Anda di halaman 1dari 2

Meuseuraya: Tradisi Kebersamaan di Tengah Masyarakat Aceh

"Jak sajan tapeugleh gampoeng geutanyoe. Yah-yah, rakan-rakan dan kawom mak keunoe
neulangkah tameusahoe tapeugleh gampoeng!" Dari mesjid kampung, lewat pengeras suara
terdengar suara himbauan untuk untuk ureung gampoeng (warga) berkumpul. Suara ajakan
tersebut disahuti warga dengan membawa peralatan apa saja yang ada di rumah untuk
dibawa untuk meuseuraya”.

Meuseuraya adalah sebutan orang Aceh untuk menyebut sebuah kegiatan yang merupakan
ciri khas umum masyarakat nusantara, gotong royong. Tradisi ini di satu sisi memang hanya
mudah ditemui di desa-desa. Namun begitu, di beberapa tempat yang berdekatan dengan kota
seperti Banda Aceh, tradisi demikian masih juga bisa ditemui. Sekalipun tidak sekuat desa-
desa yang masih lebih kental dengan semangat kebersamaannya.

Di sini harus diakui, untuk desa yang berada berdekatan dengan kota seperti pusat provinsi
Aceh ini sedikit terbawa kebiasaan masyarakat kota yang cenderung lebih percayakan hal-hal
yang berbau kebersamaan itu dengan model “mewakili”. Artinya, kalau misal sedang ada
rapat desa, biasanya mereka yang mungkin memiliki kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan
akan menyerahkannya pada seseorang yang ia percaya. Kalau memang kegiatan meuseuraya
tersebut membutuhkan uang, mereka ini biasanya lebih memilih menjadi donatur atau yang
membantu pendanaan seperti untuk kebutuhan makan dan minum warga selama berjalannya
kegiatan meuseuraya tersebut. Sedangkan di desa-desa yang agak berjauhan dengan kawasan
perkotaan. Mereka sangat menjunjung tinggi kebersamaan yang oleh ureueng Aceh acap
disebut dengan meuseuraya ini.

Memperhatikan wajah-wajah warga desa ketika bersama-sama melakukan kegiatan apa saja
yang membutuhkan partisipasi semua penduduk. Di sana saya menemukan aroma ketulusan
yang cukup kuat. Tidak mereka pedulikan peluh yang mengucur dari wajah. Mereka tetap
dengan semangat melakukan apa pun yang bisa mereka lakukan mengambil bagian dalam
pekerjaan dalam kegiatan meuseuraya ini.

Di Aceh, kegiatan meuseuraya ini bisa ditemui dalam banyak hal. Misal saja dalam acara
kenduri kawinan (khanuri kawen). Juga, dalam acara kematian (ureueng matee). Juga bisa
dilihat dari kegiatan-kegiatan seperti turun sawah (troen u blang), aqiqah (peutroen aneuek)
bahkan sampai dalam hal pengamanan kampung. Termasuk di sini menangkap pasangan
yang terlihat bermaksud mencemari nama desa karena melakukan hal-hal yang tidak
senonoh, asusila. Dan ini adalah beberapa yang saya kira penting untuk dicatat saja. Karena
selain ini masih banyak kegiatan yang dilakukan dengan konsep meuseuraya demikian.

Sumber : Kompasiana

Anda mungkin juga menyukai