Anda di halaman 1dari 3

NAMA KELOMPOK : TIN

NAMA ANGGOTA :

1. AZKA
2. IRFAN
3. WAIZ
4. YASIR
5. NAIRA
6. NABILA
7. NABIL
8. ALFIQI

Eceng Gondok: Dua Sisi Kehidupan dari Tanaman


Penguasa Danau

Eceng gondok (Eichhornia crassipes) seperti layaknya Dr Oct yang memiliki dua
kepribadian, pada satu sisi baik, namun kemudian berubah menjadi monster Octopus
yang jahat dalam sekuel Spiderman.

Tanaman ini sangat berjasa menyerap cemaran logam berat dan zat beracun dalam
air. Namun, ketika penambahan populasinya merajalela, dia ibarat drakula penghisap
oksigen yang terlarut sehingga mengancam kehidupan makhluk air.

Selain dikenal dengan eceng gondok, tumbuhan air ini juga mempunyai nama lain
seperti di daerah Palembang dikenal dengan nama kelipuk, di Lampung
disebut ringgak, di Dayak disebut ilung-ilung dan di Manado disebut tumpe.

Seorang ahli botani dari Jerman bernama Carl Friedrich Philipp von Martius menjadi
orang pertama yang menemukan spesies eceng gondok. Penemuan ini terjadi ketika
ia sedang melakukan ekspedisi ke Sungai Amazon, Brazil.

Eceng gondok bentuknya mudah untuk dikenali. Selain ciri utamanya yang hidup
mengapung di permukaan air, tumbuhan ini juga memiliki akar serabut seperti
rambut untuk menyerap nutrisi.

Tinggi tanaman ini mulai 40 hingga 80 centimeter. Bentuk daunnya tunggal,


berbentuk oval, permukaannya licin dan berwarna hijau. Pada bagian ujung serta
pangkal daun cenderung meruncing dengan pangkal tangkai daun lumayan
menggelembung.

Jenis bunga eceng gondok termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir dan kelopaknya
berbentuk tabung. Bijinya berwarna hitam dan berbentuk bulat. Ketika berbuah,
buahnya berbentuk kotak, memiliki tiga ruang dan berwarna hijau.
Tanaman ini biasa tumbuh di kolam dangkal, rawa, lahan basah, aliran air yang
lambat, danau, penampungan air dan sungai yang arus airnya relatif tenang. Eceng
gondok juga bisa berkembangbiak dengan sangat cepat sehingga dianggap gulma.

Selain itu, eceng gondok juga tumbuhan yang sangat kuat dan mampu beradaptasi di hampir
semua lingkungan. Dia mampu beradaptasi dengan perubahan kondisi air yang ekstrim
bahkan berbagai jenis racun serta zat kimia berbahaya.

Eceng gondok juga memiliki manfaat untuk menyerap bahan kimia dari pupuk
anorganik serta zat beracun asal limbah rumah tangga dan industri. Hal inilah yang
dimanfaatkan Erdi Sutardi di Desa Gunungsari, Kecamatan Sukaratu, Tasikmalaya,
Jawa Barat,

Edi menjaga kualitas air untuk memenuhi syarat budidaya organik. Maklum kini dia
bermitra dengan eksportir beras organik ke Amerika Serikat yang menerapkan syarat
ketat. Sehingga budidaya organik ini sangat dibutuhkan.

“Budidaya organik tak hanya menghindari pemakaian pupuk dan pestisida kimia
sintesis. Kualitas air juga mesti dijaga,” katanya yang dimuat dalam Eceng Gondok,
Kisah Gurita Penguasa Danau diterbitkan Trubus.

Dr Nia Rossiana Dhahiyat MS, ahli bioremediasi Jurusan Biologi Fakultas


Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran menyebut eceng
gondok memang memiliki daya serap tinggi terhadap polutan.

Karena itu telah sejak lama eceng gondok dimanfaatkan untuk mengelola limbah.
Penelitian tentang pengolahan limbah pemotongan hewan ternak, menunjukkan
eceng gondok mampu mengurangi kadar padatan terlarut pada limbah hingga 23,92
persen.

Kadar senyawa organik yang tidak terurai secara biologis turun 51,65 persen, amonia
58 persen, nitrat 32,07 persen, dan fosfor total 25,81 persen, Eceng gondok juga rakus
menyerap unsur hara.

Karena itu tanaman air ini mampu menyerap 5.850 kg nitrogen per hektare per tahun
dan 350-1.125 kg fosfor per hektare per tahun. Karena itu pertumbuhan eceng gondok
sangat cepat yakni mencapai 10 g bobot tanaman per hari.

Namun pertumbuhan eceng gondok yang cepat itu malah menjadi bumerang. Bila
populasinya padat akan menghambat aliran air. Karena itu Edi, rutin melakukan
penjarangan, kemudian dicacah, difermentasi untuk bahan baku pupuk organik.
Bila tidak dicabut, bisa dilihat dari kejadian di Danau Rawa Pening, Kabupaten
Semarang, Jawa Tengah pada 2007. Ketika itu ribuan ikan dalam keramba mati
akibat terkurung eceng gondok yang populasinya 60 persen menutup danau.

Ahli ekologi dan biosistematika Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi
Bandung, Dr Tati Subahar menyebut permukaan daun eceng yang lebar membuat
intensitas penguapan air danau tinggi. “Lama kelamaan danau bisa surut,” jelasnya.

Penyebaran eceng gondok yang tidak terkendali tentu akan menyebabkan gangguan
lingkungan. Hal ini dirasakan oleh Pemerintah Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi
yang kewalahan menghadapi serangan eceng gondok.

Tanaman ini menutup dua pertiga permukaan Danau Kerinci seluas 5.000 m2.
Akibatnya cahaya matahari tidak bisa menembus air, hal ini menghambat fotosintesis
fitoplankton yang memproduksi oksigen. “Efeknya populasi ikan di danau vulkanik
sedalam 110 meter itu merosot."

Eceng gondok yang mati mengendap di dasar danau dan mempercepat pendangkalan,
juga mengganggu transportasi air. Berbagai upaya penanggulan seperti
penyemprotan herbisida hingga memindahkan langsung pun tak membuahkan hasil.

Pemerintah pun menggunakan musuh alami eceng gondok yaitu ikan graskap
(Ctenopharyngodon idelius). Akibat penebaran 47.800 ikan graskap ke danau,
populasi eceng gondok memang tinggal 5 persen.

Namun hal ini malah berdampak buruk, karena biota danau yang bermanfaat seperti
udang air tawar, ikan seluang, siput, dan ikan kepala timah ikut berkurang
populasinya. Pemerintah setempat pun perlu memutar otak untuk mengendalikan
eceng gondok ini.

Djeni Hendra, peneliti di Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan


dan Pengolahan Hasil Hutan, Bogor, Jawa Barat memiliki ide untuk mengubah eceng
gondok menjadi briket.

“Dari hasil risetnya, daya bakar briket eceng gondok buatan Djeni mencapai 3.061
kalori per gram. Itu hanya sedikit di bawah kayu bakar, yang rata-rata 4.000 kal per
gram.”

Menurut Djeni, pemanfaatan limbah seperti eceng gondok sebagai bahan bakar
nabati memberi banyak keuntungan secara langsung. Keuntungan itu antara lain
peningkatan efisiensi energi secara keseluruhan.

Hal ini karena kandungan energi yang terdapat pada limbah cukup besar dan akan
terbuang percuma jika tidak dimanfaatkan. Selain itu penghematan biaya, karena
sering kali membuang limbah bisa lebih mahal dari pada memanfaatkannya.

Anda mungkin juga menyukai