Anda di halaman 1dari 19

SATUAN ACARA PENYULUHAN

PERILAKU DAN PENCEGAHAN KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK REMAJA DI


SDN 1 DOPANG

Disusun oleh :

KELOMPOK 1 DUSUN RANJOK UTARA

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XIX


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MATARAM
2023/2024

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

1
Topik : Kekerasan seksual pada remaja

Sub pokok bahasan : perilaku dan pencegahan seksual pada remaja

Hari/Tanggal : Rabu,13 desember 2023

Waktu : 10.00 WITA

Sasaran : Remaja kelas VI SD

Tempat : SDN 1 DOPANG

A. LATAR BELAKANG

Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa


dewasa. Kehidupan remaja merupakan kehidupan yang sangat
menentukan bagi masa depan mereka selanjutnya. Pada tahun 2010
jumlah remaja umur 10-24 tahun sangat besar, yaitu sekitar 64
juta atau 27,6% dari jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237,6
juta jiwa (Sensus Penduduk, 2018). Jumlah remaja di Indonesia
tahun 2011 menurut BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional) dan PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana
Indonesia) adalah 63 juta jiwa dan akan meningkat menjadi 80-90
juta jiwa pada 2020.
Data dari Komnas Perlindungan Anak tahun 2013 ada 925 kasus
pelecehan seksual pada anak remaja di seluruh Indonesia. Kasus
kekerasan seksual di wilayah DKI Jakarta terdapat 576 kasus
kekerasan seksual. Data Komnas Perempuan (2014) menunjukkan
kekerasan seksual terjadi pada semua ranah, yaitu: personal,
publik, dan negara

2
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum

Setelah mendapatkan penyuluhan, diharapkan anak-anak remaja


dapat mengetahui macam-macam perilaku kekerasan seksual pada
remaja dan pencegahan kekerasan seksual pada remaja..
2. Tujuan Khusus
Setelah diberikan penyuluhan selama 30 menit, sasaran diharapkan dapat:

a. Menjelaskan definisi kekerasan seksual pada anak remaja.


b. Menjelaskan bentuk-bentuk kekerasan seksual.
c. Menjelaskan faktor pendukung terjadinya kekerasan
seksual.

d. Menjelaskani dampak kekerasan seksual pada anak remaja.


e. Mengetahui penanggulangan dan pencegahan kekerasan
seksual pada anak remaja.

C. SASARAN
Remaja kelas VI SD
D. GARIS BESAR MATERI
1. Definisi kekerasan seksual pada anak remaja
2. Bentuk-bentuk kekerasan seksual.
3. Faktor pendukung terjadinya kekerasan seksual.
4. Dampak kekerasan seksual pada anak remaja.
5. Penanggulangan dan pencegahan kekerasan seksual pada anak
remaja.

E. PELAKSANAAN KEGIATAN

3
No Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta
1 10 menit Pembukaan - Menyampaikan salam
- Perkenalan diri
- Menjelaskan tujuan
- Apersepsi
2 15 menit Pelaksanaan - Menjelaskan dan
menguraikan materi
- Memberi kesempatan
peserta untuk bertanya
- Menjawab pertanyaan
peserta yang belum jelas
3 10 menit Evaluasi - Feedback
- Memberikan reward
4 5 menit Terminasi - Menyimpulkan hasil
peyuluhan
- Mengakhiri kegiatan
(salam)

F. METODE
1. Ceramah
2. Tanya jawab
G. MEDIA
1. Leaflat
2. Vidio
H. PENGORGANISASIAN KELOMPOK
1. Moderator : Stevani Oktavia Ratu
2. Penyaji : Muhammad sidqi taslim
3. Notulen : Ni Luh putu wulandari,patria izawati
4. Observer : Denisya,kadek mega mutiara,hardiana sabariah,raodatul jannah

4
I. SETTING TEMPAT

P M
a a N

a a

a a a

Keterangan:
P : penyaji
M : moderator
N : notulen
O : observer
a : audience
J. RENCANA EVALUASI
1. Struktur
a. Persiapan Media
Media yang akan digunakan dalam penyuluhan semuanya lengkap dan siap
digunakan. Media yang akan digunakan adalah leaflet dan vidio.
b. Persiapan Alat
Alat yang digunakan dalam penyuluhan sudah siap dipakai. Alat yang dipakai yaitu
leaflet.
c. Persiapan Materi
Materi yang akan diberikan dalam penyuluhan sudah disiapkan dalam bentuk
makalah dan akan disajikan dalam bentuk leaflet untuk mempermudah
penyampaian.

5
d. Undangan atau Peserta
Dalam penyuluhan ini yang diundang yakni remaja.
2. Proses Penyuluhan
a. Kehadiran 80% dari seluruh undangan
b. 60% peserta aktif mendengarkan materi yang disampaikan.
c. Di dalam proses penyuluhan diharapkan terjadi interaksi antara penyuluh dan
peserta.
d. Peserta yang hadir diharapkan tidak ada yang meninggalkan tempat penyuluhan.
e. 20% peserta mengajukan pertanyaan mengenai materi yang diberikan.
3. Hasil penyuluhan
a. Jangka Pendek
 60% dari peserta Mampu Menjelaskan Definisi kekerasan
seksual pada anak remaja
 60% dari peserta Mampu Menjelaskan bentuk-bentuk kekerasan
seksual.
 60% dari peserta Mampu Menjelaskan faktor pendukung terjadinya
kekerasan seksual
 60% peserta Mampu menjelaskan dampak kekerasan seksual pada
anak remaja
 60% dari peserta Mampu Menjelaskan penanggulangan dan
pencegahan kekerasan seksual
b. Jangka Panjang
Meningkatkan pengetahuan sasaran mengenai pentingnya bahaya kekerasan
seksual.

6
Lampiran 1

MATERI PENYULUHAN
A. Definisi Kekerasan Seksual Pada Anak Remaja.
Menurut UNESCO (2019), kekerasan seksual adalah segala macam
bentuk perilaku yang berkonotasi atau mengarah kepada hal-hal
seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh
orang yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan reaksi negative,
seperti malu, marah, benci, tersinggung, dan sebagainya pada diri
individu yang menjadi korban pelecehan tersebut. Rentang
pelecehan seksual ini sangat luas, yakni meliputi: main mata,
siulan nakal, komentar berkonotasi seks atau gender, humor porno,
cubitan, colekan, tepukan atau sentuhan di bagian tubuh tertentu,
gerakan tertentu atau isyarat yang bersifat seksual, ajakan
berkencan dengan iming-iming atau ancaman, ajakan melakukan
hubungan seksual hingga perkosaan.
Kekerasan seksual pada remaja merupakan suatu perbuatan yang
dilakukan oleh seseorang dalam konteks seksual yang dialami oleh
seorang remaja. Remaja sangat retan mengalami kekerasan seksual,
karena pada masa ini, merupakan masa peralihan dari masa kanak-
kanak menuju masa dewasa. Menurut WHO(2014), usia anak berkisar
antara 0-18 tahun. Sedangkan batasan usia remaja antara 10-24
tahun (IPPF, 2014).
B. Bentuk-Bentuk Kekerasan Seksual Pada Remaja
1) Perkosaan
Perkosaan adalah serangan yang diarahkan pada bagian seksual dan
7
seksualitas seseorang dengan menggunakan organ seksual (penis) ke
organ seksual (vagina), anus atau mulut, atau dengan menggunakan
bagian tubuh lainnya yang bukan organ seksual atau pun benda-
benda lainnya. Serangan itu dilakukan dengan kekerasan, dengan
ancaman kekerasan ataupun dengan pemaksaan sehingga
mengakibatkan rasa takut akan kekerasan, dibawah paksaan,
penahanan, tekanan psikologis atau penyalahgunaan kekuasaan atau
dengan mengambil kesempatan dari lingkungan yang koersif, atau
serangan atas seseorang yang tidak mampu memberikan
persetujuan yang sesungguhnya.
2) Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual
Perdagangan perempuan adalah tindakan perekrutan, pengangkutan,
penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang
dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan,
penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau
posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau
manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang
kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam
negara maupun antar negara, untuk tujuan prostitusi ataupun
eksploitasi seksual lainnya.
3) Pelecehan seksual
Merujuk pada tindakan bernuansa seksual yang disampaikan melalui
kontak fisik maupun non fisik yang menyasar pada bagian tubuh
seksual atau seksualitas seseorang, termasuk dengan menggunakan
siulan, main mata, komentar atau ucapan bernuansa seksual,
mempertunjukan materi-materi pornografi dan keinginan seksual,
colekan atau sentuhan di bagian tubuh, gerakan atau isyarat yang
bersifat seksual sehingga mengakibatkan rasa tidak
nyaman, tersinggung merasa direndahkan martabatnya, dan
mungkin sampai menyebabkan masalah kesehatan dan keselamatan.
4) Penyiksaan seksual

8
Penyiksaan seksual adalah perbuatan yang secara khusus menyerang
organ dan seksualitas perempuan yang dilakukan dengan sengaja,
sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik
jasmani, rohani maupun seksual, pada seseorang untuk memperoleh
pengakuan atau keterangan darinya, atau dari orang ketiga, dengan
menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah atau diduga telah
dilakukan olehnya ataupun oleh orang ketiga, untuk mengancam atau
memaksanya atau orang ketiga, dan untuk suatu alasan yang
didasarkan pada diskriminasi atas alasan apapun, apabila rasa
sakit dan penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan
dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan pejabat publik.
5) Eksploitasi seksual
Merujuk pada aksi atau percobaan penyalahgunaan kekuatan yang
berbeda atau kepercayaan, untuk tujuan seksual tapi tidak
terbatas pada memperoleh keuntungan dalam bentuk uang, sosial
maupun politik dari eksploitasi seksual terhadap orang lain.
Termasuk di dalamnya adalah tindakan mengiming-imingi perkawinan
untuk memperoleh layanan seksual dari perempuan, yang kerap
disebut oleh lembaga pengada layanan bagi perempuan korban
kekerasan sebagai kasus “ingkar janji”. Iming-iming ini
menggunakan cara pikir dalam masyarakat yang mengaitkan posisi
perempuan dengan status perkawinannya sehingga perempuan merasa
tidak memiliki daya tawar, kecuali dengan mengikuti kehendak
pelaku, agar ia dinikahi.
6) Perbudakan seksual
Perbudakan seksual adalah sebuah tindakan penggunaan sebagian
atau segenap kekuasaan yang melekat pada “hak kepemilikan”
terhadap seseorang, termasuk akses seksual melalui pemerkosaan
atau bentuk-bentuk lain kekerasan seksual.Perbudakan seksual juga
mencakup situasi-situasi dimana perempuan dewasa dan anak-anak
dipaksa untuk menikah, memberikan pelayanan rumah tangga atau

9
bentuk kerja paksa yang pada akhirnya melibatkan kegiatan seksual
paksa termasuk perkosaan oleh penyekapnya.
7) Intimidasi/ serangan bernuansa seksual
Itimidasi bernuansa seksual adalah tindakan yang menyerang
seksualitas untuk menimbulkan rasa takut atau penderitaan psikis
pada perempuan. Serangan dan intimidasi seksual disampaikan
secara langsung maupun tidak langsung melalui surat, sms, email,
dan lain-lain.
8) Kontrol seksual
Kotrol seksual termasuk pemaksaan busana dan kriminalisasi
perempuan lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan
agama mencakup berbagai tindak kekerasan secara langsung maupun
tidak langsung, dan tidak hanya melalui kontak fisik, yang
dilakukan untuk mengancam atau memaksakan perempuan mengenakan
busana tertentu atau dinyatakan melanggar hukum karena cara ia
berbusana atau berelasi sosial dengan lawan jenisnya. Termasuk di
dalamnya adalah kekerasan yang timbul akibat aturan tentang
pornografi yang melandaskan diri lebih pada persoalan moralitas
daripada kekerasan seksual.
9) Pemaksaan abors
Pemaksaan aborsi adalah pengguguran kandungan yang dilakukan
karena adanya tekanan, ancaman, maupun paksaan dari pihak lain.
10) Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual
Penguhukuman tidak manusia dan bernuansa seksual adalah cara
menghukum yang menyebabkan penderitaan, kesakitan, ketakutan,
atau rasa malu yang luar biasa yang tidak bisa tidak termasuk
dalam penyiksaan. Termasuk dalam penghukuman tidak manusiawi
adalah hukuman cambuk dan hukuman-hukuman yang merendahkan
martabat manusia yang ditujukan bagi mereka yang dituduh
melanggar norma-norma kesusilaan.
11) Pemaksaan perkawinan

10
Pemaksaan perkawinan adalah situasi dimana perempuan terikat
perkawinan di luar kehendaknya sendiri, termasuk di dalamnya
situasi dimana perempuan merasa tidak memiliki pilihan lain
kecuali mengikuti kehendak orang tuanya agar ia menikah,
sekalipun bukan dengan orang yang ia inginkan atau dengan orang
yang tidak ia kenali, untuk tujuan mengurangi beban ekonomi
keluarga maupun tujuan lainnya
C. Faktor pendukung terjadinya kekerasan seksual.
a. Lhgtkr Cnternhi
Dalam hal ini anak mengalami cacat mental atau mengalami
suatu penyakit disfungsi penginderaan yang menyebabkan anak
menjadi gampang untuk dilecehkan.
b. Lhgtkr Egsternhi
1. Berupa faktor lingkungan, usia anak, dan keluarga.

2. Pewarisan kekerasan antar generasi (Intergenerational


transmission ofνiolance). Banyak anak belajar perilaku
kekerasan dari orangtuanya dan ketika tumbuh menjadi
dewasa mereka melakukan tindakan kekerasan kepada
anaknya..
3. Stres sosial (social stress). Stres yang ditimbulkan
oleh berbagai kondisi sosial meningkatkan risiko
kekerasan terhadap anak dalam keluarga. Isolasi sosial
dan keterlibatan masyarakat bawah
4. Struktur keluarga. Tipe-tipe keluarga tertentu memiliki
risiko yang meningkat untuk melakukan tindakan kekerasan
dan pengabaian kepada anak. Misalnya, orangtua tunggal
lebih memungkinkan melakukan tindakan kekerasan terhadap
anak dibandingkan dengan orangtua utuh.
5. Kelalaian orang tua yang tidak memperhatikan tumbuh
kembang dan pergaulan anak yang membuat subyek menjadi
korban kekerasan seksual.

11
6. Rendahnya moralitas dan mentalitas pelaku.

D. Dampak kekerasan seksual pada anak remaja.

1. Dampak Fisik
Dampak fisik dari perlakuan kekerasan seksual pada remaja
merupakan hal yang sepele dan mudah dilihat.Jika kita melihat
telah terjadi kerusakan fisik, baik luka-luka, memar, atau
mutilasi, lebih mudah bagi kita untuk memperhatikan luka- luka
tersebut dan mengambil tindakan medis yang diperlukan.
(Purnianti, 2003).
Berapapun, dalam kasus kekerasan seksual memang sering kali
terjadi kekerasan fisik, dari yang sepele hingga yang parah.
Saat penis seorang pria dewasa dipaksakan masuk ke dalam
vagina, atau mulut, atau anus seorang anak (pada umumnya
wanita), anak tersebut mungkin akan mengalami perobekan
keperawanan, pendarahan, serta bekas luka yang permanen.
Pengalaman hubungan oral seks yang dilakukan secara paksa
dapat mengembangkan respons penolakan spontan dari seorang
anak. Dalam banyak kasus, luka-luka fisik akibat kekerasan
seksual sering kali tersembunyi karena organ kelamin yang
terluka tersebut pada tempat- tempat yang tertutup/
2. Dampak Psikologis

Dampak psikologis dari perlakuan kekerasan seksual pada remaja


merupakan persoalan yag lebih serius dibanding fisik, karena
dampak yang ditimbulkannya akan berefek jangka panjang.
Pengalaman kekerasan seksual ini mengikis harga diri dan
menempatkan remaja tersebut pada resiko yang lebih besar untuk
mengalami berbagai macam masalah kesehatan mental. (Purnianti,

12
2003)
Depresi merupakan dampak psikologis yang sering dialami
oleh remaja yang mengalami kekerasan. (Heise et al, 1999 : 262
— 280 ), Koss (1990). Gejala yang timbul dari depresi
bermacam-macam. Menurut Sartorius (1990) dan Marsela (1995)
dalam Fishbach (1997: 1169) menyebutkan bahwa tanda-tanda orang
mengalami depresi meliputi kesedihan, kecemasan, lemah,
menurunnya kesenangan, menurunnya konsentrasi, merasa tidak
berharga dan adanya ide untuk melakukan bunuh diri.
3. Dampak Sosial

Remaja yang mengalami kekerasan seksual bisa kehilangan


keluarga dan teman sebagai akibat dari kekerasan. Dimulai
dengan pengisolasian yang dilakukan oleh penganiaya
terhadapnya, kemudian si remaja yang merasa malu akan kekerasan
yang terjadi pada dirinya menjauhkan diri dari keluarga dan
teman (Bradley, 1990: 20; Heise, 1999: 20; Davies, 1994:
14).Selain itu remaja akan mengalami penurunan prestasi belajar
dan terisiolasinya dari keluarga, tetangga dan masyarakat
sekitar. Lalu pada saat dewasa nanti si anak akan mengulang
perilaku yang dilakukan oleh pelaku terhadapnya.
E. Penanggulangan dan pencegahan kekerasan seksual pada anak remaja.

1. Strategi dan Kebijakan

Perhatian terhadap permasalahan perlindungan anak sebagai objek


kejahatan telah dibahas dalam beberapa pertemuan berskala
internasional yang antara lain Deklarasi Jenewa tentang Hak-hak Anak
tahun 1924 yang diakui dalam UniνersalDeclaration of
Human Rights tahun 1948. Kemudian pada tanggal 20 November1958,
Majelis Umum PBB mengesahkan Declaration of the Rights of the Child

13
(Deklarasi Hak-Hak Anak). Kemudian instrumen internasional dalam
perlindungan anak yang termasuk dalam instrumen HAM yang diakui oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah UN Rules for The Protection of
JuνenilesDespriνed of Their Liberty, UN Standard MinimumRules for Non-
Custodial Measures (Tokyo Rules), UN Guidelines for The Preνention of
Juνenile Delinquency (The Riyadh Guidelines).

Ada beberapa instrumen (perangkat) hukum yang terkait dengan hak


seksual dan hak reproduksi:

a. Konvensi penghapusan segala bentuk kekerasan


terhadap perempuan (CEDAW).
b. Konferensi Internasional dan Pembangunan (ICPD) PBB
pada tahun 1994 di Cairo, Mesir.
c. Konferensi Dunia ke 4 tentang perempuan (FWCW) tahun
1995 di Beijing, Cina.
d. Konvensi Hak- hak Sipil dan Politik (ICCPR)

e. Hak atas Kebebasan pribadi ( Pasal 17).

f. Hak persamaan (Pasal 26).

g. Hak Kebebasan dari diskriminasi (Pasal 2; 1)

h. UU No. 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi CEDAW, Undang-


undang No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan, UU No 23
Tahun 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga.
i. Strategi dan Kebijakan Kesehatan Reproduksi Remaja
Nasional (BKKBN).

Terdapat 12 hak-hak reproduksi yang dirumuskan oleh International


PlannedParenthood Federation (IPPF) pada tahun 1996 yaitu :
14
1. Hak untuk hidup, Setiap perempuan mempunyai hak untuk
bebas dari risiko kematian karena kehamilan.
2. Hak atas kemerdekaan dan keamanan, Setiap individu
berhak untuk menikmati dan mengatur kehidupan seksual
dan reproduksinya dan tak seorang pun dapat dipaksa
untuk hamil, menjalani sterilisasi dan aborsi.
3. Hak atas kesetaraan dan bebas dari segala bentuk
diskriminasi, Setiap individu mempunyai hak untuk
bebas dari segala bentuk diskriminasi termasuk
kehidupan seksual dan reproduksinya.
4. Hak atas kerahasiaan pribadi, Setiap individu
mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
seksual dan reproduksi dengan menghormati kerahasiaan
pribadi. Setiap perempuan mempunyai hak untuk
menentukan sendiri pilihan reproduksinya.
5. Hak atas kebebasan berpikir, Setiap individu bebas
dari penafsiran ajaran agama yang sempit, kepercayaan,
filosofi dan tradisi yang membatasi kemerdekaan
berpikir tentang pelayanan kesehatan reproduksi dan
seksual.
6. Hak mendapatkan informasi dan pendidikan, Setiap
individu mempunyai hak atas informasi dan pendidikan
yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi dan seksual
termasuk jaminan kesehatan dan kesejahteraan
perorangan maupun keluarga.
7. Hak untuk menikah atau tidak menikah serta membentuk
dan merencanakan keluarga.
8. Hak untuk memutuskan mempunyai anak atau tidak dan

15
kapan mempunyai anak.
9. Hak atas pelayanan dan perlindungan kesehatan, Setiap
individu mempunyai hak atas informasi, keterjangkauan,
pilihan, keamanan, kerahasiaan, kepercayaan, harga
diri, kenyamanan, dan kesinambungan pelayanan.
10. Hak untuk mendapatkan manfaat dari kemajuan ilmu
pengetahuan Setiap individu mempunyai hak untuk
memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi dengan
teknologi mutakhir yang aman dan dapat diterima.
11. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam
politik Setiap individu mempunyai hak untuk mendesak
pemerintah agar memprioritaskan kebijakan yang
berkaitan dengan hak-hak kesehatan seksual dan
reproduksi.
12. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk
Termasuk hak-hak perlindungan anak dari eksploitasi
dan penganiayaan seksual.Setiap individu mempunyai hak
untuk dilindungi dari perkosaan, kekerasan,
penyiksaan, dan pelecehan seksual.
F. Pencegahan

Program prevensi dini merupakan fungsi yang paling penting bagi


sistem penyelesaian masalah.Menurut perspektif para ahli,
program prevensi dini tergantung definisi dan sistem keluhan
terhadap kekerasan seksual.Beberapa prevensi memusatkan pada
hukum, ketidaksadaran atau sensitivitas juga pembentukan kelompok
dengan ras dan jenis kelamin yang berbeda.Program prevensi yang
dilakukan melalui lokakarya, seminar, pelatihan, diskusi
kelompok, pemutaran film, poster, maupun sarana tradisional
dipandang tidak membosankan.Pelaksanaan program prevensi dapat di
area terbuka, alam bebas atau kelompok temu. (Stockdale,1996).
Menurut seorang dokter anak, yang juga berkecimpung di
bagian penanganan anak korban kekerasan seksual di RS Sardjito,
saat ini ada tren yang berbeda dari sebagian masyarakat korban
kekerasan seksual. Saat ini sudah mulai ada keberanian

16
masyarakat untuk melaporkan kejadian kekerasan seksual yang
terjadi pada keluarganya Dengan demikian kesadaran masyarakat
untuk berani melaporkan kejadian tersebut merupakan lampu
hijau bagi promosi kesehatan artinya masyarakat dapat berperan
serta dalam program prevensi dini.
Masyarakat bersama pemerintah (Depkes dan Diknas) merancang
strategi untuk mereduksi faktor risiko dan memperkuat faktor
perlindungan.Meskipun pengetahuan ilmiah tentang efektivitas
beberapa strategi berasal dari negara berpenghasilan tinggi,
pemahaman bagaimana intervensi bertentangan dengan penyebab dan
faktor risiko dapat membantu dalam merancang intervensi untuk
negara berpenghasilan rendah dan negara berpenghasilan menengah
(WHO, 2006).

17
Referensi

Adawiyah, Putri Rabiatul;, Perlindungan Hukum Terhadap Hnak


2015.
GorbanGekerasan Seksual Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam,
Mataram:Universitas Mataram.

Fuadi, M. Anwar;, 2011. Dinamika Psikologis Kekerasan Seksual: Sebuah


Studi Fenomenologi. PSIGKISLHMIGH, Jurnal Psikologi Islam (JPI),
8(2), pp. 191- 208.

Kayowuan, K., 2012. Kekerasan Seksual Terhadap Anak dalam


Perspektif Hukum Perlindungan Anak.Oina Ridya, 23(5), pp.
271-278.

Komnas Perempuan, 2014. 85 Oentuk Gekerasan Seksual, Jakarta: Komnas


Perempuan.

Luhulima, Achie Sudiarti;, Pemahaman Oentuk-bentuk Tindak


2000.
GekerasanTerhadap Perempuan dan Hlternatif Pemecahannya.Jakarta:
PT. Alumni.

Paramastri, I., Supriyati & Priyanto, M. A., 2010. Early


Prevention Toward SexualAbuse on Children. Jurnal Psikologi,
37(1), pp. 1-12.
http://pkbi-diy.info/?page_id=3495 [diakses 23 Februari 2020].

http://eprints.undip.ac.id/46263/3/
Etna_Irianti_Putri_22010111110154_Lap.KTI_B
ab2.pdf[diakses 23 Februari 2020].

http://www.psikologmalang.com/2013/03/bentuk-bentuk-
kekerasan.html[diakses 2

18
Februari 2020].

19

Anda mungkin juga menyukai