesempatan Tn. K Mengajukan Pertanyaan
dan keluarganya untuk bertanya
- Menjawab pertanyaan Tn. K dan Memperhatikan
keluarganya.
- Menjelaskan tanda dan gejala Memperhatikan
isolasi sosial menarik diri.
- Menjelaskan Tata laksana Memperhatikan
penanganan isolasi sosial
menarik diri.

3 5 Menit Penutup
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan pengertian
keluarganya menjelaskan isolasi sosial menarik
dengan singkat Pengertian diri.
isolasi sosial menarik diri.
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan penyebab
keluarganya menjelaskan isolasi sosial menarik
dengan singkat penyebab isolasi diri.
sosial menarik diri.
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan tanda dan
keluarganya menjelaskan gejala isolasi sosial
dengan singkat tanda dan gejala menarik diri.
isolasi sosial menarik diri.
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan tatalaksana
keluarganya menjelaskan penanganan isolasi sosial
dengan singkat tatalaksana menarik diri.
penanganan isolasi sosial
menarik diri.

- Menyimpulkan seluruh materi - Memperhatikan dengan


sungguh – sungguh.

- Mengucapkan salam - Menjawab salam.


H. Kriteria Evaluasi
1. Kriteria Struktur
a. Peserta hadir …………………. orang
b. Penyelenggara penyuluhan dilakukan di …………………
(Lihat Situasi)

2. Kriteria proses
a. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
b. Peserta konsentrasi mendengar penyuluhan
c. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjjawab pertanyaan
secara lengkap dan benar
d. Peserta dapat mendemonstrasikan dengan benar
(Lihat Situasi)

3. Kriteria hasil
a. Apa yang dimaksud dengan isolasi sosial menarik diri?
b. Jelaskan penyebab isolasi sosial menarik diri?
c. Sebutkan tanda dan gejala isolasi sosial menarik diri?
d. Jelaskan tata laksana isolasi sosial menarik diri?

…………………., ……………20 …
Penyuluh,

………………………………..
Nama Jelas
Lampiran 7. Contoh SAP Penkes Halusinasi dan
Penatalaksanaannya

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Pendidikan Kesehatan Halusinasi dan


Penatalaksanaannya
Sasaran : Warga Masyarakat ……………………….
Hari dan tanggal : ……………..….., …………………… 20 ………
Waktu : 45 menit.
Pertemuan ke : ……………. ( ……….. )
Tempat : Ruang ……………………Desa / Kel. …………
Penyuluh : ……………………………………………………

A. TIU ( Tujuan Intruksional Umum )


Setelah mengikuti penyuluhan ini diharapkan sasaran
mampu mengetahui dan memahami konsep halusinasi dan
penatalaksanaannya.

B. TIK ( Tujuan Intruksional Khusus )


Setelah mengikuti penyuluhan ini diharapkan warga
masyarakat ……….. mengetahui:
1. Pengertian halusinasi dengan benar tanpa melihat catatan.
2. Jenis halusinasi dengan benar tanpa melihat catatan.
3. Penyebab halusinasi dengan benar tanpa melihat catatan.
4. Tanda dan gejala halusinasi dengan benar tanpa melihat catatan.
5. Tata laksana halusinasi dengan benar tanpa melihat catatan.

C. Sasaran
Warga Masyarakat RW. …… Desa / Kel …………
Kecamatan ……………..
D. Materi
1. Pengertian halusinasi.
2. Jenis halusinasi.
3. Penyebab halusinasi.
4. Tanda dan gejala halusinasi.
5. Tata laksana halusinasi.

E. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya Jawab

F. Media
1. Laptop
2. Leaflet

G. Kegiatan Penyuluhan

No Waktu Penyuluh Audience


1 5 Menit Pembukaan
- Mengucapkan salam - Menjawab salam
- Memperkenalkan diri - Memperhatikan
- Menjelaskan tujuan - Mendengarkan dengan
penuh perhatian
- Melakukan apersepsi - Memperhatikan

2 23 Menit Inti/ Pelaksanaan


- Menjelaskan Pengertian Memperhatikan
halusinasi.
Memperhatikan
No Waktu Penyuluh Audience
- Menjelaskan jenis - jenis
halusinasi. Memperhatikan dengan
- Menjelaskan penyebab penuh perhatian
halusinasi. Mengajukan Pertanyaan
- Memberikan kesempatan untuk
bertanya Memperhatikan
- Memberi kesempatan audience
lain menjawab pertanyaan
temannya Memperhatikan
- Melengkapi jawaban audience Memperhatikan
- Menjelaskan tanda dan gejala
halusinasi. Memperhatikan
- Menjelaskan Tata laksana
penanganan halusinasi
3 7 Menit Penutup
- Meminta audience menjelaskan - Menjelaskan Pengertian
dengan singkat dan jelas halusinasi.
Pengertian halusinasi.
- Meminta audience menjelaskan - Menjelaskan jenis – jenis
dengan singkat dan jelas jenis – halusinasi.
jenis halusinasi
- Meminta audience menjelaskan - Menjelaskan penyebab
dengan singkat dan jelas halusinasi.
penyebab halusinasi.
- Meminta audience menjelaskan - Menjelaskan tanda dan
dengan singkat dan jelas tanda gejala halusinasi.
dan gelaja halusinasi.
- Meminta audience menjelaskan - Menjelaskan Tata
dengan singkat dan jelas tata laksana halusinasi.
laksana halusinasi.
- Menjelaskan kesimpulan - Memperhatikan dengan
sungguh – sungguh.
- Mengucapkan salam - Menjawab salam.
H. Kriteria Evaluasi
1. Kriteria Struktur
a. Peserta hadir …………………. orang
b. Penyelenggara penyuluhan dilakukan di …………………
(Lihat Situasi)

2. Kriteria proses
a. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
b. Peserta konsentrasi mendengar penyuluhan
c. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjjawab pertanyaan
secara lengkap dan benar
d. Peserta dapat mendemonstrasikan dengan benar
(Lihat Situasi)

3. Kriteria hasil
a. Apa yang dimaksud dengan halusinas?
b. Sebutkan jenis - jenis halusinasi?
c. Apa penyebab halusinasi?
d. Jelaskan tanda dan gejala halusinasi?
e. Jelaskan tata laksana halusinasi?

…………………., ……………20 …
Penyuluh,

………………………………..
Nama Jelas
Lampiran 8. Contoh SAP Perilaku Kekerasan dan
Penatalaksanaannya

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Pendidikan Kesehatan Perilaku Kekerasan


Dan Penatalaksanaannya
Sasaran : Keluarga Tn. K
Hari dan tanggal : ……………..….., …………………… 20 ………
Waktu : 30 menit.
Pertemuan ke : ……………. ( ……….. )
Tempat : Rumah Keluarga Tn K. Di RT. …. RW…..
Desa ……………………………………………..
Penyuluh : ……………………………………………………

A. TIU ( Tujuan Intruksional Umum )


Setelah mengikuti penyuluhan ini diharapkan keluarga
Tn. K memahami perilaku kekerasan dan penatalaksanaannya.

B. TIK ( Tujuan Intruksional Khusus )


Setelah mengikuti penyuluhan ini diharapkan keluarga
Tn. K. mengetahui:
1. Pengertian perilaku kekerasan dengan benar tanpa melihat
leaflet.
2. Penyebab perilaku kekerasan dengan benar tanpa melihat
leaflet.
3. Mekanisme koping perilaku kekerasan dengan benar tanpa
melihat leaflet
4. Tanda dan gejala perilaku kekerasan dengan benar tanpa melihat
leaflet.
5. Tata laksana perilaku kekerasan dengan benar tanpa melihat
leaflet.
C. Sasaran
Keluarga Tn. K dengan Ny. C mengalami perilaku kekerasan.

D. Materi
1. Pengertian perilaku kekerasan.
2. Penyebab perilaku kekerasan.
3. Mekanisme koping perilaku kekerasan.
4. Tanda dan gejala perilaku kekerasan.
5. Tata laksana perilaku kekerasan.

E. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya Jawab

F. Media
Leaflet

G. Kegiatan Penyuluhan

No Waktu Penyuluh Audience


1 3 Menit Pembukaan
- Mengucapkan salam - Menjawab salam
- Memperkenalkan diri - Memperhatikan
- Menjelaskan tujuan - Mendengarkan dengan
penuh perhatian
2 22 Menit Inti/ Pelaksanaan
- Menjelaskan Pengertian Memperhatikan
perilaku kekerasan.
- Menjelaskan Penyebab perilaku Memperhatikan
kekerasan.
No Waktu Penyuluh Audience
- Menjelaskan mekanisme koping Memperhatikan dengan
perilaku kekerasan penuh perhatian
- Memberikan kesempatan Tn. K Mengajukan Pertanyaan
dan keluarganya untuk bertanya
- Menjawab pertanyaan Tn. K dan Memperhatikan
keluarganya.
- Menjelaskan tanda dan gejala Memperhatikan
perilaku kekerasan.
- Menjelaskan Tata laksana Memperhatikan
perilaku kekerasan.

3 5 Menit Penutup
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan dengan
keluarganya menjelaskan singkat Pengertian
dengan singkat Pengertian perilaku kekerasan.
perilaku kekerasan.
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan penyebab
keluarganya menjelaskan perilaku kekerasan.
dengan singkat penyebab
perilaku kekerasan.
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan mekanisme
keluarganya menjelaskan koping perilaku
dengan singkat mekanisme kekerasan.
koping perilaku kekerasan.
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan tanda dan
keluarganya menjelaskan gejala perilaku kekerasan
dengan singkat tanda dan gejala
perilaku kekerasan.
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan tatalaksana
keluarganya menjelaskan penanganan perilaku
dengan singkat tatalaksana kekerasan.
perilaku kekerasan.

- Menyimpulkan seluruh materi - Memperhatikan dengan


sungguh – sungguh.
- Mengucapkan salam - Menjawab salam.
H. Kriteria Evaluasi
1. Kriteria Struktur
a. Peserta hadir …………………. orang
b. Penyelenggara penyuluhan dilakukan di …………………
(Lihat Situasi)

2. Kriteria proses
a. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
b. Peserta konsentrasi mendengar penyuluhan
c. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjjawab pertanyaan
secara lengkap dan benar
d. Peserta dapat mendemonstrasikan dengan benar
(Lihat Situasi)

3. Kriteria hasil
a. Apa yang dimaksud perilaku kekerasan?
b. Jelaskan penyebab perilaku kekerasan?
c. Jelaskan mekanisme koping perilaku kekerasan?
d. Jelaskan tanda dan gejala perilaku kekerasan?
e. Jelaskan tata laksana perilaku kekerasan?

…………………., ……………20 …
Penyuluh,

………………………………..
Nama Jelas
Lampiran 9. Contoh SAP Deficit Perawatan Diri dan
Penatalaksanaannya

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Pendidikan Deficit Perawatan Diri


Dan Penatalaksanaannya
Sasaran : Keluarga Tn. K
Hari dan tanggal : ……………..….., …………………… 20 ………
Waktu : 30 menit.
Pertemuan ke : ……………. ( ……….. )
Tempat : Rumah Keluarga Tn K. Di RT. …. RW…..
Desa ……………………………………………..
Penyuluh : ……………………………………………………

A. TIU ( Tujuan Intruksional Umum )


Setelah mengikuti penyuluhan ini diharapkan keluarga
Tn. K memahami deficit perawatan diri dan penatalaksanaannya.

B. TIK ( Tujuan Intruksional Khusus )


Setelah mengikuti penyuluhan ini diharapkan keluarga
Tn. K. mengetahui:
1. Pengertian deficit perawatan diri dengan benar tanpa melihat
leaflet.
2. Proses terjadinya masalah deficit perawatan diri dengan benar
tanpa melihat leaflet.
3. Tanda dan gejala deficit perawatan diri dengan benar tanpa
melihat leaflet.
4. Tata laksana deficit perawatan diri dengan benar tanpa melihat
leaflet.
C. Sasaran
Keluarga Tn. K dengan Ny. C mengalami deficit peratan diri.

D. Materi
1. Pengertian deficit perawatan diri.
2. Proses terjadinya masalah deficit perawatan diri.
3. Tanda dan gejala deficit perawatan diri.
4. Tata laksana deficit perawatan diri.

E. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya Jawab

F. Media
Leaflet

G. Kegiatan Penyuluhan

No Waktu Penyuluh Audience


1 3 Menit Pembukaan
- Mengucapkan salam - Menjawab salam
- Memperkenalkan diri - Memperhatikan
- Menjelaskan tujuan - Mendengarkan dengan
penuh perhatian
2 22 Menit Inti/ Pelaksanaan
- Menjelaskan Pengertian deficit Memperhatikan
perawatan diri.
- Menjelaskan proses terjadinya Memperhatikan dengan
masalah deficit perawatan diri penuh perhatian
- Memberikan kesempatan Tn. K
dan keluarganya untuk bertanya Mengajukan Pertanyaan
No Waktu Penyuluh Audience
- Menjawab pertanyaan Tn. K dan
keluarganya. Memperhatikan
- Menjelaskan tanda dan gejala
deficit perawatan diri. Memperhatikan
- Menjelaskan Tata laksana
deficit perawatan diri.. Memperhatikan

3 5 Menit Penutup
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan dengan
keluarganya menjelaskan singkat Pengertian
dengan singkat Pengertian deficit perawatan diri.
deficit perawatan diri.
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan proses
keluarganya menjelaskan terjadinya masalah
dengan singkat proses terjadinya deficit perawatan diri.
masalah deficit perawatan diri..
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan tanda dan
keluarganya menjelaskan gejala deficit perawatan
dengan singkat tanda dan gejala diri.
deficit perawatan diri..
- Meminta Tn. K atau - Menjelaskan tatalaksana
keluarganya menjelaskan penanganan deficit
dengan singkat tatalaksana perawatan diri.
penanganan deficit perawatan
diri.

- Menyimpulkan seluruh materi - Memperhatikan dengan


sungguh – sungguh.

- Mengucapkan salam - Menjawab salam.


H. Kriteria Evaluasi
1. Kriteria Struktur
a. Peserta hadir …………………. orang
b. Penyelenggara penyuluhan dilakukan di …………………
(Lihat Situasi)

2. Kriteria proses
a. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
b. Peserta konsentrasi mendengar penyuluhan
c. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjjawab pertanyaan
secara lengkap dan benar
d. Peserta dapat mendemonstrasikan dengan benar
(Lihat Situasi)

3. Kriteria hasil
a. Apa yang dimaksud deficit perawatan diri?
b. Jelaskan proses terjadinya masalah deficit perawatan diri?
c. Jelaskan tanda dan gejala deficit perawatan dir?
d. Jelaskan tata laksana deficit perawatan diri.

…………………., ……………20 …
Penyuluh,

………………………………..
Nama Jelas
LEMBAR SARAN/ MASUKAN
Saran/ Masukan dikirimkan ke email: lia.masliha@yahoo.com

Pemberi Saran/ Masukan :


Nama : …………………………………………
No Hp. / Email : …………………………………………
Saran/ Masukan :
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
PROFIL PENULIS

Masliha. Lahir di Indramayu, 13 Juni


1986. Riwayat pendidikan
keperawatan di awali dari Lulus Akper
Pemkab Indramayu (2007), Meraih
gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep.)
dan Ners dari STIKes Indramayu
tahun 2001 dan Magister
Keperawatan (M.Kep.) dari
Universitas Muhammadiyah Jakarta
(2020)
Penulis pernah bekerja di Akper Pemkab Indramayu (2008-2017), Dinkes
Indramayu (2017-2020) dan Sekarang di Akademi Keperawatan Syaifuddin
Zuhri (AKSARI) Indramayu.

Selain memberikan pembelajaran, saat ini aktif melakukan penelitian, dan


pengabdian kepada masyarakat yang merupakan bagian TRI DHARMA
PERGURUAN TINGGI.
SINOPSIS

Tujuan utama pendidikan kesehatan adalah agar orang mampu


menerapkan masalah dan kebutuhan mereka sendiri, mampu
memahami apa yg dapat mereka lakukan terhadap masalahnya, dengan
sumber daya yg ada pada mereka ditambah dengan dukungan dari luar,
dan mampu memutuskan kegiatan yg tepat guna untuk meningkatkan
taraf hidup . Begitupun dengan Pendidikan kesehatan jiwa, diharapkan
individu yang mengalami masalah psikososial dan gangguan jiwa
mengerti dan memahami masalahnya sehingga segera membawa ke
fasilitas pelayanan kesehatan terdekat bila ditemukan masalah yang
dapat mengganggu aktifitas sehari- hari.
ini sengaja disusun dalam 11 Bab, dimana 9 Bab berkaitan dengan
materi Pendidikan kesehatan (Penkes) jiwa, sedangkan 2 bab berkaitan
dengan Pendahuluan dan Penutup. Untuk lebih jelasnya: Bab 1 tentang
Pendahuluan, Bab 2 tentang Penkes penyalahgunaan Zat, Bab 3 tentang
penkes Kecemasan, Bab 4 tentang Penkes Gangguan Citra Tubuh, Bab
5 tentang Penkes Kehilangan dan Berduka, Bab 6 tentang penkes Harga
Diri Rendah, Bab 7 tentang penkes Isolasi Sosial Menarik Diri, Bab 8
tentang penkes Halusinasi, Bab 9 tentang penkes Perilaku Kekerasan,
Bab 10 tentang penkes Deficit Peratawatan Diri dan Bab 11 Penutup.
Kelebihan Modul ini memberikan gambaran secara mendetail
dan komprehensip tentang Pendidikan kesehatan jiwa dengan
menggunakan bahasa sederhana, ditambah lagi adanya contoh membuat
Satuan Acara Penyuluhan (SAP) dan mengingat bahwa materi yang
digunakan simple dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami,
sehingga tidak menutup kemungkinan masyarakat umumpun membaca
Modul ini. sehingga Modul ini diharapkan mampu bersaing dengan
Modul sejenis di pasaran.

Anda mungkin juga menyukai