Anda di halaman 1dari 5

Bagaimana Seharusnya Menulis Sejarah Islam

Dalam penulisan Historiografi Islam, umat islam sendiri merupakan pihak yang
seharusnya paling berhak menuliskannya. Sebab dari merekalah prespektif tentang
peradaban, prinsip dan nilainya akan lebih akurat dan objektif. Adapun pihak lain yang ingin
turut berkontribusi tidak boleh memberikan pemahaman yang menyimpang khususnya yang
berkaitan dengan hal yang prinsip seperti aqidah, akhlaq dan syariah.
Ironisnya para sejarawan islam mulai abad ke-19 justru terpengaruh dengan sistem
dan perspektif penulisan yang mengadopsi pola pemikiran kaum liberal dan orientalis barat.
Padahal, sejarah yang benar seharusnya bersumber dari pemikiran yang benar tentang islam.
Selain itu, sejarah islam juga harus merujuk pada literasi yang Shahih dan dapat dipercaya.
Ada banyak alasan mengapa umat islam harus menulis sejarahnya sendiri. Antara lain,
sebagai bentuk tanggung jawab agar keterikatan nya pada pemahaman agama yang benar.
Karena hal tersebut akan berpengaruh pada perilakunya. Islam sendiri terikat dengan
karakteristik keimanan dan optimisme yang berpegang teguh pada ketentuan Allah. Karena
sejarah islam sangat memegang prinsip menghindari Fanatisme egosentris individual dan
kelompok tertentu, melainkan merujuk pada aspek faktual yang linier dengan prinsip
keyakinan yang agung kepada Allah.
Untuk memudahkan bagaimana umat islam seharusnya percaya diri dengan
keyakinannya, berikut dapat digambarkan beberapa dasar pemahaman islam dalam
menafsirkan sejarahnya:
1. Menjaga Aspek yang berkaitan dengan fakta-fakta Al-quran
Islam meyakini bahwa fakta Al-Qur’an adalah sumber yang absolut kebenarannya.
Terlebih dengan hal yang mengandung nilai-nilai ketauhidan. Al-Qur’an sangat menentang
teori-teori yang sama sekali tidak bisa dibuktikan kebenarannya. Sebagaimana munculnya
teori-teori pertumbuhan dan perkembangan manusia dari kera (Darwin-teori) yang sama
sekali tidak mendasar. Karenanya sejarah itu ditulis bukan dengan pandangan yang tidak
memiliki pembuktian yang benar, tetapi harus dari sumber yang kebenaran tidak dapat diganti
dan diputar balikan faktanya.
Dua hal yang sejak dulu dan sekarang dan seterusnya tidak pernah akan berubah yaitu
persoalan keyakinan pada Tauhidullah dan keabadian Sunnah Rasulullah. Al-Quran menjadi
referensi sejarah islam yang utama, yang karakteristik Al-Quran itu senantiasa relevan
sepanjang masa, sehingga fakta-fakta sejarah dipastikan terdokumentasikan secara baik dan
akurat.
Sementara penelusuran sejarah versi barat digali dari peninggalan bebatuan, barang-
barang kuno, tulang-tulang belulang. Kemudian informasi tersebut dihubungkan dengan
sejarah manusia yang persoalan lebih pelik dan rumit, sehingga keabsahan faktanya sangat
diragukan dan jauh dari kebenaran karena bukti-bukti yang sangat sumir dan lemah.
2. Menyandarkan tafsir Sejarahnya kepada Keteladan Terbaik pada fase keemasan
sejarah kemuliaan kehidupan manusia:
Rasulullah SAW, Sahabat dan Tabiin (Alqurun Atsalatsah Al-mufaddhalah) Profil
Muslim idaman, selain memiliki keyakinan yang benar dalam Tauhidullah mereka pun
bekerja atas dasar ikhlas dan pengorbanan hanya kepada Allah karena perspektifnya balasan
tidak saja pada fase kehidupan dunia tetapi berlanjut pada keabadian hidup akhirat.
Dua fakta yang sering disalah artikan oleh pemikir orientalis barat adalah pada
peristiwa sahabat Mughirah bin Syubah saat diutus ke kaisar Rustum. Dalam dialognya
Mughirah memberikan pilihan Kaisar Rustum untuk masuk Islam atau tunduk pada sistem
dengan membayar Jizyah, jika tidak maka akan diperanginya.
Peristiwa ini dipandang sumir dan negatif oleh kaum orientalis dan liberal, karena
menganggap Muhammad dan sahabatnya memaksa pihak lain dari kebebasan beragama.
Padahal ini bukanlah paksaan melainkan pilihan. Mereka tidak memahami bahwa
menyembah selain Allah merupakan kesalahan fatal manusia. Meski demikian jika mereka
menolak, maka islam menjamin hubungan kemanusian dan sosialnya dengan menjamin
keamanan dan ketenangan pihak lain dengan syarat membayar pajak.
Fakta lainnya yang dianggap negatif adalah Peristiwa Tsaqifah Bani Saidah. Dimana
hasil Syura Antara Sahabat Muhajirin yang diwakili Abu Bakar dan Umar dengan puluhan
Sahabat Ansor bersepakat tentang pengganti kepemimpinan Rasulullah. Mereka akhirnya
bersepakat bahwa kepemimpinan setelah Rasulullah dilanjutkan oleh Kabilah Quraisy dari
kalangan Muhajirin. Keputusan ini oleh kaum libera dianggap tidak memegang prinsip
mayoritas, padahal Islam mengajarkan musyawarah untuk mufakat sebagai keputusan yang
baik.
Kemuliaan misi islam tersebut bisa dibuktikan dengan hubungan antar personal islam
melalui yang sangat akomodatif dan saling menguntungkan para pihak melalui piagam
Madinah. Kesalahan pemikiran para orientalis dan liberal tersebut dikarenakan perspektif dan
lemahnya literasi mereka terhadap doktrin dan falsafah akhlaq dan keteladanan terbaik dalam
fase keemasan kehidupan Rasulullah, Sahabat dan Tabiin.
3. Preferensi Peradaban dalam islam berkaitan erat dengan Komitmen setiap Muslim
pada pengabdian terbailk kepada Allah.
Peradaban islam dilihat maju dan sampai pada puncaknya tidak diukur pada aspek
materialisme, melainkan komitmen dan kepatuhan kepada Allah. Manusia hidup dalam
kehidupan yang teratur dan apik dengan syariat islam mereka didorong untuk menjujung tiggi
prinsip-prinsip antisipatif agar tidak jatuh pada kesalahan bertindak dan dengan tindakan
yang berakibat merugikan diri sendiri dan menghindari merugikan pihak lain.
Di antara tindakan tersebut antara lain: Menjaga dari ancaman menghilangkan nyawa
dengan bunuh diri dan atau membunuh orang lain (Hifdzun nafs). Menjaga kerusakan akal
dan kemampuan berpikir manusia dengan menghindari konsumsi minuman keras, narkotika
dan jenis-jenis lain yang dapat merusak fungsi akal (Hifdzul Aqal). Menghindari hubungan
intim lain jenis sebelum pernikahan (Hifdzun Nasl). Menolak sistem mencari harta yang
merugikan pihak lain: seperti mencuri, penipuan, riba, korupsi (Hifdzul Maal).
Peradaban islam juga digambarkan bahwa kefahaman dan ketinggian ilmu
pengetahuan sejatinya membangun pola hubungan sosial manusia yang setara dan
berkeadilan. Mereka yang memiliki haruslah berbagi, mereka yang kuat sejatinya mengayomi
dan memberikan ketenangan. Mereka yang ahli dan berpengetahuan sejatinya mengajar,
mengasuh, membimbing. Peradaban selalu beririsan dengan prinsip memberikan rahmat dan
kasih sayang bagi seluruh kemaslahatan alam semesta.
Bagi barat sendiri, peradaban hanya diukur dari pencapaian aspek-aspek material
dengan kemajuan teknologi dan kecanggihan Alutsista tanpa memedulikan dampak-dampak
akhlaq dari pencapaiannya tersebut. Memproduksi senjata canggihnya untuk peperangan dan
keuntungan menjual produk, mempertontonkan kecanggihan dan kekuatan senjata dengan
menggenosida bangsa lemah dan tak berdaya. Inilah sebagaimana yang difirmankan Allah
mereka seperti binatang bahkan lebih sesat. Muara dan hilirnya pemahaman mereka
dikarenakan menolak keabsolutan kebenaran Alquran dan kebenaran Risalah dan Misi
kenabian serta kering dari cerminan keteladanan Rasulullah dan para sahabatnya.
4. Teori pembenaran cara berfikir dengan tujuan pengaburan.
Para Orientalis dan kaum liberal mengaburkan istilah tertentu untuk tujuan
pembenaran. Contohya mereka menolak penggunaan istilah jihad namun menganggap
pembelaan diri dan mematuhi prinsip Nasionalisme sebagai kewajiban nya membela
negerinya. Padahal istilah Jihad tidak linier dengan hanya membela Negara. Seperti halnya
Israel Zionis membantai Muslim di Palestina. Mereka beralasan membela negaranya tetapi
tentu tidak disebut jihad.
Terminologi jihad sendiri dalam islam adalah orang-orang yang bersungguh-sungguh
berjuang untuk membela agama Allah dan hanya karena Allah. Memahami Jihad haruslah
benar latar belakang tindakannya, perintahnya, tata caranya dan serta tujuan yang
dilakukannya. Bahkan jihad memiliki perspektif menjaga penafsirnya dengan memberikan
penjelasan detail tentang adabnya termasuk terhadap musuh. Mengecualikan pengecualian
kelompok-kelompok tertentu seperti: anak-anak, para wanita dan mereka yang usia nya sudah
senja. Lebih dari itu kesucian jihad bukan untuk pencapaian kepentingan pribadi, kelompok
bahkan bukan untuk membela Negara melainkan untuk membela kemuliaan Allah dan
kesucian dan kemurnian ajaran islam dan mengejawantahkan misi Risalah Rasulullah.
Istilah dalam islam tidak bisa ditafsirkan menurut selera penafsirnya tetapi otoritas
tafsirnya dikembalikan kepada Allah dan Rasulullah. Sehingga itu istilah jihad bukanlah
ansikh pembelaan, karena nya Semua peperangan Nabi (Gazawat) dan peperangan yang
dipimpin Sahabat (Saroyah) di istilahkan Jihad bukan pembelaan (Difaan) karena kedua
istilah tersebut tidak setaraf baik dari aspek teoritis konseptual, Tata caranya dan juga
konsekwensi hukumnya.
5-Penggunaan istilah-istilah syari didalam penulisan sejarah.
Keharusan penulisan sejarah dengan istilah-istilah syari merupakan keniscayaan.
Tujuannya, selain jelas apa yang dimaksudkannya dan memiliki batasan yang valid, juga
memiliki nilainya pada prefensi pertimbangan pada individual atau pada suatu peristiwa
tertentu.
Al-Quran membagi manusia menjadi tiga bagian: Mukmin, Kafir dan Munafik.
Ketiga istilah tersebut masing-masing memiliki batasan yang jelas, yang perbedaan nya
sangat jelas antara yang satu dengan yang lainnya, baik secara kedudukan, hukum, dan dari
perspektif keberpihakan dan atau penolakan nya kepada islam. Sangat berbeda dengan kaum
orientalis dan liberal, Istilah-istilah yang dilabelkannya tentulah tidak memiliki batasan dan
kaidah yang tidak jelas dan cenderung mengandung unsur kebencian terhadap satu kelompok
tertentu dan tidak didukung batasan-batasan yang benar. Seperti: Kelompok garis kanan,
kelompok garis kiri. Istilah-istilah syari lain nya seperti: Alhaq, Albathil, Al-Adal, Ad-
dzulum.
Demikianlah islam membangun literasinya yang sarat dengan kebenaran dan jauh dari
tendensius perkelompokan apa membangun perspektif kebencian yang tidak berdasar. Tetapi
Para orientalis Barat dan Liberal sudah sangat terbiasa memberikan label-label tertentu
khususnya kepada umat islam seperti: Teroris, Radikal, tentu prefensi yang mendasarkan
sering kali karena kebencian mereka yang berlebihan kepada islam, tanpa fakta, jauh dari
ilmiah apalagi objektif.
Konsep Ahli Hadist dalam penulisan Sejarah
Para Ahli Hadist memiliki Standard kritik Sanad dan matan: Standar Sanad:
Bersambung mata rantainya (itthasalus Sanad) Berkepribadian lurus dan integritasnya tinggi
(Al-adalah) kredibel hafalan dan tulisan nya (ad-dhabt) Terhidar dari bertentangan dengan
yang lebih kuat (Adamus syaz) dan terhindar dari seluruh tuduhan kecacatan (Al-illah).
Adapun standar Matannya, Hadist yang tidak bertentangan dengan Hadits yang sahih,
dan terhindar dari segala bentuk kesalahan penulisan baik sengaja dan tidak sehingga dan
berdampak pada perusakan arti dan maksudnya. Tentu implementasi Konsep Para Ahli Hadist
kadang dilanggar oleh sebagian Ulama seperti: Khalifah ibnu Khayyat dan Imam At-thabary
mereka masih memasukan redaksi-redaksi dengan hadist-hadis yang lemah (Almunqotiah
walmursalah) padahal semestinya Para Ahli sejarah konsisten dengan konsep para Ahli hadist
khususnya ketika terjadi pertentangan konten sejarah yang substantif.
Solusinya memprioritaskan redaksi hadist Shahih, Hasan secara berurutan kalaupun
terpaksa menggunakan redaksi hadist lemah yang memiliki asal dari Nabi itu pun terbatas
digunakan untuk menutup kesempurnaan yang tidak diperoleh dari hadist Shahih dan Hasan
dengan ketentuan prinsip tidak menyangkut masalah Aqidah dan hukum-hukum syariah. Para
Ulama yang lebih tegas menggunakan kosep Ahli hadist diantaranya: Shiroh Ibnu Hisyam,
Ibnu Sayyidinnas dalam bukunya Uyunul atsar dan Imam Ad-dzahaby dalam bukunya Tarikh
islam.
Manfaat menulis Sejarah islam dalam Presfektif Ahli Hadist dan Ahli Sejarah
1. Semakin menambah keyakinan tentang kebenaran informasi dan literasi tentang Sejarah
Nabi khususnya buku-buku yang diketengahkan secara objektif dan v seperti: Sirah Ibnu
Hisyam.
2. Menambahkan informasi dari berbagai aspek tentang kehidupan Rasulullah yang lengkap
apakah berkaitan dengan kehidupan agama dan dunia nya.
3. Memperjelas beberapa sisi perbedaan yang terjadi di antara Ahli Hadist dan Ahli sejarah.
4. Revisi beberapa informasi yang berkaitan dengan beberapa tema yang berkaitan dengan
Sirah Nabi yang belum dikaji dari perspektif buku-buku sejarah yang dapat
dipertanggungjawabkan. Seperti: Masalah Konsep persaudaraan dalam islam, di dalam
konteks hadist penulisan sejarah nya tidak disebutkan siapa dengan siapa dipersaudarakan
dan jumlah yang dipersaudarakan apakah secara keseluruhan, tetapi informasi tema detailnya
biasanya disajikan oleh sejarah dengan tidak berdasar pada hadist atau riwayat yang shahih.
5. Bahwa Para Ulama, demikian serius dalam upaya menyajikan hal-hal yang berkaitan
dengan kehidupan Rasulullah, walaupun dalam penyajian dirilis dari hadist yang benar dan
kadang dari hadist yang lemah.
Referensi Penulisan Sejarah Islam
1-Referensi Utama
A. Al-Quran Al-kareem.
Al-Quran menceritakan peristiwa peperangan Rasulullah dan Para sahabat: diantaranya :
Perang Badar, Uhud, Ahzab, Hunain. Alquran juga menjelaskan tentang pertentangan antara
ummat islam dengan pihak-pihak yang memusuhi islam baik orang-orang kafir, Munafik dan
orang-orang Yahudi. Alquran juga menjelaskan tentang sejarah para Nabi dan ummat
terdahulu, termasuk juga Al-quran menjelaskan tentang pencapaian sejarah bangsa Romawi
dan persia. Dan untuk pendalaman nya, haruslah merujuk pada Asbabun Nuzul, An-Nash
Wal-mansukh, Ulumul Quran, dan Buku-buku Tafsir Para Ulama.
B. Al-Hadist. Banyak melengkapi dan menyempurnakan penyajian informasi Sejarah Selain
menyangkut: Aqidah, Syariah, Akhlaq, Siyasyah syariyyah, Manageman dan sistem
pemerintahan tentu dalam penyajian masalah-masalah lain nya yang lebih detail.
C. Dhalailun Nubuwwah Buku-buku yang berkaitan dengan Mujizat dan bukti-bukti
kebenaran kenabian (Muhammad Yusuf Alfaryabi Wafat tahun 212 H, Dhalailun Nubuwwah,
Ali bin Muhammad Al-madainy wafat tahun 225 H Ayatunnabi, Daud bin Ali Al-asbahany
Wafat tahun 270 H Alamun Nubuwwah, Ibnu Qutaibah wafat tahun 276 H Alamur Rasul,
Albaihaqi wafat tahun 458 H, As-Suyuty Wafat tahun 911 H Al-khasaish.
D. Asyamail: Buku-buku yang berkaitan dengan penjelasan pisik nabi dan juga yang
berkaitan dengan Akhlaqnya seperti: Abul Bakhtary Wahab bin Wahab Al-asady wafat tahun
200 H Sifatunnabi, Asyamail Annabawiyyah Imam Tirmidzi wafat tahun 279 H, Qadhi Iyadh
wafat tahun 544 H Asyifa bitarif, Al-Huquq Al-Mustofa. Ibnu Katsir wafat tahun 774 H
Syamail Ar-Rosul.
E. Buku-buku Siroh Nabawiyyah yang fokus menjelaskan pristiwa sejarah Nabi dari
kalangan Para Sahabat. Sahabat merupakan entitas yang sangat mengagumi Rasulullah,
mereka saksi hidup tentang peristiwa-peristiwa penting yang dilalui Rasulullah, mereka
merangkum secara komprehensif dari sunnah-sunnahnya, sehingga tidak heran mereka pun
turut berkontribusi memunculkan tulisan-tulisan yang bernas dan representatif dalam
kehidupan Rasulullah,
Diantara Para Sahabat yang turut menulis, mereka adalah: Abdullah bin abbas, Abdullah bin
amar bin Ash dan Albarro bin Azib. juga buku-buku lainnya yang ditulis Para Tabiin yang
mereka menerapkan konsep Para Ahli Hadist, diantaranya: penulisan buku yang ditulis
dengan Sanad : Aban bin Ustman wafat tahun101 H, Urwah bin Zubair bin awwam, Wafat
tahun 94 H, Amir bin Syarohbil Asyim bin Qotadah Wafat tahun 119 H dan Imam
Muhammad bin Syihab Adzuhri wafat tahun 124 H, Musa bin Uqbah wafat tahun 140 H, dan
Muhammad Bin Ishaq wafat tahun 151 H.
2. Referensi Pelengkap
Buku-buku Adab, Buku-buku Ensiklopedia Ulama, Buku-buku yang membahas tentang
keturunan, Buku-buku Sejarah dan Geografi, Buku-buku Fiqh.
Disarikan dari Buku Almuqoddimah Fis- Shirah An-nabawiyyah As-Shahihah, Prof
Doktor Akrom Dhiyaul Umary, MA di olah oleh : KH.Ahmad Husein Dahlan, MA (Kandidat
Doktor Bidang Hadist dan Ilmu Hadist, The World Islamic Sciences & Education W.I.S.E
University Amman-Jordan)

Anda mungkin juga menyukai