Anda di halaman 1dari 23

KAIDAH USHUL FIKIH

KAIDAH AMAR KAIDAH NAHI


1. Pengertian 1. Pengertian

 Menurut Bahasa Amar artinya perintah.  Menurut Bahasa Nahi


 Menurut istilah artinya larangan.
 Menurut istilah :
‫َطَلُب اْلِفْع ِل ِم َن اَأْلْعَلى ِإَلى اَأْلْد َنى‬ ‫َطَلُب الَّتْر ِك ِم َن اَألْع لَى ِإلَى ْاَألْد نَى‬
Tuntutan melakukan pekerjaan dari yang Tuntutan meninggalkan perbuatan
lebih tinggi kepada yang lebih rendah dari yang lebih tinggi kepada yang
(kedudukannya). lebih rendah (kedudukannya).

Yang lebih tinggi kedudukannya dalam Yang lebih tinggi kedudukannya


hal ini adalah Alloh Swt. Dan yang lebih dalam hal ini adalah Allah Swt. Dan
rendah kedudukannya adalh manusia yang lebih rendah adalah manusia
(mukallaf). (mukallaf).

 Kesimpulannya, Amar adalah perintah  Kesimpulannya, Nahi adalah


Allah Swt yang harus dilakukan oleh larangan Allah Swt. Yang harus
mukallaf yang mengerjakannya. Perintah ditinggalkan oleh mukallaf.
perintah Allah Swt itu terdapat dalam Larangan larangan Allah Swt.
Alquran dan Alhadist. Itu terdapat Alquran dan
Alhadist.
2. Bentuk Sighat Amar (Lafadz Amar) 2. Bentuk Sighat Nahi (Lafadz Nahi)

Ada beberapa bentuk sighat amar yang Dalam Bahasa Arab bentuk
dirumuskan oleh pakar Bahasa Arab sighat nahi banyak macamnya,
sebagai lafadz yang menunjukkan diantaranya sebagai berikut:
perintah, diantaranya:

a. Fi’il Amar, kata kerja bentuk a. Fi‟il Mudhori‟ yang didahului oleh
perintah, contoh lafadz ‫ َو َأِقيُم وا‬dalam ‫ اَل‬nahi, contohnya lafadz ‫َو اَل َت ْق َر ُبو۟ا‬,
firman Allah: pada firman Allah Swt:

‫َو اَل َت ْق َر ُبو۟ا ٱلِّز َن ٰٓى ۖ ِإَّنُهۥ َك اَن َٰف ِح َش ًة َو َس ٓاَء َس ِبياًل‬
‫َو َأِقيُم وا الَّص اَل َة َو آُتوا الَّز َكاَة َو اْر َك ُعوا َم َع‬
‫الَّراِكِع يَن‬
janganlah karnu mendekati zina,
Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat, Sesungguhnya zina itu adalah suatu
dan ruku‟ lah beserta orang orang yang perbuatan yang keji, dan suatu jalan
ruku‟ (QS. Albaqarah (2):43) yang buruk. (QS. Al-Isra [17]: 32)

b. Fi‟il Mudhori‟ yang didahului oleh “‫”ل‬ b. Fi‟il Mudhori‟ yang didahului oleh ‫اَل‬
Amar, contoh lafadz ‫ َو ْلَتُك ْن‬pada firman nafi, contohnya lafadz ‫اَّل َيَم ُّسٗه‬pada
firman Allah Swt:
Allah:
‫َو ْلَتُك ْن ِّم ْنُك ْم ُاَّم ٌة َّيْدُع ْو َن ِاَلى اْل ٰۤلَخْيِر َو َيْأُم ُرْو َن ِباْلَم ْع ُرْو ِف‬
‫َو َيْنَهْو َن َع ِن اْلُم ْنَك ِۗر َو ُاو ِٕىَك ُهُم اْلُم ْفِلُحْو َن‬
Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada ‫اَّل َيَم ُّس ۤٗه ِااَّل اۡل ُم َطَّهُر ۡو َؕن‬
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan
Tidak menyentuhnya kecuali orang-
mencegah dari yang munkar, merekalah
orang yang disucikan.(QS. Al-
orang-orang yang beruntung.(QS. Ali-
Waqi'ah [56]: 79)
Imran [3]: 104)
c. Lafadz-lafadz yang memberi
c. Isim Fi‟il Amar, contoh lafadz ‫َع َلْيُك ْم َأنُفَس ُك ْم‬ pengertian haram/ perintah
Allah meninggalkan sesuai perbuatan,
‫َاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا َع َلْيُك ْم َاْنُفَس ُك ْۚم اَل َيُضُّر ُك ْم َّم ْن َض َّل ِاَذ ا‬ contohnya lafadz ‫ ُحِّر َم ْت‬pada
‫اْهَتَد ْيُتْۗم ِاَلى ِهّٰللا َم ْر ِج ُع ُك ْم َجِم ْيًعا َفُيَنِّبُئُك ْم ِبَم ا ُكْنُتْم‬ firman Allah Swt:
‫َتْع َم ُلْو َن‬ ‫ُحِّر َم ْت َع َلْيُك ْم ُاَّم ٰه ُتُك ْم‬
Wahai orang-orang yang beriman, Diharamkan atas kamu (mengawini)
jagalah dirimu! Orang yang sesat itu tidak ibu-ibumu
akan memberimu mudarat apabila kamu
telah mendapat petunjuk. Hanya kepada
Allah kamu kembali semuanya, lalu Dia
akan menerangkan kepadamu apa yang
selama ini kamu kerjakan. (QS. Al-Maidah
[5]: 105)

d. Masdar penggati fi‟il, contoh


lafadz ‫ ِإْح َس اًن‬dalam firman Allah:

‫َو ِباْلَو اِلَد ْيِن ِإْح َس اًن‬

Dan berbuat baiklah pada ibu bapakmu


dengan sebaik-baiknya. (QS. Al-Isra
[17]:23)
e. Kalam Khabar bermakna berita, contoh
firman Alloh Swt:

‫َو اْلُم َطَّلَقُت َيَتَر َّبْص َن ِبَأنُفِس ِهَّن َثَلَثَة ُقُروء‬

Wanita-wanita yang ditalak handaklah


menahan diri (menunggu) tiga kali quru'
(QS. Al-Baqarah [2]: 228)

f. Lafadz-lafadz yang bermakna perintah


, contoh pada firman Allah Swt:
‫َيَتَأُّيَه ا اَّل ِذ يَن َء اَم ُن وا ُك ِتَب َع َلْيُك ُم الِّص َياُم َك َم ا ُك ِتَب‬
‫َع َلى اَّلِذ يَن ِم ن َقْبِلُك ْم َلَع َّلُك ْم َتَّتُقون‬

Hai orang-orang yang beriman,


diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-
orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa. (QS. Al-Baqarah [2]:183)
3. Kaidah Amar 3. Kaidah Nahi

Kaidah-kaidah amar yaitu ketentuan-ketentuan Kaidah yang berhubungan dengan nahi


yang dipakai para mujtahid dalam meng istimbat (larangan) ada empat, yaitu sebagai berikut:
kan hukum. Ulama ushul merumuskan kaidah-
kaidah amar dalam lima bentuk, yaitu :

Kaidah Pertama : Kaidah Pertama:


‫اَأْلْص ُل ِفي الَّنْهِي ِللَّتْح ِريِم‬
‫اَأْلْص ُل ِفي اَأْلْمِر ِلْلُوُج ْو ِب َو اَل َتُد ُّل َع َلى َغ ْيِر ِه ِإاَّل ِبَقِريَنٍة‬
Pada dasarnya larangan itu untuk
Artinya: Pada dasarnya amr (perintah) itu mengharamkan (sesuatu perbuatan yang
menunjukkkan kepada wajib dan tidak menujukkan dilarang).
kepada selain wajib kecuali dengan qarinah.

a. Karahah artinya makruh, seperti


a. Nadb artinya anjuran (sunnah), seperti
sabda Nabi Muhammad Saw:
firman Allah Swt:
‫َفَك اِتُبْو ُهْم ِاْن َع ِلْم ُتْم ِفْيِهْم َخ ْيًر‬ ‫ا تَص ُّلوا في مباِرِك اإلِبِل‬
hendaklah kamu buat Perjanjian dengan Dan janganlah kamu shalat di
mereka, jika kamu mengetahui ada kebaik kandang unta. (HR. Ahmad dan
an pada mereka (QS. An-Nur [24]:33) Turmudzi)

b. Tahqir artinya meremehkan, seperti


b. Irsyad artinya membimbing atau
firman Allah Swt:
memberi petunjuk seperti firman Allah
‫ا َتُم َّدَّن َع ْيَنْيَك ِاٰل ى َم ا َم َّتْعَنا ِبٖٓه َاْز َو اًجا ِّم ْنُهْم‬
Swt: Janganlah sekali-kali kamu Menunjuk
‫ٰٓل‬
‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا ِاَذ ا َتَداَيْنُتْم ِبَد ْيٍن ِا ى َاَجٍل‬ kan pandanganmu kepada kenikmat
‫ُّمَس ًّمى َفاْكُتُبْو ُه‬ an hidup yang telah Kami berikan
Hai orang-orang yang beriman, apabila kepada beberapa golongan di antara
kamu bermuamalah tidak secara tunai, mereka (orang-orang kafir itu).. (QS.
hendaklah kamu menuliskannya, jika Al-Hijr [15]: 88)
kamu mengetahui ada kebaikan kepada
mereka.(QS. Al-Baqarah [2]: 282)

c. Ibadah artinya boleh dikerjakan dan c. Bayanul aqibah artinya menerangkan


boleh ditinggalkan, seperti firman Allah akibat, seperti firman Allah Swt:
‫ْن‬ ‫ۤا‬
‫ِ َو اَل َتْح َسَبَّن اَّلِذ ْيَن ُقِتُلْو ا ِفْي َس ِبْيِل ِهّٰللا َاْم َو اًتۗا َبْل ْح َي ٌء ِع َد‬
‫َا‬
Swt :
‫َر ِّبِه ْم ُيْر َز ُقْو َۙن‬
‫َو ُك ُلْو ا َو اْش َر ُبْو ا َح ّٰت ى َيَتَبَّيَن َلُك ُم اْلَخْيُط اَاْلْبَيُض ِم َن‬
‫اْلَخْيِط اَاْلْس َوِد ِم َن اْلَفْج ِر‬ Janganlah kamu mengira bahwa
Dan Makan minumlah hingga terang orang-orang yang gugur di jalan
bagimu benang putih dari benang hitam, Allah itu mati; bahkan mereka itu
yaitu fajar (QS. Al-Baqarah[2]:187) hidup [248] disisi Tuhannya
dengan mendapat rezki. (QS. Ali
Imran [3]: 169)

d. Tahdid artinya mengancam, atau d. Irsyad artinya petunjuk, seperti


menghardik, seperti firman Allah Swt: firman Allah Swt:
‫ِاْع َم ُلْو ا َم ا ِش ْئُتم‬ ‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا اَل َتْس َٔـُلْو ا َع ْن َاْش َيۤا َء ِاْن ُتْبَد َلُك ْم‬
Perbuatlah apa yang kamu kehendaki ‫َتُس ْؤ ُك ْۚم‬
(QS. Fushilat [41]: 40) Janganlah kamu menanyakan
(kepada Nabimu) hal-hal yang jika
dijelaskan kepadamu akan
j. Takwin artinya penciptaan, seperti firman
Allah Swt:
‫ُك ْن َفَيُك ْو ن‬
"Jadilah!" Maka terjadilah ia. (QS. Yasin
[36]: 82)

k. Tafwidh artinya penyerahan, seperti


firman Allah Swt:
‫َفاْقِض َم ٓا َاْنَت َقاٍض‬
Maka putuskanlah apa yang hendak kamu
putuskan. (QS. Thoha [20]: 72)

l. Imtinan artinya menyebut nikmat,


seperti firman Allah Swt:

‫َفُك ُلْو ا ِمَّم ا َر َز َقُك ُم ُهّٰللا َح ٰل اًل َطِّيًبۖا َّواْشُك ُرْو ا ِنْع َم َت ِهّٰللا ِاْن ُكْنُتْم ِاَّياُه‬

‫َتْعُبُد ْو ن‬
Maka makanlah yang halal lagi baik dari
rezki yang telah diberikan Allah kepada
mu: dan syukurilah nikmat Allah, jika
kamu hanya kepada-Nya saja
menyembah. (QS. An-Nahl [16]: 114)

m. Ikram artinya memuliakan, seperti


firman Allah Swt:
‫ُاْدُخ ُلْو َها ِبَس ٰل ٍم ٰا ِمِنْين‬
Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera
lagi aman." (QS. Al- Hijr [46): 46)

n. Do’ a artinya berdo’a atau memohon,


seperti firman Allah Swt:
‫َوِم ْنُهْم َّم ْن َّيُقْو ُل َر َّبَنٓا ٰا ِتَنا ِفى الُّد ْنَيا َحَس َنًة َّو ِفى‬
‫اٰاْل ِخَر ِة َح َس َنًة َّو ِقَنا َع َذ اَب الَّنار‬
Dan di antara mereka ada orang yang
bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah
Kami
kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat
dan peliharalah Kami dari siksa neraka".
(QS. Al-Baqarah [2]: 201)

Kaidah Kedua
‫الَّنْهُي َع ِن الَّش ْي َأْم ُر ِبِض ِّد ِه‬
Kaidah Kedua
‫اَأْلْم ُر َبْعَد الَّنْه ي ُيِفيُد اِإل َباَح ة‬ “Larangan terhadap sesuatu berarti perintah
akan kebalikannya.”
”Amr atau perintah terhadap sesuatu berarti
larangan akan kebalikannya.”

Contoh: contoh:
‫لُعسفو[ ُ ُال ُكلَاَل ل‬: ]36 ‫ال ُتْش ِرْك ِباِهلل‬
”Dan Sembahlahlah Allah…” (Q.S. an-Nisa: 36) "Janganlah kamu mempersekutukan Allah"

Kaidah Ketiga
Kaidah Ketiga Maksud kaidah ini adalah bahwa suatu
larangan itu bersifat kelanjutan. Larangan itu
‫اَأْلْص ُل ِفي اَأْلْم ِراَل َيْقَتِض ي الَفْو ًرا‬ harus ditinggalkan untuk selama- lamanya.
“Perintah itu pada dasarnya tidak menunjukkan Contoh firman Allah Swt.:
kepada kesegeraan”.
‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا اَل َتْقَر ُبوا الَّص ٰل وَة َو َاْنُتْم ُس َك اٰر ى‬
Contoh:
‫َو اَّتُقْو ا َيْو ًم ا اَّل َتْج ِز ْي َنْفٌس َع ْن َّنْفٍس َش ْئًـا َّو اَل ُيْقَبُل‬ Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu shalat, sedang kamu dalam Keadaan
”Berlomba-lombalah kamu dalam mengejar mabuk. (QS. An-Nisa' [4]: 43)
kebaikan…” (Q.S. al-Baqarah: 148)

Kaidah Keempat
Kaidah Keempat
Contoh:
Contoh; firman Allah SWT:
‫ِم ْن ُك ِّل َفٍّج َع ِم ْيٍۙق‬ ‫َو ِاْذ َقاَل ُلْقٰم ُن اِل ْبِنٖه َو ُهَو َيِع ُظٗه ٰي ُبَنَّي اَل ُتْش ِرْك ِباِۗهّٰلل ِاَّن الِّش ْر َك‬
”Dan berserulah kepada manusia untuk ‫َلُظْلٌم َع ِظ ْيٌم‬
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata
mengerjakan haji”(Q.S.Al-Hajj:27)
kepada anaknya, di waktu ia memberi
pelajaran kepadanya: "Hai anakku,
janganlah kamu mempersekutukan Allah,
Sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar".
(QS. Luqman [31]: 13)

Kaidah Kelima

‫اَأْلْم ُر ِبالَّشْيِء َأْم ُر ِبَو َساِبِلِه‬


“Perintah sesudah larangan berarti
diperbolehkan mengerjakan kebalikannya”
Contoh:
‫َو َاِتُّم وا اْلَح َّج َو اْلُع ْمَر َة ِۗهّٰلِل‬
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah
karena Allah.” (Q.S. al-Baqarah: 196)

KAIDAH ‘AM KAIDAH KHAS


1. Pengertian 1. Pengertian
a). Menurut Bahasa : „am artinya a).Menurut Bahasa : khaash artinya
umum, merata, dan menyeluruh. tertentu.
Sedangkan b).Menurut Istilah : Ushul Fikih
b). Menurut Istilah : khaash Abdul Wahab Khallaf
‫العام هو اللفظ الُم سَتعرف الجميع ما ُيْص ِلْح َلُه ِبَح َسِب َو َض َع َو اِح د‬ misalnya menyebutkan:
al-„am adalah lafadz yang menunjukan ‫الخاصُهَو اللفظ اْلَمْوُضوُع ِلَمْعَنى َواِحٍد َمْعُلوٍم َعَلىَسِبْيِل اِإْلْنِفَراِر‬
kepada pengertian dimana didalamnya “al-khas ialah suatu lafal yang
tercakup sejumlah objek atau satuan digunakan untuk menunjukan
yang banyak pengertian pada suatu satuan objek
tertentu saja”.

2. Bentuk-bentuk 2. Bentuk-bentuk
a. Lafadz ُ‫ نك‬dan ‫ ًاعيمج‬seperti pada firman a. Lafadz khaash berbentuk
Allah Swt.: muthlaq,
yaitu lafadz khash yang tidak
‫ْل‬‫ا‬ ‫ُة‬
‫ٍس ِئ َم ْو ِت‬‫َق‬ ‫ا‬ ‫َذ‬ ‫ْف‬‫َن‬ ‫ُّل‬ ‫ُك‬ ditentukan dengan sesuatu.
Contohnya; hukuman bagi pelaku
merasakan akan berjiwa yang Tiap-tiap zina muhshan yaitu 100 kali dera,
.185) [3]: Imran Ali (QS. mati maka sanksi hukuman tersebut tidak
boleh kurang atau lebih dari 100 kali
dera.

b. Lafadz mufrad yang dima'rifatkan b. Lafadz khaash berbentuk


oleh yang menunjukkan jenis‫اينازعا‬ khaash (muqayyad) yang
seperti pada firman Allah Swt. berikut ini: ditentukan Apabila lafadzh
khaash yang muthlaq itu ditemukan
‫لَّز اِنَيُة َو الَّز اِني َفاْج ِلُدوا ُكَّل َو ِحٍد ِّمْنُهَما ِم اَئَة َج ْلَدٍة‬ berada dalam nash lain dan
diterangkan secara muqayyad,
Perempuan yang berzina dan laki-laki sedangkan topik dan sebab
yang berzina, Maka deralah tiap-tiap pembicaraannya sama, maka semua
hukumnya harus ikut sama.
seorang dari keduanya seratus dali dera. (QS. An- Contohnya; keharaman darah, di
Nur [24]: 2) dalam QS. Al-Maidah ayat 3,
ditentukan oleh lafadz „am darah
yang mengalir atau yang membeku
(semua darah) hukumnya haram.
Namun dalam QS Al-An‟am ayat
145, ditentukan lafadz muqayyad
darah yang haram itu hanya darah
yang mengalir saja.

c. Lafadz jama yang dima'rifatkan c. Lafadz khaash berbentuk amar


(perintah).
dengan yang menunjukkan jenis ُْ ‫مُ ًَُّلط‬
‫مي ا‬, seperti pada firman Allah Swt. ‫َو الَّساِرُق َو الَّساِرَقُة َفاْقَطُعوا َأْيِدَيُهَم ا‬
sebagai berikut:
Laki-laki yang mencuri dan
perempuan yang mencuri, potonglah
‫َو اْل ُمَط َّلْق ُت َيَتَر َّبْص َن ِبَأ نُف ِس ِهَّن َثَلَثَة ُق ُروء‬. h ‫العَيلوا‬ tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka
andaklah ditalak yang Wanita-wanitaٍ kerjakan (QS. Al- Maidah [5]: 38)
quru' kali tiga (menunggu) diri menahan
.228) (2): Al-Baqarah (QS Maksudnya apabila lafadz khaash
berbentuk amar atau yang
mengandung arti amar, hukumnya
wajib.

d. Lafadz khaash berbentuk nahi


d. Lafadz mufrad dan jama yang
dima'rifatkan dengan idhafah ِْ ًِ ‫مي ¸ز‬ (larangan),
‫وال َتنِكُحوا اْلُم ْش ِرَكاِت َح َّتى ُيْؤ ِم ُن‬
‫ هلال‬seperti pada firman Allah Swt.:
Dan janganlah kamu menikahi
‫َو اْذ ُك ُروا ِنْع َمَت ِهَّللا َع َلْيُك ْم‬ wanita-wanita musyrik, sebelum
mereka beriman. (QS. Al-
Baqarah [2]: 221)
maksudnya adalah jika lafadz
"Dan ingatlah nikmat Allah padamu."(QS. Al-
khaash itu mengandung arti nahi,
Baqarah[2]:231)
hukum yang terkandung di dalamnya
adalah
haram.

e. Isim mausul kata sambung‫ايذلك ايذا ايال‬


‫ ىيإ‬seperti pada firman Allah Swt.:

‫َو اَّل ِذيَن َيْر ُموَن اْل ُمْح َص ْل ِت‬


wanita- menuduh yang orang-orang Dan
[24]: An-Nur (QS. baik-baik. yang wanita
4)

f. Isim istifhan (kalimat tanya) meliputi


: ‫ اج اك اإل نلك‬seperti pada firman Allah
Swt.:
‫منى َنْص ُر ِهَّللا َأاَل ِإْن َنْص َر ِهَّللا َقِريٌب‬

"Bilakah datangnya pertolongan Allah?"


Ingatlah, Sesungguh Allah itu amat dekat.
(QS. Al-Baqarah (2): 214)

g. Isim nakiroh sesudah ‫ ال‬nafi, seperti


pada sabda Nabi Muhammad Saw:

.‫األهْج َر َة َبْعَد الفتح‬

Tidak ada hijrah setelah penaklukan


(Mekkah)
h. Lafadz-lafadz yang meliputi: ‫ايْش م‬
‫ ايجْام ةجاا ْئجس نجاا‬yang artinya semua,
seperti pada sabda Nabi Muhammad Saw..

‫َاال( ةلمتةاف لعلفوص ُنِّل َلَتفا نم لعيلفل نليل َف‬

‫" لعْلَفا انسِّل‬Hai para pemuda, barangsiapa


diantara kamu mampu untuk menikah,
maka hendaklah menikah." (HR. Bukhari
dan Muslim)
3. Kaidah-kaidah 3. Menganalisis Kebolehan
Mentakhsish Lafadz ‘Am
a) Kaidah Pertama a). Masalah kesempurnaan dan
keagungan Allah Swt., seperti pada
firman Allah
Swt.:
‫الُع ُم ْو ُم اَل َيَتَص َّوُر ِفي اَأْلْح َك ِم‬
‫َو َيْبَقى َو ْج ُه َر ِّبَك ُذ و اْلَج اَل ِل َو اِإل ْك َر اِم‬
Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang
“Keumuman itu tidak menggambarkan mempunyai kebesaran dan
suatu hukum.” kemuliaan.
Maksudnya kaidah ini lafadz „am itu (QS. Ar-Rahman [55]: 27)
masih global, masih bersifat umum
dan belum menunjukkan ketentuan
hukum yang jelas dan pasti. Contoh,
pada
firman Allah Swt.:
َِّ ‫ك ُلل‬

Dan tidak ada suatu binatang melata


pun di bumi melainkan Allah-lah yang
memberi rezkinya, dan Dia
mengetahui tempat berdiam binatang
itu dan
tempat penyimpanannya. semuanya
tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh
Mahfuzh). (QS. Hud [11]: 6)

b) Kaidah Kedua b). Haramnya menikah dengan


‫الَم ْفُهوُم َلُه ُع ُم وٌم‬ ibu kandung ataupun ibu
rodho’ah (susuan),
“Makna tersirat (mafhum) itu seperti pada firman Allah Swt.:
mempunyai bentuk umum.” : ‫َو اَل َتنِكُحوا َم ا َنَك َح آَباُؤ ُك م ِّم َن الِّنَس اِء ِإاَّل َم ا َقْد َس َلَف‬
Maksud kaidah ini adalah makna ‫ِإَّنُه َك اَن َفِح َش ًة َوَم ْقًتا َو َس اَء َس ِبياًل‬
tersirat (mafhum) dari sebuah kalimat Dan janganlah kamu kawini wanita-
menyimpan arti umum (belum jelas wanita yang telah dikawini oleh
dan pasti). Contoh pada firman Allah ayahmu,
Swt.: terkecuali pada masa yang telah
lampau. Sesungguhnya perbuatan itu
Amat
keji dan dibenci Allah dan seburuk-
Maka sekali-kali janganlah kamu buruk jalan (yang ditempuh). (QS.
mengatakan kepada keduanya An-
Perkataan "ah" dan janganlah kamu Nisa‟ [4]: 22)
membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka
Perkataan yang mulia. (QS. Al-Isro‟
[17]: 23)

c. Kaidah Ke Tiga c). Setiap yang bernyawa


‫الُم َخاِط ُب َيْدُخ ُل ِفي ُع ُم ْو ٍم ِخ َطاٍب‬ (makhluk) pasti akan mati, seperti
pada firman Allah
“Orang yang memerintahkan sesuatu Swt.:
maka ia termasuk di dalam perintah ‫ُك ُّل َنْفٍس َذ اِئَقُة اْلَم ْو ِت‬
tersebut.” Tiap-tiap yang berjiwa akan
Kaidah ini dapat dipahami bahwa merasakan mati. (QS. Ali Imran[3]:138)
hukum yang berlaku orang yang
memerintah dan juga berlaku bagi
orang yang diperintah, kecuali dalam
hal ini
tidak berlaku bagi Allah Swt.
Contohnya adalah seorang guru
memerintahkan peserta didiknya untuk
tidak datang terlambat atau tepat
waktu. Berdasarkan
kaidah ini guru juga harus datang tepat
waktu.

d. Kaidah Ke Empat d). Allah Swt. selalu menjamin


‫الِع ْبَر ُة ِبُع ُم ْو ِم الَّلْفِظ اَل ِبُخ ُصوِص الَّس َبِب‬ rezeki makhluq-Nya, seperti pada
firman Allah
“Pelajarandiambil Swt.:
berdasarkan keumuman lafadz ‫َو َم ا ِم ن َد اَّبٍة ِفي اَأْلْر ِض ِإاَّل َع َلى ِهَّللا ِر ْز ُقَها َو َيْع َلُم‬
bukan karena kekhususan ‫ُم ْسَتَقَّرَها َوُم ْسَتْو َدَع َها ُك ٌّل ِفي ِكَتٍب ُّم ِبين‬
sebab.” Dan tidak ada suatu binatang melata
pun di bumi melainkan Allah-lah
Contoh sabda Nabi Muhammd Saw.: yang
memberi rezkinya, dan Dia
mengetahui tempat berdiam
Dari Abu Hurairah ra. Dia berkata: binatang itu dan
Rasulullah Saw. bersabda tentang laut tempat penyimpanannya. semuanya
(hukumnya): airnya suci dan tertulis dalam kitab yang nyata
mensucikan, serta bangkainya halal. (Lauh
Mahfuzh). (QS. Hud [11]: 6)

e). Allah Swt. Penguasa alam


semesta ini baik yang ada di langit
maupun di bumi,
seperti pada firman Allah Swt.:
‫ن كصُ َك ي ف‬
‫ةي‬
‫ا ُا ُنف نع وس َ ُي َ ُق يا‬
‫ةي‬
'‫ا ُ نف ي‬
‫ل ّو‬
apa segala Allah-lah Kepunyaan ‫لي‬
ada yang apa dan langit di ada yang
di
bumi. (QS. Al-Baqarah [2]: 284)
KAIDAH MUJMAL KAIDAH MUBAYYAN
1. Pengertian 1) Pengertian
a) Menurut bahasa a) Menurut bahasa
Menurut bahasa mujmal artinya global atau Menurut bahasa mubayyan artinya
terperinci. penjelasan
b) Menurut istilah
b) Menurut istilah
Sedangkan menurut istilah
‫الَبَياُن ِإْخ َر اُج الَّش ْي ِء ِم ْن َح َّيِز اِإل ْش َكاِل ِإَلى َح ْيِز الَّتَج ِّلي‬

‫اْلُم ْج َم ُل ُهَو الَّلْفُظ اَّلِذ ي ال يفهُم اْلَم ْعَنى اْلُمَر اُد ِم ْنُه ِإاَّل‬ ‫الَبَياُن ِإْخ َر اُج الَّش ْي ِء ِم ْن َح َّيِز اِإل ْش َكاِل ِإَلى َح ْيِز‬
‫ِبِإْس ِتْفَس اِر ِم َن اْلُج َم ال‬ ‫الَّتَج ِّلي‬

Mujmal adalah lafadz yang belum jelas Bayan adalah mengeluarkan sesuatu
artinya yang tidak dapat menunjukkan arti dari tempat yang sulit ke tempat yang
yang sesungguhnya jia tidak ada keterangan jelas.
lain yang menentukannya. Dengan demikian arti mubayyan
menurut istilah adalah suatu lafadz
yang jelas maksudnya tanpa
memerlukan penjelasan.

c) Contoh lafadz mubayyan


c) Contoh lafad yang mujmal
‫أصًه ًو صهىاكمارٌأتمى‬
‫َو اْلُم َطَّلَقاُت َيَتَر َّبْص َن ِبَأنُفِس ِهَّن َثَلَثَة ُقُروٍء‬
“Sholatlah kamu sebagaimana kamu
melihat aku menjalankan sholat.”(H.R .
Wanita-wanita yang ditalak handaklah
Bukhari)
menahan diri (menunggu) tiga kali quru'.
(QS. Al-Baqarah [2]: 228)

2) Sebab-Sebab Adanya Mujmal 2) Macam-Macam Bayan Bayan itu ada


bermacam-macam, diantaranya sebagai
berikut:
a. Kata-kata tunggal, contoh:
1) Isim : kata ‫ فروء‬dengan pengertian suci atau datang a. Bayan dengan perkataan
bulan Maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan
tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali.
2) Fi'il: kata kerja ‫ قال‬dengan pengertian berkata atau
tidur siang. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. (QS. Al-
Baqarah [2]: 196)
3) Huruf : huruf yang menunjukkan huruf athaf Lafadz tujuh dalam bahasa Arab sering ditujukan
dengan menggunakan arti lain. Untuk menjelaskan
4) Huruf:huruf ‫ الى‬yang menunjukkan ghayah atau ‫مع‬
berarti beserta tujuh yang betul-betul tujuh, Allah Swt. mengiringi
dengan kalimat tujuh yang sempurna yaitu tujuh
ditambah tiga berjumlah sepuluh yang sempurna.
b. Susunan kata-kata (jumlah atau tarkib)
b. Bayan dengan Perbuatan Sebagaimana sabda
‫ ُع ْقَد ُة الِّنَكاِح‬،‫َأن َيْع ُفوَن َأْو َيْع ُفوا اَّلِذ ي ِبَيِدِه‬ Nabi Muhammad Saw:
‫َع ْن َم اِلِك ْبِن اْلُح َو ْيِرِث‬
Memaafkan atau dima'afkan oleh orang yang memegang
‫ َقاَل َر ُسوُل اللِه صلى الله عليه‬: ‫َرِض َي الَّلُه َع ْنُه َقاَل‬
ikatan nikah. (QS. Al-Baqarah [2]: 237)
‫ " َص ُّلوا َك َم ا َر َأْيُتُم ْو ِني ُأَص ِّلي‬:‫ وسلم‬.
Dari Ibnu Malik
Ibnu Huwairits ra. Berkata: Rasulullah
1) Termasuk mujmal ialah lafadz-lafadz yang pengertian
bahasa dipindahkan oleh syari' dari pengertian aslinya Saw, bersabda: shalatlah kamu
kepada pengertian-pengertian sebagaimana kamu melihat aku sedang
shalat (seperti shalatku). Cara shalat ini
khusus menurut istilah syara'. dijelaskan dengan perbuatan oleh Nabi
Muhammad Saw, yaitu beliau
2) Apabila di dalam nash syara' terdapt lafadz diantara
lafadz-lafadz tersebut di atas, lafadz itu mujmal (global) mengerjakan sebagaimana cara beliau
pengertiannya, sampai ada penafsiran terhadap lafadz itu menerjakan, sambil menyuruh orang
oleh syari sendiri. untuk menirukannya.

3) shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku


c. Bayan dengan Isyarat Sebagaimana penjelasan
sedang shalat (seperti shalatku)
Nabi Muhammad Saw. tentang jumlah hari
ِ
dalam satu bulan dengan mengangkat jari
beliau. Sabda Nabi Muhammad Saw.:
‫الَّشْهُر َهَك َذ ا َو َهَك َذ ا َيْع ِني‬
‫ِثيَن‬‫ال‬‫َث‬ ‫ًة‬ ‫َّر‬ ‫ْش‬ ‫ًة‬
‫َم َّر ًة ِت َع َو ِع ِريَن َو َم‬
‫ْس‬
Penjelasan ini diberikan kepada sahabat dengan
mengangkat kesepuluh jari beliau tiga kali, yaitu 30
hari. Mengulanginya sambil membenamkan ibu
jarinya pada kali terakhir. Maksudnya bahwa bulan
Hijriyah itu kadang- kadang 30 hari atau 29 hari

d. Bayan dengan Meninggalkan Sesuatu.


Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw. sebagai
berikut:
‫كاَن آِخ ُر َألْمَر ْيِن ِم ْنُه صلى الله عليه وسلم َعَد ُم اْلُو ُضوِء ِمَّم ا َم َسِت‬
)‫الَّناِر (رواه ابن حبان‬
Adalah akhir dua perkara
pada Nabi Muhammad Saw. tidak berwudhu karena
makan
apa yang dipanaskan oleh api
(HR. Ibnu Hibban)
Hadis ini sebagai penjelasan yang menyatakan
bahwa Nabi Muhammad Saw.
tidak berwudhu lagi setiap selesai makan daging
yang dimasak.

e. Bayan dengan Diam.


Seperti kisah 'Uwaimir al-'Ajalani ketika bertanya
kepada Rasulullah Saw. tentang isterinya yang
selingkuh, maka RasulullahSaw. Diam tidak
memberikan jawaban perihal tersebut. Hal ini
menunjukkar 202/266 Setelah itu turunlah ayat
tentang li'an, kemudian Nabi Mu bersabda:
‫َقْد ُأنِزَل ِفيَك َو ِفي َص اِحَبِتَك ُقْر آٌن َو اَل َع ْن َبْيَنُهَم ا (رواه أبو داود‬
)‫والنساني‬
Sesungguhnya telah diturunkan (ayat) al-Qur'an
tentang kamu dan isterimu, dan Nabi menjalankan
li'an diantara keduanya. (HR. Bukhari dan Muslim)

KAIDAH MURADIF KAIDAH MUSYTARAK

1. Pengertian 1. Pengertian
‫اًْياا ةو يلفل اًيليبا ا يًليإل يواوبا‬ ‫اًيشاْل اكا يفل اواًل ايإل اك اًييجزا اًيتللْف اا‬
‫اك االًئجا ةإل فلتخ اًييجزإ‬
a) Secara Bahasa : lafadz yang bermacam – ‫اًئج‬
macam dengan arti yang sama
a) Secara Istilah : Musytarak adalah setiap
b) Secara istilah : lafadznya banyak, lafadz yang mempunyai arti berbeda-
sedangkan artinya sama atau satu beda dari beberapa arti yang berbeda
( sinonim ) atau nama-nama yang berbeda-beda dari
beberapa nama yang berbeda artinya
Contoh :
Lafadz ‫ اللَو ل‬dan ‫لعل'ما‬, singa artinya
b) Secara Bahasa : Musytarak adalah
Lafadz ‫ لعَُفم‬dan ‫ لعويك‬, gandum artinya satu lafadz yang mempunyai dua arti
Lafadz ‫ لعيل 'َل‬dan ‫اللَو تِف‬ atau lebih,
seperti:
Contoh:

2. Hukum Lafadz Muradif 2. Hukum Lafadz Musytarak

Ulama berbeda pendapat, apakah dua lafad atau lebih Jumhur ulama termasuk Imam Syafi‟i, Kadi Abu
yang bersamaan arti boleh digunakan keduanya dalam Bakar dan Abu Ali al-Juba‟i berpendapat:
pemakaian atau tidak. Menurut pendapat yang terkuat:

Menempatkan dua muradif pada tempat yang lain Penggunaan musytarak menurut makna yang
itu diperbolehkan apabila ada ketetapan syara’. dikehendaki ataupun untuk beberapa
maknanya diperbolehkan

Seperti lafadz “sujud” artinya bisa meletakkan


Perbedaan pendapat tentang muradif lafadz yang
kepala ke tanah dan sujud pun diartikan inqiyad
hanya dalam bacaan selain al-Qur‟an, seperti bacaan- (kepatuhan), seperti firman Allah Swt.:
bacaan dalam shalat dan do‟a serta lainnya. Imam
Malik berpendapat, tidak boleh membaca takbir
kecuali dengan lafadz Allahu Akbar. Namun, Imam
Syafi‟i dan Abu Hanifah membolehkan takbir Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan
tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah
dengan lafadz yang semakna dengan lafadz Allohu
(dengan mengatakan): "Janganlah kamu
Akbar, seperti Wallahu Akbar, Allahu A‟dzam atau memperserikatkan sesuatupun dengan aku dan
sucikanlah rumahKu ini bagi orang-orang yang
Allahu A‟la dan Allahu Ajall. Jadi, adanya
thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan
perbedaan ini, apakah kita beribadah itu dengan orang-orang yang ruku' dan sujud. (QS. Al-
Hajj [22]: 26)
lafadz atau dengan
maknanya.
KAIDAH MUTLAQ KAIDAH MUQAYYAD
1. Pengertian Mutlaq 1. Pengertian Muqayyad

Mutlaq adalah lafadz yang menunjukkan arti yang


Muqayyad adalah lafadz yang menunjukkan
sebenar-benarnya dengan tidak dibatasi oleh
satu diri atau diri-diri mana saja (dalam
sesuatu hal yang lain.
jenisnya) dengan pembatas berbentuk lafadz
Contoh :
yang berdiri sendiri.

“Barangsiapa membunuh seorang mukmin karena


tersalah (hendaklah) ia Contoh lafadz pada ayat
tersebut menunjukkan kata muqayyad, yaitu
kata budak
memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman. dalam ayat tersebut tidak lagi bersifat mutlaq
(QS. An-Nisa‟ [4]:92)” karena sudah dibatasi(diqoyyidi) dengan
Lafadz pada ayat di atas menunjukkan kata kata mukminah
mutlaq. Artinya, mencakup budak secara mutlaq.
Tidak terbatas satu atau lebih dan tidak dibatasi
mukminah atau bukan mukminah.
2. Hukum Mutlaq 2. Hukum Muqayyad

Lafadz muqayyad tetap dihukumi muqayyad


Hukum mutlaq ditetapkan sebelum ada bukti yang memuthlaqkan.
berdasarkan kemutlaqannya sebelum
ada dalil yang membatasinya.
Lafadz mutlaq yang sudah dibatasi menjadi muqayyad
3. Ketentuan Mutlaq dan Muqayyad

a.
Mutlaq itu dibawa ke muqayyad jika sebab
dan hukumnya sama.
Apabila antara mutlaq dan muqayyad sama
dalam materi dan hukum, hukum
mutlaq disandarkan kepada muqayyad.
Contoh , seperti firman Allah Swt.:

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai,


darah. (QS. Al-Maidah[5]:4)
Kemudian keharaman makan darah itu
dibatasi oleh darah yang keluar dari tubuh
dan mengalir saja.
b. Kaidah Kedua

Mutlaq itu di bawa ke muqayyad jika


sebabnya berbeda.
Berbeda sebabnya namun sama hukumnya.
Menurut jumhur ulama syafi‟iyah mutlaq di
bawa ke muqayyad.
Sementara untuk kafarat dzihar yaitu
“memerdekakan budak” tanpa dibatasi
mukmin atau tidak, seperti firman Allah Swt.
Dalam Qs. Al-Mujadilah berdasarkan kaidah
ini kafarat dzihar harus memerdekakan budak
yang mukmin. Karena kafarat dzihar tersebut
di atas bersifat mutlaq.
c. Kaidah Ketiga

“Mutlaq itu tidak dibawa ke muqayyad jika


yang berbeda hanya hukumnya.”

Diantara mutlaq dan muqayyad berbeda dalam


hukum tetapi sama dalam
sebab maka mutlaq tidak dapat dibawa kepada
muqayyad. Contohnya seperti
hukum wudhu dan tayammum. Dalam
berwudhu diwajibkan membasuh tangan
sampai mata siku. Akan tetapi, pada
tayammum tidak dijelaskan sampai siku,
sebagaimana yang tersurat dalam surat An-
Nisa‟ ayat 43, “Maka bertayamumlah kamu
dengan tanah yang baik (suci); sapulah
mukamu dan tanganmu.”” Sesungguhnya
Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.
(QS. An- Nisa [4]:43)
Yang terkandung di atas sama yaitu
membasuh
tangan, tetapi hukumnya berbeda, yaitu
membasuh tangan sampai mata siku dalam
wudhu dan menyapu tangan pada tayammum.
Dengan demikian, harus diamalkan
secara masing-masing karena tidak
saling membatasi.
d. Kaidah Keempat

Mutlaq itu tidak dibawa ke muqayyad jika


sebab dan hukumnya berbeda.
Berbeda sebab dan hukumnya. Mutlaq tidak
dapat disandarkan kepada
muqayyad. Masing-masing berdiri sendiri.
Seperti, hukum potong tangan bagi pencuri
laki-laki dan perempuan, sebagaimana
firman Allah Swt. “Laki-laki yang mencuri
dan perempuan yang mencuri, potonglah
tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi
apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Maidah [5]:
38)”
Kewajiban berwudhu salah satunya adalah
membasuh tangan sampai siku
sebagaimana dijelaskan dalam ayat tersebut di
atas termasuk muqayyad. Namun lafadz
potong tangan sebagaimana yang terdapat
dalam surat Al-Maidah ayat 38 itu mutlaq.
Karena itu, sebab dan hukumnya berbeda,
masing-masing ditempatkan pada
posisinya
masing-masing

KAIDAH DHAHIR KAIDAH TAKWIL


1. Pengertian 1. Pengertian
 Menurut bahasa  Menurut bahasa
Menurut bahasa dhahir adalah terang atau Menurut bahasa takwil adalah tafsir
jelas. (penjelasan atau uraian).
 Menurut istilah:
 Menurut istilah adalah:
‫َم ا ِإْح َتَم َل َأْمَر ْيِن َأَح ُدُهَم ا َأْظَهُر ِم َن اَأْلَخ ِر َو اْس ُتْع ِمَل‬
‫ِفْيه‬ ‫الَّتْأِو يُل ُهَو َص ْر ُف الَّلْفِظ َع ْن َظاِهِرِه ِإَلى َم ْعَنى َيْح َتِم ُلُه ِبَد ِلْيٍل‬
Suatu lafadz yang mengandung dua“
kemungkinan arti, salah satu dari keduanya Takwil adalah memalingkan lafad: dari
lebih kuat daripada yang lain dan makna makna dhahir Gelas) kepada yang
”yang lebih kuat itulah yang digunakan mungkin baginya berdasarkan dalil.
.
no contoh Makna Makna Pada asalnya suatu lafadz tidak
yang yang lebih dipalingkan dari makma dhahir.
lebih lemah Menakwilkan atau memalingkannya
kuat dari makna dhahir kepada makna lain
itu tidak sah, kecuali apabila takwil itu
1 ‫َلل‬ Macan Laki-laki
didasarkan dalil syar'i berupa nash,
Pemberani
qiyas atuu prinsip-prinsip unum hukum.
2 َ‫ل‬ Tangan Kekuasaan
Apabila takwil itu tidak didasarkan dalil
syar'i yang sah, tetapi keinginan sendiri,
maka takwil itu tidak sah dan
merupakan tindakan menyalahi hukum
dan nash. Demikian pula takwil yang
bertentangan dengan nash yang sharih
atau takwil kepada arti yang tidak
mungkin darı lafadz merupakan takwil
yang tidak sah.
Contoh Masalah-Masalah yang Dapat
‫َر َأْيُت َأَس ًدا ِفي اْلَم ْس ِج ِد‬ Menerima Takwil
Aku melihat laki-laki pemberani di a. Masalah-masalah yang berhubungan
masjid. dengan akidah tidak dapat menerima
takwil, Ini pendapat golongan
‫َو الَّس َم اَء َبَنْيَناَها ِبَأْيٍد‬ musyabbihah, yaitu mereka yang
dengan bangun kami itu langit Dan menyamakan Tuhan dengan
(kami). kekuasaan makhluk (na'udzu billah)
b. Masalah-masalah yang berhubungan
Suatu lafadz dapat diarahkan pada dengan akidah dapat menerima takwil,
makna yang lemah jika disertai dalil tetapi takwilnya diserahkan kepada
yang memperkuat makna tersebut, Allah Swt., ini mazhab ulama Salaf
c. Masalah-masalah yang berhubungan
dengan akidah dapat menerima takwil.

yaitu berupa qarinah lafdhiyah atau Ini pendapat ulama Khalaf


qarinah akliyah. Seperti lafadz " ‫" َلُل ل‬
pada contoh tersebut di atas diartikan Lafadz ‫ َل ل‬jama dari lafadz yang arti
laki-laki pemberani, karena dhahir adalah tangan.
berdasarkan qarinah lafdhiyah " ‫ةا لعيَس ل‬
Menurut pendapat pertama, bahwa
- macan mustahil berada di masjid. Allah mempunyai tangan seperti tangan
kita, akibat Allah mempunyai Tubuh
(na'udzu billah).
Sedangkan seperti pada contoh " ِ ‫" َُِ ل‬
yang dijadikan dalil untuk Menurut pendapat kedua, yang
memalingkan dari makna aslinya yaitu dimaksud tangan di sini terserah kepada
Allah Swt. dan tidak dapat dijangkau
qarinah akliyah. Karena menurut akal,
oleh akal kita.
mustahil bagi Allah Swt. memiliki
tangan-tangan seperti makhluk. Menurut pendapat ketiga, bahwa tangan
Kemudian lafadz " َُِ ‫ " ل‬diartikan artinya kekuasaan.
makna majaz, yaitu
kekuasaan/kekuatan.

Syarat-Syarat Takwil
a. Takwil harus sesuai dengan
ketentuan bahasa, atau kebiasaan
pemakaiannya atau kebiasaan sahibus
syar'i (Allah Swt. dan Rasul-Nya).
Takwil di luar ketentuan-ketentuan
ini tidak sah.
b. Ada dalil yang menujukkan, bahwa
yang dimaksud dengan lafadz itu
adalah makna (arti) yang ditakwilkan
c. Apabila takwil itu didasarkan kepada
qiyas, maka hendaklah qiyas jali,
bokan qlyas khafi.
Contoh Takwil yang Sah
Diantara takwil yang sah adalah
pengkhususan terhadap yang umum dan
pembatasan terhadap yang mustlaq.

Contoh pertama, seperti firman Allah Swt.:


‫َو َأَح َّل ُهَّللا اْلَبْيَع َو َح َّر َم الِّر بوا‬
beli jual menghalalkan telah Allah Padahal
riba. mengharamkan dan

Menurut dhahir ayat setiap jual beli halal.


Makna dhahir ini ditakwilkan dengan hadis-
hadis yang melarang ditakwil jual beli yang
mengandung kecoh, seseorang menjual

sesuatu yang tidak dimilikinya dan menjual


buah-buahan sebelum jelas matang.

Contoh kedua, seperti firman Allah Swt:


‫ُحِّر َم ْت َع َلْيُكُم اْلَم ْيَتُت َو الَّدُم‬
bangkai, (memakan) bagimu Diharamkan
darah. (QS. Al-Maidah [5]:3)

Menurut dhahir ayat ini menunjukkan,


bahwa memakan darah secara mutlaq
haram.

KAIDAH MANTUQ KAIDAH MAFHUM


1. Pengertian Mantuq 1. Pengertian Mafhum
Mathum adalah: Mathum adalah:

‫المنطوق ُهَو ما َدَك َع َلْيِه الَّلْفِظ في َم َح ِل الُّنْطِق َأي َيُك ْو ُن ُح ْك ًم ا ِلْلَم ْذ ُك ِر‬ ‫النطق محل في ال اللْفُظ َع َلْيِه َدَّل َم ا ُهَو اْلَم ْفُهْو ُم‬
‫َو َح اًل ِم ْن َأْح َوِلِه‬
Mafhum adalah suatu hukum yang diterangkan
Mantuq adalah suatu hukum yang diterangkan oleh oleh suatu lafadz tidak menurut bunyi lafadz
suatu lafadz tidak menurut bunyi lafadz itu sendiri. itu sendiri.

Mantuq adalah suatu lafadz yang kandungan Mafhum adalah suatu lafadz yang kandungan
hukumnya dipahami dari apa yang diucapkan hukumnya dipahami dari apa yang terdapat
dibalik arti mantuq-nya.
2. Pembagian Mantuq 2. Pembagian Mafhum
Mantuq terbagi ke dalam dua bagian yaitu: Mafhum dibagi dua:

a. Mantuq nash a. Mafhum Muwafaqah

‫المنطوُق ُهَو َم ااَل َيْح َتِم ُل الَّتْأِويَل‬ ‫ِفيِه َم ْلَفوِظ ًال موافًقا َع ْنُه المسكوت يُك وَن َح ْيُث اْلُمَو اَفَقُة الَم ْفُهوُم‬

Mantug adalah dalil yang tidak menerima takwil Mafhum muwafaqah adalah mafhum yang
apabila hukum-hukum yang tidak disebutkan
Mantuq nash adalah lafadz-lafadz yang artinya sudah dalam lafadz itu cocok atau sesuai dengan yang
pasti dan jelas. Tidak ada kesulitan dalam memahami disebutkan dalam lafadz tersebut tidak
dan memberikan arti. Lafadz tersebut tidak mungkin berlawanan.
ditakwikan.
Menetapkan hukum dari makna yang sejalan
atau sesuai dengan makna mantuq-nya (yang
diucapkan). contohnya haramnya memukul
orang tua dan hal-hal yang menyakiti orang
tua.Contoh:
Contohnya,
‫أن َّلُهَم ا َتُقل َفال‬
‫فصيام ثالثة ايام‬

"Maka hendaklah berpuasa tiga hari”

Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan


kepada keduanya Perkataan "ah" (QS. Al-
Isra' [17]:23)

Mafhum muwafaqah dari arti kata "ah"


dalam ayat di atas adalah haram mencaci,
menghina, dan memukul.

Contoh lain, firman Allah Swt. sebagai berikut:

‫الزني َتْقَر ُبوا َو اَل‬

Dan janganlah kamu mendekati zina.(QS.Al-


Isra [17]:32)

Mafhum muwafaqah dari ayat tersebut


adalah haram mendekati zina, diantaranya
adalah berdua-duaan laki-laki dan
perempuan, berpacaran, apalagi melakukan
zina.

Mafhum muwafaqah terbagi menjadi dua


bagian, yaitu:

1) Fahwal khitab, yaitu apabila yang dipahami


lebih utama hukumnya daripada yang
diucapkan. Seperti berkata "ah" saja tidak
boleh lebih-lebih memukul orang tua tidak
boleh hukumya, berdasarkan firman Allah
Swt.:
‫ُأٍف َّلُهَم ا َتُقل َفاَل‬

Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan


kepada keduanya Perkataan "ah" (QS. Al-Isra'
[17]:23)

2) Lahnal khitab, yaitu apabila yang dipahami


sama hukumnya dengan yang diucapkan.
Seperti membakar harta anak yatim tidak boleh
karena sama dengan memakan harta anak yatim,
haram hukumnya. Berdasarkan firman Allah
Swt.:
‫اليتمى أمول َسِع يًرا َو َسَيْص َلْو َن ِإَراَن ُبُطوِنِهْم ِفي َيْأُك ُلوَن ِإَّنَم ا ا‬
‫َيْأُك ُلوَن اَّلِذ يَن ِإَّن ُظْلًم ا‬
Sesungguhnya orang-orang yang memakan
harta anak yatim secara zalim, sebenarnya
mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan
mereka akan masuk ke dalam api yang
menyala-
nyala (neraka). (QS. An-Nisa [4]:10)
b. Mantuq dhahir b. Mafhum mukhalafah
Mathum mukhalafah, terdiri dari berbagai
yaitu: suatu perkataan yang menunjukkan suatu macam, diantaranya adalah:
makna tetapi makna ini bukan yang dimaksud.
1) Mathum dengan sifat, yaitu berlakunya
Kalau ada suatu perkataan dapat dipahami menurut kebalikan, hukum sesuatu disertai dengan sifat
arti yang jelas (dhahir) dan bisa juga diartikan apabila sifat itu tidak menyertainya. Contohnya,
menurut arti yang kurang jelas, makna yang terang seperti firman Allah Swt.:
selama tidak ada alasan untuk meninggalkan makna
tersebut.
Apabila perkataan dhahir tersebut berupa lafadz "am,
ada kemungkinan ditakhsiskan, mutlaq mungkin
ditaqyidkan, apabila mempunyai arti yang hakiki
mungkin yang dimaksudkan adalah arti majazi. Dan Barangsiapa diantara kamu (orang
merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya
untuk mengawini wanita merdeka lagi
beriman, ia boleh mengawini wanita yang
beriman, dari budak-budak yang kamu miliki.
(QS. An-Nisa' [4]: 25)

Mensifatkan budak wanita yang beriman,


mafhumnya haram nikah dengan budak wanita
kafir.

2) Mafhum dengan glavah, yaitu berlakunya


hukum yang disebutkan sampai hatas waktu
tertentu, dan berlaku, kebalikan hukum
setelah batas waktu fecsebut berlalau, Contoh,
seperti firman Allah Swt.

‫سَوِد اَأل اْلَخ ْيِط ِم َن األبيض اْلَخ ْيُط َلُك ْم َيَتَبَّيَن َح َّتى َو اْش َر ُبوا َو ُك ُلوا‬
‫اْلَفْج ِر ِم َن‬

Dan makan minumlah hingga terang


bagimu benang putih dari benang hitam,
yaitu fajur. (QS. Al-Baqarah [2]:187)

Ayat ini menunjukkan boleh makan dan minum


pada waktu malam bulan Ramadhan sampai
terbit fajar, mathumnya haram makan dan
minum setelah terbit fajar.

3) Mafhum dengan syarat, yaitu berlakunya


kebalikan hukum sesuatu yang berkaitan
dengan syarat, apabila syarat itu tidak terdapat
padanya. Contoh, seperti firman Allah Swt.:

‫نَْفًسا ِمْنُه َشْيٍء َعن َلُكْم ِط ْبَن َفِإن ِنْح َلًة َص ُدَقِتِهَّن الِّنَساَء َو اُتوا َّمِرَنا َهِنَيا َفُكُلوُه‬
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita
(yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan
penuh kerelaan, kemudian jika mereka
menyerahkan } kepada kamu sebagian dari
maskawin itu dengan senang hati, Maka-
makanlah (amhillah) pemberian itu (sebagai
makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (QS.
Anisa [4]:4)

Persyaratan halalnya bagi suami memakan


sebagian dari mahar (maskawin) isterinya
dengan penyerahan secara senang hati.
Mafhumnya jika isteri tidak menyerahkannya
dengan senang hati, maka haram bagi suami
memakannya.

4) Mathum dengan adad (bilangan), artinya


mafhum kata bilangan, yaitu berlakunya
kebalikan suatu hukum yang berkaitan dengan
bilangan tertentu bagi jumlah yang kurang atau
lebih daripada yang dinyatakan oleh kata
bilangan itu. Contoh, seperti firman Allah Swt.:

‫َج ْلَد ًة َثُمِنيَن َفاْج ِلُدوُهم‬

Muka deralah mereka (yang menuduh itu)


delapan puluh kali dera. (QS. An-Nur [24]: 4)

Hukuman dera atas orang yang menuduh


orang baik-baik berbuat zina adalah delapan
puluh dera. Mafhumnya hukuman dera karena
menuduh itu tidak boleh kurang atau lebih dari
delapan puluh kali.

Anda mungkin juga menyukai