1. Fungsi Pancasila
Nama pancasila sebagai dasar negara meskipun tidak tertulis di
dalam pembukaan dan Batang Tubuh maupun penjelasan UUD 1945, namun
sudah cukup jelas yang dimaksudkan ialah lima dasar negara sebagaimana
perumusan terdapat dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945.
1. peri kebangsaan ;
2. peri kemanusiaan ;
3. peri ketuhanaan ;
4. peri kerakyatan permusyaratan - perwakilan - kebijaksanaan ; dan
5. kesejahteraan rakyat (keadilan sosial )
pada tanggal 31 Mei 1945, giliran prof. Mr. Soepomo (daman 1992
) menyampaikan usulnya, maka dasar negara yang cocok untuk indonesia
menurutnya adalah ;
Usaha untuk mewujudkan cita - cita dari piagam jakarta telah di tempuh
berbagai cara pihak yang menghendaki indonesia menjadi negara islam,
sekelompok nasionalis sekuler berkehendak lain dengan alasan sila pertama
tersebut sangat tajam dan akan menimbulkan Diskriminasi dan fanatisme
keagamaan. gan Dengan perbandingan total anggta BPUPKI sebanyak 62
orang, hanya 11 nasionalis islam. Akhirnya pada sidang persiapan panitia
persiapan kemerdekaan indonesia ( PPKI ) pada tanggal 18 agustus 1945
oleh Drs. Moh. Hatta menyatakan bahwa pernyataan yang menyatakan
syariat islam bagi pemeluknya - pemeluknya harus di coret. Demikian pula
klausal islami yang terdapat dalam batang tubuh pasal 29 ayat UUD 1945.
Usulan Moh. Hatta. hatta di dampingi oleh Ir. Soekarno bagi suatu modus
atau persetujuan antara pihak islam yang terdapat dan pihak nasionalis
kebangsaan (nasionalis sekuler ). Beberapa jam kemudian, PPKI menerima
dengan bulat teks perubahan tersebut dan sampai sekarang perubahan
tersebut dan sampai sekarang perubahan itu dikenal dengan Undang -
undang dasar 1945.
Sikap positif warga negara terhadap Pancasila didasari oleh fungsi Pancasila.
Dalam bentuknya yang sekarang, Pancasila berfungsi sebagai dasar negara yang
statis karema merupakan landasan berdirinya Negara Kesatuan Republik
Indonesia; tuntutan yang dinamis karena Pancasila bersidat fleksibel dan dapat
disesuaikan dengan perubahan zaman (Pancasila sebagai ideologi terbuka),
serta alat pemersatu bangsa.
Sikap positif terhadap Pancasila pada dasarnya adalah sejauh mana kita
memaknai nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, untuk selanjuutnya
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kita sering mendengan bahwa
Pancasila perlu diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dna
bernegara. Pengamalan Pancasila dalam kehidupan bernegara dapat dilakukan
melalui cara sebagai berikut:
1. Pengamalan secara objektif
Pengamalan secara objektif adalah melaksanakan dan menaati
peraturan perundang-undangan sesuai norma hokum negara yang
berlandaskan Pancasila. Pengamalan secara objektif memerlukan dukungan
kekuasaan negara. Pengamalan secara objektif bersifat memaksa dan disertai
sanksi hokum. Artinya, siapa saja yang melanggar norma hokum mendapat
sanksi. Pengamalan objektif ini merupakan konsekuensi dari perwujudan
nilai dasar Pancasila sebagai norma hokum negara.
2. Pengamalan secara subjektif
Pengamalan secara subjektif adalah menjalankan nilai-nilai Pancasila yang
berwujud norma etik secara pribadi atau kelompok sebagai pedoman
bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam pengamalan secara subjektif ini, Pancasila menjadi sumber etika
dalam bersikap dan bertingkah laku setiap warga negara dan
penyelenggaraan negara. Etika kehidupan berbangsa dan bernegara yang
bersumber pada nilai-nilai Pancasila sebagaimana tertuang dalam Ketetapan
MPR No. VI/MPR/2001 adalah norma-norma etik yang dapat diamalkan.
Pelanggaran terhadap norma etik tidak mendapatkan sanksi hokum,
melainkan sanksi dari diri sendiri. Pengamalan secara subjektif merupakan
konsekuensi dari mewujudkan nilai dasar Pancasila sebagai norma etik
berbangsa dan bernegara.