Anda di halaman 1dari 11

Kajian Analisis Undang-Undang No.

16 Tahun 2019…

KAJIAN ANALISIS UNDANG-UNDANG NO. 16 TAHUN 2019 SEBAGAI


PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974

Tirmidzi
tirmidzi@gmail.com
STAI Muhammadiyah Probolinggo

Abstrak
Dalam sejarah penyusunan Undang-Undang perkawinan terdapat peranan perempuan
yang didasari oleh adanya diskriminasi pada saat itu sehingga mendesak pemerintah
untuk segera menerbitkan perundang-undangan yang mengatur dan melindungi hak-hak
perempuan sehingga terbitlah Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Seiring dengan perkembangan terjadi perubahan Undang-Undang No. 16 Tahun 2019
Atas Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 khususnya pada pasal 7 ayat (1) penekananya
pada usia minimal keberlangsungan perkawinan yang mana semula ditetapkan batas
usia untuk laki-laki 19 Tahun dan perempuan 16 tahun di ubah menjadi 19 tahun untuk
laki-laki dan perempuan. Dalam penyusunan perubahan mempertimbangkan beberapa
aspek mulai dari isi dari Undang-Undang No.1 Tahun 1974 yaitu arti “kedewasaan”,
aspek korelasi Undang-Undang perkawinan itu sendiri dengan Undang-Undang
Perlindungan Anak, serta dilihat dari aspek medis terhadap resiko terjadinya
perkawinan dibawah umur, Serta dari aspek analisis baik yuridis, sosiologi, dan filosofi
yang menyimpulkan bahwa secara kelembagaan yang menggap bahwa lembaga
perkawinan disebut sebagai lembaga yang sakral karena menentukan nasib seseorang
serta hubungannya dengan perbedaan pola pikir masyarakat terdahulu dengan saat ini,
serta juga menyangkut cita-cita bangsa Indonesia yang tertuang di dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945.
Kata Kunci : Kedewasan, Usia, Undang-Undang, Perkawinan, Hukum

Abstract
In the history of the formulation of the Marriage Law, there was a role for women
which was based on the existence of discrimination at that time so that it urged the
government to immediately issue laws regulating and protecting women's rights so that
Law No.1 of 1974 concerning Marriage was issued. Along with the development there
was a change in Law no. 16 of 2019 on Law No. 1 of 1974, especially in article 7
paragraph (1), emphasizes the minimum age of continuity of marriage, which was
originally set the age limit for men 19 years and women 16 years changed to 19 years
for men and women. In drafting the amendments, several aspects were considered
starting from the content of Law No.1 of 1974, namely the meaning of "maturity",
aspects of the correlation between the Marriage Law itself and the Child Protection
Law, as well as from the medical aspect of the risk of underage marriage. , As well as
from the aspects of analysis, both juridical, sociological, and philosophical, which
concludes that institutionally it considers that the institution of marriage is called a
sacred institution because it determines one's fate and its relationship to differences in
the mindset of the previous and current society, and also concerns the ideals of the
nation. Indonesia as stated in the preamble of the 1945 Constitution.
Keywords: Maturity, Age, Law, Marriage, Law

38 | Usrah, Volume 1, No, 1 Tahun 2020


Tirmidzi

PENDAHULUAN
Dalam sejarahnya, Indonesia yang merupakan negara hukum telah melakukan
kontruksi hukum sejak awal kemerdekaan yang mana hal ini tertuang dalam UUD 1945
untuk mengatur kehidupan masyarakat Indonesia dalam hal berbangsa dan bernegara serta
bertujuan untuk mencapai kerukunan dalam hal sosial masyarakat Indonesia yang terdiri
dari berbagai macam latar belakang seperti suku, ras, agama, dan golongan. Pembangunan
hukum itu sendiri adalah untuk mengatur dan menegakkan keadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia yang merupakan amanat negara yang harus dilakukan dan ditegakan, hal tersebut
tertuang di dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 3 amandemen ketiga yaitu negara Indonesia
adalah negara hukum.1
Di dalam perjalanan hukum dan perundang-undangan di Indonesia, dalam hal
pelaksanaan evaluasi, belum dilakukan secara optimal untuk dilakukan pembaharuan
sehingga timbul adanya tumpang tindih produk hukum satu sama lainnya sehingga
menimbulkan kepastian hukum yang sifatnya ngambang seiring dengan dinamika
masyarakat Indonesia2. hal tersebut tidak terlepas dari timbulnya pro kontra terhadap
hukum yang telah ditetapkan seperti yang disampaikan oleh ICJR Indonesia (Institute For
Criminal Justice Reform) dalam naskah akademik RUU perubahan UU No.1 Tahun 1974
tentang perkawinan yang kesimpulannya adalah (a) pasal 7 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (2)
dalam pelaksanaannya bisa bertentangan dengan hak-hak anak dalam penjaminan atas
pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sehingga akan menimbulkan pendiskriminasian
terhadap anak perempuan yang akan berdampak negatif terhadapnya; (b) mendesak
perubahan isi pasal 7 ayat (1) dan (2) karena merupakan bagian dari amanat konstitusi
dalam penjaminan perlindungan terhadap warga negaranya khususnya hak-hak anak sebagai
bagian dari hak asasi manusia; (c) perubahan Undang-undang perkawinan telah
mempertimbangkan dari berbagai aspek seperti filosofis, sosiologis, dan yuridis; (d)
perubahan Undang-undang perkawinan menitik beratkan pada batas minimal usia 19 tahun
dalam pelaksanaan perkawinan untuk mencegah terjadinya perkawinan dibawah umur.3
Sementara dari sudut pandang agama, khususnya agama Islam sebagai agama
mayoritas di Indonesia, menyatakan sikap bahwa menolak terhadap perubahan isi pasal 7
ayat (1) dan (2) Undang-undang No.1 Tahun 1974 karena di dalam agama Islam tolak ukur
dalam keberlangsungan perkawinan adalah kedewasaan (baligh) yaitu meliputi dari ketika
anak perempuan yang berumur 9 tahun dan atau sudah mengalami haidh (menstruasi), anak

1
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Risalah Rapat Paripurna ke-5 Sidang Tahunan
MPR Tahun 2002 sebagai Naskah Perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada Opini).
http://www.dpr.go.id/jdih/uu1945
2 Memang, undang-undang sebagai hasil ijtihad kolektif (jama’i) dinamikanya relatif lamban. Karena biasanya

untuk mengubah suatu undang-undang memerlukan waktu, biaya, persiapan yang tidak sedikit. Tidak setiap
negara muslim memiliki produk pemikiran hukum jenis undang-undang ini. Umpamanya Saudi Arabia, belum
dijumpai adanya undang-undang, karena mereka merasa cukup dengan ketentuan syari’ah, atau dalam batas-
batas tertentu fiqh. Barulah belakangan mereka membentuk lembaga legislatif. Tetapi Negara-negara muslim
lain seperti Yordania, Irak, Mesir, al-Jazair, termasuk Indonesia, memiliki undang-undang sebagai peraturan
organik tentang masalah tertentu. Lihat Tahir Mahmood, Personal Law in Islamic Countries, (New Delhi:
Academy of Law and Religion, 1987), hlm. 8
3 Koalisi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan dan Demokrasi. 2019. Naskah Akademik RUU Perubahan UU

No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Jakarta. http://icjr.or.id/wp-content/uploads/2019/07/NA-RUU-


Perubahan-UU-Perkawinan-Koalisi-Masyarakat-Sipil-11072019.pdf

Usrah, Volume 1, No, 1 Tahun 2020 | 39


Kajian Analisis Undang-Undang No. 16 Tahun 2019…

laki-laki dan perempuan yang telah pernah mengalami mimpi basah, anak laki-laki dan
perempuan yang tidak mengalami keduanya namun telah berumur 15 tahun.4
Terkait dengan adanya pro kontra serta usulan perubahan terhadap Undang-undang
No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang terjadi pada saat itu dapat menunjukkan bahwa
UU perkawinan tersebut sudah dianggap tidak relevan dengan dinamika masyarakat
Indonesia pada saat itu sehingga kesan di dalam UU tersebut yang menjadi sorotan dari
berbagai kalangan masyarakat adalah kurang tegasnya undang-undang tentang batas usia
perkawinan, permasalahan tentang aturan pencatatan perkawinan, dan masalah-masalah
lainnya, serta tidak diaturnya sanksi terhadap pelanggarnya.
Meskipun demikian, dalam hal Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 sebagai
perubahan atas Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang batas minimal usia seseorang
dalam melangsungkan perkawinan yang diatur dalam pasal 7 ayat (1) Undang-undang No. 1
tahun 1974 tentang batas usia 19 tahun untuk laki-laki dan batas batas usia 16 tahun untuk
perempuan dan ubah Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 pasal 7 ayat (1) tentang batas
usia 19 tahun untuk laki-laki dan perempuan. Untuk itu melalui metode deskriptif kualitatif
dengan pendekatan teoritis dan fakta melalui media informasi baik majalah, artikel, berita,
dan sumber lainnya penulis akan membahas tentang Aspek-aspek yang menjadi
pertimbangan dalam perubahan di dalam pasal 7 ayat (1) dari segi hukum dan bagaimana
para pelaku perubahan Undang-undang tersebut mengartikan istilah “kedewasaan” dalam
melangsungkan perkawinan.

PEMBAHASAN
Sejarah Lahirnya Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Terbentuknya Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tidak terlepas dari peranan kaum
perempuan yang mana pada saat itu merasa diperlakukan tidak adil (diskriminasi). Hal
tersebut di tunjukan dengan maraknya perkawinan dibawah umur “kawin paksa”, perceraian
dilakukan sewenang-wenang karena pada saat itu belum ada aturan yang mengatur
perceraian, dan terjadinya poligami yang sangat marak. Sehingga pada saat itu kaum
perempuan terutama organisasi perempuan seperti Perwari, Bhayangkari, Persit, PGRI dan
organisasi perempuan lainnya mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan undang-
undang yang mengatur serta melindungi hak-hak perempuan.5
Penyusunan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 itu sendiri memakan waktu kurang
lebih 6 bulan yang mana dalam prosesnya terjadi banyak perselisihan yang berlangsung alot
di parlemen terkait dengan isi pasal demi pasal. Hal tersebut juga tidak lepas dari adanya
pertentangan dari fraksi islam (PPP) didukung oleh organisasi islam di masyarakat yang
menilai bahwa isi Undang-undang tersebut banyak yang menyimpang dari hukum Islam
dan perlu direvisi. Selain itu kaum perempuan juga terlibat dalam argumen-argumennya
dalam penyusunan UU dengan tujuan untuk mendapatkan posisi dan hak-hak yang sama
dengan kaum laki-laki.

4 Anonim (Pengadilan Agama Kota Padang). 2014. Tokoh Agama Beda Pandangan tentang Batas Usia Nikah.
Padang. https://pa-padang.go.id/tokoh-agama-beda-pandangan-tentang-batas-usia-nikah
5 Rifai Ahmad, Sodiq Ibnu, Muntholib Abdul. 2015. Sejarah Undang-Undang Perkawinan Atas Pendapat

Hingga Pertentangan dari Masyarakat dan Dewan Perwakilan Rakyat Tahun 1973-1974. Semarang.
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jih/article/view/18401/8902 . Hal 7.

40 | Usrah, Volume 1, No, 1 Tahun 2020


Tirmidzi

Setelah melalui persetujuan dari DPR, pemerintah menetapkan Undang-Undang


No.1 tentang Perkawinan pada tanggal 2 Januari 1974 dan pada tanggal 1 Oktober 1975
Undang-Undang No.1 Tahun 1974 diberlakukan secara efektif. Ada dampak positif dan
negatif yang dirasakan oleh pemerintah pada saat itu. Yaitu dampak positif nya adalah
Pemerintah dapat menekan angka poligami khususnya dikalangan ASN, TNI dan POLRI
sehingga dapat menekan anggaran biaya negara. Sedangkan dampak negatifnya yaitu
terjadinya nikah siri, istri simpanan, dan perzinahan yang marak terjadi6.

Arti “kedewasaan” Dalam Melangsungkan perkawinan menurut UU No. 1 tahun


1974
Penjabaran Definisi dan Tujuan didalam Bab I Pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974
dijelaskan bahwa “perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” 7
Dengan demikian, Undang-Undang No 1 Tahun 1974 telah menerapkan prinsip-
prinsip perkawinan yang meliputi atas kesiapan dari pihak laki-laki dan perempuan telah
memiliki kematangan dalam hal fisik, mental dan materi sehingga dapat mewujudkan tujuan
dari perkawinan itu sendiri dan menghindari dari perceraian
Didalam pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang No 1 Tahun 1974 telah diatur bahwa
perkawinan dapat dilangsungkan jika usia laki-laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun 8
Dalam hal ini pemerintah berdasarkan pertimbangan prinsip-prinsip yang telah disebutkan
sebelumnya menganggap bahwa laki-laki yang telah berusia 19 tahun dan perempuan
sudah matang dalam hal fisik, mental dan materi Hal tersebut juga sejalan dengan hukum
islam yang tertuang dalam Hukum Kompilasi Islam tentang makna “kedewasaan” untuk
mencegah terjadinya perkawinan di bawah umur
Di sisi lain, disebutkan di dalam pasal 7 ayat (2) “Dalam hal penyimpangan terhadap
ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau Pejabat lain yang
ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita” 9 Di dalam ayat 2 tersebut
terlihat tidak adanya ketidak konsistensian pemerintah dalam menangani terjadinya
perkawinan dibawah umur kemudian di dalam penjelasannya, Undang-undang tersebut
tidak mejelaskan dasar-dasar yang mengikat secara hukum dalam hal pelaksanaannya
sehingga hal ini adalah celah hukum yang dapat dilanggar secara yuridis.

Arti “kedewasaan” Dalam Melangsungkan perkawinan menurut Menurut


Masyarakat Indonesia
Di negara Indonesia yang terkenal dengan kemajemukan mulai dari adat, budaya,
perilaku setiap masyarakat di setiap daerah berbeda satu sama lain. Tak dapat dipungkiri
bahwa hal tersebut akan berpengaruh terhadap hukum yang berlaku di negara Indonesia.

6 Rifai Ahmad, Sodiq Ibnu, Muntholib Abdul. 2015. Sejarah Undang-Undang Perkawinan Atas Pendapat
Hingga Pertentangan dari Masyarakat dan Dewan Perwakilan Rakyat Tahun 1973-1974. Semarang.
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jih/article/view/18401/8902 . Hal 8.
7 Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 dan Pasal 1 Permendagri No. 12 Tahun 2010.
8 Pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974 dan Pasal 1 Permendagri No. 12 Tahun 2010
9 Pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974 dan Pasal 1 Permendagri No. 12 Tahun 2010

Usrah, Volume 1, No, 1 Tahun 2020 | 41


Kajian Analisis Undang-Undang No. 16 Tahun 2019…

hal tersebut dapat dilihat dari data tabel Badan Pusat Statistik bekerjasama dengan Unicef
PBB berikut.10

Dari data tabel tersebut dapat dilihat bahwa angka perkawinan dibawah umur di
atas 15% terjadi pada wilayah daerah yang luar jawa yang bisa dikatakan bahwa wilayah
tersebut memiliki adat yang kuat secara turun temurun. Seperti pada wilayah kalimantan,
sulawesi, dan nusa tenggara bara, serta nusa tenggara timur.
Hal ini juga terjadi pada proses perkawinan yang tidak memandang umur sebagai
tolak ukur. Terjadinya perkawinan di bawah anak di bawah umur terjadi karena disebabkan
oleh banyak faktor seperti rendahnya kualitas pendidikan, pengaruh adat lama, ekonomi
sehingga perkawinan dibawah umur dianggap menjadi hal biasa bagi sebagian masyarakat.
Misalnya tolak ukur kedewasaan bagi orang tua dahulu adalah di ukur dari faktor ekonomi
yang mana jika seseorang yang dianggap telah mapan maka mereka dianggap telah mampu
melaksanakan perkawinan. Selain hal tersebut, belum hilangnya tradisi perjodohan akibat
dari keingininan orang tuanya tanpa memikirkan kondisi kesiapan anaknya, biasanya ini
terjadi pada anak perempuan dan pada umumnya banyak terjadi di wilayah pedesaaan.
Sementara itu, seiring perkembangan globalisasi juga berpengaruh terhadap pola perilaku
kehidupan anak muda di Indonesia. adanya pergaulan bebas yang menyebabkan terjadinya
seks pra nikah yang menyebabkan terjadinya pernikahan di bawah umur akibat hamil diluar
nikah. Biasanya hal tersebut terjadi di daerah perkotaan yang mana pola pikir masyarakatnya
sudah maju.
Meskipun demikian, di sisi lain pemerintah menyebutkan bahwa telah mampu
menurukan angka terjadinya pernikahan anak di bawah umur. Hal tersebut dapat dilihat
dari tabel data yang disajikan oleh badan Pusat Statistik Indonesia dalam situs resmi Unicef
PBB berikut ini.11

10 Badan Pusat Statistik. 2020. Pencegahan Perkawinan Anak (Percepatan Yang tidak Bisa Ditunda). Jakarta.
https://www.unicef.org/indonesia/media/2851/file/Child-Marriage-Report-2020.pdf
11 Badan Pusat Statistik. 2020. Pencegahan Perkawinan Anak (Percepatan Yang tidak Bisa Ditunda). Jakarta.

https://www.unicef.org/indonesia/media/2851/file/Child-Marriage-Report-2020.pdf

42 | Usrah, Volume 1, No, 1 Tahun 2020


Tirmidzi

Dari data tabel tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan angka
pernikahan pernikahan anak di bawah umur khususnya antara umur 15 s/d 18 tahun
meskipun penurunannya tidak signifikan dari tahun ke tahun. Sementara itu, terjadi
penurunan secara signifikandari tahun ke tahun pernikahan anak di bawah umur 15 tahun.
Dilihat dari wilayah, angka pernikahan anak di bawah umur lebih bayak terjadi di wilayah
pedesaan dari pada di wilayah perkotaan.
Berdasarkan kajian fakta yang telah terjadi di dalam masyarakat Indonesia, dapat
disimpulkan bahwa arti “kedewasaan” menurut pandangan masyarakat dalam
keberlangsungan perkawinan dilihat dari beberapa faktor yaitu:
a. Kedewasaan seseorang diukur secara materi yang mana Seseorang dianggap dewasa
jika telah mampu menghasilkan uang dan dapat melangsungkan perkawinan
walaupun usianya masih di bawah umur menurut Undang-Undang No.1 Tahun
1974.
b. Kedewasaan seseorang terutama perempuan dilihat dari perubahan fisik misalnya
organ reproduksi telah berubah (menstruasi) menurut pandangan hukum islam.
c. Kedewasaan yang dipaksakan akibat dari terjadinya hamil diluar nikah.
d. Mindset masyarakat terutama dipedesaan yang menganggap bahwa kaum
perempuan hanya menjadi istri dan tugasnya mengurusi rumah tangga tanpa
memperhatikan hak-haknya.

Usrah, Volume 1, No, 1 Tahun 2020 | 43


Kajian Analisis Undang-Undang No. 16 Tahun 2019…

e. Lemahnya Undang-undang perkawinan dalam hal hukum karena tidak adanya


sanksi bagi yang melanggarnya.

Relevansi Penerapan Undang-Undang Perlindungan Anak No.23 Tahun 2002


terhadap Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Batas Usia Minimal
Perkawinan.
Sebagaimana yang telah diuraikan penulis sebelumnya bahwa Undang-undang
No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam pasal 7 ayat (1) telah diatur batasan minimal
usia dalam melaksanakan perkawinan, namun pasal 7 ayat (1) akan gugur dengan sendirinya
jika didalam pasal 7 ayat (2) memenuhi syarat dalam hal pelaksanaannya. Sehingga batasan
usia didalam pasal 7 ayat (1) bersifat normatif. Jika dikaji lebih dalam artinya konsistensi
dari pasal 7 ayat (1) masih ambigu. Alasan tersebut diperkuat dengan tidak adanya sanksi
yang disebutkan apabila didalam ayat tersebut dilanggar. Sementara itu di dalam Undang-
Undang Perlindungan Anak No.23 tahun 2003 tentang perlindungan anak dengan
menerapkan prinsip prinsip non-diskriminasi; prinsip kepentingan terbaik bagi anak, prinsip
hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan, dan prinsip penghargaan
terhadap pendapat anak menjelaskan secara tegas di dalam pasal 26 Ayat (1) bahwa orang
tua berkewajiban untuk mecegah anaknya yang masih dibawah umur untuk melangsungkan
perkawinan. Selanjutnya di jelaskan di pasal 26 Ayat (2) ditegaskan kembali bahwa jika
orang tua berhalangan disebabkan oleh meninggal atau tidak tahu keberadaannya, tanggung
jawab tersebut dilaksanakan oleh kerabatnya.12
Di sisi yang lain, Undang-Undang Perlindungan Anak No.23 tahun 2002 BAB I
pasal demi pasal juga menyebutkan bahwa anak yang masih dibawah umur 18 tahun wajib
dilindungi dan dipenuhi hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Di pasal 12 juga ditegaskan bahwa
Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi
oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara.13
Di dalam Undang-Undang Perlindungan Anak No.23 tahun 2002 juga dijelaskan
sanksi pidana bagi yang melanggar khususnya dalam melaksanakan perkawinan anak
dibawah umur. Berikut bunyi pasal 82 yang berbunyi “barangsiapa melakukan bujuk rayu,
tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau
membiarkan dilakukannya perbuatan cabul, maka dapat dijerat pidana penjara 3 (tiga)
sampai 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta
rupiah) dan paling sedikit Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah).14
Dari beberapa uraian di atas sudah jelas bahwa terdapat ketimpangan kedua
Undang-undang tersebut. Yang mana letak perbedaannya adalah ketegasan dalam
pencegahan perkawinan anak di bawah umur dan sanksi bagi pelanggarnya meskipun dalam
pelaksanaannya masih belum bisa diterapkan.

Bahaya pernikahan usia muda secara medis

12Pasal 26. Undang-Undang Perlindungan Anak No.23 tahun 2002.


https://pih.kemlu.go.id/files/UUNo23tahun2003PERLINDUNGANANAK.pdf
13Pasal 1, 2, dan 12. Undang-Undang Perlindungan Anak No.23 tahun 2002.
https://pih.kemlu.go.id/files/UUNo23tahun2003PERLINDUNGANANAK.pdf
14Pasal 82. Undang-Undang Perlindungan Anak No.23 tahun 2002.
https://pih.kemlu.go.id/files/UUNo23tahun2003PERLINDUNGANANAK.pdf

44 | Usrah, Volume 1, No, 1 Tahun 2020


Tirmidzi

Perkawinan usia di bawah umur sangat beresiko jika ditinjau dari segi medis. Angka
kematian ibu yang melahirkan (AKI) masih tinggi di indonesia salah satunya disebabkan
oleh kehamilan di usia dini. Dari data WHO (Badan Kesehatan Dunia) menyebutkan
bahwa angka kematian yang disebabkan oleh melahirkan pada tahun 2017 mencapai 810
perempuan setiap harinya.15 Sementara di negara Indonesia sendiri tercatat bahwa pada
tahun 2015 angka kematian Ibu mencapai 305 perempuan.16 Hal ini menunjukkan bahwa
bahaya pernikahan di usia dini dapat menyebabkan kematian.
Sementara itu, di sisi kesehatan yang lain adalah pencegahan pernikahan di bawah
umur bertujuan untuk mengurangi terjadinya hamil di bawah umur karena hamil di usia dini
dapat beresiko (a) kematian ibu dan bayi; (b) kelainan pada bayi; (c) Tekanan darah tinggi
dan bayi prematur; (d) Bayi lahir dengan berat badan di bawah normal; (e) penyakit menular
seksual; dan (f) depresi paska melahirkan.17
Dari uraian di atas sudah jelas bahwa penekanan terhadap perkawinan usia di
bawah umur perlu diperhatikan karena berdasarkan data dan penjelasan dari para ahli
menyatakan bahwa terjadinya pernikahan di bawah umur lebih banyak berdampak kepada
sisi negatif dari pada sisi positifnya. Selain itu telaah “pendewasan” di dalam Undang-
Undang No.1 Tahun 1974 lebih ditekankan pada usia, bahkan ada sanksi jika ada yang
melanggarnya.

Pandangan perspektif dan Analisis Undang-Undang No.16 Tahun 2019 Perubahan


Atas Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Perubahan Undang-Undang No.16 Tahun 2019 Perubahan Atas Undang-Undang
No.1 Tahun 1974 dinilai sangat tepat khususnya perubahan isi atau bunyi di dalam pasal 7
ayat (1) yang mengatur tentang batasan usia minimal dalam melangsungkan perkawinan,
meskipun di pasal 7 ayat (2) tidak ada perubahan. Dari sudut pandang hukum, tujuan dari
perkawinan adalah untuk menjadi keluarga yang sejahtera dan bahagia. Sementara itu untuk
mencapai tujuan tersebut tidak semudah dalam pemikiran sesaat. Perlu adanya pemikiran,
persiapan yang matang baik itu fisik maupun mental dan keduanya ada korelasinya dengan
usia dari seseorang khususnya perempuan.
Di dalam perubahan Undang-Undang No.16 Tahun 2019 Perubahan Atas Undang-
Undang No.1 Tahun 1974 khususnya di pasal 7 Ayat (1), merupakan hasil dari pemikiran
yang mempertimbangkan beberapa aspek yaitu
1. Yuridis
Di dalam Undang-Undang perkawinan disebutkan “Perkawinan adalah ikatan lahir
batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” 18 paragraf tersebut dapat
diartikan bahwa tujuan dari perkawinan adalah untuk membina rumah tangga mawaddah
wa rahmah, dan secara hukum, lembaga perkawinan merupakan lembaga yang sakral
karena penyangkut penentuan nasib seseorang dalam menempuh kehidupan yang baru.
15 Devia Irena Putri. 2020. Mengapa Angka Kematian Ibu Hamil dan Melahirkan Masih Tinggi?.
https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/2699377/mengapa-angka-kematian-ibu-hamil-dan-melahirkan-
masih-tinggi
16Badan Pusat Statistik. Angka Kematian Ibu Menurut Pulau.
https://www.bps.go.id/indikator/indikator/view_data/0000/data/1349/sdgs_3/1
17 Kevin Andrian. 2017. Hamil Usia Muda Akibat Hubungan Intim Dini. https://www.alodokter.com/hamil-
muda-akibat-hubungan-intim-dini
18 Pasal 1 ayat (1). Undang-Undang No.1 Tahun 1974

Usrah, Volume 1, No, 1 Tahun 2020 | 45


Kajian Analisis Undang-Undang No. 16 Tahun 2019…

Di dalam ajaran Islam, penentuan usia bersifat dinamis karena dianggap setiap
manusia yang satu dengan manusia yang lainnya tidak sama dalam hal menentukan
kematangan usia (dewasa). Namun di dalam kitab suci Alquran dijelaskan bahwa
pernikahan dibawah umur menimbulkan kekhawatiran memiliki keturunan yang kurang
sejahtera.19 Sementara penjelasan Al-quran tersebut juga mendapat penafsiran yang
hampir sama dari beberapa pemikir Islam modern yang menyimpulkan bahwa resiko
perkawinan di bawah umur berpotensi tidak akan mencapai tujuan seperti yang termaktub
di dalam pasal 1 ayat (1) Undang-undang Perkawinan yaitu untuk membentuk keluarga
yang sejahtera, bahagia dan kekal. Hal tersebut di tinjau dari kematangan “kedewasaan”
yang dianggap masih labil secara mental. Sementara di dalam membina rumah tangga
tentu di iringi dengan problematika di dalam rumah tangga tersebut. Dalam mengatasi
problematika rumah tangga dipengaruhi oleh pola pikir seseorang yang yang tentunya
tidak akan sama antara orang yang dikatakan dewasa atau pun yang belum dewasa dan
mengedepankan ego. Pada umumnya jika belum dewasa akan lebih cenderung berujung
kepada perceraian.

2. Sosiologi
Lahirnya Suatu Hukum dalam rangka solusi atas masalah yang terjadi di tengah-
tengah masyarakat dan di rumuskan secara mufakat serta disepakati bersama. Sementara
perubahan suatu hukum terjadi akibat dari tidak adanya hukum yang telah ada, hal
tersebut dikarenakan karena hukum itu sendiri bersifat dinamis mengikuti perkembangan
sosial masyarakat. Seperti halnya Undang-Undang No.16 Tahun 2019 perubahan atas
Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang mana dalam Undang-
Undang No.1 Tahun 1974 ditetapkan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada
saat itu Yaitu maraknya perkawinan poligami dan perceraian secara sewenang-wenang
sehingga dengan terbitnya Undang-Undang perkawinan tersebut, poligami menurun
secara drastis sehingga dapat mengurangi beban anggran belanja negara. 20 Dengan
seiringnya perkembangan masyarakat Indonesia, Undang-Undang No.1 Tahun 1974
dianggap kurang relevan dalam pengambilan keputusan sehingga terjadi perubahan yaitu
tentang batasan usia minimal dari 19 tahun laki-laki dan 16 tahun perempuan diubah di
dalam Undang-Undang No.16 Tahun 2019 menjadi 19 tahun untuk laki-laki dan
perempuan.
Dari uraian di atas nampak jelas bahwa penyesuaian hukum itu sendiri dibuat untuk
mengatasi permasalahan yang telah terjadi pada saat itu. Sementara permasalahan-
permasalahan yang berhubungan dengan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 telah penulis
uraikan sebelumnya.

3. Filosofi
Suatu hukum dilahirkan untuk mengatur masyarakat dalam bersosial yang secara
substansinya bertujuan untuk kemaslahatan umat dan mengurangi kemudharatan. Karena
sifatnya sosial maka dalam perumusan suatu hukum dan aturan perlu melibatkan semua
aspek sosial masyarakat sehingga hukum yang ditetapkan ditaati bersama-sama.
Sedangkan secara harfiah perubahan suatu hukum dilakukan atas pertimbangan dari cara

19An-Nisa Ayat 9. Al-quran.


20Rifai Ahmad, Sodiq Ibnu, Muntholib Abdul. 2015. Sejarah Undang-Undang Perkawinan Atas Pendapat
Hingga Pertentangan dari Masyarakat dan Dewan Perwakilan Rakyat Tahun 1973-1974. Semarang.
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jih/article/view/18401/8902 . Hal 8.

46 | Usrah, Volume 1, No, 1 Tahun 2020


Tirmidzi

pandang, kesadaran, dan cita-cita dari dari dibentuknya hukum tersebut dan yang paling
mendasar adalah Pancasila dan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.21 Tentu secara
filosofi perubahan didalam Undang-Undang No.16 Tahun 2019 atas Undang-Undang
No.1 Tahun 1974 tidak lain adalah untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia.

PENUTUP
Dari pembahasan yang penulis uraikan dapat disimpulkan bahwa dalam sejarahnya
Undang-undang perkawinan di bentuk atas dasar adanya ketidakadilan yang terjadi di
tengah sosial masyarakat Indonesia khususnya kaum perempuan yang merasa
diperlakukan diskriminatif sehingga mendesak pemerintah untuk menyusun perundang-
undangan guna melindungi hak-hak perempuan sehingga terbitlah Undang-Undang No.1
Tahun 1974 tentang perkawinan. Dengan terbitnya Undang-Undang tersebut
memberikan dampak positif baik kepada pemerintah dan kaum perempuan yang mana
angka perceraian dan perkawinan poligami dapat menurun secara drastis.
Seiring dengan perkebangan globalisasi masyarakat Indonesia, terjadi revisi atas
Undang-Undang perkawinan, yaitu Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 Sebagai
Perubahan Atas Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan tidak lain
adalah sebagai respon atas tuntutan dari masyarakat yang menganggap bahwa sebagian isi
dari Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 sudah tidak relevan dengan kondisi masyarakat
saat ini sehingga perlu adanya perubahan. Dalam merubah pasal 7 ayat (1) Undang-
Undang No.1 Tahun 1974 mempertimbangkan berbagai aspek mulai dari aspek arti
“kedewasaan” menurut Undang-undang itu sendiri serta arti “kedewasaan” menurut
masyarakat Indonesia yang disesuaikan dengan kondisi norma-norma yang berlaku di
daerah. Selain itu terdapat adanya ketidakpastian hukum yang disebabkan oleh adanya
perbedaan aturan antara undang-undang perlindungan anak dan undang-undang
perkawinan tentang perkawinan usia di bawah umur. Selain itu juga dilihat dari segi medis
yang meyimpulkan bahwa pernikahan usia dini dapat menyebakan efek negatif hal
tersebut didasarkan pada data yang meneyebutkan angka kematian ibu melahirkan (AKI)
yang masih tinggi di Indonesia dan korelasinya dengan angka pernikahan usia dibawah
umur yang juga tinggi. Dari aspek analisis baik yuridis, sosiologi, dan filosofi yang
menyimpulkan bahwa secara kelembagaan yang menggap bahwa lembaga perkawinan
disebut sebagai lembaga yang sakral karena menentukan nasib seseorang serta
hubungannya dengan perbedaan pola pikir masyarakat terdahulu dengan saat ini, serta
juga menyangkut cita-cita bangsa Indonesia yang tertuang di dalam pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 sehingga untuk terjadi perubahan Undang-Undang No. 16 Tahun
2019 Atas Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 khususnya pada pasal 7 ayat (1)
penekananya pada usia minimal keberlangsungan perkawinan yang mana semula
ditetapkan batas usia untuk laki-laki 19 Tahun dan perempuan 16 tahun di ubah menjadi
19 tahun untuk laki-laki dan perempuan, meskipun dalam pelaksanaannya
keberlangsungan perkawinan di bawah umur yang telah ditetapkan tetap terjadi karena
berdasarkan pada pasal 7 ayat (2) disebutkan bahwa pernikahan dibawah umur bisa
dilakukan atas persetujuan wali nikah dari kedua mempelai. Dari pernyataan tersebut
penulis menyarankan perlu adanya penyempurnaan terkait dengan Undang-undang

21Sovia Hasanah. 2018. Arti Landasan Filosofis, Sosiologis, dan Yuridis.


https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt59394de7562ff/arti-landasan-filosofis--sosiologis--dan-
yuridis/

Usrah, Volume 1, No, 1 Tahun 2020 | 47


Kajian Analisis Undang-Undang No. 16 Tahun 2019…

perkawinan khususnya merevisi pasl 7 ayat (2) dan di tambah adanya sanksi secara tertulis
sehingga terjadi sinkronisasi dengan Undang-undang perlindungan Anak.

REFERENSI
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Risalah Rapat Paripurna
ke-5 Sidang Tahunan MPR Tahun 2002 sebagai Naskah Perbantuan dan
Kompilasi Tanpa Ada Opini). http://www.dpr.go.id/jdih/uu1945
Koalisi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan dan Demokrasi. 2019. Naskah Akademik
RUU Perubahan UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Jakarta.
http://icjr.or.id/wp-content/uploads/2019/07/NA-RUU-Perubahan-UU-
Perkawinan-Koalisi-Masyarakat-Sipil-11072019.pdf

Anonim (Pengadilan Agama Kota Padang). 2014. Tokoh Agama Beda Pandangan
tentang Batas Usia Nikah. Padang. https://pa-padang.go.id/tokoh-agama-beda-
pandangan-tentang-batas-usia-nikah

Rifai Ahmad, Sodiq Ibnu, Muntholib Abdul. 2015. Sejarah Undang-Undang Perkawinan
Atas Pendapat Hingga Pertentangan dari Masyarakat dan Dewan Perwakilan
Rakyat Tahun 1973-1974. Semarang.
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jih/article/view/18401/8902
Pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974 dan Pasal 1 Permendagri No. 12 Tahun 2010

Badan Pusat Statistik. 2020. Pencegahan Perkawinan Anak (Percepatan Yang tidak Bisa
Ditunda). Jakarta. https://www.unicef.org/indonesia/media/2851/file/Child-
Marriage-Report-2020.pdf
Pasal 26. Undang-Undang Perlindungan Anak No.23 tahun 2002.
https://pih.kemlu.go.id/files/UUNo23tahun2003PERLINDUNGANANAK.pdf

Pasal 1, 2, dan 12. Undang-Undang Perlindungan Anak No.23 tahun 2002.


https://pih.kemlu.go.id/files/UUNo23tahun2003PERLINDUNGANANAK.pdf

Pasal 82. Undang-Undang Perlindungan Anak No.23 tahun 2002.


https://pih.kemlu.go.id/files/UUNo23tahun2003PERLINDUNGANANAK.pdf

Devia Irena Putri. 2020. Mengapa Angka Kematian Ibu Hamil dan Melahirkan Masih
Tinggi?. https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/2699377/mengapa-angka-
kematian-ibu-hamil-dan-melahirkan-masih-tinggi

Badan Pusat Statistik. Angka Kematian Ibu Menurut Pulau.


https://www.bps.go.id/indikator/indikator/view_data/0000/data/1349/sdgs_3/
1
Kevin Andrian. 2017. Hamil Usia Muda Akibat Hubungan Intim Dini.
https://www.alodokter.com/hamil-muda-akibat-hubungan-intim-dini Pasal 1
ayat (1). Undang-Undang No.1 Tahun 1974

48 | Usrah, Volume 1, No, 1 Tahun 2020

Anda mungkin juga menyukai