Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Vertigo adalah suatu gejala yang ditandai dengan adanya perasaan perubahan posisi
dari tubuh atau posisi dari lingkungan sekitar. Berdasarkan lokasi penyebabnya, vertigo
dibedakan menjadi vertigo sentral dan perifer. Vertigo sentral adalah vertigo yang disebabkan
oleh penyakit yang berasal dari sistem saraf pusat (Gnerre, P, Casati C, Frualdo M., Cavalleri
M, & Guizzetti S, 2015). Vertigo sentral diakibatkan oleh lesi di sepanjang nukleus vestibular
di medulla oblongata hingga ocular motor nuclei dan pusat integrasi di mesensefalon hingga
vestibulocerebellum, thalamus dan korteks vestibular di temporoparietal. Pasien dengan
vertigo sentral biasanya mengeluhkan penurunan fungsi penglihatan, persepsi dan gejala
postural yang mana gejala ini dapat menjadi petunjuk letak lesi di batang otak (Brandt T, &
DIeterich M, 2017). Penyebab dari vertigo sentral bisa bermacam-macam. Beberapa di
antaranya adalah migrain vestibular, stroke iskemik vertebrobasilar, TIA (Transient Ischemic
Attack), multiple sclerosis, atau tumor yang terletak di sudut cerebellopontine dan kelainan
kongenital seperti Dandy Walker Syndrome. (Thompson TL, & Amedee R, 2009).

Vertigo adalah sebuah ilusi di mana pasien merasa tubuh dan/atau lingkungannya
berputar. Vertigo dibedakan menjadi dua berdasarkan letak lesi penyebabnya. Vertigo sentral
adalah vertigo yang disebabkan oleh lesi sentral yang dapat disertai gejala unilateral atau
hanya dirasakan di satu sisi tubuh pasien (Sunitha M, Asokan L, & Sambandan AP, 2019).

Lesi sentral yang dimaksud adalah lesi di sepanjang jalur vestibular di batang otak.
Jalur ini membentang dari nukleus vestibular di medulla oblongata hingga ke korteks
temporoparietal. Struktur terpenting dalam terbentuknya vertigo sentral adalah jalur neuronal
yang memediasi VOR (Vestibulo-ocular reflex). Jalur ini berjalan dari labirin perifer di atas
nukleus vestibular di batang otak menuju ke nukleus motorik okuler (III, IV dan VI) dan
pusat integrasi supranukleus di pons dan mesensefalon (nukleus intersisial Cajal, INC dan
nukleus intersisial dari fasikulus longitudinal medialis (riMLF)). Pergerakan mata dibentuk
dari tiga lengkung refleks ini ketika ada pergerakan cepat dari kepala dan tubuh (otak (Brandt
T, & DIeterich M, 2017). Berdasarkan jalur lengkung refleks yang dibentuk, terdapat jalur
asenden dan desenden. Jalur asenden berjalan secara kontralateral dan ipsilateral di atas
thalamus posterolateral hingga ke area korteks temporoparietal dan insula. Korteks vestibular
parietoinsular dan area di girus temporalis superior serta inferior lobus parietal adalah area
yang bertanggung jawab terhadap persepsi, self-motion, dan orientasi tempat (otak (Brandt T,
& DIeterich M, 2017). Jalur desenden VOR berjalan melalui nukleus vestibularis sepanjang
traktus vestibulospinal medialis dan lateralis menuju medula spinalis untuk memediasi
kontrol postur tubuh otak (Brandt T, & DIeterich M, 2017). iskemik vertebrobasilar, TIA
(Transient Ischemic Attack), sklerosis multipel, dan adanya massa pada sudut serebelopontin
seperti neuroma akustik dan tumor (Gnerre, P, Casati C, Frualdo M., Cavalleri M, &
Guizzetti S, 2015).Selain itu, vertigo sentral juga bisa disebabkan oleh penyakit kongenital
seperti Dandy Walker Syndrome yang merupakan kelainan berupa hipoplasi vermis
serebelum, dilatasi kistik ventrikel ke empat, dan pembesaran fossa posterior baik disertai
ataupun tanpa disertai hidrosefalus. (Thompson TL, & Amedee R, 2009).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Vertigo sentral
2.1.1 Definisi
Vertigo merupakan suatu gejala dengan sensasi diri sendiri atau sekeliling serasa
bergoyang dan berputar yang ditandai dengan pusing disertai gejala lainnya seperti
kehilangan keseimbangan tubuh, keringat dingin, mual dan muntah (Zhu, Zhao, Ju,
Wang, & Chen, 2019). Ilusi atau sensasi berputar yang dirasakan diri sendiri disebut
vertigo subjektiv dan jika sebaliknya maka disebut dengan vertigo objektiv (Chen, Zhao,
Yue, & Zhang, 2020). Serangan ini dapat berupa pusing ringan yang datang secara
berkala atau berlangsung lama sehingga penderita tidak bisa beraktivitas secara normal
(Priyono & Nusadewiarti, 2020).
Berikut patofisiologi vertigo:
Lesi unilateral pada jalur vestibular akan menyebabkan terjadinya sindroma vestibular
sebagai konsekuensi dari ketidakseimbangan tonus. Ada dua macam sindrom klinis yang
relevan yaitu spatial hemineglect dan the pusher syndrome yang terjadi apabila lesi
terdapat di daerah thalamus atau di hemisfer otak. Sindroma ini biasanya didapati pada
pasien stroke. Spatial hemineglect terjadi apabila terdapat gangguan atau kerusakan di
bagian otak yang bertanggung jawab atas orientasi ruang. Hal ini akan menyebabkan
pasien tidak dapat mempersepsikan objek di salah satu sisi. The pusher syndrome adalah
sebuah gejala yang biasanya ditemui pada pasien post-stroke di mana pasien akan
cenderung memposisikan badannya ke arah tubuh yang mengalami kelemahan. Pada
sindroma ini terjadi salah persepsi pada impuls yang disalurkan. Pasien dengan sindroma
ini juga memiliki gangguan pada persepsi visual, proprioseptif dan pergerakan motorik
sehingga menyulitkan mereka untuk memahami postur dan keseimbangan tubuhnya.
Kondisi ini merefleksikan disfungsi dari orientasi ruang, atensi dan kontrol postur tubuh.
Penyakit yang melibatkan fungsi vestibular sentral ini tidak hanya melibatkan
konvergensi input multisensor tetapi juga integrasi sensorimotor dengan memori spasial,
orientasi, atensi, navigasi dan interaksi tubuh dan lingkungan ketika bergerak (Brandt T,
& DIeterich M, 2017).
Ketika ada kerusakan atau gangguan pada otak yang berfungsi mempersepsikan
impuls terkait keseimbangan ini, maka respon yang terbentuk tentu tidak akan normal.
Perubahan posisi dan gerak kepala yang diinformasikan melalui sistem vestibular
normalnya akan membuat mata tetap stabil ketika memandang. Hal ini yang mana telah
disebutkan sebelumnya yaitu dengan mekanisme VOR. Apabila terdapat gangguan pada
salah satu komponen VOR misalnya batang otak maka impuls yang diteruskan akan
salah dipersepsikan. Akibatnya pasien akan mengalami vertigo yang disertai dengan
nistagmus dan ketidakseimbangan postur tubuh.

(Eber AM. La rééducation des vertigineux, 1994)


2.1.2 Penatalaksanaan
BAB III
ANALISIS FARMAKOTERAPI

3.1 Ilustrasi kasus

Seorang pasien Nn. N datang ke IGD RSI Ibnu Sina pada tanggal 13 November 2023,
pasien berusia 34 tahun dan memiliki berat badan 93 kg. pasien merasakan pusing berputar
dan nyeri kepala sejak kemarin, memberat hari ini. Mual (+), muntah 2X kemarin, 1X hari
ini, pusing memberat dari merubah posisi dan melihat cahaya. Pasien sebelumnya sudah
berobat tetapi belum meradakan perubahan. Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan:
kesadaran: cm, tekanan darah: 130/80mmHg, nadi (HR): 84 X/menit, pernafasan (RR):
o
20X/menit, suhu (T): 36 C. Hasil gula darah sewaktu pasien 85 mg/dl. Pasien didiagnosis
vertigo dan vertical syndrome. Pasien menerima terapi betahistin 24mg 2 X 1, mecobalamin
500 mg 2 X 1, racikan LA (4) 2 X 1 dan tizanidar 2 X 2mg. pasien juga mendapat infusse RL
20 tpm.

3.2 Identitas pasien

No. MR : 57-97-83
Nama Pasien : Ny. N
Tanggal lahir : 08/10/1991
Jenis Kelamin : perempuan
Berat Badan : 93 kg
Tinggi Badan : cm
Umur : 34 tahun
Ruangan : Rawat Inap Mina
Diagnosa Awal : Vertigo
Diagnosa Akhir : Vertigo & Cervical Syndrome
Tgl. MRS : 13 November 2023
DPJP : Dr. L Sp.N
3.3 Riwayat Penyakit

Keluhan Utama

- pasien merasakan pusing berputar dan nyeri kepala sejak kemarin


- mual (+), muntah (+)
- merasa pusing saat merubah posisi dan melihat cahaya
Riwayat pengobatan: Ada, tapi tidak ada perubahan
3.4 Data Pemeriksaan Fisik
- kesadaran : cm
- Tekanan Darah : 130/80 mmHg
- Nadi : 84 X/menit
- Pernafasan : 20 X/menit
o
- Suhu : 36,5 C

3.5 Follow Up

Tanggal Problem / Kejadian / Tindakan Klinisi

13/11/23 Subjektif :
- mengeluh masih pusing dan mual
13.00
Objektif :
BP : 130/80 mmHg,
HR : 82x/menit,
RR : 20x/menit,
T : 36,5oC,
SO2 : 97%
Skor nyeri : 4
Assessment :
- Keluhan pusing pasien belum teratasi
- Tidak ditemukan adanya drug related problem
Plan :
- Monitoring skala nyeri pasien
- Monitoring tekanan darah pasien
- Lanjutkan pengobatan sesuai instruksi DPJP
Tanggal Problem / Kejadian / Tindakan Klinisi
16/11/2 Subjektif :
Tanggal Problem / Kejadian / Tindakan Klinisi
3 - Nyeri tengkuk dan pusing
14/11/23 Subjektif :
Objektif :
10.30 - Nyeri tengkuk dan pundak pusing berulang
14.10 BP : 130/80 mmHg,
HR- Muntah : 78x/menit,
(-)
RR : 20x/menit,
Objektif :
T : 36,8oC,
BP : 140/70 mmHg,
SO2 : 96%
HR : 83x/menit,
Skor nyeri : 4
RR : 20x/menit,
T Assessment
: 36,3oC, :
SO2 :98 %
- Keluhan pusing pasien belum teratasi
Assessment :
- Tekanan darah pasien masih tinggi
- Cervical syndrome
- Tidak ditemukan adanya drug related problem
- Vertigo Sentral
Plan :
Plan :
- Monitoring skala nyeri pasien
- Diclofenac gel
- Monitoring tekanan darah pasien
- Ondansentron K/P
- Lanjutkan pengobatan sesuai instruksi DPJP
- fisioterapi
- Lanjutkan pengobatan sesuai instruksi DPJP
15/11/23 Subjektif :
14.15 - Nyeri dan pusing berulang
- Muntah (-)
Objektif :
BP : 130/70 mmHg
HR :80 x/menit,
RR :20 x/menit,
T :36,4oC,
SO2 : 98%
Skor nyeri :
Assessment :
- Cervical syndrome
- Vertigo Sentral
Plan :
- fisioterapi
- Lanjutkan pengobatan sesuai instruksi DPJP

3.6 Data Pemeriksaan Laboratorium


 Pemeriksaan Organ Vital
Ket :

Merah:

Biru:

 Pemeriksaan Laboratorium

Nama Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

(13/02/23)
Hematologi Umum Tanggal
Pemeriksaan Nilai normal
Hemoglobin 13/11/23
13,2 14/11/23
gr/dl 15/11/23 12.0-16.0
16/11/23

Leukosit 7.990
130/80 140/70/uL 130/904.000 - 11.000
130/80
Tekanan Darah 120/80mmHg
Trombosit 339.000 /uL 150.000 - 450.000
60-100 x /m 82 83 80
Nadi
Hematokrit 38,5 % 37 – 47
Hitung Jenis 36,5 – 37,2oC 36,5 36.3 36,5 36,8
Suhu
Basofil 0,0 % 0–1
12-20 x/m 20 20 20 20
Pernafasan
Eusinofil 0.5 % 1–3
Neutrofil 95-100% 66,4
97 98 % 98 50 96
– 79
Saturasi
Lymposit 26.8 % 20 – 40
Monosit 6.3 % 2–8
Neutrofil limfosit ration 2.48 - <3,13
LED 8 mm/jam 0-15
Eritrosit 4.53 10*6/ml 4,2 - 5,4
MCV 85.0 fl 80 – 100
MCH 29.1 pg 27 – 31
MCHC 34.2 g/dl 32 – 36
Paket Elektrolit (Na. K. Cl)
Natrium 138 Mmol/L 136 – 145
Kalium 4.0 Mmol/L 3,5 - 5,1
Chlorida 104 Mmol/L 97 – 111

Ket :

Merah : Diatas normal

Biru : Dibawah normal

3.7 Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

1. Monitoring tekanan darah pasien


2.

3.8 Lembar Pengobatan

 Catatan Penggunaan Obat-obatan


IGD RAWAT INAP
13/02/23 14/02/23 15/02/23 16/02/23
Nama obat Frekuensi
Jam
Inj. Ondancetron 2 x 1 gr 14.40√,18.00√ 06.00√/KP 06.00√,18.00√ -
Inj. Omeprazole 2 x 4 mg 14.40√,18.00√ 06.00√,18.00√ 06.00√,18.00√ -

Inj. ketorolac 2 x 4 mg 18.00√ 08.00√,18.00√ 06.00√,18.00√ -

Ringer lactat - -

IGD RAWAT INAP


13/02/23 14/02/23 15/02/23 16/02/23
Nama obat frekuensi
Jam
Betahistin 24 mg 2x1 14.40√,18.00√ 06.00√,18.00√ 06.00√,18.00√ 06.00√
Mecobalamin 500mg 2x1 14.40√,18.00√ 06.00√,18.00√ 06.00√,18.00√ 06.00√

Racikan LA4 2x1 18.00√ 06.00√,18.00√ 06.00√,18.00√ 06.00√


Tizanidar 2x2 20.00√ 06.00√,18.00√ 06.00√,18.00√ 06.00√

Diclofenac gel

2.9 Drug Related Problem (DRP)


Kode Klasifikasi YA TIDAK KET

P1 Adverse reactions
P1.1 Mengalami efek samping (non alergi) √
P1.2 Mengalami efek samping (alergi) √
P1.3 Mengalami efek toksik √

P2 Drug choice problem


P2.1 Obat yang tidak tepat √
P2.2 Sediaan obat yang tidak tepat √
P2.3 Duplikasi zat aktif yang tidak tepat √
P2.4 Kontraindikasi √
P2.5 Obat tanpa indikasi yang jelas √
Ada indikasi yang jelas namun tidak diterapi √
P2.6

P3 Dosing problem
P3.1 Dosis dan atau frekuensi terlalu rendah √
P3.2 Dosis dan atau frekuensi terlalu tinggi √
P3.3 Durasi terapi terlalu pendek √
P3.4 Durasi terapi terlalu panjang √

P4 Drug use problem


P4.1 Obat tidak dipakai seluruhnya √
P4.2 Obat dipakai dengan cara salah √
P5 Interactions
P5.1 Interaksi yang potensial √
P5.2 Interaksi yang terbukti terjadi √

P6 Other
Pasien tidak merasa puas dengan √
P6.1 terapinya sehingga tidak menggunakan obat
secara benar
Kurangnya pengetahuan terhadap masalah √
P6.2 kesehatan dan penyakit (dapat
menyebabkan masalah dimasa datang)
Keluhan yang tidak jelas, perlu √
P6.3
klarifikasi lebih lanjut.
P6.4 Keluhan terapi (alasan tidak diketahui) √

2.10 Penjelasan Terapi Obat


Tabel 3. Penjelasan Terapi Obat: (Medscape, 2023)
Inj Ondansetron Indikasi
Mual dan muntah
Dosis
Dewasa: 0,15 mg/kg selama 15 menit diberikan 30 menit sebelum
kemoterapi, kemudian 4 dan 8 jam setelah dosis pertama, tidak
melebihi 16 mg(32 mg tidak direkomendasikankarena peningkatan
risiko perpanjangan interval QT)
Kontraindikasi
Hipersensitivitas
Efek samping
Sakit kepala, konstipasi, rasa tidak enak/kelelahan.
Interaksi obat
Apomorfin, dronedaron, lefamulin, posaconazole
Inj Omeprazole Indikasi
Tukak lambung, tukak duodenum, GERD

Dosis

Kontraindikasi
Hipersensitif
Efek samping

Interaksi obat

Inj ketorolac Indikasi


30 mg sebagai dosis tunggal atau 30 mg setiap 6 jam, tidak melebihi
120 mg/hari
Dosis
Hipersensitif
Kontraindikasi
Hipersensitivitas
Efek samping
Sakit kepala, mengantuk, dispepsia, GI nyeri, mual.
Interaksi Obat
Aspirin, celecoxib, diffunisal, ibu profen
Indikasi
Betahistin 24mg

Dosis

Kontraindikasi

Efek samping

Interaksi obat

Mecobalamin 500 mg Indikasi

Dosis

Kontraindikasi

Efek samping

Interaksi obat

Racikan LA4 Indikasi

Dosis

Kontraindikasi

Efek samping

Interaksi obat
Tizanidar Indikasi

Dosis

Kontraindikasi

Efek samping

Interaksi obat

DAFTAR PUSTAKA

Gnerre, P, Casati C, Frualdo M., Cavalleri M, & Guizzetti S. Management of vertigo: From evidence to clinical
practice. Italian Journal of Medicine; 2015. 9(2), 180–192.
Brandt T, & DIeterich M. The dizzy patient: Don’t forget disorders of the central vestibular system. Nature
Reviews Neurology; 2017. 13(6):352–362.DOI:https://doi.org/10.1038/nrneurol.2017.58

Thompson TL, & Amedee R. Vertigo: A review of common peripheral and central vestibular disorders. Ochsner
Journal; 2009. 9(1), 20–26. Avalaible from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC30962 43/

Damayanti R, Welly Dafif M, Nandar Kurniawan S, Munir B, & Afif Z. Dandy-Walker Variant (DWV) in 70
years old woman with disequilibrium and central vertigo : A case report. JPHV (Journal of Pain, Vertigo and
Headache); 2020. 1(1):4–9. DOI: https://doi.org/10.21776/ub.jphv.2020.001.01.2.

Sunitha M, Asokan L, & Sambandan AP. Vertigo: Incidences, diagnosis and its relations with hearing loss.
Indian Journal of Otolaryngology and Head and Neck Surgery; 2019. 71:1282–1286. DOI:
https://doi.org/10.1007/s12070-018-1315-6

Priyono, A. H., & Nusadewiarti, A. (2020). “ Family Medicine Approach sebagai Tatalaksana Benign
Paroxysmal Positional Vertigo ( BPPV ) Kanal Posterior Kanan Komorbid Hipertensi pada Perempuan Usia 49
Tahun : Sebuah Laporan Kasus .” Scientific Medical Journal, 1(2), 1–10.

Zhu, C. T., Zhao, X. Q., Ju, Y., Wang, Y., & Chen, M. M. (2019). Clinical Characteristics and Risk Factors for
the Recurrence of Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Frontiers in Neurology, 10, 1–6.
https://doi.org/10.3389/fneur.2019.01190

Anda mungkin juga menyukai