Anda di halaman 1dari 102

I.

Pendahuluan

• Pengertian Fisika Statistik


• Dimana Letak Fisika Statistik
• Mengapa perlu pendekatan statistik?
• Jalan Random
• Problem jalan random satu dimensi

1.1. Pengertian dan Lingkup Fisika Statistik

Fisika Statistik Î Mekanika Statistik


Fisika Statistik merupakan cabang ilmu fisika yang mempelajari sistem banyak
partikel dari segi pandang statistik pada besaran mikroskopik untuk menjelaskan
besaran makroskopik (khususnya energi) berdasarkan mekanika klassik dan
kuantum.

Statistical Mechanics, the branch of physics that seeks to predict the average properties of
systems which consist of a very large number of particles. Statistical mechanics
employs principles of statistics to predict and describe particle motion
(Microsoft®Encarta®99 Encyclopedia)

Dimana letak Fisika Statistik?

A. Dari pandangan kurikulum:

Fisika Dasar (tentang Panas)

Termodinamika

Fisika Statistik

B. Terhadap cabang Fisika dan ilmu lainnya

Teori Kinetika Pendekatan Statistik


Mekanika Klassik Mekanika Kuantum

Fisika Statistik
Chaos
Fisika Atom

Magnetisme
Radiasi Zat Padat

M. Hikam, Fisika Statistik, Pendahuluan 4


Jelaslah bahwa Fisika Statistik berkaitan dengan sistem banyak partikel. Sistem sangat
banyak partikel terjadi pada:
Gas, liquid, solid, radiasi elektromagnetik (foton) dll.
Sistem semacam ini terdapat pada sistem fisika, kimia, biologi.

Studi tentang banyak partikel:


Æ dipakai di hampir semua bidang fisika modern yang melihat sistem dari segi pandang
mikroskopis. (Lihat hubungan fisika statistik dengan cabang ilmu lain)

Mengapa perlu pendekatan statistik?


Ambil contoh satu mole gas
Æ berisi sekitar 1023 molekul.
Apabila kita ingin mengetahui keadaan sistem dengan mencari
persamaan gerak partikel, lakukan:
¾ secara klassik dengan mekanika Newton,
mM d 2r
F = ma Æjutaan pers. − kr − G 2 = m 2 (misalnya)
r dt
atau
¾ secara kuantum dengan persamaan gelombang Schrodinger,
h2 2
− ∇ ψ + V (r )ψ = Eψ (semua partikel !!!)
2m
maka sangat repot (complicated) untuk mencari solusinya.

Apakah mempertimbangkan prilaku setiap partikel itu penting?


Tentu masih penting tetapi dibandingkan komplikasinya
Æ lebih baik tinjauan diarahkan pada sifat rata-rata partikel terlebih lagi kalau partikel
yang kita tinjau adalah partikel identik dengan jumlah sangat besar.
Æ argumentasi statistik ini menjadi efektif.

Apakah setelah ini semua masalah dapat diatasi?


Ternyata tidak (fisika many body problem tetap susah dan menimbulkan pertanyaan
menarik), tetapi beberapa problem penting dapat disederhanakan secara drastis dengan
pendekatan statistik.

1.2. Jalan Random dan Distribusi Binomial

Sebagai tinjauan awal kita perhatikan seseorang yang berjalan ngalor-ngidul (random
walk) tanpa tujuan.

(Suatu contoh yang


tak perlu dicontoh)

M. Hikam, Fisika Statistik, Pendahuluan 5


Jejak orang tersebut dapat berupa gambar di bawah ini:

Contoh jalan random

1.2.1. Problem jalan random sederhana dalam satu dimensi

Untuk penyederhanaan masalah, tinjau jalan random hanya satu dimensi dan jarak tiap
langkah (= l) dianggap sama.

Anggap orang tersebut mulai melangkah di bawah lampu dan bergerak ke kanan atau ke
kiri secara random.

Lampu

Stop press!!
Sebelum kita lanjutkan ke diskusi jalan random ngalor-ngidul kita lihat dulu apa
relevansinya ke Fisika. Berikut contoh kasus:
a) Magnetisme: Sebuah atom memiliki spin ½ dan momen magnetik μ; sesuai dengan
kaidah mekanika kuantum spin dapat “up” atau “down”. Jika kedua kemungkinan
ini sama berapa momen magnetik total untuk N atom?
b) Difusi molekul dalam gas: suatu molekul dapat bergerak dalam tiga dimensi dengan
jarak rata-rata l pada tumbukan antar molekul. Berapa jauh molekul ini setelah N
tumbukan?
c) Problem intensitas oleh N sumber tidak koheren

Setelah N langkah, posisi orang pada:

x = ml (referen x = 0 pada lampu)

M. Hikam, Fisika Statistik, Pendahuluan 6


dengan m merupakan bilangan bulat yang terletak diantara:
– N ≤ m≤ N

Sekarang kita hitung kemungkinan PN(m) untuk menemukan partikel (orang!!) dalam posisi
x = ml setelah langkah ke N:

Untuk mempermudah masalah, ambil:

n1 Æ jumlah langkah ke kanan

n2 Æ jumlah langkah ke kiri

maka
N = n1 + n2

sedangkan pergeseran:
m = n1 – n2

selanjutnya
m = n1 – (N – n1) = 2 n1 – N

Contoh ilustrasi untuk N = 3


n1 n2 m

3 0 3

2 1 1

1 2 -1

3 0 -3

M. Hikam, Fisika Statistik, Pendahuluan 7


1.2.2. Formulasi Distribusi Normal

Sekarang tinjau:
p Æ kemungkinan melangkah ke kanan
q = 1 – p Æ kemungkinan melangkah ke kiri

Jadi kemungkinan pada suatu kejadian n1 step melangkah ke kanan dan n2 step melangkah
ke kiri:
pp ....… p qqq ...… q = pn 1 qn 2

n1 kali n2 kali
Namun ada sejumlah cara berbeda pada N langkah:
N!
n1!n2!
Jadi seluruh kemungkinan menjadi:
N!
WN(n1) = pn 1 qn 2
n1!n2!
(Kemungkinan pada langkah total N terdapat n1 langkah ke kanan dan n2 langkah ke kiri)

Distribusi semacam ini disebut distribusi binomial karena serupa dengan persamaan:
N N!
(p + q)N = ∑ pnqN-n
n = 0 n!( N − n)!

Dari diskusi sebelumnya jelas terlihat bahwa kemungkinan partikel PN(m) ditemukan pada
posisi m setelah langkah ke N adalah WN(n1). Dengan perkataan lain:
PN(m) = WN(n1)

Gunakan m = n1 – n2 dan N = n1 + n2, maka

n1 = ½(N + m), n2 = ½(N – m)

Sehingga:
N!
PN(m) = P(N + m)/2(1 – p)(N – m )/2
[( N + m) / 2]![( N − m) / 2]!

Untuk kasus khusus p = q = ½ , diperoleh:

N
N! ⎛1⎞
PN(m) = ⎜ ⎟
[( N + m) / 2]![( N − m) / 2]! ⎝ 2 ⎠

M. Hikam, Fisika Statistik, Pendahuluan 8


W(n1)
P(m) Contoh:
N = 20
0.20 p=q=½
0.18
0.16
0.14
0.12
0.10
0.08
0.06
0.04
0.02
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
n1
-20–18-16-14-12-10-8-6 -4 –2 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 m

1.3. Harga rata-rata

Tinjau u merupakan sebuah variabel yang dapat mempunyai M nilai:


u1, u2, . . . , uM
dengan masing-masing kemungkinan:
P(u1), P(u2), . . . , P(uM)
Harga rata-rata (mean atau average) dapat dinyatakan:
P(u1)u1 + P(u2 )u2 + ... + P(uM )uM
u ≡
P(u1) + P(u2 ) + ... + P(uM )

atau secara simbolik:


M
∑ P(ui )ui
u ≡ i =1
M
∑ P(ui )
i =1

Lebih umum kalau f(u) merupakan fungsi u, maka harga rata-rata:


M
∑ P(ui ) f (ui )
f (u ) ≡ i =1
M
∑ P(ui )
i =1
(Untuk mereka yang kurang familiar dengan statistika dasar harap membaca buku seperti
karangan Anto Dayan dll.)

M. Hikam, Fisika Statistik, Pendahuluan 9


Persamaan ini dapat disederhanakan
M
P(u1)+ P(u2) + . . . + P(uM) ≡ ∑ P (ui )
i =1
biasanya jumlah semua kemungkinan adalah satu:
M ∞
∫− ∞ Ψ Ψdτ = 1
*
∑ P (ui ) = 1
i =1
Sering disebut sebagai “kondisi normalisasi”.

sehingga:
M
f (u ) = ∑ P (ui ) f (ui )
i =1

Selanjutnya apabila f(u) dan g(u) adalah dua fungsi u, maka:


M
f (u ) + g (u ) = ∑ P(ui )[ f (ui ) + g (ui )]
i =1
M M
= ∑ P(ui ) f (ui ) + ∑ P(ui ) g (ui )
i =1 i =1

Sehingga:
f (u ) + g (u ) = f (u ) + g (u ) (sifat aditif)

Dengan mudah dapat dibuktikan bila c konstan, maka:


cf (u ) = c f (u ) (perkalian skalar)

Harga rata-rata merupakan sebuah karakteristik penting distribusi probabilitas P(u).


E.g.: nilai rata-rata mahasiswa, ISG, income rata-rata etc.

Namun demikian simpangan dari harga rata-rata juga menunjukkan karakteristik sampel.

Ambil suatu besaran


Δu ≡ u - u
yang merupakan deviasi besaran u sekitar rata-rata u.
Kalau deviasi ini kita rata-ratakan, didapat:
__
Δu = (u − u ) = u - u = 0
Æ deviasi rata-rata adalah nol. Jadi besaran ini tidak punya banyak manfaat.

Sekarang kita tinjau besaran lain yang mampu menunjukkan simpangan dari rata-rata tetapi
tidak berharga nol.
Kita definisikan:
M
(Δu ) 2 = (u − u ) 2 ≡ ∑ P(ui )(ui − u ) 2
i =1

M. Hikam, Fisika Statistik, Pendahuluan 10


Besaran ini disebut “momen kedua di sekitar rata-rata” atau “dispersi rata-rata”. Besaran ini
bernilai positif atau nol.

Bukti sederhana:
(u − u ) 2 = (u 2 − 2uu + u 2 ) = u 2 − 2u u + u 2
(u − u ) 2 = u 2 − u 2
Karena u 2 ≥ u 2 maka (Δu ) 2 ≥ 0.

Hal lain dapat didefinisikan (Δu) n “momen ke-n dari u pada sekitar harga rata-ratanya”,
namun jarang digunakan.

Secara sederhana karakteristik sample (distribusi probabilitas) dapat diwakili (meskipun


tidak lengkap) oleh harga rata-rata dan nilai simpangannya.
Simpangan baku (deviasi standar): Δ*n = (Δu ) 2

1.4. Perhitungan Harga Rata-rata pada Poblem Jalan Random

Kembali ke jalan random, probabilitas dalam langkah total N membuat n1 langkah ke kanan
(yakni N – n1= n2 ke kiri) adalah:
N!
W (n1) = p n1 q N − n1
n1!( N − n1)!
Kalau dinormalisasikan:
N
∑ W (n1) = 1
n1 = 0
Maka
N N!
∑ p n1 q N − n1 = ( p + q ) N
n1 = 0 n1!( N − n1)!

= 1N = 1 karena q ≡ 1 − p
Yang tentu saja sudah dapat diduga sebelumnya.

Sekarang kita lihat apa arti bilangan rata-rata n1 step ke kanan?


Kita lihat dari definisi asal:
N N N!
n1 ≡ ∑ W (n1 )n1 = ∑ p n1 q N − n1 n1
n1 = 0 n1 = 0 n1!( N − n1 )!
Kalau tidak ada faktor n1 maka akan terjadi binomial seperti sebelumnya.

Lihat dari pandangan matematika murni:


n1 p n1 = p
∂ n1
∂p
p ( )

M. Hikam, Fisika Statistik, Pendahuluan 11


Sehingga sumasi menjadi:
N N!
∑ p n1 q N − n1 n1
n1 = 0 n1!( N − n1 )!
N N! ⎡ ∂ n1 ⎤ N − n1
= ∑ ⎢ p ( p )⎥ q
n1 = 0 n1!( N − n1)!⎣ ∂p ⎦
∂ ⎡ N N! ⎤
=p ⎢ ∑ p n1 q N − n1 ⎥
∂p ⎢⎣n1 = 0 n1!( N − n1) ⎥⎦

=p ( p + q) N
∂p
= pN ( p + q) N −1 = pN
Jadi
n1 = Np
Secara fisis hal ini telah jelas! Karena p merupakan kemungkinan melangkah ke kanan,
maka jumlah rata-rata step ke kanan pada langkah total N adalah Np.

Hal yang serupa:


n2 = Nq
n1 + n2 = N(p + q) = N

Pergeseran m = n1 – n2 memiliki rata-rata:


m = n1 – n2 = N(p – q)

Kalau p = q maka jelas m = 0 (jalan di tempat!)

Sekarang kita hitung dispersi:


(Δn1 ) 2

Secara analog dapat dibuktikan:


(Δn1 ) 2 = n12 – n12

Karena kita sudah mengetahui harga n12 , maka kita hitung n12 .
N
n12 = ∑ W (n1)n12
n1 = 0
N N!
= ∑ p n1 q N − n1 n12
n1 = 0 n1!( N − n1 )!
2
⎛ ∂ ⎞ n1 ⎛ ∂ ⎞
Karena n1 p = n1⎜⎜ p ⎟⎟( p ) = ⎜⎜ p ⎟⎟ ( p n1 ) , maka sumasi tersebut dapat ditulis:
2 n1
⎝ ∂p ⎠ ⎝ ∂p ⎠

M. Hikam, Fisika Statistik, Pendahuluan 12


2
N N! ⎛ ∂ ⎞ n1 N − n1
n12 = ∑ ⎜⎜ p ⎟⎟ p q
n1 = 0 n1!( N − n1 )! ⎝ ∂p ⎠
2
⎛ ∂ ⎞ N N!
= ⎜⎜ p ⎟⎟ ∑ p n1 q N − n1
⎝ ∂p ⎠ n1 = 0 n1( N − n1 )!
2
⎛ ∂ ⎞
= ⎜⎜ p ⎟⎟ ( p + q) N
⎝ ∂p ⎠
⎛ ∂ ⎞
= ⎜⎜ p ⎟⎟[ pN ( p + q) N −1]
⎝ ∂p ⎠
[
= p N ( p + q) N −1 + pN ( N − 1)( p + q) N − 2 ]
= p[N + pN ( N − 1)]
= Np[1 + pN − p]
= ( Np ) 2 + Npq
Karena n1 = Np, maka:
n12 = n12 + Npq
Jadi:
Æ (Δn1) 2 = Npq

Kalau kita secara relatif:


Δ∗n1 Npq q 1
= =
n1 Np p N

Δ∗n1 1
Khususnya untuk p = q Æ =
n1 N
Apa makna fisisnya?
Δ∗n1 dapat diartikan sebagai “kesalahan” terhadap rata-rata
Æ pengambilan sampling dalam jumlah besar akan mengakibatkan kesalahan relatif
mengecil.

Contoh kasus fisika:


Sample Pertanyaan:
Apa yang harus
“diperbanyak”
supaya kesalahan
Detektor jadi kecil?
Tabung sinar-x

M. Hikam, Fisika Statistik, Pendahuluan 13


Sekarang kita hitung dispersi m:
m = n1 − n2 = 2n1 − N
Sehingga diperoleh:
Δm ≡ m − m = (2n1 − N ) − (2n1 − N ) = 2(n1 − n1 ) = 2Δn1
dan
(Δm )2 = 4(Δn1 )2
Ambil rata-rata, didapat:
(Δm) 2 = 4(Δn1 ) 2 = 4 Npq

Kondisi khusus p = q = ½
( Δm ) 2 = N

1.5. Distribusi Probabilitas untuk N Besar

Bila N sangat besar, distribusi binomial W(n1) menunjukkan maksimum yang sangat jelas
pada nilai n1 = n~1 dan menjadi berkurang ketika n1 jauh dari n~1 .

W(n1)
P(m) Contoh:
N = 20
0.20 p=q=½
0.18
0.16
0.14
0.12
0.10
0.08
0.06
0.04
0.02
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 n1
-20–18-16-14-12-10-8-6 -4 –2 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 m
Bila N sangat besar maka n1 juga besar sehingga perubahan W sangat kecil:

W (n1 + 1) − W (n1 ) << W(n1)

Æ W dapat dipandang sebagai fungsi kontinu.

M. Hikam, Fisika Statistik, Pendahuluan 14


Nilai n1 = n~1 didapat bila W maksimum, artinya:
dW d ln W
= 0 atau secara equivalen =0
dn1 dn1
Sekarang kita coba ekspansi Taylor W(n1) sekitar maksimumnya:
n1 = n~1 + η
sebagai berikut:
ln W(n1) = ln W( n~1 ) + B1η + ½ B2η2 + 1 6 B3η3 + ……
dengan
d k ln W
Bk ≡
dn1k
Mengingat ln W maksimum pada n1 = n~1 , maka B1 = 0 dan B2 pasti negatif (buktikan!!),
secara eksplisit ditulis B2 = – |B2|, sehingga:
~ − 1 B η 2 − 1 B η 3 ......
W (n1) = We 2 2 e 6 3
Pada daerah η sangat kecil ekspansi berubah menjadi:
~ −1 B η2
W (n1) = We 2 2

N!
Sekarang kita cari berapa nilai |B2|, dari W (n1) = p n1 q N − n1
n1!( N − n1)!
diperoleh:
ln W (n1) = ln N !− ln n1!− ln( N − n1)!+ n1 ln p + ( N − n1) ln q

Untuk n yang cukup besar


d ln n! ln(n + 1)!− ln n! (n + 1)!
≈ = ln = ln (n+1) ≈ ln n
dn 1 n!

Dari hal tersebut:


d ln W
= − ln n1 + ln( N − n1) + ln p − ln q
dn1
Derivasi pertama ini adalah nol dikala n1 = n~1 (ketika W maksimum), jadi:
⎡ ( N − n~ ) p ⎤
ln ⎢ ~ 1 ⎥ = 0
⎣ n1 q⎦
Æ ( N − n~1 ) p = n~1q
n~ = Np
1
(Seperti yang sudah dapat diduga sebelumnya).

Diferensiasi lebih lanjut:


d 2 ln W 1 1
=− − Æ ini merupakan nilai B2
dn12 n1 N − n1

M. Hikam, Fisika Statistik, Pendahuluan 15


dengan menggunakan n1= n~1 = Np , didapat:
1 1 1 ⎛ 1 1⎞
B2 = − − = − ⎜⎜ + ⎟⎟
Np N − Np N ⎝ p q⎠
1
B2 = −
Npq

Sekali lagi untuk N yang besar:

N ∞
∑ W (n1) ≈ ∫ W (n1 + η~ )dη = 1
n1 = 0 −∞
~ −1 B2 η 2 ~ 2π
W ∫−∞∞ e 2 dn = W =1
B2

Akhirnya
B2 − 12 B2 ( n1 − n~1 ) 2
W (n1) = e

Disebut distribusi Gaussian yang merupakan hal yang umum dan sering ditemui di alam.

1.6. Distribusi Gaussian

Pada kasus distribusi binomial, kita kembalikan harga-harga B2 dan n~1 yang sesuai,
diperoleh:
−1 ⎡ (n − Np ) 2 ⎤
W (n1 ) = (2πNpq ) 2 exp ⎢− 1 ⎥
⎢⎣ 2 Npq ⎥⎦

Kalau dalam nilai rata-rata dan dispersinya:


2 −2
1 ⎡ (n1 − n~1) 2 ⎤
W (n1) = [2π (Δn1) ] exp ⎢− ⎥
2
⎣⎢ 2(Δn1) ⎦⎥
Dalam besaran jumlah langkah m:
⎛ N +m⎞ − 12 ⎧⎪ [m − N ( p − q)]2 ⎫⎪
P ( m) = W ⎜ ⎟ = [2πNpq ] exp⎨− ⎬
⎝ 2 ⎠ ⎪⎩ 8 Npq ⎪⎭
karena n1 – Np = ½ [N + m – 2Np] = ½ [m – N(p – q)]. Disini m merupakan bilangan bulat
yang dipisahkan oleh Δm = 2
Hasil ini juga dapat dinyatakan dalam variabel pergeseran yang sesungguhnya:
x = ml
disini l merupakan panjang setiap langkah.

M. Hikam, Fisika Statistik, Pendahuluan 16


Kalau l cukup kecil dibandingkan panjang besaran fisika yang diamati, maka x
dapat dipandang fungsi kontinu. (Secara matematik murni x merupakan fungsi diskrit
dengan penambahan 2l).

P(m)

m
2l dx x = ml

Dari hal itu P(m) dapat dianggap sebagai fungsi kontinu dari x.

Dapat dicari probabilitas mendapatkan partikel antara x dan x+dx:


dx
℘(x) dx = P(m)
2l
(Mengapa dibagi 2l? → karena pada jangkauan dx berisi dx/2l kemungkinan nilai m)

Besaran ℘(x) yang independen dari besar dx disebut “kerapatan kemungkinan”


(probability density).

Seterusnya:
e −( x − μ ) / 2σ dx
1 2 2
℘(x) dx =
2π σ
disini telah digunakan penyingkatan:
μ ≡ (p – q) Nl
σ ≡ 2 Npql

Dengan menggunakan persamaan terakhir ini kita dapat secara umum menghitung
harga rata-rata x dan ( x − x ) 2

M. Hikam, Fisika Statistik, Pendahuluan 17


Sekarang kita cek dahulu apakah ℘(x) telah ternormalisasi.
∞ 1 ∞ − ( x − μ ) 2 / 2σ 2
∫℘( x)dx = ∫e dx
−∞ 2π σ − ∞
1 ∞ − y 2 / 2σ 2
= ∫− ∞ e dy (dimisalkan y = x – μ)
2π σ
1
= π 2σ 2
2π σ

= 1 Æ telah ternormalisasi dengan baik

Sekarang kita hitung harga rata-rata:


x ≡ ∫−∞∞ x℘( x)dx
1 ∞ − ( x − μ ) 2 / 2σ
= ∫−∞ xe dx
2π σ
1 ⎡ ∞ − y 2 / 2σ 2
dy + μ ∫−∞∞ e− y / 2σ dy ⎤⎥
2 2
= ⎢ ∫−∞ ye
2π σ ⎣ ⎦

Selanjutnya
( x − μ )2 = ∫−∞∞ ( x − μ ) 2℘( x)dx
1 ∞ 2 − y 2 / 2σ 2
= ∫−∞ y e dy
2π σ
1 ⎡ π 2 2⎤
3
= ⎢ ( 2σ ) ⎥
2π σ ⎣ 2 ⎦
=σ2
Jadi
(Δx) 2 = ( x − μ ) 2 = σ 2

Jelas terlihat bahwa σ merupakan nilai rms dari deviasi x.

Hubungan dengan jalan random:


x = ( p − q) Nl
(Δx) 2 = 4 Npql 2

Pelajari sendiri mengenai gerak jalan random secara umum dalam 2 dimensi.

M. Hikam, Fisika Statistik, Pendahuluan 18


Soal-soal Latihan:

1.1. Apabila tiga dadu dilemparkan sekaligus, berapa kemungkinan mendapatkan nilai total
enam atau kurang?

1.2. Dalam pelemparan dua dadu pada saat bersamaan, hitung peluang untuk
mendapatkan setidaknya satu angka lima keluar.

1.3. Perhatikan suatu permainan dengan 6 buah dadu bersisi 6 digunakan (dengan biji 1
s/d 6). Hitung kemungkinan mendapatkan:
(a). Semuanya berbiji 1
(b). Setidaknya satu dadu berbiji 1

1.4. Pada gerak random walk sebuah partikel (ke kanan dan ke kiri), dilakukan 6 langkah
total dengan kemungkinan melangkah ke kanan sebesar ¾. Tiap langkah berjarak 2
cm. Hitung kemungkinan mendapatkan partikel ini pada posisi akhir 4 cm di kanan
titik asal.

1.5. Tinjau No molekul gas yang tidak berinteraksi berada pada bejana tertutup dengan
volume Vo. Perhatikan pada sebarang sub-volume V yang ada dalam bejana terdapat N
molekul. Setiap molekul memiliki peluang yang sama berada dimana saja dalam bejana,
sehingga kemungkinan sebuah molekul berada dalam sub-volume V secara sederhana
dapat dinyatakan sebagai V/Vo.
(a). Hitung jumlah rata-rata N molekul yang berada di V? Nyatakan jawaban dalam Vo,
Vo, dan V.
(b). Hitunglah dispersi relatif ( N − N ) 2 / N 2 dalam jumlah molekul yang berada di V.
Nyatakan jawaban dalam N , V, dan Vo.
(c). Anggap sub-volume V dangat kecil sehingga 0 << V/Vo << 1, hitung kemungkinan
jumlah molekul dalam volume ini antara N dan N + dN.

1.6. Probabilitas W(n) yang menunjukkan karakteristik suatu kemungkinan p terjadi n kali
pada N kali adalah sbb:
N!
W(n) = pn(1 – p)N – n
n!( N − n)!
Tinjau situasi ketika p sangat kecil (p << 1) dan ketika n << N. Beberapa
penyederhanaan dapat dilakukan:
(a). Gunakan pendekatan ln (1 – p) ≈ – p, tunjukkan bahwa (1 – p)N-n ≈ e- Np
(b). Tunjukkan bahwa N!/(N-n)! ≈ Nn
λn
(c). Dari hal tersebut, tunjukkan W(n) = e- λ
n!
Distribusi semacam ini disebut “distribusi Poisson” dengan λ=Np merupakan
jumlah kejadian.
(d). Tunjukkan bahwa distribusi Poisson ini ternormalisasi!
(e). Hitung n dan (Δn) 2 = (n − n ) 2 pada distribusi Poisson!

M. Hikam, Fisika Statistik, Pendahuluan 19


1.7. Kemungkinan menemukan sebuah partikel antara x dan x + dx adalah
P(x) dx = A e-α |x| dx dengan A dan α merupakan konstanta
(a). Tunjukkan bahwa α harus positif supaya P(x) dx mempunyai makna!
(b). Carilah hubungan antara A dan α supaya P(x) ternormalisir.
(c). Hitung x
(d). Bila x2 = ¼ hitung A dan α!

1.8. Perhatikan kasus jalan random satu dimensi, kemungkinan pergeseran antara s dan
s+ds adalah:
w(s) ds = (2πσ 2 ) − e− ( s −l ) / 2σ ds setelah N langkah.
1 2 2
2

(a). Hitung pergeseran rata-rata x dari origin!


(b). Hitung dispersi ( x − x ) 2 !

1.9. Perhatikan jalan random untuk sebuah partikel dalam satu dimensi. Anggab bahwa
setiap langkah selalu positif dan mempunyai peluang yang sama dalam jangkauan l-b
and l+b dengan b<l. Setelah N langkah hitunglah
(a). pergeseran rata-rata dari origin x ?
(b). dispersi ( x − x ) 2 ? b
l
1.10. Tinjau problem jalan random dengan p=q dan kita simbolkan m = n1-n2 merupakan
jumlah pergeseran (net) langkah ke kanan. Setelah N langkah hitunglah harga rata-
rata berikut: m , m 2 , m3 dan m 4

1.11. Tinjau problem gerak jalan random dalam satu dimensi dan anggap kemungkinan
pergesaran tunggal antara s dan s + ds adalah
1 1
w( s )ds = ds
π b + s2
2

Hitung probabilitas P(x)dx sehingga pergeseran total setelah N langkah terletak


antara x dan x + dx.

M. Hikam, Fisika Statistik, Pendahuluan 20


2. Deskripsi Statistik Sistem Partikel

• Formulasi statistik
• Interaksi antara sistem makroskopis

2.1. Formulasi Statistik

Dalam menganalisis suatu sistem, kombinasikan:


¾ ide tentang statistik
¾ pengetahuan hukum-hukum mekanika partikel (klassik dan kuantum)

Urutan langkah:
1. Spesifikasi keadaan sistem
2. Ensemble statistik
3. Postulat dasar
4. Perhitungan probabilitas

Supaya lebih jelas perhatikan untuk kasus sederhana pelemparan dadu:

1. Spesifikasi keadaan sistem


Dibutuhkan metode yang mendetail untuk menjelaskan hasil setiap eksperimen.

Apa sebenarnya yang ingin diketahui dalam proses pelemparan dadu?Æ kondisi
awal? kondisi akhir?

2. Ensemble statistik

Proses mendetail
vs.
ensemble statistik

Fokus pada kondisi keseluruhan (ensemble) dari segala macam peristiwa


individual yang mungkin.

3. Postulat dasar

Pada kasus dadu Æ tidak ada preferensial antara satu muka dengan muka yang
lain.

Dalam hal ini hukum-hukum Mekanika perlu dilihat.

4. Perhitungan probabilitas

Dari postulat dasar, perhitungan probabilitas dapat dilakukan

M. Hikam, Fisika Statistik, Deskripsi Statistik Sistem Partikel 21


Contoh-contoh Formulasi Statistik pada Problem Mekanika

Sekarang kita masuki beberapa problem real di fisika.

1. Spesifikasi Keadaan Sistem

Sistem ini dapat terdiri dari elektron-


elektron, atom-atom, atau molekul-
molekul.
Æ dapat dideskripsikan dengan kaidah
mekanika kuantum

Sistem dapat dijelaskan


Ψ(q1, q2, q3, q4,…. qf) Æ fungsi dari f koordinat (termasuk spin)
Bilangan f merupakan derajat kebebasan sistem

Contoh 1:

Sistem yang terdiri dari partikel tunggal dengan posisi tetap tetapi memiliki spin ½ (yakni
momentum angular intrinsik ½ h )
Æ
Dalam deskripsi mekanika kuantum, keadaan partikel ini dispesifikasi oleh proyeksi spin
pada sumbu tetap (misal z)

Keadaan kuantum

m=½ m = -½
‘up’ ‘down’

Contoh 2:

Kalau ada N partikel pada posisi tetap.


Keadaan seluruh sistem dapat dinyatakan dengan bilangan kuantum m1, m2, m3,…. mN

(m bisa ½ atau -½ )

M. Hikam, Fisika Statistik, Deskripsi Statistik Sistem Partikel 22


Contoh 3:

Suatu sistem yang terdiri dari harmonik osilator sederhana satu dimensi.

Keadaan kuantum yang mungkin memiliki energi:


En = (n + ½) h ω

disini n = 0,1,2,3,4,….

Contoh 4:

Partikel tanpa spin dalam kotak


0 ≤ x≤ Lx
0 ≤ y≤ Ly
0 ≤ z≤ Lz

Æ memenuhi persamaan Schrodinger


h 2 ⎛⎜ ∂ 2 ∂2 ∂ 2 ⎞⎟
− + + ψ = Eψ
2m ⎜⎝ ∂x 2 ∂y 2 ∂z 2 ⎟⎠
Fungsi gelombang yang memenuhi syarat batas:
nx n y nz
ψ = sin(π x ) sin(π y ) sin(π z )
Lx Ly Lz
Menghasilkan energi yang memenuhi
h 2 2 ⎛⎜ nx2 n y nz2 ⎞⎟
2

E= π ⎜ 2 + 2 + 2⎟
2m ⎝ Lx Ly Lz ⎠
Æ Keadaan partikel dapat dispesifikasi oleh tiga bilangan kuantum.

Bagaimana dari segi pandang Mekanika Klassik??

Kita mulai dengan contoh satu partikel dalam satu dimensi

→ sistem dapat dijelaskan secara komplit kalau diketahui posisi dan momentumnya (q
dan p).

(Ide ini tidak benar dipandang dari Mekanika Kuantum karena adanya ketidakpastian
Heisenberg)

M. Hikam, Fisika Statistik, Deskripsi Statistik Sistem Partikel 23


Dapat digambarkan dalam ruang fasa sbb:

Misal skala q dapat dibagi-bagi menjadi skala terkecil δq, sedangkan skala p terkecil δp.
Sehingga area terkecil dua dimensi:
δq δp = ho

Keadaan sistem dapat dijelaskan dengan koordinat ruang yang berada dalam interval q
dan q + dq dan momentum antara p dan p+dp.

Hal ini dapat diperumum dengan f koordinat ruang q1, q2, q3, …. qf dan f momentum p1,
p2, p3, …. pf

Cara perhitungan keadaan mikroskopik atau “microstate”:

Secara kuantum:
Hitung dengan suatu cara yang mudah semua keadaan kuantum yang mungkin, beri label
r =1,2,3,.....
Keadaan sistem dapat dideskripsikan dengan melihat kondisi yang diinginkan (misal
keadaan khusus r).

Bila dibutuhkan pendekataan mekanika klassik:


Situasi serupa terjadi
→ Setelah ruang fasa dibagi-bagi dalam suatu unit kecil yang sama, kita dapat
menghitung sel-sel tersebut dan memberi indeks dengan r =1,2,3,...
Keadaan sistem dapat dideskripsikan dengan menspesifikasi sel r yang mewakili titik-
titik dalam sistem.

M. Hikam, Fisika Statistik, Deskripsi Statistik Sistem Partikel 24


2. Ensemble statistik

Disini kita tidak berfokus pada satu sistem (atau partikel) terisolasi tetapi pada sejumlah
besar sistem identik. Tujuan bahasan ini untuk meramalkan kemungkinan yang terjadi
secara keseluruhan (ensemble).

Contoh:

Sistem terdiri dari tiga partikel berspin masing-masing ½


Momen magnetik:
+μ bila “up” ke sumbu z
-μ bila “down” thd ke sumbu z

Sistem mendapatkan medan magnet eksternal H ke arah sumbu z.


Keadaan seluruh sistem dapat dideskripsikan oleh tiga bilangan kuantum m1, m2, dan m3.

Partikel memiliki energi –μH untuk spin “up” dan +μH untuk spin “down” (Mengapa
terbalik??).

Keadaan Bilangan Kuantum Momen Magnetik Total Energi Total


Indeks r m1, m2, m3

1 + + + 3μ –3μH
2 + + – μ –μH
3 + – + μ –μH
4 – + + μ –μH
5 + – – –μ μH
6 – + – –μ μH
7 – – + –μ μH
8 – – – –3μ 3μH

Biasanya pengetahuan parsial tentang sistem dapat diketahui. Seperti misalnya energi
total atau volume gas.

M. Hikam, Fisika Statistik, Deskripsi Statistik Sistem Partikel 25


Æ Sistem hanya boleh berada dalam keadaan yang sesuai dengan informasi ini.

Pada kasus di atas, seandainya ada informasi bahwa sistem memiliki energi –μH, maka
keadaan yang mungkin adalah salah satu diantara:
(+ + –); (+ – +) atau (– + +)
Tentu saja kita tidak tahu keadaan mana yang sesungguhnya.

Keadaan yang mungkin ini disebut accessible state.

3. Postulat dasar

Dibutuhkan postulat dasar sekitar probabilitas relatif untuk menemukan sistem dalam
keadaan yang dapat dijangkau (accessible state).

Biasanya digunakan postulat:


¾ sistem terisolasi
Æ tidak ada pertukaran energi
Æ energi total terkonservasi
¾ sistem dalam keadaan keseimbangan
Æ time independent untuk parameter makroskopis

Postulat fundamental:
Suatu sistem terisolasi dalam keadaan keseimbangan memiliki peluang sama berada
dalam accessible states.

Contoh kembali untuk E = –μH, maka sistem berpeluang sama berada dalam keadaan
(+ + –); (+ – +) atau (– + +)

Contoh lain: Kasus osilator harmonis


p2 1 2
E= + kx Æ konstan
2m 2
Energi osilator berada pada jangkauan E dan E + δE.

p
E+δE dx

What’s the picture describing you?

M. Hikam, Fisika Statistik, Deskripsi Statistik Sistem Partikel 26


4. Perhitungan Probabilitas

Sekarang kita masuk ke perhitungan kemungkinan

Pada jangkauan energi E dan E + δE terdapat:

Ω(E)
yk
Ω(E;yk)

Ω(E) Æ jumlah total keadaan pada jangkauan ini.


Ω(E; yk) Æ jumlah keadaan pada kondisi parameter yk.

Kemungkinan P(yk) parameter y memiliki nilai yk:


Ω( E ; y k )
P ( yk ) =
Ω( E )
dan nilai rata-rata:
∑ Ω( E ; y k ) y k
y = k
Ω( E )

Contoh:
Untuk E = –μH, maka sistem berpeluang sama berada dalam keadaan (+ + –); (+ – +)
atau (– + +)

Sekarang kita perhatikan spin yang pertama

Kemungkinan spin ini “up”:


P+ = 23
Berapakah momen magnetik rata-rata pada arah ini?
μ z = 13 μ + 13 μ − 13 μ = 13 μ

Perhitungan jumlah keadaan pada gas ideal secara klassik:

M. Hikam, Fisika Statistik, Deskripsi Statistik Sistem Partikel 27


N molekul identik pada volume V.

Energi sistem:
E = Ek + U + Eintra
gerakan intramolekular Æ 0 (monatomik)

potensial
kinetik
1 N 2
Ek = Ek ( p1, p2 , p3 ,.... p N ) =
∑ pi
2m i =1
U = U(r1, r2, r3,… rN) Æ 0 untuk gas ideal

Jumlah keadaan Ω(E) pada energi antara E dan E + δE:


Æ jumlah unit sel volume yang berada diantaranya:

E + δE
Ω( E ) ∝ ∫ ......∫ d 3r1....d 3rN d 3 p1.....d 3 p N
E

∫ d r = V , maka
3
Jelas bahwa i

Ω(E) ∝ V χ(E) N

dengan
E + δE
χ ( E ) = ∫ ......∫ d 3 p1.....d 3 pN Æ independen dari V.
E
Kalau sekarang digunakan:
N 3
2mE = ∑∑ pi2α
i =1 α =1
diperoleh:
χ(E) = E3N/2 (proof it as exercise)

Sehingga jumlah keadaan menjadi: Ω(E) = B VN E3N/2

disini B merupakan konstanta.

M. Hikam, Fisika Statistik, Deskripsi Statistik Sistem Partikel 28


2.2. Interaksi antar Sistem Makroskopis

Æ Pelajari kembali Termodinamika

Seperti:
• Kerja pada suatu proses dengan volume berubah:
d′W = P dV

• Pernyataan hukum Termodinamika I dalam bentuk diferensial:


d′Q = d’W + dU

• Proses Quasi-statik

• Diferensial eksak

(Lihat catatan kuliah Termodinamika halaman 21 dst.)

Soal-soal Latihan.

2.1. Tinjau osilator harmonis klassik yang terdiri dari massa m dan konstanta pegas k
memiliki energi total E. Carilah fungsi kerapatan probabilitas P(x), bila P(x)dx
merupakan kemungkinan menemukan massa pada interval x dan x+dx.

2.2. Sejumlah besar N partikel terlokalisir berada dalam pengaruh medan magnet luar H
(arah z). Setiap partikel memiliki spin ½. Carilah jumlah keadaan yang dapat
dijangkau (accessible states) pada sistem sebagai fungsi Ms (jumlah total spin pada
komponen z). Tentukan nilai Ms sehingga jumlah keadaan adalah maksimum!

2.3. Gunakan fungsi gamma, tunjukkan secara eksplisit bahwa χ(E) = E3N/2

M. Hikam, Fisika Statistik, Deskripsi Statistik Sistem Partikel 29


3. Termodinamika Statistik

Pada bagian ini akan dibahas pemanfaatan postulat statistik yang berdasarkan sistem dalam
keadaan keseimbangan untuk menjelaskan besaran makroskopis. Disiplin ini disebut
“Mekanika Statistik Keseimbangan” atau juga “Termodinamika Statistik”.

• Kondisi keseimbangan dan konstrain


• Interaksi termal antara sistem makroskopis
• Kalkulasi statistik pada besaran termodinamik
• Parameter makroskopik dan pengukurannya (kerja, energi, panas, suhu mutlak, Lihat catatan
kapasitas panas, entropi) Termodinamika
• Aplikasi termodinamika makroskopis

3.1. Kondisi Keseimbangan dan Konstrain

Sekarang kita lihat sistem terisolasi dengan energi yang dispesifikasi berada pada
jangkauan sempit:

Ω : jumlah keadaan yang dapat


E sampai E + δE diakses

disini δE <<<

“Keadaan yang dapat diakses” Æ memenuhi kondisi tertentu/ konstrain.


Ω = Ω(y1, y2, y3,…. yn)

Parameter y1, y2, y3,…. yn merupakan besaran makroskopis seperti energi, volume,
tekanan, suhu dll.

Contoh 1:

Terisi Gas Kosong

Partisi Æ Konstrain
Keadaan yang dapat diakses hanya untuk molekul-molekul yang mempunyai koordinat di
sebelah kiri.

M. Hikam, Fisika Statistik, Termodinamika Statistik 30


Contoh lain: (See page 88 Reif).

Apabila konstrain dilepas apa yang terjadi?


Æ jumlah keadaan yang terjangkau mula-mula masih tetap ada
Æ mungkin terjadi penambahan jumlah keadaan

Bila jumlah keadaan mula-mula Ωi dan keadaan akhir Ωf, maka:


Ωf ≥ Ωi

Mungkinkah setelah konstrain ditiadakan, kondisi kembali ke asalnya? Kita lihat pada
kasus contoh 1.

Kemungkinan partikel berada di kiri atau di kanan adalah ½, setelah partisi dicabut
berapa kemungkinan terjadi keadaan final semua partikel di kiri?

Pi = (½)N

Bila dihitung, probabilitas ini amat sangat kecil:

Pi ≈ ()
1
2
6×10 23
≈ (10) − 2×10
23

Praktis hal ini tidak mungkin terjadi.


Setelah konstrain dicabut, terjadi keseimbangan baru. Nilai suatu parameter akan
berfluktuasi (y = y1), namun pada akhirnya jumlah state terbanyak akan dicapai ketika
parameter ini mencapai nilai tertentu, y = y
~

Ω(y)

~
y y1 y
Perumusan dapat diberikan sbb:
“Bila beberapa konstrain dari suatu sistem terisolasi dihilangkan, maka parameter-
parameter sistem akan menyesuaikan dirinya sehingga Ω(y1, y2, y3,…. yn) mendekati
maksimum”

Secara simbolik:
Ω(y1, y2, y3,…. yn) Æ maksimum

M. Hikam, Fisika Statistik, Termodinamika Statistik 31


Proses Reversibel dan Irreversibel

Diskusi tentang proses reversibel dan irreversibel telah banyak di bawah di


Termodinamika, dari cara pandang statistik dapat dibedakan:
Bila Ωf = Ωi proses reversibel, sebaliknya
Bila Ωf > Ωi proses irreversibel

Catatan pada kasus contoh 1: pengembalian konstrain tidak otomatis menjadi keadaan
seperti semula.

3.2. Interaksi Termal antara Sistem Makroskopis

Dua sistem makroskopis A dan A′ berinteraksi termal:

A, E A′, E′

Ω(E) Ω′(E′)

Antara A dan A′ dapat terjadi pertukaran energi, tetapi A + A′ secara keseluruhan


terisolasi dari luar, sehingga:
E + E′ = E(0) = konstan

(Sampai disini kita belum definisikan apa itu temperatur dari pandangan Fisika Statistik)

Sekarang kita perhatikan:


Ω(0)(E) Æ jumlah keadaan yang dapat diakses pada A(0) ketika A memiliki energi
antara E dan E+δE
P(E) Æ kemungkinan menemukan sistem gabungan A(0) ketika A memiliki
energi antara E dan E+δE

dapat dipahami dengan mudah bahwa

P(E) = CΩ(0)(E)

dengan C merupakan konstanta yang tidak tergantung E.

M. Hikam, Fisika Statistik, Termodinamika Statistik 32


total = ∑ Ω
Dapat dipahami C −1 = Ω (0) (0)
(E)
E

Ketika A memiliki energi E, maka A′ memiliki energi E′ = E(0) – E.


Æ satu diantara Ω′(E′) = Ω′( E(0) – E) keadaan yang mungkin.

Jadi:
Ω(0)(E) = Ω(E) Ω′( E(0) – E)

atau
P(E) = C Ω(E) Ω′( E(0) – E)

P(E)

~
E E

ΔE

Setelah terjadi keseimbangan maka akan terjadi


Ω(0)(E) maksimum

demikian juga P(E) maksimum Æ ln P maksimum.

Hal ini terjadi pada E = E% .

Kondisi ekstrim terjadi kalau (pure mathematics) turunan pertama sama dengan nol:
∂ ln P 1 ∂P
= =0
∂E P ∂E

Karena
ln P(E) = ln C + ln Ω(E) + ln Ω′(E′)

dan E′ = E(0) – E, maka:


∂ ln P
= 0 menghasilkan:
∂E
∂ ln Ω( E ) ∂ ln Ω '( E ')
+ (−1) = 0 pada E = E% .
∂E ∂E '

M. Hikam, Fisika Statistik, Termodinamika Statistik 33


atau
∂ ln Ω( E ) ∂ ln Ω '( E ')
=
∂E ∂E '
bila kita definisikan suatu besaran fisika β:
∂ ln Ω( E )
β (E) =
∂E
maka
β ( E% ) = β '( E% ')

Apa makna fisis besaran ini?


Æ besaran ini bernilai sama untuk kedua sistem setelah terjadi keseimbangan.

Dalam Termodinamika kita kenal besaran “temperatur” yang memiliki sifat


demikian.

β ( E% ) memiliki dimensi kebalikan energi.

Kita definisikan parameter T sbb:


1
kT =
β
Diperoleh dari β ( E ) = ∂ ln Ω( E ) :
∂E
1 ∂S
=
T ∂E
disini telah diperkenalkan
S = k ln Ω
Besaran ini disebut “entropi”.

Kondisi probabilitas maksimum P(E) dapat dinyatakan dalam entropi total:


S + S ′ = maksimum

Juga dalam parameter T:


T=T′

Mekanika Statistik mendiktekan bahwa pada kondisi keseimbangan entropi akan mencapai
maksimum dan parameter T = T ′ (Æ suhu).

Sampai disini ada sinkronisasi antara definisi suhu secara termodinamika dan secara
mekanika statistik.

Resume Hukum-hukum Termodinamika

Hukum Termodinamika ke-0


¾ Bila dua benda mengalami keseimbangan termal ketika kontak, maka dua benda
tersebut memiliki temperatur yang sama.

M. Hikam, Fisika Statistik, Termodinamika Statistik 34


Hukum Termodinamika ke-1
¾ Panas dari luar akan digunakan untuk kerja dan perubahan energi dalam

d’Q = d’W + dU

Hukum Termodinamika ke-2


¾ Pada suatu sistem tertutup nilai entropi akan tetap atau bertambah.
ΔS ≥ 0

Hukum Termodinamika ke-3


¾ Ketika mendekati suhu nol absolut entropi memiliki mendekati nilai tertentu yang
independen dari parameter sistem:
lim S = S0
T →0

3.3. Kalkulasi Statistik pada Besaran Termodinamik

Pengetahuan tentang jumlah keadaan Ω = Ω(E;x1…xn) suatu sistem dapat digunakan


untuk menghitung besaran makroskopis dalam keseimbangan.
∂ ln Ω( E )
β (E) = dan X% α = 1 ∂ ln Ω
∂E β ∂xα

Apabila xα adalah volume (V) maka X% α merupakan semacam “gaya”, dalam kasus ini
berupa tekanan:

Jadi tekanan rata-rata:


1 ∂ ln Ω
p=
β ∂V

Telah dibuktikan untuk gas ideal monatomik Ω(E) = B VN E3N/2, maka


ln Ω(E) = ln B + N ln V + 3N/2 ln E
sehingga
∂ ln Ω N
=
∂V V
Æ pV = NkT merupakan persamaan gas ideal yang sudah lama kita
N
atau p = kT
V
kenal.
∂ ln Ω
Kembali ke β = . Dari hal ini kita dapatkan:
∂E
3 1
β= N
2 E
atau E = 32 NkT
Æ hasil Statistik sesuai dengan Fisika Panas.

M. Hikam, Fisika Statistik, Termodinamika Statistik 35


Terlihat untuk gas ideal E = E(T) independen dari V.

Lebih umum (gas tidak hanya monatomik) sebenarnya digunakan:


Ω(E) ∝ VN χ(E)
disini juga akan diperoleh persamaan gas ideal p V = NkT.

Terlihat bahwa persamaan keadaan dapat “secara murni” diperoleh dari argumentasi
Termodinamika Statistik.

3.4. Parameter Makroskopik dan Pengukurannya


(kerja, energi, panas, suhu mutlak, kapasitas panas, entropi)

Review kembali besaran makroskopis kerja, energi, panas, suhu mutlak, kapasitas panas,
entropi beserta cara pengukurannya.

(Lihat catatan Termodinamika halaman 21-48)

3.5. Aplikasi Termodinamika Makroskopis

Lihat Reif halaman 155 – 200 atau catatan kuliah Termodinamika

Soal-soal Latihan
3.1. Tuliskan kembali definisi temperatur menurut Termodinamika dan menurut Fisika
Statistik!
3.2. Sebuah sistem terdiri dari N1 molekul tipe 1 dan N2 molekul tipe 2 berada dalam
volume V. Molekul-molekul berinteraksi sangat lemah sehingga assumsi gas ideal
dapat digunakan.
(a) Bagaimana ketergantu/ngan jumlah keadaan total Ω(E) pada daerah E dan
E+δE tergantung pada volume? Lakukan perhitungan secara klassik
(b) Carilah persamaan keadaan, yakni ketergantungan tekanan rata-rata sebagai
fungsi volume dan temperatur.

M. Hikam, Fisika Statistik, Termodinamika Statistik 36


4. Metode Mekanika Statistik

• Representatif ensemble pada beberapa sistem


• Distribusi Kanonik
• Fungsi Partisi dan Entropi
• Sistem Kanonik Besar

4.1. Representatif Ensemble pada Beberapa Sistem

Sistem terisolasi:

Ada N partikel
berada dalam volume:V
energi antara E dan E + δE

Pada situasi keseimbangan, sistem dapat ditemukan dengan peluang sama pada setiap
accessible states. Kemungkinan menemukan sistem dalam keadaan r (dengan energi Er):
⎧C bila E < Er < E + δ E
Pr = ⎨
⎩ 0 pada kondisi lain
Nilai C dapat ditentukan dengan normalisasi.

→ disebut ensemble “mikrokanonik”.

Sistem dalam kontak dengan reservoir panas:

A A′ (reservoir)

Sistem gabungan A(0) ← A & A′

Konservasi energi: Er + E′ = E(0)

Dari hal ini, kemungkinan menemukan sistem dalam keadaan r:

M. Hikam, Fisika Statistik, Metode Mekanika Statistik 37


Pr = C′Ω′(E(0) – Er)
Seperti biasanya C′ dapat diperoleh dengan normalisasi:
∑ Pr = 1
r

Sekarang kita anggap bahwa A jauh lebih kecil dari A′, sehingga Er<< E(0), oleh karena
itu:
⎡ ∂ ln Ω ' ⎤
ln Ω '( E (0) − Er ) = ln Ω '( E (0) ) − ⎢ ⎥ Er ....
⎣ ∂E ' ⎦ 0
dengan menuliskan:
⎡ ∂ ln Ω ' ⎤
⎢⎣ ∂E ' ⎥⎦ ≡ β → karakteristik reservoir A′
0

maka:
ln Ω′(E(0) – Er) = ln Ω′(E(0)) – βEr
atau
Ω '( E (0) − Er ) = Ω '( E (0) )e− β Er

Dari hal ini, persamaan Pr = C′Ω′(E(0) – Er) dapat ditulis:


Pr = Ce − β Er
Sekali lagi C merupakan konstanta yang tidak tergantung r:
C −1 = ∑ e − β Er
r
Dengan demikian probabilitas dapat dituliskan secara eksplisit:
e− β Er
Pr =
∑ e− β Er
r

Faktor eksponensial e − βEr disebut faktor Boltzmann dan distribusi Pr = Ce− β Er disebut
“distribusi kanonik”.

Pr berkaitan dengan energi tunggal Er.

Sekarang probabilitas P(E) untuk menemukan A memiliki energi antara E dan E+δE
P ( E ) = ∑ Pr
r
disini E<Er<E+δE.

Seterusnya dapat ditulis:


P( E ) = CΩ( E )e− β E

Berbagai harga rata-rata dapat dicari:

M. Hikam, Fisika Statistik, Metode Mekanika Statistik 38


∑e β y − Er
r
y= r

∑e β r
− Er

4.2. Contoh-contoh Pemakaian

4.2.1. Paramagnetisme

Sejumlah Na atom berspin → memiliki momen magnetik intrinsik

Dua kemunngkinan keadaan:


+ : spin up (paralel H)
− : spin up (anti paralel H)

Energi:
E = − μ•H

Jadi:
E+ = − μH
E- = + μH

Probabilitas Pi = Ce − β Ei

Æ P+ = C e-βE
P− = C eβE

Harga rata-rata momen magnetik:

μH = ∑ r r = +
Pμ P μ + P− (− μ )
∑ Pr P+ + P−
⎛ μH ⎞
= μ tanh ⎜ ⎟
⎝ kT ⎠

M. Hikam, Fisika Statistik, Metode Mekanika Statistik 39


Perhatikan dua kondisi ekstrim tanh y:
y << 1 → tanh y ≈ y
y >> 1 → tanh y ≈ 1

Jadi untuk
μH μ 2H
<< 1 → μ H =
kT kT
μH
>> 1 → μ H = μ
kT
Kalau kita definisikan χ : suseptibilitas magnetik

M=χH

M : magnetisasi ≡ N 0 μ H

N0μ 2 μH
⇒ χ= untuk <<< 1
kT kT

Sesuai dengan hukum Curie.

μH
Untuk >>> 1 diperoleh Mo → Noμ
kT

Terlihat bahwa M0 tidak tergantung H, disini M0 mengalami saturasi.

M Mmaks
N0μ

M∝ H

μH
kT

M. Hikam, Fisika Statistik, Metode Mekanika Statistik 40


4.2.2. Molekul pada Gas Ideal

Molekul-molekul terus menerus dalam kotak tanpa interaksi luar


→ energi hanya terdiri dari energi kinetik

p2
Ek = ½ mv2 =
2m

Posisi: r dan r + dr
Momentum: p dan p + dp

Volume dari ruang fasa:


d3r d3p = dx dy dz dpx dpy dpz

Problem Fisika statistik tentu saja untuk mencari probabilitas:


p2
⎛ d 3rd 3 p ⎞ − β
P ( r , p ) d 3 rd 3 p ∝ ⎜ ⎟ e 2m
⎜ h3 ⎟
⎝ 0 ⎠
Untuk momentum saja:
p2
−β
P ( p)d 3 p = ∫r P(r , p)d 3rd 3 p ∝ e 2m d 3 p

Dapat diturunkan untuk kecepatan:


p2
−β
P (v )d 3v = P ( p)d 3 p = Ce 2 m d 3v

Kalau dinormalisasi ∫∫ P(r , v )d 3rd 3v = N


2
3 / 2 − mv
N⎛ m ⎞
dihasilkan: P (v )d 3rd 3v = ⎜ ⎟ e 2kT d 3rd 3v
V ⎝ 2π kT ⎠
→ Distribusi Maxwell-Boltzmann

M. Hikam, Fisika Statistik, Metode Mekanika Statistik 41


4.2.3. Molekul Gas Ideal dalam Pengaruh Gravitasi

p2
E= + mgz
2m

⎛ p2 ⎞
⎛ 3 3 ⎞ − β ⎜⎜ + mgz ⎟
d rd p 2m ⎟
P ( r , p ) d 3 rd 3 p ∝ ⎜ ⎟ e ⎝ ⎠
⎜ h3 ⎟
⎝ 0 ⎠
Untuk momentum saja:
p2
−β
P ( p)d 3 p = Ce 2m d 3 p

Untuk suatu ketinggian z:


P(z) dz : kemungkinan suatu molekul berada diantara z dan z+dz

P ( z )dz = ∫x, y ∫ p P (r , p)d 3rd 3 p

menghasilkan:
P ( z )dz = C ' e− mgz / kT dz
⇒ P ( z )dz = P(0)e− mgz / kT dz (law of atmosphere)

4.3. Pengertian Fungsi Partisi

Sistem dengan Energi Rata-rata Tertentu

M. Hikam, Fisika Statistik, Metode Mekanika Statistik 42


ambil ar sebagai jumlah sub-sistem dengan energi Er, maka:

Σ ar Er = konstan

Kalau kita gunakan distribusi kanonik:


Pr ∝ e− β Er
− β Er
∑e Er
E= r (pers. (1))
− β Er
∑e
r
Sekarang kita lakukan perhitungan energi rata-rata:
e − β Er
Pr = Ce− β Er =
− β Er
∑e
r
Evaluasi pembilang pada pers. (1) diperoleh:

(
∂Z
∑r e −βEr E r = −∑r ∂β e −βEr = − ∂β )
dengan Z = ∑ e − βEr( )
r
Bandingkan kembali dengan persamaan (1), diperoleh:
1 ∂Z ∂ ln Z
E =− =−
Z ∂β ∂β
Z disebut sebagai fungsi partisi (sum over states, Zustand Summe)

Dari Z ini berbagai besaran Fisika dapat diturunkan.


(Rupanya besaran ini kompetitor Ω(E)!!)

Perhatikan beberapa contoh berikut:

Dispersi E:
(ΔE )2 = E 2 − E 2
∂E ∂ 2 ln Z
=− =
∂β ∂β 2
(Proof this!, if you can’t do it, please consult Reif p. 213)

Kerja:
~
d 'W = Xdx

~ ∂E
disini: X = −
∂x
seterusnya dapat ditunjukkan:

M. Hikam, Fisika Statistik, Metode Mekanika Statistik 43


~ 1 ∂ ln Z
X =
β ∂x

Contoh untuk kasus tekanan:


1 ∂ ln Z
d 'W = pdV = dV
β ∂V
Jadi
1 ∂ ln Z
p=
β ∂V

Hubungan dengan Termodinamika:


d ln Z = β d 'W − E dβ
= βd 'W − d ( E β ) + β dE
d (ln Z + β E ) = β (d 'W + dE ) = β d ' Q

Bandingkan dengan
d 'Q
dS =
T
dapat disimpulkan:
S = (ln Z + β E )k
1
apabila digunakan β = diperoleh:
kT
TS = kT ln Z + E

Energi bebas Helmholtz:


F = E − TS = − kT ln Z

Terlihat dapat diturunkan langsung dari fungsi partisi.

Pilih Z atau Ω???

Entropi dapat dinyatakan:


S ≡ k ln Ω(E) atau
S ≡ k (ln Z + β E )

Secara matematik, perhitungan ln Z lebih mudah dibandingkan k ln Ω(E).


ln Z melibatkan jumlah pada semua keadaan, sedangkan Ω(E) merupakan jumlah
keadaan antara E dan E+δE yang cukup sulit perhitungannya.

Secara fisis, definisi S ≡ k ln Ω(E) lebih transparan.

M. Hikam, Fisika Statistik, Metode Mekanika Statistik 44


4.4. Ensemble Kanonik Besar (Grand Canonical Ensemble)

Pada diskusi sebelumnya:

A A’

Terjadi interaksi termal:


Konservasi energi: E + E′ = E(0)

Sekarang kita tinjau jenis sistem lain, disini bukan hanya energi yang dipertukarkan tetapi
partikel juga diperbolehkan berpindah:

A A’

Maka pada sistem A(0) = A + A′: bukan hanya terjadi konservasi energi, tetapi jumlah
partikel pada kombinasi sistem ini juga tetap:
E + E′ = E(0) = konstan
N + N′ = N0) = konstan

Sama seperti argumen terdahulu (detail baca di Reif!):


Pr(Er,Nr) ∝ Ω′(E(0) – Er, N(0) – Nr)
dan seterusnya didapatkan distribusi Kanonik besar:
Pr ∝ e− β E −α Nr r

Seperti yang lalu β merupakan parameter temperatur, disini α dapat dikaitkan dengan
“potensial kimia”:
μ = –kTα

Energi dan jumlah partikel rata-rata:


− β Er −α N r − β Er −α N r
∑e Er ∑e Nr
E= r ; N= r
− β Er −α N r − β Er −α N r
∑e ∑e
r r

M. Hikam, Fisika Statistik, Metode Mekanika Statistik 45


Selanjutnya dapat dibuktikan (bukti lengkap pada Eyring et al., Statistical Mechanics and
Dynamics, halaman 204-205)
⎛ ∂ ln Z ⎞
p = kT ⎜ ⎟
⎝ ∂V ⎠T , μ
⎛ ∂ (T ln Z) ⎞
S =k⎜ ⎟
⎝ ∂E ⎠V , μ
⎛ ∂ ln Z ⎞
N = kT ⎜ ⎟
⎝ ∂μ ⎠V ,T
dengan Z merupakan fungsi partisi grand canonic.

Contoh-contoh soal:
1. Suatu sistem dua level dengan N = n1+n2 partikel berenergi masing-masing E1 dan E2.
Sistem ini berada dalam kontak dengan suatu reservoir panas bersuhu T. Bila ada
suatu emisi kuantum terjadi menuju ke reservoir, terjadi perubahan populasi sistem n2
Æ n2 - 1 dan n1 Æ n1 + 1. (Anggap n1 dan n2 sangat besar) Hitung perubahan entropi:
(a) pada sistem dua level
(b) pada reservoir
(c) dari (a) dan (b) formulasikan rasio n2/n1

(Qualifying Exam in University of California at Berkeley)


Jawab:
Visualisasi problem:

n2 T
n1 reservoir

(a) Perubahan entropi pada sistem dua level:


ΔS = Sakhir − Sawal
N! N!
= k ln − k ln
(n2 − 1)!(n1 + 1)! n2 !n1 !
n n
= k ln 2 ≈ k ln 2
n1 + 1 n1
(b) Perubahan entropi pada reservoir:
ΔQ E2 − E1
ΔS = =
T T
(c) dari (a) dan (b):
ΔS1 + ΔS2 = 0 diperoleh:

M. Hikam, Fisika Statistik, Metode Mekanika Statistik 46


n2 ⎛ E − E1 ⎞
= exp ⎜ − 2 ⎟
n1 ⎝ kT ⎠

2. Perhatikan idealisasi suatu kristal yang memiliki N buah titik kisi juga N posisi
interstisial (posisi antar titik kisi dimana atom juga dapat menempati). Misalkan ε
merupakan energi yang dibutuhkan untuk memindahkan atom dari posisi titik kisi ke
interstisial dan n merupakan jumlah atom-atom yang menempati posisi interstisial
dalam keadaan keseimbangan
(a) Hitung energi internal sistem! (misalkan Uo merupakan energi internal bila semua
atom menempati titik kisinya)
(b) Berapa entropi S? berikan formulasi asimtotik bila n>>>1?
(c) Nyatakan populasi n dalam suhu keseimbangan T!
(Qualifying Exam in Princeton University)

Jawab:

(a) Karena ada n atom menempati posisi interstisial maka energi dalam menjadi:
E = Uo + nε

(b) Kombinasi:
N!
CnN =
n !( N − n)!

ada CnN cara n atom menempati posisi kisi dan ada CnN cara pula n atom menempati
posisi interstisial, jadi jumlah keadaan mikroskopik:

( )
2
Ω = CnN , sehingga:
N!
S = 2k ln
n !( N − n)!

Kalau n >>> 1, maka ln n! ≈ n ln n − n


S = 2k [N ln N − n ln n − (N−n) ln (N−n)]

(c) Pada keseimbangan, suhu dan volume tetap, maka energi bebas F minimum:
F = E − TS = Uo + nε − T2k [N ln N − n ln n − (N−n) ln (N−n)]

∂F N
= 0 , diperoleh: n =
∂n e E / 2 kT
+1

M. Hikam, Fisika Statistik, Metode Mekanika Statistik 47


5. Aplikasi Sederhana Mekanika Statistik

Pengetahuan tentang sistem mikroskopik

Æ mengetahui sifat-sifat makroskopik sistem dalam keseimbangan.

5. 1. Fungsi Partisi

Prosedur untuk mengetahui sifat-sifat makroskopik dengan mekanika statistik tidaklah begitu sukar.
Yang harus dilakukan hanyalah menghitung fungsi partisi Z.

E, p, S dan (ΔE)2 dapat dihitung secara langsung dengan derivatif ln Z.

Perumusan fungsi partisi adalah sebagai berikut:


Z = ∑e - β E (5.1)
r
Jumlah ini dibuat untuk semua keadaan.

Secara prinsip tidak ada kesulitan untuk memformulasikan problem, bagaimana pun kompleksnya.
Æ Kesulitan yang muncul ada pada penyelesaian matematik untuk problem yang telah
diformulasikan.

Sangat mudah untuk mencari keadaan kuantum dan fungsi partisi gas ideal tidak berinteraksi, tetapi
merupakan tugas yang sangat berat untuk melakukan hal yang sama pada suatu liquid yang dalam
hal ini semua molekul saling berinteraksi kuat satu sama lain.

Pada pendekatan klassik:


Energi sistem E(q1,q2,...qf,p1,p2,...pf)

Ruang fase dapat dibagi kecil-kecil oleh sel dengan volume h0f,
Æ fungsi partisi dalam persamaan (5.1) dapat dihitung pertama-tama dengan sumasi jumlah
(dq1dq2...dqfdp1dp2...dpf)/h0f pada titik (q1,q2,...qf,p1,p2,...pf)

Dalam pendekatan klassik dapat diperoleh:


dq 1...dp f
∫ ... ∫ e- β E( q 1,...q f ) (5.2)
f
ho
Tinjau sekarang energi sistem digeser dengan εo, maka fungsi partisi menjadi
Z * = ∑ e− β ( Er +ε o ) = e− βε o ∑ e− β Er = e− βε o Z (5.3)
r r
atau
ln Z* = ln Z − βεo
Æ Jadi fungsi partisi juga berubah. Energi rata-rata yang baru menjadi:

M. Hikam, Fisika Statistik, Applikasi Sederhana Mekanika Statistik 48


∂ ln Z*
* ∂ ln Z
E =− =− +ε0 = E +ε0
∂β ∂β
disini energi rata-rata digeser sebesar εo (sesuai dengan yang kita harapkan), namun entropi tidak
berubah:
*
S* = k( ln Z * + β E )= k( ln Z + β E )= S

Hal yang sama, semua gaya diperumum (dalam persamaan keadaan) tidak berubah, karena
besaran-besaran hanya tergantung dari derivatif ln Z terhadap suatu parameter eksternal.

Hal kedua, pada dekomposisi fungsi partisi sistem A yang terdiri dari A' dan A" yang
berinteraksi lemah satu sama lain. Apabila keadaan A' dan A" masing-masing diberi label r dan s,
maka energi Ers (pada sistem A) merupakan jumlah masing-masing energi:
E rs = E r '+ E s " (5.4)
hal yang cukup penting disini, fungsi partisi sistem total A merupakan adisi semua keadaan dengan
label rs.
⎛ ⎞⎛ ⎞
Z = ∑ e - β ( E r ′+ E r") = ∑ e - β E r ′ e - β E r" = ⎜ ∑e - β E r ′ ⎟ ⎜ ∑e - β E r" ⎟
r,s r,s ⎝r ⎠⎝ r ⎠
jadi Z = Z ′Z" (5.5)

dan ln Z = ln Z ′ + ln Z" (5.6)

dengan Z' dan Z" masing-masing merupakan fungsi partisi A' dan A".
Æ Fungsi partisi total merupakan hasil perkalian sederhana masing-masing fungsi partisi
komponennya.

5.2. Perhitungan Besaran Termodinamika pada Gas Ideal Monatomik

Kita tinjau suatu gas terdiri dari N molekul monatomik identik dengan massa m berada pada
volume V. Energi total gas ini:
N P2
E = ∑ i +U (r1, r 2 ,K , r N ) (5.7)
i=1 2m
Bila U mendekati 0, kita temui kondisi gas ideal.
⎧ ⎡ 1 ⎤ ⎫ d r1K d r N d p1K d p N
3 3 3 3
Z ′ = ∫ exp ⎨-β ⎢ ( p12 +K+ p 2N )+U( r1,K , r N )⎥ ⎬ (5.8)
⎩ ⎣ 2m ⎦⎭ h30N
atau
1
∫ e-( β / 2m) p 1 d 3 p1K ∫ e -( β / 2m) p N d 3 p N ∫ e - β U( r 1,K,r N )d 3r1K d 3r N
2 2
Z ′= (5.9)
h03 N
Karena energi kinetik merupakan suatu jumlah dari suku-suku, satu untuk tiap-tiap molekul,
maka fungsi partisinya merupakan perkalian N integral:

M. Hikam, Fisika Statistik, Applikasi Sederhana Mekanika Statistik 49



∫ e -( β / 2m)p d 3 p
2

-∞

Sedangkan bagian U tidak merupakan penjumlahan sederhana. Disinilah penyebab perhitungan gas
non-ideal sangat susah.

Tetapi apabila gas cukup renggang, kondisi ideal dapat dipenuhi, U=0, integral menjadi:
∫ d 3r1d 3r 2 K d 3r N = ∫ d 3r1 ∫ d 3r 2 K ∫ d 3r N = V N
Sehingga Z ′ merupakan multiplikasi sederhana:
Z ′= ξ N

atau ln Z ′ = N ln ξ (5.10)

V ∞ -( β / 2m) p 2 3
dengan ξ ≡ ∫ e d p (fungsi partisi sebuah molekul). Evaluasi integral ini
h03 -∞
3
⎛ 2πm ⎞ 2
menghasilkan ξ = V ⎜ ⎟ , sehingga:
⎜ h 2β ⎟
⎝ 0 ⎠
⎡ 3 3 ⎛ 2πm ⎞ ⎤
ln Z ′ = N ⎢ ln V - ln β + ln ⎜ ⎟⎥ (5.11)
⎢⎣ 2 2 ⎜⎝ h 02 ⎟⎠ ⎥

Dari fungsi partisi ini, besaran-besaran fisika yang lain dapat dihitung. Tekanan gas
diberikan oleh persamaan:
1 ∂ ln Z ′ 1 N
p= =
β ∂V βV
sehingga
pV = NkT (5.12)
yang merupakan persamaan keadaan gas ideal yang sudah kita kenal.
Energi rata-rata gas:
∂ 3N
E =− ln Z ′ = = Nε (5.13)
∂β 2β
3
dengan ε = kT merupakan energi rata-rata per molekul.
2
Panas jenis gas pada volume konstant dapat dihitung:
⎛ ∂E ⎞ 3 3
CV = ⎜ ⎟ = Nk = R (5.14)
⎝ ∂ T ⎠V 2 2
Entropi juga dapat dihitung:
⎛ 3 3 ⎛ 2πm ⎞ 3 ⎞
S = k( ln Z ′ + β E ) = Nk ⎜ ln V - ln β + ln ⎜ ⎟+ ⎟
⎜ 2 2 ⎜⎝ h 02 ⎟⎠ 2 ⎟
⎝ ⎠
M. Hikam, Fisika Statistik, Applikasi Sederhana Mekanika Statistik 50
3
atau S = Nk ( ln V + ln T + σ ) (5.15)
2
3 ⎛ 2π mk ⎞ 3
dengan σ = ln ⎜ ⎟ + merupakan konstanta yang tidak tergantung T, V atau N.
2 ⎜⎝ h 02 ⎟⎠ 2

5.3. Paradoks Gibbs

Persamaan entropi (5.15) tidak sepenuhnya benar karena terlihat entropi tidak berprilaku
seperti besaran ekstensif.

S = S' + S" (5.16)


dengan S' dan S" merupakan entropi bagian.

Persamaan (5.15) tidak menunjukkan penjumlahan sederhana yang diperlukan oleh (5.16). Æ Bukti
untuk kasus penyekat membagi sama.
Paradoks semacam ini pertama-tama diamati oleh Gibbs, sehingga sering disebut "paradoks
Gibbs".

Paradoks ini muncul karena dalam penurunan rumus (5.15) kita menganggap bahwa partikel-partikel
semuanya dapat dibedakan.
Æ fungsi partisi harus mengandung faktor N! permutasi antar molekul.
Z′ ξ N
Z= = (5.17)
N! N!
Koreksi ini akan menghasilkan entropi yang bersifat seperti besaran ekstensif:
3
S = kN( ln V + ln T + σ) + k (-N ln N + N )
2
atau
V 3
S = kN (ln + ln T + σ o ) (5.18)
N 2
3 ⎛ 2πmk ⎞ 5
dengan σ 0 = σ + 1 = ln ⎜ ⎟+
2 ⎜⎝ h 02 ⎟⎠ 2

5.4. Teorema Equipartisi

Dalam mekanika klassik kita kenal teorema equipartisi yang sangat berguna untuk berbagai
penyederhanaan perhitungan. Energi suatu sistem:
E = E (q1, q 2 ,K , q f , p1,K , p f ) (5.19)
Situasi berikut ini sering dijumpai:
a) Energi total dapat dipisah secara aditif:
E = εi(pi) + E′(q1, q2, ....,pf) (5.20)

M. Hikam, Fisika Statistik, Applikasi Sederhana Mekanika Statistik 51


b) Fungsi εi merupakan fungsi kuadrat dari pi, dalam bentuk:
2
ε i( p i ) = bp i (5.21)
dengan b merupakan konstanta

Dari asumsi a) dan b), rata-rata ke-i adalah:


ε i = 1 kT
2
(5.22)
Hal ini yang disebut dengan teorema equipartisi yang berarti bahwa pada energi, harga rata-rata
setiap bagian suku kuadrat adalah ½ kT.

Teorema ini dapat digunakan pada gas ideal. Energi kinetik sebuah molekul:
1
Ek = ( p 2 + p 2y + p 2z ) (5.23)
2m x
secara cepat dapat kita ketahui energi kinetik rata-rata:
E k = kT
3 (5.24)
2
Kalau ada Na molekul per-mole, energi menjadi:
3 3
E = N a ( kT) = RT
2 2
dari sini panas jenis molar dapat dihitung:
⎛ ∂E ⎞ 3
cv = ⎜ ⎟ =2R (5.25)
⎝ ∂T ⎠v
Dari hal ini kecepatan kuadrat rata-rata molekul dapat dihitung:
1 2 1 kT
mv x = kT atau v 2x =
2 2 m
Teorema yang sama juga dapat digunakan untuk membahas gerak osilator harmonis satu
dimensi:
p2 1 2
E= + kx (5.26)
2m 2
1 2 1
Harga rata-rata energi kinetik = p = k BT
2m 2
1 2 1
Harga rata-rata energi potensial = k x = k BT
2 2
Jadi harga rata-rata energi total:
E = kT (5.27)

Sekarang kita tinjau secara mekanika kuantum pada kasus yang sama untuk melihat batas validitas
mekanika klassik.
Level-level energi sesuai dengan osilator harmonik:
E n = (n + 12 )hω (5.28)

M. Hikam, Fisika Statistik, Applikasi Sederhana Mekanika Statistik 52


k
dengan n = 0,1,2,3,4,... dan ω = merupakan frekuensi angular klassik.
m

Energi rata-rata osilator:


∑e β − En
En
∂ ln Z
E= n =0
=− (5.29)

∂β
∑e
n =0
− β En

disini
∞ ∞
= ∑ e − βEn = ∑ e
− β ( n + 12 ) hω
Z
n =0 n =0

∑e
− 12 βhω − nβhω
=e
n =0

− 1 β hω
= e 2 (1 + e− β hω + e−2 β hω + e−3β hω + ....)
− 12 β hω 1
=e
− β hω
1− e
sehingga:
ln Z = − 1 β hω − ln(1 − e− β hω ) (5.30)
2
seterusnya:
∂ ln Z ⎛ 1 e − β hwhω ⎞
E=− = − ⎜ − hω − ⎟
∂β ⎜ 2 − e − β hω ⎟
⎝ 1 ⎠
atau
⎛1 1 ⎞
E = hω ⎜ + ⎟ (5.31)
β h ω
⎝2 e −1 ⎠
Sekarang kita lihat pada kondisi-kondisi ekstrim:

Kalau β hω = <<< 1
kT
(yakni kalau suhu sangat tinggi, sehingga energi termal jauh lebih tinggi daripada separasi h ω antar
level)

Didapat:
⎛1 1 ⎞ ⎛1 1 ⎞ ⎛ 1 ⎞
E = hω ⎜ + ⎟ ≈ hω ⎜ + ⎟ ≈ hω ⎜ ⎟
⎝ 2 (1 + β hω + ....) − 1 ⎠ ⎝ 2 β hω ⎠ ⎝ β hω ⎠
atau
⎛1⎞
E = ⎜ ⎟ = kT jadi sesuai dengan hasil klassik.
⎝β ⎠
Sebaliknya pada suhu rendah:
M. Hikam, Fisika Statistik, Applikasi Sederhana Mekanika Statistik 53

β hω = >>> 1
kT
didapat karena e β hω sangat besar:
E = hω ( 1 + e − β hω )
2
terlihat bahwa hasil ini SANGAT BERBEDA dengan teorema equipartisi. Nilai E akan mendekati
2 hω (ground state) ketika T → 0.
1

Pelajari sendiri mengenai:


- Kapasitas panas zat padat (Reif 253)
- Paramagnetisme

5.5. Distribusi Kecepatan Maxwell

Suatu molekul m berada bersama-sama molekul-molekul yang lain membentuk gas. Bila gaya luar
tidak ada (seperti gravitasi), energi molekul menjadi:
p2
ε= + ε (intermol)
2m
seterusnya:
Ps (r , p)d 3rd 3 p ∝ e− β [ p / 2m +ε s ]d 3rd 3 p ∝ e− β p / 2m e− βε s d 3rd 3 p
2 (int) 2 (int)

e− βε s
(int)
adalah konstanta, sehingga:
Ps (r , p)d 3rd 3 p ∝ e − β p / 2m d 3rd 3 p
2

Arti fisis persamaan terakhir: kemungkinan menemukan molekul dengan pusat massa dalam
jangkauan (r ; dr) dan (p ; dp).

Apabila persamaan ini dikalikan dengan N (jumlah keseluruhan molekul) maka hasilnya
menunjukkan nilai rata-rata jumlah molekul pada jangkauan posisi dan momentum tersebut.

Persamaan terakhir ini kalau diterjemahkan “dalam bahasa” kecepatan, mengingat v = p/2m akan
menjadi:

f (r, v) d3r d3v yang berarti jumlah molekul yang memiliki pusat massa antara r dan r+ dr dengan
kecepatan antara v dan v+ dv

f (r , v )d 3rd 3v = Ce− β mv / 2 d 3rd 3v


2

3
N ⎛ βm ⎞ 2 N
Setelah dinormalisasi menghasilkan C = ⎜ ⎟ , tulis n = , maka:
V ⎝ 2π ⎠ V

M. Hikam, Fisika Statistik, Applikasi Sederhana Mekanika Statistik 54


3
⎛ βm ⎞
e− β mv / 2 d 3rd 3v
2 2
3 3
f ( r , v ) d rd v = n ⎜ ⎟
⎝ 2π ⎠
3
⎛ βm ⎞
e − β mv / 2 d 3v
2 2
3
r dan v saling independen Æ f (v )d v = n ⎜ ⎟
⎝ 2π ⎠

Sekarang kalau kita lihat besar kecepatan saja (tanpa melihat arah).
Jumlah partikel (dNv) yang memiliki besar kecepatan antara v dan v + Δv.

Fv dv = 4πv2 f (v) dv
atau:
4n ⎛ m ⎞
3/ 2 ⎛ mv 2 ⎞
dN v = Fv dv = ⎜ ⎟ v 2 exp ⎜ − ⎟ dv
π ⎝ 2kT ⎠ ⎜ 2kT ⎟
⎝ ⎠

FV

area = ΔN =FvΔv

Δv laju,v
Gbr.: Distribusi kecepatan

Dari persamaan ini dapat dicari jumlah partikel yang memiliki daerah kecepatan tertentu.

Juga dapat dicari:



∫ vdN v
¾ kecepatan partikel rata-rata v = 0

∫ dN v
0
∂Fv
¾ kecepatan partikel yang paling banyak dimiliki oleh molekul, yaitu kondisi =0
∂v

M. Hikam, Fisika Statistik, Applikasi Sederhana Mekanika Statistik 55



2
∫ v dN v
¾ kecepatan rms: vrms = v 2 , dengan v 2 = 0

∫ dN v
0
Dengan menggunakan fungsi Gamma:

Γ( z ) = ∫ e −t t z −1dt ; Γ( 1 ) = π dan Γ(n) = (n-1)Γ(n-1)
2
0
didapat:
kT
vm = 2
m
8 kT kT
v= = 2,55
π m m
kT
vrms = 3
m
Jadi vm : v : vrms = 1:1,128 :1, 224

Diantara ketiga jenis kecepatan tersebut, mana yang mempunyai arti fisis?

Feature lain:

T
FV

T
T1 < T2 < T3

laju, v

Deskripsikan grafik ini!

M. Hikam, Fisika Statistik, Applikasi Sederhana Mekanika Statistik 56


Soal-soal Latihan:

1. Perkirakan nilai numeris kecepatan rms untuk udara!


Udara dapat dianggap sebagian besar terdiri gas nitrogen (N2), massa satu atom nitrogen:
2,34x10-26 kg. Konstanta lain k =1,38x10-23 SI
NA = 6,02x1023

2. (Reif 7.19) A gas of molecules, each of mass m, is in thermal equilibrium at the absolute
temperature T. Denote the velocity of a molecule by v, its three Cartesian components by vx, vy,
and vz and its speed. What are the following mean values:
(a) v x (d) v x3 v x
(b) v x2 (e) (v x + bv y ) 2
(c) v 2 v x (f) v x2 v y2

M. Hikam, Fisika Statistik, Applikasi Sederhana Mekanika Statistik 57


6. Keseimbangan antar Fasa atau Spesies Kimia
Sistem yang sudah didiskusikan
Æ sistem komponen tunggal dan fasa tunggal

Namun situasi Fisika yang real tentu saja lebih kompleks dari itu.
Æ Multifasa, multikomponen atau multikomponen multifasa.

Kesemuanya ini dapat dijabarkan dengan metode termodinamika statistik.

Contoh sistem tiga fasa:

Uap air

Es

Air

6.1. Sistem Terisolasi

Dari hukum Termodinamika II


Æ entropi cenderung naik. Kondisi ini dapat dinyatakan sebagai berikut:
ΔS ≥ 0 (6.1)
ketika keseimbangan sudah tercapai, maka
S = maksimum (6.2)

Hal ini berarti bahwa bila entropi berkisar jauh dari harga S=Smax maka perubahan entropi
dari posisi stabil:
ΔmS ≡ S – Smax ≤ 0

Dalam sistem yang terisolasi termal, hukum termodinamika pertama menjadi:


Q = 0 =W + ΔE
W = − ΔE (6.3)
Jika parameter eksternal dibuat tetap (misal volume), maka tidak ada kerja, sehingga E
menjadi konstan ketika S mendekati harga maksimum.

Kita pandang Ω(y) sebagai jumlah keadaan yang aksesible antara y dan y + δy

Æ S(y) = k ln Ω(y).

M. Hikam, Fisika Statistik, Keseimbangan antar Fasa atau Spesies Kimia 58


Kemungkinan untuk menemukan sistem:
P r (y) ∝ Ω(y) = e
S(y)/k
(6.4)

Persamaan ini secara eksplisit menunjukkan bahwa jika y diperkenankan untuk


bervariasi, harganya akan menjadi ~
y ketika P(y) maksimum, yaitu ketika S(y) maksimum.
Dalam keadaan kesetimbangan, probabilitas relatif:
Pr (y) = Δ m S/k
e (6.5)
Pmax

Dengan cara yang serupa dapat dibuktikan bahwa kondisi kesetimbangan untuk sistem yang
kontak dengan reservoir pada suhu tetap adalah:

F = minimum
dengan F merupakan energi bebas
F = E − TS (6.6)

Adapun untuk kesetimbangan pada sistem yang kontak dengan reservoir pada suhu tetap
dan tekanan tetap:

G = minimum

dengan G merupakan energi bebas Gibbs

G = E − TS + pV (6.7)

(Lihat dan baca kembali catatan Termodinamika).

Resumé:

Isolasi termal, E dan V konstan Æ S = maksimum

Kontak dengan reservoir, T tetap Æ F = minimum

Kontak dengan reservoir, T tetap, P tetapÆ G = minimum

6.2. Kondisi Keseimbangan pada Zat Homogen

Kondisi kesetimbangan yang sudah dibicarakan sebelum bagian ini terjadi pada
sistem dengan temperatur dan tekanan tetap:

G0 ≡ E − T0 S + p0V = minimum (6.8)

Kalau V dibuat tetap dan T boleh bervariasi:

M. Hikam, Fisika Statistik, Keseimbangan antar Fasa atau Spesies Kimia 59


⎛ ∂ G0 ⎞ 1 ⎛ ∂ 2 G0 ⎞
Δ m G0 = G0 − Gmin = ⎜ ⎟ ΔT + ⎜⎜ ⎟ (ΔT ) 2 + ....
2 ⎟
(6.9)
⎝ ∂T ⎠V 2 ⎝ ∂T ⎠V
⎛ ∂E ⎞
→ ⎜⎜ ⎟ ≥0
⎟ (6.10)
⎝ ∂T ⎠V

atau CV ≥ 0

Æ Hal ini merupakan kondisi intrinsik untuk menjamin kestabilan pada setiap fasa.

Sejalan dengan "prinsip le Châtelier": Apabila suatu sistem dalam kondisi stabil, maka
setiap perubahan parameter akan menghasilkan proses yang dapat mengembalikan ke
kondisi kesetimbangan.

Hal yang serupa pada peninjauan fluktuasi V dengan T tetap:

⎛ ∂ G0 ⎞ 1 ⎛ ∂ 2 G0 ⎞
Δ m G0 = G0 − Gmin = ⎜ ⎟ ΔV + ⎜⎜ ⎟ (ΔV ) 2 + ....
2 ⎟
(6.11)
⎝ ∂V ⎠T 2 ⎝ ∂V ⎠T

yang akan menghasilkan


⎛∂p⎞
− ⎜⎜ ⎟⎟ ≥ 0
⎝ ∂V ⎠T
apabila kita definisikan kompresibilitas
1 ⎛ ∂V ⎞
κ=− ⎜ ⎟ (6.12)
V ⎜⎝ ∂ p ⎟⎠T
kita dapatkan:
κ ≥0 (6.13)

Tinjauan dapat diteruskan pada flukstuasi kerapatan. Probabilitas volume terletak


pada V dan V + dV:

P r (V)dV ∝ e G0
- (V)/kT
dV (6.14)

dari ekspansi G dengan flukstuasi dV kecil, kita dapatkan:


~ 2
(V-V )
P r (V)dV = B exp[- ~ ] dV (6.15)
2 kT 0V κ
Probabilitas berupa sebuah Gaussian, sehingga dispersi dapat dihitung:
~ ~
(ΔV ) 2 ≡ (V - V )2 = kT 0 V κ (6.16)

demikian pula, fluktuasi kerapatan n = N/V juga dapat diperoleh:

M. Hikam, Fisika Statistik, Keseimbangan antar Fasa atau Spesies Kimia 60


2
⎛ n~ ⎞ ⎛ 0 ⎞
( Δn )2 = ⎜ ~ ⎟ ( ΔV )2 = n~ 2 ⎜ kT
~ κ⎟ (6.17)
⎝V ⎠ ⎝ V ⎠
Suatu hal yang menarik apabila:
⎛∂p⎞
⎜⎜ ⎟⎟ → 0 (6.18)
⎝ ∂V ⎠T
⎛∂p⎞
maka κ → ∞ dan fluktuasi kerapatan menjadi sangat besar. Kejadian ⎜⎜ ⎟⎟ = 0 disebut
⎝ ∂V ⎠T
dengan "titik kritis".

6.3. Keseimbangan antar Fasa

Ada dua fasa (1 & 2) misal fasa cair dan gas.


Pada saat terjadi kesetimbangan, kita umpamakan suhu dan tekanan tetap Æ energi bebas
Gibbs akan minimum:
G = E - TS + pV = minimum

Dalam masing-masing komponen energi bebas Gibbs dapat ditulis

G = v1g1 + v1g2 (6.19)

disini vi merupakan jumlah mole pada fasa i. Karena jumlah mole zat konstant maka:
v1 + v2 = v = konstan (6.20)

sehingga salah satu parameter jumlah mole dapat diambil sebagai variabel bebas.

Pada kesetimbangan, G tidak berubah sehingga:

dG = g 1 d ν 1 + g 2 d ν 2 = 0

atau (g1 - g2) dv1 = 0

Sehingga diperoleh kondisi


g1 = g2

atau transfer dalam mole satu satu fase ke fase yang lain tidak berubah.

Perubahan dg dapat dikaitkan dengan hukum dasar termodinamika:


dg ≡ d( ε - Ts + pv) = - sdT + vdp (6.21)
sehingga
−s1dT + v1dP = −s2dT + v2dP
atau

M. Hikam, Fisika Statistik, Keseimbangan antar Fasa atau Spesies Kimia 61


dp Δs
= (6.22)
dT Δv

Seterusnya kalau kita definikan "panas latent transformasi", L, sebagai panas yang
diabsorbsi pada suatu perubahan fasa, maka:
ΔS = S 2 − S1 = L12 (6.23)
T
Persamaan terakhir ini kita kenal dengan persamaan Clausius-Clapeyron:
dp ΔS
= = L12 (6.24)
dT ΔV TΔV

6.4. Transformasi Fasa dan Persamaan Keadaan

Sekarang kita lihat sistem dengan komponen tunggal. Andaikata persamaan keadaan
dapat diketahui (secara teori atau eksperimen):
p = p(v,T) (6.25)
Contoh persamaan gas Van der Waals:

⎛ a⎞
⎜ p + 2 ⎟(v - b) = RT
⎝ v ⎠

Persamaan (6.25) dapat diilustrasikan seperti pada gambar berikut:

T1 <T2<T3<T4
p

T4
T3
T2

T1

v
Gbr.: Diagram PV gas Vander Wals

Garis-garis yang ada di atas merupakan garis isotermal.

M. Hikam, Fisika Statistik, Keseimbangan antar Fasa atau Spesies Kimia 62


Kita tinjau, misalnya, kurva isotermal yang paling bawah, kurva ini cukup banyak
mengandung informasi.

p
R

P2 M N
B
PA A D K
P1 I v
v1 v2
Pada tekanan rendah (p<p1) kita lihat satu harga p berkorespondensi dengan satu harga v,
jelas kita lihat adanya fasa tunggal. Kondisi kestabilan ∂p/∂v ≤ 0 jelas dipenuhi.

Hal yang sama kita pada tekanan sangat tinggi, p>p2.

Namun pada kondisi intermediare p1<p<p2 ada tiga kemungkinan harga v untuk p yang
sama. Kita jumpai pada segmen kurva IN harga slope positif, ini jelas bertentangan dengan
kondisi kestabilan.

Æ Jadi kurva yang masih mungkin diikuti adalah MI atau NK.

Untuk melihat kestabilan, kita lihat fungsi Gibbs. Dari persamaan dasar
Tds = dε + pdv
kita dapatkan:

dg = d( ε - Ts + pv) = vdp (6.26)

Perbedaan g untuk sembarang titik:


p

g - g 0 = ∫ v dp
p0

6.5. Sistem dengan Berbagai Komponen

Kita pandang sistem homogen dengan energi E dan volume V yang terdiri dari
molekul tipe k. Ambil Ni sebagai jumlah molekul tipe ke-i, maka entropi merupakan fungsi
sbb:

M. Hikam, Fisika Statistik, Keseimbangan antar Fasa atau Spesies Kimia 63


S = S(E,V, N1, N2, N3,... Nk) (6.27)

⎛ ∂S ⎞ ⎛ ∂S ⎞ k
⎛ ∂S ⎞
Æ dS = ⎜ ⎟ dE + ⎜ ⎟ dV + ∑ ⎜⎜ ⎟⎟ dN i (6.28)
⎝ ∂E ⎠V,N ⎝ ∂V ⎠ E,N i=1 ⎝ ∂ N i ⎠ E,V, N

Persamaan di atas adalah pernyataan matematik murni, tetapi pada kasus sederhana
ketika semua jumlah Ni dibuat tetap, hukum termodinamika dasar mengharuskan:
dQ dE + pdV
dS = =
T T
Pada kondisi ini kita lihat:
⎛ ∂S ⎞ 1
⎜ ⎟ =
⎝ ∂E ⎠V,N T
(6.29)
⎛ ∂S ⎞ p
⎜ ⎟ =
⎝ ∂V ⎠ E,N T
Sekarang kita definisikan:
⎛ ∂S ⎞
μ j ≡ - T ⎜⎜ ⎟
⎟ (6.30)
⎝ ∂ N j ⎠ E,V,N
besaran ini disebut dengan 'potensial kimia per-mole' dari tipe jenis kimia ke j.

Dari hal ini:


1 p k
μ
dS = dE + dV - ∑ i dN i (6.31)
T T i=1 T
atau
k
dE = TdS - p dV + ∑ μ i dN i (6.32)
i=1
Hal ini merupakan perluasan hubungan dE = TdS – pdV dengan mengikutsertakan
kemungkinan perubahan jumlah partikel.

Potensial kimia dapat dinyatakan dalam berbagai bentuk:


- dalam energi
⎛ ∂E ⎞
μ j = ⎜⎜ ⎟
⎟ (6.33)
⎝ ∂ N j ⎠ S,V, N

- dalam energi bebas F = E - TS


⎛ ∂F ⎞
μ j = ⎜⎜ ⎟
⎟ (6.34)
⎝ ∂ N j ⎠T,V,N

- dalam energi bebas Gibbs G = E - TS + pV


⎛ ∂G ⎞
μ j = ⎜⎜ ⎟

(6.35)
⎝ ∂ N j ⎠T, p,N

M. Hikam, Fisika Statistik, Keseimbangan antar Fasa atau Spesies Kimia 64


6.6. Keseimbangan Kimia

Kita tinjau suatu sistem homogen (terdiri dari satu fasa) yang berisi m macam
molekul.
Misalkan simbol kimia molekul-molekul ini B1, B2, B3,... Bm (dengan koefisien reaksi b1, b2,
b3,... bm), dan reaksi kimia dimungkinkan. Transformasi kimia ini harus konsisten dengan
konservasi jumlah atom tiap jenis.
Contoh reaksi semacam ini:
2H2 + O2 Æ H2O
yang dapat ditulis sebagai:
- 2H2 - O2 + H2O = 0
Secara umum persamaan reaksi kimia dapat ditulis:
m

∑b B = 0
i=1
i i (6.36)

Apabila Ni merupakan jumlah molekul Bi dalam sistem, maka perubahan jumlah


molekul berbanding lurus dengan koefisien reaksi:
dNi = λbi untuk semua i (6.37)
Dalam keseimbangan, molekul-molekul terisolasi pada volume V dapat bereaksi
secara kimia satu sama lain sesuai dengan persamaan (6.36). Kita ambil E sebagai energi
total sistem, kondisi keseimbangan:
S = S(E,V, N1, N2, N3,... Nm)= maksimum (6.38)
atau
dS = 0
Dengan anggapan bahwa V dan E konstant, kondisi ini menjadi:
m

∑μ
i=1
i dN i = 0 (6.39)

dari (6.37) kita dapatkan:


m

∑b μ =0
i=1
i i (6.40)

yang merupakan kondisi umum pada kesetimbangan kimia.

Keseimbangan Kimia antara Gas Ideal

Perhatikan reaksi kimia pada persamaan (6.36) dapat terjadi pada m tipe molekul yang
berbeda. Oleh karena itu kita pandang fungsi energi bebas:

F = F(E,V, N1, N2, N3,... Nm)

Pada perubahan kecil:


⎛ ∂F ⎞ m
ΔF = ∑ ⎜⎜ ⎟⎟ bi = ∑ μ i bi (6.41)
i ⎝ ∂N i ⎠V ,T , N i=1

disini

M. Hikam, Fisika Statistik, Keseimbangan antar Fasa atau Spesies Kimia 65


⎛ ∂F ⎞
μ i = ⎜⎜ ⎟⎟ (6.42)
⎝ ∂N i ⎠V ,T , N

Pada keseimbangan F minimum, sehingga:


m
ΔF = ∑ μ i bi = 0
i=1

Berikutnya kita hitung potensial kimia.

E = ε1(s1) + ε2(s2) +ε3(s3) +….

Fungsi partisi (kalau partikel dapat dibedakan):


Z ' = ∑ e − β (ε1 ( s1 )+ε 2 ( s2 ) +ε 3 ( s3 )....)
s1 , s2 , s3 ,...

dapat diungkap:
⎛ ⎞⎛ ⎞⎛ ⎞
Z ' = ⎜⎜ ∑ e − βε1 ( s1 ) ⎟⎟⎜⎜ ∑ e − βε 2 ( s2 ) ⎟⎟⎜⎜ ∑ e − βε 3 ( s3 ) ⎟⎟....
⎝ s1 ⎠⎝ s2 ⎠⎝ s3 ⎠

Untuk satu molekul tipe i:


ξ i = ∑ e − βε ( s )
s
sehingga:
Z ' = ξ1N1 ξ 2N 2 ξ 3N3 .....ξ mN m

Sekarang kita koreksi bahwa molekul tidak dapat dibedakan (paradoks Gibbs):
ξ1N ξ 2N ξ 3N
1 2 3
ξ mN m

Z= .....
N 1! N 2 ! N 3 ! N m!
seterusnya:

F = −kT ln Z = −kT ∑ ( N i ln ξ i − ln N i !)
i
didapat:

∂F ⎟ ⎞
μ j = ⎜⎜ = −kT (ln ξ j − ln N j )
∂N j ⎟
⎝ ⎠V ,T , N

atau
ξj
μ j = −kT ln
Nj

M. Hikam, Fisika Statistik, Keseimbangan antar Fasa atau Spesies Kimia 66


Contoh soal:

Panas laten penguapan air sekitar 2,44×106 J/kg dan kerapan uap air adalah 0,598 kg/m3
pada 100oC. Carilah nilai perubahan temperatur penguapan terhadap ketinggian di atas
level laut dalam oC/km. Anggap temperatur udara 300 K, kerapatan udara pada suhu 0oC
dan tekanan 1 atm adalah 1,29 kg/m3 dan kerapatan air 1000 kg/m3.(Wisconsin)

Jawab:
Distribusi Boltzmann untuk tekanan p(z) terhadap ketinggian z:
mgz
p( z ) = p(0) exp(− )
kT
(dapat diturunkan dengan mudah dengan distribusi mikrokanonik)

disini p(0) tekanan pada level laut.

Persamaan Claysiun Clapeyron dapat ditulis:


dp L L α
= = =
dT T (V2 − V1 ) TM ( ρ 2 − ρ1 ) T
1 1

dengan ρ1 = 1000 kg/m3, ρ2 = 0,598 kg/m3, dan L/M = 2,44×106 J/kg, didapatkan:
Lρ1 ρ 2
α= == 1,40 × 10 6 J / m 3
M ( ρ1 − ρ 2 )
Sehingga perubahan titik didih sebagai fungsi ketinggian:
dT dT dp T ⎛ − mg ⎞
= = ⎜ ⎟ p( z )
dz dp dz α ⎜⎝ kT0 ⎟⎠
ρkT0
Gunakan persamaan untuk gas ideal p = , diperoleh pada level laut:
m
dT
= − ρgT (0) / α
dz
dengan memasukkan kerapatan udara ρ = 1,29 kg/m3, g = 9,8 m/s2 dan T(0) = 100oC,
didapat:
dT
= −0,87 o C / km
dz

M. Hikam, Fisika Statistik, Keseimbangan antar Fasa atau Spesies Kimia 67


7. Statistika Kuantum

Pada bagian ini akan didiskusikan pembahasan sistem dengan interaksi antar molekul
lemah (‘gas ideal’) secara mekanika kuantum.
• Formulasi problem statistik
• Fungsi distribusi kuantum
• Klasifikasi Sistem Partikel
• Fermion dan Boson pada Fisika Partikel
• Statistik Maxwell-Boltzmann
• Statistik foton
• Statistik Bose-Einstein
• Statistik Fermi-Dirac
• Radiasi benda hitam
• Konduksi elektron dalam metal

7.1. Partikel Identik dan Simetri yang Diperlukan

Gas terdiri dari N partikel dalam volume V:

Sebut:
Qi koordinat gabungan (posisi dan spin) partikel ke-i
si keadaan kuantum partikel ke-i

Keadaan seluruh gas:


{s1, s2, s3,....}

dengan fungsi gelombang pada keadaan ini:

Ψ = Ψ[ s1 , s 2 , s3 ,..] (Q1 , Q2 , Q3 ,....QN )

M. Hikam, Statistika Kuantum 68


7.1.1. Klasifikasi Sistem Partikel

Beberapa kasus:

A. Kasus “Klassik” (Statistik Maxwell Boltzmann)

Dalam kasus ini (Statistik MB)


¾ partikel dapat dibedakan (distinguishable)
¾ berapa pun jumlah partikel dapat menempati keadaan tunggal s yang sama
¾ tidak ada simetri yang dibutuhkan ketika dua partikel ditukar

B. Deskripsi Mekanika Kuantum


• Simetri jelas dibutuhkan ketika terjadi pertukaran partikel
• Partikel secara intrinsik tidak dapat dibedakan (indistinguishible)
• Dapat terjadi pembatasan untuk menempati keadaan tertentu

Karena keadaan simetri ini, keadaan kuantum erat hubungannya dengan spin partikel:
(a) Spin bulat (integral spin)
(b) Spin setengah (half integral spin)

Dengan demikian statistika mekanika kuantum terbagi dua:

(a) Partikel dengan Spin bulat (Statistik Bose-Einstein)

¾ Setiap partikel memiliki momentum angular spin total (diukur dalam unit h )
bilangan bulat: 0, 1, 2, 3, 4,...
¾ Fungsi gelombang total bersifat simetri, yakni

Ψ(. . . Qj. . . Qi . . . ) = Ψ(. . . Qi . . .Qj. . .)

¾ Tidak dapat dibedakan → setiap pertukaran partikel tidak menghasilkan keadaan


baru

(b) Partikel dengan Spin kelipatan ½ (Statistik Fermi-Dirac)

¾ Setiap partikel memiliki momentum angular spin total (diukur dalam unit h )
kelipatan ½ yakni 1 2 , 3 2 ,....
¾ Fungsi gelombang total bersifat antisimetri, yakni
Ψ(. . . Qj . . . Qi . . .) = − Ψ(. . . Qi . . .Qj. . . )

¾ Tidak dapat dibedakan

→ Karena sifat antisimetri dan partikel indistinguishable maka dua atau lebih partikel
tidak mungkin pada keadaan yang sama.
→ Prinsip eksklusi Pauli

M. Hikam, Statistika Kuantum 69


Resumé:

Klassik Kuantum
Maxwell-Boltzmann Bose-Einstein Fermi-Dirac
Distinguishable indistinguishable, indistinguishable
spin: 0,1,2,3,4,... spin: 1 2 , 3 2 ,....
Tak ada simetri Simetri antisimetri
Tak ada batasan jumlah Tak ada batasan jumlah Prinsip eksklusi Pauli
menempati satu keadaan menempati satu keadaan
contoh: contoh:
Foton, He4 Elektron, He3

Dalam perkembangan lebih lanjut generalisasi dari fermion dan boson dinamakan
anyon, disini spin tidak selalu kelipatan ganjil atau genap dari 1/2. Fenomena
ini teramati cukup jelas di condensed matter, namun tidak akan dibahas di
kuliah Fisika Statistik.

7.1.2. Kaitan Fermion dan Boson pada Fisika Partikel

Dalam kaitan dengan Fisika Partikel, Boson (dari Bose-Einstein) adalah partikel interaksi
–yakni pembawa interaksi/gaya menurut teori Medan Kuantum– , sementara Fermion
(dari Fermi-Dirac) adalah partikel materi, Fermion lebih ‘padat’.

Model Standar Fisika partikel meramalkan adanya lima Boson fundamental yaitu
- Foton
- Gluon (ada 8 tipe)
- Boson-Z
- Boson-W (ada dua macam yakni W- dan W+)
- Boson Higgs (terkonfirmasi 99,9999% pada tanggal 4 juli 2012 di CERN)

Tanggal 4 Juli 2012: partikel Higgs dijumpai pada tingkat 5 sigma di wilayah massa
sekitar 126 GeV. Itu berarti kepastian penemuan partikel baru mencapai 99,9999%. "Ini
memang partikel baru. Kami tahu itu boson dan itu boson terberat yang pernah
ditemukan," kata Joe Candela, jurubicara CERN

M. Hikam, Statistika Kuantum 70


Lebih lanjut, beberapa fisikawan percaya bahwa ada kemungkinan boson bernama
graviton yang berkaitan dengan gravitasi.

Boson-boson komposit dapat juga terjadi; hal ini terbentuk dengan kombinasi jumlah
genap beberapa fermion. Contoh, atom carbon-12 terdiri dari 6 proton dan 6 netron,
semuanya fermion. Inti atom carbon-12, oleh karena itu, merupakan boson komposit.
Meson, di lain pihak, adalah partikel yang terbuat secara eksak dari 2 quark, oleh karena
itu meson juga boson komposit.

Sebagaimana yang sudah disebutkan sebelumnya, Fermion adalah partikel yang


mempunyai nilai spin kuantum setengah bilangan bilangan. Tidak seperti boson, fermion
memenuhi prinsip eksklusi Pauli yang berarti fermion-fermion tidak mungkin berada
pada bilangan kuantum yang sama. Sementara boson dipandang sebagai partikel
perantara gaya-gaya di alam, fermion dipandang sebagai partikel “lebih padat” atau
partikel-materi.

Terdapat dua famili partikel-materi fundamental yang merupakan fermion yaitu quark
dan lepton, keduanya merupakan partikel elementer yang tidak bisa dipecah (sejauh yang
diketahui oleh saintis) menjadi partikel lebih kecil. Elektron merupakan lepton, namun
Model Standar Fisika Partikel menunjukkan adanya tiga generasi partikel, masing-masing
lebih berat dari sebelumnya. (Tiga generasi partikel ini diprediksi dengan teori sebelum
mereka ditemukan dengan eksperimen, ini contoh yang sangat bagus bagaimana teori
meramalkan eksperimen dalam teori medan kuantum.)

Pada tiap generasi terdapat dua flavor quark. Tabel berikut menunjukkan 12 tipe fermion
fundamental, semuanya telah dapat diobservasi.

Table: Famili Partikel Elementer untuk Fermion

Quarks Leptons
First Up Quark Down Quark Electron Electron
Generation 3 MeV 7 MeV Neutrino 0.5 MeV
Second Charm Quark Strange Quark Muon Neutrino Muon
Generation 1.2 GeV 120 MeV 106 MeV
Third Top Quark Bottom Quark Tau Neutrino Tau
Generation 174 GeV 4.3 GeV 1.8 GeV

Catatan: neutrion mempunyai massa kecil sekali (praktis tidak punya massa).

Tentu saja terdapat fermion komposit terbuat dari jumlah ganjil fermion menjadikan
partikel baru, seperti proton dan neutron.

Pada perkembangan Model Standar Fisika Partikel, telah menjadi jelas bahwa gaya-gaya
(Fisikawan lebih suka dengan istilah interaksi) dalam Fisika dapat dipecah menjadi empat
fundamental:
¾ Electromagnetism
¾ Gravity

M. Hikam, Statistika Kuantum 71


¾ Weak nuclear force
¾ Strong nuclear force

Gaya elektromagnetik dan interaksi inti lemah pada tahun 1960 disatukan oleh Sheldon
Lee Glashow, Abdus Salam, dan Steven Weinberg menjadi gaya tunggal disebut
electroweak force. Gaya ini dikombinasi dengan quantum chromodynamics (yang
mendefinisikan gaya inti kuat) adalah yang dimaksud oleh para Fisikawan ketika
berbicara tentang Model Standar Fisika Partikel.

Salah satu elemen kunci Model Standar Fisika Partikel adalah gauge theory yang berarti
terdapat tipe-tipe simetri yang inherent berada dalam teori; dengan perkataan lain
dinamika sistem tetap sama pada suatu tipe transformasi. Suatu gaya berkerja melalui
medan gauge ditransmisi dengan suatu gauge boson. Berikut ini gauge boson yang telah
diamati untuk tiga tipe gaya di alam:

➜ Electromagnetism — photon
➜ Strong nuclear force — gluon
➜ Weak nuclear force — Z, W+, and W– bosons

Lebih lanjut, gravitasi juga dapat dituliskan dalam suatu gauge theory, yang berarti harus
ada gauge boson yang menjadi perantara gravitasi. Nama teoritis gauge boson ini adalah
graviton.

Catatan tentang spin: foton, gluon, Z, dan W mempunyai spin 1, Higgs boson berspin 0,
sementara partikel-partikel fermion (quark, lepton, neutrino) semua berspinnya
1/2.Graviton -jika terdeteksi- akan berspin 2. Standard Model tidak memiliki partikel
fundamental dengan spin 3/2

7.1.3. Contoh Perhitungan Probabilitas

Sekarang kembali ke Fisika Statistik, supaya jelas tinjau kasus 2 partikel dengan keadaan
kuantum yang mungkin ada tiga s = 1, 2, 3.

Maxwell-Boltzman:

1 2 3
AB ... ...
... AB ...
... ... AB
A B ...
B A ...
A ... B
B ... A
... A B
... B A

M. Hikam, Statistika Kuantum 72


Bose-Einstein:

1 2 3
AA ... ...
... AA ...
... ... AA
A A ...
A ... A
... A A

Fermi Dirac:

1 2 3

A A ...
A ... A
... A A

Bila didefinisikan:
probabilitas menemukan partikel pada keadaan sama
ξ=
probabilitas menemukan partikel pada keadaan berbeda
Maka:
3 1 3 0
ξ MB = = ; ξ BE = = 1 ; ξ FD = = 0
6 2 3 3

Arti fisis?
Partikel BE memiliki tendensi lebih besar untuk berada pada keadaan yang sama
dibandingkan partikel klassik. Partikel FD memiliki tendensi untuk berbeda satu sama
lain.

Formulasi Problem Statistik:


¾ Beri label keadaan kuantum yang mungkin → r
¾ Nyatakan energi partikel pada keadaan r dengan εr
¾ Nyatakan jumlah partikel pada keadaan r dengan nr
¾ Beri label semua keadaan yang mungkin dengan R

Bila interaksi lemah, maka energi bersifat aditif:


ER = n1ε1 + n2ε2 + n3ε3 + . . . = ∑ nr ε r
r
dan bila jumlah partikel diketahui maka:
∑ nr = N
r
Untuk mengetahui sifat-sifat makroskopis (seperti entropi), fungsi partisi dapat dihitung:

M. Hikam, Statistika Kuantum 73


Z = ∑ e − βE R = ∑ e − β ( n1ε 1 + n2ε 2 + ...)
R R
dan seterusnya harga rata-rata jumlah partikel, dispersi dll. juga dapat dirumuskan:
∑R ns e− β ( n1ε1 + n2ε 2 + n3ε 3 +....)
ns =
∑ e− β ( n1ε1 + n2ε 2 + n3ε 3 +....)
R
1 ∂ ln Z
ns = −
β ∂ε s

Perhitungan dispersi:
(Δns ) 2 = (ns − ns ) 2 = ns − ns
2 2

∑n e β ε 2 − ( n1
s
1 + n 2 ε 2+....)

ns2 = R

∑e β ε R
− ( n1 1 + n2ε 2 + ....)

sehingga:
1 1 ∂ 1 ∂ − β ( n1ε 1 + n2ε 2 +...)
ns2 =
Z
∑ (−
β ∂ε s
)(−
β ∂ε s
)e

1 1 ∂ 2
= (− ) Z
Z β ∂ε s
atau
1 ∂2Z
ns2 =
β 2 Z ∂ε s 2
1 ⎡ ∂ ⎛ 1 ∂Z ⎞ 1 ⎛ ∂Z ⎞ ⎤
2

n = 2⎢
2
⎜ ⎟+ ⎜ ⎟ ⎥
s
β ⎢ ∂ε s ⎜⎝ Z ∂ε s ⎟⎠ Z 2 ⎜⎝ ∂ε s ⎟⎠ ⎥
⎣ ⎦
1 ⎡ ∂ ⎛ ∂ ln Z ⎞ ⎤
= ⎢ ⎜⎜ ⎟⎟ + β 2 ns 2 ⎥
β 2 ⎣ ∂ε s ⎝ ∂ε s ⎠ ⎦
seterusnya:
1 ∂ 2 ln Z
(Δns ) 2 =
β 2 ∂ε s 2
dapat juga ditulis:
1 ∂ns
(Δns ) 2 = −
β ∂ε s

7.2. Fungsi Distribusi Kuantum

Harga rata-rata jumlah partikel:

M. Hikam, Statistika Kuantum 74


∑n e β ε
n1 , n 2 ,...
s
− ( n1 1 + n 2 ε 2+... + n s ε s +...)

ns =
∑e β ε
n1 , n 2 ,...
− ( n1 1 + n2ε 2 + ...+ n s ε s +...)

dapat ditulis:
∑n e β ε ∑
ns
s
− ns s (s)

n1 , n 2 ,...
e − β ( n1ε 1 + n2ε 2+......)
ns =
∑e β ε ∑
ns
− ns s (s)

n1 , n 2 ,...
e − β ( n1ε 1 + n2ε 2 +.....)

7.2.1. Statistika Foton

Æ Termasuk Bose-Einstein tanpa pembatasan jumlah partikel

∑n e β ε
ns
s
− ns s

ns =
∑e β ε
ns
− ns s


(−1 / β )
∂β n s
∑ e − βn s ε s
1 ∂
ns = =− ln(e − βn s ε s )
∑ e
ns
− βn s ε s
β ∂ε s

jumlah terakhir ini merupakan deret geometri tak berhingga:


∑ e− βnsε s = 1 + e− βε s + e−2 βε s + e−3βε s + ......
1
=
1 − e- βε s
menghasilkan:
1 ∂ e- βε s
ns = ln(1 − e − βε s ) =
β ∂ε s 1 − e- βε s
dapat ditulis:
1
ns = βε s
e −1
Æ sering disebut sebagai “distribusi Planck”.

M. Hikam, Statistika Kuantum 75


Tanpa kesulitan, fungsi partisi statistika foton dapat ditulis:
− β ( n1ε1 + n2ε 2 +...)
Z = ∑e
R
⎛ ⎞ ⎛ ⎞⎛ ⎞
= ⎜ ∑ e − β ( n1ε1 ) ⎟ ⎜ ∑ e − β ( n2ε 2 ) ⎟ ⎜ ∑ e − β ( n3ε 3 ) ⎟ .....
⎜ n =0 ⎟ ⎜ n =0 ⎟ ⎜ n =0 ⎟
⎝ 1 ⎠ ⎝ 2 ⎠⎝ 3 ⎠
− βnsε s
karena ∑ e = 1
1 − e - βε s
maka ln Z = −∑ ln(1 − e − βε ) r

7.2.2. Statistik Maxwell-Boltzmann

Pada kasus klassik statistik Maxwell-Boltzmann, fungsi partisi:


Z = ∑ e − β ( n1ε1 + n2ε 2 +...)
R
jumlah untuk semua keadaan partikel dengan juga mempertimbangkan bahwa partikel
dapat dibedakan → perhatikan permutasi yang mungkin

Sehingga untuk N partikel:


N
Z= ∑ e − β ( n1ε 1 + n2ε 2 +...)
n1 , n 2 ... n1!n2 !n3!.....

disini nr = 0, 1, 2, 3,... dengan restriksi:


∑ nr = N
r
Fungsi partisi dapat ditulis:
Z= ∑
N
(
n1 n2
)(
e − βε 1 e − βε 2 e − βε 3 ) ( )n3
.......
n1 , n2 ... n1!n 2 !n3 !.....

yang tidak lain merupakan binomial Newton:


(
Z = e − βε 1 + e − βε 2 + e − βε 3 ..... )
N

atau ln Z = N ln ∑ e − βε r
r
seterusnya:
1 ∂ ln Z 1 − βe − βε r e − βε r
ns = − =− N = N
β ∂ε s β ∑ e − βε r ∑ e −βε r
r r
− βε r
e
Persamaan terakhir n s = N disebut sebagai “distribusi Maxwell-Boltzmann”
∑ e βε
r
− r

7.2.3. Statistik Bose-Einstein

M. Hikam, Statistika Kuantum 76


Sekali lagi fungsi partisi diberikan oleh:
Z = ∑ e − β ( n1ε1 + n2ε 2 +...)
R
dengan jumlah semua harga
nr = 0, 1, 2, 3,... untuk setiap r

Tidak seperti foton, disini ada restriksi:


∑ nr = N
r
Pembatasan ini menyulitkan evaluasi nilai Z.

(See Reif page 346-348 for detail derivation)

Kita perkenalkan besaran Z sedemikian rupa:


Z = ∑ Z ( N ' )e −αN '
N'
secara pendekatan diperoleh:

ln Z(N) = αN + ln Z

seterusnya diperoleh: (Reif 348)

ln Z = αN − ∑ ln(1 − e −α − βε r ) ;
r

1
∑ eα
r
+ βε r
−1
=N

dan
1
ns = α + βε r
e −1

Æ disebut distribusi Bose-Einstein.

Hubungan antara potensial kimia μ dan α:

∂F ∂ ln Z
μ= = − kT = − kTα
∂N ∂N

atau α = −βμ

Pada kasus foton Z tidak tergantung N dan α = 0

7.2.4. Statistik Fermi-Dirac

Dengan batasan nr = 0 dan 1 untuk setiap r diperoleh:

M. Hikam, Statistika Kuantum 77


1
∑ eα
r
=N
+ βε r
+1
ln Z = αN + ∑ ln(1 + e −α − βε r ) ;
r

dan

1
ns = α + βε r
e +1

Æ disebut distribusi Fermi-Dirac

Resume:

Nilai ns dan fungsi partisi untuk berbagai distribusi

Maxwell- Foton Bose-Einstein Fermi-Dirac


Boltzmann (Planck)
e − βε r e- βε s 1 1
ns N
∑ e −βε r
α + βε s α + βε s
1 − e- βε s e −1 e +1
r

f. partisi ln Z = ln Z = ln Z = αN ln Z = αN +
N ln ∑ e − βε r − ∑ ln (1− e − βε r ) − ∑ ln(1 − e −α − βε r ) ∑ ln(1 + e−α − βε r )
r r r r

Pelajari topik: Radiasi benda hitam (Reif, p.381-388)

7.3. Konduksi Elektron dalam Zat Padat

Tinjau atom Natrium (11 elektron)

e-

10 elektron menjadi ‘core’.

M. Hikam, Statistika Kuantum 78


Ketika atom-atom ini membentuk zat padat:

Core tetap berada di tempatnya, sedangkan elektron terluar menjadi ‘elektron bebas’.

Disini dapat dibedakan dua keadaan elektron:


¾ elektron core yang dapat dipandang terlokalisasi
¾ elektron valensi atau konduksi yang memiliki keadaan Bloch pada keseluruhan kristal

Beberapa fenomena fisis makroskopis seperti konduktivitas atau resistivitas dapat


dijelaskan dengan melihat elektron konduksi.

Æ Untuk pendekatan pertama, perilaku elektron ini dapat dipandang seperti gas ideal
(berarti tidak ada interaksi dari luar atau sesamanya).

Namun karena konsentrasi elektron cukup tinggi, maka tidak dapat digunakan statistik
klassik.

Statistik yang digunakan Fermi-Dirac.

Jumlah rata-rata partikel:


1 1
ns = α + βε s = β (ε s −ε F )
e +1 e +1

disini telah digunakan


α
εF ≡ − = −kTα
β

besaran ini disebut “Energi Fermi” suatu sistem (terlihat bahwa besaran ini sama dengan
μ, potensial kimia gas).

Harga εF dan α ditentukan oleh kondisi:

M. Hikam, Statistika Kuantum 79


1
∑ n = ∑ eβ ε
s
s
s
(
+1
=N
s −ε F )

N : jumlah total partikel pada volume V

Sekarang kita lihat perilaku “fungsi Fermi”:


1
F (ε ) ≡ β (ε −ε F )
e +1
sebagai fungsi dari energi ε (diukur dari energi terendah ε = 0)

Sekarang kita perhatikan beberapa limit fisis:

Pada suhu tinggi atau kondisi βεF << 1, maka e β (ε −ε F ) >>> 1 fungsi distribusi F akan
menjadi distribusi Maxwell-Boltzmann.

Pada kasus ini kita lebih tertarik pada kondisi sebaliknya, yakni
βε F = εkTF >> 1
(makna fisis: bisa pada suhu rendah atau pada suhu kamar namun energi Fermi jauh lebih
besar dibandingkan energi termal)
1
F (ε ) ≡
β (ε − ε F )
e +1
Disini masih ada tiga kasus ekstrim:
(a) Bila ε <<εF maka β(ε−εF) <<0 sehingga F(ε) = 1
(b) Bila ε >>εF maka β(ε−εF) >>0 Æ F(ε) berperilaku seperti distribusi Boltzmann
(c) Bila ε = εF maka F(ε) = ½

Secara skematik dapat digambarkan sbb:

F(ε)
1
F (ε ) ≡
e β (ε −ε F ) + 1
1

εF ε
Bila pada suhu ekstrim rendah TÆ0 dengan perkataan lain βÆ∞. kondisi dapat
digambarkan:

M. Hikam, Statistika Kuantum 80


F(ε) 1
F (ε ) ≡
e β ( ε −ε F ) + 1

εF ε

Mengapa bisa demikian?


Æ cukup jelas secara matematis
Æ secara fisis???
Pada suhu T = 0 semua partikel berada pada ground state (keadaan dasar) dengan
energi terendah. Namun karena prinsip eksklusi Pauli yang tidak
memperkenankan partikel dalam keadaan sama, maka partikel-partikel
“menumpuk” mengisi keadaan dasar yang mungkin sampai semua partikel
terakomodasi.

Jadi karena prinsip eksklusi Pauli, gas Fermi-Dirac memiliki energi rata-rata cukup besar
meskipun pada suhu nol mutlak.

Sekarang kita hitung energi Fermi εF =εF0 pada suhu nol.

Energi tiap partikel berkaitan dengan momentum p = h k.


p 2 h 2k 2
ε= =
2m 2m
Pada suhu T=0 semua keadaan energi rendah terpenuhi sampai energi Fermi, yang
berhubungan dengan “momentum Fermi”, p F = hk F .
p F2 h 2 k F2
ε F0 = =
2m 2m

M. Hikam, Statistika Kuantum 81


Jadi pada T=0 semua keadaan dengan k <kF terisi, sedangkan pada k>kF kosong.

ky
kF

εF
kx

kz

Ruang Energi Ruang Momentum

Disini terdapat V keadaan translasi per unit volume di ruang-k


(2π ) 3

Sehingga “bola Fermi” dengan radius kF berisi:


V ⎛4 ⎞ keadaan translasi
× ⎜ πk 3 ⎟ F
(2π )3 ⎝ 3 ⎠
Karena elektron (spin ½) dapat memiliki dua keadaan, maka:
V ⎛4 ⎞
2 × ⎜ πk F3 ⎟=N
(2π ) ⎝ 3
3 ⎠

Pembuktian jumlah keadaan translasi per-unit volume pada ruang-k:


V
ρ d 3k = d 3k
(2π ) 3

Fungsi gelombang partikel bebas:

i(k x x + k y y + k z z )
ψ = e ik • r = e

Pertimbangkan unit volume kecil dengan sisi-sisi Lx, Ly, Lz


dapat dibuktikan:

2π 2π 2π
kx = nx ; k y = ny ; kz = nz
Lx Ly Lz

Oleh karena itu jumlah keadaan translasi untuk bilangan gelombang antara k dan k + dk
adalah:

M. Hikam, Statistika Kuantum 82


⎛ Lx ⎞ ⎛ Ly ⎞⎛L ⎞
ρ d3k = Δnx Δny Δnz = ⎜ dk x ⎟ ⎜⎜ dk y ⎟⎟ ⎜ z dk z ⎟
⎝ 2π ⎠ ⎝ 2π ⎠ ⎝ 2π ⎠
⎛ Lx L y Lz ⎞
=⎜ ⎟ k k k
⎜ (2π )3 ⎟ x y z
⎝ ⎠
V
= d 3k
(2π ) 3

(see Reif page 353-358 for more detail)

Seterusnya:
1/ 3
⎛ N⎞
k F = ⎜ 3π 2 ⎟
⎝ V⎠
jadi
1/ 3
2π ⎛ 1 V⎞
λF = = 2π ⎜⎜ ⎟⎟
kF ⎝ 3π 2 N ⎠

dari hal tersebut, energi Fermi pada suhu nol mutlak:


2/3
h 2 k F2 h 2 ⎛ 2 N ⎞
ε F0 = = ⎜ 3π ⎟
2m 2m ⎝ V⎠

Apa manfaat besaran ini? adakah besaran makroskopis terukur yang dapat dikaitkan
dengan besaran ini?
Æ satu diantaranya: kapasitas panas elektronik zat padat.
⎛ ∂E ⎞
CV = ⎜⎜ ⎟⎟
⎝ ∂T ⎠V

Kalau elektron mengikuti distribusi Maxwell-Boltzmann, maka


E = 3 NkT → CV = 3 Nk atau 3R
2 2
dan tentu saja kalau digunakan distribusi Fermi-Dirac, bentuk ini akan jauh berbeda.

Mengikuti distribusi FD, energi rata-rata elektron:


εr
E =∑
β (ε r − ε F )
r e +1
Karena jarak antara level-level energi sangat dekat, maka jumlah dapat diganti menjadi
integral:
∞ ε
E = 2 ∫ F (ε )ερ (ε )dε = 2 ∫ ρ (ε )dε
β (ε − ε F )
0e +1

M. Hikam, Statistika Kuantum 83


disini ρ(ε) dε kerapatan keadaan yang berada pada energi antara ε dan ε + dε.
∞ ε
Evaluasi integral ∫
β (ε −ε F )
ρ (ε )dε dengan keadaan kT <<1 akan menghasilkan:
0e +1
π2
E = Eo + (kT ) 2 ρ 0 (ε F 0 )
3

dengan demikian
∂E 2π 2 2
CV = = k ρ 0 (ε F 0 )T
∂T 3

Hasil ini berbeda dengan perumusan klassik (MB) yang menunjukkan bahwa CV konstan.

Kalau dimasukkan:
3
V ⎛ dk ⎞ V (2m) 2 13
ρ (ε )dε = ⎜ 4πk 2 dε ⎟ = ε dε
(2π ) 3 ⎝ dε ⎠ 4π 2 h 3
diperoleh:
π2 kT
CV = kN
2 ε F0

rumusan terakhir ini ternyata sesuai dengan hasil eksperimen.

Bentuk yang lebih umum sesungguhnya ada suku-suku T order tinggi:


CV = A T + B T3

∞ ε
Perumusan ini dapat diperoleh dengan evaluasi integral ∫
β (ε − ε F )
ρ (ε )dε tanpa
0e +1
pendekatan kT <<1.

Contoh soal:
Hitunglah besar panjang gelombang Fermi untuk 4,2x1021 elektron yang berada dalam
kotak 1 cm3! Hitung energi Fermi! Bila elektron diganti netron, hitung panjang
gelombang dan energi Fermi! (dalam kasus terakhir, anggap momentum tetap sama)

Jawab:
⎛4 V⎞
Jumlah total partikel adalah: N = 2 × ⎜ πk F3 ⎟
(2π ) 3 ⎝ 3 ⎠
sehingga bilangan gelombang Fermi:
1/ 3
⎛ N⎞
k F = ⎜ 3π 2 ⎟
⎝ V⎠
dan panjang gelombang Fermi:

M. Hikam, Statistika Kuantum 84


2π ⎛ 8π V ⎞
1/ 3 1/ 3
⎛ 1 V⎞
λF = = 2π ⎜ 2 ⎟ =⎜ ⎟
kF ⎝ 3π N ⎠ ⎝ 3 N⎠
1/ 3
⎛ 8π 10 −6 ⎞
= ⎜⎜ ⎟
23 ⎟
= 1,25x10 -9 m = 12,5 Å
⎝ 3 4,2 x10 ⎠
Energi Fermi:
2/3
p 2 h 2 k F2 h 2 ⎛ 2 N ⎞
εF = F = = ⎜ 3π
−19
⎟ = 1,54 × 10 J
2m 2m 2m ⎝ V⎠
= 0,96 eV
Jika elektron diganti netron:
λF = 12,5 Å
m
dan ε F (netron ) = elektron ε F = 5,2x10-4 eV
mnetron

Soal-soal Latihan:

7.1. Untuk atom Natrium yang memiliki sekitar 2,6x1022 elektron konduksi per cm3,
carilah energi Fermi Natrium dan perkirakan kapasitas panas elektronik pada suhu
kamar.

7.2. The three lowest energy levels of a certain molecule are E1 = 0, E2 = ε, dan E3 = 10ε.
Show that at sufficiently low temperature (how low?) only level E1 dan E2 are
populated. Find the average energy E of the molecule at temperature T. Find the
contribution of these levels to the specific heat per-mole, Cv, and sketch Cv as
function of T. (Anggap partikel memenuhi statistika Boltzmann)

7.3 Suatu sistem gas terdiri dari N molekul identik yang tidak berinteraksi dalam suatu
wadah bervolume V pada suhu T. Setiap molekul memiliki 4 kemungkinan keadaan
internal yakni satu keadaan dasar dan tiga keadaan tereksitasi yang memiliki besar
energi yang sama (terdegenerasi 3). Pada keadaan dasar energi internal molekul
adalah εint = 0, sementara pada keadaan eksitasi memiliki εint = ε1. Energi total untuk
r2
p
satu molekul dapat ditulis sebagai ε = + ε int
2m
a) Cari fungsi partisi sistem, Z!
b) Cari energi rata-rata untuk satu molekul gas, ε !
c) Cari kapasitas panas CV dan buat sketsa CV terhadap T!

M. Hikam, Statistika Kuantum 85


8. Sistem Partikel Berinteraksi
Sejauh ini baru kita pelajari sistem partikel yang “saling bebas” tanpa interaksi. Sistem
sederhana ini dapat dipenuhi hanya pada kondisi fisis khusus (metal pada suhu rendah,
gas pada suhu tinggi tekanan rendah etc.)

Pada kondisi real yang lain, banyak dijumpai partikel-partikel dalam sistem akan
berinteraksi.

• Zat padat
• Gas klassik non-ideal
• Ferromagnetisme

8.1. Zat Padat/Solid

8.1.1. Vibrasi Kisi dan Mode Normal

Zat pada yang terdiri dari N atom:

Katakanlah variabel ξiα merupakan pergeseran dari titik setimbang,

ξ iα = xiα − xi(α0 )
setimbang

xi(α0)

xiα
Maka energi kinetik vibrasi:

1 N 3 1 N 3
∑ ∑ mi x&iα = ∑ ∑ miξ&iα
2 2
Ek =
2 i =1α =1 2 i =1α =1

disini x&i2α = ξ&i2α merupakan kecepatan atom ke-i.

M. Hikam, Statistika Sistem Partikel Berinteraksi 86


Energi potensial:
⎡ ∂V ⎤ 1 ⎡ ∂ 2V ⎤
V = V0 + ∑ ⎢ ξ
⎥ iα + ∑ ⎢ ⎥ξ iα ξ jγ + .....
iα ⎣ ∂xiα ⎦ 2 iα , jγ ⎢⎣ ∂xiα ∂x jγ ⎥⎦

jumlah i,j dari 1 s/d N; sedangkan α, γ dari 1 s/d 3.

∂V
Kalau dalam keseimbangan V minimum, maka =0.
∂xiα
∂ 2V
Kalau disingkat = Aiα , jγ dan abaikan suku-suku tinggi, maka:
∂xiα ∂x jγ
1
V = V0 + ∑ Aiα , jγ ξ iα ξ jγ
2 iα , jγ

Sehingga Hamiltonian total pada zat padat menjadi:

Kinetik
Potensial

1 N 3 &2 1
H = V0 + ∑ ∑ miξ iα + ∑ Aiα , jγ ξ iα ξ jγ
2 i =1α =1 2 iα , jγ

Cukup sederhana, Complicated,


satu koordinat hasil kali koordinat

Pada bagian potensial Æ atom saling berinteraksi, jadi tidak saling independen.

Untuk penyederhanaan, transformasikasikan koordinat:


3N
ξ iα = ∑ Biα , r qr (Trik mekanika klassik)
r =1

Hal ini akan menjadikan:


1 3N
H = V0 + ∑ (q& r2 + ω r2 qr2 )
2 r =1
Suku qr disebut “koordinat normal”, dengan frekuensi “mode normal” ωr

Sekarang kita lihat kasus satu dimensi terlebih dahulu:


1
H r = (q& r2 + ω r2 qr2 )
2

M. Hikam, Statistika Sistem Partikel Berinteraksi 87


Keadaan kuantum yang mungkin kita beri label:
nr = 0,1,2,3,….
berkaitan dengan energi:
ε r = (nr + 1 )hω r
2

Kalau sekarang diperluas dengan 3N osilator harmonik independen, maka keadaan


kuantum Æ [n1, n2, n3, … n3N ]

Energi total:
3N
E n1 ,n 2 ,n 3 ,....., n3 N = V0 + ∑ (nr + 1 )hω r
2
r =1

Kalau ditulis sedikit lain:


3N
E n1 ,n 2 ,n 3 ,....., n3 N = − Nη + ∑ (nr hω r )
r =1

3N
dengan − Nη = V0 + 1 ∑ hω r Æ konstan tidak tergantung nr
2
r =1
Terlihat bahwa −Nη energi terkecil yang mungkin.

3N
Kita tahu bahwa 1 ∑ hω r adalah “energi titik nol”.
2
r =1

Æ η energi ikat per-atom dalam solid pada suhu nol mutlak.

Fungsi partisi dengan mudah dapat dihitung:

− β ( − Nη + n1hω1 + n 2 hω 2 + ......n3 N hω 3 N )
Z = ∑e
n1 , n 2 ,.....
⎛ ∞ ⎞⎛ ∞ ⎞ ⎛ ∞ ⎞
= e βNη ⎜ ∑ e − β ( n1hω1 ) ⎟⎜ ∑ e − β ( n2 hω 2 ) ⎟.....⎜ ∑ e − β ( n3 N hω3 N ) ⎟
⎜ n =0 ⎟⎜ n = 0 ⎟ ⎜ n =0 ⎟
⎝ 1 ⎠⎝ 2 ⎠ ⎝ 3N ⎠
⎛ ⎞⎛ ⎞ ⎛ ⎞
= e βNη ⎜⎜
1 1 1
⎟⎟⎜⎜ ⎟⎟.....⎜⎜ ⎟⎟
⎝ 1 − e − βhω1 ⎠⎝ 1 − e − βhω 2 ⎠ ⎝ 1 − e − βhω 3 N ⎠
atau
3N
ln Z = βNη − ∑ ln(1 − e − βhω r )
r =1
Frekuensi mode normal yang mungkin ωr bernilai berdekatan, sehingga cukup
menguntungkan kalau didefinisikan besaran
σ(ω) dω ≡ jumlah mode normal dengan frekuensi angular antara ω dan ω + dω.

M. Hikam, Statistika Sistem Partikel Berinteraksi 88


σ(ω)

Seterusnya:

ln Z = βNη − ∫ ln(1 − e − βhω )σ (ω )dω
0

Jadi energi rata-rata:



∂ ln Z hω
E =− = − Nη + ∫ βhω σ (ω )dω
∂β 0
e −1

Kapasitas panas pada volume konstan menjadi:


⎛ ∂E ⎞ ⎛ ∂E ⎞
CV = ⎜⎜ ⎟⎟ = −kβ 2 ⎜⎜ ⎟⎟
⎝ ∂T ⎠V ⎝ ∂β ⎠V

e β hω
CV = k ∫ βhω ( βhω ) 2 σ (ω )dω
0
(e − 1) 2

Terlihat disini bahwa problem statistik sangat sederhana. Yang terlihat sulit adalah
transformasi Hamiltonian, yakni problem mekanika untuk mencari frekuensi mode
normal.

Pada suhu tinggi (yakni kT >> hω max ) diperoleh:


e βhω = 1 + β hω
sehingga:

CV = k ∫ σ (ω )dω = 3 Nk
0

Hasil sudah didapat sebelumnya (kaidah Dulong dan Petit)

M. Hikam, Statistika Sistem Partikel Berinteraksi 89


Pada suhu lainnya, secara umum:


e β hω
CV = k ∫ βhω
( β hω ) 2 σ (ω )dω
0
( e − 1) 2

evaluasi integral ini membutuhkan beberapa pendekatan.

8.1.2. Pendekatan Debye

Perhitungan σ(ω) jumlah frekuensi mode normal cukup menyulitkan (complicated).

Debye melakukan asumsi bahwa perambatan gelombang di solid seperti suara: ω = cs k,


sehingga:
V V
σ c (ω )dω = 3 (4πk 2 dk ) = 3 2 3 ω 2 dω
(2π ) 3
2π c s
disini cs merupakan kecepatan gelombang dan angka 3 muncul dari kemungkinan tiga
arah polarisasi.

Pendekatan Debye selanjutnya:

⎧σ (ω ) untuk ω < ω D
σ D (ω ) = ⎨ D
⎩ 0 untuk ω > ω D

Disini ωD disebut frekuensi Debye (batas atas).


∞ ωD

∫σ
0
D (ω )dω = ∫ σ c (ω )dω = 3 N
0

V
kalau dimasukkan σ c (ω )dω = 3 ω 2 dω , akan diperoleh:
2π c2 3
s
1

⎛ N⎞ 3

ω D = c s ⎜ 6π 2

⎝ V⎠
apabila dihitung secara numerik, didapat ωD ≈ 1014 det-1 (pada daerah inframerah).

Sekarang kalau kita evaluasi kapasitas panas:



e β hω
CV = k ∫ βhω ( β hω ) 2 σ (ω )dω
0
( e − 1) 2


e β hω 3V
CV = k ∫ β hω
( β hω ) 2 ω 2 dω
0
(e − 1) 2
2π c s
2 3

dapat ditulis:
θD
CV = 3Nkf D ( )
T

M. Hikam, Statistika Sistem Partikel Berinteraksi 90


dalam hal ini
y
3 ex
3 ∫
f D ( y) = x 4 dx Æ fungsi Debye
y 0 (e − 1)
x 2

dan temperatur Debye didefinisikan: kθ D = hω D

Sekarang kita tinjau kondisi-kondisi ekstrim:

Ó Pada suhu sangat tinggi, kT >>> hω D maka x << 1 dan


y
3
3 ∫
f D ( y) → x 2 dx = 1
y 0
lalu CV = 3Nk, kembali ke kasus lama Dulong-Petit

Ó Pada suhu rendah, kasus ini lebih menarik.


Evaluasi integral menghasilkan CV ∝ β -3 ∝ T 3
Æ hasil terakhir ini sesuai dengan kenyataan eksperimen.

3Nk

CV

8.2. Gas Klassik Non-Ideal

Ingat kembali pengertian “gas ideal”:


) Tidak ada interaksi antar molekul-molekul gas.
Energi potensial antar molekul pada kasus ini diabaikan.

Sekarang kita lihat apabila interaksi ini dimasukkan dalam perhitungan (gas klassik non-
ideal).

8.2.1. Perhitungan Fungsi Partisi untuk Kerapatan Rendah

Tinjau gas monatomik dengan jumlah partikel N, volume V dan temperatur T.

M. Hikam, Statistika Sistem Partikel Berinteraksi 91


N
V n = N/V

Energi sistem atau Hamiltonian:


Energi kinetik
H = Ek + U
Energi potensial
dengan
1 N 2
Ek = ∑ pj
2m j =1
Untuk energi potensial, lihat gambar:

3
1
4
2
U = u1,2 + u1,3 + u1,4 ….+ u2,3 + u2,4 +…..+ uN-1, N
atau
N N N N
U= ∑ ∑ ujk = ½ ∑ ∑ ujk
j =1 k =1 j =1 k =1
j<k j ≠k

Secara umum hubungan antara energi potensial dan jarak terlihat pada gambar berikut:

u(R)

Ro R

M. Hikam, Statistika Sistem Partikel Berinteraksi 92


Dirumuskan secara semi-empiris (potensial Lennard-Jones):
⎡ 12 6

u(R) = uo ⎢⎛⎜ Ro ⎞⎟ − 2⎛⎜ Ro ⎞⎟ ⎥
⎢⎣⎝ R ⎠ ⎝ R ⎠ ⎥⎦

Untuk penyerdahanaan matematik, potensial sering dituliskan sebagai:


⎧ ∞
⎪ s untuk R < Ro
u(R) = ⎨ ⎛ Ro ⎞ nilai s biasanya = 6
− uo ⎜ ⎟ untuk R > Ro
⎪⎩ ⎝R⎠

Dari hal ini fungsi partisi (klassik) menjadi:


1
∫ ∫ ∫ ......∫ e − β ( E k +U ) 1 2 3 h 3 N N 1
d 3 p d 3 p d 3 p ........d 3 p d 3 r ....d 3 rN
Z=
N!
1
= 3 N ∫ ∫ ∫ ......∫ e − βE k d 3 p1d 3 p 2 d 3 p3 ........d 3 p N ∫ ∫ ∫ ......∫ e− βU d 3 r1 ....d 3 rN
h N!

Integral kedua kita tulis:


ZU = ∫ ∫ ∫ ......∫ e − βU d 3 r1 ....d 3 rN

Maka fungsi partisi keseluruhan menjadi:


3
N
1 ⎛ 2πm ⎞ 2
Z = ⎜⎜ 2 ⎟⎟ ZU
N! ⎝ h β ⎠

Evaluasi ZU cukup susah karena melibatkan semua ri pada seluruh volume V.


→ Problem sentral mengapa diskusi gas non-ideal sangat susah.

(Pada limit gas ideal U → 0 atau pada suhu tinggi β→0 dengan mudah dilihat bahwa ZU
= VN).

Apabila kerapatan gas n tidak begitu besar, prosedur pendekatan secara sistematik untuk
mencari ZU dapat dilakukan.

Rata-rata energi potensial:

U = ∫ e − βUUd 3r1....d 3rN


=−

ln ZU
∫ e d r1....d rN ∂β
− βU 3 3

sehingga:
β
ln ZU (β) = N ln V − ∫ U (β’) dβ’
0

M. Hikam, Statistika Sistem Partikel Berinteraksi 93


N N N N
Dari U = ∑ ∑ ujk = ½ ∑ ∑ ujk, energi potensial rata-rata dapat ditulis:
j =1 k =1 j =1 k =1
j <k j ≠k

U = ½ N(N−1) u ≈ ½ N2 u

Disini u merupakan energi potensial rata-rata antara dua molekul.

u = ∫ e − βu ud 3 R
=−

ln ∫ e − βu d 3 R
∫ ∂β
− βu 3
e d R
Integral dapat ditulis dalam bentuk:
⎛ I⎞
∫e d 3 R = ∫ [1 + (e − βu − 1)]d 3 R = V + I = V ⎜1 + ⎟
− βu

⎝ V⎠
dengan

I(β) = ∫ (e − βu
− 1)d R = ∫ (e − βu − 1) 4πR2dR yang bernilai cukup kecil
3

dibandingkan V → I/V <<1

Dari hal ini:


∂ ⎛ I⎞ ∂ I
u =− [ ln V + ln ⎜1 + ⎟ ] ≈ 0 − ( +.....)
∂β ⎝ V⎠ ∂β V
atau
1 ∂I
u =−
V ∂β
Akhirnya energi potensial rata-rata sistem menjadi:
1 N 2 ∂I
U =−
2 V ∂β
Fungsi partisi dapat ditulis:
1 N 2 ∂I
ln ZU (β) = N ln V +
2 V ∂β

8.2.2. Persamaan Keadaan dan Teorema Virial

Dari hasil terakhir, persamaan keadaan dapat ditulis:


1 ∂ ln Z 1 ∂ ln ZU
p = =
β ∂V β ∂V

Ingat kembali:
Pada gas ideal ZU = VN
N
Sehingga persamaan keadaan menjadi p = atau p V = NkT
βV

M. Hikam, Statistika Sistem Partikel Berinteraksi 94


Untuk gas non-ideal:
1 ⎛ N 1 N2 ⎞
p = ⎜ − I ⎟⎟
β ⎜⎝ V 2 V 2 ⎠

dalam bentuk umum


p
= n + B2(T) n2 + B3(T) n3 + B4(T) n4 +......
kT

Disebut koefisien virial

n = N/V

Tampak bahwa:

B2(T) = −½ I = −2π ∫ (e − βu − 1) R2dR
0

Pada pendekatan suhu cukup tinggi e − βu ≈ 1 − βu, persamaan keadaan akan mendekati
persamaan gas Van der Waals:
a
( p + 2 )(v−b) = RT
v
(See complete proof in Reif page 424-427)

8.3. Ferromagnetisme

Ferromagnet :
Material yang masih memperlihatkan gejala magnetisme meskipun medan luar sudah
tidak ada.

8.3.1. Interaksi antar spin

Perhatikan ada solid dengan N atom.

M. Hikam, Statistika Sistem Partikel Berinteraksi 95


Untuk satu atom:

Net spin elektronik: S


Momen magnetik atom: μ

Hubungan antara momen magnetik dan spin:


μ = gμoS

disini μo merupakan magneton Bohr.

Bila ada medan eksternal Ho sepanjang sumbu z maka Hamiltonian yang


mencerminkan interaksi atom dan medan ini:
N N
Hamiltonan (Ho) = − gμ0 ∑ S • H 0 = − gμ0 H 0 ∑ S jz
j =1 j =1

sedangkan interaksi antar atom:


Hjk = −2J Sj•Sk

biasa disebut “exchange interaction”.

Dalam bentuk yang lebih sederhana (“Ising model”):

Hjk = −2J SjzSkz

Simplifikasi ini untuk menghindari komplikasi karena besaran vektor.

Hamiltonian H′ yang merujuk pada energi interaksi antar atom:


1⎧ N N ⎫
H' = ⎨− 2 J ∑∑ S jz S kz ⎬
2⎩ j =1 k =1 ⎭
dengan J merupakan konstanta pertukaran (‘exchange constant’).

Hamiltonian total:
H’ = H’o + H’′

M = ??? Problem fisika pada kasus ini adalah menghitung


besaran termodinamika, misalnya momen
magnetik rata-rata M sebagai fungsi temperatur
Ho dan medan luar Ho.
T

M. Hikam, Statistika Sistem Partikel Berinteraksi 96


Tantangan di bidang teori magnetik!!
N N
Persamaan H’′ = 12 (−2 J ∑∑ S jz S kz ) dapat selesaikan secara eksak ketika Ho = 0 pada
j =1 k =1

dua dimensi. Untuk problem tiga dimensi, sampai saat ini belum ada solusi yang
memuaskan.

Tetapi beberapa pendekatan sederhana dapat dilakukan seperti dengan teori medan
molekular dari Pierre Weiss.

8.3.2. Pendekatan Medan Molekular Weiss

Pada model ini perhatian utama pada suatu atom tertentu j (sebut saja sebagai ‘atom
pusat’).

Ho

Interaksi atom ini dapat dijabarkan oleh Hamiltonian:


n
Hj = − gμ0 H 0 S jz − 2 JS jz ∑ Skz
k =1

Suku ini merupakan interaksi atom sentral dengan n


tetangga terdekatnya

Sebagai pendekatan, kita ganti jumlah dengan harga rata-rata:


n
2 J ∑ S kz = gμ0 H m
k =1
Medan molekular/Internal

M. Hikam, Statistika Sistem Partikel Berinteraksi 97


Sehingga persamaan asal menjadi:

Hj = − gμo(Ho + Hm) Sjz

Jadi efek tetangga secara sederhana diganti “medan efektif” Hm.

Level energi pada atom pusat ke-j menjadi:

Em = − gμo(Ho + Hm)ms, ms = −S, (−S+1),......, S

Dari hal ini, kita dapat menghitung spin rata-rata pada komponen z
dari atom tersebut:
S jz = SBs (η )
dengan
η = βgμo(Ho + Hm)

dan Bs(η) merupakan fungsi Brillouin untuk spin S.

Pada persamaan S jz = SBs (η ) terlihat ada satu parameter Hm yang tidak diketahui.
Untuk penyelesaiannya digunakan cara konsistensi-diri (self-consistent) dengan
mengingat kedudukan atom-atom adalah setara (tidak ada atom pusat).

n
Supaya self-consistent maka persamaan 2 J ∑ S kz = gμ0 H m menjadi:
k =1

2J n S Bs(η) = gμoHm
Kita masukkan definisi η = βgμo(Ho + Hm) diperoleh:
kT ⎛ gμ H ⎞
Bs (η ) = ⎜η − o o ⎟
2nJS ⎝ kT ⎠
yang menentukan η dan juga Hm

Bila tidak ada medan luar Ho = 0, maka


kT
Bs (η ) = η
2nJS
Solusi kedua persamaan tersebut dapat diperoleh dengan cara grafik, gambar y = Bs(η)
dan garis lurus.
kT ⎛ gμ H ⎞
y= ⎜η − o o ⎟
2nJS ⎝ kT ⎠
dan cari titik potong kedua kurva pada η = η’.

M. Hikam, Statistika Sistem Partikel Berinteraksi 98


y kT ⎛ gμ H ⎞
y= ⎜η − o o ⎟
2nJS ⎝ kT ⎠

y = Bs(η)

kT
η’ η
2nJS

gμo H o
kT

Kalau parameter medan molekular dapat ditentukan, maka momen magnetik total
juga dapat dicari:
M = gμo ∑ S jz = Ngμo S Bs(η)
j

Kalau medan luar Ho = 0, maka η = 0 merupakan salah satu solusi. sehingga Hm juga
tidak ada.

Tetapi ada kemungkinan η ≠ 0, sehingga Hm juga memiliki harga tertentu Æ momen


magnetik total juga tidak nol.
Æ fenomena ferromagnetisme.

Supaya solusi η ≠ 0 terjadi maka:

⎡ dBs ⎤ kT (slope inisial Bs harus lebih besar dari


⎢ dη ⎥ >
garis lurus)
⎣ ⎦η = 0 2nJS
tetapi ketika η <<1, BS memiliki bentuk sederhana:
Bs(η) ≈
1 (S+1)η
3

M. Hikam, Statistika Sistem Partikel Berinteraksi 99


sehingga T > Tc
1 (S+1) > kT
3 2nJS
atau
T < Tc

disini:
2nJS ( S + 1)
kTc ≡
3
T < Tc

Fisis??
Dimungkinan terjadi fenomena ferromagnetisme pada suhu di bawah Tc (temperatur
Curie).
Keadaan ferromagnet ini terjadi karena interaksi mutual antar spin sehingga keadaan spin
paralel memiliki energi paling rendah.

Sekarang kita lihat suseptibilitas magnetik untuk solid yang mengalami medan
magnet luar kecil di atas Tc.
Karena η kecil maka:
kT ⎛ gμ H ⎞
3 (S + 1)η = ⎜η − o o ⎟
1
2nJS ⎝ kT ⎠

Penyelesaian untuk η memberikan:


gμ o H o
η=
k (T − To )

Momen magnetik total menjadi:


M =
1 Ngμ S(S+1)η
o
3
sehingga:
M Ng 2 μ o2 S ( S + 1)
χ≡ = merupakan suseptibilitas magnetik
Ho 3k (T − Tc )

Persamaan terakhir ini disebut hukum Curie-Weiss.

Hukum Curie-Weiss berbeda dengan hukum Curie dengan adanya faktor Tc pada
penyebut.

M. Hikam, Statistika Sistem Partikel Berinteraksi 100


Suseptibilitas magnetik χ menjadi tak berhingga ketika T→Tc yaitu pada temperatur
Curie, ketika zat menjadi ferromagnetik.

Secara eksperimen, hukum Curie-Weiss ini terekam dengan baik di atas suhu Curie.
Namun tidak begitu tepat pada saat material menjadi ferromagnetik pada suhu Curie.

Mengingat kembali istilah-istilah ferromagnetik, diamagnetik dan paramagnetik

The attraction between the unlike poles of two iron bar magnets is a consequence of the
interaction of the magnetic moments of the atoms in each magnet with the field produced
by atoms in the other magnet. The bar magnet, or horseshoe magnet, has the property of
permanent magnetism and is an example of ferromagnetism.

In addition to the ferromagnetism of permanent magnets, other types of magnetism


became known after the middle of the 19th century. In 1845 Michael Faraday found that
bismuth and glass are repelled from magnetic fields. He classified this behavior as
diamagnetism. Faraday also discovered that some substances clearly not permanent
magnets are nevertheless attracted by magnetic fields, a behavior he called
paramagnetism.

¾ Ferromagnetism is characterized by a spontaneous magnetism that exists in the


absence of a magnetic field. The retention of magnetism distinguishes
ferromagnetism from the induced magnetisms of diamagnetism and paramagnetism.
When ferromagnets are heated above a critical temperature, the ability to possess
permanent magnetism disappears.
¾ A paramagnetic substance is characterized by a positive susceptibility. Like a
diamagnet, it can acquire a magnetization only from induction by an external
magnetic field. The magnetization, however, is in the same direction as the inducing
field, and a sample will be attracted toward the strongest part of a field.
¾ A substance is diamagnetic if its magnetic susceptibility is negative. This property is
displayed by a repulsion of the sample from a magnetic field. The theory of
diamagnetism explains it as a consequence of an induced magnetization set up when
lines of magnetic flux penetrate the electron loops around atoms. The direction of this
induced magnetization is opposite to that of the external field, in accordance with
Lenz's law. This makes the susceptibility negative.
(dari The Grolier Multimedia Encyclopedia)

M. Hikam, Statistika Sistem Partikel Berinteraksi 101


9. Magnetisme dan Temperatur Rendah
Isi:
¾ Mengapa suhu rendah?
¾ Magnetisme, Kerja Magnetik
¾ Pendinginan magnetik
¾ Pengukuran pada suhu sangat mutlak rendah
¾ Superkonduktivitas

9.1. Mengapa suhu rendah?

Pada temperatur rendah, beberapa fenomena fisika yang menarik dapat diamati, seperti misalnya:
(1) Superkonduktivitas
(2) Superfluida (‘frictionless fluid’)
(3) High order magnetisme
(4) Transformasi fasa

Hal ini karena pada suhu rendah:


(1) sederhana secara prinsip
(2) keteraturan tinggi
(3) jumlah keadaan/state sangat kecil
(4) entropi kecil

→ Bidang LTP (Low temperature physics) merupakan bidang aktif pada riset saat ini.

Interaksi magnetik cukup penting untuk mempelajari materi pada suhu rendah. Hal ini bukan hanya
karena fenomena magnetisme teramati dengan baik, tetapi juga karena kerja magnetik dapat
menghasilkan temperatur rendah.

Bagaimana cara menghasilkan suhu rendah?

Pertama harus dicari isolator panas yang “mendekati sempurna”

Æ dewar

Yakni konstruksi dinding isolator berganda, dengan vakum antara dua dinding. Biasanya dari glass,
metal atau keramik.
M.Hikam, Magnetisme dan suhu rendah 102
(Termos air panas, merupakan salah satu contoh dewar sederhana)

Kontakkan bahan dengan:


Nitrogen cair Æ 77 K
Helium cair Æ 4,2 K (tekanan atmosfer)

Kalau ingin di bawah suhu 4,2 K???


Dengan memompa keluar uap helium, suhu akan mencapai 1 K.
Apabila digunakan cairan isotop He3 akan dicapai 0,3 K.

Bagaimana kalau ingin lebih rendah lagi??


Æ Manfaatkan prinsip termodinamika tentang kerja magnetik.

Suhu dapat mencapai 0,01 K, bahkan 0,001 K.


Beberapa eksperimen mutakhir bahkan sudah mampu sampai 10-6 K.

Disini peran termodinamika sangat menonjol.

9.2. Kerja Magnetik

Suatu sistem dengan volume V mendapatkan pengaruh medan magnet luar H:

Momen magnetik rata-rata per-unit volume:


M o = M /V

Sehingga induksi magnetik menjadi


B = H + 4πM o (9.1)

Kalau dinyatakan dalam permeabilitas sampel μ' dan suseptibilitas χ = M o / H , maka:


B = μ ′H = (1 + 4πχ )H (9.2)

Dari hal ini dapat dimulai argumentasi termodinamika statistik:


dQ = TdS = d E + dW (9.3)
Kerja dalam kaitan dengan medan magnet:
⎛ ∂H ⎞
dW r = dE r = (- F x )dx = ⎜ - M r ⎟ dx
(m)

⎝ ∂x ⎠ (9.4)
(m)
dW r = dE r = - M r dH
M.Hikam, Magnetisme dan suhu rendah 103
∂ Er
jadi momen magnetik: Mr=- (9.5)
∂H
merupakan “gaya diperumum”.

Selanjutnya:
(m)
dW = - M dH (9.6)

Entropi dapat dinyatakan:

TdS = dE + pdV + M dH (9.7)

dalam bentuk lain:


TdS = dE* + pdV - H dM (9.8)

disini E* = E + MH adalah “semacam” entalpi.

9.3. Pendinginan Magnetik

Prinsip kerja pendinginan magnetik serupa dengan pendinginan secara mekanik.

Secara mekanik:

isolasi

gas berekspansi bebas secara


adiabatis
Suhu T = Ti T =Tf
Æ Tf < Ti

Pendinginan magnetik:

S( T j , H f ) = S( T i , H i ) (9.9)
M.Hikam, Magnetisme dan suhu rendah 104
Hf
S( ) = S( H i )
Tf Ti (9.10)

Sehingga
Hf
= Hi
Tf Ti
atau
Tf H
= f
Ti Hi
T f Hm
= (9.11)
Ti Hi

⎛ ∂S ⎞ ⎛ ∂S ⎞
dS = ⎜ ⎟ dT + ⎜ ⎟ dH = 0 (9.12)
⎝ ∂T ⎠H ⎝ ∂H ⎠T

⎛ ∂S ⎞
⎜ ⎟
dT ⎛ ∂T ⎞ ⎝ ∂H ⎠T
atau =⎜ ⎟ =− (9.13)
dH ⎝ ∂H ⎠S ⎛ ∂S ⎞
⎜ ⎟
⎝ ∂T ⎠H

Soal Latihan:
Sebuah material terdiri dari n partikel independen dan dalam pengaruh medan magnet lemah H.
Setiap partikel dapat mempunyai momen magnet mμ sejajar medan magnet, dengan m=J,J-1,J-
2,….,-J+1,-J . Disini J merupakan bilangan bulat dan μ merupakan konstanta. Temperatur sistem
adalah T.
(a) Carilah fungsi partisi sistem
(b) Hitung magnetisasi rata-rata, M , dari material
(c) Untuk T yang besar, carilah ekspresi asimtotik M .

M.Hikam, Magnetisme dan suhu rendah 105

Anda mungkin juga menyukai