Dinukil Dari Kitab Is'afus Saul Bisyarhi Tsalasatil Ushul Yang ditulis oleh
Syaikh Al-Muhaddist Abu 'Abdillah Shodiq ibnu 'Abdillah Al-Hasyimi
(Hafidzahullah Ta'ala)
Pustaka Mujahid
Orang-orang yang memperhatikan nash Al-Quran dan As-Sunnah akan
mendapati bahwa celaan berhak diberikan pada orang yang sama sekali
tidak mengorbankan apapun untuk agama Allah ta'ala, mereka yang tidak
berjihad dengan ilmu, tidak juga da'wah, pun tidak mengorbankan jiwa atau
harta, begitu juga orang-orang yang fardhu 'ain bagi mereka berperang
tetapi mereka meninggalkannya tanpa udzur (alasan) yang dibenarkan
syari'at.
Dan di tafsir Imam Mujahid: Dari abi najih dari Mujahid tentang firman
Allah ta'ala: "Tidak sepatutnya bagi mukminin itu berangkat semuanya (ke
medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara
mereka sekelompok orang" Itu ketika sekelompok sahabat rosulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam pergi ke pedalaman-pedalaman, terkenallah
dikalangan orang-orang pedalaman karena kemewahan hidup mereka, yang
orang-orang itu bisa mengambil manfaat darinya, para sahabat tersebut
mennyeru siapa saja menuju jalan hidayah, lalu orang-orang itu berkata
kepada mereka: “kami melihat kalian telah meninggalkan teman kalian
(Rasulullah) lalu kalian datangi kami”, kata-kata itu membuat mereka tidak
tenang, maka keluarlah mereka dari pedalaman tersebut sampai bertemu
dengan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Allah ta’ala berfirman
“Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
sekelompok orang" yaitu sebagian, sebagian tinggal “untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama” dan untuk mendengar apa yang
dikeluhkan manusia “dan untuk memperingatkan kaum mereka” yaitu
semua orang “ketika mereka kembali, agar mereka bisa menjaga diri”
(selesai perkataan beliau)
Di kitab tafsir di sunan sa’id bin manshur: (Firman Allah ta’ala: "Tidak
sepatutnya bagi mukminin itu berangkat semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka sekelompok
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.")
Dan di tafsir ibnu abi hatim dengan sanad ( dari ibnu abbas tentang
firman Allah: “Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara
mereka sekelompok orang untuk memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama” beliau berkata: “agar sebagian berangkat, dan sebagian
tinggal bersama rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang tinggal bersama
rasulullah merekalah yang memperdalam ilmu agama, dan memperingatkan
kaumnya ketika mereka kembali dari peperangan, agar mereka menjaga
diri”
Begitu juga hadist nabi yang sudah pernah kita jelaskan: “Perangilah
Orang-orang musyrik dengan harta, jiwa, dan lidah kalian” (HR.Nasa’i, Abu
Daud, Ahmad, dll)
Dan Allah telah merinci hal itu, dan menjelaskannya dalam firmanNya:
“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang
tidakk mempunyai udzur dngan orang-orang yang berjihad dijalan Allah
dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang
berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu
derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik
(surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang-orang
yang duduk dengan pahala yang besar . yaitu beberapa derjat dari pada-Nya
ampunan serta rahmat. Dan Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang
(QS. An-Nisa’ : 95 sampai ayat 96)
Maka mulailah terdengar oleh kita hujatan dan umpatan kepada ulama’
dari sebagian orang yang menisbatkan dirinya pada jihad dengan jiwa,
mensifati mereka dengan meninggalkan jihad (Qoidun), juga mensifati ini
dan itu, begitu juga mencela sebagian yang berjihad dengan hartanya,
kemudian sebagian ulama menjawab celaan tersebut, maka mereka
mencela orang-orang yang berjihad dengan diri mereka, dan menuduh
mereka dengan ini dan itu, yang seharusnya ulama-ulama tersebut bersabar
atas kejahilan yang ada pada mereka tersebut, agar memberitahu dan
membimbing mereka, menarik dengan tangan mereka, (bukan) malah
menjadikan mereka sebagai musuh, begitu juga yang seharusnya orang-
orang arif yang berjihad dengan diri mereka, bangkit untuk segera
mengambil kendali, untuk melembutkan hati para ulama (tersebut) kepada
mereka, agar (ulama itu) bisa menolong mereka, walaupun hanya dengan
satu kalimat yang baik, terlepas dari senjata yang paling ampuh, yaitu do’a,
(aku katakan) yang seharusnya lemah lembut dan saling mengasihi, (justru)
yang terjadi adalah kekasaran, perpecahan, dan perselisihan. Dan inilah yang
diinginkan oleh musuh.
Bukan berarti orang yang lisan syairnya bagaikan pedang tidak ikut
dalam peperangan, dan tidak juga orang yang berjihad dengan ilmunya
berarti tidak berjihad dengan jiwanya, sebagaimana orang yang berjihad
dengan jiwanya tidak boleh berpaling dari ilmu dan belajar, tapi sejauh mana
seseorang bisa menggabungkan antara keduanya maka lakukanlah, dan
hendaklah seluruh ambisinya dia fokuskan pada apa yang lebih bermanfaat
bagi agama Allah, jangan sampai dia hanya digerakkan oleh emosi belaka,
tetapi dia harus melihat dengan timbangan syari’at tanpa mempedulikan
perkataan manusia dan hukum mereka.
Peringatan Penting