Anda di halaman 1dari 284

Dr.

Muhammad Imanuddin

Inovasi
Pelayanan Publik
di Indonesia

ISBN: 978-623-90306-5-0
Dr. Muhammad Imanuddin
Dr. MUHAMMAD IMANUDDIN, S.H.S.I.P, M.AP.

Inovasi Pelayanan
Publik
di Indonesia
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Inovasi Pelayanan Publik di Indonesia


Ditulis oleh:
Dr. Muhammad Imanuddin

Layout Isi : Tim Penerbit Pusbangter


Desain Cover: Tim Penerbit Pusbangter

©2020 Muhammad Imanuddin.


Hak cipta dilindungi Undang-Undang.
Diterbitkan pertama kali oleh
Penerbit Pusbangter
Bandung, 2020.

ISBN: 978-623-90306-5-0

Sanksi Pelanggaran Pasal 72


Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
tentang HAK CIPTA

1. Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan


perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49
Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat
1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,
atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran
Hak Cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah rupiah).

Cetakan 1: Oktober 2020

Dilarang mengutip, memperbanyak, dan menerjemahkan sebagian atau


keseluruhan isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit, kecuali kutipan kecil
dengan menyebutkan sumbernya yang layak.

ii
KATA PENGANTAR

A
lhamdulillah, setelah saya menyelesaikan pendidikan program
doktor pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Diponegoro tahun 2015, teman-teman menyarankan kepada saya
agar desertasi ini dapat diadaptasi menjadi sebuah Buku agar dapat
dibaca secara luas oleh berbagai kalangan. Sebagai bagian dari tanggung
jawab akademik dan profesi saya merasa tertantang, Dengan sejumlah
penyesuaian, dalam beberapa tahun kemudian, akhirnya keinginan ini
dapat diwujudkan, dengan terbitnya buku berjudul “Inovasi Pelayanan
Publik di Indonesia”, sama seperti judul desertasi saya.
Tentunya tiada gading yang tak retak, masih banyak kekurangan,
perlu disempurnakan dan diperbaiki. Dengan senang hati dan terbuka saya Staf Ahli Menteri PAN RB
akan menerima masukan, kritik dan saran guna penyempurnaan buku ini. Bidang Politik dan Hukum

Pada kesempatan yang baik ini saya mengucapkan terima kasih Muhammad Imanuddin
kepada Bapak Abdullah Azwar Anas-Menteri PANRB, Bapak Prof. Dr. Eko
Prasojo selaku Sekretaris Eksekutif Tim Pengarah Reformasi Birokrasi
Nasional, Ibu Rini Widyantini, S.H. MPM-Sekretaris Kementerian PANRB,
dan Ibu Prof. Dr. Diah Natalisa, MBA-Deputi Bidang Pelayanan Publik
yang telah memberikan sambutan dalam buku ini, sekaligus sebagai SEKRETARIS KEMENTERIAN
penyemangat. PENDAYAGUNAAN APARATUR
NEGARA
Terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Prof. Dr. JB Kristiadi- DAN REFORMASI BIROKRASI,
Ketua Tim Independen RB Nasional/Ketua Tim Independen Kompetisi
Inovasi Pelayanan Publik, Bapak Prof. Dr. Erwan Agus Purwanto-Guru
Besar Fisipol UGM/Deputi Bidang RB Kunwas Kementerian PANRB, RINI WIDYANTINI, S. H. MPM
dan Ibu Elke Rapp-Ex Chief of Party USAID KINERJA/Team Leader GFA
Consulting Group yang telah berkenan memberikan komentar dalam buku
ini.
Tidak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada Promotor
dan Co Promotor Penulis, Ibu Prof. Dr. Dra. Sri Suwitri, M.Si., Bapak Dr.
Drs. Hardi Warsono, MT, Ibu Dr. Kismartini, M.Si, ketika menyelesaikan
pendididkan doktor di Universitas Diponegoro. Juga kepada Tim Penguji,
yaitu Bapak Prof. Dr. H. Yuddy Chrisnandi, ME, Bapak Dr. Ir. Yuswandi A.
Temenggung, M.Sc., Bapak Prof. Drs. Y. Warela, MPA Ph.D., Ibu Prof. Dr. Dra.
Endang Larasati, MS dan Ibu Dr. Ida Hayu Dwimawanti, MM.
Kepada Penerbit Pusbangter, Bapak Nunu Achdiat dan Mas Risanto
yang membuat perwajahan buku ini, saya menyampaikan terima kasih,
karena telah berhasil mewujudkan tulisan saya ke dalam sebuah buku
yang menarik.
Semoga buku ini dapat sedikit memberikan sumbangan pengeta-
huan dan wawasan dalam memperkaya gagasan transformasi birokrasi
pelayanan publik di Indonesia, sebagai bagian upaya semua pihak mem-
berikan yang terbaik kepada bangsa dan negara.

Jakarta, September 2022

MUHAMMAD IMANUDDIN
iii
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

SAMBUTAN DEPUTI BIDANG PELAYANAN PUBLIK


KEMENTERIAN PANRB

K
ebijakan Inovasi Pelayanan Publik, merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari pelaksanaan Reformasi Birokrasi.
Sejak dicanangkannya Gerakan One Agency One Innovation
pada tahun 2013, setiap Kementerian/Lembaga dan Pemerintah
Daerah diwajibkan untuk “melahirkan” minimal satu inovasi setiap
tahunnya sebagai pemenuhan area perubahan dalam pelaksanaan
reformasi birokrasi.
Pelaksanaan Kebijakan Inovasi Pelayanan Publik tersebut
DEPUTI BIDANG PELAYANAN tidak berhenti pada penciptaan inovasi saja, namun berlanjut
PUBLIK KEMENTERIAN kepada tahap pengembangan dan pelembagaan inovasi. Pembinaan
PENDAYAGUNAAN APARATUR
NEGARA DAN REFORMASI
yang secara terus menerus dan berkelanjutan ini, berdampak pada
BIROKRASI, terciptanya iklim dan budaya berinovasi yang menjadikan inovasi
sebagai tradisi dalam organisasi pemerintahan.
Sepak terjang Bapak Muhammad Imanuddin sebagai
PROF. DR. DIAH NATALISA, MBA pejabat yang pernah menangani Inovasi Pelayanan Publik telah
mewarnai perjalanan Kementerian PANRB dalam melakukan
Pembinaan Inovasi Pelayanan Publik. Tak berhenti di sana, beliau
juga menorehkan gagasannya dalam desertasi berjudul “Inovasi
Pelayanan Publik di Indonesia”, ketika mengikuti Program S-3
di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro.
Kemudian dengan judul yang sama beliau mengadaptasikannya ke
dalam buku cetak dan e-book agar dapat dibaca secara lebih luas
oleh berbagai kalangan.
Kehadiran buku ini diharapkan dapat menjadi menjadi
referensi praktis dan ilmiah guna memperkaya wawasan dan cara
pandang baik, baik dari sisi kebijakan pelayanan publik, maupun
dalam perkembangan ilmu administrasi publik.
Selamat dan sukses untuk penerbitan buku “Inovasi
Pelayanan Publik di Indonesia”.

Jakarta, September 2022

PROF. DR. DIAH NATALISA, MBA

iv
SAMBUTAN SEKRETARIS KEMENTERIAN
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
DAN REFORMASI BIROKRASI

K
egiatan Pembinaan Inovasi Pelayanan Publik bukan
merupakan program yang berdiri sendiri, namun kegiatan
itu merupakan bagian yang terintegrasi dalam program
lainnya pada Kementerian PANRB serta pada Kementerian/
Lembaga dan Pemerintah Daerah dalam kerangka reformasi
birokrasi. Hal ini berarti, bahwa capaian Pembinaan Inovasi
Pelayanan Publik merupakan bagian dari capaian reformasi
birokrasi secara keseluruhan. Oleh karenanya, pemahaman SEKRETARIS KEMENTERIAN
secara utuh terhadap Pembinan Inovasi Pelayanan Publik PENDAYAGUNAAN APARATUR
NEGARA
harus dikaitkan pula dengan pemahaman aspek lainnya dalam DAN REFORMASI BIROKRASI,
dimensi pendayagunaan aparatur negara, seperti organisasi dan
sumberdaya manusia aparatur.
RINI WIDYANTINI, S. H. MPM
Dalam konteks ini secara comprehensive Bapak Muhammad
Imanuddin telah menulis bagaimana Inovasi Pelayanan Publik
merupakan sebuah jawaban dari persoalan pemerintahan yang
memerlukan solusi terobosan dan bahkan sebuah lompatan.
Pada sebagian lembaga pemerintah tertentu menyebutkan bahwa
gerakan inovasi pelayanan publik merupakan sebuah revolusi
dalam pelayanan publik. Pemikiran beliau tersebut kemudian
ditulis dalam sebuah desertasi dalam studi program doktor di
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro.
Kali ini desertasi tersebut diadaptasi menjadi sebuah
buku cetak dan e-book dengan judul yang sama, yaitu “Inovasi
Pelayanan Publik di Indonesia” agar dapat dibaca secara luas oleh
berbagai kalangan. Dalam kesempatan ini saya mengucapkan
selamat. Semoga dengan terbitnya buku ini lebih memperkaya
khazanah seri buku dalam bidang administrasi publik dan dapat
memberikan sumbangan nyata dalam penyelenggaraan pelayanan
publik di Indonesia.
Tidak salah kiranya saya menghimbau, kiranya buku ini
dapat dijadikan referensi alternatif untuk memperkaya pandan-
gan berbagai kalangan mengenai kebijakan dan praktik Inovasi
Pelayanan Publik di Indonesia. Semoga bermanfaat.

Jakarta, September 2022

RINI WIDYANTINI, S.H. MPM


v
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

SAMBUTAN SEKRETARIS EKSEKUTIF TIM


PENGARAH REFORMASI BIROKRASI NASIONAL

S
aya melihat kebijakan Inovasi Pelayaan Publik yang dilakukan
oleh Pemerintah harus mampu membentuk, menjaga dan
memelihara Ekosistem Inovasi Pelayanan Publik, agar inovasi
tersebut terus tumbuh dan berkelanjutan. Salah satu unsur dalam
ekosistem inovasi adalah kepemimpinan yang menjadi kunci
dalam membangun inovasi. Dinamika kepemimpinan terkadang
kurang kondusif dalam mendukung tumbuhnya Inovasi Pelayanan
Publik, terutama inovasi yang telah berjalan pada kepemimpinan
SEKRETARIS EKSEKUTIF
TIM PENGARAH REFORMASI yang lama. Sebenarnya, siapa pun pemimpinnya, inovasi harus
BIROKRASI NASIONAL terus tumbuh dan berlanjut.
Bapak Muhammad Imanuddin, Staf Ahli Menteri PANRB
PROF. DR. EKO PRASOJO Bidang Politik dan Hukum mencoba menyumbangkan pemikiran
DEPUTI BIDANG PELAYANAN dalam desertasinya yang kemudian diadaptasikan ke dalam
PUBLIK KEMENTERIAN
PENDAYAGUNAAN APARATUR buku ini. Menurut hemat saya, buku ini sangat berguna sebagai
NEGARA DAN REFORMASI pelengkap dalam memperluas wawasan dan pemikiran lebih lanjut
BIROKRASI, untuk pengembangan pelaksanaan kebijakan reformasi birokrasi
dan peningkatan pelayanan publik pada umumnya, dan secara
khusus kebijakan inovasi pelayanan publik. Mudah-mudahan buku
ini dapat memberikan inspirasi bagi penyelenggara dan pelaksana
PROF. DR. DIAH NATALISA, MBA
pelayanan publik guna memperkuat kebijakan dan implementasi
inovasi pelayanan publik di Indonesia.
Saya berharap para pakar, pemerhati, akademisi dapat
menjadikan buku ini sebagai referensi untuk menggenapkan
sudut pandang dalam rangka lebih memahami kebijakan inovasi
pelayanan publik di Indonesia.
Kepada Bapak Muhammad Imanuddin, saya menyampaikan
selamat atas terbitnya buku “Inovasi Pelayanan Publik di
Indonesia”. Semoga buku ini bermanfaat dan menjadi legacy,
terutama menyemangati teman-teman muda Jajaran Aparatur
Sipil Negara untuk terus berkarya.

Jakarta, September 2022

PROF. DR. EKO PRASOJO

vi
SAMBUTAN MENTERI
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN
REFORMASI BIROKRASI NASIONAL

S
esuai arahan Bapak Presiden Jokowi, pelayanan publik
merupakan bukti kehadiran negara dalam kehidupan
masyarakat. Oleh karena itu pelayanan publik yang
berkeadilan, mudah, murah, cepat, dan terjangkau, secara
terus menerus perlu kita tingkatakan. Guna mendapatkan hal
tersebut, pelayanan publik tidak boleh lagi dilakukan biasa-biasa
MENTERI PENDAYAGUNAAN
saja. Harus ada terobosan dan bahkan lompatan. Untuk itu lah APARATUR NEGARA DAN
kehadiran inovasi dalam pelayanan publik diperlukan, sebagai REFORMASI BIROKRASI,
upaya melakukan akselerasi atau percepatan dalam peningkatan
kualitas pelayanan publik. ABDULLAH AZWAR ANAS
Dalam rangka mendukung misi Bapak Presiden Jokowi SEKRETARIS KEMENTERIAN
PENDAYAGUNAAN APARATUR
tersebut, saya merasa terbantu dengan kehadiran buku yang NEGARA
berjudul “Inovsi Pelayanan Publik di Indonesia” karya Bapak DAN REFORMASI BIROKRASI,
Muhammad Imanuddin, Staf Ahli Menteri PANRB Bidang Politik
dan Hukum. Buku ini konon diadaptasi dari desertasi beliau pada
saat menyelesaikan program S-3 pada Fakultas Ilmu Sosial dan RINI WIDYANTINI, S. H. MPM
Ilmu Politik, Universitas Diponegoro.
Sebagai bagian dari Kebijakan Reformasi Birokrasi,
saya mengharapkan Pembinaan Inovasi Pelayanan Publik agar
dilanjutkan dan ditingkatkan. Buku ini diharapkan menjadi
bacaan untuk memperkaya pengetahuan kita dalam memperkuat
kebijakan pelayanan publik pada umumnya, dan kebijakan inovasi
pelayanan publik pada khususnya.
Kepada Bapak Muhammad Imanuddin, saya menyampaikan
terima kasih dan apresiasi atas terbitnya buku “Inovasi Pelayanan
Publik di Indonesia”. Semoga buku ini bermanfaat.

Jakarta, September 2022

ABDULLAH AZWAR ANAS

vii
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................... iii
SAMBUTAN DEPUTI BIDANG PELAYANAN PUBLIK
KEMENTERIAN PANRB.................................................................................iv
SAMBUTAN SEKRETARIS KEMENTERIAN PANRB..................................v
SAMBUTAN SEKRETARIS EKSEKUTIF TIM PENGARAH
REFORMASI BIROKRASI NASIONAL.........................................................vi
SAMBUTAN MENTERI PANRB.................................................................. vii
DAFTAR ISI................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL.............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xii
DAFTAR FOTO.............................................................................................. xii
DAFTAR GRAFIK.......................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
BAB II PENELITIAN DAN TEORI TENTANG INOVASI PELAYANAN
PUBLIK..............................................................................................................5
BAB III POTRET PERKEMBANGAN TOP INOVASI PELAYANAN
PUBLIK 2014-2020..........................................................................................64
BAB IV INOVASI PELAYANAN PUBLIK: DALAM KERANGKA
REFORMASI BIROKRASI...........................................................................106
BAB V PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN INOVASI
PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA....................................................132
BAB VI PENUTUP........................................................................................215
Daftar Pustaka...............................................................................................222
Lampiran........................................................................................................229
Tentang Penulis..............................................................................................270

viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Komparasi Fokus Penelitian Terdahulu dengan Rencana
Penelitian Desertasi......................................................................................11
Tabel 2. 2 Barang/Jasa Consumption dan Exclusion...........................................41

Tabel 2.3 Perbandingan Barang Privasi Dengan Barang Publik....................42


Tabel 2.4 Pergeseran Paradigma Model Pelayanan Publik..............................63
Tabel 3.1 Jumlah Peserta Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik
Tahun 2016......................................................................................................71
Tabel 3.2 Peserta yang Inovasinya Masuk Top 99 Lebih dari Satu...............72
Tabel 3.3 Daftar 35 Top Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2016....................72
Tabel 3.4 TOP 99 Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2017..................................75
Tabel 3.5 TOP 99 Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2020..................................98
Tabel 3.6 15 FINALIS KELOMPOK KHUSUS KIPP TAHUN 2020.................104
Tabel 4.1 The Five Normative Postions on Innovation...................................... 108
Tabel 5.1 Ringkasan Informasi Mengenai Solusi Permasalahan................135
Tabel 5.2. Ringkasan Informasi Originalitas........................................................137
Tabel 5.3. Ringkasan Informasi Penggagas Kreativitas...................................139
Tabel 5.4 Ringkasan Informasi Motivasi Mendorong Penciptaan
Inovasi..............................................................................................................140

Tabel 5.5 Ringkasan Informasi Difusi dalam Pengembangan Inovasi


Pelayanan Publik.........................................................................................143
Tabel 5.6 Ringkasan Informasi Inkubasi dalam Pengembangan
Inovasi Pelayanan Publik.........................................................................144
Tabel 5.7 Ringkasan Informasi Aspek Manajemen SDM Dalam
Pengembangan Inovasi Pelayanan Publik........................................146
Tabel 5.8 Ringkasan Informasi Aspek Knowledge Sharing dalam
Pengembangan Inovasi Pelayanan Publik........................................148
Tabel 5.9 Ringkasan Informasi Aspek Organisasi Pembelajar Dalam
Pengembangan Inovasi Pelayanan Publik........................................150
Tabel 5.10 Ringkasan Informasi Aspek Budaya Dalam Pelembagaan
Inovasi Pelayanan Publik.........................................................................152

ix
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Tabel 5.11 Ringkasan Informasi Aspek Hukum Dalam Pelembagaan


Inovasi Pelayanan Publik.........................................................................153
Tabel 5.12 Ringkasan Informasi Aspek Struktur Organisasi Dalam
Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik............................................155
Tabel 5.13 Ringkasan Informasi Aspek Program dan Anggaran Dalam
Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik............................................156
Tabel 5.14 Koding Unsur Internal..............................................................................157
Tabel 5.15 Hasil Penilaian Panel Ahli atas Unsur Internal ..............................158
Tabel 5.16 Ringkasan Informasi Komponen SDM Sebagai Pendorong/
Penghambat Penciptaan, Pengembangan, dan
Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik............................................161
Tabel 5.17 Ringkasan Informasi Komponen Proses Sebagai Pendorong/
Penghambat Penciptaan, Pengembangan, dan
Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik............................................161
Tabel 5.18 Ringkasan Informasi Komponen Hasil Sebagai Pendorong/
Penghambat Penciptaan, Pengembangan, dan
Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik............................................162
Tabel 5.19 Ringkasan Komponen Pembiayaan Inovasi Pelayanan Publik.163
Tabel 5.20 Ringkasan Komponen Lokasi Sebagai Pendorong/
Penghambat Penciptaan, Pengembangan, dan
Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik............................................163
Tabel 5.21 Ringkasan Informasi Komponen Sosialisasi Sebagai
Pendorong/Penghambat Penciptaan, Pengembangan,
dan Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik...................................164
Tabel 5.22 Ringkasan Informasi Komponen Respon Terhadap Saran
Perbaikan Inovasi Sebagai Pendorong/Penghambat
Penciptaan, Pengembangan, dan Pelembagaan
Inovasi Pelayanan Publik.........................................................................165
Tabel 5.23 Ringkasan Hasil Penilaian Unsur Internal Organisasi.................166
Tabel 5.24 Koding Unsur Eksternal...........................................................................167
Tabel 5.25 Hasil Penilaian Panel Ahli atas Unsur Eksternal...........................168
Tabel 5.26 Ringkasan Informasi Hukum Sebagai Pendorong/
Penghambat Penciptaan, Pengembangan, dan
Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik............................................169
Tabel 5.27 Tabel Ringkasan Informasi Komponen Budaya Sebagai
Pendorong/Penghambat Penciptaan, Pengembangan,
dan Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik...................................170

x
Tabel 5.28 Ringkasan Informasi Komponen Teknologi Sebagai
Pendorong/Penghambat Penciptaan, Pengembangan,
dan Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik...................................171
Tabel 5.29 Ringkasan Informasi Komponen Sosial sebagai Pendorong/
Penghambat Penciptaan, Pengembangan, dan
Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik............................................172
Tabel 5.30 Ringkasan Informasi Komponen Ekonomi Sebagai
Pendorong/Penghambat Penciptaan, Pengembangan,
dan Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik...................................173
Tabel 5.31 Ringkasan Hasil Penilaian Unsur Eksternal Organisasi.............173
Tabel 5.32 Daftar Model dan Dasar Varian Model Inovasi
Pelayanan Publik.........................................................................................174
Tabel 5.33 Perbandingan Kriteria Inovasi Antara American
Government Award (Program Harvard University)
dengan Impumelelo Innovation Awards Trust
Afrika Selatan................................................................................................184
Tabel 5.34 Daftar Dasar Varian, Varian, dan Karakter Pembeda
Model Penciptaan Inovasi Pelayanan Publik...................................200
Tabel 5.35 Perbedaan Model Penciptaan Inovasi Pelayanan Publik
Berdasarkan Originalitas.........................................................................201
Tabel 5.36 Daftar Dasar Varian, Varian, dan Karakter Pembeda
Model Pengembangan Inovasi Pelayanan Publik..........................204
Tabel 5.37 Perbedaan Model Pengembangan Inovasi Pelayanan
Publik Berdasarkan Difusi......................................................................205
Tabel 5.38 Daftar Dasar Varian, Varian, dan Karakter Pembeda
Model Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik..............................209
Tabel 5.42 Perbedaan Model Pengembangan Inovasi Pelayanan
Publik Berdasarkan Unsur Pelembagaan.........................................210

xi
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Alur Pikir.......................................................................................................... 3
Gambar 2.1 Proses Penciptaan Inovasi Menurut Muchlup................................18
Gambar 2.2 Pendekatan Inovasi Teknologi..............................................................18
Gambar 2.3 Interactive Model of Innovation.............................................................. 19
Gambar 2.4 Hambatan Tumbuhnya Inovasi di Sektor Publik...........................33
Gambar 2.5 Transformasi Pemerintahan Korea Selatan.....................................58
Gambar 5.1 Model Penciptaan Inovasi Pelayanan Publik Saat ini...............177
Gambar 5.2 Model Pengembangan Inovasi Pelayanan Publik Saat ini......179
Gambar 5.3 Model Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik Saat ini..........181
Gambar 5.4 Model Inovasi Pelayanan Publik di Indonesia Saat ini............182
Gambar 5. 5 Hubungan Proses Inovasi-Struktur Organisasi...........................197
Gambar 5.6 Model Penciptaan Inovasi Pelayanan Publik
Yang Diharapkan......................................................................................204
Gambar 5. 7 Model Pengembangan Inovasi Pelayanan Publik yang
Diharapkan.................................................................................................208
Gambar 5. 8 Model Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik di
Indonesia yang Diharapkan.................................................................211
Gambar 5.9 Model Inovasi Pelayanan Publik di Indonesia yang
Diharapkan.................................................................................................212

DAFTAR FOTO
Foto 3. 1 Tim Evaluasi bersama Wakil Menteri PANRB,
Deputi Bidang Pelayanan Publik dan Asdep Inovasi
dan SIPP, 2014.....................................................................................................67
Foto 3. 2 Menteri PANRB, Syafrudin, Mengumumkan Top 99 Inovasi
Pelayanan Publik, 2019...................................................................................91
Foto 3.3 Menteri PANRB, Syafrudin, menjawab pertanyaan
wartawan, 2019..................................................................................................92
Foto 3. 4 Deputi Bidang Pelayanan Publik, Diah Natalisa,
Mengumumkan Top 99 Inovasi Pelayanan Publik dan
15 Finalis Kelompok Khusus, Tahun2020...............................................97

DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. 1 Persepsi Publik Terhadap Birokrasi Pemerintahan........................ 2
Grafik 2. 1 S- Shape Diffussion Curve..........................................................................22

xii
BAB I
PENDAHULUAN

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rendahnya daya saing bangsa dan rendahnya tingkat kepercayaan
masyarakat kepada Pemerintah merupakan persoalan strategis pelayanan
publik yang dihadapi pemerintah saat ini. Persoalan tersebut dipicu oleh
rendahnya kualitas pelayanan publik dan pelayanan publik yang tidak sesuai
dengan harapan masyarakat.
Berbagai fakta membuktikan masih rendahnya kualitas pelayanan
publik terjadi di berbagai sektor. Di bidang ekonomi dan investasi
misalnya, adanya realokasi investasi ke luar negeri seperti terjadi antara
lain di Batam beberapa industri Penanaman Modal Asing (PMA) dari
Jepang berencana menutup pabriknya dan memindahkannya ke Vietnam
(BatamNews, 22/05/2015). Sebanyak 11 Pabrik Sepatu di Jakarta dan Bekasi
merencanakan menutup pabriknya dan hengkang ke Vietnam (DetikFinance,
17/03/2014). Akibat dari banyakya industri yang ditutup telah terjadi
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebanyak 42. 449 orang (Kemenaker,
2015). Para investor melihat adanya ketidakpastian hukum, perijinan yang
masih berbelit-belit, dan kurangnya perlindungan keamanan investasi.
Pembayaran pajak daerah, seperti di Kabupaten Bogor pelayanannya
masih belum memuaskan, hanya untuk membayar pajak para pembayar
pajak harus mengantri sampai dengan 2 jam (Kompas. com, 26/2/2015).
Infrastruktur untuk kepentingan publik sangat memprihatinkan. Ratusan
Jembatan Gantung seperti di Kabupaten Lebak yang merupakan jalur
aktivitas masyarakat sehari-hari dalam keadaan rusak berat (ANTARA
News, 20/05/2015). Masyarakat menganggap Pemerintah telah absen
untuk memperbaiki pelayanannya. Menguatkan fakta tersebut, berbagai
indikator yang dikeluarkan oleh Lembaga Internasional, seperti rendahnya
Government effectiveness merupakan indikator yang menggambarkan
bagaimana birokrasi pemerintah belum mampu menampung aspirasi
masyarakat berkaitan dengan kualitas pelayanan publik ( Kaufman D. Kraay,

1
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

dalam Indeks Governance Indonesia 2010). Rendahnya posisi Indonesia


dalam International Doing Business (IFC World Bank, 2012), dan rendahnya
posisi Indonesia pada angka Perception Corruption Index (Transparancy
International, 2011).
Pemerintah Indonesia melaksanakan program reformasi birokrasi
dengan melakukan upaya memperbaiki berbagai area perubahan dalam
birokrasi, termasuk untuk mengatasi rendahya kualitas pelayanan publik.
Hasil survey Kompas yang didukung Tempo (2012) memperlihatkan antara
lain sebanyak 62% responden
publik sudah lebih baik,menyatakan sudah aware
24% menyatakan denganusaha
perizinan reformasi
sudah
birokrasi, namun penilaian publik terhadap birokrasi masih buruk, antara
lain mudah/sederhana,
menyatakan 18 %dan 10% proses
menyatakan penyelenggaraan
setuju pelayanan
dan sangat setuju publik
kualitas
pelayanan meningkat, sedangkan 82% menyatakan tidak setuju dan sangat
sudah menggunakan teknologi informasi dengan baik.
tidak setuju kualitas pelayanan publik meningkat.

Grafik
Grafik1.11.1.
Persepsi Publik
Persepsi Terhadap
publik Birokrasi
terhadap Pemerintahan
birokrasi pemerintahan

Sumber: Sumber:
Hasil Survey Tempo,
Laporan Kerjasama AusAid,
Perkembangan 2013.
RB, 2013

Masyarakat mengakui sudah ada peningkatan kualitas pelayanan


publik, namun masih belum sesuai dengan harapan masyarakat. Pemerintah
Dalam kesimpulan penelitian tersebut, tim peneliti menyampaikan
memerlukan strategi baru, karena nampaknya peningkatan pelayanan publik
tidakpengakuan
lagi bisa dilakukan secaraadanya
masyarakat biasa dan gradual, tetapi
peningkatan memerlukan
kualitas upaya
pelayanan publik,
luar biasa dan radikal dengan melakukan percepatan peningkatan kualitas
namunpublik.
pelayanan hasilnya masihbaru
Strategi belum sesuai tersebut
pemerintah dengan adalah
harapanmelakukan
masyarakat.
gerakan“One Agency,
Masyarakat OneInnovation”
menganggap yaitu mewajibkan
peningkatan setiap Kementerian/
kualitas pelayanan publik masih

2 lambat, sedangkan harapan masyarakat lebih cepat. Prof. Eko Prasojo

mengilustrasikan kenaikan kualitas pelayanan publik seperti deret hitung,


BAB I
PENDAHULUAN

Lembaga dan Pemerintah Daerah menciptakan 1 (satu) inovasi pelayanan


publik setiap tahun yang bertujuan mendorong terwujudnya percepatan
peningkatan kualitas pelayanan publik yang berkelanjutan dengan cara
menjadi model untuk dapat direplikasi oleh unit/satuan kerja pelayanan
publik lainnya.
Penulis ingin menjawab percepatan peningkatan kualitas pelayanan
publik yang berkelanjutan dengan melakukan penelitian dan analisis
mengenai penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan
publik di Indonesia; apa yang menjadi aspek pendorong dan penghambatnya
serta rumusan model inovasi pelayanan publik di Indonesia yang dapat
dimanfaatkan dalam rangka mendorong percepatan peningkatan kualitas
pelayanan publik di Indonesia.
Untuk itu, penulis melakukan kajian terhadap 4 inovasi Top 9 yang
merepresentasikan karakter, lokasi, pusat dan daerah inovasi pelayanan
publik dengan menggunakan metode kualitatif untuk menjawab pertanyaan
penelitian tersebut.

Gambar 1.1 Alur Pikir

3
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Buku ini Menjawab Pertanyaan


Untuk menjawab ketiga pertanyaan tersebut penulis berfokus pada
upaya kajian kepustakaan maupun lapangan untuk memperoleh data sehingga
mampu menjelaskan tentang penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan
Inovasi Pelayanan Publik di Indonesia; serta analisis aspek pendorong dan
penghambat dalam penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi
pelayanan publikk terakhir merumuskan model inovasi pelayanan publik di
yang dapat dimanfaatkan dalam rangka mendorong percepatan peningkatan
kualitas pelayanan publik di Indonesia.

1. Bagaimanakah penciptaan, pengembangan, dan


pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik di Indonesia?
2. Bagaimanakah aspek pendorong dan penghambat
dalam penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan
Inovasi Pelayanan Publik di Indonesia?
3. Bagaimanakah rumusan model inovasi pelayanan
publik di Indonesia yang dapat dimanfaatkan dalam
rangka mendorong percepatan peningkatan kualitas
pelayanan publik di Indonesia?

4
BAB II
PENELITIAN DAN TEORI TENTANG INOVASI PELAYANAN PUBLIK

BAB II
PENELITIAN DAN TEORI
TENTANG INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
Bab ini membahas tentang sejumlah penelitian yang berhubungan
dengan inovasi pelayanan publik telah dilakukan oleh banyak peneliti.
Terdapat persamaan dan perbedaan penelitian yang dilakukan terdahulu
dengan hasil penelitian dalam buku ini. Dibahas pula tentang teori dan
konsep inovasi pelayanan publik dan reformasi birokrasi serta alur pikir.

Sejumlah Penelitian Terdahulu


Penelitian yang dilakukan oleh Bollingtoft dkk (2009) meneliti
mengenai Hubungan pada Jaringan-Tingkat Kerja dan Desain Kerja Secara
Menyeluruh pada jaringan kerja Pemerintah. Penelitian melakukan
identifikasi dan pemilahan bacaan secara sistematis, kemudian melakukan
analisis data dan mengaitkannya dengan data-data yang diperoleh. Ditemukan
perangkat tingkatan jaringan kerja terkait dengan desain jaringan kerja yang
dimiliki pemerintah.
Pada Sel I: Bollingtoft dkk menemukan bahwa pada sel ini terdapat
tiga bentuk desain yang memuat kepemimpinan organisasi yang
dicontohkan pada perusahaan pabrik mobil, pabrik produksi pesawat
terbang dan ketersediaan standar kurikulum pendidikan perawat. Pada
Sel II: sebagaimana pada sel I, maka Bollingtoft dkk juga menemukan tiga
bentuk desain jaringan kerja pemerintah pada 4 (empat) lokasi layanan
kesehatan daerah pemukiman pedesaan di Nebraska. Sel III: pada sel ini
kinerja dilakukan melalui struktur yang ada di pemerintah menggunakan
beberapa kasus desain atau NAO (Network Administrative Organization/
jaringan Administrasi Organisasi). Sel IV: pada berbagai kasus jaringan tugas
menghendaki bentuk eksplorasi dan kejelasan. Pada kategori ini tidak jelas

5
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

bentuk hubungan yang terjadi di antara mereka baik dari segi jaringan tugas
maupun model desain jaringan yang dioperasikan oleh pemerintah, dimana
kepercayaan memainkan perannya.
Bollingtoft dkk menyimpulkan, bahwa berdasarkan hasil kajian
kepustakaan dan analisis menunjukkan bahwa ada hubungan antara
kinerja tugas-tugas dengan jaringan dan desain. Desain ini ditransfer dari
ilmu pengetahuan dan informasi di seputar lembaga. Rekomendasi pada
penelitian selanjutnya agar dapat memberi kontribusinya kepada desain
kelembagaan dengan pertanyaan mendasar pada bagaimana jaringan kerja
menyeluruh pada organisasi bisa menciptakan nilai.
Penelitian berikutnya dilakukan oleh Alwi (Disertasi, 2007). Alwi
melakukan melakukan penelitian disertasi yang berjudul “Analisis Jaringan
Antar Organisasi Dalam Penentuan Strategi Pertumbuhan Ekonomi Daerah
(Studi Kasus pada Badan Pengelola Kawasan Pengembangan Terpadu (BP-
KAPET) Parepare Provinsi Sulawesi Selatan)”. Tujuan utama penelitian ini
adalah menemukan teori berupa model kemampuan sistem jaringan antar
organisasi (BP-KAPET Parepare) dalam penentuan dan pelaksanaan strategi
pertumbuhan ekonomi daerah di Provinsi Sulawesi Selatan.
Penelitian Alwi ini menggunakan pendekataan kualitatif dan menggu-
nakan strategi penelitian studi kasus sebagai metode penyelesaian masalah
penelitian ini. Penelitian ini juga menggunakan teknik wawancara menda-
lam dan pengamatan untuk memperoleh data dan menggunakan teknik
­triangulasi sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data. Hasil penelitian ini
menunjukkan, bahwa ketidakberhasilan BP-KAPET Parepare. mendatangkan
investor ke wilayahnya, karena belum optimalnya kemampuan pimpinan,
belum efektifnya kemampuan sistem informasi, dan belum efektifnya ke-
mampuan sistem Koordinasi sebagai dimensi-dimensi pokok kemampuan
sistem jaringan antar organisasi dalam penentuan dan pelaksanaan strategi
pertumbuhan ekonomi daerah.
Penelitian berikutnya dilakukan oleh Boyne dkk pada tahun 2006
dengan judul “Kinerja kelembagaan pada layanan pengidap kanker di Inggris:
Suatu Contoh Evaluasi Secara Kualitatif” yang meneliti MCNs dan NHS,
sebuah lembaga yang menangani masalah kesehatan yang didefinisikannya
sebagai jaringan antara kelompok profesional kesehatan dengan organisasi
lain guna menjamin efektivitas layanan yang berkualitas tinggi. Masing-
masing MCNs dikoordinasikan oleh sebuah tim manajemen jaringan kerja/
network management team (NMT) yang menyediakan layanan komunikasi
antara kelompok profesional dengan organisasi yang terdiri dari keluarga

6
BAB II
PENELITIAN DAN TEORI TENTANG INOVASI PELAYANAN PUBLIK

dokter, komunitas perawat, rumah sakit, klinik, manajer dan komisi


kanker. Guna dapat mengembangkan konsensus antar organisasi tersebut,
digunakan tiga metode, yaitu konsensus pembangunan secara panel, proses
pengelompokan nominal dan teknik Delphi.
Responden penelitian ini diambil dari segenap kelompok pemangku
kepentingan menguji 3 dimensi tertentu terkait kesuksesan jaringan kerja
dengan menggunakan pendekatan kualitatif guna memperoleh pemahaman
mendalam terhadap fokus penelitian. Ketiga dimensi tersebut meliputi
(1) sentralisasi layanan khusus; (2) alokasi anggaran/sumber daya; dan
(3) pendidikan dan pelatihan. Data diperoleh melalui interview, analisis
dokumen, observasi tatap muka, serta analisis mengintegrasikan data dan
membandingkan kasus.
Penelitian ini menemukan berbagai refleksi pada studi jaringan kerja
layanan kanker dimana secara keseluruhan masing-masing memiliki variasi
antara setiap kinerja MCNs dengan indikator lain. Dengan adanya variasi ini,
maka ada perbandingan jaringan kerja layanan kanker yang sangat terkait
dengan data yang dikumpulkan.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Agus Pramusinto (2006)
berjudul Inovasi-Inovasi Pelayanan Publik Untuk Pengembangan Ekonomi
­Lokal: Pengalaman Beberapa Daerah. Penelitian ini mencoba membanding-
kan inovasi pelayanan yang dilakukan dalam bentuk perijinan terpadu pada
beberapa daerah seperti Kabupaten Gianyar, Malang, Kota Parepare, Kota
Pontianak, Kabupaten Sragen, Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Lebak.
Kota Malang, Kabupaten Gianyar, Kota Pare-Pare, dan Kabupaten Sidoarjo
yang mengeluarkan Perda yang terkait dengan pelayanan perijinan sejak ta-
hun 2001. Sragen dan Pontianak baru mulai pada tahun 2002. Sementara itu
Kabupaten Lebak baru memulai pada tahun 2005 dengan Perda No 3 Tahun
2005.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa inovasi yang dilakukan
berbeda pada setiap daerahnya. Dilihat dari bentuk kelembagaan, ada variasi
antar daerah. Beberapa daerah mengambil bentuk Dinas (Malang, Sidoarjo),
Kantor (Sragen, Gianyar, Pontianak, dan Lebak), dan Unit (Pare-Pare).
Bentuk kelembagaan yang berbeda-beda tersebut berimplikasi pada jumlah
personil yang harus ditempatkan untuk memberikan pelayanan. Untuk skala
Dinas , personil yang dibutuhkan sangat besar, yakni sekitar 60-an orang.
Sedangkan untuk ukuran Kantor dan Unit, kebutuhan personilnya jauh lebih
sedikit, yakni berkisar antara 20-30 orang.

7
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Vivio (2004), berjudul


“Allience Strategies: Case Studies”. Penelitian ini bertujuan: (1) mengevaluasi
strategi-strategi dan kebiasaan-kebiasaan aliansi dari tiga perusahaan di
Negara-negara sedang berkembang; (2) mengevaluasi strategi-strategi dan
kebiasaan-kebiasaan aliansi dari 2 perusahaan di Negara maju.
Penelitian Vivio ini menggunakan metode atau strategi studi kasus
dan unit analisis hubungan kerjasama antar organisasi. Pfiser Incoorporated
dan 3Com Corporation masing-masing di Amerika Serikat, dan Philippine
Los Distance Telephone Co di Filipina, Wipro Limited di India, dan PT. Astra
Internasional Tbk di Indonesia.
Hasil penelitian Vivio ini menunjukkan bahwa setiap perusahaan
mengembangkan suatu strategi aliansi tersendiri untuk memenuhi
kebutuhannya saat ini dan di masa akan datang dengan menyesuaikan
ekonomi dan sosial di sekitarnya. Untuk berkompetisi dengan pasar
global bersamaan dengan meningkatnya kompleksitas organisasi dan
teknologi, kelima perusahaan ini melakukan kesepakatan kerjasama
untuk meningkatkan keuntungan kompetitif dengan perusahaan lain.
Walaupun, setiap perusahaan menggunakan strategi aliansi yang berbeda
untuk menghadapi globalisasi, perusahaan-perusahaan di negara-negara
berkembang memfokuskan beraliansi dengan perusahaan-perusahaan
di luar negeri dan bukan pada perusahaan-perusahaan domestik. Hal
yang sebaliknya terjadi di kedua perusahaan di Amerika Serikat yang juga
melakukan aliansi dengan perusahaan-perusahaan dari luar negeri.
Hasil penelitian Vivio ini tidak banyak memberikan penjelasan
mengenai mengapa perusahaan-perusahaan di negara berkembang dalam
melakukan aliansi berorientasi pada perusahaan-perusahaan dari luar
negeri. Hal ini pula yang terjadi pada perusahaan-perusahaan bergerak di
Amerika Serikat.
Penelitian berikutnya dilakukan oleh Van Venrooy (2002). Penelitian
ini merupakan sebuah disertasi dengan judul New Form of ­Interorganizational
Publik Service Delivery in Netherlands. Tujuannya berusaha menjawab
­pertanyaan-pertanyaan seperti: kemungkinan-­kemungkinan cara apa yang
perlu ditempuh Pemerintah Belanda (Dutch Govemment) untuk ­memperbaiki­
pelayanan publiknya, mengapa hal tersebut terjadi sehingga sangat sulit
melakukan kerjasama antara para penyedia pelayanan publik yang berbeda,
karakteristik-karakteristik apa yang paling penting dan “bottle-necks” dari
berbagai proses penyusunan bentuk dari pemberian pelayanan publik antar

8
BAB II
PENELITIAN DAN TEORI TENTANG INOVASI PELAYANAN PUBLIK

organisasi, serta Peran apa yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Pusat da-
lam mengembangkan konsep baru dari pelayanan publik.
Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian di atas, Van
Venrooy tiba pada satu kesimpulan yaitu model baru pelayanan publik
antar organisasi. Model baru yang dimaksudkan oleh peneliti adalah
mengkombinasikan pendekatan-perekayasaan bisnis (business engeneering
approach) dan pendekatan manajemen proses (process management
approaches). Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
hubungan kerjasama antara para penyedia pelayanan publik. Metode atau
penelitian yang digunakan adalah studi kasus.
Hasil penelitian Van Venrooy ini menekankan pendekatan bisnis
dalam pelayanan publik melalui jaringan kerjasama antar organisasi.
Organisasi publik memilki karakteristik dualisme, yaitu di samping ia
dituntut profesional dalam memberikan pelayanan kepada publik tetapi ia
juga sebagai institusi yang harus mengembangkan tugas-tugas publik secara
menyeluruh, serta kedua karakteristik ini tidak boleh dipisahkan, tetapi
harus jalan beriringan.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Powers pada tahun 2001,
berjudul The Formation of Interorganizational Relationships and the
Development of Trust. Penelitian ini bertujuan untuk menilai “information
sharing” antara dan di antara organisasi dalam suatu jaringan kerjasama
antara para penyedia pelayanan tuna wisma Negara bagian New York dengan
organisasi-organisasi lokal dan oganisasi privat. Penelitian ini juga untuk
mengeksplorasi faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi organisasi
dalam jaringan kerjasama khususnya berbagai informasi di antara mereka.
Demikian pula, penelitian ini mempertimbangkan tipe-tipe kepercayaan
yang dikembangkan diantara organisasi-organisasi dalam suatu jaringan.
Unit analisis penelitian ini adalah hubungan kerjasama antar
organisasi. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif, dan teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan pengamatan,
serta menggunakan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan hal ini. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa pentingnya berbagai informasi diantara
para penyedia pelayanan tuna wisma di Negara Bagian New York dalam
berbagai hal seperti kebijakan, manajemen dan teknologi. Menurutnya, ada
4 faktor yang diidentifikasi berpengaruh dalam jaringan kerjasama antara
penyedia layanan, yaitu coercive, normatif, mimetic, cognitif. Setiap faktor
tersebut memainkan peranan dalam jaringan kerjasama tersebut, dan

9
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

faktor mimetic yang paling kecil pengaruhnya dalam memainkan peranan


dalam penentuan keanggotaan jaringan. Demikian pula dari ketiga tipe
kepercayaan yang diidentifikasi (tustor-trustee, trustor context, and trustee
context trust), tipe kepercayaan “trustor trutee” umumnya digunakan dalam
jaringan kerjasama antara organisasi penyedia layanan tuna wisma di negara
bagian New York.
Hasil penelitian Powers ini termasuk cukup komprehensif dalam
menilai jaringan kerjasama antar organisasi, mulai dari penilaian ‘sharing
information” dalam pengambilan keputusan, manajemen dan penggunaan
teknologi, sampai kepada tipe-tipe kepercayaan yang dikembangkan dalam
keanggotaan jaringan kerjasama tersebut. Penilaian didasari pendekatan
sosiologi institusional, tetapi mengabaikan analisis biaya dan manfaat dari
kerjasama tersebut dan faktor ini perlu diperhatikan dalam membangun
suatu jaringan kerjasama.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Gulati dan Gargiulo (1999) ber-
kaitan dengan jaringan kerjasama antar organisasi. Penelitian ini dilakukan
pada 11 perusahaan besar multinasional di 3 negara, yaitu Amerika, Eropa,
dan Jepang.
Unit analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah hubungan
kerjasama antar organisasi. Metode yang digunakan adalah kualitatif
eksplorasi, dengan teknik wawancara yang dilakukannya. Mereka
mewawancarai 153 manajer pada 11 perusahaan tersebut. Mereka
menggunakan pula data sekunder, berupa data keuangan (longitudinal
data) dan data ini dianalisis dengan metode kuantitatif. Hasil penelitian
ini menyimpulkan bahwa baik faktor interdependensi maupun faktor
keterikatan kerjasama antar organisasi mempunyai dampak yang signifikan
dalam pembentukan aliansi. Hasil penelitian Gulati dan Gargiulo ini hanya
mempertimbangkan analisis ekonomi dalam pembentukan aliansi dengan
organisasi lain. Padahal banyak faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
menentukan suatu strategi kerja sama antar organisasi, apa lagi jika
mengenai organisasi publik.
Berdasarkan beberapa pemaparan penelitian sebelumnya maka dapat
dilihat perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan saat ini. Perbedaan
tersebut dapat dilihat dari tabel di bawah ini.

10
BAB II
PENELITIAN DAN TEORI TENTANG INOVASI PELAYANAN PUBLIK

Tabel 2.1. Komparasi Fokus Penelitian Terdahulu dengan Rencana


Penelitian Desertasi

Peneliti dan
Tahun Pene- Persamaan Perbedaan
litian
Bollingtoft dkk Sama-sama meneliti jaringan Penelitian ini tidak melihat adanya
(2009) kerja pemerintah atau organisasi hubungan kinerja tugas dengan jarin-
pelayanan publik. gan dan desain organisasi.
Alwi (2007) Meneliti pelaksanaan penyeleng- Penelitian terdahulu hanya melihat
garaan pelayanan publik yang beberapa faktor ketidakberhasilan
demokratis. BP-Kapet dalam penentuan dan pelak-
sanaan strategi pertumbuhan ekonomi
daerah
Boyne dkk Meneliti jaringan kerja antar Penelitian Boyne pada lokus pe­
(2006) organisasi dikaitkan dengan nanganan penyakit kanker sedangkan
penyakit penelitian ini pada penyakit birokrasi

Agus Pra- Sama-sama meneliti inovasi-ino- Membahas inovasi pada pelayanan


musinto (2006) vasi pelayanan publik perijinan saja pada beberapa daerah
serta bukan pada model inovasnya.
Vivio (2004) Meneliti strategi aliansi organi- Pada penelitian yang akan dilakukan
sasi untuk memenuhi kebutuhan adalah bukan pada perusahaan tapi
masyrakat pada organisasi publik.
Lugenbill Meneliti teknik dalam melibatkan Penelitian terdahulu hanya melihat
(2003) pelaksana organisasi pelayanan teknik kolaboratif pengelolaan hutan
publik. saja.
Van Venrooy Sama-sama menemukan model Penelitian ini terlalu menekankan
(2002) pelayanan publik. pendekatan bisnis dalam pelayanan
publik melalui jaringan kerjasama an-
tar organisasi.
Powers (2001) Penelitian ini sama dengan dalam Penilaian mengabaikan analisis biaya
menilai kerja-sama antar organi- dan manfaat dari kerjasama tersebut
sasi dengan komprehensif dan faktor ini perlu diperhatikan da-
lam jaringan
Gulati dan Gar- Sama-sama meneliti, baik faktor Hanya mempertimbangkan analisis
giulo (1998) interdependensi maupun faktor ekonomi dalam pembentukan aliansi
keterikatan kerja sama antar or- dgn organsasi lain. Padahal banyak fak-
ganisasi tor yang perlu dipertimbangkan dalam
menentukan suatu strategi kerja sama
antar organisasi publik.

Sumber: Diolah Peneliti, 2014.

11
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Konseptualisasi
Konsep inovasi pelayanan publik meliputi aspek penciptaan, pengem­
bangan, dan pelembagaan. Pengertian Penciptaan sebagai terjemahan
“to create”. Namun dalam pelaksanaan seringkali pengertian penciptaan
tersebut ditujukan juga untuk kegiatan memodifikasi inovasi yang telah
ada (to modify) atau ditujukan untuk kegiatan memperbaiki inovasi dari
keadaan yang lalu menjadi sesuatu yang lebih baik (to improvement). Namun
demikian dalam konteks inovasi pelayanan publik, dari hasil Focus Group
Discussion (FGD) dengan Para Pakar dan Praktisi Inovasi di Kementerian
PANRB dipimpin oleh Prof. Dr. Eko Prasojo, pengertian “to create” dalam
konteks inovasi pelayanan publik diterjemahkan sebagai penciptaan dalam
rangka memunculkan inovasi pelayanan publik (FGD, 2014).
Pengembangan inovasi dalam perspektif teknologi disebut
sebagai proses komersialisasi, pemroduksian, pengemasan, pemasaran,
dam pendistribusian dalam rangka mengimplemtasikan hasil inovasi
(Suaedi, 2014). Dalam konteks inovasi pelayanan publik pengertian
pengembangan dari kata to develop diarahkan kepada upaya melakukan
proses penyempurnaan dan pemanfaatan inovasi, sehingga inovasi menjadi
berguna bagi instansi yang akan melakukan replikasi atau masyarakat yang
akan memanfaatkannya.
Pengertian pelembagaan adalah menetapkan, mengembangkan,
melindungi hubungan normatif dan pola-pola tindakan yg baru (Milto J
Esman dalam Bintoro, 1998). Pelembagaan atau membangun kelembagaan
dimaksudkan agar adanya sustainability (keberlanjutan) inovasi yang telah
diciptakan dan dikembangkan.
Inovasi pelayanan publik tersebut merupakan inovasi yang dilakukan
oleh sektor publik atau pemerintahan. Dalam konteksi inovasi pelayanan
publik di Indonesia tersebut dilakukan dalam lingkup Kementerian/Lemba-
ga dan Pemerintah Daerah.
Konsep inovasi dalam penulisan disertasi ini secara operasional
merupakan langkah terobosan pelayanan publik yang berasal dari gagasan
ide kreatif orisimal dan/atau adaptasi/modifikasi yang memberikan manfaat
bagi masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Percepatan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti
perbuatan (hal dan sebagainya) mempercepat. Dalam ilmu geografi atau
geologi percepatan berarti tingkat pertambahan kecepatan. Percepatan
dikiaskan oleh Prof. Dr. Eko Prasojo (2013) sebagai peningkatan menurut

12
BAB II
PENELITIAN DAN TEORI TENTANG INOVASI PELAYANAN PUBLIK

deret ukur untuk membandingkan dengan peningkatan secara normal


menurut deret hitung. Dengan demikian percepatan peningkatan kualitas
pelayanan publik merupakan tindakan atau perbuatan mempercepat
peningkatan kualitas kualitas pelayanan publik di atas peningkatan secara
normal atau dengan kata lain percepatan peningkatan kualitas pelayanan
publik merupakan upaya luar biasa penyelenggara pelayanan publik untuk
meningkatkan kecepatan peningkatan kualitas pelayanan publik di atas
kecepatan normal.
Praktik peningkatan kualitas pelayanan publik dikatakan normal,
apabila menyangkut perubahan gradual yang perbaikannya dilakukan pada
bagian tertentu sajasecara parsial, misalnya dari peningkatan kenyamanan
dari kurang nyaman menjadi lebih nyaman. Sedangkan melakukan
percepatan dalam praktik pelayanan publik lebih kepada perubahan sistemik
pelayanan publik yang secara mendasar dalam penyelenggaraan pelayanan
publik, misalnya mengganti pelayanan publik dari cara manual menjadi
pelayanan publik secara elektronik yang memberikan dampak perubahan
dalam organisasi penyelenggara pelayanan publik.
Inovasi pelayanan publik dalam rangka mendorong percepatan
peningkatan kualitas pelayanan publik dimaksudkan inovasi pelayanan
publik dijadikan sebagai lokomotif perubahan dan/atau pemberi inspirasi
perubahan, sehingga terjadi perubahan sistemik pelayanan publik yang
secara mendasar dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Dengan demikian penelitian mengenai inovasi pelayanan publik
di Indonesia merupakan kegiatan terobosan pelayanan publik dalam
mendorong percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik yang
dilakukan oleh Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah.

Teori Inovasi
Pengertian Innovation sebagai upaya pembaharuan biasa dipadankan
dengan pengertian kata improvement, reform, dan modernization.
Improvement menyangkut way of work, sedangkan reform adalah
pembaharuan menyangkut institution. Adapun modernization adalah
pembaharuan menyangkut institution dan way of work. Innovation sebagai
upaya pembaharuan menyangkut way of thinking, way of work dan institution
(Yan Sik Choi, 2007). Oleh karena itu innovation lebih luas dari pada
improvement karena bukan hanya cara bekerja tetapi juga menyangkut cara
berfikir. Innovation juga lebih luas dari pada reform karena ruang lingkup

13
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

pembaharuan tersebut tidak hanya institution, juga way of thinking dan way
of work.
Konsep inovasi relatif baru dalam literatur administrasi publik
(publik administration). David Mars (dalam Lee, 1970) yang dikutip oleh
Asropi (2008) mengungkapkan bahwa sampai tahun 1966 tidak ditemukan
publikasi dari tulisan administrasi publik yang membahas tentang inovasi.
Literatur klasik yang memuat konsep inovasi dalam konteks reformasi
antara lain adalah artikel “Innovation in Bureaucratic Institutions” tulisan
Alfred Diamant yang dimuat dalam jurnal Publik Administration Review (PAR)
pada tahun 1967 dan buku “Administrative Reform” (Caiden, 1969) tentang
inovasi sebagai bagian dari reformasi administrasi (administrative reform).
Tulisan-tulisan tersebut menandai bahwa inovasi semakin diperhatikan
oleh para ahli administrasi publik.
Konsep inovasi kurang populer pada masa lalu karena karakter
reformasi yang lebih didasarkan pada prinsip-prinsip birokrasi weber. Dalam
konsepsi weber, birokrasi digambarkan sebagai sesuatu yang kaku, dengan
kebutuhan akan aturan yang jelas, hirarki, spesialisasi dan lingkungan yang
relatif stabil. Dalam konteks ini, inovasi dianggap tidak banyak diperlukan
bagi aparatur birokrasi pemerintah (Kelman, 2005).
Hasil penelitian David Mars (dalam Lee, 1970) mengungkapkan, bahwa
sampai tahun 1996 tidak ditemukan publikasi dari tulisan administrasi publik
yang mengulas tentang inovasi. Adapun litelatur klasik yang memuat konsep
inovasi dalam konteks reformasi antara lain adalah artikel “Innovation in
Bureucratic Institutions” tulisan Alfred Diamant yang dimuat dalam jurnal
Publik Administration Review (PAR) pada tahun 1967 dan buku Caiden yang
berjudul “Administrative Reform” yang diterbitkan pada tahun 1969. Dalam
bukunya tersebut, Caiden menguraikan inovasi sebagai bagian dari reformasi
administrasi (administrative reform). Beberapa tulisan tersebut menandai
mulai diperhatikannya inovasi oleh pakar ilmu administrasi publik. Hanya
saja, konsep inovasi kemudian masih belum cukup populer dalam ranah
adminsitrasi publik dan reformasi administrasi. Inovasi populer dalam
bidang tersebut baru pada dekade terakhir ini.
Kurang populernya konsep inovasi pada masa lalu dapat dipahami
karena karakter reformasi birokrasi yang lebih didasarkan pada prinsip-
prinsip Weber seperti disebutkan di atas. Kewajiban aparatur birokrasi
pemerintah adalah menjalankan aturan yang ditetapkan (rule driven). Jika
kemudian inovasi dilaksanakan, itu pun hanya dalam intensitas yang kecil
dan dilakukan terbatas pada level pimpinan puncak. Inovasi dalam hal ini

14
BAB II
PENELITIAN DAN TEORI TENTANG INOVASI PELAYANAN PUBLIK

sebagaimana reformasi admnistrasi didekati melalui mekanisme top down


(Caiden, 1969).
Pada tahun 90-an, New Publik Administration (NPM) mulai menggeser
hegemoni konsep Weber dalam reformasi administrasi. Reformasi
administrasi kemudian mengalami pembelokan arah menuju reformasi
birokrasi yang mengedepankan hasil, partisipasi, berorientasi pelanggan,
digerakan oleh misi dan desentraslisasi (Osborne, 1992). Pada era ini,
inovasi sangat dihargai oleh pendukung gerakan reformasi.
Perkembangan saat ini menunjukan kemajuan pada penggunaan
istilah inovasi dalam bidang administrasi publik. Di Korea, konsep inovasi
bahkan telah “menggantikan” konsep reformasi. Pengalaman Korea
menunjukan bahwa penerapan inovasi telah meningkatkan kualitas
penyelenggaraan pemerintahan di tingkat lokal (Yoo, 2002). Oleh karena itu
inovasi mempunyai relevansi dengan perkembangan administrasi publik.
Inovasi menurut US Council on Competitiveness adalah transformasi
dari pengetahuan menjadi proses, produk dan jasa baru. Inovasi juga
digambarkan sebagai From an institutional view point the focus is on how a
set of organisations coordinates different processes and ideas to create new
products and services (Galanakis, 2006).
Menurut Schumpeter ada 5 macam kegiatan yang termasuk sebagai
inovasi yaitu; 1) diperkenalkannya produk baru yang sebelumnya tidak
ada, 2) di perkenalkannya cara berproduksi baru, 3) pembukaan daerah-
daerah pasar baru, 4) penemuan sumber-sumber bahan mentah baru, dan
5) perubahan organisasi industri sehingga efisiensi industri (Schumpeter,
1939).
Pengertian inovasi dalam sektor publik yang disampaikan oleh UN-
DESA dan UN-Habitat merumuskan:

“Innovation may be understood as a creative idea and its


implementation which is different from invention. It can be
referred to as the act of conceiving and implementing a new way
of achieving result and/or performing work. An innovation may
involve the incorporation new elements, a new combination of
existing elements or a significant change or departure from the
traditional way of doing things…” (UN-DESA & UN-Habitat, 2007:
Hal. 10.

15
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Australian Audit Office merumuskan pengertian inovasi di sektor


publik:

“Innovation in publik sector context has been defined as the


creation and implementation of new processes, products, services
and methods of delivery which result in significant improvements
in the efficiency, effectiveness or quality of outcomes” . (Australian
National Audit Office, 2009: Hal 1).
Uraian teoritis mengenai pengertian inovasi tersebut dengan konsep
inovasi pelayanan publik di Indonesia sebagai pendorong percepatan
peningkatan kualitas pelayanan publik terdapat kesamaan yaitu dalam
inovasi pelayanan publik itu tidak hanya mengimplementasikan gagasan
baru (sebagiannya baru) dalam memunculkan inovasi, tetapi juga bagaimana
penerapannya untuk mencapai hasil (outcome) yang lebih baik. Dengan
kata lain inovasi pelayanan publik tidak berhenti pada penciptaan dengan
mengimplementasikan gagasan kreatif, tetapi juga penerapannya untuk
meningkatkan setidaknya salah satu dari efisiensi, efektivitas atau kualitas
pelayanan publik antara lain dari produk, metoda, cara dan sebagainya.
Oleh karena itu dalam penelitian mengenai inovasi pelayanan publik di
Indonesia tersebut ada 3 (tiga) aspek proses penting dalam inovasi pelayanan
publik yang menjadi fenomena peneitian terkait dengan inovasi pelayanan
publik mulai gagasan sampai dengan pemanfaatannya dan keberlanjutannya,
yaitu aspek penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi
pelayanan publik.
Menurut laporan UNDESA, keharusan sektor publik melakukan
(penciptaan) inovasi karena beberapa alasan-alasan, yaitu:

1. Demokratisasi.
Fenomena demokratisasi telah menyebar ke seluruh dunia, melewati
batas batas kedaulatan, ideologi dan politik bangsa-bangsa.
2. Perjanjian internasional/globalization.
Perjanjian internasional sebagai bagian dari konsekuensi globalisasi
dan interaksi antar bangsa dalam rangka kerjasama.
3. Brain drain.
Fenomena human capital flight yang terjadi dari negara berkembang ke
negara maju, sehingga terjadi ketidakseimbangan persebaran sumber

16
BAB II
PENELITIAN DAN TEORI TENTANG INOVASI PELAYANAN PUBLIK

daya manusia unggulan. Alhasil kesenjangan sosial ekonomi politik


antara negara maju dengan negara berkembang makin melebar.
4. Negara pasca konflik, demokrasi dan ekonomi transisi.
Beberapa negara baru saja melewati masa konflik dan instabilitas
politik akibat perang atau friksi kepentingan politik dalam negeri.
Saat ini mulai mengadopsi sistem demokrasi serta mengalami transisi
5. Moral pegawai negeri.
Moralitas menjadi salah satu isu integritas pegawai dalam penataan
birokrasi yang lebih baik.
6. Sumber baru persaingan: privatisasi dan outsourcing.
Privatisasi dan outsourcing adalah fenomena organisasional yang
telah merambah sektor publik sejak lama. Hal ini berdampak pada
perubahan struktur, budaya kerja dan lingkungan dinamis organisasi.
Inovasi dalam sektor publik dipicu juga oleh berbagai hal, antara
lain persaingan global dan kemajuan ICT menimbulkan tantangan yang
kompleks dan juga peluang baru; perlunya meningkatkan cakupan dan
kualitas pelayanan publik dengan sumber daya yang terbatas; publik
semakin menuntut efektifitas (hasil-hasil nyata) dan penyediaan pelayanan
cepat dan tepat; keterbatasan sumber daya menuntut efisiensi yang tinggi
dalam penggunaannya untuk keuntungan warga negara; serta peningkatan
daya saing dan keberlanjutan pembangunan. (Dendi Astria, 2014).
Oleh karena itu dilihat dari keharusan latar belakang, nampaknya
munculnya model penciptaan inovasi pelayanan publik diperlukan
dalam rangka memenuhi “matching demand-supply” pelayanan publik dan
keberlanjutan pembangunan yang berorientasi pada kebutuhan warga
negara (citizen), serta jawaban atas tantangan global.
Model lain dalam hal penciptaan inovasi Machlup (1980) dalam
Wisber Wiryanto (LAN, 2014) mengemukakan, bahwa penciptaan inovasi
dan menggambarkan proses tersebut sebagai alur yang terdiri dari dari 4
tahapan, yaitu Research Invention – Development – Application. Pengetahuan
yang terdapat dalam organisasi (Existing Knowledge) merupakan syarat awal
(pre-requisite) terjadinya proses inovasi (Cohen and Levinthal, 1990), yang
digambarkan sebagai berikut:

17
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Gambar 2.1 Proses Penciptaan Inovasi Menurut Muchlup

Sumber: Machlup (1980) Dalam Wisber Wiryanto (2014), diolah Peneliti, 2014.

Penciptaan inovasi yang digambarkan Machlup tersebut nampaknya


sejalan dengan yang diterapkan dalam dunia teknologi. Dalam dunia
teknologi, model inovasi dikenal 2 (dua) macam pendekatan, yaitu (1)
Pendekatan Technology Push yang dilakukan pada era tahun 1950-
1960an, dan (2) Pendekatan Market Pull yang dilakukan pada era tahun
1970-an. Pendekatan Technology Push, yaitu penciptaan inovasi didorong
oleh kemajuan teknologi sebagai keberhasilan dari hasil research and
development, kemudian hasil research and development tersebut diwujudkan
inovasinya (manufacturing) sebelum dilemparkan kepada pasar (market).
Sebaliknya Pendekatan Marketing Pull, berawal permintaan pasar (market)
yang menjadi orientasi penciptaan inovasi, kemudian permintaan pasar
tersebut diolah menjadi bahan research and development untuk seterusnya
diwujudkan inovasinya (manufacturing).

Gambar 2.2 Pendekatan Inovasi Teknologi

Where we began: Innovative Models

1950/60s - Technology Push


Research &
Manufacturing Marketing
Development

1970s - Market Pull


Research &
Marketing Manufacturing
Development

Sumber: Diolah dari Presentasi Pusat Tekonologi Medika, BPPT, 2015

Selanjutnya pada era tahun 1990-an, terjadi interaktif model dimana


tidak mendikotomikan antara ke-2 pendekatan tersebut. Pendekatan
Technology Push dan Pendekatan Market Pull bertemu dan saling
berhubungan dalam rangka mewujudkan inovasi menjadi comercial product
yang diminati oleh masyarakat.

18
BAB II
PENELITIAN DAN TEORI TENTANG INOVASI PELAYANAN PUBLIK

Selanjutnya model interaktif tersebut dalam Gambar 2.2 dijelaskan,


bagaimana ke-2 pendekatan (technology push dan market pull) tersebut
saling mendukung dan saling berhubungan membentuk suatu siklus yang
terus berkembang dan berkelanjutan, sebagai berikut:

Gambar 2.3 Interactive Model of Innovation

Oleh karena itu penciptaan inovasi di sektor publik tersebut sejalan


dengan pengertian Inovasi dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012
tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi. Inovasi menurut Undang-Undang tersebut
adalah kegiatan penelitian, pengembangan, dan/atau perekayasaan yang
bertujuan mengembangkan penerapan praktis nilai dan konteks ilmu
pengetahuan yang baru, atau cara baru untuk menerapkan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang telah ada ke dalam produk atau proses produksi.
Konsep Muchlup tersebut dapat diadopsi dalam sektor publik.
Penciptaan inovasi pada sektor publik yang menekankan proses kreatif
dalam menghasilkan sesuatu yang memiliki manfaat efektivitas, efisiensi atau
kualitas. Proses kreatif tersebut bukan berarti penemuan tetapi merupakan
modifikasi dari hasil inovasi yang telah ada sebagaimana dikemukakan oleh
Mulgan dan Albury, yaitu: Innovation is the creation and implementation
of new prosesses, product, services and methods of delivery which result in
significant improvement and in outcomes eficiency, effectiveness, or quality.
Sejalan dengan pendapat Mulgan dan Albury dikemukan oleh ANAO Australia,
yaitu: Innovation in publik sector context has been defined as the creation and
implementation of new processes, products, services and methods of delivery

19
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

which result in significant improvements in the efficiency, effectiveness or


quality of outcomes”.
Berdasarkan uraian teoritis mengenai penciptaan inovasi pelayanan
publik terdapat 5 ((lima) hal yang menjadi menjadi aspek penting proses
penciptaan inovasi pelayanan publik yang menjadi sub fenomena
(indikator) yang mendorong proses penciptaan inovasi, yaitu: 1) solusi
atas permasalahan, 2) originalitas, 3) penggagas kreativitas, dan 4)
motif dalam memunculkan inovasi.
Pengembangan inovasi pelayanan publik adalah proses untuk
mendapatkan kemajuan yang disengaja dilakukan untuk memantapkan
dan/atau memperbaiki inovasi serta menyebarluaskan inovasi dalam
rangka transfer atau replikasi inovasi. Menurut Rogers, ada 2 (dua) hal
yang penting yang terkait dengan pengembangan inovasi pelayanan
publik, yaitu inkubasi dan difusi. Inkubasi merupakan istilah yang sering
dipakai dalam dunia kedokteran untuk menjelaskan waktu antara terkena
infeksi dengan muculnya gejala awal penyakit. Sementara itu dalam ilmu
mikrobiologi merujuk pada proses memelihara kultur bakteri dalam suhu
tertentu selama jangka waktu tertentu untuk memantau pertumbuhan
bakteri. Adapun dalam bidang bisnis, inkubasi adalah sejumlah waktu dan
rangkaian usaha yang dibutuhkan sebelum memulai usaha tertentu. Dengan
analogi tersebut inkubasi inovasi adalah penerapan program tertentu untuk
mengembangkan ide/inisiatif inovasi, yang dilakukan pada periode tertentu
yakni sejak munculnya gagasan atau inisiatif inovasi sampai dengan kesiapan
implementasinya (Tri Widodo, 2014).
Tahap inkubasi ini penting, karena pada umumnya sebuah usaha
baru atau inisiatif baru membutuhkan semacam uji coba, market testing,
atau piloting sebelum dijalankan sepenuhnya. Pada tahap awal biasanya
masih dijumpai adanya pengalaman yang terbatas, keterampilan manajerial
yang minim, jejaring usaha yang sedikit, atau dukungan dan kepercayaan
publik yang juga masih sangat terbatas. Dengan berbagai keterbatasan tadi,
kemungkinan keberhasilan suatu usaha/inisiatif menjadi kecil. Sesuatu yang
masih mentah bisa menjadi matang setelah melewati masa inkubasi. Sesuatu
yang masih berupa konsep/ide pun dapat menjadi program yang aplikatif
dengan menjalani masa inkubasi.
Difusi inovasi adalah proses penyebaran inovasi kepada anggota sistem
sosial melalui saluran komunikasi dalam jangka waktu tertentu (Rogers,
1983). Menurut Rogers terdapat 4 unsur utama dalam difusi inovasi, yaitu

20
BAB II
PENELITIAN DAN TEORI TENTANG INOVASI PELAYANAN PUBLIK

1) Inovasi, 2) Saluran komunikasi, 3) Jangka waktu tertentu, dan 4) Sistem


sosial.
Dalam kaitan tersebut, pengertian dan unsur utama difusi inovasi
pelayanan publik sejalan dengan penyelenggaraan inovasi pelayanan publik,
yaitu tersedia inovasi pelayanan publik yang merupakan hasil kompetisi
Inovasi Pelayanan Publik. Kemudian tersedia saluran komunikasi yang
akan dipergunakan dalam berkomunikasi diantaranya melalui e-mail atau
media sosial dalam Sistem Informasi Inovasi Pelayanan Publik. Selanjutnya
dilakukan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan, yaitu dengan
menyediakan periode waktu satu sama lain melakukan knowlwdge sharing,
diantaranya melalui simposium inovasi pelayanan publik, serta dilaksanakan
dalam sistem sosial tertentu yaitu di lingkungan Kementerian/Lembaga dan
Pemerintah Daerah.
Rogers berpendapat ada 4 (empat) asumsi dasar sehingga difusi
inovasi terjadi, yaitu:
a. Kesadaran individu akan adanya inovasi dan adanya pemahaman
tertentu tentang bagaimana inovasi tersebut berfungsi;
b. Individu memiliki/membentuk sikap yang menyetujui atau tidak
menyetujui inovasi tersebut;
c. Individu terlibat dalam aktivitas yang membawa pada suatu pilihan
mengangdopsi atau menolak inovasi; dan
d. Individu mencari pendapat yang menguatkan keputusan yang telah
diambilnya, ia dapat mengubah keputusannya jika pesan-pesan mengenai
inovasi yang diterima berlawanan satu dengan yang lain.
Difusi inovasi sebenarnya didasarkan atas teori pada abad ke 19 dari
seorang ilmuwan Perancis, Gabriel Tarde. Dalam bukunya yang berjudul
“The Laws of Imitation” (1930), Tarde mengemukakan teori kurva S dari
adopsi inovasi, dan pentingnya komunikasi interpersonal. Tarde juga
memperkenalkan gagasan mengenai opinion leadership, yakni ide yang
menjadi penting diantara para peneliti media beberapa dekade kemudian.
Tarde melihat bahwa beberapa orang dalam komunitas tertentu merupakan
orang yang memiliki ketertarikan lebih terhadap ide baru, dan dan hal-hal
teranyar, sehingga mereka lebih berpengetahuan dibanding yang lainnya.
Orang-orang ini dinilai bisa memengaruhi komunitasnya untuk mengadopsi
sebuah inovasi.

21
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Grafik 2. 1 S-Shaped Diffussion Curve

Sumber: Diolah Peneliti, 2014

Difusi inovasi adalah teori tentang bagaimana sebuah ide dan


teknologi baru tersebar dalam sebuah kebudayaan. Teori ini dipopulerkan
oleh Everett Rogers pada tahun 1964 melalui bukunya “Diffussion of
Innovation” Ia mendefinisikan difusi sebagai proses dimana sebuah inovasi
dikomunikasikan melalui berbagai saluran dan jangka waktu tertentu dalam
sebuah sistem sosial.
Ada beberapa tahapan membentuk proses difusi:
1. Mempelajari Inovasi.
Tahapan ini merupakan tahap awal ketika masyarakat mulai melihat, dan
mengamati inovasi baru dari berbagai sumber, khususnya media massa.
Pengadopsi awal biasanya merupakan orang-orang yang rajin membaca
koran dan menonton televisi, sehingga mereka bisa menangkap inovasi
baru yang ada. Jika sebuah inovasi dianggap sulit dimengerti dan sulit
diaplikasikan, maka hal itu tidak akan diadopsi dengan cepat oleh
mereka. Lain halnya jika yang dianggapnya baru merupakan hal mudah,
maka mereka akan lebih cepat mengadopsinya. Beberapa jenis inovasi
bahkan harus disosialisasikan melalui komunikasi interpersonal dan
kedekatan secara fisik.
2. Pengadopsian.
Dalam tahap ini masyarakat mulai menggunakan inovasi yang mereka
pelajari. Diadopsi atau tidaknya sebuah inovasi oleh masyarakat

22
BAB II
PENELITIAN DAN TEORI TENTANG INOVASI PELAYANAN PUBLIK

ditentukan juga oleh beberapa faktor. Riset membuktikan bahwa


semakin besar keuntungan yang didapat, semakin tinggi dorongan
untuk mengadopsi perilaku tertentu. Adopsi inovasi juga dipengaruhi
oleh keyakinan terhadap kemampuan seseorang. Sebelum seseorang
memutuskan untuk mencoba hal baru, orang tersebut biasanya bertanya
pada diri mereka sendiri apakah mereka mampu melakukannya. Jika
seseorang merasa mereka bisa melakukannya, maka mereka akan
cenderung mangadopsi inovasi tersebut. Selain itu, dorongan status
juga menjadi faktor motivasional yang kuat dalam mengadopsi inovasi.
Beberapa orang ingin selalu menjadi pusat perhatian dalam mengadopsi
inovasi baru untuk menunjukkan status sosialnya di hadapan orang lain.
Adopsi inovasi juga dipengaruhi oleh nilai yang dimiliki individu tersebut
serta persepsi dirinya. Jika sebuah inovasi dianggapnya menyimpang atau
tidak sesuai dengan nilai yang ia anut, maka ia tidak akan mengadopsinya.
3. Pengembangan Jaringan Sosial.
Seseorang yang telah mengadopsi sebuah inovasi akan menyebarkan
inovasi tersebut kepada jaringan sosial di sekitarnya, sehingga sebuah
inovasi bisa secara luas diadopsi oleh masyarakat. Difusi sebuah inovasi
tidak lepas dari proses penyampaian dari satu individu ke individu lain
melalui hubungan sosial yang mereka miliki. Riset menunjukkan bahwa
sebuah kelompok yang solid dan dekat satu sama lain mengadopsi inovasi
melalui kelompoknya. Dalam proses adopsi inovasi, komunikasi melalui
saluran media massa lebih cepat menyadaran masyarakat mengenai
penyebaran inovasi baru dibanding saluran komunikasi interpersonal.
Komunikasi interpersonal mempengaruhi manusia untuk mengadopsi
inovasi yang sebelumnya telah diperkenalkan oleh media massa.
Dalam kaitan dengan proses adopsi, terdapat beberapa tahap yang
harus dilakukan, yaitu:
1. Tahap Pengetahuan.
Dalam tahap ini, seseorang belum memiliki informasi mengenai inovasi
baru. Untuk itu informasi mengenai inovasi tersebut harus disampaikan
melalui berbagai saluran komunikasi yang ada, baik melalui media
elektronik, media cetak, maupun media komunikasi interpersonal di
antara masyarakat.
2. Tahap Persuasi.
Tahap kedua ini terjadi lebih banyak dalam tingkat pemikiran calon
pengguna. Seseorang akan mengukur keuntungan yang akan ia dapat jika
mengadopsi inovasi tersebut secara personal. Berdasarkan evaluasi dan

23
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

diskusi dengan orang lain, ia mulai cenderung untuk mengadopsi atau


menolak inovasi tersebut.
3. Tahap pengambilan keputusan.
Dalam tahap ini, seseorang membuat keputusan akhir apakah mereka
akan mengadopsi atau menolak sebuah inovasi. Namun bukan berarti
setelah melakukan pengambilan keputusan ini lantas menutup
kemungkinan terdapat perubahan dalam pengadopsian
4. Tahap implementasi.
Seseorang mulai menggunakan inovasi sambil mempelajari lebih jauh
tentang inovasi tersebut.
5. Tahap konfirmasi
Setelah sebuah keputusan dibuat seseorang kemudian akan mencari
pembenaran atas keputusan mereka. Apakah inovasi tersebut diadopsi
ataupun tidak, seseorang akan mengevaluasi akibat dari keputusan
yang mereka buat. Tidak menutup kemungkinan seseorang kemudian
mengubah keputusan yang tadinya menolak jadi menerima inovasi
setelah melakukan evaluasi.
Dari uraian konsep yang telah disampaikan tersebut, maka dapat dis-
ampaikan bahwa konsep difusi inovasi dapat dijadikan sebagai konsep dasar
pengembangan inovasi pelayanan publik sebagai lanjutan dari penciptaan
inovasi pelayanan publik.
Dalam konsep difusi inovasi komunikasi antara inovator dengan
yang akan melakukan replikasi inovasi menjadi penting melalui berbagai
media, baik media cetak maupun elektronik serta media interpersonal.
Dalam kesiapan untuk melakukan replikasi dari aspek pengetahuan dan
kemampuan perlu dilakukan, sehingga proses difungsi dapat berjalan
dengan baik.
Dalam pengembangan inovasi, manajemen pengetahuan menjadi
aspek yang penting. Spector dan Gerald dalam North (2014) menjelaskan
Manajemen pengetahuan (Knowledge management) ialah rangkaian proses
melingkupi penciptaan, penyebaran, dan pemanfaatan dari pengetahuan.
Skyrme (dalam Bambang, 2006) mengemukakan definisi ”Knowledge
Management is the explicit and systematic management of vital knowledge
and its associated processes of creation, organisation, diffusion, use and
exploitation”. Menurut Carl Davidson dan Philip Voss (2003), mengelola
knowledge adalah bagaimana organisasi mengelola staf yang ditunjukkan
dari bagaimana orang-orang dari berbagai tempat yang berbeda mulai saling
bicara, yang saat ini populer dengan label learning organization. Pengetahuan

24
BAB II
PENELITIAN DAN TEORI TENTANG INOVASI PELAYANAN PUBLIK

yang selalu diciptakan oleh individu-individu dapat dimunculkan dan


diperluas oleh organisasi melalui interaksi sosial dimana pengetahuan
yang tersirat (tacit knowledge) diubah menjadi pengetahuan yang tersurat
(explicit knowledge). Pengetahuan yang disusun dengan baik dan dapat
diakses dengan mudah akan dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas
layanan.
Davenport et. al. (1998) mengidentifikasi empat langkah yang perlu
dilakukan organisasi agar Knowledge management menjadi Sumber daya
strategik yaitu:
1. Pengetahuan dapat disimpan. Data, informasi, dan pengetahuan dapat
disimpan dalam bentuk dokumentasi agar mudah ditelusuri bila
dibutuhkan.
2. Pengetahuan harus mudah diakses.
Setiap anggota organisasi mempunyai akses yang sama terhadap
knowledge-based organisasi. Agar proses aksessibilitas dan transfer
mudah dilakukan antar anggota, organisasi perlu memfasilitasi dengan
memanfaatkan teknologi misalnya video conference, jaringan internet,
telepon, dan faksimili. Banyak organisasi mempunyai ruang perpustakaan
sehingga anggotanya mudah mengakses pengetahuan-pengetahuan terbaru
melalui literatur. Organisasi memfasilitasi juga dengan aturan dan prosedur
yang memudahkan setiap orang dapat mengakses pihak-pihak dan anggota
organisasi lain yang mempunyai pengetahuan. Agar pihak di luar organisasi
dapat mengakses pengetahuan maka diperlukan wadah dan prosedur
bagi pihak luar untuk memperoleh dan memodifikasi pengetahuan yang
diperolehnya.
Peningkatan pengetahuan didukung oleh organisasi. Lingkungan
eksternal berubah dengan cepat akibatnya organisasi harus senantiasa
beradaptasi. Organisasi perlu menciptakan lingkungan yang mampu
mempercepat peningkatan pengetahuan. Temuan Davenport et al. (1998)
mengungkapkan perlunya sentralisasi struktur organisasi, dan perubahan
budaya kerja yang mendukung kreatifitas anggota organisasi.
Dalam organisasi, aset dapat berbentuk barang baik yang berwujud
maupun barang yang tidak berwujud. Organisasi berfokus kepada 2 aset
tersebut. Pengetahuan merupakan aset tidak berwujud, harus diperlakukan
sebagai aset berwujud yang dapat diukur.
Davenport dan Prusak (1998) membedakan pengertian antara data,
informasi dan pengetahuan yaitu “knowledge is neither data nor information,

25
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

though it related to both, and the differences between these terms are often a
matter of degree”. Keduanya menjelasakan Perbedaan antara data, informasi
dan pengetahuan hanya pada derajat kedalamannya, dimana pengetahuan
dipandang sebagai sesuatu yang lebih ‘mendalam’ dibandingkan informasi
dan data.
Pada tahun 2001, dilakukan suatu survey terhadap 32 perusahaan
swasta nasional skala besar dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk
mengetahui apakah perusahaan mengenal manajemen pengetahuan dan
apakah proses akuisisi, berbagi dan pemanfaatan pengetahuan telah
berjalan (Munir, 2004). Hasil penelitian menunjukkan tidak ada satupun
(eksekutif) perusahaan yang mengenal manajemen pengetahuan. Namun
survey dan observasi menunjukkan bahwa kegiatan akuisisi pengetahuan
telah dilakukan secara rutin dan terstruktur dalam bentuk pelatihan internal
dan eksternal, mengundang ahli dari luar, serta mengirim karyawan untuk
magang di perusahaan lain, tanpa menyadari bahwa yang dilakukan adalah
sebuah knowledge management. Alasan perusahaan untuk melakukan
kegiatan manajemen pengetahuan adalah untuk meningkatkan kualitas
hasil kerja (efektivitas) dan meningkakan efisiensi kerja.
Knowledge Sharing merupakan salah satu proses utama di dalam
Knowledge Management yang ditujukan untuk memaksimalkan pemanfaatan
pengetahuan melalui pendistribusian pengetahuan kepada anggota
organisasi yang membutuhkan. Seiring semakin pentingnya peran inovasi
sebagai faktor penentu daya saing, maka menyadarkan banyak organisasi
sudah tidak memadai hanya memaksimalkan pemanfaatan pengetahuan
yang ada, tanpa adanya knowledge sharing, sehingga knowledge sharing
menjadi sarana untuk menghasilkan inovasi.
Hal yang tidak kalah penting dalam pengembangan inovasi adalah
manajemen Sumber daya manusia. Menurut Rudy C. Tarumingkeng, Phh. D,
Dosen Universitas Krida Wacana Jakarta menyatakan, bahwa Sumber daya
Manusia (SDM) adalah faktor sentral dalam suatu organisasi. Apa pun bentuk
tujuannya, organisasi dibuat berdasarkan berbagai visi untuk kepentingan
manusia dalam pelaksanaan misinya, dikelola dan diurus manusia. Jadi,
manusia merupakan faktor strategis dalam semua kegiatan institusi/
organisasi. Selanjutnya Manajemen SDM berarti mengatur, mengurus SDM
berdasarkan visi organisasi agar tujuan organisasi dapat dicapai secara
optimum. Karenanya Manajemen SDM juga menjadi bagian dari ilmu
manajemen (Management Science) yang mengacu kepada fungsi manajemen

26
BAB II
PENELITIAN DAN TEORI TENTANG INOVASI PELAYANAN PUBLIK

dalam pelaksanaan proses-proses perencanaan, pengorganisasian, staffing,


memimpin dan mengendalikan.
Institusi akan berhasil dalam mengembangkan inovasi apabila
didukung oleh organisasi pembelajaran. Bagaimana membangun sebuah
organisasi yang inovatif tentu saja unik dan berbeda-beda caranya. Namun
setiap organisasi yang ingin membangun budaya inovatif perlu memulainya
dengan pandangan bahwa setiap hal itu bisa diprediksi. Pandangan seperti
ini harus dimulai dari pemimpin organisasinya yang kemudian akan diserap
pada semua level (Erlinda Nusron, IPPM, 2014).
Menurut Peter Senge (1990) organisasi pembelajar adalah organisasi
dimana orang terus-menerus memperluas kapasitas mereka untuk
menciptakan hasil yang benarbenar mereka inginkan, dimana pola baru dan
ekspansi pemikiran diasuh, dimana aspirasi kolektif dibebaskan, dan dimana
orang terus-menerus belajar melihat bersamasama secara menyeluruh.
Pandangan Senge selanjutnya menyatakan bahwa manusia untuk
meningkatkan kapasitas organisasi dapat ditempuh melalui proses belajar:

“…where people continually expand their capacity to create the


results they truly desire, where new and expansive patterns of
thinking are nurtured, where collective aspiration is set free, and
where people are continually learning how to learn together. “
Senge (1990) memberikan lima saran sebagai sebuah komponen
tehnologi mencapai tujuan organisasi pembelajar yaitu; sistem berpikir
(system thinking), penguasaan pribadi (personal mastery), model mental
(mental models), penjabaran visi (shared vision), dan tim belajar (team
learning). Dengan spirit yang sama, Nonoka dalam Garvin (1991) melihat
karakteristik pengetahuan yang diciptakan perusahaan adalah tempat
dimana penemuan pengetahuan baru bukanlah merupakan sebuah aktivitas
khusus. Aktivitas ini merupakan bagian dari perilaku (way of life). Setiap
orang adalah pekerja berpengetahuan (knowledge workers).
Transfer pengetahuan berjalan dengan baik di dalam organisasi
pembelajar. Transfer pengetahuan dimaksudkan agar organisasi lebih
tanggap dan efisien. Ide untuk memaksimalkan kapabilitas organisasi
dilakukan dengan mentransfer pengetahuan secara luas, bukan hanya oleh
kalangan tertentu. Metode untuk memperoleh pengetahuan antara lain
melalui artikel-artikel, oral, laporan visual, situs internet, tour, program
pertukaran, program pendidikan dan latihan, program standarisasi,
dan lainnya. Drucker (1995) memandang bahwa pengetahuan yang

27
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

dipersiapkan oleh organisasi pembelajar hanya berfungsi jika diterapkan


pada tindakan, memperoleh peringkat serta posisinya pada situasi, bukan
dari isi pengetahuannya. Dengan kata lain apa yang disebut pengetahuan
dalam situasi tertentu, misalnya pengetahuan tentang penduduk Korea
bagi eksekutif Amerika yang ditempatkan di Seoul, hanyalah informasi dan
bukanlah informasi yang relevan pada saat eksekutif yang sama beberapa
tahun kemudian harus memikirkan strategi pemasaran perusahaannya di
Korea. Oleh karena itu menurut Drucker pengetahuan hanya merupakan
alat, pengetahuan dalam teori organisasi bergantung pada suatu tugas agar
peranan serta posisinya dapat berfungsi.
Sesuai dengan uraian tersebut di atas, maka dalam proses pengembangan
inovasi pelayanan publik terdapat 5 aspek penting yang dapat dijadikan
sub fenomena, yaitu: 1) Difusi, 2) Inkubasi, 3) Manajemen Sumber daya
Manusa, 4) Knowledge Sharing, dan 5 Organisasi Pembelajar.
Pelembagaan inovasi pelayanan publik bertujuan agar inovasi
pelayanan publik berkelanjutan dalam arti inovasi pelayanan publik tetap
dipertahankan dan terus berlangsung walaupun ada gangguan terhadap
organisasi, semisal pergantian kepemimpinan dan mutasi beberapa pejabat
atau pegawai kunci tidak akan mempengaruhi terhadap kelanjutan inovasi
yang dihasilkan oleh instansi yang bersangkutan.
Pembangunan lembaga atau pelembagaan merupakan sarana
pendorong proses perubahan dan inovasi (Bintoro Tjokroamidjojo, 1986).
Oleh karenanya pelembagaan adalah suatu perspektif tentang perubahan
sosial yg direncanakan dan dibina. Perspektif pelembagaan diawali dengan
cara dipaksakan oleh elit, berkiblat pada perubahan, bekerja melalui
organisasi formal. Pelembagaan tersebut menyangkut inovasi-inovasi yg
menyiratkan perubahan kualitatif dlm berbagai aspek (norma, pola perilaku,
hubungan, persepsi, tujuan dan cara). Dengan demikian pelembagaan
memberikan dukungan agar membuat inovasi menjadi berakar, normatif,
dan survive dalam masyarakat. Dalam kaitan dengan pelembagaan inovasi,
terdapat beberapa unsur pelembagaan antara lain, program dan Sumber
daya dalam arti terkait dengan anggaran dan struktur organisasi yang
dibangun untuk kejelasan tanggung jawab individu dalam organisasi.
Berdasarkan konsep tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa
pelembagaan merupakan sarana efektif menjaga keberlanjutan inovasi.
Dengan pelembagaan memberikan jaminan sustainability (keberlanjutan)
dapat berjalan, karena pelembagaan membuat inovasi lebih berakar dan
normatif.

28
BAB II
PENELITIAN DAN TEORI TENTANG INOVASI PELAYANAN PUBLIK

Dalam mendukung pelembagaan inovasi tersebut, peneliti meminjam


teori institusi dari disiplin sosiologi. Teori institusi ini merupakan suatu teori
yang mempelajari bagaimana organisasi-organisasi dapat meningkatkan
kemampuannya untuk tumbuh dan bertahan hidup dalam suatu lingkungan
yang serba kompetitif dengan menjadi terpercaya (legitimate) di mata
para stakeholders-nya (Jones, 2004). Nilai-nilai normatif organisasi, seperti
efisiensi, efektivitas dan ekonomis merupakan landasan dalam pencapaian
tujuan organisasi dan perlu menjadi perhatian untuk meningkatkan
kemampuan kompetisinya agar mampu bertahan hidup dalam era globalisasi.
Teori institusi mengandalkan pentingnya nilai-nilai dan norma-
norma dalam suatu organisasi untuk dapat memperoleh sumber-sumber
daya penting yang dibutuhkan untuk survive. Agar organisasi memperoleh
sumber-sumber daya yang dibutuhkan, maka organisasi tersebut perlu
mendapatkan akseptabilitas dan legitimasi dari lingkungannya.
Teori institusi dalam menghadapi lingkungannya “mengintervensi”
internal organisasinya dengan menyesuaikan struktur dan strateginya dan
memperkuat nilai-nilai dan norma-norma organisasi pada teori intitusi.
Teori ini berpandangan “internal looking” diperlukan dalam menghadapi
lingkungan yang serba kompetitif.
Kelebihan teori institusi adalah kemampuannya menjelaskan
organisasi-organisasi menjadi terpercaya di mata stakeholders-nya sehingga
dapat memperoleh sumber-sumber daya penting yang dibutuhkannya dan
pada akhirnya organisasi-organisasi tersebut tumbuh dan berkembang
menjadi organisasi-organisasi yang mampu bersaing di era globalisasi.
Kekurangan teori intitusi adalah teori ini tidak mampu menentukan strategi
jaringan seperti apa yang perlu dibangun untuk mendapatkan sumber daya
yang dikuasai organisasi-organisasi lain.
Pada dasarnya organisasi sama dengan institusi, namun kedua konsep
ini menjadi berbeda pada saat menganut model ekonomi dan birokrasi yang
dalam hal pencapaian tujuannya melalui instrumen-instrumen tertentu
dan formal secara rasional. Organisasi sebagai insitusi sudah mengandung
muatan-muatan sosiologis yang didalamnya terdapat nilai-nilai, norma-
norma dan budaya yang secara langsung mempengaruhi perilaku manusia
di dalam organisasi. Suatu organisasi dipandang sebagai institusi, menurut
teori ini dianggapnya kurang rasional dan kurang formal karena manusia
dalam organisasi dikendalikan oleh emosi dan tradisi, bukan instrument-
instrumen formal rasional untuk mencapai tujuannya sebagaimana
disebutkan dalam model birokrasi (Jaffe, 2001).

29
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Institusi, menurut Scott (2001) sebagaimana telah dikemukakan


sebelumnya adalah “institutions consist of cognitive, normatif and regulative
structure and activities that provide stability and meaning to sosial behavior.
Institutions are transported by various carriers – cultures, structures and
outins – and the operate at multiple levels of jurisdiction”.
Berdasarkan pengertian intitusi tersebut di atas, bahwa ada tiga pilar
institusi yang dijadikan dasar pembentukan legitimasi bagi organisasi, yaitu
pilar kognitif, pilar normatif dan pilar regulative. Pilar kognitif meliputi
simbol-simbol, kepercayaan-kepercayaan dan identitas-identitas sosial.
Pilar normatif meliputi kewajiban-kewajiban, norma-norma dan nilai-nilai
sosial. Pilar regulative meliputi aturan-aturan, hukum-hukum dan sanksi-
sanksi (Powers, 2001).
Menurut Meyer dan Rowan (Jaffee, 2001) suatu institusi menjadi
terpercaya oleh pemangku kepentingan, diperlukan institutional isomor­
phism. Isomorphism adalah suatu bentuk tunggal yang berfokus pada
mekanisme kesamaan organisasi dalam bidang atau populasi yang sama.
Keberhasilan suatu lembaga menjadikan contoh lembaga yang berhasil dalam
bidangnya diperlukan mekanisme mimetic, normatif dan coercive. Mimetic
mechanisms adalah kecenderungan organisasi untuk mengimitasi prosedur
dan struktur organisasi yang dijadikan model yang mencapai prestasi
yang tinggi atau memiliki kesuksesan yang diterima oleh lingkungannya.
Normatif mechanisms adalah kecenderungan organisasi mengukuti
mekanisme perilaku dan prosedur organisasi yang memiliki arah yang jelas
terpercaya. Sedangkan coercive mechanisms adalah mekanisme formal yang
menunjukkan konsekuensi-konsekuensi apabila tidak mematuhi prosedur-
prosedur yang telah ditetapkan oleh lembaga.
Pilar pelembagaaan inovasi adalah nilai inovasi itu sendiri menjadi
budaya organisasi. Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt,
dalam Osborn (2001), budaya organisasi adalah sistem yang dipercayai
dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi dimana hal itu menuntun
perilaku dari anggota organisasi itu sendiri. Selanjutnya menurut Tosi, Rizzo,
Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:263) budaya organisasi
adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-
pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian
organisasi. Kemudian menurut Robbins (1996) budaya organisasi adalah
suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.
Schein (1992) menyatakan, bahwa budaya organisasi adalah pola dasar
yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah,

30
BAB II
PENELITIAN DAN TEORI TENTANG INOVASI PELAYANAN PUBLIK

membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan


mempersatukan anggota-anggota organisasi.
Dalam kaitan dengan budaya organisasi yang mengembangkan
inovasi sebagai nilai, tulisan dari Erlinda M. Nusron, Ph. D (PPM, 2014)
dapat menjadi rujukan. Dalam tulisannya disebutkan sebuah studi dari
Naranjo Valencia, Jimenez-Jimenez, dan Sanz-Valle (2011) yang meneliti
471 perusahaan di Spanyol menunjukkan, bahwa budaya organisasi
merupakan penentu keberhasilan strategi inovasi. Naranjo Valencia dan
kawan-kawan mengelompokkan perusahaan-perusahaan tersebut ke dalam
dua tipe budaya, yaitu Adhocracy, yakni perusahaan yang mengedepankan
fleksibilitas serta berfokus pada hubungan kerjasama dengan pihak eksternal
perusahaan dan perusahan dengan tipe budaya Hierarchy, yakni perusahaan
yang senantiasa mengupayakan kestabilan dan berorientasi pada penataan
internal perusahaan.
Hasil penelitian mereka membuktikan bahwa budaya Adhocracy
mendukung terbentuknya perubahan dan inovasi di perusahaan. Sementara
itu budaya Hierarchy, sebaliknya secara tidak langsung menghambat
partisipasi karyawan dalam berinovasi melalui aturan baku, struktur, dan
sistem di perusahaan.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Center of Innovation and Collaboration
(CIC) PPM Manajemen (2013) terhadap 208 perusahaan menyajikan bukti
empiris. Studi yang digelar CIC ini menunjukkan, bahwa perusahaan yang
sukses berinovasi tidak harus memiliki unit Riset dan Pengembangan
(R&D) secara khusus. Perusahaan yang inovatif adalah perusahaan yang
selalu memberi kesempatan pada karyawan untuk berkreasi (salah satu
ciri budaya Adhocracy). Pemimpin perusahaan tersebut bukan sekedar
memiliki visi, namun yang lebih utama adalah memiliki keberanian untuk
mengambil keputusan terkait perubahan dalam organisasi. Studi ini masih
dapat terus divalidasi dengan penelitian senada mengenai budaya organisasi
di Indonesia. Perusahaan perlu lebih menyadari pentingnya menerapkan
budaya organisasi yang sesuai dengan strategi inovasi mereka. Pemimpin
perusahaan perlu memastikan, bahwa budaya organisasinya dapat
menstimulasi perubahan-perubahan yang mampu meningkatkan daya saing
perusahaan.
Oleh karena itu, budaya inovasi dalam organisasi akan tumbuh, apabila:
1. Mendengarkan: Anggota dari internal organisasi maupun kominitas
eksternal kadang memiliki masukan dan ide yang dahsyat yang akan
membawa pada inovasi baru.

31
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

2. Tetap Terbuka: Ide tidak selalu datang dari para expert. Kadang
inovasi besar justru datang dari pemula dan orang-orang di balik layar.
Organisasi yang terbuka terhadap ide tak jarang bisa mengkonversi ide
yang berada di balik layar menjadi produk yang marketable.
3. Kolaborasi: Tak ada organisasi yang memegang semua kartu dalam
mengembangkan inovasi baru. Kolaborasi dengan berbagai pihak
perusahaan pendukung, universitas, agen pemerintah, dan lain lain tak
jarang membawa perspektif dan ide baru dalam proses pengembangan
inovasi.
4. Ringkas: Struktur manajemen yang ringkas tak membutuhkan proses
perizinan yang panjang dan komunikasi yang berbelit-belit yang
menghalangi inovasi. Organisasi yang tak mempunyai manajemen
yang ringkas bisa mencapai hasil yang sama dengan memberdayakan
pekerjanya untuk bertindak independen.
5. Merangkul Kegagalan: Banyak dari inovasi besar melampaui hasil
yang diharapkan semula, bahkan seringkali dihasilkan oleh kecelakaan.
Terobosan seperti penemuan penisilin atau kekuatan microwaves adalah
hasil dari kecelakaan.
Apabila ditarik pada organisasi sektor publik, seperti birokrasi di
Indonesia, perubahan birokrasi yang weberian yang cenderung hierachis
menjadi Adhocracy menjadi tantangan dalam mendukung pelembagaan
inovasi pelayanan publik.
Oleh karena itu unsur dalam proses pelembagaan inovasi pelayanan
publik dalam rangka menjamin keberlanjutan inovasi pelayanan publik yang
menjadi sub fenoma dalam penelitian ini adalah: 1) Budaya Organisasi, 2)
Hukum, 3) Struktur Organisasi, dan 4) Program dan Anggaran.
Inovasi tidak muncul secara tiba-tiba dan berada di dalam ruang
hampa, tetapi melalui proses individu dan organisasi serta aspek-aspek
di dalam dan di luar organisasi yang dapat mendorong dan menghambat
bersentuhan langsung yang memberikan akibat tumbuhnya atau tidak
tumbuhnya inovasi
Geoff Mulgan dan David Albury (2003) mengemukakan adanya 8
(delapan) penghambat untuk tumbuhnya inovasi yang digambarkan sebagai
berikut:

32
BAB II
PENELITIAN DAN TEORI TENTANG INOVASI PELAYANAN PUBLIK

Gambar 2.4 Hambatan Tumbuhnya Inovasi di Sektor Publik

Sumber: Geoff Mulgan dan David Albury (2003)

Reluctance to close down failing program or organization. Maknanya,


sebuah program atau bahkan unit organisasi yang sudah jelas menunjukkan
kegagalan akan lebih baik ditutup dan diganti dengan program atau unit
baru yang lebih menjanjikan. Kegagalan memang hal yang lumrah dalam
berinovasi, namun keengganan menghentikan kegagalan sama artinya
dengan menutup peluang meraih perubahan yang lebih baik. Di sektor
privat, menutup usaha yang gagal atau menghentikan proyek yang merugi
sudah cukup lumrah, namun pada sektor publik cenderung lebih sulit untuk
melakukan hal tersebut, meski bukan hal yang mustahil.
Over-reliance on high performers as source of innovation. Selama ini, ada
kecenderungan bahwa perubahan atau inovasi hanya mungkin terjadi jika
ada figur yang kuat dan memiliki konsistensi tinggi. Begitu figur tadi hilang,
maka hilang pulalah segala inisiatif pembaharuan. Itulah sebabnya, ide-ide
inovatif harus dapat diinstitusionalisasikan sehingga tidak tergantung pada
ketokohan seseorang dan dapat dijamin keberlanjutannya.
Technologies available but constraining cultural or organizational
arrangement. Seringkali inovasi gagal bukan karena tidak adanya dukungan
teknologi, namun lebih karena tradisi atau kebijakan organisasi yang tidak
pro-inovasi. Persepsi bahwa perbedaan gagasan adalah bentuk ketidaktaatan
pada pimpinan, misalnya adalah contoh dari problema kultural yang sering
ditemui dalam sebuah organisasi. Demikian pula, tiadanya sistem insentif
bagi seorang pembaharu, atau kewajiban untuk mendapatkan persetujuan

33
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

untuk sebuah inisiatif inovasi, adalah contoh dari kebijakan yang tidak
berpihak dan tidak ramah pada inovasi.
No rewards or incentives to innovate or adopt innovations. Penghargaan
dalam rangka menumbuhkan motivasi pegawai untuk memberi yang terbaik
bagi institusinya adalah sebuah kewajaran belaka. Maka, inovasi dan
apresiasi sesungguhnya merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan.
Kemampuan berinovasi tidak dapat dianggap sebagai sebuah hal yang biasa-
biasa saja atau kinerja normal, namun harus dipandang sebagai sesuatu yang
istimewa sehingga layak diberikan penghargaan.
Poor skills in active risk or change management. Bagaimanapun,
aspek keterampilan memegang perang penting untuk keberhasilan inovasi.
Sebesar apapun motivasi pegawai dan lingkungan yang kondusif namun
tidak ditunjang oleh keterampilan yang memadai, maka tetap saja inovasi
akan berhenti sebagai wacana.
Short-term budget and planning horizons. Dukungan anggaran adalah
sebuah keniscayaan untuk berinovasi. Pengalaman banyak negara maju
yang menganggarkan dana penelitian dan inovasi hingga 3% dan GDP telah
memberi bukti bahwa kemajuan ekonomi berbasis inovasi dan teknologi
adalah hasil dari investasi jangka panjang. Untuk itu, pengembangan inovasi
baik dalam skala organisasional maupun nasional haruslah direncanakan
dengan baik bukan hanya dalam perspektif tahunan, namun juga perspektif
jangka menengah dan panjang.
Delivery pressures and administrative burdens. Di negara-negara eks-
kolonial, aspek administratif sering menjadi kendala dalam pengelolaan
urusan tertentu termasuk inovasi. Relasi antara negara dengan masyarakat
atau antara pimpinan dengan pegawainya sering didasarkan pada basis
ketidakpercayaan (distrust). Akibatnya, untuk sebuah urusan kecil saja
(misalnya pelayanan perijinan) harus menyertakan persyaratan yang
banyak, prosedur yang panjang, dan melibatkan aktor yang berlapis. Hal
seperti ini menimbulkan tekanan bagi siapa saja yang berkepetingan dan
menghilangkan hasrat untuk berinovasi.
Culture of risk aversion. Ketidakberanian menanggung dampak dari
sebuah pilihan adalah kendala psikologis sekaligus kultural untuk sebuah
kemajuan. Resiko dipandang sebagai sesuatu yang harus dihindari bahkan
dijauhi, bukan sesuatu yang justru memberi tantangan baru yang lebih
berenergi sehingga harus dihadapi.

34
BAB II
PENELITIAN DAN TEORI TENTANG INOVASI PELAYANAN PUBLIK

Sementara itu Agus Dwiyanto (2014) mengemukakan hambatan


inovasi di sektor publik dalam kaitan dengan pelayanan publik di Indonesia,
yaitu (1) adanya budaya perilaku yang menghindari risiko dan perilaku
kerja rutin, (2) struktur yang dibangun rule driven, hirarkhis, fragmentasi
kewenangan dan sebagainya, (3) beban kerja rutin yang berlebihan, tidak
ada kesempatan melakukan refleksi dan self evaluation, (4) insentif untuk
proses kerja kreatif rendah, bahkan disinsetive-nya sangat besar; dan (5)
kapasitas pembelajaran rendah, investasi kepada staf rendah.
Lebih jauh Agus Dwiyanto (2014) mengemukakan tantangan sekaligus
dapat menjadi pendorong bagi sektor publik untuk melakukan inovasi, yaitu
(1) Tekanan publik semakin besar untuk memperoleh pelayanan publik
yang berkualitas, (2) shared perception tentang besaran risiko jika tidak ada
perubahan yang berarti dalam pelayanan publik, (3) kepemimpinan visioner
dari banyak kepala daerah, (4) akses terhadap sumber gagasan baru dan
kreatif semakin besar, seperti lembaga mitra pembangunan, universitas,
NGO dan sebagainya, dan (5) peraturan perundang-undangan yang lebih
suportif terhadap inovasi, yaitu Undang-Undang tentang Pemerintahan
Daerah dan Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan.
Inovasi pelayanan publik yang terdiri dari aspek penciptaan,
pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan publik mempunyai
aspek yang menjadi pendorong dan penghambat. Aspek pendorong dan
pemnghambat tersebut bersumber dari dalam organisasi dan dari luar
organisasi. Peneliti mengharapkan dapat menemukan aspek pendorong dan
penghambat dengan mengunakan bantuan analisis SWOT (Strengthening,
Weakness, Opportunity dan Threath), karena diharapkan dengan analisis
tersebut diperoleh akuasi jawaban dari informan penelitian.
Analisis SWOT ditemukan oleh Albert Humphrey ketika memimpin
riset pada Universitas Stanford pada dasawarsa tahun 1960-an dan tahun
1970-an. Menurut Humphrey (1970), proses ini melibatkan penentuan
tujuan yang spesifik dari spekulasi bisnis atau proyek dan mengidentifikasi
faktor internal dan eksternal yang mendukungdan yang tidak dalam
mencapai tujuan tersebut. Analisis SWOT dapat diterapkan dengan cara
menganalisis dan memilah berbagai hal yang mempengaruhi keempat
faktornya, kemudian menerapkannya dalam gambar matrik SWOT, dimana
aplikasinya adalah bagaimana kekuatan (strengths) mampu mengambil
keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities) yang ada, bagaimana
cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mencegah keuntungan
(advantage) dari peluang (opportunities) yang ada, selanjutnya bagaimana

35
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

kekuatan (strengths) mampu menghadapi ancaman (threats) yang ada,


dan terakhir adalah bagaimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses)
yang mampu membuat ancaman (threats) menjadi nyata atau menciptakan
sebuah ancaman baru.
Pendapat Humphrey tadi dapat dilihat, bahwa analisis SWOT adalah
sebenarnya analisis untuk menyusun perencanaan strategis dengan cara
menganalisis kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang
(opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu proyek atau suatu
spekulasi bisnis untuk mementukan pilihan strategi. Dalam penelitian
ini, peneliti ingin mengidentifikasi dan menganalisis aspek pendorong
dan penghambat dalam organisasi terhadap penciptaan, pengembangan,
dan pelembagaan inovasi. Analisis SWOT ternyata mampu memenuhi
apa yang diharapkan oleh peneliti. Oleh karena itu peneliti berpendapat
analisis SWOT ini secara metodologis dapat dipertanggung jawabkan untuk
mengidentifikasi dan menganalisis aspek pendorong dan penghambat dalam
penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan publik.
SWOT menurut Thompson, et al. (2010) meliputi: (1) strengths atau
kekuatan di dapat dari sumber daya yang ada pada perusahaan dan membuat
perusahaan lebih unggul dibandingkan dengan pesaingnya. Sumber daya
tersebut termasuk manusia, teknologi, aset, proses kerja dan sebagainya;
(2) weaknesses atau kelemahan bersumber dari faktor yang sama dengan
kekuatan, yang membuat perusahaan dinilai lebih lemah dibandingkan
dengan pesaingnya; (3) opportunities atau peluang adalah kesempatan
perusahaan untuk berkembang dikaitkan dengan faktor yang berasal dari
luar regulasi, perubahan gaya hidup masyarakat, adanya pesaing baru dan
lain sebagainya; (4) threats atau ancaman adalah segala ancaman yang
membahayakan kelangsungan perusahaan yang bersumber sama dengan
faktor peluang.
Hunger dan Wheelen (1996) menjelaskan lingkungan internal terbagi
atas struktur, budaya organisasi dan sumber daya. Ray dan Richardson
menjelaskan internal terdiri dari kepemimpinan, pelayanan dan SDM.
Sedangkan Soesilo (2002) menjelaskan bahwa dalam konteks organisasi
publik harus memperhatikan karakteristik organisasi yang meliputi keadaan
birokrasi dan SDM, struktur modal/pembiayaan pemerintah, semangat
kerja/budaya kerja.
Sejalan dengan pendapat Hunger dan Wheelen, Peneliti melakukan
pengembangan instrumen SWOT sektor publik diambil dari instrumen yang
dibuat swasta dengan beberapa perubahan yang diperlukan untuk sektor

36
BAB II
PENELITIAN DAN TEORI TENTANG INOVASI PELAYANAN PUBLIK

publik, yaitu dengan menganalisis unsur internal organisasi dan unsur


eksternal organisasi.
Model merupakan suatu abstraksi yang dapat digunakan untuk
membantu memahami sesuatu yang tidak bisa dilihat atau dialami secara
langsung. Model adalah representasi realitas yang disajikan dengan suatu
derajat struktur dan urutan (Seels & Richey, 1994). Model ada yang bersifat
prosedural, yakni mendeskripsikan bagaimana melakukan tugas-tugas,
atau bersifat konseptual, yakni deskripsi verbal realitas dengan menyajikan
komponen relevan dan definisi, dengan dukungan data Model bisa menjadi
sarana untuk menerjemahkan teori ke dalam dunia kongkret untuk
aplikasi ke dalam praktik (model dari). Bisa juga model menjadi sarana
memformulasikan teori berdasarkan temuan praktik (model untuk). Model
merupakan salah satu tool untuk teorisasi. Arti teorisasi adalah proses
empirik dan rasional yang menggunakan bermacam alat, seperti prosedur
penelitian, model, logika dan alasan. Tujuannya adalah memberikan
penjelasan penuh mengapa suatu peristiwa terjadi sehingga bisa memandu
untuk memprediksi hasil.
Menurut Molenda (1996), ada 2 macam model yang lazim dikenal
dalam pembelajaran, yakni model mikromorf dan paramorf. Mikromorf
adalah model yang visual, nyata secara fisik, contohya adalah planetarium
dan simulasi komputer, flowchart suatu proses. Paramorf adalah model
simbolik yang biasanya menggunakan deskripsi verbal. Model paramorf
dibagi menjadi 3 macam, yakni (1) model konseptual, (2) model prosedural,
dan (3) model matematik.
Model konseptual sering sekali disamakan dengan teori, karena
model ini merupakan deskripsi verbal sebuah pandangan atas realitas.
Model ini tidak memberikan penjelasan penuh, tetapi komponen yang
relevan disajikan dan didefinisikan secara penuh. Model konseptual bersifat
deskriptif yang mendeskripsikan peristiwa relevan berdasarkan proses
deduktif dari logika atau analisis dan juga kesimpulan dari observasi. Salah
satu fungsinya yang penting adalah memberikan landasan untuk penelitian
yang bisa menciptakan teori induktif.
Model prosedural mendeskripsikan langkah-langkah untuk melaku-
kan suatu pekerjaan. Dalam ilmu pembelajaran, langkah-langkah ini
­biasanya berdasarkan pengetahuan yang memberikan kesuksesan produk.
Pengetahuan ini berdasarkan pengalaman atau diambil dari teori yang
­
­relevan. Model ini secara jelas adalah preskriptif. Idealnya model prosedural
didasarkan pada teori dari pada pengetahuan berdasarkan pengalaman saja.

37
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Model matematik mendeskripsikan hubungan bermacam-macam kom-


ponen dalam suatu situasi. Model ini menjadi abstrak dibandingkan m ­ odel
lainnya. Intinya model ini adalah kuantifikasi dari komponen-­komponen
yang mempengaruhi produk suatu peristiwa. Dengan ­memasukkan data dari
situasi baru ke dalam model matematik, bisa didapatkan suatu hasil.
Penelitian ini mengembangkan model konseptual, karena ­model
ini merupakan deskripsi verbal sebuah pandangan atas realitas ­inovasi
pelayanan publik di Indonesia yang memiliki fenomena penciptaan,
­
pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan publik. Model ini juga
menggambarkan proses deduktif dari logika dan analisis dan juga kesi-
mpulan dari observasi peneliti dari para informan mengenai penciptaan,
pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan publik. Oleh karena itu
­model yang dirumuskan adalah model inovasi pelayanan publik di Indone-
sia sebagai sebuah sistem yang terdiri dari sub sistem penciptaan, sub
sistem pengembangan, dan sub sistem pelembagaan inovasi pelayanan
publik.

Teori Pelayanan Publik


Pelayanan Publik mempunyai pengertian dan aspek yang luas. Oleh
karena itu peneliti akan meninjau Teori Pelayanan Publik dari 4 (empat)
dimensi, yaitu Dimensi Teori Ekonomi, Politik, Sosial-Budaya, dan Hukum.
Pertama dimensi teori ekonomi melihat pelayanan publik sebagai
semua bentuk pengadaan barang dan jasa (good and services) oleh
Pemerintah (sektor publik) yang diperlukan oleh warga negara sebagai
konsumen. Barang dan jasa yang disediakan oleh Pemerintah ini dikenal
dalam terminologi publik finance theory sebagai barang publik (publik
goods). Pengadaan barang dan jasa yang harus disediakan oleh Pemerintah
ini karena sektor swasta tidak mau memproduksi barang dan jasa tersebut
sebagai akibat adanya kegagalan pasar (market filure). Karena hanya pemerintah
yang menyediakan pelayanan publik, maka kedudukan pemerintah sebagai
satu-satunya penyedia barang atau jasa publik. Hal ini berarti kedudukan
pemerintah sebagai monopolis. Dalam iklim yang seperti ini pengaturan yang
jelas, ketat, dan terarah sangat penting agar pelayanan publik memenuhi
kebutuhan masyarakat. Oleh sebab itu, birokrasi yang profesional sebagai
pelayanan publik menjadi sangat penting dalam menghasilkan pelayanan
publik yang berkualitas.

38
BAB II
PENELITIAN DAN TEORI TENTANG INOVASI PELAYANAN PUBLIK

Berbeda dengan barang dan jasa yang disediakan oleh swasta,


pengadaan sepenuhnya dilakukan melalui mekanisme pasar. Hukum
penawaran dan permintaan yang menjadi dasar penyediaan barang dan jasa
tersebut. Pengadaan barang atau jasa ini telah diatur oleh Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
Mekanisme pembayaran dan pembiayaan pelayanan publik adalah
pajak dan retribusi. Pajak adalah pembayaran tidak langsung oleh warga
negara kepada negara atas pelayanan negara yang dinikmati oleh warga
negara, contohnya pajak penghasilan atau pajak pertambahan nilai.
Pendapatan pajak ini dialokasikan oleh negara (Pemerintah dan DPR) untuk
membiayai jalannya roda pemerintahan dan penyediaan barang atau jasa
yang tidak disediakan oleh pemerintah. Sedangkan retribusi merupakan
pembayaran langsung warga negara kepada negara atas pelayanan negara
yang dinikmatinya, contoh retribusi parkir. Jika seseorang memarkir
kendaraannya, maka orang tersebut wajib membayar pelayanan parkir yaitu
tempat parkir dan keamanan parkir yang dinikmatinya.
Sejauhmana pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah
sebetulnya sangat terkait dengan pendefinisian peran negara. Dalam pemikiran
klasik versi Adam Smith, peran negara hanya dibatasi pada tiga fungsi, yaitu
menyediakan jasa pertahanan keamanan, menyediakan jasa pengadilan dan
penegakan hukum, dan menyediakan barang publik (publik goods). Peran
negara ini sebetulnya sangat dinamis dalam perjalanan waktu. Perubahan
pemikiran dan tren kebijakan pengurangan peran negara melalui progran
privatisasi hingga saat ini membawa konsukuensi, bahwa peran negara
semakin minimal. Peran negara dalam penyediaan barang dan jasa diambil
alih oleh swasta melalui mekanisme pasar. Selain itu, peran negara atau
lebih spesifik pelayanan publik ini juga mempertimbangkan dan banyak
dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, sosial, budaya, kelembagaan dan
politik serta sistem hukum yang diterapkan oleh suatu bangsa.
Pendekatan sisi ekonomi melihat pelayanan publik bisa didekati
dengan mengacu kepada barang dan jasa publik (publik goods). Karakteristik
barang dan jasa publik yang ditandai dengan adanya kegagalan pasar adalah
non-rivalty dan non-excludable. Barang atau jasa non-rivalry adalah barang
atau jasa jika dikonsumsi seseorang tidak akan berkurang benefitnya jika ada
orang lain yang ikut mengkonsumsi juga. Semua pihak yang mengkonsumsi
barang/jasa tersebut secara bersamaan mendapat benefit yang sama dan

39
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

tidak saling mengganggu satu sama lain atau dengan kata lain, tambahan
biaya akibat bertambahnya orang yang mengkonsumsi (margin cost)
sebesar nol. Selama seseorang mengkonsumsi barang/jasa tersebut tidak
mengganggu pihak lain yang sama-sama mengkonsumsi barang/jasa yang
sama, maka tindakan membatasi konsumsi seseorang merupakan tindakan
yang tidak efisien. Contoh klasik barang/jasa non-rivalry adalah penyediaan
lampu mercu suar. Lampu ini dipasang untuk memandu kapal-kapal yang
melintasi suatu perairan. Jika ada dua kapal atau beberapa kapal melintasi
perairan dan mengkonsumsi lampu mercu suar secara bersamaan, maka
tindakan mengkonsumsi oleh suatu kapal tidak mengurangi benefit bagi
kapal lain yang juga ingin mengkonsumsi lampu mercu suar tersebut.
Karakteristik lain barang publik adalah non-exludability, yaitu jika suatu
barang/jasa memiliki sifat rivalry dan tidak mungkin mencegah seseorang
mengkonsumsi barang/jasa tersebut; atau tindakan mencegah seseorang
mengkonsumsi merupakan tindakan yang tidak efisien. Sedangkan barang/
jasa exludable adalah jika seseorang dapat dibatasi atau dicegah untuk
mengkonsumsi. Sebagai contoh gelombang televisi sebetulnya produk yang
bersifat non-rivarly, jika ada sebuah televisi menangkap gelombang tersebut
dan pada saat yang bersamaan ada televisi lain yang menangkap gelombang
tersebut, maka tindakan orang yang menyalakan televisi kedua tidak
mengganggu kualitas gambar televisi pertama. Dengan suatu alat receiver
stasiun televisi bisa mencegah orang mengkonsumsi gelombang siarannya
dengan mengacak gelombang. Gelombang siaran hanya dapat ditangkap
dengan menggunakan receiver yang disediakan stasiun televisi. Dengan cara
ini, stasiun televisi bisa memungut bayaran dari orang yang mengkonsumsi
siarannya, sehingga barang/jasa yang rivalry dan excludable bisa disediakan
oleh swasta karena bisa memungut bayaran. Namun demikian, banyak
kasus tindakan membatasi barang/jasa rivalry merupakan tiandakan yang
memakan biaya dan tidak efisien.
Berikut ini tabel skema mengenai barang Consumpsion dan exclusion
sebagai berikut:

40
BAB II
PENELITIAN DAN TEORI TENTANG INOVASI PELAYANAN PUBLIK

Tabel 2. 2 Barang/Jasa Consumption dan Exclusion

Exclusion Feasible Not Feasible


Consumption
Rivaly I II

Non-Rivalry III IV

Sumber: Diolah Peneliti, 2014.

Kwadran I merupakan barang/jasa privat, karena ada karakteristik


rivalry dan feasible untuk dilakukan exclusion.
Kwadran II merupakan barang/jasa yang bersifat rivalry, namun
tidak efisien untuk dilakukan exclusion. Hal ini bisa disebabkan biaya yang
sangat tinggi untuk melakukan exclusion, atau karena benefit yang hilang
akibat exclusion yang sangat besar.
Kwadran III adalah kombinasi barang/jasa nonrivalry tapi feasible
untuk dilakukan exclusion. Sampai batas tertentu barang/jasa ini bisa
disediakan sektor swasta/privat karena biaya untuk melakukan exclusion
adalah feasible. Namun perlu diperhitungkan juga benefit yang hilang akibat
jumlah orang yang mengkonsumsi menjadi sedikit, padahal biaya tambahan
akibat tambahan konsumsi sebesar nol (margin cost = 0).
Kwadran IV adalah barang/jasa dengan karakteristik non-rivalry dan
exlusion tidak feasible. Barang/jasa ini merupakan barang publik.
Dengan demikian, pendekatan dalam mendefinisikan publik service
ini, yaitu dengan melihat ruang lingkup sektor publik (public sector domain).
Ada 4 jenis yang masuk wilayah sektor publik, yaitu:
Barang publik, yaitu semua barang/jasa yang diperlukan, tetapi
tidak diproduksi oleh sektor swasta. Contoh klasik adalah jasa pertahanan-
keamanan.
1. Eksternalitas, yaitu pengaruh negatif dari suatu kegiatan produksi yang
tidak diinternalisasi dalam perhitungan biaya produksi. Contohnya
pencemaran udara atau air akibat kegiatan produksi sebetulnya
menimbulkan biaya yang harus ditanggung oleh masyarakat dan
perekonomian. Oleh karenanya pemerintah mengambil pungutan untuk
menginternalisasi atau membebankan biaya polusi tersebut ke dalam
produk dengan memungut pajak atau retribusi.

41
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

2. Monopoli alamiah (natural monopoli), yaitu produk-produk yang secara


alamiah diperlukan satu perusahaan saja sebagai produsen di pasar.
Namun sejalan dengan perkembangan teknologi, peran monopoli
alamiah ini berkurang. Contoh tilpon dahulu masih dianggap monopoli
alamiah, namun saat ini sudah tidak dikategorikan lagi monopoli, karena
di beberapa bagiannya bisa diproduksi oleh beberapa perusahaan.
3. Ketidaksetaraan, yaitu sebagai akibat dari mekanisme pasar bisa
memungkinkan terjadinya ketidakmerataan antar individu, antar daerah
dan antar waktu. Oleh karenanya untuk mengatasi ini perlu intervensi
pemerintah.
Berikut ini perbandingan disampaikan tabel perbandingan barang
privat dengan barang publik sebagai berikut:
Tabel 2.3 Perbandingan Barang Privasi Dengan Barang Publik

Ekonomi Klasik Publik Choice


Jenis Barang Barang Privat (Private Goods) Barang Publik (Publik Goods)
Penyedia Barang Produsen, Pengusaha, Distributor Pemerintah, Parpol, Politisi,
Birokrasi
Peminta Barang Konsumen Pemilih (voters)
Alat Transaksi Uang Suara (votes)
Jenis Transaksi Transaksi sukarena (voluntary
transaction) Politic as exchange
Sumber: diolah peneliti, 2014.

Di dalam kenyataan sehari-hari sering terjadi kegagalan pasar, tetapi


tidak berarti bahwa proses produksi harus ditangani oleh negara. Ini bisa
dilihat dari adanya monopoli alamiah di dalam kegiatan ekonomi. Joseph
Stiglitz mengemukakan berbagai bentuk peran negara atau bentuk alternatif
intervensi yang bisa dilakukan oleh negara. Setidaknya ada 5 respon
pemerintah menghadapi kenyataan tersebut, yaitu:
1. Tidak mempermasalahkan hal tersebut.
2. Pemerintah menciptakan kondisi yang bersaing antara perusahaan-
perusahaan pemerintah.
3. Pemerintah dapat memberi hak monopoli bagi perusahaan pemerintah.
4. Pemerintah dapat mengadopsi seperangkat peraturan dan Provinsi
pajak, sehingga membuat kompetisi mungkin berlaku.
5. Pemerintah memberikan hak monopoli ke swasta dan mengaturnya.

42
BAB II
PENELITIAN DAN TEORI TENTANG INOVASI PELAYANAN PUBLIK

Dalam mengatasi eksternalitas pemerintah dapat mengatasinya


dengan memberlakukan pajak atau subsidi (kasus eksternalitas lingkungan
misalnya), dengan peraturan dan menciptakan tata hukum yang baik. Provinsi
komoditi publik memerlukan pendanaan pemerintah yang sumbernya harus
ditarik dari kegiatan ekonomi masyarakat. Dengan demikian, maka kehendak
terhadap intervensi pemerintah mengarah pada pertanyaan penting, sebagai
berikut:
1. Produksi negara (governement production) versus produksi oleh swasta
(private production).
2. Kontrol langsung (berasosiasi dengan produksi pemerintah) versus
kontrol tidak langsung melalui regulasi kompetisi.
Pendulum peran negara dalam perekonomian pada beberapa dekade
terakhir menunjukkan peran yang semakin minimal pasca program
privatisasi yang dipelopori Inggris pada masa kepemimpinan Margaret
Thatcher. Privatisasi adalah partisipasi sektor swasta dalam memproduksi
atau menyediakan pelayanan publik (public service). Tujuan program
privatisasi adalah meningkatkan kinerja efisiensi atau mengurangi
inefisiensi yang banyak terjadi di sektor publik yang dikelola negara. Program
privatisasi ini sebetulnya bisa dibagi dua kategori berdasarkan apakah pasar
bisa kompetitif atau bersifat monopoli alamiah.
Pada pasar yang bersifat kompetitif, pemerintah bisa melakukan
program pengalihan kepemilikan perusahaan-perusahaan BUMN. Pada
banyak BUMN di Indonesia sebetulnya beroperasi pasar yang kompetitif,
sehingga peran negara sebagai pemain di pasar pada kondisi ini sebetulnya
sudah tidak diperlukan lagi. Peran pemerintah hanya sebagai regulator untuk
memastikan bahwa mekanisme pasar berjalan dengan baik. Apalagi ditambah
perkembangan teknologi suatu barang yang dulunya dianggap sebagai
monopoli alamiah, sekarang bisa berubah menjadi pasar yang kompetitif.
Contohnya telekomunikasi, listrik atau kereta api. Barang/jasa tersebut bisa
diproduksi melalui mekanisme pasar. Jika suatu barang/jasa disediakan
melalui mekanisme pasar, maka undang-undang yang mengaturnya adalah
Undang-Undang tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat dan Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen.
Sedangkan pada pasar yang bersifat monopoli alamiah, pemerintah
tidak mengalihkan langsung tanggung jawab penyediaan barang tersebut
walaupun swasta yang menyediakan. Pemerintah secara tidak langsung
masih bertanggung jawab dan mengontrol atas ketersediaan barang/
jasa tersebut. Istilah yang bisa digunakan dalam penyediaan barang/jasa

43
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

yang masuk kategori ini adalah pendelegasian (Savas, 1998), contohnya


swastanisasi pengelolaan sampah. Pada dasarnya pengelolaan sampah
adalah tugas pemerintah, tapi dalam pelaksanaannya bisa dilakukan swasta
dengan kontrol pemerintah dan evaluasi secara berkala serta proses tender
ulang dalam kurun waktu tertentu. Selain itu, Pemerintah menetapkan
standardisasi mutu pelayanan, harga, ketepatan waktu dan lain-lain.
Dalam hal menyangkut pelayanan kesejahteraan sosial ada alternatif
lain jika penyediaan lewat pasar mengalami gagal pasar, yakni pembentukan
jaminan sosial (Social security system). Cara ini sebetulnya untuk mengatasi
kegagalan pasar, misalnya pelayanan kesehatan untuk kelompok masyarakat
miskin. Sistem jaminan sosial memungkinkan pemerintah tidak turun
berproduksi langsung tapi hanya sebagai regualtor yang menetapkan aturan
main dan standardisasi.
Eksitensi birokrasi diperlukan dalam setiap masyarakat karena tidak
semua interaksi sosial dan ekonomi dapat dikelola melalui mekanisme
pasar, atau dengan kata lain tidak semua barang/jasa yang diperlukan
oleh masyarakat bisa disediakan melalui mekanisme pasar. Ketika pasar
gagal menyediakan barang/jasa yang diperlukan oleh masyarakat, maka
pemerintah melalui birokrasinya berperan menyediakan barang/jasa
tersebut.
Fungsi dari birokrasi adalah memaksimalkan kepentingan publik atau
dengan kata lain indikator keberhasilan dari kinerja birokrasi adalah social
benefit. Padahal private benefit yang maksimal belum tentu memaksimalkan
social benefit. Hal ini lah yang menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak
efisien, efektif atau bersifat diskriminatif.
Terdapat perbedaan mendasar perilaku perusahaan dengan birokrasi.
Perusahaan berusaha memaksimalkan profit sedangkan birokrasi berusaha
memaksimalkan anggaran. Justifikasi birokrasi memaksimalkan anggaran
karena birokrasi tidak tepat jika memaksimalkan profit. Birokrasi berperan
sebagai monopolis karena memang satu-satunya pihak yang menyediakan
barang/jasa publik di suatu negara. Namun, berbeda dengan perusahaan
yang bisa meningkatkan pendapatan untuk memaksimalkan profit, birokrasi
memaksimalkan pendapatan yang tetap dan oleh karenanya melalui
peningkatan anggaran atau biaya birokrasi bisa memaksimumkan manfaat
pribadinya.
Menurut Max Weber, Birokrasi merupakan suatu bangunan besar yang
secara teknis memiliki keunggulan dibandingkan dengan organisasi lainnya.

44
BAB II
PENELITIAN DAN TEORI TENTANG INOVASI PELAYANAN PUBLIK

Keunggulan ini terjadi karena alasan untuk tujuan pengambilan keputusan


strategis, alasan rasional, serta kepentingan yang ada di dalamnya. Secara
sosiologis, birokrasi yang rasional ini memiliki 6 ciri, yaitu:
1. Mengerjakan tugas pemerintahan yang bisa dibagi 2, yaitu tugas tetap
dan tugas resmi.
2. Ada piramida hierakhis dari otoritas dalam organisasi.
3. Manajemen dari kegiatan resmi birokrasi didasarkan pada dokumen-
dokumen tertulis.
4. Aparat birokrasi bekerja penuh untuk tugas-tugasnya.
5. Lembaga birokrasi digerakan oleh aturan-aturan tetap.
Dalam melaksanakan tugasnya, pelayan publik karena sifatnya sebagai
monopolis memerlukan aturan dan kode etik yang ketat dibandingkan
dengan pengusaha. Sementara pengusaha terikat pada hukum-hukum
mekanisme pasar dengan iklim persaingan yang ketat.
Beberapa kode etik pelayan publik yang penting adalah:
1. Efisien.
Pelayan publik dalam menyediakan barang/jasa publik bekerja didasar-
kan prinsp-prinsip rasionalitas ekonomi seperti meminimumkan biaya.
2. Integritas.
Pelayan publik dalam melaksanakan tugasnya tidak boleh terpengaruh
oleh kepentingan lain selain kepentingan untuk memaksimalkan
kepentingan publik.
3. Non-Diskriminasi.
Dalam memberikan pelayanan publik tidak boleh ada perbedaan yang
didasarkan pada suku, agama atau ras dan lain-lain. Semua warga negara
mendapatkan pelayanan yang sama.
4. Akuntabilitas.
Semua keputusan dan pekerjaan pelayanan publik dapat dipertanggung
jawabkan (akuntabel).
5. Transparan.
Pelayan publik harus terbuka dalam proses pengambilan keputusan dan
tindakan-tindakannya. Pelayan publik harus bisa memberikan alasan-
alasan rasional terhadap keputusan yang diambil dan memberikan
informasi yang diminta publik.

45
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

6. Costumer Oriented.
Pelayan publik dalam menyediakan jasa-jasanya berorientasi pada
kepentingan pemakai jasa (customer) dan berorientasi pada kepentingan
publik. Pelayan publik tidak boleh berusaha memaksimalkan keuntungan,
baik keuntungan finansial maupun keuntungan lainnya untuk dirinya
pribadi, keluarga atau pun kerabat atau teman.
Pelayanan publik dapat juga dilihat dari dimensi politik. Pada
hakekatnya manusia hidup untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, yaitu
kebutuhan untuk tetap hidup di dalam satu komunitas tertentu. Kian hari
kebutuhan hidup masyarakat bertambah kompleks, untuk itu dibutuhkan
satu kesepakatan bersama untuk menjaga terpenuhinya kebutuhan hidup
masing-masing dan kebutuhan hidup orang lain, kemudian lahirlah negara
yang diharapkan menjadi penjamin terpenuhinya kebutuhan hidup atau
hak-hak dasar tersebut.
Secara hostoris, pada awalnya masyarakat hidup di alam tanpa adanya
satu keteraturan yang disepakati bersama untuk yang mengatur hubungan
diantara mereka.
Semua berjalan tanpa adanya hukum, siapa yang diperintah dan siapa
yang memerintah. Manusia hidup di dalam masyarakat yang hanya berjuang
untuk kepentingan hidup masing-masing. Mereka menghadapi kondisi alam
yang berat dan memerlukan keberanian untuk tetap bertahap hidup.
Dalam perjalananya, karena tantangan alam yang begitu berat dan
mulai terjadinya persaingan dalam merebutkan hasil-hasil alam yang ada,
maka manusia mulai hidup berkelompok yang secara sosial, ekonomi, dan
politik mulai membutuhkan adanya pembagian kerja diantara mereka. Mulai
dibutuhkan adanya aturan-aturan yang mengatur hubungan-hubungan
sosial, ekonomi, dan politik. Dari sini muncul adanya hak dan kewajiban
yang dimiliki masing-masing anggota masyarakat, sehingga kemudian
lahirlah kesepakatan-kesepakatan atau perangkat hukum yang mengatur
hubungan satu sama lain. Pada intinya kesepakatan-kesepakatan ini adalah
untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anggota masyarakat. Untuk tetap
terjaganya hubungan-hubungan di dalam masyarakat dalam usaha mereka
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kemudian, karena hubungan masyarakat semakin kompleks, bukan
hanya mengatur hubungan antar individu, tapi juga mengatur hubungan
antar kelompok dalam masyarakat, baik dibedakan secara kesukuan,
golongan maupun kelas ekonomi, maka mulai dibutuhkan satu perangkat

46
BAB II
PENELITIAN DAN TEORI TENTANG INOVASI PELAYANAN PUBLIK

aturan yang lebih komprehensip. Untuk itu muncul konsep negara sebagai
manifestasi dari kebutuhan masyarakat tersebut dan mulai disepakati siapa
yang diatur dan siapa yang mengatur.
Dalam proses lahirnya sebuah negara, memang prosesnya tidak
linier ataupun sama satu dengan yang lainnya seperti yang diuraikan di
atas. Banyak sekali proses sejarah yang berbeda, ada varian-varian di
dalam kejadian lahirnya sebuah negara. Secara teoritis, banyak teori yang
menjelaskan bagaimana lahirnya sebuah negara. Tetapi secara umum ada
beberapa konsep dan teori negara yang digunakan untuk menjelaskan
lahirnya sebuah negara. Menurut Inu Kencana Syafei, setidaknya ada 12 teori
yang menjelaskan teori nterbentuknya negara. Teori-teori tersebut antyara
lain: Teori Kenyataan, Teori Ketuhanan, Teori Perjanjian, Teori Penaklukan,
Teori Kekuatan, Teori Patralinela, Teori Matrilineal, Teori Organis, Teori
Kadaluwarsa, Teori Alamiah, Teori Filosofis, dan Teori Historis.
Beberapa teori dapat digunakan untuk menjelaskan lahirnya
sebuah negara. Misalnya Teori Historis dan Teori Alamiah. Teori Alamiah
menganggap bahwa negara itu ciptaan alam yang sudah terbentuk, tumbuh,
dan berkembang secara alami. Kemudian karena manusia itu dianggap
sebagai mahluk sosial sekaligus mahluk politik, oleh karenanya manusia
ditakdirkan untuk hidup bernegara. Sedangkan Teori Historis menganggap,
bahwa negara itu lembaga sosial kenegaraan tidak dibuat dengan sengaja,
tapi tumbuh secara evolusioner, sesuai dengan kebutuhan situasi, kondisi
dan waktu manusia. Oleh karenanya lembaga sosial kenegaraan itu
dipengaruhi oleh situasi dan kondisi lingkungan setempat serta waktu dan
tuntutan zaman.
Teori lain adalah teori perjanjian, yaitu teori yang mengatakan negara
lahir dari suatu perjanjian antara anggota masyarakat untuk hidup sama-
sama di dalam suatu negara. Teori sering disebut juga sebagai teori kontrak
sosial, dimana dijelaskan negara lahir karena adanya kesepakatan sosial antar
individu atau kelompok di dalamnya untuk hidup bersama secara soaial,
ekonomi, dan politik. Kemudian masyarakat menyepakati aturan bersama
dan memilih siapa yang akan mengatur hubungan di dalam masyarakat itu
sendiri.
Berdasarkan uraian teori-teori di atas dapat diambil kesimpulan,
bahwa negara merupakan suatu keniscayaan, sebagai konsekuensi dari
semakin kompleksnya hubungan-hubungan di dalam masyarakat dan
beragamnya kebutuhan manusia. Apakah negara dapat menjamin kebutuhan
masyarakat merupakan pertanyaan selanjutnya. Tetapi sebagai satu tujuan

47
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

awal, bahwa negara itu diselenggarakan dan dibentuk memang untuk


pemenuhan kebutuhan tersebut.
Konsep dan teori tersebut di atas secara singkat negara didefinisikan
oleh banyak pakar, filusuf dan akademisi. Aristoteles mengatakan Negara
adalah persekutuan dari keluarga dan desa guna memperoleh hidup yang
sebaik-baiknya. Senada yang dikemukakan oleh Hugu de Groot, bahwa
negara adalah persekutuan yang sempurna dari orang-orang yang merdeka
untuk memperoleh perlindungan hukum. Kemudian Harold
J. Laski mengatakan, negara adalah masyarakat yang diintegrasikan,
karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan secara sah dan
lebih agung dari pada individu atau kelompok yang merupakan bagian
dari masyarakat. Selanjutnya Prof. Kranenburg mengatakan, bahwa negara
adalah suatu sistem dari tugas-tugas umum dan organisasi-organisasi yang
diatur dalam usaha negara untuk mencapai tujuannya yang juga menjadi
tujuan masyarakat/rakyat yang diliputinya, oleh karena itu maka harus ada
pemerintahan yang berdaulat.
Definisi-definisi tersebut di atas diperoleh beberapa konsep yang ada
dalam sebuah negara, yaitu kebutuhan masyarakat, hukum atau peraturan,
daya paksa, dan pemerintah yang berdaulat. Secara umum, negara adalah
sekelompok masyarakat yang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
membentuk perangkat hukum yang dijalankan oleh pemerintahan yang
berdaulat dan mempunyai daya paksa kepada masyarakat itu sendiri.
Konsep negara yang ada sekarang merupakan konsep negara modern
yang lahir dari kesepakatan masyarakat yang dikenal dengan konsep
demokrasi yang artinya pemerintahan lahir dari rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat. Negara dibentuk dan ditujukan sepenuhnya untuk kepentingan
rakyat. Pemerintah yang ada harus bekerja untuk memenuhi tujuan dan
kebutuhan rakyat. Jika tujuan itu gagal dilaksanakan, maka dapat dikatakan
pemerintahan tersebut telah gagal menjalankan tugasnya.
Untuk menjamin pemerintah tetap dalam tugasnya, maka dibutuhkan
satu mekanisme dimana masyarakat dapat mengontrol kebijakan pemerintah
atau membentuk kekuasaan-kekuasaan lain yang dapat mengontrol
jalannya pemerintahan. Untuk itu lahir konsep pemisahan kekuasaan
dari Montesquieu yang dikenal dengan dengan nama Trias Politica, yaitu
pemisahan kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Konsep pemisahan
kekuasaan ini bisa dianggap sebagai representasi dari kontrol masyarakat

48
BAB II
PENELITIAN DAN TEORI TENTANG INOVASI PELAYANAN PUBLIK

untuk menjaga negara dalam tugas-tugasnya menjamin kebutuhan dan hak-


hak dasar masyarakat.
Setelah membahas teori negara dalam pelayanan publik, maka muncul
beberapa turunan konsep negara dan sistem pemerintahan. Tetapi sistem
tersebut secara umum dapat dikatakan ada, karena adanya kebutuhan yang
ada dalam masyarakat. Seperti Negara Kesatuan Republik Indonesia lahir,
karena pemerintahan kolonial Belanda dan Jepang dianggap sudah tidak
dapat lagi menjamin hak-hak dan kebutuhan masyarakat. Tetapi justru
sebaliknya, pemerintahan kolonial yang diwakili oleh Pamongpraja justru
merampas hak-hak masyarakat dan gagal memenuhi kebutuhan dasar
masyarakat. Proklamasi Negara Indonesia sebagai keinginan membawa
masyarakat Indonesia ke dalam kehidupan yang lebih baik, seperti yang
dituangkan dalam Pembukaan UUD NRI 1945, dimana tujuan Pemerintahan
Republik Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdasakan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dari sini dapat dikatakan, bahwa semangat pembentukan negara ini adalah
alat untuk menjamin terselenggaranya hak-hak masyarakat.
Semangat itu lebih tergambar lagi dalam batang tubuh UUD NRI 1945.
Dalam beberapa pasal sangat jelas dipaparkan jaminan negara terhadap
hak-hak masyarakat. Misalnya hak berkedudukan sama di dalam hukum dan
pemerintahan, hak untuk mendapat pekerjaan dan kehidupan yang layak,
termasuk jaminan negara terhadap fakir miskin dan anak-anak terlantar,
hak untuk mendapatkan pendidikan, dan hak rakyat untuk mendapatkan
hasil yang sebesar-besarnya dari kekayaan Sumber daya alam Indonesia.
Dalam Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 2002,
terjadi terobosan yang cukup penting dengan disetujuinya Amendemen
UUD 1945. Amandemen ini menghasilkan perubahan yang sangat penting,
terutama mengenai tanggung jawab negara dalam menjamin pemenuhan
hak-hak dasar masyarakat. Secara khusus hal tersebut dapat dilihat dalam
Pasal 28 Bab XA UUD NRI 1945, berbunyi sebagai berikut:
Pasal 28A:
“Setiap orang berhak untuk hidup, serta berhak mempertahankan
hidup dan kehidupannya”

49
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Pasal 28B (2):


“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang
serta berhak atas perlindungan kekerasan dan diskriminasi”
Pasal 28C (1):
“Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”.
Pasal 28D:
“ (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta pengakuan yang sama dihadapan
hukum.
(2) Setiap orang berhak untuk bekerja dan mendapatkan imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama di
dalam pemerintahan.
(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan. ”
Pasal 28H:
“ (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus
untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna
mencapai persamaan dan keadilan.
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermartabat.
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik
tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh
siapapun”
Kemudian dalam Pasal 34 juga ditambahkan hal yang cukup penting
sebagai tanggung jawab negara terhadap masyarakat, yaitu dalam ayat (2)
“Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan”, dan ayat (3) berbunyi “Negara bertanggung jawab
atas penyediaan fasilitas layanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum
yang layak”

50
BAB II
PENELITIAN DAN TEORI TENTANG INOVASI PELAYANAN PUBLIK

Melihat batang tubuh dan hasil amandemen UUD NRI 1945, tujuan
dan tangung jawab negara cukup besar bagi pemenuhan kebutuhan dan hak
rakyat. Negara dituntut untuk menyelenggarakan pelayanan publik yang
baik tanpa adanya diskriminasi sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Amanat
yang terkandung dalam konstitusi harus diterjemahkan dan diturunkan
secara oleh sistem dan perangkat negara.
Pelayanan publik dapat juga dilihat dari kosep sosial-budaya.
Dalam kaitan dengan dengan aspek sosial budaya, terdapat beberapa
pertanyaan yang perlu dijawab:
(1) apakah aspek sosial budaya dapat menunjang proses pelayanan
publik (2) bagaimana seharusnya rumusan yang tepat untuk memberikan
batasan yang jelas dari standar minimum pelayanan publik dalam kaitannya
dengan aspek sosial budaya, dan (3) kendala-kendala sosial budaya apa saja
yang mungkin akan dihadapi dalam menjalankan pelayanan publik.
Dari rumusan pertanyaan itu terdapat dua hal penting yang dilihat,
apakah aspek sosial budaya yang berhubungan dengan studi sosiologis
dan antropologis menjadi penghalang atau penunjang pelayanan publik
oleh pemerintahan. Jawabannya bisa ya atau tidak. Berdasarkan apa yang
masih berkembang sampai kini, terutama di daerah pedesaan dalam kultur
agraris, masih terdapat pola hubungan sosial yang unik. Dalam panen padi
misalnya, sekalipun dimiliki satu orang, masyarakat melakukannya beramai-
ramai. Setelah selesai, masyarakat berhak atas jumlah tertentu, bahkan bisa
memungut butiran-butiran padi yang tercecer. Pola hubungan semacam ini,
bila ditarik ke masa-masa pertumbuhan padi menjadi unik. Ketika seseorang
lewat areal pesawahan yang sedang menguning dan burung-burung datang,
otomatis orang itu akan menghalaunya. Perasaan menjaga milik pribadi oleh
masyarakat umum itu lah yang membuat masyarakat sesungguhnya punya
saham atas bangunan, tanah, atau apapun yang tumbuh dan berkembang di
muka bumi ini.
Hubungan itulah yang dikenal dengan sebagai hubungan sosial, ketika
seseorang membutuhkan orang lain, bahkan di daerah yang tak dikenalnya.
Malu bertanya sesat di jalan, bertanya tentu kepada orang dan dari sanalah
interaksi sosial dimulai. Penerapan aspek hubungan sosial ini tidak semata-
mata terjadi di desa-desa. Justru, juga perlu dikembangkan di daerah
perkotaan, apalagi ketika aparatur pemerintahan memiliki keterbatasan
tertentu dalam hal personil dan kemampuan anggaran. Kebutuhan
interaksi sosial akan berkembang menjadi solidaritas sosial. Jakarta telah
menunjukkannya, terutama ketika terjadi tragedi banjir. Tetapi solidaritas

51
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

sosial itu rontok, ketika terjadi kerusuhan skala besar sepanjang bulan Mei
1998. Dalam bulan itu solidaritas sosial lenyap, keangkuhan angkara murka
merajalela, masyarakat menjadi pemangsa masyarakat lain. Penjarahan
dan pemerkosaan disertai dengan pembakaran dan pembunuhan menjadi
pemandangan keseharian.
Begitu pula dalam pemeliharaan fasilitas sosial yang mendukung
pelayanan publik, seperti telepon umum, WC umum, trotoar, lampu lalu
lintas, sampai garis antri dalam loket-loket resmi, tanpa kesadaran tentang
pentingnya solidaritas sosial berupa semangat pemeliharaan, antri, tidak
saling mendahului, dan memandang bahwa urusan orang lain sama
pentingnya dengan urusan diri sendiri, sangat mustahil untuk mendapatkan
pelayanan publik yang memuaskan.
Dalam hal ini, penting sekali mengutamakan apa yang disebut
dengan keteladanan. Solidaritas sosial dalam instansi pelayanan publik
tidak mengenal hierarki berdasarkan kepangkatan atau jabatan. Untuk itu
kultur feodal menjadi penghalang nomor satu dalam kaitannya dengan
pelayanan publik, ketika terdapat segmen masyarakat yang berbeda
dalam menjalankan suatu urusan. Segmentasi seperti itulah yang terlihat
di Indonesia, sebagaimana hasil penelitian Partnership (2000). Pelayanan
publik masih mengenal pilih kasih, antara keluarga pejabat, politisi, atau
polisi dan militer. Keberangkatan pesawat seringkali tertunda, karena
ditahan oleh anggota DPR yang punya “tugas khusus”. Jalan-jalan disisir dan
dibersihkan, ketika pejabat datang meninjau.
Pola hubungan kekuasaan masuk juga dalam interaksi sosial yang
lambat laun membentuk budaya. Lemahnya budaya pelayanan publik ketika
budaya itu dipengaruhi oleh tarik-menarik kekuasaan. Publik sama sekali
tidak lagi diukur sebagai publik an sich, melainkan publik yang terpilah-
pilah menjadi publik yang berlabel pejabat atau publik yang bernama
berdasarkan simbolsimbol kepangkatan, seragam dan wajahnya. Publik
semacam ini mengingkari hakekat terpenting dari pelayanan publik, yaitu
prinsip melayani semua, egaliterianisme dan demokratis. Jajak pendapat
Kompas (2 September, 2002) memperlihatkan persepsi masyarakat yang
menilai pejabat tinggi negara lebih besar sikap mementingkan diri sendiri,
kelompok, ketimbang kepentingan bangsa yang lebih besar. Berkaitan
dengan hal itu, tidak kurang dari 63% responden menganggap citra para
pejabat tinggi negara saat jajak pendapat itu tergolong buruk. Untuk itu
perlu pembalikan paradigma kekuasaan dalam ruang publik. Pertama:
Kekuasaan menjadi terbatas ketika memasuki ruang-ruang publik (publik

52
BAB II
PENELITIAN DAN TEORI TENTANG INOVASI PELAYANAN PUBLIK

sphere). Kekuasaan sendiri punya alat ukur, prosedur, mekanisme, aparatur,


bahkan juga standar penilaian, baik peraturan perundang-undangan sebagai
landasan hukum maupun waktu berkuasa. Pemilu menjadi satu alat ukuran
dari terbatasnya waktu “kepemilikan” atas suatu jabatan. Bukan hanya
itu, jam kerja, meja kantor sampai gedung-gedung pemerintahan tempat
pelayanan publik dilakukan juga membatasi penggunaan kekuasaan di
luarnya. Di luar jam tugas, tidak ada lagi petugas. Semuanya adalah publik.
Kedua, orang-orang yang duduk dalam bingkai kekuasaan, baik
eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, bukanlah pemilik kekuasaan. Dalam
kaitannya dengan demokrasi, kekuasaan berada di tangan rakyat dan
digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan rakyat. Dalam bahasa populer
sering disampaikan penegasan “daulat rakyat bukanlah daulat tuanku, bukan
daulat pemilik tanah, bukan daulat modal atau bukan daulat politik. ”
Ketiga, kekuasaan itu bersifat sementara, hanya dalam hitungan
antara satu pemilihan umum dengan pemilihan umum berikutnya. Selama
berkuasa, pemegang kekuasaan diikat oleh kontrak sosial berupa platform,
janji-janji kampanye, juga program-program. Kekuasaan bukannya sesuatu
yang berada di ruang hampa, angan-angan atau tergantung kepada ilham
penguasa. Apapun yang dilakukan dalam menjalankan kekuasaan, dipandu
oleh sesuatu yang dinyatakan lalu berlangsung dalam bagan hubungan yang
berupa peraturan hukum.
Keempat, kekuasaan berhak dikontrol. Dalam demokrasi, kontrol
tertinggi ada di tangan rakyat. Institusi kontrol, checks and ballances bukan
hanya terletak dalam tiga pilar trias politica, melainkan berkembang ke
dalam pilar-pilar lain, seperti pers, NGO dan organisasi sosial budaya lainnya.
Selain itu, dalam tubuh kekuasaan sendiri perlu dibangun badan-badan
khusus yang inheren dan internal dengan fungsi mencegah munculnya
penyalahgunaan kekuasaan dan membuat kekuasaan penuh wibawa.
Seiring dengan runtuhnya semangat otoritarianisme birokratik dalam
tubuh penyelenggara negara, fungsi-fungsi pengawasan atas penanganan
pelayanan publik semakin kencang. Media massa dan kalangan NGO
memegang peranan, dengan melancarkan kritik sekaligus solusi secara
terbuka. Halaman-halaman surat pembaca di media massa dipenuhi oleh
berbagai “Kata Berjawab, Gayung Bersambut”, baik oleh produsen pelayanan
publik maupun oleh konsumen. Semakin kompetitifnya tingkat persaingan
dalam dunia usaha, membuat masing-masing pihak menggantungkan diri
kepada penciptaan citra. Tidak jarang, penciptaan itu menggunakan biaya
mahal bukan hanya untuk memasang iklan, membayar profesional di bidang

53
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

public relations, begitu juga mengandalkan survey dan penelitian, baik


kualitatif maupun kuantitatif. Dalam keadaan ini dampak buruknya juga
berkembang, seperti pembayaran wartawan amplop, penyuapan terselubung
sampai negative campaign kepada pesaing.
Perkembangan semacam ini hendaknya juga semakin diantisipasi oleh
lembaga-lembaga pelayanan publik, terutama yang berhubungan dengan
masyarakat luas. Pengurusan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin
Mengemudi (SIM), pengiriman barang via pos, keamanan keluar masuknya
barang bawaan dalam media transportasi (Pesawat, kapal laut, kereta api,
bis) dan sebagainya, makin memerlukan standar dan peningkatan mutu
pelayanan, sebagai saarana masuknya aspek-aspek sosial budaya. Kualitas
pelayanan bukan hanya tergantung kepada seberapa cepat pelayanan
diberikan, dan seberapa disiplin para petugas pelayanan itu, melainkan
juga seberapa peka mereka terhadap perbedaan atau pluralitas masyarakat
yang diberikan pelayanan itu. Manajemen dan jajaran personil pelayanan
yang mengerti nilai-nilai sosial budaya di daerah tertentu, akan mendapat
simpatik publik, ketimbang yang hanya berfungsi seperti robot atau serdadu.
Masuknya standar pelayanan publik yang memperhatikan aspek sosial
budaya ini hendaknya juga diwujudkan dalam berbagai bentuk, bukan hanya
lisan dan tulisan, tetapi juga sikap, simbol-simbol, bahkan bahasa tubuh
(body language). Publik tentu membutuhkan kenyamanan, keramahan, dan
kerendahan hati dari orang-orang yang melayaninya. Publik akan mudah
antipati apabila aparat yang melakukan pelayanan bermuka masam, kasar
dan menyebalkan.
Sikap semacam ini belum banyak berkembang dalam lembaga
pemerintahan. Pihak swasta jauh lebih maju, terutama yang menjalankan
bisnisnya lintas negara, suku, benua, bahasa, dan budaya. Indonesia sebagai
masyarakat multikultural tentu kian memperberat tantangan pemerintah
untuk menjalankan fungsi pelayanan publik.
Terakhir, pelayanan publik ditinjau dari dimensi hukum.
Pelayanan publik apabila dikonstruksikan dengan sebuah perikatan
merupakan hubungan hukum antara penyelenggara pelayanan dengan
pengguna layanan. Hubungan hukum tersebut menimbulkan hak dan
kewajiban masing-masing, baik sisi penyelenggara pelayanan maupun
pengguna pelayanan.
Penyelenggara pelayanan yang diwakili oleh birokrasi mempunyai
kedudukan lebih tinggi dengan pengguna layanan atau masyarakat. Kedudu-

54
BAB II
PENELITIAN DAN TEORI TENTANG INOVASI PELAYANAN PUBLIK

kan hukum lebih tinggi tersebut dimungkinkan, karena penyelenggara


­pelayanan mempunyai kewenangan dan akses informasi yang lebih luas,
sedangkan pengguna layanan berada di pihak yang lemah. Oleh karena itu
hubungan hukum tersebut antara penyelenggara dan pengguna layanan
publik tidak seimbang.
Agar hubungan hukum itu menjadi seimbang, maka perlu ada
pemberdayaan masyakat di satu pihak dan memberikan pembebanan berupa
serangkaian kewajiban bagi penyelenggara pelayanan agar hubungan hukum
tersebut seimbang. Hubungan hukum yang seimbang tersebut menjadikan
proses kontraktual menjadi setara, sehingga pengguna layanan yang tadinya
berada pada posisi yang lemah menjadi seimbang kekuatannya dengan
penyelenggara pelayanan.
Proses kontraktual dalam hubungan pelayanan publik diwujudkan
dengan kesepakatan antara para pihak yang berisi standar-standar pelayanan
yang menjadi pedoman kedua belah pihak. Pada dasarnya masing-masing
pihak harus mematuhi standar pelayanan tersebut. Dalam hal ini terutama
penyelenggara pelayanan yang mempunyai wewenang dalam memberikan
pelayanan publik.
Hubungan hukum pengguna pelayanan dengan pengguna pelayanan
secara timbal balik, proses, dan kesepakatan yang harus ditaati serta umpan-
balik untuk penyempurnaan hubungan tadi, maka diperlukan payung
hukum yang mempunyai kekuatan memaksa, terutama bagi penyelenggara
pelayanan untuk memberikan pelayanan publik yang baik.
Beberapa pengertian dari berbagai dimensi tersebut menjadi acuan
dalam perumusan pengertian pelayanan publik sebagaimana didefinisikan
dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka
kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi
setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan
administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik (Vide
Pasal 1 butir 1).
Selanjutnya penyelenggara pelayanan publik adalah setiap institusi
penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk
berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan
hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik
(Vide Pasal 1 butir 2).

55
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Dalam Undang-Undang tentang Pelayanan Publik terlihat, bahwa


penyelenggara pelayanan publik bukan terbatas pada pejabat publik, tetapi
juga meliputi badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan
pelayanan publik. Badan hukum lain tersebut dapat berbentuk Yayasan Sosial
atau Yayasan Keagamaan sepanjang yang diselenggarakannya menyangkut
misi negara (Vide Pasal 5 ayat 3 dan 4) merupakan penyelenggara pelayanan
publik.

Reformasi Birokrasi.
Goodenough (dalam Caiden, 1969) menjelaskan bahwa dalam sejarah
kehidupan, manusia merupakan penggerak reformasi, manusia berusaha
mengubah orang lain atau mengubah dirinya sendiri agar dapat bertahan
hidup atau menciptakan situasi yang diinginkan. Hal itu juga tercermin
dari adanya dorongan perubahan pada adiminstrasi publik. Caiden (1969)
membedakan reformasi administrasi (administrative reform) dengan
perubahan administrasi (administrative change).
Perubahan administrasi merupakan penyesuaian organisasi terhadap
kondisi yang berubah-ubah dan bersifat alami. Sedangkan reformasi
administrasi merupakan proses politik yang dirancang untuk memperbaiki
berbagai hubungan yang ada antara birokrasi dan berbagai elemen dalam
masyarakat, atau bahkan dalam birokrasi itu sendiri.
Pengertian reformasi administrasi merupakan perubahan yang
direncanakan atau disengaja terhadap birokrasi pemerintahan, merupakan
hal yang sama dengan inovasi, perbaikan terhadap efisiensi dan efektivitas
pelayanan publik sebagai hasil yang ingin dicapai dari proses reformasi,
dan urgensi reformasi didorong oleh adanya kebutuhan untuk mengatasi
ketidakpastian dan perubahan yang cepat pada lingkungan organisasi
(Mawhood, 1983).
Oleh karena itu, reformasi administrasi merupakan usaha sadar
dan terencana untuk mengubah struktur dan prosedur birokrasi (aspek
reorganisasi atau institusional); dan sikap dan periIaku birokrat (aspek
perilaku), guna meningkatkan efekfivitas organisasi atau terciptanya
administrasi yang sehat dan menjamin tercapainya tujuan pembangunan
nasional. Reformasi administrasi menurut Dror (1971) mengesampingkan
perubahan organisasi dan prosedur administrasi yang minor dan
berkonsentrasi pada perubahan-perubahan yang utama atau dasar saja,

56
BAB II
PENELITIAN DAN TEORI TENTANG INOVASI PELAYANAN PUBLIK

sehingga reformasi administrasi itu akan efektif apabila juga didesain


dengan tepat, yakni dengan mempertimbangkan dan melibatkan lingkungan
dimana reformasi itu dilaksanakan.
Birokrasi menurut Max Weber adalah suatu bentuk organisasi yang
ditandai oleh hierarki, spesialisasi peranan, dan tingkat kompetensi yang
tinggi ditunjukkan oleh para pejabat yang terlatih untuk mengisi peran-
peran tersebut (Lijan Poltak Sinambela dkk, 2006).
Reformasi birokrasi bertujuan memberikan pelayanan maksimal
dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia sehingga memberikan
kesejahteraan dan rasa keadilan pada masyarakat. Menurut Sofian Efendi, untuk
menciptakan birokrasi yang efisien, efektif, dan responsive dalam rangka
mendukung tata kepemerintahan yang demokratis serta ekonomi nasional,
pemerintah seharusnya menerapkan strategi kelembagaan reformasi
birokrasi yang bertujuan (Miftah Thoha, 2007):
a. Memantapkan kelembagaan reformasi birokrasi;
b. Meningkatkan pelayanan publik dengan menerapkan manajeman
berbasis kinerja;
c. Membangun kapasitas aparatur negara untuk menciptakan pelayanan
publik yang maksimal;
d. Organisasi dan sumber daya manusia aparatur yang professional,
apolitikal, netral, transparan, dan akuntabel.
Reformasi Birokrasi di Indonesia berdasarkan Grand Design Reformasi
Birokrasi 2010-2025 (Vide Perpres Nomor 17 Tahun 2010) dinyatakan,
bahwa reformasi birokrasi terdiri dari Reformasi Birokrasi Gelombang I
dan Reformasi Birokrasi Gelombang II. Reformasi Birokrasi Gelombang I
dilakukan dalam kurun waktu 2004-2025.

57
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Gambar 2.5 Transformasi Pemerintahan Korea Selatan

Government
3. 0
Government
Government 2. 0
1. 0

Operation Government-oriented Citizen-oriented Individual-oriented

Core Value Efficiency Democracy Greater Democracy

Participation Government initiated Limited disclosure and Active disclosure,


participation participation
Administrative
One-way Two-way Proactive, Customized
Service Delivery

Method (Channel) Personal Visit Internet Mobile Internet


smart phone

Sumber: Kim, Sung-Iyul, Assistant Minister of MOSPA.

Uraian tersebut dapat disimpulkan, bahwa wujud dari reformasi


birokrasi adalah peningkatan kualitas pelayanan publik. Untuk mendorong
percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik diperlukan inovasi
pelayanan publik. Sebagai sarana pengembangan inovasi penggunaan ICT
dalam era globalisasi merupakan suatu keniscayaan.

Teori Administrasi Publik.


Nicholas Henry dalam “Public Administration and Public Affairs”
(1975), menjelaskan bahwa “For the letter part of the twentieth century,
the publik bureaucracy has been the locus of publik policy formulation and
the major determinant of where this country is going”. Henry menyebutkan
bahwa “administrasi publik” menggunakan istilah “birokrasi publik”.
Perkembangan masyarakat memaksa untuk dilakukan revisi, perbaikan,
dan mencari alternatif baru tentang sistem administrasi yang lebih cocok
dengan perkembangan zaman. Sehingga dalam membahas reformasi admin
istrasi publik, maka perlu mengidentifikasi kecenderungan perkembangan
penyelenggaraan administrasi publik untuk kemudian menguraikan
berbagai konsep reformasi administrasi publik yang dapat diterapkan dalam
mengantisipasi kecenderungan-kecenderungan tersebut.
Konsep administrasi publik sudah ada sejak masyarakat mulai
mengorganisasikan diri dan kelompok dalam bentuk sistem pemerintahan.

58
BAB II
PENELITIAN DAN TEORI TENTANG INOVASI PELAYANAN PUBLIK

Administrasi publik modern yang dikenal sekarang adalah produk dari


masyarakat feodal di negara-negara Eropa. Salah satu perwujudan kebutuhan
akan sistem pemerintahan yang terjadi di Prusia dan Austria dikenal dengan
sebutan sistem kameralisme (cameralism). Kameralisme merupakan awal
administrasi publik. Kameralisme diciptakan untuk mencapai efisiensi
manajemen yang bersifat sentral dan paternalistik. Sistem ini dikembangkan
di Perancis pada abad ke-18 dengan mengembangkan teknologi. Sistem
pemerintahan ini sangat memerlukan tamatan-tamatan perguruan tinggi
dalam banyak bidang, sehingga sekolah-sekolah profesional didirikan dalam
rangka menunjang kebutuhan tersebut.
Inggris dan Amerika Serikat mengembangkan sistem administrasi
publiknya berbeda dengan di Eropa lainnya. Inggris mempercayakan
tanggung jawab administrasi pemerintahannya pada perwakilan bangsawan
dan orang-orang yang berpendidikan tinggi. Akhir abad ke-18 dan awal abad
ke-19 sebagian kaum bangsawan berasal dari tuan tanah di pedesaan (rural-
estate), abad ke-19 hampir sebagian besar administrator pemerintahan
berasal dari kaum pedagang (mercantile) dan kelas-kelas usahawan di kota-
kota dan pada akhir abad ke-19 mulai menerapkan proses seleksi yang
berlandaskan pada ujian yang bersifat kompetitif bagi lulusan universitas.
Perkembangan dasar pemikiran administrasi publik modern diawali oleh
seorang profesor ilmu politik yang kemudian menjadi Presiden Amerika
Serikat, Woodrow Wilson. Pemikirannya dituangkan di dalam “The Study
Administration” pada tahun 1873. Konsep dari Wilson terkenal adalah
pemisahan antara politik dan administrasi publik. Sejak itu, administrasi
publik baik sebagai bidang studi maupun sebagai profesi terus berkembang.
Proses industrialisasi di Amerika dan Eropa pada awal abad 20,
mendorong perkembangan konsep-konsep manajemen, seperti manajemen
ilmiah dari Taylor (1912) yang diperkuat antara lain oleh Fayol (1916) dan
Gulick (1937), dan konsep-konsep organisasi, seperti model organisasi yang
disebut birokrasi dari Weber (1922). Banyak pemikiran baru lahir pada
sekitar pertengahan abad ke-20, yang memberikan dampak besar sekali pada
perkembangan ilmu administrasi. Salah satunya yang dikemukakan oleh
Simon (1947) yang menjelaskan bahwa administrasi adalah pengambilan
keputusan.
Dalam pengembangan administrasi diperkuat dengan studi perban­
dingan administrasi publik, antara lain dengan dibentuknya Comparative
Administration Group (CAG) pada tahun 1960 oleh para pakar administrasi.
CAG inilah memunculkan konsep administrasi pembangunan (developmet

59
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

administration), sebagai bidang kajian baru. Kelahirannya didorong oleh


kebutuhan membangun administrasi di negara-negara berkembang. Pada
akhir abad ke20, runtuhnya komunisme dan globalisasi menimbulkan ke-
butuhan akan pendekatan-pendekatan baru. Administrasi publik baru (new
publik administration) adalah produk pemikiran yang mempertanyakan
­relevansi administrasi publik dengan perkembangan kehidupan negara dan
masyarakat (Fredericson, 1980).
Perkembangan administrasi publik tidak dapat dilepaskan dari per­
kembangan berbagai paradigma dalam ilmu administrasi publik. Paradigma
dapat diartikan sebagai perspektif yang dimiliki oleh komunitas keilmuan
yang terbentuk dari keinginan dan komitmen (konseptual, teoritis, metodo­
logis, instrumental). Terdapat 5 (lima) paradigma administrasi Negara atau
disebut 5 (lima) perkembangan administrasi negara yakni: (1) Paradigma
Pertama: Dikotomi Politik dan Administrasi (19001926), (2) Paradigma
Kedua: Prinsip-prinsip Administrasi Negara (1927-1937), (3) Paradigma
Ketiga: Administrasi Negara sebagai Ilmu Politik (1950-1970), (4) Paradig-
ma Keempat: Administrasi Negara sebagai Ilmu Administrasi (19561970),
dan (5) Paradigma Kelima: Administrasi Negara sebagai Administrasi Publik
(1970-sekarang).
Paradigma dikotomi politik dan administrasi publik (1900-1926).
Frank J. Goodnow dalam bukunya Politics and Administration menjelaskan
bahwa ada 2 fungsi pokok pemerintah yang berbeda satu sama lainnya, yaitu
politik dan administrasi. Para administrator dianggap tidak perlu campur
tangan dalam kegiatan dan proses politik yang berlangsung di suatu negara
dan secara spesifik tugas administrator adalah sebagai pelaksana keputusan-
keputusan politik yang dibuat oleh para politisi. Penekanan paradigma
ini terletak pada lokusnya yaitu mempermasalahkan dimana seharusnya
administrasi negara berada.
Paradigma Prinsip-prinsip Administrasi (1927-1937) sebagai
akibat dari interaksi yang intensif antara para administrator dengan pihak
politisi dan pihak swasta. Akibat dari interaksi ini, administrator dan
ilmu administrasi diterima secara luas, baik di kalangan industri maupun
pemerintah. Tokohnya adalah Gulick dan Urwick, F. W. Taylor, Henry Fayol,
Mary Parker Follet, dan Willooghby. Pada paradigma ini terlihat bahwa
prinsip-prinsip manajemen secara luas diserap untuk diterapkan pada ruang
lingkup administrasi. Dalam paradigma ini, fokus dari ilmu administrasi
dianggap lebih penting daripada lokusnya. Fokusnya adalah “prinsip-
prinsip” manajerial yang dipandang berlaku universal.

60
BAB II
PENELITIAN DAN TEORI TENTANG INOVASI PELAYANAN PUBLIK

Paradigma administrasi negara sebagai ilmu politik (1950-1970).


Paradigma ini berusaha untuk menetapkan kembali hubungan konseptual
antara administrasi publik dengan politik. Lokus ilmu administrasi publik
yaitu birokrasi pemerintahan. Hal ini berakibat pada kurang diperhatikannya
fokus dari ilmu administrasi publik.
Paradigma administrasi negara sebagai ilmu administrasi (1956-
1970) tetap menggunakan prinsip administrasi yang dipengaruhi berbagai
faktor. Tokoh paradigma ini adalah Henderson, Thompson, Caldwen. Dalam
paradigma ini ilmu Administrasi hanya memperhatikan pada fokus dan
bukannya lokus. Paradigma inilah yang masih dianut oleh kebanyakan
akademisi Ilmu Administrasi Publik. Walaupun memiliki kekurangan yang
sangat signifikan, berupa ketidakmampuan mendefiniskan arti kata publik
secara tegas.
Paradigma administrasi negara sebagai administrasi publik (1970)
menetapkan lokus administrasi publik bukan sematamata pada ilmu murni
administrasi, melainkan pada teori organisasi. Administrasi publik semakin
bertambah perhatiannya terhadap wilayah ilmu kebijakan (policy science),
politik ekonomi, proses pembuatan kebijakan pemerintah, dan analisisnya
(publik policy making process), dan cara-cara pengukuran dari hasil-hasil
kebijakan yang telah dibuat. Aspek-aspek ini dianggap sebagai mata rantai
yang menghubungkan antara fokus administrasi publik dengan lokusnya.
Lokus dari administrasi publik ialah pada birokrasi pemerintahan dan pada
persoalan-persoalan masyarakat (publik affairs). Walaupun publik affairs
masih dalam proses pencarian bentuknya.
Pemikiran selanjutnya sangat dipengaruhi oleh paham demokrasi,
seperti administrasi partisipatif yang menempatkan administrasi di tengah-
tengah masyarakatnya dan tidak di atas atau terisolasi darinya (Montgomery,
1988). Dalam upaya merevitalisasi ilmu administrasi, Waldo memprakarsai
pertemuan sejumlah pakar muda ilmu administrasi menandakan bergulirnya
gerakan administrasi publik baru (new publik administration). Frederickson
(1971), seorang pelopor menyatakan bahwa administrasi publik harus
memasukkan aspek pemerataan dan keadilan sosial (social equity). Wilson
(1989) mengemukakan bahwa birokrasi tetap diperlukan tetapi harus tidak
birokratis.
Osborne dan Gaebler (1993) mencoba “menemukan kembali
pemerintah”, dengan mengetengahkan konsep entrepreneurial government.
Dasawarsa 1980-an tampil manajemen publik (publik management) sebagai
bidang studi yang makin penting dalam administrasi negara. Menguatnya

61
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

pengaruh managerialism dalam administrasi publik di beberapa negara


seperti Inggris dan Amerika Serikat memunculkan pemikiran baru tentang
konsep “New Publik Management” (NPM). NPM dikenal tahun 1980-an dan
kembali populer tahun 1990-an yang mengalami beberapa bentuk seperti
munculnya Patrick Dunleavy (1991), konsep “managerialism” (Pollit, 1993);
‘’’market-based public administration” (Lan, Zhiyong, and Rosenbloom,
1992); “postbureaucratic paradigm” (Barzelay, 1992); dan “entrepreneurial
government” (Osborne and Gaebler, 1992). NPM berfokus pada manajemen,
penilaian kinerja, dan efisiensi.
Dalam perkembangan selanjutnya, Denhardt dan Denhardt melihat
paradigma OPA dan NPM kurang relevan dalam menempatkan persoalan-
persoalan publik karena memiliki landasan filosofis dan ideologis yang
kurang sesuai (inappropriate) dengan administrasi Negara, sehingga perlu
paradigma baru yang kemudian disebut sebagai New Publik Service (NPS).
Dengan adanya NPS akan menjadikan persoalan persoalan publik semakin
sedikit.
Menurut Denhardt dan Denhardt mengapa paradigma lama seperti
NPM bisa gagal dalam mengatasi masalah publik karena dalam pandangan
NPM, organisasi pemerintah diibaratkan sebagai sebuah kapal. Menurut
Osborne dan Gaebler, peran pemerintah di atas kapal tersebut hanya sebagai
nahkoda yang mengarahkan (steer) lajunya kapal bukan mengayuh (row)
kapal tersebut. Urusan kayuh-mengayuh diserahkan kepada organisasi di
luar pemerintah, yaitu organisasi privat dan organisasi masyarakat sipil
sehingga mereduksi fungsi domestikasi pemerintah. Tugas pemerintah
yang hanya sebagai pengarah memberikan pemerintah energi ekstra untuk
mengurus persoalan-persoalan domestik dan internasional yang lebih
strategis, misalnya persoalan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
perdagangan luar negeri.
Paradigma steering rather than rowing ala NPM dikritik oleh Denhardt
dan Denhardt sebagai paradigma yang melupakan siapa sebenarnya pemilik
kapal (who owned the boat). Seharusnya pemerintah memfokuskan usahanya
untuk melayani dan memberdayakan warga negara karena merekalah
pemilik “kapal” (organisasi pemerintah) tersebut.
Berikut ini tabel matrik pergeseran paradigma model pelayanan
publik antara Old Publik Administration, New Publik Administration, dan New
Publik Service.

62
BAB II
PENELITIAN DAN TEORI TENTANG INOVASI PELAYANAN PUBLIK

Tabel 2. 4 Pergeseran Paradigma Model Pelayanan Publik

Aspek Old Publik Adm. New Publik Adm. New Publik Service

Dasar Teoritis Teori Politik Teori Ekonomi Teori Demokrasi


Konsep kepentingan Sesuatu yang didefi- Mewakili agregasi Hasil dari dialog tentang
publik nisikan secara poli- dari kepentingan in- berbagai kepentingan
tis dan yang tercan- dividu
tum dalam aturan
Kepada Siapa bi- Client dan pemilih Customers Warganegara (Citizen)
rokrasi publik harus
bertanggung jawab
Peranan Pemerintah Rowing (pengayuh) Steering (mengarah- Negosiasi dan menge­laborasi
kan) berbagai kepen­tingan di
antara warga n­ egara dan
kelompok komunitas
Akuntabilitas Menurut hierarki Kehendak pasar yang Multi aspek: akuntabel pada
administrative merupakan hasil hukum, nilai komunitas,
keinginan customers norma politik, standar pro-
fesional, kepentinganwarga
negara.
Sumber: Diadopsi dari Denhartdt dan Demnhardt, 2000.

Dari uraian mengenai konsep administrasi dan pergeseran paradigma,


bahwa pelayanan publik menjadi orientasi penting dalam adminstrasi
publik dan menjadi dasar dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah terkini,
seperti dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang
Ombudsman Republik Indonesia dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2009 tentang Pelayanan Publik.

63
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

BAB III
POTRET PERKEMBANGAN
TOP INOVASI PELAYANAN
PUBLIK 2014-2020
Bab 3 membahas tentang potret perkembangan TOP Inovasi Pelayanan
Publik (2014-2020) yang digagas oleh Kementerian PAN RB. Kompetensi
Inovasi Pelayanan Publik (KIPP) yang sejak tahun 2014 digelar telah banyak
menarik perhatian banyak pihak, bahkan menjadi semacam ‘penghargaaan
prestisuis’ bagi kementerian dan pemerintahan daerah apabila mereka
terpilih. Sebuah strategi telah dijalankan dan menghasilkan Top Inovasi yang
diharapkan menjadi rujukan bagi instansi pemerintah lainnya.

Sejarah dan Latar Belakang


“Ibaratnya kita membangun sebuah rumah, dari batu bata disusun
sehingga menjadi rumah yang indah. Inovasi menjadi suatu hal yang
semakin baik, sehingga birokrasi kita bagus dan kompetitif menjadi
smart bureaucracy, ” (J. B. Kristiadi)
Sebanyak 16.273 proposal inovasi terkumpul dalam pelaksanaan
Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP), yang dilaksanakan sejak 2014
lalu. Belasan ribu inovasi pelayanan publik tersebut diibaratkan sebagai
bahan-bahan bangunan, yang akan membentuk satu rumah utuh.
Analogi tersebut dijelaskan oleh Ketua Tim Panel Independen KIPP J.
B Kristiadi, usai tahap presentasi dan wawancara Top 99 Inovasi Pelayanan
Publik 2020. Kristiadi berharap seluruh inovasi pelayanan publik menjadi
satu menuju pelayanan publik berkelas dunia.
Beberapa perbedaan terjadi pada KIPP tahun 2020 ini. Pandemi
Covid-19 yang mewabah hampir di seluruh daerah di Indonesia, memaksa
mekanisme presentasi dan wawancara Top 99 Inovasi Pelayanan Publik

64
BAB III
POTRET PERKEMBANGAN TOP INOVASI PELAYANAN PUBLIK 2014-2020

ikut beradaptasi. Untuk pertama kalinya, tahapan ini dilakukan secara


daring melalui aplikasi Zoom. Meski dilakukan secara daring atau Online,
Kristiadi mengaku tidak ada kendala yang fatal. Ia dan seluruh anggota Tim
Panel Independen tetap bisa bertatap muka dengan para inovator yang
berasal dari berbagai daerah. Penerapan teknologi dalam tahapan ini sangat
memungkinkan dialog secara langsung, meski terbatas ruang. Perbedaan
lainnya pada KIPP tahun ini adalah adanya Kelompok Khusus. Kelompok ini
berisi inovasi yang telah mendapatkan penghargaan Top 99 dan Top 40/45
pada ajang tahun sebelumnya. Kristiadi menilai, inovasi pada Kelompok
Khusus menunjukkan perbaikan dan kesinambungan.
Reformasi birokrasi merupakan sebuah tantangan bagi setiap
instansi pemerintah untuk mengubah pola pelayanan publik menjadi
lebih baik. Namun, perubahan tersebut semestinya juga diikuti dengan
perubahan mindset dan perilaku pegawai serta mendapat dukungan penuh
dari pimpinan. Sebab, di era pesatnya kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi memungkinkan bagi setiap instansi untuk secara terus menerus
menghasilkan inovasi baru dalam bidang pelayanan publik.
Inovasi pelayanan publik merupakan bagian dari program Kementerian
PAN–RB, yaitu mendorong percepatan reformasi birokrasi dan percepatan
peningkatan kualitas pelayanan publik dengan mengajak instansi dan pemda
melakukan terobosan melalui berbagai hasil inovasi layanan. Program
pemerintah dalam meningkatkan inovasi pelayanan publik sudah dimulai
sejak tahun 2013 lalu.
Program inovasi yang dilakukan berbagai instansi pemda dan
kementerian banyak yang belum berjalan optimal, karena baru sebatas
inovasi, dan tidak didukung pimpinan untuk dimasukkan dalam program
tetap instansi. Inovasi yang mumpuni sebaiknya masuk program dan
anggaran instansi karena inovasi merupakan bagian dari tugas dan fungsi
instansi lalu inovasi mempunyai dasar hukum yang akhirnya jadi budaya
organisasi. Standar pelayanan publik harus memiliki tolak ukur yang
kuat dengan perlibatan partisipasi masyarakat dan komitmen pimpinan.
Pelayanan publik yang memiliki dampak perbaikan signifikan tidak lepas
dari komitmen pimpinan bahkan ikut serta dan dirasakan oleh masyarakat.
Menurut Peraturan Menteri PANRB No.30/2014, inovasi pelayanan
publik adalah terobosan jenis pelayanan publik baik yang merupakan ga-
gasan/ide kreatif orisinal dan/atau, adaptasi/modifikasi yang memberikan
manfaat bagi masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ino-
vasi ini tidak harus berupa suatu penemuan baru, melainkan pula mencakup

65
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

pendekatan baru, perluasan maupun peningkatan kualitas pada inovasi pe-


layanan publik yang ada.
Kementerian PANRB menetapkan inovasi pelayanan publik sebagai
area perubahan dalam pelayanan publik sebagaimana dituangkan dalam
Peraturan Menteri PANRB No.30 Tahun 2014 tentang Pedoman Inovasi
Pelayanan Publik. Untuk dapat memenuhi Peraturan Menteri PANRB
tersebut, Kedeputian Bidang Pelayanan Publik menetapkan Kebijakan
Inovasi Pelayanan Publik, yang meliputi melahirkan inovasi pelayanan
publik di setiap unit kerja.
Adapun strategi dalam mengembangkan inovasi pelayanan publik
adalah dengan melakukan replikasi inovasi pelayanan publik. Ada dua
pendekatan yang dilakukan, yaitu dengan melakukan proses transfer
of knowledge secara sukarela bagi setiap kementerian/lembaga dan
pemerintah daerah yang ingin melakukan replikasi. Pendekatan kedua
dengan melakukan scaling up bekerja sama dengan kementerian/lembaga
sektor yang bertanggung jawab atas kegiatan sesuai dengan inovasi
pelayanan publiknya.
Pada tahun 2015 hingga 2018, replikasi inovasi lebih kepada pen­
dekatan pertama. Hasil penelitian yang dilakukan GIZ Transformasi tahun
2018 menunjukkan pendekatan ini kurang mendapatkan dukungan penuh
dari kepala daerah, karena replikasi dengan pendekatan ini dianggap ‘meni-
ru’ dan meniru dianggap sebagai ‘plagiat’.
Kementerian PANRB juga berperan memastikan keberlanjutan inovasi
melalui program insentif, promosi, dan pemantauan atau monitoring. Untuk
inovasi dari pemda yang terpilih menjadi Top 40, Kementerian Keuangan
memberikan Dana Insentif Daerah (DID). Kompetisi inovasi pelayanan publik
merupakan program One Agency, One Inovation. Dengan program ini, setiap
kementerian, lembaga, provinsi, Kabupaten dan kota wajib menciptakan
minimal satu inovasi pelayanan publik setiap tahun. Inovasi itu wajib
diikutsertakan dalam kompetisi inovasi pelayanan publik. Bagi instansi yang
tidak mengikuti kompetisi akan mendapat teguran dari Menteri PANRB.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (KemenPANRB) melalui Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik
(KIPP) yang diadakan sejak tahun 2014 2020 telah mendata banyak inovasi
yang dilakukan oleh pihak instansi pemerintahan daerah/instansi negara.

66
BAB III
POTRET PERKEMBANGAN TOP INOVASI PELAYANAN PUBLIK 2014-2020

Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik 2014


Pemikiran gerakan One Agency-One Innovation tidak muncul tiba-
tiba, tetapi merupakan hasil renungan dan pembelajaran serta pengalaman
terhadap berbagai upaya peningkatan kualitas pelayanan publik, baik pada
tingkat nasional maupun internasional. Gerakan One Agency One Innovation
tersebut bukan hanya kewajiban untuk menciptakan minimal satu inovasi
pelayanan publik bagi setiap Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah,
tetapi harus mampu melipatgandakan, baik dari segi jumlah maupun kualitas
pelayanan publik serta tersusun dalam agenda yang terencana dengan rapih
Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2014, mendapat sambutan
yang baik dari Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Hal ini
terbukti dengan terdaftarnya 515 inovasi pelayanan publik untuk kemudian
dengan proses seleksi yang obyektif, terpercaya dan independen, diharapkan
dapat diperoleh para inovator terbaik.

Foto 3. 1 Tim Evaluasi bersama Wakil Menteri PANRB, Deputi Bidang Pelayanan
Publik dan Asdep Inovasi dan SIPP, 2014

Setelah masa pendaftaran dilakukan dari tanggal 2 Januari – 11 Febru-


ari 2014, terinventarisasi 515 proposal inovasi dari Kementerian, Lembaga
dan Pemerintah Daerah. Selanjutnya terhadap proposal tersebut dilakukan
2 tahap seleksi.

67
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

1. Tahap pertama, desk evaluation terhadap semua proposal yang masuk


oleh Tim Evaluasi yang terdiri dari Pakar Independen. Tahap pertama ini
menghasilkan Top 99 Inovasi
2. Tahap kedua, mendengarkan presentasi dan melakukan wawancara
terhadap Top 33 Inovasi yang diambil dari Top 99 berdasarkan oleh Tim
Evaluasi di hadapan tim Panel Independen.
Berikut ini daftar 99 top inovasi pelayanan publik 2014
1. Audit Kinerja Internal Terhadap 17. WBK pada Jembatan Timbang,
Standard dan Prosedur Pelayanan, Provinsi Jawa Timur
Kementerian Sosial 18. Pelayanan Bus Sekolah Gratis,
2. SILAYAN Online, Kementerian Kabupaten Pakpak Bharat
Pertanian 19. Semen Beku Sexing, Kementerian
3. Rumah Belajar, Kementerian Pertanian
Pendidikan dan Kebudayaan 20. Pelayanan Karantina Ikan PASTI,
4. Aplikasi e-kinerja, Kota Banda Aceh Kementerian Kelautan dan
5. Format Kendali Hulu Hilir, Provinsi Perikanan
Aceh 21. Peningkatan Kualitas Pelayanan
6. Pengendalian Grativikasi, Komisi Publik Berdasarkan Partisipasi
Pemberantasan Korupsi Masyarakat, Kementerian Pertanian
7. Pencegahan Korupsi, Kota 22. Sekolah Ramah Lingkungan, Sosial
Yogyakarta dan Berbudaya Mutu, Kabupaten
Padang Pariaman
8. Rawat Inap Tanpa Kelas Bagi Pasien
Gakin, Kabupaten Kulonprogo 23. Ujian CPNS Online, Kementerian
Perindustrian
9. Perizinan Online, Kabupaten Sido­
arjo 24. Pengaduan Berperspektif Korban,
Kementerian PPPA
10. Pelayanan Perijinan Terpadu Satu
Pintu, Kabupaten Barru 25. Festival Budaya Pertanian,
Kabupaten Badung
11. Taman Pintar, Kota Yogyakarta
26. Kampung Media, Provinsi NTB
12. One Stop Service Bagi Kelompok
Stigma, Kabupaten Gianyar 27. Berkas Hilang diganti 100 rb,
Kabupaten Tanah Bumbu
13. Sistem Administrasi Perjalanan
Dinas , Kabupaten Nunukan 28. E-Musrenbang, Kota Surabaya
14. Whistleblower’s System, Komisi 29. Pemberdayaan Kelompok Pendu­
Pemberantasan Korupsi kung ASI, Kabupaten Pangkep
15. Pelayanan Administrasi Terpadu 30. Kartu Insentif Anak, Kota Surakarta
Kecamatan, Kabupaten Sumenep 31. Serambi Difusi Iptek, Provinsi
16. Panggilan Emergency Publik, Sumatera Selatan
Provinsi Sulawesi Tengah

68
BAB III
POTRET PERKEMBANGAN TOP INOVASI PELAYANAN PUBLIK 2014-2020

32. Media Center Pemerintah, Kota 52. Bank Mini Sekolah, Kabupaten
Surabaya Pinrang
33. Transparansi Pengelolaan Anggaran 53. GEMILANG, Kabupaten Banyuwangi
Daerah, Kabupaten Banyuwangi 54. Rengel, Kabupaten Tuban
34. Rumah Sehat Lansia, Kota Yogyakarta 55. E-Library, Kabupaten Kudus
35. Weekend Service, Badan Pertanah- 56. Layanan Gerai Samsat, Provinsi
an Nasional Kalimantan Barat
36. Perpustakaan Berbasis TI, Provinsi 57. Try Out Online, Kota Surabaya
Kalimantan Timur
58. Contact Center Hallo, Kementerian
37. Rapor Online, Kota Surabaya Kesehatan
38. GRMS, Kota Surabaya 59. Bidik Misi, Kementerian Pendidikan
39. KM 0 Pro Poor, Provinsi Jawa Barat dan Kebudayaan
40. One Stop Service Penanggulangan 60. SARKELING, Kabupaten Sleman
Kemiskinan, Kabupaten Sragen 61. Internet Kecamatan Sehat Gratis,
41. Layanan Mas, Badan Pertanahan Kota Madiun
Nasional 62. Kantin Kejujuran, Kabupaten
42. Manajemen, Partisipatif Pengelolaan Lumajang
Pasar, Kota Yogyakarta 63. Pelayanan Administrasi Terpadu
43. INTAN, Badan Pertanahan Nasional Gratis, Kabupaten Sambas
44. Sistem Informasi Puskesmas 64. Monitoring Online IMB, DKI Jakarta
Terintegrasi, Kota Cimahi 65. Sistem Informasi Pajak Kendaraan
45. Unit Perinatologi Menurunkan Bermotor, Provinsi Gorontalo
Angka Kematian Bayi, Kabupaten 66. Pelayanan Ijin Stasiun Radio,
Pinrang Kementerian Komunikasi dan
46. Whistleblower’s System, Kemen­ Informasi
terain Keuangan 67. Peningkatan Kualitas Pelayanan
47. Sistem Pendaftaran Jaminan Fidusia Publik, Kabupaten Majene
Online, Kementerian Hukum dan 68. Kespro, Kabupaten Bondowoso
HAM 69. Lebih Tertib Lebih Cepat Dapat
48. Inovasi Pengelolaan Pajak Daerah, KTKLN, BNP2TKI
Kota Cilegon 70. SIM RS Terkomputerisasi, Kota
49. Surabaya Single Window, Kota Dumai
Surabaya 71. SIM Pelayanan Terpadu Terintegrasi,
50. Gerai Pengaduan Masyarakat Kota Tangerang Selatan
Menjadi Harapan, ORI 72. Jaminan Kesehatan Semesta, Kota
51. SISPEDAP, Badan Pengawasan Manado
Keuangan dan Pembangunan 73. Program 1 Milyar 1 Kecamatan,
Provinsi Jambi

69
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

74. Akses Publik terhadap Naskah 87. Data dan Informasi Bencana
Perjanjian Internasional, Kemen­ Indonesia, BNPB
terian Luar Negeri 88. Simpadu, Provinsi Sulawesu Tengah
75. Klinik Tanaman Perkebunan/Ke­ 89. Rumah Pemulihan Gizi, Kabupaten
men­terian Pertanian Purwakarta
76. Smart Presensi, Kota Pangkalpinang 90. Taman Terapi Stres Corner, Kemen­
77. Aplikasi Database Panti Sosial, terian Kesehatan
Provinsi D. I Yogyakarta 91. Alur Pelayanan Sekolah, Kabupaten
78. Satu Elemen Kunci, Kabupaten Bener Meriah
Pinrang 92. Ijin Mudah Terpadu, Kabupaten
79. Layanan Internet Kecamatan, Kota Karanganyar
Makassar 93. Keluarga Sehat Mandiri Kel Manga­
80. Pelayanan Tumbuh Kembang Anak, sa, Kementerian Kesehatan
Kota Solok 94. Pembangunan Jalan Tanpa Bayar,
81. Geopasial, BNPB Kota Banjarbaru
82. Pelayanan Terpadu Malam Hari, DKI 95. Ganti STNK, Provinsi Sumatera
Jakarta Utara
83. Paten sebagai Stimulus Inovasi, 96. La Pewarta, Kabupaten Purwakarta
Kementerian Hukum dan HAM 97. Bantuan SAR, Kepolisian Republik
84. Layanan Bank Buku, kota Yogyakarta Indonesia
85. Karantina Online, Kementerian 98. PONED, Kabupaten Lampung Selatan
Pertanian 99. Portal E-Learning Rumah Belajar,
86. Pembayaran PKB Tanpa Batas, Provinsi Kalimantan Selatan
Provinsi Jawa Timur

Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2015


Pelaksanaan kompetisi inovasi pelayanan publik tahun 2015 diikuti
oleh 1.189 inovator, telah berhasil menetapkan Top 25, yakni tiga dari
Kementerian/Lembaga, 5 dari Pemerintah Provinsi, 10 dari Kabupaten , dan
7 dari Kota. Dari 1.189 inovator yang mendaftarkan melalui Sistem Informasi
Inovasi Pelayanan Publik (Sinovik), disaring melalui desk evaluation oleh
Tim Evaluator (Akademisi) menjadi Top 99, dan 40 diantaranya dipanggil
untuk presentasi dan wawancara di hadapan Tim Panel Independen, dan 25
peserta melalui mystery shopping. Penghargaan inovasi seperti ini adalah
salah satu inti semangat otonomi daerah, yaitu memberikan kekuasaan pada
pemerintah daerah untuk memajukan daerahnya.
Tiga menteri, empat gubernur, sepuluh bupati, dan tujuh walikota
menerima penghargaan berupa piala atas prestasinya sebagai Top 25 inovasi

70
BAB III
POTRET PERKEMBANGAN TOP INOVASI PELAYANAN PUBLIK 2014-2020

pelayanan publik. Tiga Menteri dimaksud adalah Menteri Agraria dan Tata
Ruang/BPN, Menteri Sosial, dan Menteri Hukum dan HAM. Sedangkan
empat Gubernur yang menerima piala adalah Gubernur Daerah Istimewa
Yogyakarta, Gubernur Jawa Timur (dua piala), Gubernur Kalimantan Tengah,
dan Gubernur Jambi. Provinsi Jawa Timur menorehkan prestasi luar biasa,
karena dua inovasinya masuk dalam Top 25.
Peserta kompetisi inovasi pelayanan publik 2015 yang masuk Top 40
akan ikut kompetisi yang diselenggarakan oleh PBB, yaitu United Nation Public
Services Award (NNPSA) Tahun 2015. Kementerian PANRB menerbitkan dua
buku, yakni Top 99 dan Top 25 Inovasi Pelayanan Publik Indonesia tahun
2015 dengan dua bahasa, Indonesia dan Inggris. Selain itu, Kementerian
PANRB bekerjasama dengan Pemprov Jawa Timur menggelar simposium
inovasi pelayanan publik tahun 2015, Juni di Surabaya. Kegiatan ini meliputi
seminar, workshop, gelar inovasi pelayanan publik untuk sekitar 200 gerai,
dengan peserta dari dalam dan luar negeri. Simposium ini, rencananya akan
dibuka oleh Presiden RI .

Top 99 dan 35 Inovasi Pelayanan Publik 2016


Melalui Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (PANRB) No. 51/2016, Kementerian PANRB menetap-
kan Top 99 inovasi pelayanan publik, dari 2. 476 inovasi peserta kompetisi
inovasi pelayanan publik 2016. Hal yang berbeda dengan sebelumnya, ­tahun
ini BUMN juga diundang untuk ikut sebagai peserta kompetisi. Dari total 2.
476 inovasi yang ikut, sudah ditetapkan Top 99, yang kini tengah ­dievaluasi
untuk mendapatkan Top 35.

Tabel 3. 1 Jumlah Peserta Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2016

Instansi Jumlah Inovasi Masuk Top 99


Kementerian 180 11
Lembaga 352 5
Provinsi 400 25
Kabupaten 1.077 40
Kota 426 13

BUMN 41 5

Jumlah 2.476 99

71
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Tabel 3. 2 Peserta yang Inovasinya Masuk Top 99 Lebih dari Satu

Kementerian ESDM 3 Inovasi


Badan Pusat Statistik (BPS) 2 Inovasi
Provinsi Jatim 14 Inovasi
Kab Bangka 3 Inovasi
Kab. Bojonegoro 3 inovasi
Kab. Bandung 3 inovasi
PT Pelindo III 2 inovasi

Tabel 3.3 Daftar 35 Top Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2016

No Judul Inovasi Instansi


KEMENTERIAN
1 Minerba On Map Indonesia (MOMI) Ditjen Minerba Kementerian ESDM
2 Publikasi Formasi jabatan Notaris secara Dit Perdata Ditjen AHU Kementerian
Real Time Hukum dan HAM
3 Transparansi dan Realtime Data Penerimaan Direktorat Sistem Perbendaharaan
Negara melalui Aplikasi Monitoring Transaksi Kementerian keuangan
MPN G-2 (Dashboard MPN G-2)
LEMBAGA
4 Wajah Baru Website BPS se Indonesia: Easy Direktorat Diseminasi Statistik
to Manage, Multi Devices, Dynamic Table, Badan Pusat Statistik (BPS)
dan Multi View
5 Panic Button On Hand Polres Polres Malang Kota, Kepolisian
Malang Kota Negara RI
PROVINSI
6 Kami Datang, Penglihatan Terang RS Mata Bali Mandara, Provinsi Bali
7 Pacar Binal (Pangkalan Cari Izin Bagi UPT PTSP Badan Penanaman
Nelayan) Implementasi Pelayanan Perizinan Modal Daerah Provinsi Jawa
Perikanan pada Gerai Investasi UPT PTSP Tengah
BPMD Provinsi Jawa Tengah, Studi Kasus
di BPPT Kota Tegal
8 Under Water Restocking, Peningkatan Dinas Perikanan dan Kelautan
Potensi Sumber daya Ikan melalui Pene­ Provinsi Jawa Timur
baran Benih Ikan di Dasar laut
9 MLM Pasung “Cara Cepat Jawa Timur RSUD Menur Provinsi Jawa Timur
Bebas pasung”
10 Persalinan Lancar dan Nyaman dengan RSUD Saiful Anwar Malang,
STIPUTS BRA (Stimulus Putting Susu Bra) Provinsi Jawa Timur

72
BAB III
POTRET PERKEMBANGAN TOP INOVASI PELAYANAN PUBLIK 2014-2020

No Judul Inovasi Instansi


11 Bravo Pala Indonesia Bermutu, Solusi Otoritas Kompeten Keamanan
Menghilangkan Notifikasi Pala Indonesia Pangan Daerah (OKKP-D) Pemprov
Jawa Timur
12 Ini lo Pak De, Inovasi Laboratorium Badan Pengelola Keuangan dan
Pengelolaan Keuangan Daerah Aset Daerah Provinsi Jawa Timur
13 SILAM – SAT UPTD Rumah Sakit Khusus Mata
Masyarakat, Dinas Kesehatan
Porvinsi Sumatera Selatan
Kabupaten
14 Nyaman Stop BABS (Buang Air Besar Dinas Kesehatan Kabupaten
Sembarangan) Di balik Kocokan Arisan Ibu Bangka
15 Pujasera (Pergunakan Jamban Sehat, UPTD Puskesmas Tampo, Dinas
Rakyat Aman) Kesehatan Kabupaten Banyuwangi

16 Pembinaan dan Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten


pada Komunitas Adat Terpencil Suku Anak Batanghari
Dalam Melalui Team Mobile di Kabupaten
Batanghari, Provinsi Jambi

17 Kelola Sampah Hasilkan Berkah Dinas Kebersihan dan Pertamanan


Kabupaten Bojonegoro
18 Pengemangan Klinik Konsultasi Agribisnis Badan Pelaksana Penyuluhan
dan Ketahanan Pangan (BP2KP)
Kabupaten Gunung Kidul
19 Si MIDUN Ke FASKES Dinas Kesehatan Kabupaten Hulu
Sungai Selatan
20 Mengganti Beras Miskin (Menjadi Beras Dinas Pertanian Kabupaten Kulon
Daerah (Rasda) di Kabupaten Kulon Progo Progo
21 MBAK RITA (Tambak Direvitalisasi) Dinas Kelautan dan perikanan
Kabupaten Kutai Kartanegara
22 INTAN SATU KATA Dinas Peternakan Kabupaten
Pemekasan
23 Jempol Mancep Layanan Cepat, Tepat, UPT Puskesmas Sumber Asih,
Tuntas tanpa Kertas Dinas Kesehatan Kabupaten
Probolinggo
24 Matahari untuk Kaum Papa di Purbalingga UPTD SMK Negeri 3 Kabupaten
Purbalingga
25 Bergandengan Tangan Menyelamatkan Ibu Dinas Kesehatan Kabupaten
dan Bayi Lahir di Kabupaten Tangerang ­Tangerang

73
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

No Judul Inovasi Instansi


26 Kemitraan Kelompok Tani Ternak dan Dinas Peternakan dan Kesehatan
Pusat Kesehatan Hewan pada Posyando Hewan Kabupaten Tanggamus
Ternak Kahuripan Desa Pematang Nebak
Kecamatan Bulok, Kabupaten Tanggamus
Provinsi Lampung

27 INSTAGRAM (Instalasi Gawat Darurat RSUD dr. Iskak Kabupatejn


Modern) Tulungagung

KOTA
28 Kebermanfaatan TPA Manggar Untuk Semua UPTD TPA Sampah Manggar,
Dinas Kebersihan, Pertamanan
dan Pemakaman Kota Balikpapan
29 FROM ZERO TO HERO: Membangun Dinas Kesehatan Kota Bandung
Generasi Cinta Sehat di Sekolah yang Siap
Membangun Negeri, Tinjauan Program
Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) di
Puskesmas Talagabodas Kota Bandung

30 OMABA (Ojek Makanan Balita), Penanganan UPT Puskesmas Riung, Dinas


Gizi Buruk Melalui OMABA dan COOKING Kesehatan Kota Bandung
CENTER di UPT Puskesmas Riung bandung

31 Home Care (Pelayanan Kesehatan ke Dinas Kesehatan Kota Makassar


Rumah 24 Jam)
32 Pelayanan Antidiskriminasi RSUD Sultan Syarif Mohamad
Alkadrie, Kota Pontianak
BUMN/D
33 Inovasi Pelayanan Prima Bandara Bandara Internasional I Gusti
Ngurah Rai (Denpasar), PT
Angkasa Pura I (Persero)
34 Transformasi Pelabuhan Pontianak Melalui Terminal Petikemas Pelabuhan
Pembenahan Terminal Petikemas Pontianak, PT Pelabuhan Indonesia
II
35 Gapura Surya Nusantara: Pionir Modernisasi Pelabuhan Tanjung Perak
Terminal penumpang Kapal Laut Surabaya, PT Pelabuhan Indonesia
III

74
BAB III
POTRET PERKEMBANGAN TOP INOVASI PELAYANAN PUBLIK 2014-2020

Top 99 Inovasi Pelayanan Publik 2017


Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik 2017 telah menyelesaikan tahapan
penetapan Top 99. Pada kompetisi yang diadakan tahun ini, tercatat 3. 054
inovasi pelayanan publik yang terdaftar melalui aplikasi Sistem Informasi
Inovasi Pelayanan Publik (SiNovik). Melalui Keputusan Menteri PANRB No.
20/2017 tentang Penetapan Top
99 Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2017, Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) menetapkan Top 99
Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2017. Top 99 ini terdiri dari 20 kementerian,
3 lembaga, 21 provinsi, 34 Kabupaten , 15 kota, 2 BUMN, dan 4 BUMD.

Tabel 3. 4 TOP 99 Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2017

NO. JUDUL INOVASI INSTANSI UNIT INOVASI PE-


LAYANAN PUBLIK
KEMENTERIAN
1 119 – Kolaborasi Nasional Kementerian Keseha- Direktorat Pelayanan Ke­
Layanan Emergensi Medik tan sehatan Rujukan, Direktort
di Indonesia Jenderal Bina Upaya Kese-
hatan
2 3 In 1 Kariadi Peduli Kementerian Keseha- RSUP dr. Kariadi Semarang
tan
3 AKOEPUNTUR (Aplikasi Kementerian Perindus- SMK – SMTI Banda Aceh
Kompetensi Turunan) CPO trian
Miniplant
4 Aplikasi Lapor Diri WNI Kementerian Luar Neg- Kedutaan Besar RI Berlin
Terintegrasi Secara Online eri
pada Perwakilan RI se
Jerman
5 Aplikasi Sistem Informasi Kementerian Hukum Badan Pembinaan Hukum
Data-base Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Nasional
(SIDBANKUM)
6 Hemat 60 % Biaya Energi Kementerian Energi Pusat Penelitian dan
dengan Alat Pembuat Gas dan Sumber Daya Min- Pengembangan Teknologi
Batubara Bersih di Industri eral Mineral dan Batubara
Kecil

7 Ini Mobil SIANI – Sahabat Kementerian Pertanian Balai Besar Perbenihan dan
Setia Petani Proteksi Tanaman Perke-
bunan Surabaya, Direktorat
Jenderal Perkebunan Ke-
menterian Pertanian

75
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

NO. JUDUL INOVASI INSTANSI UNIT INOVASI PE-


LAYANAN PUBLIK
8 INTI (Inovasi Terintegrasi) Kementerian Agra­r ia Kantor Pertanahan Kabupat-
Layanan Pertanahan Pe- dan Tata Ruang/Badan en Pemalang
malang #Semakin Cepat- Pertanahan Nasional
dan Mudah
9 KAKAP Untuk Layanan Kementerian Agra­r ia Kantor Pertanahan Kabupat-
Administrasi Pertahanan dan Tata Ruang/Badan en Gresik
Terpadu Pertanahan Nasional

10 KIARKOD: Tracking Or- Kementerian Perindus- Balai Besar Bahan dan Ba-
der Sistem Informasi Pe- trian rang Teknik
layanan JasaB4T
11 Laboratorium Manajemen Kementerian Keseha- Badan Penelitian dan Pe­
Data tan ngembangan Kesehatan
12 MAGMA (Multiplat-form Kementerian Energi Badan Geologi
Application for Geohazard dan Sumber Daya Min-
Mitigation and Assess- eral
ment) Indonesia
13 Pemanfaatan Serat Eceng Kementerian Keseha- Politeknik Kesehatan Kemen­
Gondok dalam Pembuat­ tan terian Kesehatan Jakarta I
an Soket Kaki dan ­Tangan
Palsu (Prostesis)
14 PRIOQ KLIK Kementerian Pertanian Balai Besar Karantina Perta-
nian TanjungPriok
15 Ratu Bestari (Kerapihan, Kementerian Sosial Panti Sosial Bina Karya Pa­
Keteraturan, Kebersihan, ngudi Luhur Bekasi
Kelestarian dan Kedisi­
plinan) untuk Tata Kerja
yang Lebih Efisien dan
Efektif
16 RISOL GEPENG MAS Kementerian Sosial Panti Sosial Bina Karya Pa­
ngudi Luhur Bekasi
17 SIBIMA KONSTRUKSI Kementerin Pekerjaan Balai Penerapan Teknologi
(Sistem Informasi Belajar umum dan Perumahan Konstruksi , Direktorat Jen-
Intensif Mandiri Bidang Rakyat deral Bina Konstruksi
Konstruksi)

18 SINERGI Desa (Sistem In- Kementerian Energi Direktorat Jenderal Energi


formasi Energi Desa) dan Sumber Daya Min- Baru Terbarukan dan Kon-
eral servasi Energi

76
BAB III
POTRET PERKEMBANGAN TOP INOVASI PELAYANAN PUBLIK 2014-2020

NO. JUDUL INOVASI INSTANSI UNIT INOVASI PE-


LAYANAN PUBLIK
19 SIPUHH: Mewujudkan Tata Kementerian Ling­ Direktorat Iuran dan Pere­
Kelola Kehutanan kungan Hidup dan Ke- daran Hasil Hutan, Direktorat
hutanan Jendral Pengelolaan Hutan
Produksi Lestari
20 Teknologi E-Filing Renewal Kementerian Hukum Direktorat Jenderal Kekayaan
Trademark di Indonesia dan Hak Asasi Manusia Intelektual

LEMBAGA
21 BPKB Delivery Kepolisian Negara Re­ Kepolisian Resor Brebes
publik Indonesia
22 E-Lelang Cepat Lembaga KEBIJAKAN Diektorat Pengembangan
Pengadaan Barang/ SPSE
Jasa Pemerintah
23 TOMBOL “BISA”(­Brilliant, Kepolisian Negara Re- Kepolisian Resor Sukabumi
I n n o v a t i v e , S p e e d , publik Indonesia Kota
­Acco­untable)
PROVINSI
24 BANG ELIS HADIR, Kam- Pemerintah Provinsi Dinas Energi dan Sumber
pung Kami Jado Terang Kalimantan Barat Daya Mineral
(Pembangkit Listrik Tenaga
Matahari di Daerah Pedala-
man Kalbar)
25 HP Solusi Anak Berkebutu- Pemerintah Provinsi RSJ Menur
han Khusus Jawa Timur
26 Jaminan Kesehatan Khu- Pemerintah ­P rovinsi Badan Pelaksana Jaminan
sus Penyandang Disabili- D a e r a h I s t i m e w a Kesehatan Sosial
tas Terpadu ­Yogyakarta
27 KPK PELUK KEBO (­Kader Pemerintah Provinsi Dinas Kesehatan
Peduli Luka dan Pera­watan DKI Jakarta
Luka Diabet Pus­kesmas
Kecamatan Pasar Rebo)

28 Layanan Judes Samsat Pemerintah Provinsi UPT Badan Pendapatan


Jombang, tagline (Laya­nan Jawa Timur ­ aerah Jombang
D
Jujug Desa yang ­Ramah)

29 Layanan Te r p a d u Pemerintah Provinsi UPT Samsat Medan Selatan,


Pelayanan Pembayaran Sumatera Utara Badan Pengelolaan Pajak
Pajak Kendaraan Bermotor dan Retribusi Daerah
dan Perpanjangan SIM
30 Layanan WARAS (Wisata Pemerintah Provinsi Dinas Perpustakaan dan Ke-
Arsip Untuk Anak Sekolah) Jawa Timur arsipan

77
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

NO. JUDUL INOVASI INSTANSI UNIT INOVASI PE-


LAYANAN PUBLIK
31 Mencegah Perdarahan Pemerintah Provinsi RSUD dr. Saiful Anwar
Tali Pusar dengan Kalisat Jawa Timur Malang
(Karet Tali Pusar)
32 Mencerdaskan Si Miskin Pemerintah Provinsi SMA Negeri Bali Mandara
Menjadi Geberasi Emas Bali
33 MR SAHDU (Manajemen Pemerintah Provinsi UPT Pelayanan Pengadaan
Risiko Sangahan dan Jawa Timur Barang dan Jasa, Dinas
Pengaduan) Pelayanan Penanaman Modal dan Pe-
Pengadaan Barang/Jasa layanan Terpadu Satu Pintu
Pemerintah
34 PAPEDA MEGANG (Pe­ Pemerintah Provinsi Biro Organisasi Sekretariat
ningkatan Kapasitas Melalui Papua Barat Daerah
MagangASN Asli Papua)
35 PELUK MY DARLING Pemerintah Provinsi RSUD Kelet Jepara
(Perawatan Luka ­K usta Jawa Tengah
Menyeluruh Dengan
­Garden Healing)
36 PENA B E R K A R I B Pemerintah Provinsi Badan Penanggulangam
(­petabencana. id) Bersama DKI Jakarta Bencana Daerah
Kurangi Risiko Bencana
37 Penyederhanaan Pro­ Pemerintah Provinsi RSUD Prof. Dr. Margono
sedur Pendaftaran Melalui Jawa Tengah Soekarjo Purwokerto
“SI BINA CANTIK”(Sistem
Bridging SIM RSMS, BPJS,
dan INA-CBG’s Menuju
Akuntabilitas, Transparan-
si, dan Efesiensi ­Pelayanan
Kesehatan JKN Secara
Paripurna)
38 PLANET KAKAO: Penge- Pemerintah Provinsi Dinas Perkebunan
lolaan dan Edukasi Terpa- Jawa Timur
du Kakao Melalui Kebun
Rakyat Demi Indonesia
Daulat coklat
39 Podium Bali Bebas Bicara Pemerintah Provinsi Biro Humas Sekretariat
Apa Saja (PB3AS) Bali ­ aerah
D
40 Si Dukun 3 In 1 Pemerintah Provinsi Dinas Kependudukan dan
DKI Jakarta Pencatatan Sipil
41 SIMANTRI: Bali go green, Pemerintah Provinsi Dinas Tanaman Pangan, Hor-
Petani Sejahtera Bali tikultura, dan Perkebunan

78
BAB III
POTRET PERKEMBANGAN TOP INOVASI PELAYANAN PUBLIK 2014-2020

NO. JUDUL INOVASI INSTANSI UNIT INOVASI PE-


LAYANAN PUBLIK
42 SIMAS-LH On-line (Sistem Pemerintah Provinsi Dinas Pengelolaan Ling­
Informasi Lingkungan Sulawesi Selatan kungan Hidup
­Hidup Berbasis Online)
43 SIMPONO ASN Pemerintah Provinsi Badan Kepegawaian Daerah
BAHTERAMAS Sulawesi Tenggara
44 Terpangkasnya ­Waktu Pemerintah Provinsi RSUD Prof. Dr. Margono
Tunggu Pelayanan Pen­ Jawa Tengah Soekarjo Purwokerto
daftaran Rawat Jalan
Melalui “PENETRASI
Online”(Pengembangan
Sistem SMS Gateway
Menuju Registrasi Online
Kabupaten
45 2H2 Center Kerabat Ibu Pemerintah Kabupaten Dinas Kesehatan
dan Bayi Flores
46 Akselerasi Pelayanan Pemerintah Kabupaten Badan Kepegawaian dan
Kepegawaian Dengan Mo- Wajo Pengembangan Sumber
bile SICAKEP Daya Manusia
47 Alarm Persalinan Pemerintah Kabupaten UPTD Puskemas Kecamatan
Siak Krinci Kanan Dinas Kesehatan
48 Antrean Regol Pemerintah UPTD Puskesmas Kemusu II
Kabu√paten Boyolali Dinas Kesehatan
49 AYUNDA SI MENIK (Ayo Pemerintah Kabupaten UPTD Puskesmas Gedang-
Tunda Usia Menikah) Gunung Kidul sari II Dinas Kesehatan

50 BANG MUDA(Bangka Mu- Pemerintah Kabupaten Dinas Kependudukan dan


dah Dapat Akta) – Solusi Bangka Pencatatan Sipil
Layanan Akta Kelahiran
dan AktaKematian
51 CSR Untuk Rakyat Pemerintah Kabupaten Badan Perencanaan dan
Aceh Barat Pembangunan Daerah
52 Family Gathering Terpadu Pemerintah Kabupaten RSUD dr. Loekmono Hadi
SEMAR PATRI (Strategi Kudus
Menurunkan Angka Re-
admisi Pasien Psikiatri)
Wujudkan Pelayanan Ke­
sehatan Jiwa Paripurna di
Ruang Rawat Inap Jiwa
53 Implementasi E-VB di Pemerintah Kabupaten Dinas Pemberdayaan
Banyuwangi Banyuwangi Masyarakat dan Desa)

79
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

NO. JUDUL INOVASI INSTANSI UNIT INOVASI PE-


LAYANAN PUBLIK
54 e-DOTEL & TRAVEL Pemerintah Kabupaten SMK Negeri 2 Pinrang
Pinrang
55 LASITER AMB (Layanan Pemerintah Kabupaten UPT Angkutan Masyarakat
Transportasi Terpadu Ang- Teluk Bintuni Bintuni, Dinas Perhubungan
kutan Masyarakat Bintuni)
56 Layanan Perizinan Secara Pemerintah Kabupaten Dinas Penanaman Modal dan
Online dan Layanan Izin 3 Kebumen Pelayanan Terpadu Satu Pin-
Jam tu
57 M o d e l P e l a k s a n a a n Pemerintah Kabupaten Dinas Kependudukan dan
Pemilihan Kepala Desa Batang Hari Pencatatan Sipil
(PILKADES) Melalui
Sistem Elektronik Voting
Yang Menggunakan KTP
Elektronik, KK, dan Akta
Berbasis NIK
58 MP – TGR Pemerintah Kabupaten Badan Keuangan Pemerintah
Gorontalo Daerah
59 Ngrumpi Sehat Berkarya Pemerintah Kabupaten UPTD Puskesmas Tongas
Bersama Saudaraku Probolinggo ­Dinas Kesehatan
60 OASE Sahabat Hati, “On- Pemerintah Kabupaten Dinas Kependudukan dan
line Anyway Service, Satu Tanah Datar Pencatatan Sipil
Hari Banyak Tempat, Hara-
panTerpenuhi”
61 Opung Sari Basah Bang: Pemerintah Kabupaten Dinas Pendidikan
Mewujudkan Sekolah Deli Serdang
Berwawasan Lingkungan
dan Deli Serdang Ber ­
seri (Bersih, Rapi, Sejuk,
­Rindang, Indah)
62 Paha Sylpi Bangkitkan Pemerintah Kabupaten Dinas Peternakan dan Peri-
Gairah Peternak Pinggir Bojonegoro kanan
Hutan
63 PANTASI MART (Pusat Pemerintah Kabupaten Pokja Air Minum dan Penye-
Pengadaan Fasilitas San- Sumedang hatan Lingkungan, Badan
itasi Masyarakat Perencanaan dan Pemban-
gunan Daerah
64 PATUHI SELAM Pemerintah Kabupaten Kelurahan Selat Dalam, Ke-
Kapuas camatan Selat
65 PRO MASTER GO SEHATI Pemerintah Kabupaten Dinas Sosial, Tenaga Kerja,
Hulu Sungai Selatan dan Transmigrasi

80
BAB III
POTRET PERKEMBANGAN TOP INOVASI PELAYANAN PUBLIK 2014-2020

NO. JUDUL INOVASI INSTANSI UNIT INOVASI PE-


LAYANAN PUBLIK
66 Rumah Tunggu Kelahiran Pemerintah Kabupaten Dinas Kesehatan
(RTK) BAHARI Sinjai
67 SAKERA JEMPOL (Sadari Pemerintah Kabupaten Dinas Keluarga Berencana
Kekerasan Perempuan dan Pasuruan dan Pemberdayaan Perem-
Anak) puan
68 SELEMPANG MERA (Se- Pemerintah Kabupaten UPTD Puskesmas Omben
lamatkan Pasien Pasung Sampang Dinas Kesehatan
Melalui Tim Samurai
ODGJ)
69 Si Jempol (Sistem Infor- Pemerintah Kabupaten RSUD Balaraja
masi Jaringan Elektronik Tangerang
Medik Pasien Online)
70 SIGAP SRATUS 369 PLUS Pemerintah Kabupaten Dinas Ketahanan Pangan
(Aksi Tanggap Pada Sapi Pamekasan dan Peternakan
MaduraBunting dan Par-
tus)
71 SIPEKAT: Sistem Pengelo- Pemerintah Kabupaten Badan Kepegawaian Daerah
laan Kenaikan Pangkat Sidoarjo
72 Siswa Asuh Sebaya (SAS) Pemerintah Kabupaten Dinas Pendidikan
Banyuwangi
73 SUNMOR SEMBADA Pemerintah Kabupaten Kecamatan Sleman
MINGGU PAHINGAN Sleman
“Sekali Kayuh, Dua Tiga
Permasalahan Sleman
Teratasi’
74 SURYA MAS JELITA Pemerintah Kabupaten UPTD Puskesmas Grati Di-
(­S ehat Untuk Berkarya, Pasuruan nas Kesehatan
Mandiri Bersama Kelom-
pok Eliminasi Kusta)
75 Tax Shopping Pemerintah Kabupaten Badan Pendapatan Daerah
Tangerang
76 TELAT BERKEMAS Pemerintah Kabupaten Dinas Perikanan dan Peter-
Hulu Sungai Selatan nakan

77 Toko Modern Datang Pemerintah Kabu­paten Dinas Koperasi, Usaha Kecil


TOMIRA Solusinya Kulonprogo dan Menengah
78 TUA KELADI (Santun Lan- Pemerintah Kabu­paten UPTD Puskesmas Gamping
sia, Kesehatannya Layak Sleman I Dinas Kesehatan
Diperhatikan)

81
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

NO. JUDUL INOVASI INSTANSI UNIT INOVASI PE-


LAYANAN PUBLIK
KOTA
79 112 Pemerintah Kota Dinas Komunikasi dan Infor-
Surabaya matika
80 BCL (Bisnis Cakep Lalu Pemerintah Kota Dinas Perhubungan
Lintas Lancar) Penga­turan ­Pontianak
dan Pengendalian Lalu Lin-
tas Melalui Smartphone
81 CETEK Pemerintah Kota RSUD Al Mulk
­Sukabumi
82 Direkam di Sekolahku, Pemerintah Kota Dinas Kependudukan dan
Sweet Seventeen, KTP-EI Surakrata Pencatatan Sipil
Ku Datang
83 Dongkel With Mobile Pemerintah Kota Dinas Perpustakaan
­Library Makassar
84 Gema Madani Simpati Pemerintah Kota Bagian Kesejahteraan Rakyat
­Tasikmalaya Sekretariat Daerah
85 Ijus MELON (Ijin Usaha Pemerintah Kota Dinas Koperasi dan Usaha
Mikro melalui Online) Semarang Mikro
86 “KELUAR BERSAMA” Pemerintah Kota Kecamatan Danurejan
Daftar 1 Dapat 5: Sebuah ­Yogyakarta
Model Pelayanan Terpadu-
Dokumen Anak
87 Klinik Berhenti Merokok Pemerintah Kota UPTD Puskesmas Padang
­Payakumbuh Karambia Dinas Kesehatan
88 Lapo BRA (Layangan Po- Pemerintah Kota Dinas Perpustakaan Umum
jok Braille) Malang dan Arsip Daerah
89 Lorong Sehat (Longset) Pemerintah Kota Dinas Kesehatan
Makassar
90 Sampah Menjadi Gas, Ber- Pemerintah Kota Dinas Lingkungan Hidup, Ke-
kah Bagi Warga ­Banda Aceh bersihan dan Keindahan Kota
91 “SI INOL AJA”(Sistem Pemerintah Kota UPTD Puskesmas Wonoasih
Inovasi Layanan Arisan/ Probolinggo Dinas Kesehatan
Angsuran Jamban) Kikis
Perilaku BABS (Buang Air
BesarSembarangan)
92 “SODA MELEK” K 5-1 Pemerintah Kota Kelurahan Naikoten II
Kupang

82
BAB III
POTRET PERKEMBANGAN TOP INOVASI PELAYANAN PUBLIK 2014-2020

NO. JUDUL INOVASI INSTANSI UNIT INOVASI PE-


LAYANAN PUBLIK
93 Taman Anak Cerdas: Pa- Pemerintah Kota Dinas Pemberdayaan Pe­
pan Sarana Wasis Bocahe, Surakarta rem­p uan, Perlindungan
Waras Ragane Lan Mapan Anak, dan Pem­berdayaan
Budi Pekertine Masyarakat
BADAN USAHA MILIK NEGARA
94 SAHABAT LATANRO – PT Taspen (Persero) Divisi Layanan dan Manfaat
Sejahtera Berkat Layanan
Taspen Persero
95 SIMGAJI ASN PT Taspen (Persero) Divisi Kepesertaan
BADAN USAHA MILIK DAERAH
96 Air Disuntik, Resah pun Pemerintah Kota Perusahaan Daerah Air
Terobati Palopo Minum
97 Kue Lumpur Dari AETRA Pemerintah Provinsi Perusahaan Daerah Air
DKI Jakarta ­Minum Jaya
98 Media WhatsApp dan SMS Pemerintah Provinsi Perusahaan Daerah Air
sebagai solusi Pelanggan DKI Jakarta ­Minum Jaya
Tidak Bisa Diakses

99 Sistem Autodebet Retribusi Pemerintah Provinsi Bank DKI


PKL: No Bocor, No Pungli, DKI Jakarta
No Jual Beli Lapak

Top 40 Inovasi Pelayanan Publik 2017


Adapun penerima penghargaan Top 40 Inovasi Pelayanan Publik
2017 adalah: Kementerian Kesehatan, Kedubes RI di Berlin, Kementrian
Perindustrian, Kementrian ESDM, Kementrian Pertanian, Kementrian
Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Kemenkumham, Polres Brebes, Pemprov
Kalimantan Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, Bali, Jawa Tengah, Provinsi
Sulawesi Selatan, Kota Pontianak, Sukabumi, Kupang, Surakarta, Makassar,
Semarang, Surabaya, Banda Aceh, Kabupaten Teluk Bintuni, Banyuwangi,
Pamekasan, Siak, Sinjai, Flores Timur, Kapuas, Hulu Sungai Selatan,
Batanghari, Tangerang, Gorontalo, Sampang, Sumedang, serta PT Taspen.

83
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Berikut Daftar 40 Top Inovasi Award 2017


1. 119 – Kolaborasi Nasional Layanan Emergensi Medik di Indonesia
Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan, Ditjen Bina Usaha Kesehatan,
Kementerian Kesehatan
2. Aplikasi Lapor Diri WNI Terintegrasi Secara Online pada Perwakilan RI
se – Jerman Kedubes RI Berlin, Kementerian Luar Negeri
3. KIARKOD: Tracking Order Sistem Informasi Pelayanan Jasa B4T (Balai
Besar Bahan dan Barang Teknik, Kementerian Perindustrian)
4. MAGMA (Multiplatform Application for Geohazard Mitigation and
Assessment) Indonesia, Badan Geologi Kementerian ESDM
5. PRIOQ KLIK. Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok, Kementerian
Pertanian
6. SIPUHH: Mewujudkan Tata Kelola Kehutanan, Dit Iuran dan Peredaran
Hasil Hutan, Ditjen Pengelolaan Hutan Produk Lestari, Kementerian LH
Hut.
7. Teknologi E-Filing Renewal Trademark di Indonesia Ditjen kekayaan
Intelektual, Kementerian Hukum dan HAM.

LEMBAGA
1. BPKB Delivery Polres Brebes

PROVINSI
1. BANG ELIS HADIR, Kampung Kami Jadi Terang (Pembangkit Energi
Listrik Tenaga Matahari di daerah pedalaman Kalbar) Dinas Energi dan
Sumber Daya Mineral Pemprov Kalimantan Barat
2. Kader Peduli Luka dan Perawatan Luka Diabet Puskesmas Pasar Rebo.
Dinas Kesehatan Pemprov DKI Jakarta
3. Layanan Waras (Wisata Arsip untuk Anak Sekolah). Dinas Perpustakaan
dan Kearsipan Pemprov Jawa Timur
4. Mencerdaskan Si Miskin Menjadi Generasi Emas, SMA Negeri Bali
Mandara Pemprov Bali
5. MR SAHDU (Manajemen Risiko Sanggahan dan Pengaduan) Pelayanan
pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, UPT Pelayanan Pengadaan Barang/
Jasa Dinas PMPTSP Pemprov Jawa Timur

84
BAB III
POTRET PERKEMBANGAN TOP INOVASI PELAYANAN PUBLIK 2014-2020

6. PELUK MY DARLING (Perawatan Luka Kusta Menyeluruh dengan Garden


Healing) RSUD Kelet – Jepara, Pemprov Jawa Tengah
7. PENA BERKARIB – (peta bencana. id) Bersama Kurangi Risiko Bencana,
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Pemprov DKI Jakarta
8. Penyederhanaan Prosedur Pendaftaran Melalui “SI BINA CANTIK”
(Sistem Bridging SIM RSMS, BPJS, dan INA-CBG’s Menuju Akuntabilitas,
Transparansi, dan Efisiensi Pelayanan Kesehatan JKN Secara Paripurna)
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo – Purwokerto, Pemprov Jawa Tengah
9. PLANET KAKAO: Pengelolaan dan Edukasi Terpadu Kakao Melalui Kebun
Rakyat Demi Indonesia Daulat Coklat Dinas Perkebunan Provinsi Jawa
Timur
10. SIMAS – LH Online (Sistem Informasi Lingkungan Hidup Berbasis Online).
Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan

Kabupaten
1. 2H2 Center Kerabat Ibu dan Bayi Dinas Kesehatan Kabupaten Flores
Timur
2. Alarm Persalinan UPTD Puskesmas Kecamatan Kerinci Kanan, Dinas
Kesehatan Kabupaten Siak
3. Implementasi E-VB di Banyuwangi, Dinas Pemberdayaan Masyarakat
dan Desa Kabupaten Banyuwangi
4. LASITER AMB (Layanan Transportasi Terpadu Angkutan Masyarakat
Bintuni) UPT Angkutan Masyarakat Bintuni, Dinas Perhubungan
Kabupaten Teluk Bintuni
5. Model Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa (PILKADES) Melalui Sistem
Elektronik Voting yang menggunakan KTP Elektronik, KK, dan Akta
Berbasis NIK. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten
Batanghari
6. MP – TGR (Majelis Pertimbangan Tunutan Ganti Kerugian) Badan
Keuangan Pemerintah Daerah Kabuoaten Gorontalo
7. PANTASI MART (Pusat Pengadaan Fasilitas Sanitasi Masyarakat) Pokja
Air Minum dan Penyehatan Lingkungan, Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah Kabupaten Kapuas
8. PATUH SELAM (Pelayanan Administrasi Terpadu Keluraha Selat Dalam)
Kelurahan Selat Dalam, Kecamatan Selat, Kabupaten Sinjai

85
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

9. Rumah Tunggu Kelahiran (RTK) BAHARI Dinas Kesehatan Kabupaten


Sinjai
10. SELEMPANG MERA (Selamatkan Pasien Pasung Melalui Tim Samurai
ODGJ) UPTD Puskesmas Omben, Dinas Kesehatan Kabupaten Sampang
11. Si Jempol (Sistem Informasi Jaringan Elektronik Medik Pasien Online)
RSUD Balaraja Kabupaten Tangerang
12. SIGAP SRATUS 369 PLUS (Aksi Tanggap Pada Sapi Madura Bunting dan
Partus) Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Kabupaten Pamekasan
13. TELAT BERKEMAS (Tetap Lestari Berdayakan Kelompok Masyarakat)
Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Hulu Sungai Selatan

KOTA
1. CETEK (Cukup E-KTP Sertakan Kartu Keluarga) RSUD Al Mulk Pemkot
Sukabumi
2. IJUS MELON (Ijin Usaha Mikro Melalui Online) Dinas Koperasi dan usaha
Mikro Kota Semarang
3. Lorong Sehat (Longset) Dinas Kesehatan Kota Makassar
4. Dinas Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Keindahan Kota, Kota Banda
Aceh
5. “SODA MOLEK” k 5-1, Kelurahan Naikoten II Kota Kupang
6. Taman Anak Cerdas: Papan Sarana Wasis Bocahe, Waras Ragane Lan
Mapan Budi Pekertine. Dinas pemberdayaan Perempuan, Perlindungan
Anak, dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Surakarta

BUMN
1. SAHABAT LATANRO – Sejahtera Berkat Layanan Taspen Persero Divisi
Layanan dan Manfaat PT Taspen (Persero)

Top 99 dan 40 Inovasi Pelayanan Publik 2018


Tim Panel Independen Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) mengumumkan Top 99 Inovasi
Pelayanan Publik Tahun 2018. Berdasarkan Pengumuman Nomor: 001/TPI.
06/2018 tentang Top 99 Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2018 Kompetisi
Inovasi Pelayanan Publik di lingkungan Kementerian/Lembaga, Pemerintah
Daerah, Badan Usaha Miik Negara dan Badan Usaha Miik Daerah, terdapat

86
BAB III
POTRET PERKEMBANGAN TOP INOVASI PELAYANAN PUBLIK 2014-2020

16 kementerian, 20 lembaga, 18 provinsi, 16 kota, dan 39 Kabupaten yang


masuk dalam Top 99 Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2018.
Top 99 Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2018 dipilih setelah adanya
penutupan pengajuan proposal inovasi pelayanan publik secara Online 31
Maret 2018, terekam sebanyak 2. 824 inovasi pelayanan publik.
Melalui Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (PANRB) Nomor 636/2018, Kementerian PANRB
menetapkan pula Top 40 Inovasi Pelayanan Publik. Top 40 Inovasi
Pelayanan Publik Tahun 2018 merupakan inovasi yang dikategorikan
outstanding (terpuji) hasil seleksi dari Top 99. Penilaian kompetisi
dilakukan secara independen oleh Tim Evaluasi dan Tim Panel Independen
yang merupakan para akademisi, praktisi, dan pakar pelayanan publik yang
kompeten dan memiliki reputasi baik.
Proses kompetisi ini dilakukan secara Online melalui aplikasi berbasis
web Sistem Informasi Inovasi Pelayanan Publik (SINOVIK) melalui http://
sinovik. menpan. go. id. Telah terekam sebanyak 2. 824 inovasi pelayanan
publik di Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik tahun ini. Bulan September
lalu, juga telah dilakukan Penyerahan Penghargaan bagi Top 99 Inovasi
Pelayanan Publik Tahun 2018.
Pemerintah daerah yang inovasinya terpilih sebagai Top 40 akan
mendapatkan alokasi Dana Insentif Daerah (DID). Adapun penganugerahan
Penghargaan kepada Top 40 Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2018 akan
dilaksanakan pada Pembukaan International Public Service Forum tanggal
7 November 2018 yang diserahkan oleh Wakil Presiden RI. Top 40 Inovasi
Pelayanan Publik Tahun 2018 terdiri dari lima inovasi kementerian, dua
inovasi Kepolisian Negara RI, delapan inovasi pemerintah provinsi, 15
inovasi Kabupaten , dan 10 inovasi dari pemerintah kota.
Penganugerahan penghargaan kepada Top 40 Inovasi Pelayanan
Publik Tahun 2018 dilaksanakan pada pembukaan International Public
Service Forum tanggal 7 November 2018 di Jakarta International Convention
Center.

87
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

DAFTAR TOP 40 INOVASI PELAYANAN PUBLIK 2018


Kementerian dan Lembaga
1. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Direktorat Jenderal
Kekayaan Intelektual (Pencatatan Hak Cipta Online dengan Teknologi
Kriptografi)
2. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Direktorat Jenderal
Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (SILK (Sistem Informasi Legalitas
Kayu): Inovasi untuk Menjawab Tantangan Global Perdagangan Kayu
Legal)
3. Kementerian Luar Negeri Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Kota
Kinabalu, Sabah, Malaysia (MENIKUM (Menikah Untuk Melindungi):
Pelayanan Pengesahan Perkawinan (Itsbat Nikah) Bagi WNI di Luar
Negeri)
4. Kementerian Luar Negeri Museum Konferensi Asia Afrika, Direktorat
Diplomasi Publik, Direktorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik,
Jarum Pentul (Jadi Relawan Museum itu Penting dan Gaul)
5. Kementerian Sosial Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita Kartini
Temanggung (Mencapai Nol Kerentanan Penyandang Disabilitas
Intelektual Melalui Sheltered Workshop Peduli)
6. Kepolisian Negara Republik Indonesia Kepolisian Resor Jayapura,
Kepolisian Daerah Papua, RM PAPEDA (Rumah Masyarakat Papua Penuh
Damai)
7. Kepolisian Negara Republik Indonesia Satuan Brigade Mobil, Kepolisian
Daerah Jambi (Membangun Pelayanan Publik Melalui Patroli Edukasi
Brimob Polda Jambi pada Suku Anak Dalam di Rimba Merangin Jambi)

Provinsi
8. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Puskesmas Senen, Dinas Kesehatan,
CEK DAN SADARI (Cegah Kanker Serviks dengan Aplikasi MAPLE-S dan
Mobil Deteksi Kanker HIBISCUS)
9. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Rumah Sakit Umum Daerah Koja, SIPIL
DOYAN JALAN (Sistem Pilih Dokter dan Waktu Pelayanan) Pasien Rawat
Jalan Peserta JKN-KIS
10. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. R. M.
Soedjarwadi Si Terpa Daya Jiwa, (Sistem Terapi Paripurna melalui
Pemberdayaan Orang dengan Gangguan Jiwa)

88
BAB III
POTRET PERKEMBANGAN TOP INOVASI PELAYANAN PUBLIK 2014-2020

11. Pemerintah Provinsi Jawa Timur Dinas Perkebunan, Kabinet Arabika


(Kolaborasi Pembinaan Ekonomi Terpadu Kopi Arabika)
12. Pemerintah Provinsi Jawa Timur Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi,
SIMPADU-PMI (Sarana Informasi dan Pelayanan Terpadu Pekerja Migran)
13. Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan Rumah Sakit Umum Daerah
Ulin, BiRD (Babies Respiratory Distress Recovery Device)
14. Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan Balai Penerapan Mutu Produk
Perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan, SEJUTA IKAN (Sertifikasi
Pengujian Mutu Hasil Perikanan Agar Produk Perikanan Sulsel Tetap
Mendunia)
15 Pemerintah Provinsi Sumatera Barat Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Achmad
Mochtar, BASABA sebagai Upaya Menurunkan Angka Kematian Bayi)

Kabupaten
16. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi Rumah Sakit Umum Daerah
Blambangan, GANCANG ARON (Gugus Antisipasi Cegah Antrian Panjang
dengan Antar Obat ke Rumah Pasien)
17. Pemerintah Kabupaten Klungkung Dinas Pertanian, BIMAJUARA (Beli
Mahal Jual Murah)
18. Pemerintah Kabupaten Klungkung Dinas Lingkungan Hidup dan
Pertanahan – Implementasi TOSS (Tempat Olah Sampah Setempat)
19. Pemerintah Kabupaten Lumajang Unit Transfusi Darah PMI (Blood-Jek
Si Pengawal Nyawa)
20. Pemerintah Kabupaten Luwu Utara Dinas Kesehatan (Antenatal Care
Hipnoterapi)
21. Pemerintah Kabupaten Malang Dinas Pengendalian Penduduk dan
Keluarga Berencana, Percepatan Penurunan AKI dan AKB Melalui
Program CONTRA WAR (Contraceptive For Women At Risk)
22. Pemerintah Kabupaten Merauke Dinas Komunikasi dan Informatika,
Layanan Free Hotspot (Layanan Internet Gratis Untuk Masyarakat)
23. Pemerintah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan - Dinas Pendidikan
(Kelas Perahu)
24. Pemerintah Kabupaten Rote Ndao Dinas Pertanian - Gerakan Lakamola
Anan Sio
25. Pemerintah Kabupaten Sumbawa Kecamatan Lantung (PARIRI SI DESA)

89
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

26. Pemerintah Kabupaten Takalar SDN 81 Kalukubodo, Dinas Pendidikan,


PAPA SEHAT (PAPAN Kontrol Kesehatan): Kontrol Kesehatan Peserta
Didik di Sekolah Menuju Indonesia Sehat
27. Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni Dinas Pendidikan, Kebudayaan,
Pemuda dan Olahraga, RUMPI MAS BIN (Rumah Pintar Masyarakat
Bintuni)
28. Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara Dinas Pertanian, Raskin Pola
PKP (Padat Karya Pangan)
29. Pemerintah Kabupaten Trenggalek Puskesmas Trenggalek, Dinas
Kesehatan – GELAS MEMPESONA HATI (Gerakan Lansia Sehat Mewu­
judkan Masyarakat Peduli Persoalan Kesehatan di Hari Tua Nanti)
30. Pemerintah Kabupaten Tulungagung Rumah Sakit Umum Daerah dr.
Iskak, LASKAR (Layanan Syndroma Koronaria Akut Terintegrasi)

Kota
31. Pemerintah Kota Bandung Dinas Pangan dan Pertanian (Mini Lab Food
Security)
32. Pemerintah Kota Bogor Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber
Daya Aparatur, ANJAS GO CLEAR (Aplikasi Nominatif Jabatan Struktural
Government Clear) di Lingkungan Pemerintah Kota Bogor yang Aplikatif
dan Akuntabel)
33. Pemerintah Kota Cimahi UPT Cimahi Technopark (Kawasan Cimahi
Technopark sebagai Pusat Layanan Terpadu Pengembangan Ekonomi
Lokal Kota Cimahi Berbasis Inovasi, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi
Melalui Kolaborasi Quadruple Helix)
34. Pemerintah Kota Madiun SDN 02 Mojorejo, Dinas Pendidikan (DOPARI
SAKATU)
35. Pemerintah Kota Padang Puskesmas Padang Pasir, Dinas Kesehatan,
Kelas IMUD (Ibu Muda) Puskesmas Padang Pasir
36. Pemerintah Kota Parepare Dinas Kesehatan, EKSISTENSI (Pelayanan
Kesehatan Gratis Terintegrasi) CALL CENTRE 112
37. Pemerintah Kota Surabaya Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (6 in 1)
38. Pemerintah Kota Surabaya Dinas Pengendalian Penduduk, Pember-
dayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (Pahlawan Ekonomi dan
Pejuang Muda)

90
BAB III
POTRET PERKEMBANGAN TOP INOVASI PELAYANAN PUBLIK 2014-2020

39. Pemerintah Kota Surabaya Dinas Sosial, TAHU PANAS (Tak Takut Kehu-
janan, Tak Takut Kepanasan): Kegiatan Perbaikan Rumah Tidak Layak
Huni melalui Program Rehabilitasi Sosial Daerah Kumuh
40. Pemerintah Kota Tegal Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Ladis Song
Malam (Layanan dengan Inovasi Simultan Bagi Pengasong dan Ma­
syarakat Lansia Terminal)

Top 99 dan 45 Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2019


Sebanyak 99 inovasi pelayanan publik diganjar penghargaan oleh
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(Panrb). Menariknya, mayoritas inovasi tersebut memiliki nama yang lucu-
lucu. Sejak tahun 2014, proposal yang diajukan terus meningkat bahkan
tahun ini ada 3. 156 proposal inovasi yang diajukan secara Online melalui
Sistem Informasi Pelayanan Publik (Sinovik). Jumlah ini meningkat dari
tahun 2018 yang mencapai 2. 824 proposal inovasi. Total jumlahnya 13. 214
inovasi pelayanan publik. Inovasi dari Jawa Tengah menjadi yang terbanyak
lolos yaitu 22 inovasi sehingga pilih menjadi tuan rumah. Penghargaan dibagi
dalam 6 kategori yaitu Kementerian, Lembaga, Provinsi, Kota, Kabupaten, dan
Badan Usaha Milik Negara. Ini untuk memudahkan masyarakat memperoleh
hak dengan terobosan inovasi.
Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik di Lingkungan Kementerian/
Lembaga, Pemerintah Daerah, BUMN dan BUMD Tahun 2019.

Foto 3. 2 Menteri PANRB, Syafrudin, Mengumumkan Top 99 Inovasi Pelayanan Publik, 2019

91
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Di samping 99 Top, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara


dan Reformasi Birokrasi (PANRB) telah menetapkan Top 45 Inovasi
Pelayanan Publik 2019. Top 45 Inovasi Pelayanan Publik 2019 ini terdiri dari
8 kementerian dengan 9 inovasi, 4 lembaga sebanyak 4 inovasi, 5 provinsi
dengan 5 inovasi, 16 Kabupaten dengan 17 inovasi, 9 kota sebanyak 9 inovasi,
dan 1 BUMN dengan 1 inovasi. Proses seleksi Top 45 dilakukan oleh Tim
Panel Independen dan Tim Evaluasi sementara penentuannya dilakukan
oleh Tim Panel Independen.
Top 45 diperoleh dari Top 99 yang diseleksi melalui tahap presentasi
dan wawancara serta verifikasi dan observasi lapangan. Pemerintah
Daerah yang inovasinya terpilih sebagai Top 45 akan mendapatkan alokasi
Dana Insentif Daerah (DID). Pemberian DID ini telah dilakukan sejak
tahun anggaran 2018. Instansi yang berpartisipasi pada KIPP 2019 juga
berkesempatan mengikuti kompetisi tingkat dunia yaitu United Public
Service Award (UNPSA) yang diselenggarakan PBB. Sebelumnya terdapat
dua instansi yang berhasil menjadi juara pertama pada ajang bergengsi
UNPSA, yaitu inovasi Sistem Early Detection and Treatment (EDAT) dari
Kabupaten Teluk Bintuni, dan inovasi PetaBencana. id milik Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB).

Foto 3.3 Menteri PANRB, Syafrudin, menjawab pertanyaan wartawan, 2019

92
BAB III
POTRET PERKEMBANGAN TOP INOVASI PELAYANAN PUBLIK 2014-2020

Tahun ini terekam sebanyak 3. 156 proposal yang mendaftar, dan


menunjukkan peningkatan dibanding tahun sebelumnya yang hanya 2. 824
proposal. Proposal yang lolos seleksi administrasi dan masuk ke tahap desk
evaluation yang dilakukan oleh Tim Evaluasi. Dari hasil desk evaluation,
diperoleh Top 99 Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2019 yang ditetapkan
melalui Keputusan Menteri PANRB No. 47/2019. Penyerahan penghargaan
Top 99 telah dilakukan pada Juli lalu oleh Menteri PANRB.

Daftar Top 45 Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik 2019


A. Kementerian
1. Kementerian Dalam Negeri – SUPERTAJAM (Surat Pernyataan Tanggung
Jawab Mutlak
2. Kementerian Kelautan dan Perikanan – OSS-Q (One Stop Service
Quarantine)
3. Kementerian Keuangan – IdS (Internship dan Secondment bagi Pemerin-
tah Daerah)
4. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, PROPER (Program
Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan
5. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, SIPONGI (Sistem Informasi
Deteksi Dini Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Web
6. Kementerian Luar Negeri – KBRI Kuala Lumpur Jaman Now
7. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat – Sibima
Konstruksi Sigap (Sistem Informasi Belajar Intensif Mandiri Bidang
Konstruksi Untuk Siap Gapai Pekerjaan)
8. Kementerian Perdagangan – Suka Indonesia (Sistem Surat Keterangan
Asal Indonesia)
9. Kementerian Perindustrian – Si Telmi Biam (Inovasi Ketel Minyak Kayu
Putih Baristand Industri Ambon)

B. Lembaga
10. Badan Pusat Statistik – Radar Padi (Raih Data Akurat Padi)
11. Lembaga Administrasi Negara – Laboratorium Inovasi
12. Kepolisian Negara Republik Indonesia – SKCK Online dan SKCK Keliling
Online Polresta Sidoarjo
13. BPJS Kesehatan – Insiden (Integrated System for Traffic Accident)

93
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

C. Provinsi
14. Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Sepatu Jolifa (Sistem
Perpustakaan Terpadu Jogja Library for All
15. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta – Telor Dadar 122 (Telepon Orang
dalam Kedaruratan)
16. Pemerintah Provinsi Jawa Barat – Si Perut Laper (Sistem Informasi Peta
Peruntukan Lahan Perkebunan)
17. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah – Jamin Dokter Datang Tepat Waktu
melalui TELE APIK (TEyeng ndeLeng Anterean Pendaftaran lan
poliklinIK)
18. Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara – Sipelandukilat (Sistem
Pelayanan Administrasi Kependudukan di Wilayah Perbatasan dan
Pedalaman)

D. Kabupaten
19. Pemerintah Kabupaten Badung – BATIK (Bandung Anti Kantong Plastik)
Berbasis Kearifan Lokal
20. Pemerintah Kabupaten Badung – Fish GO (Penentuan Area Penangkapan
Ikan)
21. Pemerintah Kabupaten Banggai – Gerakan Moral PINASA (Pia Na
Sampah Ala)
22. Pemerintah Kabupaten Bangka – Ransel si DORA (Rangkul Calon
Pendonor, Stok Darah Terintegrasi Dalam Aplikasi Donor Darah)
23. Pemerintah Kabupaten Banjarnegara – OCe OKe (Siasat Keren Cegah 3
Terlambat dengan 4 Pantauan)
24. Pemerintah Kabupaten Bantul – SIPERKASA Mengatasi Masalah Pasca
Panen Mendukung Ketahanan Pangan
25. Pemerintah Kabupaten Banyumas – Pattas Sosial Mitra Kurir Langit
(Pe­nanganan Cepat, Tanggap dan Tuntas dalam Pendampingan Warga
Miskin Penderita Sakit Kronis)
26. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi – Banyuwangi Festival
27. Pemerintah Kabupaten Bima – Sentuh Perempuan dengan Simawar
(Sistem Informasi Warga)
28. Pemerintah Kabupaten Bogor – Si Dalmu Daliya (Sistem Kendali Mutu
dan Kendali Biaya

94
BAB III
POTRET PERKEMBANGAN TOP INOVASI PELAYANAN PUBLIK 2014-2020

29. Pemerintah Kabupaten Brebes – Gerakan Kembali Bersekolah (GKB)


Atasi Anak Tidak Sekolah (ATS)
30. Pemerintah Kabupaten Cilacap – Balakar to Response Time (BArisan
SukareLA KebaKARan menuju Response Time)
31. Pemerintah Kabupaten Grobogan – Rumah Kedelai Grobogan
32. Pemerintah Kabupaten Gunungkidul – Ayunda Si Menik Makan Sego
Ceting (Ayo Tunda Usia Menikah Mengawali Gerakan Semangat Gotong
Royong Cegah Stunting)
33. Pemerintah Kabupaten Magelang – Misteri Calon Pengantin Paseso
Merapi (Pengurangan Resiko Bencana Berbasis Masyarakat)
34. Pemerintah Kabupaten Merauke – Simpatik (Sistem Pelayanan Tiga
Puluh Detik)
35. Pemerintah Kabupaten Wonosobo – Rumah Sakit Rasa Toyota

E. Kota
36. Pemerintah Kota Ambon – Ambon City of Music
37. Pemerintah Kota Cilegon – Kader Gegana Pedes (Gerakan Warga Binaan
Peduli Kesehatan)
38. Pemerintah Kota Cimahi – Gastrodiplomacy Cireundeu
39. Pemerintah Kota Denpasar – Senyum Melia di Tubin (Sungai Elok,
Nyaman untuk Masyarakat dengan Menjaga Lingkungan dan Alam di
Sungai Tukad Bindu)
40. Pemerintah Kota Makassar – Labinov Beken (Laboratorium Inovasi
Berbasis Kemitraan)
41. Pemerintah Kota Malang – Brexit (Braille E-Ticket And Extraordinary
Access For Visual Disabilities)
42. Pemerintah Kota Manado – Panada (Portal Analisis Data Berbasis Peta)
43. Pemerintah Kota Palembang – Selfi (Sekolah Filial Layanan Pendidikan
Formal Narapidana Anak di LPKA Klas I Palembang)
44. Pemerintah Kota Tangerang – Pelayanan Kunjungan Rumah Cageur Jasa

F. Badan Usaha Milik Negara


45. PT Taspen (Persero) – Wirausaha Pintar (Kewirausahaan Aparatur Sipil
Negara dan Pensiunan untuk Kesejahteraan)

95
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP) tahun 2020


Dalam rangka Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP) tahun 2020,
Kementerian PAN RB menerima 2. 250 proposal dari Kementerian/Lembaga,
Pemerintah Daerah, BUMN dan BUMD. Kemudian Tim Panel Independen
menilai dan menetapkan nominasi Top 99 Inovasi Pelayanan Publik Tahun
2020. . Hasilnya di dapat Top 45 Inovasi Pelayanan Publik dan 5 Pemenang
Outstanding Achievement of Public Service 2020.

96
BAB III
POTRET PERKEMBANGAN TOP INOVASI PELAYANAN PUBLIK 2014-2020

Foto 3. 4 Deputi Bidang Pelayanan Publik, Diah Natalisa, mengumumkan Top 99


Inovasi Pelayanan Publik dan 15 Finalis Kelompok Khusus, Tahun 2020

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi


Birokrasi (PANRB) melalui Tim Panel Independen mengumumkan Top 99
Inovasi Pelayanan Publik dan 15 Finalis Kelompok Khusus pada Kompetisi
Inovasi Pelayanan Publik (KIPP) 2020. Seluruh inovasi terpilih tersebut
dihasilkan melalui penilaian proposal oleh Tim Evaluasi yang selanjutnya
dilakukan FGD Penentuan Top 99 Inovasi Pelayanan Publik dan 15 Finalis
Kelompok Khusus oleh Tim Panel Independen KIPP 2020.
KIPP 2020 mengusung tema Transfer Pengetahuan untuk Percepatan
Inovasi Pelayanan Publik dalam rangka Mendukung Terwujudnya Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan dan Indonesia Maju. Berbeda dengan
penyelenggaraan KIPP tahun sebelumnya, KIPP 2020 membagi peserta
menjadi tiga kelompok, yaitu Kelompok Umum, Kelompok Replikasi dan
Kelompok Khusus. Bagi Kelompok Umum dan Kelompok Replikasi akan
menghasilkan Top 99 dan Top 45 Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2020.
Sedangkan bagi Kelompok Khusus, akan diperoleh 15 Finalis dan 5 Pemenang
Outstanding Achievement of Public Service Innovation 2020.

97
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Tabel 3.5 TOP 99 Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2020

No Kelompok Nama Instansi Judul Inovasi Pelayanan Publik


KEMENTERIAN
1 Umum Kementerian Agama MAN de MOTEFA (Madrasah Aliyah Negeri dengan
ModifiedTeaching Factory) menciptakan Madrasah
Technopreneur
2 Umum Kementerian Dalam i-Pop: Indonesia’s Population dan Civil Registration
Negeri Map (Peta Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Indonesia)
3 Umum Kementerian Pen- Gerakan ’AJarMat’Ayo Belajar Matematika
didikan dan Kebu-
dayaan
4 Umum Kementerian Energi SIMON BAGEOL (SISTEM MONITORING DAN
dan Sumber Daya PERINGATAN DINI UNTUK BAHAYA KEGEO-
Mineral LOGIAN DAN LINGKUNGAN)
5 Umum Kementerian Energi Aplikasi “PEDULI” (Pengaduan Kepesertaan Subsidi
dan Sumber Daya Listrik), Memastikan Subsidi Listrik Rumah Tangga
Mineral Tepat Sasaran
6 Umum Kementerian Hukum APLIKASI VERASI (Verifikasi dan Akreditasi
dan Hak Asasi Manu- Organisasi PemberiBantuan Hukum Secara Elektronik)
sia
7 Umum Kementerian Hukum Pos Pengaduan HAM di 50 Denominasi Gereja di
dan Hak Asasi Manu- Manokwari
sia
8 Umum Kementerian PENERAPAN SISTEM PERTUKARAN DATA ELEK-
Keuangan TRONIK ASEAN TRADE IN GOODS AGREEMENT
(SiPakDE-ATIGA)
9 Replikasi Kementerian Kela­ Pelayanan Sertifikat yang terintegrasi melalui Si Cantik
utan dan Perikanan (SistemInformasi Cermat, Akuntabel dan Simpatik)
pada SKIPM Palangka Raya
10 Umum Kementerian Kela­ PUGaR (Pengembangan Usaha Garam Rakyat)
utan dan Perikanan
11 Umum Kementerian Ling­ SIMONTANA: Mewujudkan Informasi Sumber Daya
kungan Hidup dan Hutan yang Andal dalam Mendukung Pembangunan
Kehutanan Hutan Nasional yang Berkelanjutan
12 Umum Kementerian Perin- (IKAN DORI) Inovasi Pendidikan dan Pelatihan On
dustrian site Diversifikasi Olahan Rumput Laut dan Ikan di
daerah pesisir

98
BAB III
POTRET PERKEMBANGAN TOP INOVASI PELAYANAN PUBLIK 2014-2020

No Kelompok Nama Instansi Judul Inovasi Pelayanan Publik


13 Umum Kementerian Perta- IQFAST
nian
14 Umum Kementerian Sosial Pemberdayaan Sahabat ODHA di Kota Ternate, Maluku
Utara (BASODARA)
LEMBAGA
15 Umum BNP2TKI/BP2MI Terobosan Sosialisasi Penempatan Mandiri Taiwan
“Tersemat” Melalui Pe­nerapan Special Placement pro-
gram To Taiwan (SP2T) Pada UPT BP2MI Provinsi
DKI
16 Umum Badan Pengawasan Library Cafe
Keuangan dan Pem-
bangunan
17 Umum Badan Pusat Statistik BIKIN ASIK: (jamBI terKINi dalam Aplikasi StatistIK)
18 Umum Badan Tenaga Nuklir Aplikasi Internet Reactor Laboratory sebagai Media
Nasional Pembelajaran Fisika Reaktor (API RELA MEMBARA)
19 Umum Badan Tenaga Nuklir SUNTiK (Samarium untuk Terapi Paliatif Kanker)
Nasional
20 Umum BPJS Ketenaga Ker­ Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) Return to Work
jaan
21 Umum Kepolisian Negara RI Quick Response Pencegahan Pencurian di atas Kapal
pada Area kapal berlabuh
22 Umum Kepolisian Negara RI APUSE PELITA
23 Umum Lembaga Admi­nis­ Village Preneurship ”Sinergi Antar Stakeholders Dalam
trasi Negara Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa”
24 Umum Lembaga Kebijakan Mewujudkan Pengadaan Dengan Nilai Manfaat
Pengadaan Barang/ Maksimal Melalui Procurement Probity Advice (Pro-
JasaPemerintah PA)
25 Umum Lembaga Pener­ Informasi Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI) untuk
bangan dan Antariksa Peningkatan Perekonomian Nelayan Indonesia
Nasional
PROVINSI
26 Umum Pemerintah Provinsi MELINTASI BATAS RUANG KELAS BERSAMA
D. I. Yogyakarta JOGJA BELAJAR CLASS
27 Umum Pemerintah Provinsi Bunga Tanjung (Pusat Pelayanan Terpadu Kekerasan
DKI Jakarta Perempuan dan Anak)
28 Umum Pemerintah Provinsi JAMU MANIS (Ajak Masyarakat Untuk Mandiri
DKI Jakarta Hidup Sehat)

99
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

No Kelompok Nama Instansi Judul Inovasi Pelayanan Publik


29 Umum Pemerintah Provinsi KAMPUNG TERSENYUM
DKI Jakarta
30 Umum Pemerintah Provinsi APLIKASI SAMSAT MOBILE JABAR (SAMBARA)
Jawa Barat
31 Umum Pemerintah Provinsi One Pesantren One Product (OPOP): Pesantren
Jawa Barat Mandiri, Umat Sejahtera
32 Umum Pemerintah Provinsi SIBULUBABEH (Produksi, Distribusi dan Evaluasi
Jawa Barat Bantuan Benih)
33 Umum Pemerintah Provinsi HENTIKAN PRAKTIK KOLUSI PENGADAAN
Jawa Tengah OBAT dengan “MANGAN MENDOANE RINI”
(PengeMbANGAN SisteM PengElolaaN SeDiaan
Farmasi: Obat/Alat Habis Pakai TeriNtEgrasi

34 Umum Pemerintah Provinsi Rompi Penganti (Rompi Penuntun Dengan Teknologi)


Jawa Tengah
35 Umum Pemerintah Provinsi Singa Lahir Membantu Pasien HD Dalam Pembatasan
Jawa Tengah Cairan
36 Umum Pemerintah Provinsi KLINIK BUM DESA
Jawa Timur
37 Umum Pemerintah Provinsi RUMAH SAKITKU RUMAH KEDUAKU
Kalimantan Barat
38 Umum Pemerintah Provinsi OJOL BERLIAN (Ojek Online Bersama Lindungi
Kalimantan Timur Anak)
39 Umum Pemerintah Provinsi Pangan Halal Untuk Kalimantan Timur (PAHALA
Kalimantan Timur untuk KALTIM)
40 Umum Pemerintah Provinsi Program Layanan Dokter Terbang Kalimantan Utara
Kalimantan Utara
41 Umum Pemerintah Provinsi Si Peri Terbang (Sistim Informasi Pengirimanan
Kep. Bangka Be- Terpadu BahanTambang)
litung
Kabupaten
42 Umum Pemerintah Kab. Aklamasi Dansa
Aceh Barat
43 Umum Pemerintah Kab. Saweu Ureung Sakeet (SUS)
Aceh Jaya
44 Umum Pemerintah Kab. Gerakan Badung Sehat 1000 Hari Pertama Kehidupan
Badung (Garba Sari)
45 Umum Pemerintah Kab. Posyandu Prakonsepsi
Banggai

100
BAB III
POTRET PERKEMBANGAN TOP INOVASI PELAYANAN PUBLIK 2014-2020

No Kelompok Nama Instansi Judul Inovasi Pelayanan Publik


46 Umum Pemerintah Kab. ABANG TIMAH UNTUK BU DISA (LAHAN
Bangka BEKAS TAMBANG TIMAH UNTUK BUDIDAYA
PADI SAWAH)
47 Umum Pemerintah Kab. ELITE BABY “SISTEM PENGENDALIAN
Banjarnegara KEMATIAN BAYI”
48 Umum Pemerintah Kab. Bendera SASKIA (Satu Bendera Satu Sasaran
Bantaeng Kesehatan Ibu danAnak)
49 Umum Pemerintah Kab. GELIMASJIWO (Gerakan Peduli Masyarakat Sehat
Bantul Jiwo)
50 Umum Pemerintah Kab. JEMPUT BOLA, REKAM KARTU TANDA
Banyuasin PENDUDUK ELEKTRONIK (KTP el) LANGSUNG
CETAK DI TEMPAT (JAMKUNCI)
51 Umum Pemerintah Kab. Gerbang Penyandang Disabilitas Sukses (GENDIS)
Banyumas
52 Umum Pemerintah Kab. “TEROPONG JIWA” (Terapi Okupasi dan Pember-
Banyuwangi dayaan Orang Dengan Gangguan Jiwa)
53 Umum Pemerintah Kab. STRATEGI BIDIK NORMAL JURUS COFIT
Batang
54 Umum Pemerintah Kab. SIGESITE PIS-PK (Sistem Informasi Geografis
Belitung Timur Intervensi Terintegrasi Program Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga)
55 Umum Pemerintah Kab. GEBRAK BIMANTIKA “GERAKAN BERSAMA
Bima ­K abupaten BIMA ANTI STUNTING, KEKU­
RANGAN GIZI DAN ANEMIA”
56 Umum Pemerintah Kab. SI TERI LAPAR (SistemTerintegrasi Layanan
Boyolali Administrasi Pasien Rawat Jalan) RSUD Simo
57 Umum Pemerintah Kab. Program Cerdas, Opung Sari Basah Bang, MeSRA
Deli Serdang BerTUAH: Mewujudkan DESA SATU (Deli Serdang
Sekolah Bermutu)
58 Umum Pemerintah Kab. CME (CENGKRAMAN MATA ELANG)
Demak
59 Umum Pemerintah Kab. SAD TO HAPPY (Suku Anak Dalam TerobOs
Dharmasraya Hutan demi Administrasi KePendudukan Kabupaten
DharmasraYa)
60 Umum Pemerintah Kab. BELA KACA (Bebas Malaria Kampung Bercahaya)
Fak-Fak dalam Upaya Percepatan Bebas Malaria di Kabupaten
Fakfak
61 Umum Pemerintah Kab. RUMAHKU SIP (Rumah Khusus dan Umum dalam
Gresik Sistem Informasi Pendataan dan Pemantauan)

101
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

No Kelompok Nama Instansi Judul Inovasi Pelayanan Publik


62 Umum Pemerintah Kab. Pengelolaan Pasca Panen Komoditas Pertanian Melalui
Grobogan Sistem Resi Gudang Kabupaten Grobogan
63 Umum Pemerintah Kab. PRS
Hulu Sungai Selatan
64 Umum Pemerintah Kab. Senyum Si Sakit
Jepara
65 Umum Pemerintah Kab. EKOWISATA WONOSALAM -PERMATA HATI
Jombang (Perlindungan Mata Air dan Hutan Berbasis Partisipasi)
66 Umum Pemerintah Kab. SIMPUN ( SINDE MUHUN URAS DINUN)
Kapuas
67 Umum Pemerintah Kab. Kampung Garam Kebumen
Kebumen
68 Umum Pemerintah Kab. Metarhizium ( Mengamankan Pangan Untuk Negeri)
Kediri
69 Umum Pemerintah Kab. KELOLA LISTRIK KOMUNAL MUARA
Kutai Kartanegara ENGGELAM (KLIK ME)
70 Umum Pemerintah Kab. TANI JAGO DAULAT JAGUNG INDONESIA DARI
Lamongan LAMONGAN (TANI JAGO DILAN)
71 Umum Pemerintah Kab. Aplikasi “dr. Sapto Anthro” Mudah Cepat dan Tepat
Lombok Barat untuk Penilaian dan Pemantauan Pertumbuhan Balita
72 Umum Pemerintah Kab. SI BERES NATUNA
Natuna
73 Replikasi Pemerintah Kab. KELINK EMAS (KONSULTASI KESEHATAN
Nganjuk TERLINK INTERNET MASYARAKAT)
74 Umum Pemerintah Kab. GEMA DAYA PENTAS OKU (GERAKAN BERSAMA
Ogan Komering Ulu PEMBERDAYAAN PENYANDANG DISABILITAS
DI KAB. OKU)
75 Umum Pemerintah Kab. SEPATU KITA (Sekolah Dapat Upah Keterampilan
Pacitan Tambah)
76 Umum Pemerintah Kab. Edukasi Sayuran Sehat Lahirkan Generasi Hebat (Es
Pamekasan SELASIH)
77 Umum Pemerintah Kab. SIPIPA (Sistem Informasi Pelelangan Ikan Pati) Untuk
Pati Meningkatkan Kesejahteraan Nelayan di Tempat
Pelelangan Ikan Juwana Unit II Kabupaten Pati
78 Umum Pemerintah Kab. LABORATORIUM KEMISKINAN (Jurus Jitu Pe­
Pekalongan ngentasan Kemiskinan Berkearifan Lokal – Kabupaten
Pekalongan)

102
BAB III
POTRET PERKEMBANGAN TOP INOVASI PELAYANAN PUBLIK 2014-2020

No Kelompok Nama Instansi Judul Inovasi Pelayanan Publik


79 Umum Pemerintah Kab. SAGARURUNG KELI SALAI (SIAGA URUSAN
Penukal Abab Le- PENTING KEPENDUDUKAN MELALUI APLIKASI
matang Ilir SAMPAI SELESAI)
80 Umum Pemerintah Kab. MASPETTAG (MASYARAKAT PEDULI TB
Sijunjung TANJUNG GADANG)
81 Umum Pemerintah Kab. Gerakan Literasi Geliatkan Prestasi dengan Membaca,
Sleman Menulis, dan TIK
82 Replikasi Pemerintah Kab. Pendekar Togammara (Pemberdayaan Kader Kelompok
Takalar Tanaman Obat Keluarga Masyarakat Malewang Sejahtera)

83 Umum Pemerintah Kab. Cabai Hiyung Tapin Mendunia, Pedasnya 17 X Lipat


Tapin
KOTA
84 Umum Pemerintah Kota Kampung KB Kampung Baiman
Banjarmasin
85 Umum Pemerintah Kota Pelayanan Obat dengan KOPI TB
Banjarmasin
86 Umum Pemerintah Kota Sekolah Keluarga
Bukittinggi
87 Umum Pemerintah Kota MAYA SI TEKMAS (MANAJEMEN LAYANAN
Denpasar ANAK USIA SEKOLAH TIDAK SEKOLAH (ATS)
BERBASIS TEKNOLOGI DANMASYARAKAT
88 Umum Pemerintah Kota Tanda Aman Calon Pengantin (TANCAP NIKAH)
Gorontalo Menuju Generasi Unggul
89 Umum Pemerintah Kota BANGKIT BERDAYA (Bangun Kelurahan Secara
Jambi Intensif danTerpadu Yang Berazaskan Swadaya)
90 Umum Pemerintah Kota INOBEL I-STEM/STEAM
Magelang
91 Umum Pemerintah Kota SISWA BEBAS ASAP ROKOK (SI BASO)
Makassar
92 Umum Pemerintah Kota SEPASAR PEDAS
Malang
93 Umum Pemerintah Kota GAYATRI (Gerbang Layanan Informasi Terpadu dan
Mojokerto Terintegrasi)
94 Umum Pemerintah Kota Ayo Cegah Stunting
Padang
95 Umum Pemerintah Kota POLTABES (PROGRAM LAYANAN TAK BOLEH
Palembang BERHENTI SEKOLAH) MELALUI SEKOLAH
ANAK JALANAN DAN ANAK PUTUS SEKOLAH
KOTA PALEMBANG

103
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

No Kelompok Nama Instansi Judul Inovasi Pelayanan Publik


96 Umum Pemerintah Kota Berdaya Srikandi Oleh Srikandi
Parepare
97 Umum Pemerintah Kota TUNGGAL DARA (Bersatu Tanggulangi Demam
Semarang Berdarah)
98 Umum Pemerintah Kota Home Care Kota Sukabumi
Sukabumi
99 Umum Pemerintah Kota Inovasi Gandeng Gendong
Yogyakarta

Tabel 3.6 15 FINALIS KELOMPOK KHUSUS KIPP TAHUN 2020

No Kelompok Nama Instansi Judul Inovasi Pelayanan Publik


1 Kementerian Kementerian Sosial Mencapai Nol Kerentanan Penyandang
­Disabilitas Intelektual Melalui Sheltered Work-
shop Peduli
2 Lembaga Kepolisian Negara RI RM PAPEDA (Rumah Masyarakat Papua Penuh
Damai)
3 Provinsi Pemerintah Provinsi Kami Datang, Penglihatan Terang
Bali
4 Provinsi Pemerintah Provinsi JOGJAPLAN: Perencanaan Pembangunan
D. I. Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta yang ORDINATE
(Konsisten, Responsif, Dinamis, dan Akuntabel)
dengan e-Planning

5 Provinsi Pemerintah Provinsi Kader Peduli Luka dan Perawatan Luka Diabet
DKI Jakarta Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo
6 Provinsi Pemerintah Provinsi PELUK MY DARLING DENGAN MESRA
Jawa Tengah (Perawatan Luka Kusta Menyeluruh Dengan
Garden Healing, Mentoring dan Kolaborasi yang
Terintegrasi)
7 Kabupaten Pemerintah Kab. Si MIDUN Chating Ke Faskes
Hulu Sungai Selatan
8 Kabupaten Pemerintah Kab. Ku- PanganKu
lon Progo
9 Kabupaten Pemerintah Kab. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah Wisata
Malang Edukasi Talangagung Kepanjen
10 Kabupaten Pemerintah Kab. Tu- LASKAR (Layanan Syndroma Koronaria Akut
lungagung Terintegrasi)
11 Kota Pemerintah Kota Mini Lab Food Security dengan e-wasmut-nya
Bandung

104
BAB III
POTRET PERKEMBANGAN TOP INOVASI PELAYANAN PUBLIK 2014-2020

No Kelompok Nama Instansi Judul Inovasi Pelayanan Publik


12 Kota Pemerintah Kota Kawasan Cimahi Technopark sebagai Pusat
Cimahi Layanan TerpaduPengembangan Ekonomi
Lokal Kota Cimahi Berbasis Inovasi, Ilmu
­Pengetahuan, dan Teknologi Melalui Kolaborasi
Quadruple Helix
13 Kota Pemerintah Kota TAHU PANAS (Tak Takut Kehujanan Tak Takut
Surabaya Kepanasan): Kegiatan Perbaikan Rumah Tidak
Layak Huni
14 Kota Pemerintah Kota Program Kartu Identitas Anak dan Sistem Relasi
Surakarta Pencatatan Kelahiran
15 BUMN PT Taspen (Persero) SAHABAT LATANRO -Sejahtera Berkat
Layanan Taspen Persero

105
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

BAB IV
INOVASI PELAYANAN PUBLIK:
DALAM KERANGKA
REFORMASI BIROKRASI
Bab 4 ini akan membahas tentang inovasi pelayanan publik dalam
kerangka reformasi biroktrasi. Didalamnya akan dibahas aspek hukum
dan administrasi negara. Apa yang menjadi landasan hukum pelaksanaan
inoasi pelayanan publik dan bagaimana kebijakan publik sebagai bagian
dari praktek administrasi negara yang memenuhi standar-standar inovasi
pelayanan publik.

Memahami Makna Inovasi


Kata inovasi sudah sering kita dengar dalam berbagai aspek kehidupan
dan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam menghadapi
dan mengatasi berbagai permasalahan baik menyangkut individu,
masyarakat, organisasi dan negara. Dalam konteks relasi negara dan publik,
negara berperan sebagai aktor fasilitator dan regulator kebijakan publik
sedangkan inovasi sebagai keyword strategis manakala output dan outcome
dalam kebijakan sudah tidak dapat memenuhi tuntutan dan dinamika
perkembangan masyarakat yang semakin global. Pada titik ini, maka inovasi
diperlukan untuk memberikan penguatan pada sektor-sektor kebijakan
publik dengan spektrumnya yang lebih luas. Perubahan strategis kebijakan
publik sebagai bentuk nyata dari inovasi hendaknya dimaknai sebagai
salah satu preferensi agar kebijakan publik mempunyai nilai kebaruan dan
kebermanfaatan bagi masyarakat secara luas.
Salah satu penjelasan mengenai konsep inovasi tersebut disampaikan
oleh Ackoff yang menyatakan bahwa inovasi merupakan antitesis dari perilaku
seperti mesin (Ackoff, 1981). Pernyataan Ackoff tersebut mengisyaratkan

106
BAB IV
INOVASI PELAYANAN PUBLIK :
DALAM KERANGKA REFORMASI BIROKRASI

bahwa inovasi adalah keberanian untuk menunjukkan perilaku yang keluar


dari kebiasaan yang itu-itu saja.
Dengan kata lain inovasi dapat dipahami sebagai sebuah perilaku yang
berorientasi pada kebaruan. Dalam konteks ini yang perlu kita perhatikan
bahwa Ackoff menekankan inovasi sebagai sebuah tampilan perilaku.
Fuglsang & Pedersen menyatakan bahwa setidaknya inovasi
berhubungan dengan dua hal yaitu: (1) melakukan sesuatu yang baru dan (2)
mengembangkan sesuatu yang baru tersebut dapat berjalan sesuai dengan
konteksnya (Fugslang & Pedersen, 2011). Pengertian yang disampaikan
Fugslang & Pedersen menekankan pada penciptaan kebaruan dan bagaimana
kebaruan tersebut dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Inovasi berhubungan dengan kebaruan atau berorientasi pada
kebaruan. inovasi dapat dipahami sebagai penciptaan kebaruan baik dari
aspek masukan, proses maupun keluaran dari organisasi serta hasilnya
memberikan implikasi (dalam jangka pendek) dan dampak (dalam jangka
panjang) yang positif bagi pemangku kepentingan.
Persoalan rendahnya kemampuan berinovasi (ability to innovate) dan
kemauan berinovasi (willingnes to inovate) menjadi salah satu tantangan
bagi kalangan pejabat publik di instansi pemerintah baik di daerah maupun
pusat. Di sisi lain kebijakan publik sebagai instrumen yang berfungsi
menyatukan pemerintah dan masyarakat belum berjalan secara optimal, hal
ini

Kebijakan Publik, Pelayanan Publik dan Inovasi


Inovasi dan kebijakan merupakan dua istilah yang saling melengkapi
satu sama lain. Inovasi hadir sebagai sebuah produk yang baru dan sifatnya
yang menggantikan cara yang lama. Demikian pula sifat dari kebijakan
yang hadir untuk mengganti kebijakan yang lama. Ini artinya bahwa setiap
kebijakan, secara isi (konten) pada prinsipnya harus memuat inovasi baru.
Kebijakan yang tidak memuat sesuatu yang baru atau menggantikan yang
lama hanya akan menjadi kebijakan yang tidak fungsional.
Inovasi Kebijakan Publik dalam perspektif konseptual Inovasi diarti­
kan sebagai suatu ide, produk, informasi teknologi, kelembagaan, perilaku,
nilai-nilai, dan praktek-praktek baru atau objek-objek yang dapat dirasakan
sebagai sesuatu yang baru oleh individu atau masyarakat. Aspek sesuatu
yang baru tersebut dapat terbentuk melalui sebuah proses modifikasi. Dan
kebijakan publik diartikan sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan

107
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu dan praktek-praktek tertentu (a


projected program of goals, values, and practices). Secara konseptual, inovasi
kebijakan publik terbagi menjadi a). Policy innovation: new policy direction
and initiatives yaitu inovasi kebijakan yang dimaksud adalah adanya inisiatif
dan arah kebijakan baru. Ini dapat diartikan bahwa setiap kebijakan publik
yang dikeluarkan pada prinsipnya harus dapat memuat sesuatu yang baru. b).
Innovation in the policy making process. Pada peranan ini, yang menjadi fokus
adalah inovasi yang dapat memengaruhi proses pembuatan atau perumusan
kebijakan. Sebagai contoh adalah proses perumusan kebijakan yang selama
ini belum dapat dikatakan telah memfasilitasi peran serta warga masyarakat
atau stakeholders terkait. c). Policy to foster innovation and its diffusion, yaitu
kebijakan yang dimaksud adalah kebijakan yang khusus diciptakan untuk
mendorong, mengembangkan, dan menyebarkan inovasi untuk berbagai
sektor.
Inovasi telah menjadi bagian penting dari kebijakan publik. These
questions about the nature of innovation and the dynamics that drive it are not
new. Innovation has long been identified in the foundation texts of the social
sciences as a major source of social development.
Inovasi kebijakan publik dibuat untuk kepentingan publik dan bukan
kepentingan privat maupun kelompok, kebijakan publik akan bermanfaat
apabila dalam penerapannya berdasarkan kriteria-kriteria dan nilai-nilai
normatif standar kebijakan. Dalam penelitiannya, Mark Considine, Jenny M.
Lewis and Damon Alexander mengemukakan lima posisi normatif dalam
inovasi.
Tabel 4.1 The Five Normative Postions on Innovation

Sumber: Mark Considine, Jenny M. Lewis and Damon Alexander, 2009

108
BAB IV
INOVASI PELAYANAN PUBLIK :
DALAM KERANGKA REFORMASI BIROKRASI

Inovasi dan kebijakan publik ibarat dua sisi dari keping mata uang yang
sama. Inovasi berkontribusi dalam memberikan pengetahuan-pengetahuan
baru dan bermanfaat bagi kebijakan publik sedangkan kebijakan publik
memberikan suplemen teori, pedoman dan metodologi yang dapat
memperkuat inovasi kebijakan publik. Upaya-upaya inovasi kebijakan publik
yang berdimensi kebaruan dan kebermanfaatan sehingga diharapkan dapat
memberikan dampak pada upaya yang lebih kongkrit dan membangun
partisipasi masyarakat secara berkesinambungan. Inovasi diterapkan bukan
hanya pada tahap evaluasi kebijakan publik akan tetapi diterapkan sejak
awal perencanaan kebijakan publik, implementasi dan evaluasi kebijakan
publik. Inovasi kebijakan publik muncul bukan karena faktor leadership
atau karena faktor terjadinya krisis yang memaksa organisasi untuk ikut
melakukan perubahan, inovasi harus muncul dari sebuah sistem dan efek
public manajemen knowledge yang dikembangkan oleh organisasi.
Inovasi Kebijakan Publik dalam perspektif empiris terdapat beberapa
jenis inovasi kebijakan publik, yaitu jenis inovasi proses yang terdiri dari
standar operasional prosedur, tata laksana, sistem dan prosedur. Kemudian
jenis inovasi metode yang terdiri dari strategi, cara dan teknik baru. Dan jenis
inovasi produk yang terdiri dari fisik (barang) maupun non fisik atau imaterial
(jasa). Pada tataran empiris, manfaat inovasi dapat diidentifikasikan dalam
beberapa manifestasi, antara lain: percepatan proses atau prosedur kerja,
peningkatan efektivitas dan efisiensi dalam penggunaan sumber-sumber
daya, pengintegrasian beberapa jenis layanan menjadi terpadu, perluasan
pilihan publik (public choice) terhadap barang-barang publik (public
goods), penguatan public engagement dalam pengambilan keputusan atau
kebijakan publik, pengurangan beban masyarakat atas layanan pemerintah,
serta modelmodel manfaat lain yang terus berkembang sesuai dinamika
kebutuhan organisasi publik dan kalangan stakeholder-nya
Secara empiris, inovasi kebijakan berdasarkan proses lebih
menekankan pada kualitas proses kerja baik eksternal maupun internal agar
lebih sederhana dan efisien.

109
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Produk Inovasi : Perubahan Pelayanan Penertiban Paspor


Jenis Inovasi : Proses
Unit Pelaksana : Kantor Imigrasi Kelas 1 khusus Jakarta Selatan,
Penggagas : Direktorat Jenderal Imigrasi.
Sistem Pelayanan Penerbitan Paspor Terpadu (SPPT)/Sistem One Stop
Service (OSS) merupakan terobosan Direktorat Jendral Imigrasi Kementerian
Hukum dan HAM berupa penyederhanaan atas prosedur birokrasi yang
panjang yang sebelumnya harus mengantri 4 kali menjadi mengantri 1 kali
dalam mendapatkan pelayanan paspor. Terobosan ini dinilai sangat sesuai
dengan moto Dirjen Imigrasi yakni “ menuju pelayanan yang lebih aman,
mudah, transparan, serta memberikan kepastian dengan pemanfaatan
teknologi informasi”. Harapannya adalah untuk meningkatkan kepuasan
masyarakat ketika mengajukan permohonan penerbitan paspor di setiap
kantor Imigrasi. Teroboson ini dilatarbelakangi oleh permasalahan yang
dihadapi oleh Dirjen Imigrasi.

Berikut adalah contoh-contoh dari penerapan produk inovasi


kebijakan

Produk Inovasi : Pelayanan Pembuatan SIM,


Jenis Inovasi : Produk,
Unit Pelaksana : Satuan Pelaksana Administrasi (Satpas) SIM Polda
Metro Jaya.
Mendekatkan Pelayanan Pembuatan SIM pada Masyarakat merupakan
terobosan pelayanan yang dilakukan oleh Satpas SIM untuk membuat
pelayanan semakin baik dan mendekatkan pelayanan SIM pada Masyarakat.
Terobosan ini dilatar belakangi oleh waktu pembuatan SIM yang relatif lama,
pemusatan pelayanan, juga terjadinya pratek percaloan pembuatan SIM.
Inovasi ini dilakukan untuk memberikan kemudahan masyarakat dalam
mengakses lokasi dan menurunkan waktu proses pembuatan SIM, serta
menghilangkan praktek percaloan pembuatan SIM. Strategi yang dilakukan
adalah dengan membuka pelayanan pembuatan SIM di lima wilayah DKI
Jakarta, menyediakan fasilitas SIM keliling di lima wilayah DKI Jakarta,
Gerai SIM, standarisasi waktu pelayanan pembuatan SIM, SIM komunitas,
banking system, Online system, komputerisasi ujian SIM, penggunaan access
card, program bimbingan, dan aplikasi komputer database. Selain strategi

110
BAB IV
INOVASI PELAYANAN PUBLIK :
DALAM KERANGKA REFORMASI BIROKRASI

tersebut Satpas SIM membuat lingkungan kantor senyaman mungkin seperti


menyediakan ruang pengaduan, ruang bermain, ruang menyusui, ruang
perpustakaan, fasilitas ibadah, tempat parkir kendaraan yang luas

Fakta empiris inovasi metode lebih ditujukan dalam menerapkan


sebuah cara, strategi dan teknik baru untuk mencapai hasil yang lebih baik.

Produk Inovasi : Pelayanan Pertanahan Jemput Bola,


Jenis Inovasi : Metode,
Unit Pelaksana: Kantor Pertanahan,
Penggagas : Badan Pertanahan Nasional RI
Layanan Jemput Bola “LARASITA” merupakan layanan pertanahan
bergerak (mobile land service) yang bersifat pro aktif dengan “hadirnya”
petugas BPN RI ke tengah-tengah masyarakat. Secara praktis, kegiatan yang
dilaksanakan oleh LARASITA sudah menegaskan perbedaannya dengan
loket Kantor Pertanahan. Kemampuannya menyentuh dimensi sosial dari
pengelolaan pertanahan pada prosesnya akan memberikan kesempatan
lebih besar untuk melakukan tugas-tugas pengelolaan pertanahan, dimana
seringkali tugas-tugas tersebut tidak mampu dijangkau oleh interface Loket
Kantor Pertanahan karena formalitasnya. Dengan kemampuannya itu pula,
LARASITA diharapkan mampu menjembatani BPNRI dengan masyarakat
pemangku kepentingan pertanahan, yaitu masyarakat yang mempergunakan
tanah sebagai basis sumber daya untuk penghidupannya.

Inovasi produk ditujukan untuk penciptaan atau modifikasi barang


atau jasa untuk meningkatkan kualitas, citra, fungsi dan sebagainya dari
barang atau jasa tersebut.

Produk Inovasi : Pengelolaan layanan Online data kepegawaian


berbasis WEB,
Jenis Inovasi : Teknologi,
Unit Pelaksana : Biro Kepegawaian dan Organisasi BPKP
SISPEDAP merupakan sebuah sistem pengelolaan data pegawai
berbasis web (Online) sehingga dapat terhubung langsung dengan pegawai

111
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

dan unit kerja di seluruh Indonesia di manapun dan kapan pun sepanjang
terhubung dengan internet. Permasalahan dalam pengelolaan data pegawai
dengan jumlah pegawai yang cukup besar dan tersebar di seluruh wilayah
Indonesia memunculkan dorongan untuk menciptakan sistem pengelolaan
kepegawaian. Sistem ini tidak serta merta dapat diterima langsung oleh
seluruh instansi pemerintah, mengingat hampir seluruh instansi pemerintah
menciptakan sistem kepegawaiannya sendiri. Pegawai dan unit kerja dapat
mengakses dan memutakhirkan data pegawai secara langsung (real time)
dan setiap saat

Inovasi kebijakan berbasis teknologi ditujukan untuk penciptaan atau


penggunaan dari teknologi baru yang lebh efektif dan mampu memecahkan
masalah.
Dalam pembauran frasa inovasi dengan kebijakan, dikenal tiga jenis
interaksi inovasi dengan kebijakan, yaitu:
1. Policy innovation: new policy direction and initiatives (inovasi kebijakan)
Inovasi kebijakan yang dimaksud adalah adanya inisiatif dan arah
kebijakan baru. Ini berarti bahwa setiap kebijakan (publik) yang
dikeluarkan pada prinsipnya harus memuat sesuatu yang baru. Secara
khusus inovasi kebijakan menurut Walker (Tyran & Sausgruber, 2003),
“policy innovation is a policy which is new to the states adopting it, no
matter how old the program may be or how many other states may have
adopted it”. Jadi yang dimaksud dengan inovasikebijakan menurut Walker
adalah sebuah kebijakan yang baru bagi negara yang mengadopsinya,
tanpa melihat seberapa usang programnya atau seberapa banyak negara
lain yang telah mengadopsi sebelumnya.
2. Innovations in the policy-making process (inovasi dalam proses pembuatan
kebijakan) Pada peranan ini, maka fokusnya adalah pada inovasi
yang mempengaruhi proses pembuatan atau perumusan kebijakan.
Sebagai contoh adalah, proses perumusan kebijakan selama ini belum
memfasilitasi peran serta warga masyarakat atau stakeholder terkait.
Padahal UU SPPN mensyaratkan adanya partisipasi warga. Oleh karena
itu inovasi yang muncul adalah bagaimana mengintegrasikan mekanisme
partisipasi warga dalam proses perumusan kebijakan.
3. Policy to foster innovation and its diffusion Kebijakan yang dimaksud
adalah kebijakan yang khusus diciptakan untuk mendorong dan
mengembangkan, dan menyebarkan inovasi di berbagai sektor.

112
BAB IV
INOVASI PELAYANAN PUBLIK :
DALAM KERANGKA REFORMASI BIROKRASI

Berkenaan dengan itu Berry & Berry menjelaskan bahwa penyebaran


inovasi kebijakan terjadi dengan merujuk pada dua determinan penting, yaitu
internal determinant, dan regional difusion. Yang dimaksud dengan internal
determinant atau penentu internal adalah karakteristik sosial, ekonomi, dan
politik sebuah negara menentukan keinovativan sebuah negara. Sedangkan
regional diffusion atau difusi regional adalah kemungkinan sebuah negara
mengadopsi kebijakan tertentu lebih tinggi jika negara-negara tetangganya
telah mengadopsi kebijakan tersebut.
Sebuah contoh ilustrasi dari internal determinants yang menyebabkan
terjadinya inovasi kebijakan adalah perubahan sosial ekonomi dalam negeri,
demonstrasi publik, instabilitas politik yang memaksa terjadi perubahan
kebijakan mendasar yang berkenaan dengan kepentingan publik. Regional
diffusion terjadi ketika negara tetangga atau negara lain menerapkan
kebijakan tertentu yang ditiru oleh kita. Misalnya dalam hal kebijakan di
bidang lalu lintas, di Malaysia diberlakukan kewajiban menyalakan lampu
bagi pengendara sepeda motor untuk menekan angka kecelakaan. Kebijakan
ini kemudian ditiru oleh Indonesia, terutama di beberapa kota besar, dengan
hasil yang diharapkan dapat menekan angka kecelakaan lalu lintas.
Sektor publik adalah sektor yang bercirikan nonkomersial, bero­
rientasi pada kepentingan umum, berlandaskan pada legitimasi kekuasaan,
dan adanya interaksi akuntabilitas dan transparansi antara warga negara
(rakyat) sebagai pemberi mandat dengan negara atau pemerintah sebagai
eksekutor kebijakan publik. Di sisi lain, sektor publik dengan segala
kekakuannya juga mengalami gelombang tuntutan perubahan, untuk lebih
fleksibel, lebih mampu menjawab tantangan, perubahan dan dinamika yang
terjadi di tengah-tangah masyarakat. Meningkatnya kesadaran warga negara
akan haknya, dan juga tingkat pendidikan, literasi, kesehatan, kesejahteraan
serta aspek sosial ekonomi lainnya telah memaksa sektor publik untuk
mengimbanginya dengan kebijakan serta kualitas pelayanan yang setara
dengan kapasitas warga negaranya.
Kebijakan publik sebagai instrumen yang mensinergikan peran
pemerintah dan publik belum berjalan secara optimal. Terjadinya fenomena
beberapa kebijakan yang dibatalkan atau direvisi oleh Pemerintah
merupakan indikasi masih adanya tumpang tindih kebijakan dan rendahnya
kemampuan berinovasi (ability to innovate) dan kemauan berinovasi
(willingnes to inovate) pejabat publik.
Sebagai sebuah pilihan rasional, inovasi seakan sudah menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dan menjadi tuntutan organisasi publik baik di

113
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Pemerintah Pusat maupun daerah. Hal tersebut seiring dengan berbagai


perubahan dan dinamika tuntutan masyarakat. Inovasi diharapkan dapat
menjadi strategi dalam meningkatkan daya ungkit kinerja organisasi baik
dalam memproduksi produk maupun jasa.
Dalam Undang-Undang No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
disebutkan bahwa negara berkewajiban memenuhi setiap kebutuhan warga
negara melalui suatu sistem pemerintahan yang mendukung terciptanya
penyelenggaraan pelayanan publik yang prima untuk memenuhi kebutuhan
dasar dan hak sipil bagi setiap warga negara atas barang publik, jasa publik,
dan pelayan administrasi. Dengan demikian, sudah jelas dan tegas bahwa
aparat pemerintah harus berkomitmen tinggi dalam melayani masyarakat.
Lembaga pelayanan publik harus hadir dan dekat dengan warga masyarakat.
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
telah memaparkan ruang lingkup pelayanan publik yang dapat digolongkan
ke dalam dua bentuk, yaitu:
1. Pelayanan Barang dan Jasa Publik. Pelayanan pengadaan dan penyaluran
barang dan jasa publik bisa dikatakan mendominasi seluruh pelayanan
yang disediakan pemerintah kepada masyarakat. Pelayanan publik
kategori ini bisa dilakukan oleh instansi pemerintah yang sebagian atau
seluruh dananya merupakan kekayaan negara yang tidak bisa dipisahkan
atau bisa diselenggarakan oleh badan usaha milik pemerintah yang
sebagian atau seluruh dananya berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan (Badan Usaha Milik Negara/BUMN).
2. Pelayanan Administratif Pelayanan Publik. Dalam kategori ini meliputi
tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara
dan diatur dalam perundang-undangan dalam rangka mewujudkan
perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, dan harta benda juga
kegiatan administratif yang dilakukan oleh instansi nonpemerintah yang
diwajibkan oleh negara dan diatur dalam perundang-undangan serta
diterapkan berdasarkan perjanjian dengan penerima pelayanan.
Di Indonesia penerapan regulasi tentang inovasi terdapat dalam
­Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Dise-
butkan inovasi daerah diperlukan dalam rangka peningkatan kinerja penye-
lenggaraan Pemerintahan Daerah, Pemerintah Daerah dapat melakukan
­inovasi. Inovasi adalah semua bentuk pembaharuan dalam penyeleng-
garaan Pemerintahan Daerah. Inisiatif inovasi dapat berasal dari kepala
­daerah, anggota DPRD, aparatur sipil negara, Perangkat Daerah, dan anggota
­masyarakat.

114
BAB IV
INOVASI PELAYANAN PUBLIK :
DALAM KERANGKA REFORMASI BIROKRASI

Tri Widodo Utomo (2016) mengatakan meskipun inovasi di Indonesia


sudah berkembang pesat akan tetapi masih dilakukan secara relatif parsial,
piecemeal dan stagnan. Parsial karena biasanya sebuah inovasi tidak
otomatis terkoneksi dengan inovasi lain. Tidak terkoneksi dengan peta jalan
(road map) organisasi, serta tidak memiliki visi jangka panjang. Sementara
itu, sifat ‘piecemeal’ (satu per satu) inovasi mereka karena kurang memberi
efek besar dan kolektif.
Jika kita berbicara mengenai inovasi, pertanyaan mendasar yang sangat
penting untuk direnungkan adalah mengapa berinovasi? Alasan bagi sektor
publik untuk berinovasi lebih karena tuntutan akuntabilitas, transparansi
dan berbagai prinsip good governance yang menggiring organisasi publik
yang berkinerja lebih tinggi. Dalam konteks pembangunan nasional, inovasi
di sektor publik menjadi mutlak karena negara kita memerlukan percepatan
atau akselerasi dalam memajukan perekonomian dan kesejahteraan
masyarakat.
Inovasi seharusnya menjadi inti dari seluruh aktivitas di sektor
publik. Inovasi dapat membantu meningkatkan kinerja pelayanan dan
nilai-nilai publik. Inovasi berarti meningkatkan daya tanggap terhadap
harapan warga dan kebutuhan para pengguna layanan. Juga inovasi dapat
menumbuhkan efisiensi dan mengurangi biaya. Mulgan dan Albury (2003)
juga menyebutkan beberapa alasan mengapa sektor publik harus melakukan
inovasi. Beberapa alasan tersebut meliputi: (1) inovasi dilakukan untuk
merespon secara lebih efektif perubahan dalam kebutuhan dan ekspektasi
publik yang terus meningkat; (2) untuk memasukkan unsur biaya dan untuk
meningkatkan efisiensi; (3) untuk memperbaiki penyelenggaraan pelayanan
publik, termasuk dibagianbagian di masa lalu hanya mengalami sedikit
kemajuan; (4) untuk mengkapitalisasikan penggunaan ICT secara penuh,
karena hal ini telah terbukti meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam
penyelenggaraan pelayanan.
Borins (2001) mengemukakan bahwa pengembangan inovasi di sektor
organisasi dan manajemen publik secara global didorong oleh beberapa
kondisi. Beberapa kondisi yang dimaksud terangkum dalam lima kelompok
antara lain; (1) tuntutan political system meliputi hak melalui amanat
pemilihan (election), legislasi, dan tekanan dari para politisi; (2) munculnya
new leadership yakni pemimpin yang membawa ide-ide dan konsep-konep
baru, bisa berasal dari eksternal atau internal organisasi tersebut; (3)
adanya krisis yang didefinisikan sebagai kegagalan mengantisipasi masalah
publik yang terjadi saat ini dan yang mungkin terjadi di masa yang datang;

115
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

(4) internal problems yakni kegagalan merespon perubahan lingkungan,


ketidakmampuan menuangkan permintaan publik ke dalam suatu program,
kendala Sumber daya, dan kegagalan dalam mengkoordinasikan berbagai
kebijakan; dan (5) munculnya new opportunities, seperti terciptanya berbagai
jenis teknologi baru yang mempengaruhi pola hidup masyarakat.

Pelayanan Publik
Secara sederhana, istilah service bisa di artikan sebagai “melakukan
sesuatu bagi orang lain”. Akan tetapi ada 3 (tiga) kata yang bisa mengacu
pada istilah tersebut, yakni jasa, layanan dan service. Sebagai jasa, service
umumnya mencerminkan produk tidak berwujud fisik (intangible) atau
sektor industri spesifik. Sedangkan sebagai pelayanan, service menyiratkan
segala sesuatu yang dilakukan oleh pihak tertentu (individu maupun
kelompok) kepada pihak lain (individu maupun kelompok lain) (Tjiptono,
2012).
Pelayanan pada dasarnya dapat didefinisikan sebagai aktivitas
seseorang, sekelompok dan atau organisasi baik langsung maupun tidak
langsung untuk memenuhi kebutuhan (Pasolong, 2007). Sinambela (2006)
mengatakan tentang pelayanan publik sebagai setiap kegiatan yang
dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap
kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan
menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk
secara fisik. Kurniawan (2005) mengatakan tentang pelayanan publik adalah
pemberian pelayanan (melayani) keperluan orang lain atau masyarakat yang
mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok
dan tata cara yang telah ditetapkan.
New Public Management (NPM) pada awalnya merupakan gerakan
yang bertujuan untuk melakukan transformasi terhadap praktik Old Public
Management (OPM). Inefisiensi birokrasi adalah alasan utama munculnya
gerakan NPM, caranya dengan mengadopsi nilai-nilai yang selama ini
berkembang di sektor swasta. Penerapan NPM di beberapa negara
memberikan dampak yang positif, namun seiring dengan perkembangannya
NPM memperoleh kritik dari berbagai pihak. Poin utama yang dikritik adalah
pelayanan publik yang mengutamakan pemenuhan kepentingan pelanggan
(costumer) sebagai individu untuk dilayani dengan baik sesuai hukum
pasar. Dengan demikian, nilai-nilai seperti kepentingan publik, demokrasi,
persamaan, dan keadilan sosial dalam penyelenggaraan layanan cenderung
terabaikan.

116
BAB IV
INOVASI PELAYANAN PUBLIK :
DALAM KERANGKA REFORMASI BIROKRASI

NPM telah berhasil memperbaiki praktik pelayanan dengan


mengambangkan berbagai standar untuk melayani costumer yang
mengaksesnya. Bagaimana dengan warga yang memiliki keterbatasan
sosial dan ekonomi? Apakah ada jaminan pemerintah dan mitranya akan
memperhatikan ­kebutuhan mereka? Kritik terhadap NPM yang kemudian
dikenal dengan NPS ini berupaya mempertegas kembali bahwa hubungan
antara pemerintah ­dengan warga negara tidak seperti hubungan antara
penjual dan pembeli dipasar, tetapi mereka adalah para pihak yang
berkomitmen untuk ­bersama-sama membangun negara. Pemerintah harus
menjamin bahwa semua warga ­negara dimanapaun berada dan dengan
kondisi sosial ekonomi s­eperti apapun dapat mengakses layanan publik
secara sama.

Pola Pelayanan Publik


Pola pelayan publik dapat dibedakan dalam 5 (lima) macam seperti
yang telah dijelaskan dalam bukunya Ratminto & Winarsih (2005), yaitu:
1. Pola pelayanan teknik fungsional yaitu pola pelayanan masyarakat yang
diberikan oleh satu instansi pemerintah sesuai dengan tugas, fungsi, dan
kewenangannya.
2. Pola pelayanan satu pintu yaitu pola pelayanan terpadu satu pintu
diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan
yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu.
3. Pola pelayanan satu atap yang diselenggarakan dalam satu tempat yang
meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan
proses dan dilayani melalui beberapa pintu.
4. Pola pelayanan terpusat yang merupakan pola pelayanan masyarakat
yang dilakukan oleh satu instansi pemerintah yang bertindak selaku
koordinator terhadap pelayanan instansi pemerintah lainnya yang
terkait dengan bidang pelayanan masyarakat yang bersangkutan.
5. Pola pelayanan elektronik adalah pola pelayanan yang menggunakan
teknologi informasi dan komunikasi yang merupakan otomasi dan
otomatisasi pemberian layanan dan bersifat Online sehingga dapat
menyesuaikan diri dengan keinginan dan kapasitas pelanggan

117
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Komponen-Komponen Penyelenggaraan Pelayanan


Publik
Standard pelayanan publik dari sebuah unit pelayanan publik harus
mencantumkan komponen-komponen dasar dalam pelayanan agar setiap
masyarakat paham dan mengerti terkait hak mereka yang didapatkan
saat mendapatkan pelayanan. Dalam pelaksanaannya standard pelayanan
publik menjadi sebuah acuan bagi para pelaksana pelayanan publik sebagai
standard dalam melaksanakan pelayanan (Mukarom & Laksana, 2015).
Jones (1996) menjelaskan bahwa komponen dalam standard pelayanan
publik sekurang-kurangnya memiliki unsur sebagai berikut:
1) Dasar Hukum, adalah peraturan perundang-undangan yang menjadi
dasar penyelenggaraan pelayanan.
2) Persyaratan, adalah syarat (dokumen atau hal lain) yang harus dipenuhi
dalam pengurursan suatu jenis pelayanan, baik persyaratan teknis
maupun administratif.
3) Sistem, mekanisme, dan prosedur adalah tata cara pelayanan yang
dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan, termasuk pengaduan.
4) Jangka waktu penyelesaian, adalah jangka waktu yang diberlalukan
untuk menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis
pelayanan.
5) Biaya/tarif, adalah ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan
dalam mengurus dan/atau memperoleh pelayanan dari penyelenggara
yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara
penyelenggara dan masyarakat.
6) Produk pelayanan, adalah hasil pelayanan yang diberikan dan diterima
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
7) Sarana, prasarana, dan/atau fasilitas, adalah peralatan dan fasilitas yang
diperlukan dalam penyelenggaraanpelayanan, termasuk peralatan dan
fasilitas pelayanan bagi kelompok rentan.
8) Kompetensi pelaksana, adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh
pelaksana meliputi pengetahuan, keahlian, keterampilan dan pengala-
man.
9) Pengawasan internal, adalah sistem pengendalian internal dan
pengawasan langsung yang dilakukan oleh pimpinan satuan kerja atau
atasan langsung pelaksana.
10) Penanganan pengaduan, saran, dan masukan, adalah tata cara
pelaksanaan penanganan pengaduan dan tindak lanjut.

118
BAB IV
INOVASI PELAYANAN PUBLIK :
DALAM KERANGKA REFORMASI BIROKRASI

11) Jumlah pelaksana, adalah tersedianya pelaksana sesuai dengan beban


kerja. Informasi mengenai komposisi atau jumlah petugas yang
melaksanakan tugas sesuai pembagian dan uraian tugas.
12) Jaminan pelayanan, adalah memberikan kepastian pelayanan dilak-
sanakan sesuai dengan standard pelayanan.
13) Jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan, adalah dalam bentuk
komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, resiko, dan
keraguraguan.
14) Evaluasi kinerja pelaksanan, adalah penilaian untuk mengetahui
seberapa jauh pelaksanaan kegiatan sesuai dengan standard pelayanan.
Beberapa hal diatas merupakan standar pelayanan publik yang harus
dipenuhi oleh penyedia pelayanan dan dalam hal ini adalah Pemerintah.
Setelah unsur pelayanan publik tersebut terpenuhi, selanjutnya penyedia
pelayanan harus mempublikasikan kepada masyarakat agar mereka mengerti
dan paham terkait hak dan kewajiban yang diterima saat mendapatkan
pelayanan publik. Dengan dipublikasikan terkait standar pelayanan yang
ada, masyarakat juga bisa menilai baik atau buruknya pelayanan yang
diberikan. Apabila pelayanan yang didapatkan tidak sesuai dengan standar
pelayanan yang ada, maka masyarakat berhak untuk protes atau melaporkan
unit pelayanan publik yang bersangkutan kepada pengawas atau layanan
pengaduan yang ada.

Inovasi Dalam Perspektif Administrasi Publik


Sangkala (2013) menyatakan Inovasi dalam manajemen sektor publik
juga dapat didefenisikan sebagai pengembangan desain kebijakan baru dan
standar operasi baru yang dihasilkan oleh organisasi yang ditujukan kepada
masalah kebijakan publik sebuah inovasi dalam administrasi publik adalah
efektivitas, kreativitas, dan Jawaban unik terhadap masalah baru atau Jawaban
baru terhadap masalah lama. Sebuah inovasi tidaklah harus merupakan
solusi yang sempurna atau berupa penyelesaian akhir, tetapi suatu solusi
terbuka yang dapat di transformasi oleh mereka yang mengadopsi. Bartos
(Dalam Sangkala 2013) mendefinisikan inovasi yang tepat bagi sektor publik
yaitu “suatu perubahan dalam kebijakan atau praktek manajemen yang
mengarah kepada perbaikan terbaru dalam level layanan atau kuantitas
atau kualitas output oleh suatu organisasi” Menurut Yogi dalam LAN (2007),
ditinjau secara lebih khusus, pengertian inovasi dalam pelayanan publik bisa
diartikan sebagai prestasi dalam meraih, meningkatkan dan memperbaiki
efektivitas, efisiensi dan akuntabilitas pelayanan publik yang dihasilkan

119
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

oleh inisiatif pendekatan, metodologi dan/atau alat baru dalam pelayanan


masyarakat. Dengan pengertian ini, inovasi pelayanan publik tidak harus
diartikan sebagai upaya menyimpang dari prosedur, melainkan sebagai
upaya dalam mengisi menafsirkan dan menyesuaikan aturan mengikuti
keadaan setempat.
Inovasi diartikan sebagai “new ideas that work” (Albury & Mulgan,
2003). Lebih lanjut dijelaskan bahwa kesuksesan inovasi adalah penciptaan
dan implementasi dari proses baru, produk, layanan, dan metode
penyampaian yang menghasilkan peningkatan efisiensi, efektifitas, dan
kualitas yang signifikan (Albury & Mulgan, 2003). Albury mengklasifikasikan
jenis inovasi menjadi inovasi incremental, radikal, dan sistemik.
“An innovation is an idea, practice, or object that is perceived as new by
an individual or other unit of adoption “ (Rogers, 1995). Rogers menjelaskan
bahwa ide, praktek, maupun objek (berupa produk atau jasa) yang dapat
diterima oleh unit adopsi lain sebagai sesuatu yang bersifat baru disebut
sebagai inovasi. Selanjutnya, Rogers menjelaskan bahwa jika sebuah ide
terlihat baru bagi seseorang hal itu disebut dengan inovasi. Kemudian Rogers
menambahkan bahwa aspek kebaruan dalam inovasi dapat dinyatakan
dalam bentuk pengetahuan, persuasi dan keputusan yang harus dijalankan.
Inovasi pelayanan publik diadopsi tidak hanya sebagai langkah untuk
menghadapi perubahan lingkungan organisasi, melainkan juga untuk
mereduksi label “negatif” yang disematkan kepada birokrasi. Salah satu
tujuan dari inovasi pelayanan publik adalah peningkatan kualitas pelayanan
publik. Pemerintah telah menerapkan program one agency one innovation
sejak tahun 2014 sebagai pemicu bagi setiap Lembaga pada Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah agar mampu memproduksi inovasi di lingkungan
institusi masing-masing. Meskipun ribuan inovasi telah terdaftar dalam
Sistem Inovasi Pelayanan Publik (Sinovik), tetapi masih ada kecenderungan
bahwa jumlah tersebut belum sepenuhnya efektif meningkatkan kualitas
pelayanan publik.
Menurut UNDESA (2006) inovasi dalam kajian administrasi publik
dapat dibedakan dalam beberapa tipe atau jenis, yang meliputi:
1. Institutional innovation, yaitu inovasi kelembagaan yang fokus pada
pembaruan lembaga-lembaga yang sudah dibangun atau menciptakan
lembaga-lembaga yang benarbenar baru (focus on the renewal of
established institutions and/or the creation of new institutions);

120
BAB IV
INOVASI PELAYANAN PUBLIK :
DALAM KERANGKA REFORMASI BIROKRASI

2. Organizational innovation, yakni inovasi organisasi berkaitan dengan


memperkernalkan prosedur atau teknik-teknik manajemen yang baru
dalam Administrasi Publik (the introduction of new working procedures
or management techniques in public administration);
3. Process innovation, yaitu inovasi proses di mana fokus pada peningkatan
kualitas penyediaan pelayanan publik (focuses on the improvement of the
quality of public service delivery); dan
4. Conceptual innovation, yaitu inovasi konseptual yang diarahkan pada
pengenalan bentuk-bentuk baru pemerintahan (the introduction of
new forms of governance) misalnya interactive policy-making, engaged
governance, people’s budget reforms, horizontal networks.

Strategi Inovasi dalam Pemerintahan


Strategi inovasi dalam pemerintahan juga dijelaskan dalam buku
Innovative Government oleh Sangkala (2013) yaitu:
1. Layanan terintegrasi, dimana sektor publik menawarkan peningkatan
sejumlah layanan, warga memiliki harapan yang tidak sederhana dimana
warga meminta layanan yang disediakan disertai dengan kenyamanan.
2. Desentralisasi, pemberian dan monitoring layanan lebih dekat dengan
masyarakat dan biasanya membentuk kepastian tehadap tingkat
permintaan yang tinggi sehingga meningkatkan kepuasan masyarakat
atau pelaku bisnis.
3. Pemanfaatan kerja sama, bermakna sebagai pemerintahan yang inovatif
untuk memenuhi peningkatan pemenuhan agar lebih efisien dalam
pemberian layanan publik, lebih kolaboratif antar organisasi dan juga
terjadi kerjasama antara publik dan swasta.
4. Pelibatan warga Negara, Kewenangan pemerintah yang Inovatif harus
merealisasikan peran-peran pentingnya dengan mendorong peran warga
untuk berpartisipasi dalam mendorong perubahan.

Tipologi Inovasi Sektor Publik


Hal lain yang dapat kita elaborasi lebih lanjut adalah mengenai tipologi
inovasi sektor publik. Setidaknya terdapat 6 buah tipologi inovasi sektor
publik (Halvorsen, Hauknes, Miles, & Roste, 2005), yaitu:
1. Penciptaan pelayanan yang baru atau pengembangan sebuah pelayanan.
Misalnya pengembangan layanan kesehatan reproduksi remaja di
Puskesmas.

121
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

2. Inovasi proses yang menekankan pada perubahan cara dalam


menghasilkan sebuah pelayanan atau produk tertentu. Misalnya
menggunakan mesin yang mencetak nomor antrian bagi pasien yang
hendak mengambil obat di apotik.
3. Inovasi administratif yang memfokuskan pada perubahan kebijakan.
Misalnya merubah kebijakan agar lebih berorientasi pada pertumbuhan
investasi melalui tax holiday.
4. Inovasi sistem yaitu perubahan pada struktur organisasi atau merubah
cara kerja sama dan interaksi di dalam organisasi. Misalnya meramping-
kan struktur organisasi atau pimpinan organisasi mendelegasikan ke-
wenangan kepada unit tertentu di dalam organisasi.
5. Inovasi konseptual yakni perubahan pada cara pandang dari aktor yang
terlibat sehingga lebih komprehensif dalam menyelesaikan masalah.
Misalnya penataan pemukiman kumuh yang tidak saja memperhatikan
aspek peningkatan kualitas kesehatan, tetapi juga pemberdayaan
ekonomi bagi warganya.
6. Perubahan radikal pada rasionalitas yaitu merubah cara pandang dari
pemberi pelayanan. Misalnya dengan memberi penyadaran kepada
aparatur pemerintah bahwa mereka hidup dari gaji yang bersumber
pada pajak yang dibayarkan warga negara sehingga mereka diharuskan
memberikan pelayanan yang terbaik.
Osborne dan Gaebler (1992) seperti yang dikutip oleh Prawira (2014)
mengajukan beberapa prinsip dan ciri utama dari NPM dan perlunya model
baru administrasi pelayanan publik yang berdasarkan pada:
1. Adanya mekanisme kompetisi dalam pemberian pelayanan publik.
2. Adanya pemberdayaan rakyat melalui penguatan kontrol masyarakat
terhadap birokrasi.
3. Adanya pengukuran kinerja terhadap lembaga dengan fokus bukan pada
sisi input tetapi lebih pada sisi outcomes
4. Lebih banyak digerakkan oleh tujuan yang menjadi misinya, dan bukan
oleh peraturan.
5. Perlunya mengartikan ulang kelompok sasarannya lebih sabagai
konsumen dan menciptakan adanya aneka pilihan bagi mereka dalam
mendapatakan pelayanan publik yang dibutuhkan.
6. Lebih menekankan pada upaya mencegah terjadinya sebuah masalah,
dari pada sekedar memberi layanan setelah masalah itu terjadi.

122
BAB IV
INOVASI PELAYANAN PUBLIK :
DALAM KERANGKA REFORMASI BIROKRASI

7. Mendayagunakan sumber daya yang dimiliki, kearah untuk mampu


berfungsi menjadi sumber pendapatan baru, dari pada sekedar
membelanjakannya.
8. Banyak mengembangkan mekanisme desentralisasi termasuk mana­
jemen partisipatori.
9. Lebih menekankan pada menggunakan mekanisme pasar dari pada
mekanisme birokrasi.
10. Lebih berfokus bukan semata-mata pada pelayanan publik yang diberi-
kan, tetapi lebih pada memfasilitasi semua sektor, baik itu sektor publik,
swasta dan masyarakat menuju kearah adanya tindakan bersama untuk
memecahkan aneka problem masyarakat

Ciri dan Jenis-jenis Inovasi dalam Sektor Publik


Menurut Stephen Robbins Inovasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Memiliki kekhasan, yaitu inovasi memiliki ciri khas dalam arti ide,
program tatanan, sistem, termasuk hasil yang diinginkan.
2. Memiliki ciri atau unsur kebaruan.
3. Program inovasi dilakukan melalui program yang terencana sesuai
proses yang tidak tergesa-gesa.
4. Inovasi yang dilakukan harus memiliki tujuan yang jelas dan memiliki
arah yang ingin dicapai.
Jenis inovasi di sektor publik dapat juga dilihat menurut Halvorsen
(Yogi Suwarno, 2011), yang membagi tipologi inovasi di sektor publik seperti
berikut ini:
1. A new or improved service (pelayanan baru atau pelayanan yang
diperbaiki), misalnya pelayanan kesehatan di rumah.
2. Process innovation (inovasi proses), misalnya perubahan dalam proses
penyediaan pelayanan atau produk.
3. Administrative innovation (inovasi bersifat administratif), misalnya
penggunaan instrumen kebijakan baru sebagai hasil dari perubahan
kebijakan.
4. System innovation (inovasi sistem), adalah sistem baru atau perubahan
mendasar dari sistem yang ada dengan mendirikan organisasi baru atau
bentuk baru kerjasama dan interaksi.

123
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

5. Conceptual innovation (inovasi konseptual), adalah perubahan dalam


outlook, seperti misalnya manajemen air terpadu atau mobility leasing.
6. Radical change of rationality (perubahan radikal), yang dimaksud adalah
pergeseran pandangan umum atau mental matriks dari pegawai instansi
pemerintah
Lebih lanjut Halvorsen (Yogi Suwarno, 2011), menjelaskan pula bahwa
inovasi itu sendiri dapat dikategorikan menjadi seperti berikut ini:
1. Incremental innovations and radical innovations. Inovasi ini berhubungan
dengan tingkat keaslian (novelty) dari inovasi itu sendiri. Khususnya
di sektor industri, kebanyakan inovasi bersifat perbaikan secara
inkremental
2. Top-down innovations and bottom-up innovations. Ini untuk menjelaskan
siapa yang memimpin proses perubahan perilaku. Makan top-down
berarti manajemen atau organisasi atau hirarkhi yang lebih tinggi,
sedangkan bottom-up merujuk pada pekerja atau pegawai pemerintah
dan pengambil keputusan pada tingkat unit (mid-level policy makers).
3. Needs-led innovations and efficiency-led innovation. Proses inovasi
yang diinisiasi telah menyelesaikan permasalahan dalam rangka untuk
meningkatkan efisiensi pelayanan, produk dan prosedur.
Mulgan dan Albury (2003), menyatakan bahwa inovasi yang sukses
adalah merupakan kreasi dan implementasi dari proses, produk, layanan,
dan metode pelayanan baru yang merupakan hasil pengembangan nyata
dalam efisiensi, efektivitas atau kualitas hasil. Oleh karena itu inovasi telah
berkembang jauh dari pemahaman awal yang hanya mencakup inovasi dalam
produk (products & services) dan proses semata. Inovasi produk atau layanan
berasal dari perubahan bentuk dan desain produk atau layanan, sementara
inovasi proses berasal dari gerakan pembaruan kualitas yang berkelanjutan
dan mengacu pada kombinasi perubahan organisasi, prosedur, dan kebijakan
yang dibutuhkan untuk berinovasi.
Faktor Penghambat Inovasi tidak terjadi secara mulus atau tanpa
resistensi. Banyak dari kasus inovasi diantaranya justru terkendala oleh
berbagai faktor. Dalam hal ini, Geoff Mulgan dan David Albury (2003)
mengemukakan adanya delapan penghambat untuk tumbuhnya inovasi
sebagai berikut:
1. Keengganan menutup program yang gagal (Reluctance to close down
failing program or organization). Sebuah program atau bahkan unit
organisasi yang sudah jelas menunjukkan kegagalan akan lebih

124
BAB IV
INOVASI PELAYANAN PUBLIK :
DALAM KERANGKA REFORMASI BIROKRASI

baik ditutup dan diganti dengan program atau unit baru yang lebih
menjanjikan. Kegagalan memang hal yang lumrah dalam berinovasi,
namun keengganan menghentikan kegagalan sama artinya dengan
menutup peluang meraih perubahan yang lebih baik.
2. Ketergantungan berlebihan pada high performer (Over-reliance on
high performers as source of innovation). Ketergantungan terhadap
figur tertentu yang memiliki kinerja tingi, sehingga kecenderungan
kebanyakan pegawai di sektor publik hanya menjadi follower. Ketika
figur tersebut hilang, maka yang terjadi adalah stagnasi dan kemacetan
kerja.
3. Teknologi ada, tetapi terhambat budaya dan penataan organisasi
(Technologies available but constraining cultural or organizational
arrangement). Seringkali inovasi gagal bukan karena tidak adanya
dukungan teknologi, namun lebih karena tradisi atau kebijakan organisasi
yang tidak proinovasi.
4. Tidak ada penghargaan atau insentif (No rewards or incentives to
innovate or adopt innovations). Kemampuan berinovasi tidak dapat
dianggap sebagai sebuah hal yang biasa-biasa saja atau kinerja normal,
namun harus dipandang sebagai sesuatu yang istimewa sehingga layak
diberikan penghargaan.
5. Ketidakmampuan menghadapi resiko dan perubahan (Poor skills in
active risk or change management). Bagaimanapun, aspek keterampilan
memegang perang penting untuk keberhasilan inovasi. Sebesar apapun
motivasi pegawai dan lingkungan yang kondusif namun tidak ditunjang
oleh keterampilan yang memadai, maka tetap saja inovasi akan berhenti
sebagai wacana.
6. Anggaran jangka pendek dan perencanaan (Short-term budget and
planning horizons). Pengembangan inovasi baik dalam skala orga­
nisasional maupun nasional haruslah direncanakan dengan baik
bukan hanya dalam perspektif tahunan, namun juga perspektif jangka
menengah dan panjang.
7. Tekanan dan Hambatan Administratif (Delivery pressures and adminis-
trative burdens). Relasi antara negara dengan masyarakat atau antara
pimpinan dengan pegawainya sering didasarkan pada basis ketidak-
percayaan (distrust). Akibatnya, untuk sebuah urusan kecil saja (misal-
nya pelayanan perijinan) harus menyertakan persyaratan yang banyak,
prosedur yang panjang, dan melibatkan aktor yang berlapis. Hal seper-
ti ini menimbulkan tekanan bagi siapa saja yang berkepentingan dan
menghilangkan hasrat untuk berinovasi.

125
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

8. Budaya Risk Aversion (Culture of risk aversion) Resiko dipandang sebagai


sesuatu yang harus dihindari bahkan dijauhi, bukan sesuatu yang justru
memberi tantangan baru yang lebih berenergi sehingga harus dihadapi.

Best Practice
Best practice diartikan sebagai sebuah ide atau cara yang dianggap
berhasil dan memiliki tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi. Best
practice merupakan praktek terbaik yang dilakukan oleh sebuah otoritas
yang biasanya ada di dalam pemerintahan atau manajemen, tergantung
keadaannya. Best practice juga menjadi suatu contoh untuk dapat dipraktekan
di tempat lain. Penilaian UN Habitat tentang best practice yang dikutip dari
Sangkala (2013) juga mendefinisikan best practice dalam konteks Lingkungan
Perkotaan sebagai inisiatif yang telah menghasilkan kontribusi menonjol
(outstanding contributions) dalam meningkatkan kualitas kehidupan baik di
kota-kota maupun masyarakat umum lainnya. UN juga memberikan definisi
yang dapat digambarkan secara umum melalui beberapa poin, antara lain:
1. Memiliki dampak yang dapat ditujukan dan didemonstrasikan dalam
meningkatkan kualitas hidup masyarakat;
2. Merupakan hasil dari kerja sama yang efektif antara sektor publik, sektor
swasta dan masyarakat madani; serta
3. Berkelanjutan secara sosial, budaya, ekonomi dan lingkungan.
Kriteria Best Practice UN yang dapat menjadi alat ukur penerapan
program best practice, kriteria-kriteria tersebut antara lain (Sangkala, 2013):
1. Dampak (impact), sebuah best practices harus menunjukkan sebuah
dampak positif dan dapat dilihat (tangible) dalam meningkatkan
kondisi kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan tidak
beruntung.
2. Kemitraan (partnership), sebuah best practices harus didasarkan
pada sebuah kemitraan antara aktor-aktor yang terlibat. Setidaknya
melibatkan dua pihak.
3. Keberlanjutan (sustainability), sebuah best practices harus membawa
perubahan dasar dalam wilayah permasalahan berikut seperti Legislasi,
kerangka pengaturan oleh hukum atau standar formal yang menghargai
isu-isu dan masalah yang dihadapi, Kebijakan sosial dan atau strategi
sektoral di daerah yang memiliki potensial bagi adanya replikasi dimana
pun, Kerangka institusional dan proses pembuatan kebijakan yang
memiliki kejelasan peran dan tangung Jawab bagi beragam tingkatan

126
BAB IV
INOVASI PELAYANAN PUBLIK :
DALAM KERANGKA REFORMASI BIROKRASI

dan kelompok aktor seperti pemerintah pusat dan daerah, LSM dan
organisasi masyarakat, Efisien, transparan, dan sistem manajemen yang
akuntabel yang dapat membuat lebih efektif penggunaan sumber daya
manusia, teknik dan keuangan.
4. Kepemimpinan dan pemberdayaan masyarakat (leadership and
community empowerment). Kepemimpinan yang menginspirasikan
bagi adanya tindakan dan perubahan, termasuk didalamnya perubahan
dalam kebijakan publik, Pemberdayaan masyarakat, rukun tetangga dan
komunitas lainnya serta penyatuan terhadap kontribusi yang dilakukan
oleh masyarakat. Penerimaan yang bertanggung Jawab terhadap
perbedaan sosial dan budaya, serta kemungkinan bagi adanya transfer
(transferability) pengembangan lebih lanjut dan replikasi.
5. Kesetaraan gender dan pengecualian sosial (gender equality & social
inclusion). Inisiatif haruslah dapat diterima dan merupakan respon
terhadap perbedaan sosial dan budaya; mempromosikan kesetaraan
dan keadilan sosial atas dasar pendapatan, jenis kelamin, usia, dan
kondisi fisik/mental; serta mengakui dan memberikan nilai terhadap
kemampuan yang berbeda.
6. Inovasi dalam konteks lokal dan dapat ditransfer (innovation within local
context and transferability), yakni bagaimana pihak lain dapat belajar
atau memperoleh keuntungan dari inisiatif, serta cara yang digunakan
untuk membagi dan mentransfer pengetahuan, keahlian dan pelajaran
untuk dapat dipelajari tersebut.

Kriteria Inovasi Kebijakan dalam perspektif Administrasi Publik


1. Inovasi kebijakan berdasarkan proses. Penerapan inovasi yang dilakukan
berdasarkan proses meliputi peningkatan kualitas kerja dari berbagai
stakeholder yang dilakukan secara efisien dan efektif. Mekanisme kerja
organisasi publik yang cenderung lambat, berbelit-belit dan rumit
dirubah ke arah mekanisme kerja yang cepat, tepat dan produktif. Tujuan
dari inovasi proses adalah masyarakat mendapatkan pelayanan sesuai
dengan standar pelayanan yang diharapkan.
Menurut kajian dari Lembaga Administrasi Negara (2016), terdapat
dua jenis inovasi proses kerja. Pertama, inovasi secara internal, yang
menyasar proses kerja yang dilakukan di antara pegawai dalam lingkup
intern suatu organisasi. Kedua, inovasi secara eksternal yang dilakukan
oleh unit kerja yang berhubungan secara langsung dengan pihak luar
(pelanggan dan pemangku kepentingan) dalam rangka menjalankan
proses kerja rutin atau memberikan pelayanan publik.

127
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Ruang lingkup dari inovasi proses meliputi standar operasional prosedur


(SOP), tata laksana, sistem, dan prosedur. Kriteria penentuan:
a. Inovasi ini dilangsungkan pada level tata laksana rutin.
b. Inovasi disebut sukses apabila proses kerja yang dilakukan menjadi
semakin cepat, mudah, dan efektif.
c. Dalam tata laksana rutin, pihak yang berwenang menjadi semakin
sedikit dan duplikasi atau tumpang tindih tahapan menjadi hilang.
d. Bagi organisasi yang melakukan pelayanan kepada masyarakat
secara langsung, indikator kesuksesan adalah peningkatan kepuasan
terhadap pelayanan yang diberikan, yang dapat diukur melalui indeks
kepuasan masyarakat (IKM).
2. Inovasi Berdasarkan Metode. Penerapan inovasi metode dilakukan
berdasarkan model dan stategi kebijakan yang baru. perubahan metode
lama ke arah metode yang baru dimaksudkan agar dapat dicapai tujuan
yang lebih optimal. Menurut kajian LAN (2016) Kriteria penentuan
berdasarkan metode dilakukan sebagai berikut:
a. Bentuk dari inovasi ini adalah kebijakan organisasi yang mengga­
riskan cara baru dalam melakukan proses kerja organisasi. Cara baru
ini dapat menyasar berbagai ranah seperti cara membuat keputusan,
cara membuat produk, cara melakukan pelayanan, dan sebagainya.
b. Inovasi ini dilakukan ketika cara atau metode lama yang digunakan
organisasi dirasa tidak lagi efektif dan menguntungkan.
c. Mengingat inovasi ini bersifat makro dan dapat diterapkan untuk
bidang yang luas, untuk membedakannya dari inovasi yang lain,
maka perlu dicari inovasi metode yang sifatnya holistik dan paradig-
matis. Metode yang baru tersebut diterapkan untuk seluruh kegia-
tan dan sektor yang ada di organisasi tersebut.
3. Inovasi kebijakan berdasarkan produk. Penerapan inovasi berdasarkan
produk dilakukan dengan memodifikasi berbagai produk-produk yang
dihasilkan oleh organisasi dengan tujuan agar organsisasi mempunyai
daya saing. Menurut kajian LAN (2016), kriteria penentuan inovasi
produk adalah:
a. Inovasi ini dipakai atau dinikmati secara langsung oleh pelanggan
b. Organisasi terlibat secara langsung, aktif, dan penuh melalui proses
internalnya untuk menghasilkan keluaran yang dinikmati pelanggan
tersebut.

128
BAB IV
INOVASI PELAYANAN PUBLIK :
DALAM KERANGKA REFORMASI BIROKRASI

c. Inovasi produk disebut sukses apabila produk yang dihasilkan


semakin bermutu dan meningkat kualitasnya sehingga pemakai
semakin puas; atau produk yang diciptakan merupakan produk
baru yang tidak ada presedennya. Kebaruan tersebut memenuhi
harapan dan keinginan pelanggan dalam cara yang sebelumnya tak
terbayangkan.
4. Inovasi kebijakan berdasarkan konsep organisasi publik perlu terus
melakukan perubahan paradigma, ide, gagasan sebagai bagian dari ino-
vasi yang dilakukan berdasarkan konsep organsisasi untuk memecahkan
permasalahan. Menurut kajian LAN terdapat beberapa kriteria inovasi
produk yaitu:
a. Inovasi ini lahir dari perubahan cara pandang atas suatu masalah
yang kemudian diwujudkan dalam kebijakan.
b. Penilaian atas kesuksesan ini dapat dilihat dengan membandingkan-
nya dengan kebijakan sebelumnya yang dilandasi oleh cara pandang
lama. Apabila hasil atau kinerja kebijakan baru lebih baik, maka ino-
vasi konseptual dapat dipandang berhasil.
c. Biasanya, perubahan cara pandang ini dilakukan dengan melihat
suatu isu dengan perspektif yang lebih positif atau dengan melakukan
pembaruan paradigma.
5. Inovasi Kebijakan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek).
Penerapan inovasi Iptek meliputi pembaharuan terhadap berbagai
permasalahan yang dihadapi oleh organsisasi seperti sistem organisasi,
peralatan dan skill aparatur. Hal tersebut menjadi tuntutan organsiasi
dalam menghadapi perubahan dan perkembangan masyarakat yang
semakin dinamis.
6. Inovasi kebijakan berdasarkan struktur organisasi. Inovasi struktur or-
ganisasi dilakukan agar organisasi mampu fleksibel terhadap perkem-
bangan yang terjadi dalam organisasi. Struktur organisasi yang relevan
dengan sifat dan perkembangan masyarakat perlu dilakukan agar orga­
nisasi mampu menciptakan kinerja aparatur semakin meningkat.
7. Inovasi kebijakan berdasarkan hubungan. Setiap organisasi, terlebih
sektor publik, pasti berhubungan dengan pihak-pihak luar. Agar
pencapaian tujuan dapat lebih mudah tercapai dan Sumber daya yang
digunakan dapat digunakan dengan lebih cerdas dan efektif, maka
organisasi perlu membina dan merangkai mekanisme hubungan dengan
pihak luar dalam cara yang inovatif, saling menguntungkan, dan saling

129
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

memampukan. Dengan demikian inovasi melalui hubungan yang efektif


dan bersifat simbiosis mutualisme menjadi kolektifitas stakeholder
dalam menciptakan tata kelola organisasi yang baik.
8. Inovasi kebijakan pengembangan sumber daya manusia. Secara prinsip
inovasi sumber daya manusia adalah faktor yang sangat penting karena
aset utama organisasi adalah manusia. Seluruh inovasi yang dilakukan
tidak akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan apabila inovasi
sumber daya manusia tidak berhasil. Pentingnya organisasi dalam
menyusun kebijakan internal organisasi dalam memberikan prioritas
terhadap inovasi sumber daya manusia menjadi hal yang perlu dilakukan.
Metode pelatihan, kompetensi, peningkatan karir dan pemberdayaan
aparatur adalah beberapa metode inovasi dalam pengembangan sumber
daya manusia.

9. Inovasi Kebijakan Menuju terwujudnya Good Policy Governance. Dalam


upaya menuju good public policy governance, daya inovasi kebijakan
dianalisis berdasarkan 4 (empat) karakteristik inovasi kebijakan
sebagaimana dikemukakan oleh Freddy Navaro (2016), yaitu sebagai
berikut:
a. Jenis dukungan Good Public Policy Governance akan dicapai melalui
penerapan inovasi kebijakan yang dilakukan melalui kerjasama
antara pejabat pemerintah dari semua level dan tingkatan dengan
aktor non pemerintah dengan tujuan untuk mencapai perubahan
dalam proses organisasi dan dukungan kreatifitas. Dalam hal ini
identifikasi permasalahan kebijakan dianalisis dengan dukungan
dari berbagai pihak guna memeroleh orientasi inovasi kebijakan
yang berbasis pada pemecahan masalah.
b. Manajemen Inovasi Manajemen inovasi disini dilakukan dalam ben-
tuk penataan organisasi dan administrasi sebagai hasil dari kerja
sama yang telah dilakukan dengan melibatkan sumber daya ekster-
nal dan internal. Proses restrukturisasi tata cara penyusunan kebija-
kan inovatif merupakan syarat mutlak yang perlu dilakukan dalam
menyusun sebuah kebijakan termasuk manajemen kelembagaan dan
inovasi organisasi.
c. Jenis dan karakteristik Hubungan Inovasi kebijakan menuntut adan-
ya karakteristik hubungan yang simbiosis mutualisme dari semua
stakeholder. Melalui pendekatan hubungan demikian maka akan
dapat tercapai hasil yang diharapkan. Kemampuan dalam penggu-
naan sumber daya secara optimal dan dukungan kerjasama yang ber-
sifat terbuka dalam mewujudkan good public policy governance.

130
BAB IV
INOVASI PELAYANAN PUBLIK :
DALAM KERANGKA REFORMASI BIROKRASI

d. Karakteristik dalam penerapan nilai Tingkat keberhasilan inovasi


kebijakan diperoleh melalui penerapan nilai yang bermanfaat bagi
kepentingan publik. Dan hal tersebut dilakukan dengan mendorong
kerjasama antara pemerintah, masyarakat dan pihak swasta
dilakukan dalam upaya penguatan sumber daya manusia di bidang
perancangan kebijakan.

131
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA
Dalam Bab ini dibahas tentang pelaksanaan dan penciptaan inovasi
pelayanan publik di Indonesia. Bahan-bahan diperoleh berdasarkan
infomasi dari responden dan FGD (Focuf Group Discusion) dengan berbagai
pihak terkait.

Penciptaan Inovasi Pelayanan Publik.


Penciptaan inovasi pelayanan publik ada 4 (empat) hal yang dimintakan
informasi kepada informan pelaku inovasi dalam rangka mengetahui proses
penciptaan inovasi pelayanan publik yang berlaku. Pertama, informasi
mengenai permasalahan yang dihadapi menjadi solusi untuk menciptakan
inovasi. Kedua masalah originalitas terkait dengan inovasi merupakan
kreativitas sendiri atau adaptasi dari inovasi yang ada sebelumnya. Ketiga
siapakah yang berperan memuncukan ide/gagasan pertama kali. Keempat
sarana yang efektif dalam menciptakan inovasi.

1. Solusi Atas Permasalahan.


Permasalahan atau keluhan, baik yang datang dari instansi maupun
dari pengguna layanan merupakan masukan untuk mendapatkan solusi
permasalahan. Informan menyampaikan, bahwa apa yang dilakukan adalah
merespon kebutuhan dari stakeholder dan wujud dari respon tersebut
adalah gagasan untuk mendapatkan solusi atas permasalahan yang dihadapi
oleh informan.
Informasi mengenai inovasi merupakan solusi atas permasalahan
diperoleh dari inovasi sistem pendaftaran fidusia Online. Fidusia adalah

132
BAB IV
INOVASI PELAYANAN PUBLIK :
DALAM KERANGKA REFORMASI BIROKRASI

jaminan atas benda bergerak. Menurut UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang


Jaminan Fidusia, setiap transaksi leasing harus didaftarkan di Kementerian
Hukum dan HAM. Kewajiban mendaftarkan itu dibebankan kepada Penyedia
Jasa Keuangan (Lessor) melalui Notaris yang ditunjuk.
Informan pertama disampaikan inovator sistem pendaftaran
fidusia secara Online. Menurut informan sampai tahun 2013, pendaftaran
fidusia masih dilakukan secara manual. Pelayanan secara manual ini
dikeluhkan oleh perusahaan jasa keuangan selaku pengguna layanan
disampaikan oleh Notaris selaku pihak yang mendaftarkan fudusia tersebut.
Pihak pendaftar atau kuasanya harus datang sendiri untuk mendaftar,
termasuk kalau pendaftaran fidusia tersebut harus dilakukan di luar Pulau
Jawa. Informasi yang diperoleh dari Direktur Perdata, Ditjen Administrasi
Hukum Umum, Kementerian Hukum dan HAM selaku Penanggung jawab
pelayanan pendaftaran fidusia.

“Pendaftaran fidusia secara manual banyak dikeluhkan oleh para


Notaris dan Pengguna Jasa. Mereka rata rata-rata menyelesaikan
dokumen1 bulan bahkan lebih. Disamping lamanya penyelesaian,
pelayanan ini berpotensi timbulnya praktek KKN, sehingga
mendorong kami untuk memikirkan mengganti cara manual . . . .”
(Direktur Perdata, Kementerian Hukum dan HAM, 2014).
Informasi mengenai hal yang sama diperoleh dari Notaris selaku
pengguna layanan pendaftaran fidusia.

“Kami para Notaris terus terang kewalahan dengan Pendaftaran


fidusia secara manual menyulitkan kami para Notaris sebagai
pihak yang diminta jasa oleh Lessor. Sebenarnya Uang jasa dari
pendaftaran fidusia ini bagi Notaris tidak banyak, malah yang
banyak adalah biaya-biaya di luar itu, seperti transportasi dan
biaya lain, sehingga tambahan biaya ini kami bebankan kepada
pengguna jasa. Masih untung kalau pendaftaran fidusia bisa
selesai 1 bulan. Kementerian Hukum dan HAM perlu mencari
metoda pelayanan yang memudahkan. ” (Notaris di Bekasi, 2014)
Pengamat Pelayanan Publik, Oskar Vitriano, Dosen Universitas
Indonesia yang menjadi Konsultan dari Ditjen AHU Kementerian Hukum dan
HAM memberikan berkomentar, sebagai berikut:

“Keluhan para Notaris pernah saya dengar langsung, tapi mau


apa lagi karena Kementerian Hukum dan HAM waktu belum

133
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

memberikan solusi. Sudah saatnya Kementerian Hukum dan HAM


mencari solusi yang dapat membantu pengguna layanan ” (Oskar
Vitriano, Pengamat Pelayanan Publik, 2014)
Informasi lain yang relevan diperoleh inovasi Sistem Informasi
Km 0 Pro Poor Jawa Barat. Inovasi Km 0 Pro Poor Jawa Barat merupakan
sistem informasi yang dibangun berbasis data kemiskinan yang lengkap,
berdasarkan nama, alamat, gambar, dan lokasi keluarga miskin serta data
tersebut dapat diperoleh dengan mudah diakses oleh yang berkepentingan
melalui penggunaan sistem yang berbasis informasi. Sebelum Sistem Inovasi
Km 0 Pro Poor, Bappeda Jawa Barat mendapatkan kesulitan ketika menyusun
perencanaan pembangunan pengentasan kemiskinan di Jawa Barat. Rujukan
data yang diperoleh Bappeda adalah data kemiskinan BPS yang diluncurkan
pada tahun 2011. Potensi perencanaan pembangunan salah sasaran besar
kemungkinannya, karena hanya mencantumkan nama (by name) dan alamat
saja (by adress). Potensi salah sasaran diakui oleh Bappeda Bekasi selaku
mitra dan pengguna layanan informasi dari Bappeda Jawa Barat. Penciptaan
inovasi Sistem Informasi Km 0 Pro Poor merupakan solusi dari kemungkinan
salah sasaran dalam perencanaan pembangunan di Jawa Barat.
Informasi serupa diperoleh dari Inovasi Pelayanan PASTI, yaitu
inovasi pelayanan sertifikat kesehatan ikan yang dibangun oleh Balai
Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu (BKIPM) Kelas II Semarang, tepat
waktu, menyenangkan, dan bebbas KKN. Pelayanan sertifikat kesehatan ikan
sebelumnya tidak tepat waktu, belum terintegrasi dengan pemeriksaaan
di lapangan, serta berpotensi rawan KKN karena pelayanannya kurang
tranparan. Hal ini dikeluhkan eksportir ikan yang beromisili di Jawa Tengah
yang berakibat mengganggu kredibilitas mereka di mata Buyer-nya. Menurut
Kepala BKIPM Kelas II Semarang, pelayanan utamanya adalah mengeluarkan
sertifikat kesehatan ikan. Sertifikat tersebut menjadi syarat bagi eksportir
untuk mengekspor ikan. Sebelum tahun 2011, sertifikat tersebut baru bisa
diselesaikan dalam waktu 14 hari kerja. Kemudian dari sisi pelayanan masih
panjang dan perlu tatap muka dengan petugas. Hal ini menjadi keluhan
bagi para pengusaha, karena mereka memerlukan penyelesaian sertifikat
tersebut secara cepat, tepat dan akurat. Apabila tidak, kita akan kalah
bersaing dengan pihak luar. Hal ini juga diakui oleh Pengusaha Eksportir
Ikan dari Pekalongan yang menyatakan, bahwa sebelum Tahun 2011 mereka
mengeluhkan mengenai penyelesaian sertifikat kesehatan ikan dari Balai
Karantina Ikan Semarang. Keterlambatan membawa kerugian bagi kami,
karena kami harus menyediakan berbagai biaya yang harus kami tanggung,

134
BAB IV
INOVASI PELAYANAN PUBLIK :
DALAM KERANGKA REFORMASI BIROKRASI

misalnya biaya gudang. Penciptaan inovasi pelayanan sertifikat ikan dari


BKIPM Kelas II Semarang yang dikeluhkan oleh pengguna layanan telah
mendorong melahirkan gagasan mambuat solusi atas pelayanan yang
kurang baik.

Tabel 5.1 Ringkasan Informasi Mengenai Solusi Permasalahan

No Inovasi/Informan Permasalahan Solusi


1 Sistem Pendaftaran Fidu- Waktu pelayanan Gagasan untuk mengganti
sia Online/Kementerian lama dan berpotensi pelayanan cara manual dengan
Hukum dan HAM KKN cara elektronik.
2 Km 0 Pro Poor Jawa Penggunaan data Gagasan untuk membuat database
Barat/Bappeda Jawa Barat ­ke­miskinan tidak yang lengkap data kemiskinan
­akurat dan tidak mu- dan mudah diakses oleh para
dah untuk diakses penggunanya.
3 Pelayanan PASTI/Balai Waktu pelayanan Gagasan untuk melakukan
Karantina Ikan dan lama dan berpotensi pelayanan terintegrasi, transparan
­Pengendalian Mutu Kelas KKN dan bebas KKN.
II Semarang
Sumber: diolah peneliti, 2015.

Secara umum informasi mengenai solusi permasalahan menyatakan,


bahwa gagasan untuk menciptakan inovasi didorong oleh permasalahan,
baik permasalahan kebutuhan instansi maupun permasalahan keinginan
pengguna layanan untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik.

2. Originalitas
Masalah originalitas terbagi atas 2 (dua) informasi yang ingin
diperoleh, yaitu informasi inovasi merupakan adaptasi dari inovasi yang
telah ada dan kemudian dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan atau
informasi inovasi merupakan kreativitas sendiri terinspirasi oleh cara
inovasi lembaga lain. Informasi yang ditemukan, bahwa mereka terinspirasi
oleh inovasi pelayanan yang telah ada, baik itu dari pelayanan pemerintah
maupun swasta dan merupakan kreativitas sendiri.
Informasi pertama diperoleh dari inovasi pendaftaran fidusia
Online Kementerian Hukum dan HAM.

“Inovasi kami pelayanan fidusia Online merupakan


hasil belajar kami mengikuti cara pelayanan yang dilakukan
oleh Singapura, Australia, dan Canada dalam melakukan
sistem pendaftaran perusahaan. Mereka sangat maju dengan

135
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

penggunaan sistem pendaftaran Online secara penuh. Sistem


mereka kita adopsi dan kita modifikasi mengingat sistem hukum
Indonesia dengan mereka berbeda dan kondisi infrastruktur di
negara-negara maju tersebut juga berbeda”. (Direktur Perdata,
Kementerian Hukum dan HAM, 2014).

Informasi Kedua diperoleh dari inovasi pelayanan publik Km 0 Pro


PoorBappeda Provinsi Jawa Barat.

“Km 0 Pro Poor merupakan hasil kreatif Bappeda Jawa


Barat sebagai wujud solusi atas permasalahan yang kami
hadapi. Terdapat 2 (dua) bagian besar kreativitas tersebut, yaitu
melengkapi database kemiskinan meliputi nama orang, alamat,
gambar, dan lokasi. Agar data tersebut mudah diakses oleh yang
berkepentingan, kami bangun sistem informasi bebasis elektronik
terinspirasi oleh cara kerja google map. ” (Ir. Rudi M. Zafrullah,
Kepala Pusdalisbang, 2014).

Informasi Ketiga diperoleh dari inovasi pelayanan sertifikat kesehatan


ikan dari BKIPM Kelas II Semarang.

“Kebetulan kami adalah komunitas Indonesia Single


Window yang harus mengimbangi pelayanan instansi lain di
pelabuhan. Kami melakukan proses kreatif untuk menciptakan
inovasi pelayanan kesehatan ikan yang terintegrasi. Inovasi
merupakan perpaduan antara pelayanan prima dan wilayah
bebas KKN (Kepala BKIPM Kelas II Semarang, 2014).
Informasi lain yang relevan dengan informasi tersebut di atas,
yaitu Finance Corporation (IFC) World Bank Jakarta membantu inovasi
Pendaftaran Fidusia Online di Kementerian Hukum dan HAM. IFC tertarik
untuk memberikan bantuan kepada Kementerian Hukum dan HAM
mengingat Kementerian Hukum dan HAM merupakan salah satu instansi
yang terlibat dalam perizinan berusaha dalam rangka International Doing
Business dimana IFC berperan melakukan asistensi di berbagai negara yang
diteliti oleh IFC. Salah satu bentuk bantuan dari IFC adalah memfasilitasi
studi banding para pejabat/pegawai Kementerian Hukum dan HAM untuk
belajar mengenai sistem pendaftaran perusahaan di Singapura, Australia,
dan Canada.

136
BAB IV
INOVASI PELAYANAN PUBLIK :
DALAM KERANGKA REFORMASI BIROKRASI

Informasi lain yang relevan mengenai originalitas, bahwa Km 0 Pro


Poor dari Bappeda Jawa Barat, menurut Ir. Rudi Mahmud Zafrullah, Kepala
Pusdalisbang Bappeda Jawa Barat, merupakan inovasi yang “genuin”,
walaupun pemikirannya terinspirasi oleh inovasi yang telah ada. Mereka
menyatakan, bahwa mereka men set-up sendiri Sistem Informasi Km 0 Pro
Poor sebagai dukungan perencanaan pembangunan dalam mengentaskan
kemiskinan agar tidak salah sasaran. Pusat sudah punya data tetapi mereka
terbatas pada informasi by name dan by adress. Dalam Km 0 Pro Poor
melengkapinya dengan informasi by picture dan by coordinate dimana
gambar/wajah dan tempat tinggal orang miskin dapat diketahui. Inovasi Km
0 Pro dibangun sendiri dengan menggunakan sumber daya manusia yang
terdapat di lingkungan Bappeda Jawa Barat. Penciptaan inovasi Km 0 Pro
Poor diawali dengan studi yang dilakukukan selama 1 tahun dan sebelum
diluncurkan dilakukan terlebih dahulu uji coba.
Selanjutnya informasi lain yang relevan adalah informan BKIPM
Kelas II Semarang menyatakan membangun sendiri yang membangun
sistem pelayanan yang diberi nama PASTI (Profesional, Akuntabel, Santun,
Transparan, dan Inovatif). Menurut mereka, karena keterbatasan dana,
mereka kerjakan sendiri dan mereka percaya dengan profesionalitas yang
mereka miliki untuk membangun sistem itu.

Tabel 5.2. Ringkasan Informasi Originalitas

Originalitas
No Nama Inovasi Adaptasi/Modifikasi Kreativitas
Inovasi yang Ada Sendiri
1 Sistem Pendaftaran Fidusia Online, ✓
Kementerian Hukum dan HAM
2 Km 0 Pro Poor Jawa Barat ✓
3 Pelayanan PASTI BKIPM Kelas II ✓
Semarang

Secara umum informasi mengenai originalitas menyatakan, bahwa


penciptaan inovasi pelayanan publik terbagi atas adaptasi/modifikasi
inovasi yang telah ada dan kreativitas sendiri.

4. Penggagas Kreativitas.
Seringkali menjadi pertanyaan dalam penciptaan inovasi pelayanan
publik adalah siapa yang berperan penting menjadi penggagas pertama

137
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

inovasi pelayanan publik. Tujuan menggali informasi ini adalah untuk


mengetahui kelompok mana dalam organisasi yang dominan atau menjadi
menjadi penggagas pertama inovasi pelayanan publik. Kelompok ini penulis
bagi dalam kelompok pimpinan, kelompok menengah dan staf dalam
organisasi.
Informasi pertama diperoleh dari inovasi Sistem Pendaftaran
­Fidusia Online Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementeri-
an Hukum dan HAM.

“Perubahan pelayanan di Kementerian Hukum dan HAM


kami sebut dengan revolusi pelayanan. Dirjen Administrasi
Hukum Umum berinisiatif melakukan revolusi pelayanan publik
di lingkungan Ditjen AHU Kementerian Hukum dan HAM,
dengan melakukan perubahan yang mendasar dalam pelayanan
administrasi hukum, diantaranya menyederhanakan sistem
pendaftaran fidusia dengan membuat sistem pendaftaran fidusia
secara Online. Inisiatif ini mendapat dukungan kuat dari Wakil
Menteri Hukum dan HAM” (Direktur Perdata, Kementerian
Hukum dan HAM, 2014).
Informasi kedua diperoleh dari inovasi Km 0 Pro Poor Bappeda
Jawa Barat.

“Gagasan untuk membangun Sistem Km 0 Pro Poor


dikemukakan Prof. Deni Djuanda, Kepala Bappeda Jawa Barat pada
tahun 2011. Gagasan ini disampaikan kepada Gubernur Jawa Barat
dan Bupati/Walikota se Jawa Barat pada kesempatan Musrenang
Daerah dan mendapat dukungan agar segera direalisasikan . ” (Ir.
Rudi M. Zafrullah, Kepala Balai Pusdalisbang, 2014).
Informasi ketiga diperoleh dari inovasi Pelayanan PASTI, yaitu
pelayanan pelayanan sertifikasi kesehatan ikan yang dilakukan oleh BKIPM
Kelas II Semarang.

“Pada masa kepemimpinan Bu Woro (Ir. Woro Nur Endang


Sariati, MP/Kepala BKIPM Kelas II Semarang) perubahan
sistem pelayanan sertifikasi kesehatan ikan dilakukan. Beliau
menyampaikannya kepada kami pada kesempatan rutin
silaturahmi dengan para pengusaha eksportir dan importir ikan
dan meminta dukungan. Kami sangat gembira dengan kabar ini
(Pengusaha Eksportir Ikan Pekalongan, 2014)

138
BAB IV
INOVASI PELAYANAN PUBLIK :
DALAM KERANGKA REFORMASI BIROKRASI

Tabel 5.3. Ringkasan Informasi Penggagas Kreativitas

No Nama Inovasi Kelompok Dalam Organisasi


Pimpinan Menengah Staf
1 Inovasi Sistem Pendaftaran Fidusia ✓
Online, Kementerian Hukum dan
HAM
2 Inovasi Km 0 Pro Poor Jawa Barat, ✓
Bappeda Jawa Barat
3 Inovasi Pelayanan PASTI, BKIPM ✓
Ke-las II Semarang
Sumber: diolah peneliti, 2015.

Secara umum informasi mengenai penggagas kreativitas menyatakan,


bahwa kreativitas menyampaikan inovasi dalam penciptaan inovasi
pelayanan publik masih didominasi oleh pimpinan puncak.

5. Motivasi yang Mendorong Penciptaan Inovasi


Pelayanan Publik.
Fenomena penciptaan inovasi pelayanan publik, motivasi yang
mendorong penciptaan inovasi pelayanan publik merupakan persoalan
penting ketika banyak instansi yang ingin memunculkan inovasi. Pengalaman
di lingkungan pemerintahan ajang kejuaraan atau pemberian penghargaan
merupakan dorongan kuat dalam meningkatkan kinerja individu aparatur
dan kinerja organisasi.
Informasi pertama disampaikan oleh inovasi Sistem Pendaftaran
Fidusia Online Kementerian Hukum dan HAM mengenai sarana yang efektif
dalam mendorong Penciptaan Inovasi Pelayanan Publik.

“Kami melakukan revolusi pelayanan untuk kepen-tingan


masyarakat. Masyarakat lah yang menilai baik buruknya
perubahan yang kami lakukan. Namun kami memerlukan
dorongan agar kreativitas kami mendapat pengakuan publik dan
mendapatkan penilaian. Kami sangat antusias untuk mengikuti
Kompetisi inovasi pelayanan publik, seperti yang diselenggarakan
oleh Kementerian PANRB, karena kompetisi kami jadikan sebagai
untuk mengukur pengakuan publik, karena kompetisi tersebut
dinilai oleh tim yang mewakili unsur masyarakat . . ” (Direktur
Perdata, Kementerian Hukum dan HAM, 2014).

139
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Informasi serupa disampaikan oleh inovasi Pelayanan PASTI BKIMP


Kelas II Semarang.

“Sebenarnya prestasi belum maksimal, masih ada perlu


dibenahi. Pemberian penghargaan pada tingkat Kementerian
dan mengikuti Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik yang
diselenggarakan Kementerian PANRB menjadi rangsangan
bagi kami untuk terus berprestasi. . . ” (Kepala BIKPM Kelas II
Semarang, 2014).
Informasi lain disampaikan oleh inovasi Pembuatan Jalan Besar Tanpa
Bayar Kecamatan Landasan Ulin, Kota Banjarbaru.

“Bagi kami pejabat di daerah, ajang kejuaraan atau


kompetisi merupakan sarana pendorong untuk berprestasi. Kami
sangat bangga mendapatkan prestasi tingkat nasional, seperti
pada Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik yang diselenggarakan
oleh Kementerian PAN. Biasanya juga menjadi catatan atasan
bagi karir kami sebagai PNS dan juga posisi kita di masyarakat”
(Camat Landasan Ulin, Kota Banjarbaru, 2014).

Tabel 5.4 Ringkasan Informasi Motivasi Mendorong Penciptaan Inovasi

Kompetisi/Kejuaraan Sebagai Sarana


Mendorong Penciptaan Inovasi
No Nama Inovasi
Pengakuan Rangsangan Orientasi
Publik Berprestasi Pribadi
1 Inovasi Sistem Pendaftaran Fidusia Online, ✓
Kementerian Hukum dan HAM
2 Inovasi Pelayanan PASTI, BKIPM Kelas II ✓
Semarang.
3 Inovasi Pembuatan Jalan Besar Tanpa Bayar ✓
Sumber: Diolah Peneliti, 2015.

Secara umum informasi mengenai motivasi yang mendorong


penciptaan inovasi menyatakan, bahwa motivasi dalam mendorong
penciptaan inovasi pelayanan publik didorong oleh dorongan pengakuan
publik, rangsangan berprestasi, dan orientasi pribadi.

Pengembangan Inovasi Pelayanan Publik.


Pengembangan inovasi pelayanan publik merupakan proses
penyebaran informasi mengenai inovasi termasuk berbagi pengalaman,

140
BAB IV
INOVASI PELAYANAN PUBLIK :
DALAM KERANGKA REFORMASI BIROKRASI

peningkatan kapasitas, dan pengembangan jaringan dalam rangka


memaksimalkan manfaat inovasi pelayanan publik.
Pengembangan inovasi pelayanan publik mempunyai 5 (lima) aspek,
yaitu: 1) Difusi, 2) Inkubasi, 3) Manajemen Sumber daya Manusia, 4)
Knowledge Sharing (Berbagi pengetahuan/pengalaman), dan 5) Organisasi
pembelajar.
1. Aspek Difusi dalam Pengembangan Inovasi Pelayanan Publik.
Difusi dalam pengembangan inovasi pelayanan publik merupakan
proses komunikasi antara yang akan melakukan replikasi dengan
inovator melalui aktivitas mempelajari inovasi, mengadopsi dan
mengembangan jaringan sosial untuk menyebarkan inovasi.
Informasi pertama diperoleh dari inovasi Pendaftaran Fidusia Online.
Menurut informasi dari Direktur Hukum Perdata proses mempelajari
inovasi merupakan hal yang sangat penting, karena kami bisa melihat
keberhasilan dari apa yang kami ubah.

“Pada waktu itu kami mendapatkan desakan sudah


waktunya fidusia Online segera diwujudkan. Kami ingin melihat
keberhasilan itu untuk meyakinkan bahwa perubahan itu
memberikan manfaat. Karena pelayanan yang kami lakukan
memberikan dampak internasional, kami ingin belajar dengan
melihat keberhasilan itu sudah dilakukan pada berbagai negara .
. . ” (Direktur Perdata, Kementerian Hukum dan HAM, 2014)

“Waktu itu International Finance Corporation (IFC) World


Bank Jakarta selaku pihak yang menjadi pendamping Kementerian
Hukum dan HAM melakukan studi banding melihat keberhasilan
fidusia Online yang dilakukan berbagai negara adalah untuk
mendapatkan komitmen perubahan. Oleh karena itu kami
dampingi Dirjen AHU dan Sesditjen AHU untuk melakukan studi
banding tersebut di Singapura, Australia, dan Canada . . ” (Ratri
Widyadari, IFC Jakarta).

“Alasan pemilihan Singapura, Australia dan Canada


sebagai tempat melakukan studi banding, mengingat ke-3 negara
tersebut merupakan tempat yang dianggap paling kondusif dalam
berinventasi sesuai dengan penilaian IFC World Bank dalam
International Doing Business. Keberhasilan inovasi yang mereka
lakukan meyakinkan kami, bahwa perubahan yang akan kami
lakukan akan memberikan manfaat bagi masyarakat “ (Direktur

141
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Perdata, Kementerian Hukum dan HAM, 2014 ). “Setelah kami


meluncurkan inovasi fidusia Online kami menggabungkan diri
pada Corporate Register Forum (CRF) yaitu forum negara-negara
yang melakukan pendaftaran bisnis secara Online. CRF merupakan
jaringan yang dibentuk atas inisiatif anggota-anggota CRF dalam
rangka kerjasama memajukan pelayanan bisnis di negara-negara
masing-masing dan Indonesia mengambil manfaat dari forum
itu” (Direktur Perdata, Kementerian Hukum dan HAM, 2014).

“CRF merupakan jaringan yang dikembangkan sebagai


sarana berkomunikasi antar negara dalam rangka kerjasama
memajukan pelayanan bisnis di negara masing-masing.
Walalupun tidak disebut hub, karena kesekretariatannya tidak
permanen dan berubah setiap tahun secara bergiliran menjadi
tuan rumah pertemuan CRF, namun CRF dianggap efektif
melakukan tugasnya . . . ” (Ratri Widyadari, IFC Jakarta).

Informasi kedua diperoleh dari inovasi Km 0 Pro Poor, Beppeda


Jawa Barat.

“Ketika Inovasi Km 0 Pro Poor pada waktu digagas belum


ada inovasi yang serupa dengan itu, sehingga tidak ada proses
untuk mempelajari inovasi yang ada. Pada waktu Kepala
Bappeda Jawa Barat menyampaikan gagasannya, pertama kali
kami bingung karena belum ada contohnya. Kami terinsiprasi
oleh google map, tim yang dibentuk mencoba untuk melakukan
kreasi sendiri”
Informasi ketiga diperoleh dari inovasi Pelayanan PASTI, BKIPM
Kelas II Semarang.

“Kami mendapatkan predikat yang terbaik LAKIP dan


Wilayah Bebas Korupsi (WBK) di lingkungan Kementerian
Kelautan dan Perikanan. Kami ingin menkombinasikan antara
konsep palayanan prima dengan integritas individu menjadi
suatu konsep pelayanan yang kami namakan Pelayanan PASTI.
Walau kami mendapatkan yang terbaik LAKIP dan WBK, tetapi
dari aspek pelayanan kami kami harus belajar . . . ”

142
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

Tabel 5.5 Ringkasan Informasi Difusi dalam Pengembangan Inovasi Pelayanan Publik

Difusi
No Nama Inovasi Difusi Tidak
Difusi Sempurna
Sempurna
1 Inovasi Sistem Pendaftaran Fidusia Online, ✓
Kementerian Hukum dan HAM
2 Inovasi Km 0 Pro Poor Jawa Barat, Bappeda ✓
Jawa Barat
3 Inovasi Pelayanan PASTI, BKIPM Kelas ✓
II Semarang
Sumber: Diolah Peneliti, 2015.

Secara umum informasi mengenai difusi dalam pengembangan


inovasi pelayanan publik menyatakan menyatakan, bahwa difusi dalam
pengembangan inovasi pelayanan publik dapat dikelompokan pertama,
difusi sempurna, yaitu keseluruhan aktivitas difusi mulai dari mempelajari
inovasi, melakukan adopsi inovasi, dan mengembangkan jaringan dalam
rangka penyebaran informasi. Kedua, difusi tidak sempurna, yaitu 3 (tiga)
aktivitas difusi tidak dilakukan hanya dua atau satu aktivitas saja.
2. Aspek Inkubasi dalam Pengembangan Inovasi Pelayanan Publik.
Aspek inkubasi dalam pengembangan inovasi pelayanan publik
diwujudkan dalam peningkatan kapasitas inovasi yang telah diciptakan
atau diadopsi dalam rangka mematangkan hasil ciptaan atau adopsi
yang telah dilakukan. Pertanyaan kepada informan yang disampaikan,
yaitu bagaimana aspek peningkatan kapasitas dalam pengembangan
inovasi pelayanan publik.
Pertama informan dari Kementerian Hukum dan HAM, menyatakan.
“Proses pematangan kami perlukan untuk peningkatan
kapasitas terutama Sumber daya manusia dan sistem, agar
mereka dapat menyampaikan inovasi pelayanan publik dengan
baik oleh masyarakat. Oleh karena itu kami memerlukan waktu
untuk mematangkan berupa peningkatan kapasitas sebelum
inovasi pelayanan publik diluncurkan tahun 2013. ” (Direktur
Perdata, Kementerian Hukum dan HAM, 2014)

Kedua, selanjutnya informasi yang diperoleh dari informan Bappeda


Jawa Barat.

143
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

“Inovasi Km 0 Pro Poor harus kami pastikan keberhasilan­


nya. Oleh karena peningkatan kapasitas, terutama SDM mendapat
perhatian pimpinan supaya inovasi pelayanan publik dapat dise-
barkan dengan baik dan mendapat kepercayaan dari OPD lain
dan Kabupaten/Kota. . ” (Ir. Rudi M. Zafrullah, Kepala Pusdalis-
bang, 2014)

Ketiga, kemudian informasi informan dari Kepala BKIPM Kelas II


Semarang, menyatakan.

“Kami tergabung dalam komunitas Indonesia single window


merupakan unsur pelabuhan yang melayani perdagangan antar
negara, peningkatan kapasitas kami lakukan, walaupun secara
in-house supaya inovasi kami dapat dijamin keberhasilannya dan
bisa sinergi dengan instansi lain yang bergerak di pelabuhan,
seperti imigrasi dan bea cukai. ” (Kepala BKIPM Kelas II Semarang,
2014).

Tabel 5.6 Ringkasan Informasi Inkubasi dalam Pengembangan Inovasi Pelayanan Publik

Inkubasi
No Nama Inovasi Peningkatan Jaminan
Kapasitas Keberhasilan
1 Inovasi Sistem Pendaftaran Fidusia Online, ✓
Kementerian Hukum dan HAM
2 Inovasi Km 0 Pro Poor Jawa Barat, Bappeda ✓
Jawa Barat
3 Inovasi Pelayanan PASTI, BKIPM Kelas II ✓
Semarang
Sumber: Diolah Peneliti, 2015.

Secara umum informasi mengenai inkubasi dalam pengembangan


menyatakan, bahwa inkubasi dalam pengembangan inovasi pelayanan
publik berdasarkan tujuannya meliputi peningkatan kapasitas dan
jaminan keberhasilan pengembangan inovasi pelayanan publik.
3. Aspek Manajemen Sumber daya Manusia dalam Pengembangan
Inovasi Pelayanan Publik.
Aspek Manajemen Sumber daya manusia ada beberapa yang perlu
digali dari informan, yaitu apa peranan manajemen Sumber daya
manusia dalam pengembangan inovasi pelayanan publik, karakter apa

144
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

yang diperlukan dalam pengembangan inovasi serta keahlian apa saja


yang diperlukan.
Informasi mengenai peranan Sumber daya manajemen manusia dalam
pengembangan inovasi pelayanan publik. Pertama, dari Kementerian
Hukum dan HAM, sebagai berikut:

“Dalam hal pengembangan inovasi pelayanan publik,


manajemen Sumber daya manusia (SDM) merupakan hal pertama
yang kami perhatikan, yaitu membangun SDM yang kompeten dan
berkualitas. SDM ini kami perlukan sebagai penggerak utama agar
pengelolaan inovasi pelayanan publik ini dapat berjalan sesuai
dengan harapan masyarakat. ” (Direktur Perdata, Kementerian
Hukum dan HAM, 2014)

Kedua, mengenai peranan manajemen Sumber daya manusia dalam


pengembangan inovasi, Kepala Pusdalisbang Bappeda Jawa Barat
memberikan informasi sebagai berikut.

“Pada waktu Prof. Deni Djuanda, Kepala Bappeda Jawa Barat


menawarkan gagasan konsep Km 0 Pro Poor, beliau sadar bahwa
SDM adalah kunci untuk mengimplementasikan gagasan itu. Oleh
karena beliau mempersiapkan SDM yang kompeten dan berkualitas
yang mampu mengimplementasikan tersebut ” (Ir, Rudi M. Zafrullah,
Kepala Pusdalisbang, 2014).

Ketiga, pandangan mengenai peranan Sumber daya manusia dalam


pengembangan inovasi pelayanan publik juga disampaikan oleh Kepala
BKIPM Kelas II Semarang.

“Kami melihat sebagus apapun sistem inovasi pelayanan PASTI


yang kami bangun, tapi semuanya akan berpulang kepada SDM-nya.
Kalau tidak didukung oleh SDM yang berintegritas, maka sistem
pelayanan tersebut tidak ada gunanya . . . ” (Kepala BKIPM Kelas II
Semarang, 2014).

Informasi lain yang relevan dengan adalah karakter apa saja yang
perlu dipenuhi dalam penyediaan Sumber daya manusia dalam
pengem­bangan inovasi pelayanan publik. Kepala Pusdalisbang
Bappeda Jawa Barat mengatakan, bahwa disamping Kepala
Bappeda Jawa Barat sudah menyiapkan Sumber daya manusianya,
juga Sumber daya manusia yang disiapkan itu juga harus betul-betul

145
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

pro perubahan yang mampu mengimplementasikan konsep tersebut.


Beliau tidak mau hanya sekedar konsep yang beliau kemukakan
adalah lip service saja . . . (Ir. Rudi Mahmud Zafrullah, Kepala
Pusdalisbang, 2014).

Kepala BKIPM Kelas II Semarang selaku inovator pelayanan publik


menyampaikan, bahwa untuk inovasi pelayanan publik yang diciptakan
tidak memerlukan keahlian khusus, tetapi tetap harus didukung oleh
minat untuk mengembangkan pelayanan yang baik dan memenuhi
harapan masyarakat. Jadi menurutnya, keahlian itu penting dikuasai
oleh SDM yang terlibat dalam pengelolaan inovasi seperti menguasai
komputer dan manajemen pelayanan, tetapi harus didukung oleh minat
tadi.

Tabel 5.7 Ringkasan Informasi Aspek Manajemen SDM Dalam Pengembangan Inovasi
Pelayanan Publik

Peran SDM

No Nama Inovasi Kunci


Penggerak Penjaga
Implementasi
Utama Integritas
Gagasan
1 Inovasi Sistem Pendaftaran Fidusia ✓
Online, Kementerian Hukum dan HAM
2 Inovasi Km 0 Pro Poor Jawa Barat, ✓
Bappeda Jawa Barat
3 Inovasi Pelayanan PASTI, BKIPM Kelas ✓
II Semarang
Sumber: Diolah Peneliti, 2015.

Secara umum informasi mengenai aspek manajemen SDM dalam


pengembangan inovasi pelayanan publik menyatakan, bahwa peran
SDM dalam pengembangan inovasi merupakan penggerak utama, kunci
impelentasi gagasan, dan penjaga integritas.
4. Aspek Knowledge Sharing dalam Pengembangan Inovasi Pelayanan
Publik.
Informasi mengenai knowledge sharing yang perlu digali dari informan,
yaitu informasi mengenai keinginan untuk berbagi pengetahuan/
pengalaman dan informasi mengenai cara inovator berbagi penge­
tahuan/pengalaman.

146
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

Informasi pertama diperoleh inovasi Pelayanan PASTI, BKIPM Kelas II


Semarang, sebagai berikut:

“Knowedge sharing merupakan misi yang dibebankan


kepada BKIPM Kelas II Semarang oleh Kementerian Kelautan dan
Perikanan agar UPT lain dapat mengadopsi inovasi yang kami
lakukan. Saat ini BKIPM Denpasar, Palu, dan Gorontalo sudah
mengadopsi sistem pelayanan kami. Mereka melakukan belajar
disini dengan cara magang agar pengetahuan tersebut dikuasai. .
. ” (Kepala BKIPM Kelas II Semarang, 2014).

Informasi kedua diperoleh dari inovasi Sistem Pendaftaran Fidusia


Online, Kementerian Hukum dan HAM.

“Buat kami berbagi pengetahuan antar instansi pemerintah


merupakan hal yang wajar dan biasa. Kami biasa menerima
studi banding dan kunjungan instansi lain dan setiap bulan pasti
ada. Kami gembira karena mereka mau mengadopsi inovasi
kami, seperti Kementerian Koperasi dan UKM melakukan studi
banding dan berkunjung beberapa kali. Mereka berminat untuk
mengembangkan sistem pendaftaran badan hukum koperasi pada
Dinas Koperasi di daerah . . . ” (Direktur Perdata, Kementerian
Hukum dan HAM, 2014)

Informasi ketiga diperoleh dari inovasi Km 0 Pro Poor Jawa Barat,


Bappeda Jawa Barat.

“Sementara ini pihak instansi yang datang kepada kami


untuk berbagi pengetahuan mengenai inovasi pelayanan
publik. Kami belum aktif atau bahkan pro aktif untuk berbagi
pengetahuan, terutama Bappeda Kab/Kota di Jawa Barat.
Sepanjang mereka datang kepada kami, kami layani dengan baik
seperti kemarin dari beberapa Kabupaten dari Papua. Umumnya
dari Bappeda di Kabupaten/Kota Jawa Barat kami diundang
sebagai narasumber dalam acara seminar/workshop . . . (Ir. Rudi
M. Zafrullah, Kepala Pusdalisbang, 2014)

147
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Tabel 5.8 Ringkasan Informasi Aspek Knowledge Sharing dalam Pengembangan


Inovasi Pelayanan Publik

Media Knowledge Sharing


No Nama Inovasi Studi Seminar/
Pemagangan
Banding Workshop
1 Inovasi Sistem Pendaftaran Fidusia On- ✓
line, Kementerian Hukum dan HAM
2 Inovasi Km 0 Pro Poor Jawa Barat, ✓
Bappeda Jawa Barat
3 Inovasi Pelayanan PASTI, BKIPM Kelas ✓
II Semarang
Sumber: Diolah Peneliti, 2015.

Secara umum informasi mengenai aspek knowledge sharing dalam


pengembangan inovasi pelayanan publik menyatakan, bahwa knowledge
sharing dalam pengembangan inovasi yang biasa dilakukan meliputi
studi banding, pemagangan, dan seminar/worshop.
5. Aspek Organisasi Pembelajar dalam Pengembangan Inovasi
Pelayanan Publik.
Sesuai dengan ciri-ciri organisasi pembelajar yaitu basis kesederajatan,
informasi terbuka, sedikit hirarkis, budaya bersama untuk beradaptasi
pada lingkungan, maka organisasi pembelajar merupakan media yang
yang baik dalam mengembangkan inovasi pelayanan publik.
Informasi yang ingin diperoleh apakah pimpinan yang mengayomi,
suasana kesederajatan (egaliter), keterbukaan pikiran, tidak hierakis,
dan terbuka dengan perubahan.
Informasi pertama diperoleh dari inovasi Km 0 Pro Poor Jawa Barat,
Bappeda Jawa Barat.

“Pimpinan kami adalah seorang yang berlatar belakang


kampus. Suasana kantor dibangun kondusif sedemikian rupa. Semua
stafnya boleh memberikan masukan. Demikian juga informasi
pekembangan kegiatan secara berjenjang disampaikan agar semua
staf yang terkait bisa mengikui perkembangannya. Beliau terbiasa
berdialog dan terbuka dengan perubahan. Dengan suasana seperti
itu inovasi pelayanan publik berkembang dengan baik . . . ” (Ir. Rudi
M. Zafrullah, Kepala Pusdalisbang, 2014).

148
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

Informasi kedua diperoleh dari inovasi Sistem Pendaftaran Fudusia


Online Kementerian Hukum dan HAM.

“Dirjen AHU memahami bahwa pengembangan revolusi


pelayanan publik dengan membangun inovasi pelayanan harus
dilakukan dalam suasana yang kondusif agar terjalin kerjasama
yang baik. Beliau memberikan arahan kepada kami, kalau ingin
berubah, mind-set kita harus berubah, salah satunya terbuka dengan
pemikiran dan masukan. . ” (Direktur Perdata, Kementerian Hukum
dan HAM, 2014).

Informasi ketiga diperoleh dari inovasi Pelayanan PASTI BKIPM Kelas


II Semarang.

“BKIPM Kelas II bukan kantor yang besar. Untuk suatu


perubahan yang besar kami perlu kebersamaan. Kerjasama dengan
pengguna layanan itu sangat penting, karena hal itu kunci sukses
kami. Kami senantiasa berusaha agar keterbukaan dan komunikasi
tetap terjaga dan terpelihara. . . (Kepala BKIPM Kelas II Semarang,
2014).

Informasi lain yang relevan disampikan beberapa informan, seperti


dari Dra. Tetet Heryati, Kepala UPT Data Bappeda Kota Bekasi selaku
pengguna layanan Km 0 Pro Poor, yaitu bahwa mereka merasakan banyak
pembaharuan dalam perencanaan pembangunan Jawa Barat saat ini
yang dikomandoi oleh Bappeda Jawa Barat. Mereka juga dengan mudah
mendapatkan bimbingan, terbuka terhadap informasi pembangunan ke
depan serta difasilitasi dengan baik apabila mendapatkan kesulitan.
Demikian juga informasi dari Notaris selaku pengguna layanan
Kementerian Hukum dan HAM, bahwa mereka saat ini mudah untuk
bisa berkomunikasi dengan jajaran aparat pelayanan administrasi
hukum serta bisa dengan terbuka memberikan saran. Dulu mungkin
di antara mereka masih takut, karena mereka mempunyai banyak
kepentingan dengan aparat pelayanan Kementerian Hukum dan HAM,
sekarang sudah tidak takut lagi.
Informasi lain yang relevan, diperoleh dari pengusaha eksportir
selaku pengguna layanan BKIPM Kelas II Semarang. Mereka merasa
senang dengan suasana kantor yang dibangun oleh Kepala BKIPM Kelas

149
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

II Semarang. Menurut mereka suasana yang kondusif di kantornya,


membuat kami juga merasa senang dilayani.

Tabel 5.9 Ringkasan Informasi Aspek Organisasi Pembelajar Dalam Pengembangan


Inovasi Pelayanan Publik

Aspek Organisasi Pembelajar

No Nama Inovasi Terbuka


Kepemim­ Open Tidak Hi-
Egaliter dengan Peru-
pinan Mind rarkhis
bahan
1 Inovasi Sistem Pendaftaran ✓ --- ✓ --- ✓
Fidusia Online, Kementerian
Hukum dan HAM
2 Inovasi Km 0 Pro Poor Jawa ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
Barat, Bappeda Jawa Barat
3 Inovasi Pelayanan PASTI, ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
BKIPM Kelas II Semarang
Sumber: diolah peneliti, 2015.

Secara umum informasi mengenai aspek organisasi pembelajar


dalam pengembangan inovasi pelayanan publik menyatakan, bahwa aspek
organisasi pembelajar dalam pengembangan inovasi dapat berjalan apabila
unsur pimpinan, suasana egaliter, terbuka dalam pemikiran, bekerja tidak
hirarkis, serta terbuka dengan perubahan.

Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik.


Pelembagaan dalam inovasi pelayanan publik diperlukan agar inovasi
pelayanan publik yang sudah diciptakan dan dikembangkan mendapatkan
nilai dan kemantapan, sehingga inovasi pelayanan publik tersebut terpelihara
dan berkelanjutan.
Informasi yang ingin diperoleh dalam pelembagaan inovasi pelayanan
publik meliputi:
1) Aspek budaya organisasi menyangkut informasi keberlanjutan inovasi
yang menyatu dengan sikap, kondisi lingkungan dan unsur-unsur
organisasi yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya kreativitas
dan inovasi secara progresif dan berkelanjutan dalam sebuah organisasi;
2) Aspek hukum menyangkut informasi keberlanjutan inovasi dilakukan
melalui penetapan perundang-undangan yang memungkinkan semua
pihak tidak bisa melakukan pengabaian terhadap inovasi tersebut;

150
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

3) Aspek struktur organisasi menyangkut informasi keberlanjutan inovasi


dilakukan dengan menempatkan kegiatan inovasi secara melekat dalam
tugas dan fungsi struktur organisasi; dan
4) Aspek program dan anggaran menyangkut informasi keberlanjutan
inovasi dilakukan dengan cara kegiatan inovasi ditampung dalam
program dan anggaran unit kerja/instansi yang bersangkutan.

1. Aspek Budaya dalam Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik.


Informasi pertama diperoleh dari inovasi Sistem Pendaftaran
Fidusia Online Kementerian Hukum dan HAM sebagai berikut.

“Pelayanan publik di Ditjen AHU mendapat pengawasan


publik yang ketat, karena kami termasuk instansi yang terlibat
dalam pelayanan doing business Indonesia yang rankingnya
masih memperhatikan diantara negara-negara lain. Pertama
kami ragu-ragu apakah perubahan yang kami lakukan akan
mendapatkan hasil. Tapi dengan keyakinan pimpinan akan
perubahan yang lebih baik, kami mengikuti perubahan tersebut.
Pertama kali perubahan itu dipaksakan dan banyak reaksi,
terutama kekhawatiran dari rekan-rekan kami yang akan
kehilangan pekerjaan akibat adanya pelayanan secara Online.
Tapi lama-lama jadi biasa, dan saat ini sedang mengarah nilai
inovasi pelayanan publik tersebut menjadi budaya organisasi
kami. . . ” (Direktur Perdata, Kementerian Hukum dan HAM, 2014).

Kedua, pernyataan informan dari Beppeda Jawa Barat sebagai berikut.

“Pelembagaan inovasi pelayanan publik secara budaya


merupakan hal yang ideal dan itu yang kami harapkan.
Sementara ini kami di daerah masih lebih banyak tergantung
kepada pimpinan yang mendorong menjadi kebiasaan dalam
mengembangkan kreativitas berinovasi. ” (Ir. Rudi M. Zafrullah,
Kepala Pusdalisbang, 2014).

Ketiga pernyataan informan dari BKIPM Kelas II Semarang sebagai


berikut.

“Kami berusaha melembagakan sesuatu yang sudah baik,


termasuk inovasi pelayanan publik yang kami hasilkan agar
membudaya dan mendapat kontrol masyarakat. Oleh karena itu

151
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

kami membangun kode etik, membangun simbol-simbol spirit,


seperti membuat mars lagu BKIPM Semarang serta membangun
komunikasi dengan pengguna layanan. Apakah sudah inovasi
pelayanan publik tersebut sudah membudaya dengan baik atau
tidak, mungkin perlu waktu untuk membuktikannya . . ” (Kepala
BKIPM Kelas II Semarang).
Tabel 5.10 Ringkasan Informasi Aspek Budaya Dalam Pelembagaan Inovasi
Pelayanan Publik

Membangun Budaya Inovasi


No Nama Inovasi Dipaksakan Menjadikan Membangun
Pertama Kali Kebiasaan Etika dan Simbol
1 Inovasi Sistem Pendaftaran ✓ ✓ ✓
Fidusia Online, Kementerian
Hukum dan HAM
2 Inovasi Km 0 Pro Poor Jawa --- ✓ ---
Barat, Bappeda Jawa Barat
3 Inovasi Pelayanan PASTI, --- ✓
BKIPM Kelas II Semarang

Sumber: diolah peneliti, 2015.

Secara umum informasi mengenai aspek budaya dalam pelembagaan


inovasi pelayanan publik menyatakan, bahwa aspek budaya dalam
pelembagaan inovasi dapat berjalan apabila dipaksakan untuk pertama
kali, menjadi kebiasaan, dan membangun etika dan simbol-simbol spirit
dalam organisasi.
2. Aspek Hukum dalam Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik.

Informasi pertama diperoleh dari inovasi Sistem Pendaftaran Fidusia


Online, informasi yang diperoleh dari informan Kementerian Hukum dan
HAM.

“Pelayanan publik di Kementerian Hukum dan HAM rata-


rata mempunyai dasar perundang-undangan, khusus untuk
pendaftaran Jaminan fidusia ini berdasarkan UU Nomor 42 Tahun
1999 tentang Pendaftaran Fidusia yang mewajibkan Kementerian
Hukum dan HAM untuk menyelesaikan setiap pendaftaran fidusia
selesai dalam 1 hari. Ketentuan ini melindungi dan memperkuat
pimpinan untuk melakukan revolusi pelayanan sistem fidusia
dari manual menjadi Online. Pelayanan secara Online pasti
merupakan kewajiban kami, karena tidak ada cara lain untuk

152
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

bisa melayani dalam 1 hari . . ” (Direktur Perdata, Kementerian


Hukum dan HAM, 2014)

Kedua, informasi yang diperoleh dari informan BKIPM Kelas II Semarang.


“Kami belum mempunyai payung hukum berupa perundang-
undangan pada tingkat nasional mengenai pelayanan PASTI
BKPIM Kelas II Semarang, kecuali Keputusan Kepala BKIPM Kelas
II Semarang mengenai pelayanan tersebut yang mengikat kami
sebagai kewajiban. Saat ini kami juga mempunyai sertifikat mutu
lab dan pelayanan yang berstandar internasional. Namun demikian
kami percaya, bahwa sesuatu yang diniatkan dengan baik dan
sesuatu yang sudah dirasakan dengan baik, ke depan akan tetap
dipertahankan . . . ” (Kepala BKIPM Kelas II Semarang, 2014).

Ketiga, informasi yang diperoleh dari informan Beppeda Jawa Barat.


“Kami punya Perda tentang renstra dan APBD yang
melindungi Sistem Informasi Km 0 Pro Poor untuk tetap berlanjut.
Disamping itu, Km 0 Pro Poor diwajibkan untuk menjadi dasar
perencanaan bagi Bappeda Kabupaten/Kota di Jawa Barat. ” (Ir.
Rudi M. Zafrullah, Kepala Pusdalisbang, 2014).
Tabel 5.11 Ringkasan Informasi Aspek Hukum Dalam Pelembagaan Inovasi
Pelayanan Publik

Fungsi Hukum
No Nama Inovasi
Melindungi Memperkuat Dasar Kewajiban
1 Inovasi Sistem Pendaftaran Fidu- ✓ ✓ ✓
sia Online, Kementerian Hukum
dan HAM
2 Inovasi Km 0 Pro Poor Jawa ✓ --- ✓
Barat, Bappeda Jawa Barat
3 Inovasi Pelayanan PASTI, --- --- ✓
BKIPM Kelas II Semarang
Sumber: diolah peneliti, 2015.

Secara umum informasi mengenai aspek hukum dalam pelembagaan


inovasi pelayanan publik menyatakan, bahwa aspek hukum dalam
pelembagaan inovasi ditinjau dari aspek fungsinya meliputi melindungi,
memperkuat, dan menjadi dasar kewajiban dalam rangka keberlanjutan
inovasi pelayanan publik.

153
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

3. Aspek Struktur Organisasi dalam Pelembagaan Inovasi Pelayanan


Publik.

Informasi pertama diperoleh dari inovasi Sistem Pendaftaran Fidusia


Online, Kementerian Hukum dan HAM.
“Dalam organisasi Ditjen AHU, khususnya pada Direktorat
Perdata membawahkan Subdit Pendaftaran Fidusia dan juga
ada Kantor Pendaftaran Fidusia pada setiap Kanwil Kementerian
Hukum dan HAM. Adanya struktur ini, tupoksi pendaftaran fidusia
melekat pada organisasi, sehingga pendaftaran fidusia dan
pencapaian kinerjanya inovasinya secara berjenjang merupakan
bagian tugas dan fungsi Kementerian Hukum dan HAM yang
harus dilaksanakan. . . ” (Direktur Perdata, Kementerian Hukum
dan HAM, 2014)

Informasi kedua diperoleh dari inovasi Km 0 Pro Poor Jawa Barat,


Bappeda Jawa Barat.
“Sepengetahuan kami hanya Bappeda Jabar yang
mempunyai UPT Balai Pusdalisbang diantara Bappeda Provinsi
seluruh Indonesia. Balai ini dibentuk untuk mengintegrasikan
data, termasuk data program kemiskinan yang dikemas dalam
Km 0 Pro Poor. Jadi Km 0 Pro Poor melekat pada tupoksi kami,
sehingga secara berjenjang merupakan kinerja atau tanggung
Jawab Bepppeda Provinsi Jawa Barat . . . ” (Ir. Rudi M. Zafruullah,
Kepala Pusdalisbang, 2014).

Informasi kedua diperoleh dari inovasi Pelayanan PASTI, BKIPM Kelas II


Semarang.
“Inovasi pelayanan PASTI merupakan bagian dari Seksi
Pelayanan pada BKIPM Kelas II Semarang, tetapi dalam
pelaksanaan tugasnya bekerja sama dengan seksi lain dan
kelompok jabatan fungsional. Oleh karena itu inovasi pelayanan
publik ini merupakan satu kesatuan dengan tanggung Jawab
dan kinerja BKIPM Kelas II Semarang. . . (Kepala BKIPM Kelas II
Semarang, 2014)

154
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

Tabel 5.12 Ringkasan Informasi Aspek Struktur Organisasi Dalam Pelembagaan


Inovasi Pelayanan Publik

Aspek Struktur Organisasi


No Nama Inovasi Menjadi Termuat Dalam Tim
Nomenklatur Fungsi Adhoc
1 Inovasi Sistem Pendaftaran Fidusia ✓ --- ---
Online, Kementerian Hukum dan HAM
2 Inovasi Km 0 Pro Poor Jawa Barat, --- ✓ ---
Bappeda Jawa Barat
3 Inovasi Pelayanan PASTI, BKIPM Kelas --- --- ✓
II Semarang
Sumber: diolah peneliti, 2015.

Secara umum informasi mengenai aspek struktur organisasi dalam


pelembagaan inovasi pelayanan publik menyatakan, bahwa aspek
struktur organisasi dalam pelembagaan inovasi wujudnya berupa
ditegaskannya dalam nomenklatur organisasi, pengelolaan inovasi
termuat dalam fungsi organisasi, dan pengelolaan inovasi dilakukan
oleh Tim Adhoc yang merupakan kerjasama antar satuan kerja dalam
organisasi.
4. Aspek Program dan Anggaran dalam Pelembagaan Inovasi
Pelayanan Publik.

Mengenai aspek struktur organisasi dalam pelembagaan inovasi,


informasi yang diperoleh dari informan dapat disampaikan sebagai
berikut.

Informasi pertama diperoleh dari inovasi Sistem Pendaftaran Fidusia


Online, Kementerian Hukum dan HAM.
“Mengingat inovasi pelayanan publik pendaftaran fidusia
Online melekat pada organisasi, maka dukungan penganggaran
disediakan setiap tahun yang pelaksanaannya menjadi tanggung
Jawab dari Kepala Sub Direktorat Pendaftaran Fidusia yang
disupervisi oleh Direktur Perdata, Ditjen AHU, Kementerian
Hukum dan HAM. . ” (Direktur Perdata, Kementerian Hukum dan
HAM, 2014).

Informasi kedua diperoleh dari inovasi Km 0 Pro Poor Jawa Barat,


Bappeda Jawa Barat.

155
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

“Pengelolaan Sistem Km 0 Pro Poor merupakan bagian dari


pengelolaan data dan analisis pembangunan yang kami lakukan
di Balai ini. Dengan demikian pelembagaan dalam pembangunan
dan pengembangan sistem merupakan tanggung Jawab kami.
Oleh karena itu inovasi tersebut kami programkan dan didukung
anggaran setiap tahunnya. . . ” (Ir. Rudi M. Zafrullah, Kepala Balai
Pusdalisbang, 2014).

Informasi ketiga diperoleh dari inovasi Pelayanan PASTI, BKIPM Kelas II


Semarang.

“UPT BKIPM Kelas II Semarang sebagaimana UPT lain


di lingkungan Badan Karantina Kementerian Kelautan dan
Perikanan mempunyai misi pelayanan, termasuk pelayanan
sertifikasi kesehatan ikan. Tentu saja program dan anggaran
yang kami dapatkan untuk mendukung misi kami tersebut . . . ”
(Kepala BKIPM Kelas II Semarang, 2014).
Tabel 5.13 Ringkasan Informasi Aspek Program dan Anggaran Dalam Pelembagaan
Inovasi Pelayanan Publik

Alokasi Program dan Anggaran


No Nama Inovasi Melekat pada Bagian dari Satuan
Satuan Kerja Kerja
1 Inovasi Sistem Pendaftaran Fidusia Online, ✓ ---
Kementerian Hukum dan HAM
2 Inovasi Km 0 Pro Poor Jawa Barat, Bappeda --- ✓
Jawa Barat
3 Inovasi Pelayanan PASTI, BKIPM Kelas II --- ✓
Semarang
Sumber: Diolah Peneliti, 2015

Secara umum informasi mengenai aspek program dan anggaran dalam


pelembagaan inovasi pelayanan publik menyatakan, bahwa aspek program
dan anggaran dalam pelembagaan inovasi wujudnya berupa tersedianya
program dan anggaran satuan kerja yang bersangkutan dan program dan
anggaran yang merupakan bagian dari satuan kerja yang bersangkutan.

Aspek Pendorong dan Penghambat


Untuk menyajikan aspek pendorong dan penghambat, terlebih dahulu
peneliti menyajikan hasil penilaian atas unsur internal dan unsur eksternal

156
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

dalam penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan


publik dengan pengolahan data menggunakan analisis SWOT.

Penilaian Terhadap Unsur Internal Organisasi


Peneliti melakukan koding komponen dan sub komponen internal
organisasi guna memudahkan proses pengolahan data dan memudahkan
untuk melakukan singkatan dalam penulisan ini sesuai dengan koding.

Tabel 5.14 Koding Unsur Internal

Koding Unsur Internal


A Sumber daya Manusia
1 Keterediaan Jumlah Pegawai Instansi/Lembaga pelaksana inovasi
2 Kualitas dan spesifikasi pendidikan pegawai/lembaga pelaksana inovasi
3 Ketersediaan tenaga ahli independen dalam pelaksanaan inovasi
4 Intensitas pelatihan inovasi
5 Koordinasi intern
6 Penambahan jumlah pegawai dengan adanya inovasi
B Proses
7 Tingkat kejelasan SOP
8 Tingginya semangat dan tanggung jawab pimpinan
9 Kemudahan untuk dilaksanakan
10 Pengawasan yang dilakukan terhadap inovasi
11 Komitmen pelaksana
12 Keselarasan tujuan program antar perencanaan dan pelaksanaan
13 Kemudahan diimplementasikan
14 Kebijakan terkait inovasi dibuat berdasarkan data hasil penelitian
15 Kebijakan terkait inovasi dibuat berdasarkan data hasil evaluasi
C Hasil
16 Efektivitas dan efisiensi proses
17 Kelengkapan akses dan fasilitas
D Pembiayaan
18 Dukungan ketersediaan anggaran
19 Ada penambahan anggaran dengan adanya inovasi
20 Ada penghematan anggaran dengan adanya inovasi
E Lokasi
21 Inovasi dapat diciptakan baik di kota maupun di desa
22 Inovasi dapat diciptakan, baik di pusat maupun di daerah

157
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Koding Unsur Internal


F Sosialisasi
23 Biaya pemasangan iklan/himbauan/pemberitahuan
24 Kemampuan mengakomodir sistem kerjasama dalam inovasi
25 Ada media sosial/Website terkait inovasi
26 Promosi kepada target group secara langsung
27 Penggunaan pertemuan rutin masyarakat (seperti arisan, posyandu, kegiatan keagamaan
dsb) sebagai program inovasi
G Respon Terhadap Saran Perbaikan Inovasi
28 Adanya media (call centre/kotak saran) untuk saran perbaikan
29 Kecepatan respon penyelesaian terhadap problem atau komplain.
30 Pelayanan terhadap masukan, kritik, dan saran
Sumber: Diolah peneliti, 2014.

Koding tersebut di atas meliputi:


1) Huruf Kapital A sampai dengan G merupakan komponen dari unsur
internal.
2) Angka arab 1 sampai dengan 30 merupakan sub komponen yang
ditanyakan kepada Panel Ahli.
Koding dan Hasil penelitian terhadap unsur internal dilakukan perhitungan
sebagai berikut:

Tabel 5.15 Hasil Penilaian Panel Ahli atas Unsur Internal

158
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

Sumber: diolah peneliti, 2014.

Berdasarkan hasil analisis terhadap unsur-unsur internal yang di-koding


berjumlah 30 item diperoleh informasi sebagai berikut:
1. Pada instansi/lembaga pelaksana inovasi, ketersediaan pegawai yang
ada saat ini mendukung penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan
inovasi pelayanan publik.
2. Bahwa kualitas dan spesifikasi pegawai yang ada saat ini mendukung
penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan publik.
3. Bahwa ketersediaan tenaga ahli yang ada saat ini mendukung penciptaan,
pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan publik.

159
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

4. Bahwa training inovasi saat ini masih kurang, sehingga dianggap kurang
mendukung penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi
pelayanan publik.
5. Koordinasi intern saat ini masih kurang, sehingga dianggap kurang
mendukung penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi
pelayanan publik.
6. Belum ada penambahan pegawai, sehingga dianggap kurang mendukung
penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan publik.
Disimpukan, bahwa komponen SDM merupakan aspek pendorong
dalam penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan
publik.
Hasil penilaian panel ahli terhadap unsur internal terkait dengan
proses, dapat disampaikan sebagai berikut:
1) Pada instansi/lembaga pelaksana inovasi, SOP saat ini berperan penting
dalam penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan
publik.
2) Bahwa tingginya semangat dan tanggung jawab pimpinan saat ini
berperan penting dalam penciptaan, pengembangan, dan kelembagaan
inovasi pelayanan publik.
3) Bahwa implementasi inovasi tidak mudah dilakukan, sehingga menjadi
penghambat dalam penciptaan, pengembangan, dan pelem­bagaan inovasi
pelayanan publik; serta kurang melakukan pengawasan terhadap inovasi,
sehingga menjadi penghambat dalam penciptaan, pengembangan, dan
pelembagaan inovasi pelayanan publik.
4) Pada instansi/lembaga pelaksana inovasi mempunyai para pelaksana
yang komitmen tinggi yang berperan penting dalam penciptaan,
pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan publik.
5) Bahwa saat ini terjadi kekurangselarasan antara program dan
peren­
canaan yang menyebabkan kurang mendorong penciptaan,
pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan publik. Instansi
sudah menggunakan data penelitian untuk menyiapkan inovasi, sehingga
mendorong penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi
pelayanan publik.
6) Bahwa saat ini instansi belum sepenuhnya menggunakan data penelitian
untuk menyiapkan inovasi, sehingga tidak mendorong penciptaan,
pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan publik; belum
menggunakan data hasil evaluasi untuk menyiapkan inovasi, sehingga

160
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

tidak mendorong penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi


pelayanan publik.
Disimpulkan, bahwa komponen Proses merupakan aspek penghambat
dalam penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan
publik.
Tabel 5.16 Ringkasan Informasi Komponen SDM Sebagai Pendorong/Penghambat
Penciptaan, Pengembangan, dan Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik

Perbandingan Nilai Sub


Komponen dengan Rata-Rata
No Sub Komponen Nilai Komponen
= > <
1 Keterediaan Jumlah Pegawai Instansi/Lembaga ✓
pelaksana inovasi
2 Kualitas dan spesifikasi pendidikan pegawai/lembaga ✓
pelaksana inovasi
3 Ketersediaan tenaga ahli independen dalam ✓
pelaksanaan inovasi
4 Intensitas pelatihan inovasi ✓
5 Koordinasi intern ✓
6 Penambahan jumlah pegawai dengan adanya inovasi ✓
Sumber: diolah peneliti, 2015.

Komponen SDM terdiri dari 3 sub komponen mendukung dan 3 sub


komponen tidak mendukung. Sesuai dengan ketentuan SWOT, apabila jumlah
sub komponen yang mendukung dan sub komponen yang tidak mendukung
jumlahnya sama dianggap mendukung. Oleh karena itu, disimpukan,
bahwa komponen SDM merupakan aspek pendorong dalam penciptaan,
pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan publik.

Tabel 5.17 Ringkasan Informasi Komponen Proses Sebagai Pendorong/Penghambat


Penciptaan, Pengembangan, dan Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik

Perbandingan Nilai Sub Komponen


No Sub Komponen dengan Rata-Rata Nilai Komponen
= > <
1 Tingkat kejelasan SOP ✓
2 Tingginya semangat dan tanggung jawab ✓
pimpinan
3 Kemudahan untuk dilaksanakan ✓

161
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Perbandingan Nilai Sub Komponen


No Sub Komponen dengan Rata-Rata Nilai Komponen
= > <
4 Pengawasan yang dilakukan terhadap inovasi ✓
5 Komitmen pelaksana ✓
6 Keselarasan tujuan program antar perencanaan ✓
dan pelaksanaan
7 Kemudahan diimplementasikan ✓
8 Kebijakan terkait inovasi dibuat berdasarkan ✓
data hasil penelitian
9 Kebijakan terkait inovasi dibuat berdasarkan ✓
data hasil evaluasi
Sumber: diolah peneliti, 2015.

Komponen Proses terdiri dari 4 sub komponen mendukung dan 5


sub komponen tidak mendukung. Disimpulkan, bahwa komponen Proses
merupakan aspek penghambat dalam penciptaan, pengembangan, dan
pelembagaan inovasi pelayanan publik.
Hasil penilaian panel ahli atas unsur internal terkait dengan hasil,
dapat disampaikan bahwa saat ini instansi belum memperhatikan efektivitas
dan efisiensi proses dalam mendorong inovasi pelayanan publik; belum
memperoleh akses dan fasilitas yang cukup dalam rangka mendorong inovasi
pelayanan publik. Maka, disimpulkan bahwa komponen hasil merupakan
aspek penghambat dalam penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan
inovasi pelayanan publik.

Tabel 5.18 Ringkasan Informasi Komponen Hasil Sebagai Pendorong/Penghambat


Penciptaan, Pengembangan, dan Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik

Perbandingan Nilai SubKomponen


Dengan Rata-Rata Nilai Komponen
No Sub Komponen
= > <
1 Efektivitas dan efisiensi proses ✓
2 Kelengkapan aksesdan fasilitas ✓
Sumber: diolah peneliti, 2015.

Secara umum informasi tersebut di atas menyatakan, bahwa komponen


hasil merupakan aspek penghambat dalam penciptaan, pengembangan, dan
pelembagaan inovasi pelayanan publik.

162
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

Hasil penilaian panel ahli atas unsur internal terkait dengan


pembiayaan, berkesimpulam bahwa saat ini instansi memperoleh dukungan
anggaran yang cukup dalam rangka mendorong penciptaan, pengembangan,
dan pelembagaan inovasi pelayanan publik. instansi memperoleh tambahan
anggaran dengan adanya penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan
inovasi pelayanan publik. Dengan adanya inovasi terhadap tugas dan fungsi
instansi, maka inovasi tersebut berperan penting terhadap penghematan ang­
garan. Disimpulkan bahwa komponen pembiayaan merupakan aspek men­
jadi aspek pendorong dalam penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan
inovasi pelayanan publik.

Tabel 5.19 Ringkasan Komponen Pembiayaan Inovasi Pelayanan Publik

Perbandingan Nilai Sub


Komponen dengan Rata-
No Sub Komponen Rata Nilai Komponen
= > <
1 Dukungan ketersediaan anggaran ✓
2 Ada penambahan anggaran dengan adanya inovasi ✓
3 Ada penghematan anggaran dengan adanya inovasi ✓
Sumber: diolah peneliti, 2015.

Secara umum informasi tersebut di atas menyatakan, bahwa komponen


pembiayaan merupakan aspek menjadi aspek pendorong dalam penciptaan,
pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan publik.
Hasil penilaian panel ahli atas unsur internal terkait dengan lokasi,
bahwa saat ini antara di kota dan di desa memperoleh kesempatan yang sama
dalam penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan
publik. Antara di pusat dan di daerah memperoleh kesempatan yang sama
dalam penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan
publik. Disimpulkan bahwa komponen lokasi merupakan aspek pendorong
dalam penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan
publik.

163
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Tabel 5.20 Ringkasan Komponen Lokasi Sebagai Pendorong/Penghambat Penciptaan,


Pengembangan, dan Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik

Perbandingan Nilai Sub


Komponen Dengan Rata-Rata
No Sub Komponen Nilai Komponen
= > <
1 Inovasi dapat diciptakan baik di kota maupun di desa ✓
2 Inovasi dapat diciptakan, baik di pusat maupun di daerah ✓
Sumber: diolah peneliti, 2015.

Secara umum informasi tersebut di atas menyatakan, bahwa komponen


lokasi merupakan aspek pendorong dalam penciptaan, pengembangan, dan
pelembagaan inovasi pelayanan publik.
Hasil penilaian panel ahli atas unsur internal terkait dengan respon
terhadap saran perbaikan inovasi, dapat disampaikan bahwa penggunaan
media (call center/kotak saran) sebagai sarana yang efektif untuk
menyampaikan saran perbaikan dalam rangka mendukung penciptaan,
pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan publik. Instansi
sudah cepat dalam melakukan respon penyelesaian terhadapproblem
atau komplain dalam rangka mendukung penciptaan, pengembangan, dan
pelembagaan inovasi pelayanan publik. Instansi masih belum melayani
dengan baik dalam rangka penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan
inovasi pelayanan publik.
Disimpulkan, bahwa komponen kecepatan respon terhadap saran
perbaikan sudah baik, sehingga termasuk dalam aspek pendorong dalam
rangka penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan
publik.
Secara keseluruhan, dari hasil penelitian mengenai penilaian unsur
internal organisasi menunjukkan unsur internal organisasi mempunyai
komponen mendukung yang sama dengan komponen yang tidak mendukung.
Posisi ini sesuai dengan ketentuan SWOT dapat diartikan unsur internal
organisasi mendukung penciptaan, pengembangan dan pelembagaan inovasi
pelayanan publik.

164
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

Tabel 5.21 Ringkasan Informasi Komponen Sosialisasi Sebagai Pendorong/


Penghambat Penciptaan, Pengembangan, dan Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik

Perbandingan Nilai Sub Komponen


No Sub Komponen Dengan Rata-Rata Nilai Komponen
= > <
1 Biaya pemasangan iklan/himbauan/pemberi- ✓
tahuan
2 Kemampuan mengakomodir sistem kerja sama ✓
dalam inovasi
3 Ada media sosial/Website terkait inovasi ✓
4 Promosi kepada target group secara langsung ✓
5 Penggunaan pertemuan rutin masyarakat (seperti ✓
arisan, posyandu, kegiatan keagamaan dsb)
sebagai program inovasi
Sumber: diolah peneliti, 2015.

Komponen Sosialisasi terdiri dari 2 sub komponen mendukung dan


3 sub komponen tidak mendukung. Sesuai dengan ketentuan SWOT, maka
apabila jumlah sub komponen yang mendukung kurang sub komponen
yang tidak mendukung sama dianggap tidak mendukung. Oleh karena itu,
disimpulkan, bahwa komponen sosialisasi dianggap masih kurang dan
menjadi penghambat dalam penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan
inovasi pelayanan publik.
Perhitungan yang termuat dalam Tabel 5.2 mengenai Hasil Penilaian
Panel Ahli Atas Unsur Internal terkait dengan Respon Terhadap Saran
Perbaikan Inovasi, dapat disampaikan sebagai berikut:
1. Penggunaan media (call center/kotak saran) untuk menyampaikan saran
perbaikan inovasi memperoleh nilai penanganan sebesar 2.333333.
Angka tersebut menunjukkan nilai unsur ini lebih tinggi dari nilai rata-
rata sebesar 2.222222. Dengan kata lain saat ini Penggunaan media (call
center/kotak saran) sebagai sarana yang efektif untuk menyampaikan
saran perbaikan dalam rangka mendukung penciptaan, pengembangan,
dan pelembagaan inovasi pelayanan publik.
2. Kecepatan respon penyelesaian terhadap problem atau komplain
memperoleh nilai penanganan sebesar 2.333333. Angka tersebut
menunjukkan nilai lebih dari dari nilai rata-rata sebesar 2.25. Dengan kata
lain, bahwa instansi sudah cepat dalam melakukan respon penyelesaian
terhadap problem atau komplain dalam rangka mendukung penciptaan,
pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan publik.

165
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

3. Pelayanan terhadap masukan, kritik dan saran memperoleh nilai


penanganan sebesar 2.11111. Angka tersebut menunjukkan nilai unsur
ini lebih rendah dengan nilai rata-rata sebesar 2.222222. Dengan kata
lain bahwa instansi masih belum melayani dengan baik dalam rangka
penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan publik.
Tabel 5.22 Ringkasan Informasi Komponen Respon Terhadap Saran Perbaikan
Inovasi Sebagai Pendorong/Penghambat Penciptaan, Pengembangan, dan
Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik

Perbandingan Nilai Sub Komponen


No Sub Komponen Dengan Rata-Rata Nilai Komponen
= > <
1 Adanya media (call centre/kotak saran) untuk ✓
saran perbaikan
2 Kecepatan respon penyelesaian terhadap ✓
problem atau komplain.
3 Pelayanan terhadap masukan, kritik, dan saran ✓
Sumber: diolah peneliti, 2015.

Komponen Sosialisasi terdiri dari 2 sub komponen mendukung dan


1 sub komponen tidak mendukung. Sesuai dengan ketentuan SWOT, maka
apabila jumlah sub komponen yang mendukung lebih banyak dari sub
komponen yang tidak mendukung sama dianggap mendukung. Oleh karena
itu, disimpulkan, bahwa komponen kecepatan respon terhadap saran
perbaikan sudah baik, sehingga termasuk dalam aspek pendorong dalam
rangka penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan
publik.
Secara keseluruhan, Peneliti melakukan ringkasan terhadap hasil
penelitian mengenai penilaian unsur internal organisasi sebagai berikut:

Tabel 5.23 Ringkasan Hasil Penilaian Unsur Internal Organisasi

Inovasi Pelayanan Publik


No Komponen
Mendukung Tidak Mendukung
1 Sumber Daya Manusia ✓
2 Proses ✓
3 Hasil ✓
4 Lokasi ✓
5 Sosialisasi ✓
6 Respon terhadap saran perbaikan inovasi ✓
Sumber: diolah peneliti, 2015

166
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

Berdasakan Tabel 5.21 di atas, ringkasan hasil penilaian unsur internal


organisasi menunjukkan unsur internal organisasi mempunyai komponen
mendukung yang sama dengan komponen yang tidak mendukung. Posisi ini
sesuai dengan ketentuan SWOT dapat diartikan unsur internal organisasi
mendukung penciptaan, pengembangan dan pelembagaan inovasi pelayanan
publik.

Penilaian Terhadap Unsur Eksternal Organisasi


Peneliti melakukan koding komponen dan sub komponen eksternal
organisasi guna memudahkan proses pengolahan data dan memudahkan
untuk melakukan penulisan singkatan dalam disertasi ini.
Koding penelitian terhadap unsur eksternal organisasi dilakukan
perhitungan sebagai berikut:

Tabel 5.24 Koding Unsur Eksternal

Koding Unsur Eksternal


A Hukum
1 Adanya peraturan perundang-undangan yang mendukung upaya penciptaan,
pengembangan, dan pelembagaan inovasi
2 Adanya peraturan perundang-undangan yang mendukung jenjang karir inovator
3 Adanya peraturan perundang-undangan yang melindungi upaya penciptaan,
pengembangan, dan pelembagaan inovasi
B Budaya
4 Adanya budaya open-minded masyarakat dalam arti mau menerima hal-hal yang
baru.
5 Adanya kepedulian masyarakat dengan upaya pemerintah
C Teknologi
6 Kemajuan teknologi informasi
7 Pemanfaatan teknologi informasi oleh masyarakat
D Sosial
8 Lingkungan yang kompetitif diantara instansi/unit kerja/pejabat
9 Pemberian penghargaan level daerah/regional
10 Pemberian penghargaan level nasional dan internasional
11 Pemberian fasilitas peningkatan SDM terhadap inovator.
12 Tekanan media/LSM terhadap pemerintah
E Ekonomi
13 Masyarakat mendapatkan pelayanan murah dan mudah
14 Peningkatan pendapatan masyarakat.
Sumber: diolah peneliti, 2015.

167
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Koding tersebut di atas meliputi:


1) Huruf Kapital A sampai dengan E merupakan komponen dari unsur
eksternal organisasi.
2) Angka arab 1 sampai dengan 14 merupakan sub komponen yang
ditanyakan kepada Panel Ahli.
Selanjutnya hasil penelitian terhadap unsur eksternal organisasi yang
telah dikoding sebagai berikut:

Tabel 5.25 Hasil Penilaian Panel Ahli atas Unsur Eksternal

Bobot Penilaian Responden


Penanganan Urgensi
No
Unsur Nilai Nilai Rata-
Bobot Bobot
Internal Rata-rata rata
1 A 2 1.851852 O 4.333333 4.111111
2 1.666667 T 4
3 1.888889 O 4
4 B 1.888889 1.888889 O 4.666667 4.333333
5 1.888889 O 4
6 C 1.666667 1.777778 T 4.666667 4.666667
7 1.888889 O 4.666667
8 D 1.888889 1.8 O 4 4.377778
9 1.666667 T 4.888889
10 1.888889 O 4.888889
11 1.888889 O 4.333333
12 1.666667 T 3.777778
13 E 1.888889 1.888889 O 4.111111 4.055556
14 1.888889 O 4
Sumber: diolah peneliti, 2015.

Hasil perhitungan yang termuat dalam Tabel 5.24 mengenai Hasil


Penilaian Panel Ahli Atas Unsur Eksternal terkait dengan Hukum dapat
disampaikan sebagai berikut:
1. Tersedianya peraturan perundang-undangan yang mendukung upaya
penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi memperoleh nilai
penanganan sebesar 2. Angka tersebut menunjukkan nilai unsur ini
lebih tinggi dari nilai rata-rata sebesar 1.851852. Hal ini berarti sudah

168
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

ada peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan payung dalam


rangka mendukung penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan
inovasi pelayanan publik.
2. Tersedianya peraturan yang mendukung jenjang karir inovator
memperoleh nilai penanganan sebesar 1.666667. Angka tersebut
menunjukkan nilai unsur ini lebih rendah dari nilai rata-rata sebesar
1.851852. Hal ini berarti bahwa para inovator merasa tidak ada
perundang-undangan mendukung jenjang karir inovator.
3. Tersedianya peraturan perundang-undangan yang melindungi
penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi memperoleh nilai
penanganan sebesar 1.888889. Angka tersebut menunjukkan nilai unsur
ini lebih tinggi dari nilai rata-rata sebesar 1.851852. Hal ini berarti bahwa
saat ini sudah ada peraturan perundang-undangan yang melindungi
penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan publik.

Tabel 5.26 Ringkasan Informasi Hukum Sebagai Pendorong/Penghambat Penciptaan,


Pengembangan, dan Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik

Perbandingan Nilai Sub


Komponen Dengan Rata-Rata
No Sub Komponen Nilai Komponen
= > <
1 Adanya peraturan perundang-undangan yang ✓
mendukung upaya penciptaan, pengembangan,
dan pelembagaan inovasi
2 Adanya peraturan perundang-undangan yang ✓
mendukung jenjang karir inovator
3 Adanya peraturan perundang-undangan yang ✓
melindungi upaya penciptaan, pengembangan,
dan pelembagaan inovasi
Sumber: diolah peneliti, 2015.

Secara umum informasi tersebut di atas menyatakan, bahwa komponen


hukum merupakan aspek menjadi aspek pendorong dalam penciptaan,
pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan publik.
Hasil perhitungan yang termuat dalam Tabel 5.24 mengenai Hasil
Penilaian Panel Ahli Atas Unsur Eksternal terkait dengan Budaya, dapat
disampaikan sebagai berikut:
1. Budaya masyarakat open minded memperoleh nilai penanganan sebesar
1.888889. Angka tersebut menunjukkan nilai unsur ini sama dengan
nilai rata-rata sebesar 1.888889. Dengan kata lain masyarakat pengguna

169
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

layanan terbuka dan menerima dengan baik perubahan inovasi pelayanan


publik, seperti pada penggunaan teknologi informasi.
2. Kepedulian masyarakat pengguna layanan kepada pemerintah
memperoleh nilai penanganan sebesar 1.888889. Angka tersebut
menunjukkan nilai unsur ini sama dengan nilai rata-rata sebesar
1.888889. Hal ini menunjukkan, bahwa masyarakat telah menunjukkan
sikap kepedulian terhadap upaya pemerintah melakukan inovasi
pelayanan publik.

Tabel 5.27 Tabel Ringkasan Informasi Komponen Budaya Sebagai Pendorong/


Penghambat Penciptaan, Pengembangan, dan Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik

No Sub Komponen Perbandingan Nilai SubKomponen


Dengan Rata-Rata Nilai Komponen
= > <
1 Budaya Open Minded ✓
2 Kepedulian masyarakat ✓
Sumber: Diolah Peneliti, 2015.

Secara umum informasi komponen budaya menyatakan, bahwa


budaya berfikir terbuka dan kepedulian masyarakat dengan pemerintah
menjadi pendorong penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi
pelayanan publik.
Hasil perhitungan yang termuat dalam Tabel 5.24 mengenai Hasil
Penilaian Panel Ahli Atas Unsur Eksternal terkait dengan Teknologi dapat
disampaikan sebagai berikut:
1. Kemajuan teknologi informasi memperoleh nilai penanganan sebesar
1.666667. Angka tersebut menunjukkan nilai lebih rendah dari nilai
rata-rata sebesar 1.777778. Dengan kata lain kemajuan teknologi saat
ini masih belum dimanfaatkan dalam penciptaan, pengembangan, dan
pelembagaan inovasi pelayanan publik.
2. Pemanfaatan teknologi informasi oleh masyarakat memperoleh nilai
penanganan sebesar 1.888889. Angka tersebut menunjukkan nilai
lebih tinggi dari nilai rata-rata sebesar 1.777778. Dengan kata lain
masyarakat sudah mulai biasa memanfaatkan teknologi informasi yang
dapat mendorong penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi
pelayanan publik.

170
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

Tabel 5.28 Ringkasan Informasi Komponen Teknologi Sebagai Pendorong/


Penghambat Penciptaan, Pengembangan, dan Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik

Perbandingan Nilai Sub Komponen


Dengan Rata-Rata Nilai Komponen
No Sub Komponen
= > <
1 Kemajuan Teknologi ✓
2 Pemanfaatan Teknologi oleh ✓
Masyarakat
Sumber: diolah peneliti, 2015.

Secara umum komponen teknologi tersebut di atas menyatakan,


bahwa penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi sudah mulai biasa
dilakukan masyarakat dan menjadi pendorong penciptaan, pengembangan,
dan pelembagaan inovasi pelayanan publik.
Hasil perhitungan yang termuat dalam Tabel 5.24 mengenai Hasil
Penilaian Panel Ahli Atas Unsur Eksternal terkait dengan Sosial, dapat
disampaikan sebagai berikut:
1. Lingkungan kompetitif diantara instansi/unit kerja/pejabat, memperoleh
nilai penanganan sebesar 1.888889. Angka tersebut menunjukkan
nilai lebih tinggi dari nilai rata-rata sebesar 1.8. Dengan kata lain pada
instansi/unit kerja/pejabat yang melakukan inovasi pelayanan publik
saat ini telah ditumbuhkan lingkungan yang kompetitif untuk mendorong
peningkatan prestasi
2. Pemberian penghargaan level daerah/regional memperoleh nilai
penanganan sebesar 1.66667. Angka tersebut menunjukkan nilai
unsur ini lebih tinggi dari nilai rata-rata sebesar 1.8. Dengan kata lain
pemberian penghargaan level daerah/regional kurang diminati oleh
instansi/lembaga pelaksana inovasi tidak menjadi motivasi dalam rangka
penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan publik.
3. Pemberian penghargaan level nasional dan internasional memperoleh
nilai penanganan sebesar 1.888889. Angka tersebut menunjukkan nilai
unsur ini lebih tinggi dari nilai rata-rata sebesar 1.8. Dengan kata lain
pemberian penghargaan level nasional/internasional pada instansi/
lembaga pelaksana inovasi menjadi motivasi dalam rangka penciptaan,
pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan publik.
4. Peningkatan fasilitas SDM memperoleh nilai penanganan sebesar
1.888889. Angka tersebut menunjukkan nilai lebih tinggi dari nilai rata-
rata sebesar 1.8. Hal ini berarti, bahwa pada instansi/lembaga pelaksana
inovasi saat ini terdapat peningkatan fasilitas peningkatan SDM yang

171
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

berperan penting dalam penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan


inovasi pelayanan publik.
5. Tekanan Media/LSM terhadap Pemerintah yang ditujukan kepada
Instansi/Lembaga pelaksana inovasi memperoleh nilai penanganan
sebesar 1.666667. Angka tersebut menunjukkan nilai lebih rendah dari
nilai rata-rata sebesar 1.8. Hal ini berarti, bahwa saat ini tekanan media/
LSM masih kurang terhadap instansi/lembaga pelaksana inovasi sehingga
tekanan media/LSM kurang berperan dalam penciptaan, pengembangan,
dan pelembagaan inovasi pelayanan publik.
Tabel 5.29 Ringkasan Informasi Komponen Sosial sebagai Pendorong/Penghambat
Penciptaan, Pengembangan, dan Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik

No Sub Komponen Perbandingan Nilai Sub Komponen


Dengan Rata-Rata Nilai Komponen
= > <
1 Lingkungan yang kompetitif diantara instansi/ ✓
unit kerja/pejabat
2 Pemberian penghargaan level daerah regional ✓
3 Pemberian penghargaan level nasional dan ✓
internasional
4 Pemberian fasilitas peningkatan SDM terhadap ✓
inovator.
5 Tekanan media/LSM terhadap pemerintah ✓
Sumber: Diolah Peneliti, 2015.

Secara umum informasi komponen sosial tersebut di atas menunjukkan


kecenderungan, bahwa komponen sosial berfungsi sebagai pendorong
penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan publik.
Hasil perhitungan yang termuat dalam Tabel 5.24 mengenai Hasil
Penilaian Panel Ahli Atas Unsur Eksternal terkait dengan Ekonomi, dapat
disampaikan sebagai berikut:
1. Masyarakat untuk mendapat pelayanan murah dan mudah, memperoleh
nilai penanganan sebesar 1.888889. Angka tersebut menunjukkan
nilai unsur ini sama dengan nilai rata-rata sebesar 1.888889. Hal ini
menunjukkan bahwa masyarakat mendapat pelayanan murah dan
mudah dari instansi/lembaga pelaksana inovasi.
2. Peningkatan pendapatan masyarakat memperoleh nilai penanganan
sebesar 1.888889. Angka tersebut menunjukkan nilai unsur ini sama
dengan nilai rata-rata sebesar 1.888889. Hal ini berarti, bahwa saat
ini masyarakat pengguna layanan tidak perlu lagi mengeluarkan

172
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

pembiayaan yang besar akibat pelayanan yang mudah dan murah dari
instansi/lembaga pelaksana inovasi.
Tabel 5.30 Ringkasan Informasi Komponen Ekonomi Sebagai Pendorong/
Penghambat Penciptaan, Pengembangan, dan Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik

No Sub Komponen Perbandingan Nilai Sub Komponen


Dengan Rata-Rata Nilai Komponen
= > <
1 Masyarakat mendapatkan pelayanan ✓
murah dan mudah
2 Peningkatan pendapatan masyarakat. ✓
Sumber: diolah peneliti, 2015.

Secara umum informasi komponen sosial tersebut di atas


menyatakan, bahwa komponen ekonomi merupakan pendorong penciptaan,
pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan publik.
Secara keseluruhan, Peneliti melakukan ringkasan terhadap hasil
penelitian mengenai penilaian unsur internal organisasi sebagai berikut:

Tabel 5.31 Ringkasan Hasil Penilaian Unsur Eksternal Organisasi

Inovasi Pelayanan Publik


No Komponen
Mendukung Tidak Mendukung
1 Hukum ✓
2 Budaya ✓
3 Teknologi ✓
4 Sosial ✓
5 Ekonomi ✓
Sumber: diolah peneliti, 2015

Berdasakan Tabel di atas, ringkasan hasil penilaian unsur internal


organisasi menunjukkan komponen unsur eksternal organisasi semuanya
mendukung. Dengan demikian unsur eksternal organisasi mendukung
penciptaan, pengembangan dan pelembagaan inovasi pelayanan publik.

5.1.3. Model Inovasi Pelayanan Publik di Indonesia Saat Ini.


Peneliti melakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan Para Pakar/
Pengamat yang membantu penelitian ini pada tanggal 15-16 September
2015 di Kementerian PANRB untuk membantu merumuskan model yang

173
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

berlaku saat ini berdasarkan karaktekter yang membedakan antara Varian


Model pada masing-masing aspek model inovasi pelayanan publik.
Hasil penelitian lapangan mengenai model inovasi pelayanan publik
yang berlaku saat ini ditemukan model sesuai dengan fenomena dan varian
model sesuai dengan sub fenomena, sebagai berikut:

Tabel 5.32 Daftar Model dan Dasar Varian Model Inovasi Pelayanan Publik

No Model Dasar Varian Model


1 Model Penciptaan Varian Model Penciptaan Inovasi Pelayanan Publik Berdasarkan:
Inovasi Pelayanan 1) Latar Belakang Masalah
Publik 2) Originalitas
3) Pencetus Gagasan.
4) Motivasi.

2 Model Pengem- Varian Model Pengembangan Inovasi Pelayanan Publik Berdasarkan:


bangan Inovasi Pe- 1) Difusi
layanan Publik 2) Inkubasi
3) Manajemen SDM
4) Knowledge Sharing.
5) Organisasi Pembelajar.

3 Model Pelembagaan Varian Model Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik Berdasarkan:


Inovasi Pelayanan 1) Budaya.
Publik 2) Hukum
3) Struktur organisasi.
4) Program dan Anggaran.

Sumber: diolah peneliti, 2015

Secara umum FGD Panel Ahli dengan Peneliti mendiskusikan


apakah Varian Model menentukan dalam merumuskan Model Inovasi
Pelayanan Publik yang berlaku. FGD menemukan bahwa Varian Model turut
menentukan perumusan model inovasi pelayanan publik saat ini. Terdapat
beberapa alasan yang disampaikan dalam FGD sebagai berikut:
1. Varian model membicarakan karakter yang menjadi diferensiasi antar
model menjadi pembeda dalam proses penciptaan, pengembangan, dan
pelembagaan inovasi pelayanan publik. Dengan kata lain, varian model
berbeda-beda tetapi mempunyai proses yang sama dalam penciptaan,
pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan publik.
2. Karakter varian model menentukan kualitas inovasi pelayanan publik.

174
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

5.1.3.1. Model Penciptaan Inovasi Pelayanan Publik Saat ini.


Hasil informasi lapangan mengenai Varian model penciptaan inovasi
pelayanan publik terdiri dari:
1. Varian model berdasarkan latar belakang Masalah yang mendorong
solusi inovasi. Varian model ini dibedakan atas 2 (dua) karakter,
yaitu:
a. Model yang dilatarbelakangi oleh persoalan pengguna layanan
diwakili oleh Sistem Pendaftaran Fidusia Online dari Kementeri-
an Hukum dan HAM. Model tersebut dibangun karena merupa-
kan solusi atas permasalahan yang dirasakan oleh masyarakat
selaku pengguna layanan; dan
b. Model yang dilatarbelakangi oleh persoalan internal instansi/
satuan kerja. Model ini diwakili oleh Km 0 Pro Poor Jawa Barat,
Bappeda Provinsi Jawa Barat. Model tersebut dibangun karena
persoalan internal instansi tersebut, karena seringkali menemui
kesulitan ketika melakukan perencanaan pembangunan untuk
pengentasan kemiskinan. Namun demikian manfaat sistem
tersebut berujung untuk pelayanan kepada masyarakat.
2. Varian model berdasarkan originalitas. Model tersebut dibedakan
atas 2 (dua) karakter, yaitu:
a. Model yang merupakan kreativitas sendiri, yaitu model yang
dibangun atas gagasan atau kreativitas genuin instansi/satuan
kerja yang bersangkutan. Inspirasi dari luar hanya sekedar
memperkaya pengetahuan. Gagasan dilahirkan oleh instansi/
satuan kerja yang bersangkutan. Model ini diwakili oleh Inovasi
Km 0 Pro Poor, Bappeda Jawa Barat. Model ini diklaim sebagai
model original, karena sebelumnya tidak ada yang melakukan
inovasi ini.
b. Model yang merupakan adopsi dari inovasi yang telah ada. Model
ini dibangun dari inovasi yang telah ada sebelumnya kemudian
dimodifikasi oleh instansi/satuan kerja yang bersangkutan
sesuai dengan kebutuhannya. Model ini diwakili oleh Sistem
Pendaftaran Fidusia Online. Sistem Pendaftaran fidusia Online
merupakan adopsi inovasi dari sistem pendaftaran perusahaan
di negara Singapura, Australia, dan Canada.
3. Varian model berdasarkan pencetus gagasan atau kelompok yang
berperan dalam melakukan inisiasi penciptaan inovasi pelayanan
publik. Model tersebut dibedakan atas 2 (dua) karakter, yaitu:

175
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

a. Model yang merupakan peranan kelompok pimpinan, yaitu


model inovasi dimana pimpinan puncak yang mendominasi
gagasan penciptaan inovasi. Model ini diwakili oleh Inovasi Km
0 Pro Poor Jawa Barat (Gagasan lahir dari Kepala Bappeda Jawa
Barat dan Sistem Pendaftaran Fidusia Online (Gagasan Lahir
dari Dirjen Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum
dan HAM).
b. Model yang merupakan peranan bawahan. Model ini diwakili
oleh BKIPM Kelas II Semarang. Pimpinan puncak berada
pada tingkat Kementerian, yaitu Badan Karantina Ikan dan
Pengendalian Mutu dan BKIPM merupakan sub ordinasi dari
Badan tersebut. Namun demikian kenyataannya, BKIPM Kelas II
Semarang mengambil alih untuk melakukan inovasi tersebut.
4. Varian model berdasarkan motivasi atau dorongan individu
instansi/pelaksana inovasi dalam menciptakan inovasi pelayanan
publik. Model tersebut dibedakan atas 2 (dua) karakter, yaitu:
a. Model yang didasarkan kepada motivasi kinerja, yaitu model
inovasi lahir karena motivasi kinerja. Model ini diwakili oleh
BKIPM Kelas II Semarang.
b. Model yang didasarkan kepada non-kinerja, yaitu model yang
lahir karena motivasi non-kinerja, seperti lebih kepada orientasi
pribadi dan pengakuan publik (kebanggaan) yang diwakili oleh
Inovasi Sistem Pendaftaran Fidusia Online.
Model penciptaan inovasi pelayanan publik yang berlaku saat ini
akan digambarkan seperti pola Bulkonah (Bulat, Kotak, Panah)
yang biasa dipergunakan dalam pelatihan di Lembaga Ketahanan
Nasional (Lemhanas) untuk menggambarkan “Input-Proses-Output”.
Materi gambar model diambil dari sub fenomena solusi, originalitas,
penggagas inovasi, dan motivasi yang dikoversi menjadi mekanisme
“Input-Proses-Output”.

176
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA
Gambar 5.1
Model Penciptaan Inovasi Pelayanan Publik Saat ini
Gambar 5.1 Model Penciptaan Inovasi Pelayanan Publik Saat ini

4 Varian
Model
Penciptaan
Keluhan Inovasi Inovasi
Masyarakat/ Pelayanan Baru/
Kebutuhan Publik Modifikasi
Internal

Mekanisme Model Inovasi Pelayanan Publik merupakan


Mekanisme Model Inovasi Pelayanan Publik merupakan mekanisme
mekanisme “Input-Proses-Output”
“Input-Proses-Output” tersebut
tersebut adalah
adalah sebagai
sebagai berikut:
berikut:
1. Input
1. Input merupakan
merupakan masukan
masukan yang yang tuntutan
tuntutan kebutuhan
kebutuhan eksternal
eksternal dan
dan internal yang berasal dari latar belakang yang mendorong
internal yang berasal dari latar belakang yang mendorong solusi.
solusi.
2. Proses
2. Proses merupakan
merupakan gabungan
gabungan penggagas
penggagas selakupelaku,
selaku pelaku,metoda
metoda
merupakan dari proses originalitas inovasi dan obyek adalah
merupakan dari proses
inovasi yang diteliti originalitas
di lapangan.inovasi dan obyek adalah inovasi
yang diteliti adalah
3. Output di lapangan.
inovasi baru/modifikasi.

3. Output adalah inovasi baru/modifikasi.


5.1.3.2. Model Pengembangan Inovasi Pelayanan Publik Saat ini.
Varian model Pengembangan inovasi pelayanan publik yang berlaku
terdiri dari:
1. Varian model berdasarkan difusi. Model tersebut dibedakan 2
(dua) karakter, yaitu
5.1.3.2. Model Pengembangan Inovasi Pelayanan Publik Saat ini.
a. Model difusi sempurna, yaitu model inovasi yang melakukan
Varian
semua model Pengembangan
aktivitas difusi, yaituinovasi pelayanan
mempelajari, publik yang
mengadopsi, dan
mengembangkan jaringan. Model ini diwakili oleh Inovasi Sistem
berlaku terdiri dari:
Pendaftaran Fidusia Online. Sebelum inovasi ini dibangun,
1. VarianDitjen
modelAdministrasi
berdasarkan Hukum Umum,
difusi. Model Kementerian
tersebut Hukum
dibedakan dan
2 (dua)
HAM mempelajari terlebih dahulu apa yang menjadi kebutuhan
karakter,
danyaitu
apa yang harus diadopsi. Kemudian melakukan adopsi
inovasi yang telah ada dan memodifikasi. Selanjutnya Ditjen
235
Administrasi Hukum Umum mengembangkan jaringan inovasi
untuk meningkatkan kualitas dan manfaat inovasi.

177
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

b. Model difusi tidak sempurna, yaitu model yang melakukan


sebagian aktivitas difusi yang umumnya meliputi mempelajari
dan mengadopsi saja dan tidak mengembangkan jaringan.
Model ini diwakili oleh BKIPM Kelas II Semarang.
2. Model berdasarkan inkubasi yaitu model yang dibedakan atas 2
(dua) karakter varian model:
a. Model Inkubasi yang bertujuan peningkatan kapasitas. Model
ini diwakili oleh Sistem Pendaftaran Fidusia Online.
b. Model Inkubasi yang bertujuan untuk mendapatkan jaminan
keberhasilan. Model ini diwakili oleh inovasi Km 0 Pro Poor
Jawa Barat dan BKIPM Kelas II Semarang.
3. Varian model berdasarkan Manajemen SDM. Model ini dibedakan
atas 2 (dua) karakter, yaitu:
a. Model peran SDM sebagai penggerak utama yang diwakili oleh
inovasi Sistem Pendaftaran Fidusia Online.
b. Model peran SDM sebagai implementator yang diwakili oleh
inovasi Km 0 Pro Poor Jawa Barat dan inovasi Pelayanan PASTI
BKIPM Kelas II Semarang.
4. Varian model berdasarkan Proses Knowledge Sharing. Model ini
dibedakan atas (2) Karakter, yaitu:
a. Model knowledge sharing secara singkat dilakukan oleh inovasi
Km 0 Pro Poor Jawa Barat dan Inovasi Sistem Pendaftaran
Fidusia Online.
b. Model knowledge sharing secara mendalam dilakukan oleh
inovasi Pelayanan PASTI BKIPM Kelas II Semarang.
5. Varian model berdasarkan Proses organisasi pembelajar. Model ini
dibedakan atas 2 (dua) karakter, yaitu:
a. Model Organisasi Pembelajar Sempurna, yaitu model yang
mengembangkan kepemimpinan dan suasana yang diciptakan
secara keseluruhan dilakukan (kepemimpinan, egaliter, open
mind, tidak hirarkis, dan terbuka dengan perubahan). Model
ini diwakili oleh inovasi Km 0 Pro Poor Jawa Barat dan inovasi
pelayanan PASTI BKIPM Kelas II Semarang.
b. Model Organisasi Pembelajar Tidak Sempurna, yaitu model
yang mengembangkan kepemimpinan dan suasana yang
diciptakan hanya sebagian saja. Model ini diwakili oleh inovasi
Sistem Pendaftaran Fidusia Online.

178
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA
Gambar 5.2
Model Pengembangan Inovasi Pelayanan Publik
Gambar 5.2 Model Pengembangan
SaatInovasi
ini Pelayanan Publik Saat ini

Knowledge
Sharing

Organisasi
Inkubasi
Pembelajar DIFUSI

Manajemen
SDM

Modelini
Model initersebut
tersebutdi
di atas
atas digambarkan
digambarkan dalam
dalam gambar
gambar bulatan
bulatan yang
yang
terhubung satu sama lain yang merefleksikan unsur-unsur dalam
terhubung satu sama lain yang merefleksikan unsur-unsur dalam model
model pengembangan inovasi pelayanan publik merupakan unsur
yang salinginovasi
pengembangan berhubungan
pelayanansatu publik
sama lain.
merupakan unsur yang saling

berhubungan satu
5.1.3.3. Model sama lain. Inovasi Pelayanan Publik Saat ini.
Pelembagaan
Varian model Pelembagaan inovasi pelayanan publik yang berlaku
terdiri dari:
5.1.3.3. Model Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik Saat ini.
1. Berdasarkan budaya inovasi dalam organisasi. Model ini dibedakan
atas 2 (dua)
Varian modelkarakter, yaitu:
Pengembangan inovasi pelayanan publik yang
a. Model yang membangun inovasi sebagai proses budaya
berlaku terdiri dari:
organisasi, yaitu membangun inovasi dipaksakan untuk
1. pertama
Berdasarkan kaki, menjadi
budaya kebiasaan,
inovasi dalam kemudian
organisasi. menjadi
Model budaya
ini dibedakan
dengan membuat simbol dan etika. Model ini diwakili oleh
Inovasi
atas 2 (dua) Sistem Pendaftaran
karakter, yaitu: Fidusia Online.

238
179
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

b. Model yang membangun inovasi sebagai kebiasaan, yaitu


membangun inovasi menjadi kebiasaan karena kegiatan di
masa lalu atau contoh dari pimpinan. Model ini diwakili oleh
inovasi Km 0 Pro Poor Jawa Barat.
2. Berdasarkan hukum yaitu melihat fungsi hukum dalam penciptaan,
pengembangan dan pelembagaan inovasi pelayanan publik. Model
ini dibedakan atas 2 (dua) karakter:
a. Model Inovasi yang mempunyai dasar perundang-undangan
sebagai perlindungan/penguatan. Model ini diwakili oleh
inovasi pelayanan PASTI BKIPM Kelas II Semarang.
b. Model Inovasi yang mempunyai dasar perundang-undangan
sebagai dasar kewajiban dasar perundang-undangan sebagai
perlindungan/penguatan. Model ini diwakili oleh inovasi Sistem
Pendaftaran Fidusia Online.
3. Berdasarkan struktur organisasi yaitu dibedakan atas karakter
bentuk struktur organisasi yang menaungi inovasi pelayanan
publik. Model ini dibedakan atas 2 (dua) karakter, yaitu:
a. Model inovasi yang dipayungi oleh stuktur yang secara tegas
mempunyai nomenklatur inovasi. Model ini diwakili oleh Sistem
Pendaftaran Fidusia Online. Inovasi tersebut dikelola oleh
Sub Direktorat Pendaftaran Fidusia pada Direktorat Perdata,
Kementerian Hukum dan HAM.
b. Model inovasi yang tidak dipayungi oleh struktur yang tidak
secara tegas mempunyai nomenklatur inovasi. Model ini diwakili
oleh inovasi Pelayanan PASTI BKIPM Kelas II Semarang dan
inovasi Km 0 Pro Poor Jawa Barat. Inovasi tersebut ditegaskan
dalam fungsi organisasi dan pelaksanaannya dilakukan dalam
bentuk Tim Adhoc.
4. Berdasarkan program dan anggaran, yaitu dibedakan atas 2 (dua)
karakter, yaitu:
a. Model inovasi yang dipayungi oleh program dan anggaran
tersebut melekat pada satuan kerja. Model inovasi ini diwakili
oleh inovasi Sistem Pendaftaran Fidusia Online.
b. Model inovasi yang dipayungi oleh program dan anggaran yang
tidak melekat pada satuan kerja. Model ini diwakili oleh inovasi
Pelayanan PASTI BKIPM Kelas II Semarang.

180
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

Model pelembagaan inovasi pelayanan publik yang berlaku saat ini


terdiri dari unsur budaya, hukum, struktur organisasi, program dan
anggaran.

Gambar 5.3 Model Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik Saat ini

Model seperti tersebut di atas digambarkan dalam gambar bulatan


berlapis yang mereflekasikan kesatuan kekuatan pelembagaan inovasi
pelayanan publik. Budaya menempati bulatan inti yang berarti bahwa
dalam rangka keberlanjutan inovasi pelayanan publik budaya inovasi dalam
organisasi menempati posisi terkuat dan itu yang diharapkan sebagaimana
informasi yang diperoleh dari informan. Posisi selanjutnya diikuti oleh
hukum, struktur organisasi dan paling luar program dan anggaran.

Model Inovasi Pelayanan Publik Saat ini.


Model Inovasi pelayanan publik saat ini merupakan integrasi gambar
model penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan
publik saat ini. Selanjutnya dapat digambarkan Model Inovasi Pelayanan
Publik yang berlaku sebagai berikut:

181
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Gambar 5.4 Model Inovasi Pelayanan Publik di Indonesia Saat ini

Berdasarkan Gambar 5.4. tersebut di atas, ciri atau karakter Model


Inovasi Pelayanan Publik saat ini adalah sebagai berikut
1) Belum terstruktur, dalam arti model inovasi pelayanan publik belum
mempunyai struktur yang mantap dalam rangka pembinaan dan
pengelolaan inovasi pelayanan publik, baik pada model penciptaan,
pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan publik, maupun
pada model inovasi pelayanan publik secara keseluruhan.
2) Belum sistemik, dalam arti antara model penciptaan, pengembangan, dan
pelembagaan inovasi pelayanan publik belum mempunyai keterkaitan
yang kuat antara satu dan lannya dalam rangka membangun menjadi
model inovasi pelayanan publik, sehingga inovasi pelayanan publik
seringkali berhenti pada aspek penciptaannya saja.
3) Belum masif, dalam arti model inovasi pelayanan publik belum mampu
mendorong secara masif penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan

182
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

inovasi pelayanan publik dalam rangka percepatan peningkatan kualitas


pelayanan publik.
4) Belum siklik, dalam arti model penciptaan, pengembangan, dan
pelembagaan inovasi pelayanan publik belum merupakan siklus proses
percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik yang berkelanjutan.

Penciptaan, Pengembangan, dan Pelembagaan Inovasi


Pelayanan Publik.
Pembahasan aspek penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan
inovasi pelayanan publik dilakukan bersama peneliti dengan tim panel ahli
dalam Focus Gorup Discussion (FGD) pada tanggal 15-16 September 2015 di
Kementerian PANRB.
Pembahasan dalam FGD diarahkan kepada analisis apakah sub
fenomena yang digali dari informan menjadi urgensi dalam proses
penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan publik.
Urgensi tersebut dinilai dari sub fenomena mana yang paling penting dalam
proses penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan
publik.

Penciptaan Inovasi Pelayanan Publik.


Informasi yang diperoleh dari informan mengenai penciptaan inovasi
pelayanan publik, sebagai berikut:
1. Gagasan untuk menciptakan inovasi didorong oleh permasalahan, baik
permasalahan kebutuhan instansi maupun permasalahan keinginan
pengguna layanan untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik.
2. Penciptaan inovasi pelayanan publik terbagi atas adaptasi/modifikasi
inovasi yang telah ada dan kreativitas sendiri.
3. Kreativitas menyampaikan inovasi dalam penciptaan inovasi pelayanan
publik masih didominasi oleh pimpinan puncak.
4. Motivasi dalam mendorong penciptaan inovasi pelayanan publik
didorong oleh dorongan pengakuan publik, rangsangan berprestasi, dan
orientasi pribadi.
Inovasi pelayanan publik atau inovasi yang berasal dari sektor publik
merupakan aktualisasi atau penerapan ide-ide baru yang kreatif atau cara
baru atau pendekatan baru (sebahagiannya baru) untuk mencapai hasil-hasil
yang lebih baik berupa proses baru atau produk layanan baru, atau metode

183
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

baru penyediaan layanan dalam rangka peningkatan efisiensi, efektifitas


dan kualitas layanan, atau setidaknya salah satu dari ketiganya.
Berdasarkan informasi sub fenomena latar belakang, originalitas,
pihak yang berperan, dan motivasi, Panel berpendapat, bahwa yang sering
dipertanyakan dan menjadi penting dalam penciptaan inovasi pelayanan
publik adalah originalitas daripada yang lainnya. Mengenai originalitas ini
informasi yang diperoleh, bahwa inovasi dapat dilakukan melalui proses
adaptasi/modifikasi inovasi yang telah ada atau melalui proses kreativitas
sendiri.
Originalitas dalam arti keaslian inovasi dalam penciptaan inovasi pe-
layanan di sektor publik tidak dipermasalahkan oleh American ­Government
Award Program Harvard University dan juga Impumelelo Innovation
Awards Trust Afrika Selatan. Hal tersebut dapat dilihat dari kriteria mere-
ka ketika melakukan pemilihan inovasi pelayanan publik.
Tabel 5.33 Perbandingan Kriteria Inovasi Antara American Government Award (Program
Harvard University) dengan Impumelelo Innovation Awards Trust Afrika Selatan

American Government Award Impumelelo Innovation Awards Trust Afrika


(Program Harvard University) Selatan
Novelty Innovativeness
Effectiveness Government Inovovement
Significant Effectiveness

Tranferability Poverty impact Sustainability Replicability

Sumber: diolah peneliti dari Publikasi UNPSA, 2014.

Mereka mempersyaratkan adanya aspek novelty atau inovativeness


yaitu mengandung kebaruan atau kreativitas sebagai syarat inovasi, bukan
suatu penemuan yang original (invention) seperti pada dunia teknologi. Oleh
karena itu transfer pengetahuan atau replikasi atau modifikasi dari inovasi
yang telah ada dianggap sebagai inovasi.
Karena kebutuhan, penciptaan inovasi pelayanan publik di Indonesia
memerlukan waktu yang pendek untuk memberikan kemanfaatan sesuai
dengan harapan pengguna layanan, maka transfer pengetahuan dengan
melakukan adaptasi dan modifikasi dianggap sebagai metoda yang dianggap
efisien dan kemudian melakukan transfer inovasi sebagai cara yang efektif.
Oleh karena itu sejalan dengan praktek memodifikasi inovasi yang telah
ada dikenal beberapa trik mudah dalam model penciptaan inovasi itu, yaitu
menggunakan metoda “Amati, Tiru, dan Modifikasi (ATM)” atau “Niteni,

184
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

Nirokke, dan Nambahi (N-3)” atau “Substitude, Combine, Adapt-Adopt,


Modify-Maximise-Minimise (SCAM” atau “Put to Other Uses, Eliminate, dan
Reserve-Re-Arrange (PER)”.
Dalam dunia teknologi pun modifikasi dikenal sebagai cara transfer
yang lebih efektif dan efisien yang terkenal dengan slogan dari Prof. Dr. B. J.
Habibie, yaitu “Bermula di Akhir, dan Berakhir di Mula”. Ungkapan ini adalah
untuk menggambarkan perlunya cara efisien dari segi waktu dan biaya untuk
melakukan lompatan teknologi dengan cara mempelajari lisensi atau paten
yang telah dibuat, kemudian dilakukan modifikasi menjadi teknologi baru.
Kegiatan seperti Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik yang dilakukan
oleh Kementerian PANRB bukan tujuan tetapi sarana untuk mendorong
penciptaan inovasi pelayanan publik. Dengan kompetisi mereka diharapkan
bersaing secara sehat dan mengukur kemampuannya berinovasi serta
mendapatkan inovasi yang terbaik. Dengan kompetisi inovasi pelayanan
publik, bagi satuan kerja/instansi mengharapkan apreasiasi sekaligus
prestasi yang diperlihatkan kepada masyarakat.
Kreativitas menyampaikan inovasi dalam penciptaan inovasi
pelayanan publik masih didominasi oleh pimpinan puncak merupakan
jawaban mengenai siapa yang menjadi pihak yang kreatif dalam penciptaan
inovasi pelayanan publik. Informan telah memberikan jawaban, bahwa
kreativitas tersebut lebih didominasi pimpinan. Menurut Prof. Miftah Thoha,
informasi tersebut bukan merupakan hal yang aneh kalau dihubungkan
dengan birokrasi di Indonesia, mengingat paham birokrasi di Indonesia
masih terpengaruh oleh kultur birokrasi masa lalu, yaitu birokrasi kerajaan,
birokrasi kolonial dan birokrasi masa orde baru yang sangat berorientasi ke
atas. Bahkan Prof. Miftah Thoha masih menyebutkan birokrasi di Indonesia
masih merupakan Official dom atau Kerajaan Pejabat. Dalam budaya birokrasi
Indonesia selalu ditanamkan kepada bawahan dalam menghadapi atasan
“boleh cepat tapi jangan mendahului, boleh pandai tapi jangan menggurui”.
Nilai tersebut menjadi salah satu alasan bawahan untuk berhati-hati
berkreasi, karena takut dianggap sebagai perbuatan yang lancang terhadap
atasan.
Menurut hasil survey Kennedy School of Government dalam Agus
Dwiyanto (2014) menyebutkan, bahwa di Amerika Serikat kelompok Front
Liner dan Pimpinan Menengah lebih berperan dalam penciptaan inovasi
pelayanan publik. Kelompok Front Liner berperan karena mereka langsung
berhubungan dengan pengguna layanan, tahu kebutuhan dan kesulitan
dalam melayani warga. Kelompok Pimpinan Menengah berperan karena

185
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

pengalaman dan kematangan idealisme. Kelompok Pimpinan Tinggi malah


kurang berperan, karena mereka sudah berada dalam comfort zone, risiko
perubahan terlalu besar, dan usia tidak progresif. Indonesia masih sulit,
karena masih kental budaya peternalistik.
Namun demikian pada era globalisasi dan keterbukaan dalam
pemerintahan, kultur kepemimpinan seperti tersebut di atas sudah
berubah. Sejalan dengan era reformasi birokrasi, terdapat beberapa teori
kepemimpinan sebagai penggeneralisasian suatu seri perilaku pemimpin
dan konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan latar belakang
historis, sebab-sebab timbulnya kepemimpinan, persyaratan pemimpin,
sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya serta etika profesi
kepemimpinan (Kartini Kartono, 1994). Salah satu kepemimpinan yang
menggambarkan apa itu kepemimpinan dan bagaimana menjadi seorang
pemimpin yang mampu mendorong kinerja timnya yang solid, dikemukakan
John Maxwell (dalam Bayu setiaji, 2012) mengatakan “Leadership is inspiring
and guiding others to instigate change from the inside-out, based on their own
intrinsic motivation. Leadership is the art of influence”.
Konsep kepemimpinan yang menginspirasi seperti yang dikemukakan
oleh Maxwell dalam konteks penciptaan inovasi adalah Kepemimpinan
Pelayan (Servant Leadership) adalah kepemimpinan yang melakukan pilihan
sadar kepedulian melayani sebagai prioritas tertinggi dalam menjalankan
kepemimpinan (Robert Greanleaf, 1964). Kepemimpinan pelayan itu
dimulai dari diri sendiri, artinya seorang pemimpin dapat melaksanakan
kepemimpinan pelayan jika ada semangat yang tulus dalam dirinya untuk
menjadi yang terdepan dalam pelayanan. Dengan kata lain keteladanan
juga menjadi faktor kunci bagi keberhasilan model kepemimpinan pelayan.
Dorongan memotivasi kerja yang baik kepada semua pegawai dengan
meningkatkan suasana yang kondusif untuk terlaksananya tanggung jawab,
peran serta dan rasa ikut memiliki menjadi salah satu ciri pelaksanaan
kepemimpinan pelayan.
Menurut Greanleaf “Good Leader must first Good servant” artinya
sosok yang menjalankan kepemimpinan pelayanan harus dimulai sebagai
pelayan yang baik. Oleh karena itu terdapat 11 (sebelas) karakter yang harus
dipunyai oleh kepemimpinan pelayanan, yaitu:
1) Mendengarkan (Listening receptively to what others have to say).
Pemimpin pelayan berusaha mengenali dan memahami dengan jelas
kehendak anak buah/orang lain. Mereka berusaha mendengarkan secara

186
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

tanggap apa yang dikatakan (dan tidak dikatakan). Mendengarkan dan


memahami apa yang dikomunikasikan oleh tubuh, jiwa dan pikiran.
2) Menerima orang lain dan Empati (Acceptance of others and having
empathy for them). Pemimpin pelayan berusaha keras memahami dan
memberikan empati kepada orang lain. Orang perlu diterima dan diakui
sebagai suatu individu yang istimewa dan unik. Setiap individu tidak
ingin kehadirannya dalam suatu organisasi/perusahaan ditolak oleh
orang lain yang berada di sekitar dirinya. Pemimpin pelayan yang paling
sukses adalah mereka yang mampu menjadi seorang pendengar yang
penuh dengan empati.
3) Kemampuan meramalkan (foresight and intuition). Kemampuan
untuk memperhitungkan kondisi yang sudah terjadi atau meramalkan
kemungkinan hasil suatu situasi sulit didefinisikan, tetapi mudah
dikenali. Orang mengetahui kalau melihatnya. Kemampuan meramalkan
adalah ciri khas yang memungkinkan pemimpin pelayan bisa memahami
pelajaran dari masa lalu, realita masa sekarang dan kemungkinan
konsekuensi sebuah keputusan untuk masa depan. Hal ini menanamkan
inti permasalahan sampai jauh ke dalam pikiran intuitif. Jadi kemampuan
meramalkan adalah salah satu ciri khas pemimpin pelayan yang dibawa
sejak lahir. Semua ciri khas lainnya bisa dikembangkan secara sadar.
4) Kesadaran (Awareness and Perception). Kesadaran akan diri sendiri
dan keberadaan orang lain dapat turut memperkuat pemimpin pelayan.
Kesadaran juga membantu dalam memahami persoalan yang melibatkan
etika dan nilai-nilai. Hal ini memungkinkan orang dapat memandang
sebagian besar situasi dari posisi yang lebih terintegrasi.
5) Membangun kekuatan Persuasif (Having highly develoved power
of persuasion). Ciri khas kepemimpinan pelayan lainnya adalah
mengandalkan kemampuan meyakinkan orang lain, bukannya wewenang
karena kedudukan, dalam membuat keputusan di dalam organisasi.
Pemimpin pelayan berusaha meyakinkan orang lain, bukannya
memaksakan kepatuhan. Elemen ini memberikan perbedaan yang paling
jelas antara model wewenang tradisional dan model kepemimpinan
pelayan. Pemimpin pelayan efektif dalam membangun konsensus dalam
kelompok.
6) Konseptualisasi (An ability to conceptualize and to communicate
concepts). Pemimpin pelayan berusaha memlihara kemampuan mereka
untuk “memiliki impian besar”. Kemampuan untuk melihat kepada
suatu masalah (atau sebuah organisasi) dari persfektif konseptualisasi
berarti bahwa orang harus berpikir melampaui realita dari hari ke
hari. Manajer tradisional disibukkan oleh kebutuhan untuk mencapai

187
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

tujuan operasional jangka pendek. Seorang manajer yang ingin menjadi


pemimpin pelayan harus mampu mengoptimalkan pemikirannya sampai
mencakup pemikiran konseptual yang mempunyai landasan lebih luas
(visioner). Pemimpin pelayan harus mengusahakan keseimbangan yang
rumit antara konseptualisasi dan fokus sehari-hari.
7) Kemampuan Menyembuhkan (ability to exert a healing influence
upon individual and institutions). Belajar menyembuhkan merupakan
daya yang kuat untuk perubahan dan integrasi. Salah satu kekuatan
besar kepemimpinan pelayan adalah kemampuan untuk menyembuhkan
diri sendiri dan orang lain. Banyak orang yang patah semangat dan
menderita karena berbagai masalah emosional. Walaupun hal tersebut
merupakan sesuatu yang alami dalam kehidupan manusia, akan tetapi
seorang pemimpin pelayan harus mampu dan mempunyai kesempatan
menggerakkan hati dan memberi semangat kepada orang-orang yang
berhubungan dengan mereka.
8) Kemampuan Melayani. Peter Block (pengarang buku Stewardship dan
Empowered Manager) mendefinisikan kemapuan melayani (stewardship)
dengan pengertian “memegang sesuatu dengan kepercayaan orang lain”.
Dalam suatu organisasi, setiap level manajemen, dari top management
sampai shoop floor semuanya mempunyai peranan penting dalam
memegang organisasi mereka dengan kepercayaan kepada kebaikan
masyarakat yang lebih besar. Kepemimpinan pelayan, seperti kemampuan
melayani, yang pertama dan terutama adalah memiliki komitmen untuk
melayani kebutuhan orang lain. Hal ini tentunya menekankan adanya
keterbukaan dan kejujuran, bukan pengendalian atau pengawasan.
9) Memiliki Komitmen pada Pertumbuhan Manusia. Pemimpin pelayan
berkeyakinan bahwa manusia mempunyai nilai intrinsik yang melampaui
sumbangan nyata yang telah mereka berikan selama ini. Dalam sifatnya
yang seperti ini, pemimpin pelayan sangat berkomitmen terhadap
pertumbuhan pribadi, profesional dan spiritual setiap individu di dalam
organisasi. Dalam prakteknya hal ini bisa dikembangkan dengan cara
melakukan pengembangan pribadi dan profesional, menaruh perhatian
pribadi pada gagasan dan saran karyawan atau anggota, memberikan
dorongan kepada keterlibatan pekerja dalam pengambilan keputusan,
toleran terhadap kesalahan dan sebagainya.
10) Membangun komunitas/masyarakat di tempat kerja (Building
community in the workplace). Membangun komunitas ini mencakup
membangun komunitas yang baik antar karyawan, antar pimpinan
dan bawahan dan membangun komunitas masyarakat dan pelanggan.
Pemimpin pelayan menyadari bahwa pergeseran komitmen lokal ke
suatu lingkungan yang lebih besar merupakan pembentuk utama

188
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

kehidupan manusia. Lingkungan kerja yang kondusif secara internal dan


eksternal diharapkan akan meningkatkan performansi organisasi secara
maksimal. Kemampuan pemimpin pelayan dalam menciptakan suasana
rasa saling percaya akan membentuk kerjasama yang cerdas dalam suatu
tim kerja. Dengan ketulusan dan keteladan yang dimiliki oleh pemimpin
pelayan, rasa saling percaya dapat ditumbuhkan.
Indonesia memerlukan Kepemimpinan Pelayan (Servant Leadership)
untuk menghadapi lemahnya daya saing, baik secara regional dan global ser-
ta rendahnya kepercayaan publik terhadap pemerintah, karena dalam meng-
hadapi masalah tersebut memerlukan keteladanan dan kebersamaan. ­Dalam
konteks mendorong penciptaan inovasi pelayanan publik pada instansi/­
satuan kerja kepempinan pelayanan merupakan model kepemimpinan yang
cocok dikembangkan.

Pengembangan Inovasi Pelayanan Publik.


Informasi yang diperoleh dari informan diperoleh catatan penting
dalam melakukan inovasi pelayanan publik, yaitu:
1. Difusi dalam pengembangan inovasi pelayanan publik dapat dikelom­
pokan pertama, difusi sempurna, yaitu keseluruhan aktivitas difusi mulai
dari mempelajari inovasi, melakukan adopsi inovasi, dan mengembang-
kan jaringan dalam rangka penyebaran informasi. Kedua, difusi tidak
sempurna, yaitu 3 (tiga) aktivitas difusi tidak dilakukan hanya dua atau
satu aktivitas saja.
2. Inkubasi dalam pengembangan inovasi pelayanan publik berdasarkan
tujuannya meliputi peningkatan kapasitas dan jaminan keberhasilan
pengembangan inovasi pelayanan publik.
3. Peran SDM dalam pengembangan inovasi merupakan penggerak utama,
kunci impelentasi gagasan, dan penjaga integritas.
4. Knowledge sharing dalam pengembangan inovasi pelayanan publik
menyatakan, bahwa knowledge sharing dalam pengembangan inovasi
yang biasa dilakukan meliputi studi banding, pemagangan, dan seminar/
worshop.
5. Aspek organisasi pembelajar dalam pengembangan inovasi dapat
berjalan apabila unsur pimpinan, suasana egaliter, terbuka dalam
pemikiran, bekerja tidak hirarkis, serta terbuka dengan perubahan.
Berdasarkan informasi sub fenomena difusi, inkubasi, peran SDM,
knowledge sharing, dan organisasi pembelajar, FGD berpendapat, bahwa
yang sering dipertanyakan dan menjadi penting dalam pengembangan

189
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

inovasi pelayanan publik adalah difusi dari pada yang lainnya. Mengenai
difusi ini informasi yang diperoleh, bahwa inovasi dapat dilakukan melalui
aktivitas mempelajari inovasi, adopsi, dan mengembangkan jaringan.
Difusi dalam pengembangan inovasi pelayanan publik dapat dike­
lompokan pertama, difusi sempurna, yaitu keseluruhan aktivitas difusi mulai
dari mempelajari inovasi, melakukan adopsi inovasi, dan mengembangkan
jaringan dalam rangka penyebaran informasi. Kedua, difusi tidak sempurna,
yaitu 3 (tiga) aktivitas difusi tidak dilakukan hanya dua atau satu aktivitas saja.
Dalam pengembangan inovasi pelayanan publik difusi inovasi memegang
peranan yang penting diantara unsur-unsur lain dalam pengembangan
inovasi pelayanan publik. Difusi Inovasi adalah teori tentang bagaimana
sebuah ide dan teknologi baru tersebar dalam sebuah kebudayaan (Rogers,
1964). Teori ini dipopulerkan oleh Everet Rogers pada tahun 1964 melalui
bukunya yang berjudul Diffusion of Innovations. Ia mendefinisikan difusi
sebagai proses dimana sebuah inovasi dikomunikasikan melalui berbagai
saluran dan jangka waktu tertentu dalam sebuah sistem sosial. Difusi
merupakan sebuah proses komunikasi inovasi antara masyarakat (anggota
sistem sosial), dengan menggunakan saluran tertentu dan dalam waktu
tertentu, dimana masyarakat itu sendiri bertanggung jawab terjadinya difusi
inovasi.
Difusi inovasi pelayanan publik bertujuan mempertemukan pihak-
pihak yang terlibat dalam pengembangan inovasi sebagai prasyarat
terjadinya proses mempelajari inovasi. Menurut Rogess (1964) pihak-pihak
yang terlibat dalam difusi inovasi sebagai berikut:
1. Inovator: kelompok orang yang berani dan siap untuk melakukan inovasi.
Orang-orang seperti ini lebih dapat membentuk komunikasi yang baik
meskipun terdapat jarak geografis.
2. Pengguna awal: Kategori adopter seperti ini menghasilkan lebih banyak
opini dibanding kategori lainnya, serta selalu mencari informasi tentang
inovasi.
3. Mayoritas awal: Kategori pengadopsi seperti ini merupakan mereka yang
tidak mau menjadi kelompok pertama yang mengadopsi sebuah inovasi.
Sebaliknya, mereka akan dengan berkompromi secara hati-hati sebelum
membuat keputusan dalam mengadopsi inovasi, bahkan bisa dalam
kurun waktu yang lama.
4. Mayoritas akhir: Kelompok yang ini lebih berhati-hati mengenai fungsi
inovasi. Tekanan bisa memotivasi mereka, baik tekanan kelompok
maupun tekanan ekonomi.

190
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

5. Laggard: Mereka bersifat lebih tradisional, dan enggan untuk mencoba


hal hal baru. Kelompok ini biasanya lebih suka bergaul dengan orang-
orang yang memiliki pemikiran sama dengan mereka.
Dalam praktek pengembangan inovasi pelayanan publik di Indonesia
berdasarkan temuan di lapangan, dalam hal difusi inovasi pelayanan publik
di Indonesia dilakukan dengan cara melaksanakan komunikasi antara 2
kelompok, yaitu antara
(1) inovator dengan pengguna awal dan (2) Pengguna awal dengan
mayoritas awal, seperti dilakukan pada Inovasi Pendaftaran Fidusia Online.
Inovator dimaksud adalah negara-negara yang menjadi best practice, yaitu
Singapura, Australia, dan Canada dalam Sistem Registrasi Bisnis dengan
Kementerian Hukum dan HAM selaku pengguna awal. Keberhasilan
Kementerian Hukum dan HAM menjadi salah satu Top 9 Inovasi Pelayanan
Publik di Indonesia serta banyaknya testimoni mengenai keberhasilan
pelayanan administrasi hukum di Kementerian Hukum dan HAM telah
menimbulkan banyak kepercayaan dan keyakinan instansi/unit kerja untuk
menjadi pengadopsi Inovasi Pendaftaran Fidusia Online, seperti dilakukan
oleh Kementerian Koperasi dan UKM yang sedang merintis pendaftaran
Sistem Badan Hukum Koperasi yang inovasinya akan disebarkan kepada
Dinas Koperasi di Kabupaten/Kota seluruh Indonesia.
Dalam difusi terjadi penyebaran informasi. Tujuannya agar setiap
individu dapat belajar mengenai inovasi, baik itu pengalaman maupun
pengetahuan melalui jaringan yang dibentuk sesama komunitas, seperti yang
dilakukan inovator di Singapura, Australia dan Canada. Mereka membentuk
Corporate Register Forum (CRF) untuk bagaimana penyebaran inovasi dapat
dilakukan secara luas guna memajukan pelayanan pendaftaran bisnis.
Dengan penyebaran informasi melalui jaringan ini diharapkan banyak negara
yang mau mengikuti inovasi tersebut. Menjadi tantangan bagi Indonesia
untuk mewujudkan jaringan tersebut. Sungguh pun begitu dengan inisiatif
dari kelompok mayoritas awal banyak melakukan studi banding, bahkan
ada keinginan dari kelompok mayoritas awal untuk melakukan pemagangan
kepada pengguna awal agar dapat mempercepat transfer pengetahuan
mengenai inovasi pelayanan publik.
Keinginan kelompok mayoritas awal dalam mempercepat transfer
pengetahuan, disamping keinginan untuk lebih cepat mengadopsi inovasi,
juga disadari pentingnya sumber daya manusia dalam pengembangan
inovasi pelayanan publik. Pemagangan menurut kelompok mayoritas awal

191
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

merupakan cara efektif peningkatan SDM dalam rangka transfer pengetahuan


inovasi.
Sebagaimana disampaikan dalam kajian teoritis, inkubasi merupakan
istilah yang sering dipakai dalam dunia kedokteran untuk menjelaskan
waktu antara terkena infeksi dengan muculnya gejala awal penyakit. Dalam
ilmu mikrobiologi merujuk pada proses memelihara kultur bakteri dalam
suhu tertentu selama jangka waktu tertentu untuk memantau pertumbuhan
bakteri. Adapun dalam bidang bisnis, inkubasi adalah sejumlah waktu dan
rangkaian usaha yang dibutuhkan sebelum memulai usaha tertentu. Dengan
analogi tersebut inkubasi inovasi adalah penerapan program tertentu untuk
mengembangkan ide/inisiatif inovasi, yang dilakukan pada periode tertentu
yakni sejak munculnya gagasan atau inisiatif inovasi sampai dengan kesiapan
implementasinya (Tri Widodo, 2014).
Tahap inkubasi ini penting, karena pada umumnya sebuah usaha
baru atau inisiatif baru membutuhkan semacam uji coba, market testing,
atau piloting sebelum dijalankan sepenuhnya. Pada tahap awal biasanya
masih dijumpai adanya pengalaman yang terbatas, keterampilan manajerial
yang minim, jejaring usaha yang sedikit, atau dukungan dan kepercayaan
publik yang juga masih sangat terbatas. Dengan berbagai keterbatasan tadi,
kemungkinan keberhasilan suatu usaha/inisiatif menjadi kecil. Sesuatu yang
masih mentah bisa menjadi matang setelah melewati masa inkubasi. Sesuatu
yang masih berupa konsep/ide pun dapat menjadi program yang aplikatif
dengan menjalani masa inkubasi.
Oleh karena itu Inkubasi dalam pengembangan inovasi pelayanan
publik berdasarkan tujuannya meliputi peningkatan kapasitas dan jaminan
keberhasilan pengembangan inovasi pelayanan publik.
Marianne dan Mile (2004) menunjukkan bahwa manajer harus lebih
memberikan perhatian pada praktek-praktek manajemen sumber daya
manusia ketika sedang mengembangkan inovasi. Hal ini menunjukkan
bahwa SDM merupakan sumber daya atau pelaku utama dalam menghasilkan
inovasi. Kualitas SDM erat kaitannya dengan pendidikan, ketrampilan,
beserta sisi psikologis manusia yang mempengaruhinya dalam berinovasi.
Menurut Rugless dan Ruggles dan May (1997), inovasi adalah 90%
pembelajaran dan dipicu oleh pengetahuan serta proses inovasi secara
keseluruhan merupakan rangkaian siklus pembelajaran. Oleh karena
itu tidak heran jika inovasi erat kaitannya dengan SDM sebagai pelaku
pembelajaran dan pihak yang memproses pengetahuan. Hal itu juga sejalan

192
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

dengan pendapat Rhenald Kasali yang menyatakan, bahwa dalam melakukan


replikasi atau adaptasi inovasi, aspek peningkatan kapasitas sumber daya
manusia memegang peranan yang penting, karena pengembangan inovasi
memerlukan orang kreatif, tetapi bukan dari jumlah orangnya. (Rhenald
Kasali, 2007). Dengan demikian aspek sumber daya manusia (SDM) menjadi
unsur yang lebih penting yang harus diperhatikan, mengingat bahwa SDM
adalah penggerak unsur-unsur lainnya, tanpa SDM maka unsur lainnya tidak
dapat diolah dengan sendirinya sehingga inovasi tidak dapat tercipta.
Knowledge sharing (berbagi Pengetahuan) merupakan salah satu
metode atau salah satu langkah dalam siklus Manajemen Pengetahuan yang
digunakan untuk memberikan kesempatan kepada anggota suatu kelompok,
organisasi, instansi atau perusahaan untuk berbagi pengetahuan yang mereka
miliki kepada anggota lainnya. Menurut Berger dan Luckmann (Berger 1966)
menyebutkan ada 3 momen dalam proses membangun pengetahuan dalam
organisasi: eksternalisasi, obyektifikasi dan internalisasi. Eksternalisasi
pengetahuan adalah proses dimana terjadi pertukaran pengetahuan
personal, sehingga pengetahuan dikomunikasikan di antara anggota.
Obyektifikasi pengetahuan adalah proses dimana pengetahuan
menjadi realitas obyektif, sehingga pengetahuan tersebut diakui organisasi
(komunitas). Internalisasi pengetahuan adalah proses dimana pengetahuan
yang terobyektifikasi tersebut digunakan oleh personal dalam rangka
sosialisasi mereka. Internalisasi pengetahuan dilakukan melalui kegiatan
pencarian dan menemukan kembali pengetahuan yang tersimpan dalam
organisasi. Inovasi dihasilkan dari kombinasi pengetahuan personal,
pengetahuan yang di-share oleh kelompok, dan pengetahuan organisasi.
Dalam praktek, Knowledge sharing (berbagi Pengetahuan) belum
dilakukan di Indonesia. Top 9 Inovasi Pelayanan Publik di Indonesia
diharapkan menjadi vocal point Knowledge sharing (berbagi Pengetahuan).
Sungguh pun demikian praktek Knowledge sharing (berbagi Pengetahuan)
telah berjalan atas inisiatif kelompok mayoritas awal dengan mendatangi
Top 9 Inovasi Pelayanan Publik sebagai kelompok inovator, dimana proses
pertukaran pengetahuan personal terjadi, kemudian kelompok mayoritas
awal tersebut mengkomunikasikan lebih lanjutnya kepada rekan-rekannya
dengan rumusan baru inovasi yang kemungkinan akan dikembangkan di
instansi/unit kerjanya.
Oleh karena itu knowledge sharing merupakan sarana penyebaran
informasi yang penting dalam pengembangan inovasi yang biasa dilakukan
meliputi studi banding, pemagangan, dan seminar/worshop.

193
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Proses tersebut di atas hanya akan berjalan dengan baik apabila


dilakukan dalam organisasi pembelajar. Menurut Peter Senge (1990)
organisasi pembelajar adalah organisasi dimana orang terus-menerus
memperluas kapasitas mereka untuk menciptakan hasil yang benar-benar
mereka inginkan, dimana pola baru dan ekspansi pemikiran diasuh, dimana
aspirasi kolektif dibebaskan, dan dimana orang terus-menerus belajar
melihat bersama-sama secara menyeluruh.
Berjalannya proses belajar diperlukan peningkatan kapasitas sebagai
aspek ketiga dalam pengembangan inovasi pelayanan publik. Upaya
pengembangan kapasitas dilakukan dengan berbagai cara dan juga mencakup
berbagai macam aspek, bilamana merujuk pada tingkatan tersebut diatas,
maka upaya pengembangan kapasitas dapat dilakukan melalui:
1) Pada tingkatan individual; Secara umum dilakukan dengan pendidikan,
pengajaran dan pembelajaran secara luas kepada individu itu sendiri
dengan berbagai macam metode baik metode pendidikan dengan
pendekatan pedagogi maupun dengan pendekatan andragogi. Tidak
hanya dilakukan melalui pendidikan formal tapi juga melalui nonformal
seerti kursus-kursus, pelatihan, magang, sosialisasi dll.
2) Pada tingkatan organisasi; Secara umum dilakukan dengan
pengembangan aturan main organisasi, sistem kepemimpinan, sistem
manajemen, pengembangan Sumber daya manusia, serta pengembangan
jaringan organisasi.
3) Pada tingkatan sistem; Terutama dilakukan baik melalui pengembangan
kebijakan, peraturan (Regulasi dan deregulasi) agar sistem yang ada
dapat berjalan secara efektif dan efisien untuk menjamin tercapainya
tujuan individu maupun organisasi tersebut.
Dalam praktek pada Kementerian Hukum dan HAM, Beppeda Jawa
Barat, dan BKIPM Kelas II Semarang melaksanakan organisasi pembelajar.
Dari informasi yang diperoleh dari informan dimana para pegawai di ke-3
instansi tersebut secara terus-menerus memperluas kapasitas mereka
untuk menciptakan hasil yang benar-benar mereka inginkan, dimana pola
baru dan ekspansi pemikiran diasah, aspirasi kolektif dibebaskan, dan
orang terus-menerus belajar melihat bersama-sama secara menyeluruh
dengan bimbingan kepemimpinan yang mempunyai visi serta meletakkan
kebersamaan dan keterbukaan pemikiran dalam memimpin organisasi.
Dengan demikian aspek organisasi pembelajar dalam pengembangan
inovasi dapat berjalan apabila unsur pimpinan, suasana egaliter, terbuka
dalam pemikiran, bekerja tidak hirarkis, serta terbuka dengan perubahan.

194
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

Pelembagaan Inovasi
Informasi yang diperoleh dari informan diperoleh catatan penting
dalam melakukan inovasi pelayanan publik, yaitu:
1. Aspek budaya dalam pelembagaan inovasi dapat berjalan apabila
dipaksakan untuk pertama kali, menjadi kebiasaan, dan membangun
etika dan simbol-simbol spirit dalam organisasi.
2. Aspek hukum dalam pelembagaan inovasi ditinjau dari aspek fungsinya
meliputi melindungi, memperkuat, dan menjadi dasar kewajiban dalam
rangka keberlanjutan inovasi pelayanan publik.
3. Aspek struktur organisasi dalam pelembagaan inovasi wujudnya berupa
ditegaskan dalam nomenklatur organisasi, pengelolaan inovasi termuat
dalam fungsi organisasi, dan pengelolaan inovasi dilakukan oleh Tim
Adhoc yang merupakan kerjasama antar satuan kerja dalam organisasi.
4. Aspek program dan anggaran dalam pelembagaan inovasi wujudnya
berupa tersedianya program dan anggaran satuan kerja yang
bersangkutan dan program dan anggaran yang merupakan bagian dari
satuan kerja yang bersangkutan.
Berdasarkan informasi sub fenomena budaya, hukum, struktur
organisasi, program dan anggaran, Panel berpendapat, bahwa yang sering
dipertanyakan dan menjadi penting dalam pelembagaan inovasi pelayanan
publik adalah budaya dari pada yang lainnya sebagai landasan kuat
keberlanjutan inovasi.
Membangun budaya inovasi dalam organisasi diperlukan dalam
jangka panjang. Budaya inovasi adalah seperangkat kebijakan/aturan,
sikap, kondisi lingkungan dan unsur-unsur organisasi yang memungkinkan
tumbuh dan berkembangnya kreativitas dan inovasi secara progresif dan
berkelanjutan dalam sebuah organisasi (Tri Widodo, 2014). Dalam budaya
tersebut, aturan yang berjiwa deterministik, mengekang, membatasi kreasi
dan inisiatif, dan cenderung menjadi alat untuk menjerat seseorang, harus
diubah menjadi untuk melindungi, melayani dan memudahkan. Demikian
pula kebiasaan yang merupakan tradisi turun-menurun, rutinitas kaku,
ketidakberanian berfikir melampaui tempurungnya, atau sesuatu yang
melanggengkan status quo, diubah menjadi kebiasaan pembaharuan dan
memperbaharui kebiasaan. Kemudian sikap sebagai cara pandang terhadap
sesuatu, misalnya bagaimana memberi makna terhadap tugas dan tanggung
jawab organisasi, bagaimana menghargai usaha/kerja keras orang lain,
bagaimana menyikapi adanya perbedaan, bagaimana merespon kegagalan
dan konflik dan lain-lain.

195
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Dalam praktek inovasi pelayanan publik di Indonesia, instansi/unit


kerja masih terbatas yang sudah menanamkan nilai inovasi dalam budaya
organisasi. Kementerian Hukum dan HAM, terutama di lingkungan Ditjen
Administrasi Hukum Umum (AHU) satu dari sedikit contoh di Indonesia
yang sudah tumbuh budaya inovasinya. Hal ini dibuktikan dengan pergantian
kepemimpinan di lingkungan Direktorat Jenderal tersebut, inovasi lanjutan
masih terus ditumbuhkembangkan, seperti melakukan inovasi lain dalam
rangka pelayanan administrasi hukum.
Penerbitkan perundangan-undangan sebagai dasar hukum bagi
penetapan inovasi pelayanan publik merupakan bentuk lain dalam
pelembagaan inovasi pelayanan publik. Adanya dasar hukum tersebut
dapat dilihat dalam dua sisi, yaitu disatu pihak memberikan keabsahan
bagi tindakan yang dilakukannya sekaligus di pihak lain memberikan
perlindungan hukum jika terjadi gugatan yang dilakukan oleh warga
masyarakat. Oleh karena itu menurut Sjachran Basah dalam I Wayan Suandi
(2010), hukum (administrasi) adalah untuk melindungi administrasi negara
sendiri.
Payung besar dasar hukum inovasi (pelayanan publik) yang sering
dikhawatirkan melanggar peraturan perundang-undangan sekarang ada
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 disinggung tentang
Inovasi Daerah yaitu bahwa dalam peningkatan kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah, Pemerintah Daerah dapat melakukan Inovasi (Vide
Pasal 386 ayat 1). Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014
tentang Administrasi Pemerintahan disinggung diskresi yang juga dapat
dijadikan perlindungan untuk inovasi pelayanan publik.
Dalam praktik inovasi di Indonesia, seringkali persoalan hukum
menjadi momok dalam penyelenggaraan pemerintahan. Bukan hanya
pekerjaan terobosan seperti inovasi yang menjadi keengganan pejabat,
tetapi juga pekerjaan rutin seringkali menimbulkan kekhawatiran untuk
dilakukan, karena takut bersentuhan dengan persoalan hukum. Dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 disinggung tentang Inovasi Daerah
yaitu bahwa dalam peningkatan kinerja penyelenggaraan pemerintahan
daerah, Pemerintah Daerah dapat melakukan Inovasi (Vide Pasal 386
ayat 1). Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan disinggung diskresi, diharapkan menjadi solusi
untuk keberanian pejabat melakukan inovasi pelayanan publik.

196
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

Pelembagaan inovasi pelayanan publik dari aspek hukum tersebut


diperkuat oleh teori dari Meyer dan Rowan W. (Jaffe, 2001), bahwa dalam
pelembagaan inovasi diperlukan mekanisme mimetic, normatif dan coercive.
Mimetic mechanisms adalah kecenderungan organisasi mengimitasi
prosedur dan struktur organisasi yang dijadikan model kepada yang telah
mencapai prestasi yang tinggi atau memiliki kesuksesan yang diterima oleh
lingkungannya. Normatif mechanisms adalah kecenderungan organisasi
mengukuti mekanisme perilaku dan prosedur organisasi yang memiliki arah
yang jelas terpercaya. Sedangkan coercive mechanisms adalah mekanisme
formal yang menunjukkan konsekuensi-konsekuensi apabila tidak mematuhi
prosedur-prosedur yang telah ditetapkan oleh lembaga.
Selain itu, inovasi pelayanan publik dapat dijamin dengan melekatnya
penyelenggaraan inovasi dalam struktur organisasi. Selanjutnya inovasi
yang telah dimodifikasi perlu terus dikembangkan agar dapat menunjang
organisasi. Penentuan struktur organisasi yang tepat dan sesuai dengan
situasi dan kondisi yang didukung oleh inovasi akan mendukung pencapaian
tujuan organisasi akan lebih terarah.

Gambar 5. 5 Hubungan Proses Inovasi-Struktur Organisasi

Sumber: Alfred Chandler (1962), Fred R. David (2009)

Gambar diatas menjelaskan bahwa inovasi akan seiring dengan


munculnya persoalan administratif sehingga inovasi administratif akan
dibutuhkan. Pervaiz K. Ahmed and Charles D. Shepherd (2010), menyatakan
bahwa Inovasi Administrasi (administrative innovation) berhubungan
dengan struktur organisasi dan proses administrasi yang secara tidak
langsung berhubungan dengan aktivitas dasar pekerjaan dari sebuah
organisasi dan berhubungan secara langsung dengan manajemen. Ketika
persoalan administratif muncul maka dapat menganggu dan menyebabkan
kinerja organisasi menurun, sehingga membutuhkan penyesuaian struktur

197
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

organisasi yang mendukung inovasi sehingga kinerja organisasi dapat


membaik kembali.
Program adalah pernyataan antivitas-aktivitas atau langkah-langkah
yang diperlukan untuk menyelesaikan perencanaan sekali pakai, sedangkan
anggaran adalah program yang dinyatakan dalam bentuk satuan uang, setiap
program akan dinyatakan secara rinci dalam biaya yang dapat digunakan
oleh manajemen untuk merencanakan dan mengendalikan.
Dalam manajemen strategik proses program dan anggaran ini
merupakan salah satu proses penting dalam keberlanjutan kegiatan atas
respon dari perubahan yang dinamis. Keberlanjutan inovasi menjadi
sesuatu yang penting karena inovasi adalah respon terhadap perubahan dan
perubahan bersifat dinamis, sehingga program dan anggaran yang tersedia
sebagai pendukung inovasi yang selalu dibutuhkan dari waktu ke waktu.
Dalam praktek, keberadaan struktur organisasi merupakan satu paket
dengan penyediaan program dan anggaran. Masalahnya adalah apakah
struktur organisasi serta program dan anggarannya itu perumusannya dan
peruntukannya spesifik atau tidak. Hal itu yang lebih menentukan potensi
pelembagaan inovasi dalam rangka keberlanjutan, seperti yang dilakukan
pada Kementerian Hukum dan HAM dimana struktur organisasi serta
program dan anggarannya itu perumusannya dan peruntukannya lebih
spesifik, jelas dan tegas dibandingkan dengan BKIPM Kelas II Semarang.
Penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan
publik merupakan aspek penting dalam rangkaian pelaksanaan inovasi
pelayanan publik yang dilakukan satuan kerja/instansi yang dilakukan
secara terus menerus dan berkelanjutan.
Dengan demikian preposisi minor 1 dari analisis dan pembahasan
mengenai penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan
publik dapat disampaikan sebagai berikut:

Proposisi Minor 1:

Penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan akan


berjalan secara terus menerus dan berkelanjutan apabila
dilakukan dalam proses kreatif dalam suasana yang kondusif,
dikomunikasikan dengan baik antara inovator dengan yang
melakukan replikasi serta didukung oleh budaya inovasi.

198
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

Aspek Pendorong dan Penghambat


Untuk melakukan pembahasan mengenai aspek pendorong dan
penghambat dilakukan analisis dengan metoda External Factor Strategik
Analisys Summary (EFAS) dan Internal Factor Strategik Analisys Summary
(IFAS).
Sebagaimana telah disampaikan pada Pembobotan IFAS dan EFAS
ditujukan mengetahui pilihan strategi yang harus dilakukan. Namun
dalam konteks ini peneliti mengadaptasikannya untuk mengetahui
unsur pendorong dan penghambat yang dapat dimanfaatkan dalam
pembangunan Model Inovasi Pelayanan Publik di Indonesia. Pembobotan
tersebut dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu:
1. Setiap nilai horizontal dikurangi nilai benchmark (nilai rata-rata unsur
sebagai penentu batas kekuatan atau kelemahan dan peluang dan
ancaman). Setelah digolongkan sesuai kelompok masing-masing maka
nilai disesuaikan dengan menambahkan angka 2. Hal itu sebagai nilai
penyesuaian antara penanganan dan urgensi sehingga bersifat netral.
Nilai penyesuaian bersifat mutlak
2. Penentuan bobot dengan mengambil bobot masing-masing unsur yaitu
100%. Sehingga antara unsur internal dan eksternal jika dijumlahkan
maka hasil persentasi bobot adalah 100%.
3. Pembobotan yang dipakai adalah hasil kali antara bobot dan rating.
Rating diperoleh dari nilai urgensi dengan skala 1 sampai 5.
Berdasarkan penelitian penulis bahwa inovasi pelayanan publik, baik
dari aspek penciptaan, pengembangan dan pelembagaan, aspek pendorong
yaitu strengthening dan oppotunity (SO) lebih kuat daripada aspek
penghambatnya, yaitu weakness dan threath (WT). Hal ini berarti pelaku
dalam organisasi untuk menciptakan, mengembangkan dan melembagakan
inovasi pelayanan publik tergantung bagaimana organisasi memanfaatkan
aspek pendorong yang besar. Oleh karena itu Kementerian/Lembaga dan
Pemerintah Daerah dalam melakukan inovasi dalam konteks ini adalah
bagaimana Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah memanfaatkan
kekuatan dalam organisasi dan menangkap peluang di luar lingkungan
organisasi.
Berdasarkan pembahasan mengenai aspek pendorong dan
penghambat, berikut ini proposisi minor 2, sebagai berikut:

199
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Proposisi Minor 2:

Aspek pendorong lebih kuat dari pada aspek penghambatnya,


sehingga lebih tergantung bagaimana Kementerian/
Lembaga dan Pemerintah Daerah memanfaatkan kekuatan
dan menangkap peluang dalam melakukan penciptaan,
pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan publik

Model Inovasi Pelayanan Publik yang Diharapkan.


Model inovasi pelayanan publik yang diharapkan merupakan analisis
terhadap varian model inovasi pelayanan publik yang berlaku. Analisis ini
dibantu oleh Focus Group Discussion (FGD) antara Peneliti dengan Tim Panel
Pakar pada tanggal 15-16 September di Kementerian PANRB. FGD tersebut
meliputi penyusunan daftar varian model, varian model, dan karakter
pembeda mengapa varian itu muncul. Diskusi berikutnya adalah diantara
varian model tersebut, varian model mana yang mempunyai karakter yang
kuat serta uraiannya, sehingga layak dijadikan dasar menyusun model aspek
penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan publik.

Model Penciptaan Inovasi Pelayanan Publik yang Diharapkan


Informasi penting mengenai penciptaan Inovasi Pelayanan publik
hasil penelitian pemulis adalah sebagai berikut:

Tabel 5.34 Daftar Dasar Varian, Varian, dan Karakter Pembeda Model Penciptaan
Inovasi Pelayanan Publik

No Dasar Varian Varian Model Karakter Pembeda


Model Varian Model
1 Latar Belakang 1) Model yang dilatarbelakangi oleh persoalan masalah
Masalah pengguna layanan
2) Model yang dilatarbelakangi oleh persoalan
internal instansi/satuan kerja.
2 Originalitas 1) Model merupakan kreativitas sendiri kreativitas
2) Model merupakan adaptasi inovasi yang ada.
3 Pencetus 1) Model merupakan peranan kelompok pimpinan Siapa yang berperan
Gagasan. 2) Model merupakan peranan kelompok bawahan.
4 Motivasi 1) Model yang didasarkan kepada motivasi kinerja Motivasi kinerja
2) Model yang didasarkan kepada motivasi kinerja
Sumber: diolah peneliti, 2015.

200
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

FGD menggunakan kriteria merujuk pada esensi penciptaan inovasi


pelayanan publik, yaitu ide atau gagasan untuk melakukan analisis varian
model yang karakternya paling kuat diantara varian model lainnya pada
varian model penciptaan inovasi pelayanan publik. Berdasarkan kriteria
tersebut FGD sepakat, bahwa Varian Model yang dilatarbelakangi oleh
originalitas dengan karakter pembeda kreativitas merupakan karakter yang
paling kuat diantara varian model yang lainnya. Disamping itu karakter
kreativitas mempunyai aspek yang luas, yaitu terkait siapa yang berperan
dan masalah yang menjadi latar belakang inovasi tersebut
Perbedaan Varian model merupakan kreativitas sendiri dengan varian
model merupakan adaptasi inovasi yang telah ada dapat diuraikan sebagai
berikut:
Tabel 5.35 Perbedaan Model Penciptaan Inovasi Pelayanan Publik Berdasarkan
Originalitas

No Aspek Model Kretivitas Sendiri Model Adaptasi (Varian Kedua)


(Varian Pertama)
1 Cara Belajar Mengambil inspirasi dari Mempelajari dan mengadopsi inovasi
inovasi yang telah ada yang telah ada
2 Sistem Struktur inovasi berbeda Struktur adopsi paling tinggi 80% sama
dengan yang memberikan dengan inovasi yang telah ada, sedangkan
inspirasi 20% nya merupakan modifikasi.
3 Orientasi Kebutuhan internal Tuntutan pengguna layanan
Sumber: diolah peneliti, 2015

Dalam memunculkan inovasi Pendaftaran Fidusia Online, Kementerian


Hukum dan HAM cara mempelajarinya dengan mempelajari dan mengadopsi
yang telah ada, yaitu sistem registrasi bisnis yang telah banyak dilakukan
oleh beberapa negara maju, seperti Singapura, Australia dan Canada yang
menjadi sumber pembelajaran Kementerian Hukum dan HAM sebelum
meluncurkan inovasinya. Dengan melakukan adopsi dari inovasi yang
telah dimiliki negara-negara maju tersebut, Kementerian Hukum HAM
menciptakan inovasi fidusia Online. Sementara itu, Beppeda Jawa Barat
dalam menemukan inovasinya (Km 0 Pro Poor) hanya terinspirasi saja oleh
aplikasi google map. Dengan inspirasi tersebut Bappeda Jabar melakukan
penyusunan sistem yang relatif berbeda dengan google map.
Sistem Fidusia Online dari Kementerian Hukum dan HAM dilihat
strukturnya mempunyai banyak kemiripan dengan sistem pendaftaran bisnis
yang dilakukan oleh negara Singapura, Australia dan Canada yang menjadi
best practice-nya. Sementara itu Km 0 Pro Poor Jawa Barat strukturnya

201
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

berbeda dengan google map karena basis datanya berbeda. Google map
basisnya Geographic Information System (GIS), sedangkan Km 0 Pro Poor
berbasis dari data kemiskinan yang diolah dengan foto diri dan lokasi rumah
tangga miskin.
Dari aspek orientasi, antara Fidusia Online dengan Km 0 Pro Poor
merupakan varian yang berbeda. Fidusia Online berorientasi dengan
pengguna layanan dalam arti adanya tuntutan pengguna layanan untuk
segera melakukan perubahan sistem dalam pelayanan. Sementara itu Km 0
Pro Poor dalam perjalanan dibutuhkan oleh Kabupaten/Kota di Jawa Barat,
sebenarnya pada asalnya adalah karena kebutuhan internal perencanaan di
lingkungan Bappeda Provinsi Jawa Barat.
Analogi penciptaan inovasi pelayanan publik ini sesuai dengan
karakter kreativitas dapat disandingkan dengan model inovasi dalam dunia
teknologi. Dalam model penciptaan inovasi di dunia teknologi dikenal 2
(dua) macam pendekatan, yaitu
(1) Pendekatan Technology Push yang dilakukan pada era tahun
1950-1960-an, dan (2) Pendekatan Market Pull yang dilakukan pada era
tahun 1970-an. Pendekatan Technology Push, yaitu penciptaan inovasi
yang didorongan oleh kemajuan teknologi sebagai keberhasilan dari hasil
research and development, kemudian hasil research and development tersebut
diwujudkan inovasinya (manufacturing) sebelum dilemparkan kepada pasar
(market). Sebaliknya Pendekatan Marketing Pull, berawal permintaan pasar
(market) yang menjadi orientasi penciptaan inovasi, kemudian permintaan
pasar tersebut menjadi bahan research and development untuk seterusnya
diwujudkan inovasinya (manufacturing).
Percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik memerlukan
waktu yang singkat untuk memunculkan inovasi pelayanan publik dan
waktu yang cepat untuk melakukan replikasi. Disamping itu kebutuhan
pengguna layanan perlu diperhatikan untuk segera mendapatkan apa yang
diinginkannya yaitu peningkatan kualitas pelayanan publik.
Dilihat dari aspek waktu menciptakan inovasi maka varian kedua
lebih cepat dari varian pertama, karena varian kedua hanya mengadopsi
dari inovasi yang telah ada dan tidak membutuhkan masa inkubasi yang
lama untuk menyesuaikan dengan kebutuhan organisasinya, karena inovasi
tersebut dibentuk karena ada kebutuhan “pasar”, yaitu pengguna layanan.
Sebaliknya varian pertama memerlukan waktu untuk proses kreatif dari
inovasi tersebut.

202
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

Dengan demikian, varian kedua disarankan untuk lebih banyak


diterapkan dalam penciptaan inovasi pelayanan publik di Indonesia. Varian
pertama ini mempunyai trik yang mudah dalam melakukan penciptaan
inovasi pelayanan publik, yaitu Amati, Tiru, dan Modifikasi (ATM) atau
Niteni, Nirokke, dan Nambahi (N-3) atau Substitude, Combine, Adapt-Adopt,
Modify-Maximise-Minimise (SCAM) atau Put to Other Uses, Eliminate, dan
Reserve-Re-Arrange (PER).
Dengan cara penggambaran yang sama Model penciptaan inovasi
pelayanan publik yang berlaku saat ini, maka untuk Model Penciptaan
Inovasi Pelayanan Publik yang Diharapkan akan digambarkan dengan pola
Bulkonah (Bulat, Kotak, Panah) yang biasa dilakukan dalam pelatihan di
Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) untuk menggambarkan “Input-
Proses-Output”.
a. Sebagai input dari penciptaan inovasi pelayanan publik adalah keluhan
dan masukan dari pengguna/penerima manfaat dan inovasi pelayanan
publik yang telah ada sebagai referensi untuk dicontoh.
b. Selanjutnya dilakukan proses penciptaan inovasi pelayanan publik yang
melibatkan unsur yang lebih lengkap, yaitu unsur pelaku (Subyek), Metoda,
Obyek, Alat/Sarana, Cara dan Tujuannya. Subyek adalah kepemimpinan
pelayanan (Servant Leadership) yang merupakan kepemimpinan yang
mampu memotivasi dan menginspirasi munculnya inovasi pelayanan
publik. Metoda merupakan varian model yang dianggap efisien dan efektif
untuk melakukan replikasi inovasi dalam rangka percepatan peningkatan
kualitas pelayanan publik. Obyek adalah Kementerian/Lembaga/
Pemerintah Daerah yang didorong untuk melakukan percepatan
peningkatan kualitas pelayanan publik. Sarana adalah kebijakan dan
pedoman teknis inovasi pelayanan publik. Cara adalah pola yang mudah
dilakukan dalam rangka melakukan replikasi inovasi pelayanan publik,
yaitu Amati, Tiru, dan Modifikasi (ATM) atau Niteni, Nirokke, dan Nambahi
(N-3) atau Substitude, Combine, Adapt-Adopt, Modify-Maximise-Minimise
(SCAM) atau Put to Other Uses, Eliminate, dan Reserve-Re-Arrange (PER).
Kemudian Obyeknya adalah Kementerian/Lembaga dan Pemerintah
Daerah. Tujuannya adalah percepatan peningkatan kualitas pelayanan
publik.
c. Pelaksanaan proses penciptaan tersebut bukan bergerak di ruang hampa,
tetapi terpengaruh oleh unsur-unsur pendorong dan penghambat serta
perundang-undangan yang melandasi penciptaan inovasi pelayanan
publik.
d. Sebagai Output adalah Terciptanya modifikasi atau inovasi yang baru.

203
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Penciptaan inovasi pelayanan publik akan berjalan dengan efektif


apabila input berupa keluhan/masukan dari pengguna/penerima manfaat
diproses dalam suatu kesatuan antara pelaku, obyek, metoda, alat/sarana,
cara, dan tujuan dalam rangka menghasilkan modifikasi inovasi pelayanan
publik yang baru.
Gambar 5.6
Model
Selanjutnya Penciptaan
Model Inovasi
Penciptaan Pelayanan
Inovasi PublikPublik yang
Pelayanan
Yang
diharapkan adalah sebagai berikut: Diharapkan
Gambar 5.6 Model Penciptaan Inovasi Pelayanan Publik Yang Diharapkan

Model Pengembangan Inovasi Pelayanan Publik yang Diharapkan


5.2.3.2. Informasi
Model penting
Pengembangan Inovasi Pelayanan
mengenai pengembangan Publik
Inovasi Pelayanan publikyang
yang penulis temukan adalah sebagai berikut:
Diharapkan
Tabel 5.36 Daftar Dasar Varian, Varian, dan Karakter Pembeda Model Pengembangan
Inovasi Pelayanan Publik
Informasi penting yang diperoleh mengenai pengembangan Inovasi
Dasar Vari- Karakter Pembeda
No Varian Model
an Model Varian Model
Pelayanan publik dalam Sub Bab 5.2.3. disampaikan sebagai berikut:
1 Difusi 1) Model difusi sempurna Pemenuhan aktivitas
2) Model difusi tidakTabel
sempurna
5.39 difusi
2 Daftar1)Dasar
Inkubasi ModelVarian,
InkubasiVarian, dan
bertujuan KarakterTujuan
peningkatan Pembeda
inkubasi
k
­ apasitas
Model Pengembangan Inovasi Pelayanan Publik
2) Model Inkubasi bertujuan jaminan keberhas-
ilan
No Dasar Varian Varian Model Karakter Pembeda
Model Varian Model
204
1 Difusi 1) Model difusi sempurna Pemenuhan aktivitas
2) Model difusi tidak difusi
sempurna
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

Dasar Vari- Karakter Pembeda


No Varian Model
an Model Varian Model
3 Manajemen 1) Model peran SDM sebagai penggerak utama Peran SDM
SDM 2) Model peran SDM sebagai implementator
4 Knowledge 1) Model knowledge sharing secara singkat Waktu berbagi
Sharing 2) Model knowledge sharing secara Mendalam pengetahuan
5 Organisasi 1) Model Organisasi Pembelajar Sempurna Pemenuhan unsur
Pembelajar 2) Model Organisasi Pembelajar tidak Sempurna pembelajaran
Sumber: diolah peneliti, 2015.

FGD mengenai pengembangan inovasi pelayanan publik menggunakan


kriteria merujuk pada esensi pengembangan inovasi pelayanan publik,
yaitu proses komunikasi agar inovasi pelayanan publik bermanfaat guna
melakukan analisis mencari varian model yang karakternya paling kuat
diantara varian model lainnya pada varian model pengembangan inovasi
pelayanan publik. Berdasarkan kriteria tersebut FGD sepakat, bahwa
Varian Model yang dilatarbelakangi oleh difusi dengan karakter pembeda
pemenuhan aktivitas difusi merupakan karakter yang paling kuat diantara
varian model yang lainnya.
Model varian pengembangan inovasi pelayanan publik yang
diharapkan terbagi atas Varian Pertama merupakan hasil proses difusi
secara sempurna, yang diwakili oleh Inovasi Pendaftaran Fidusia Online.
Sedangkan Varian kedua merupakan hasil proses difusi tidak sempurna
yang hanya melakukan sebagian aktivitas difusi yang dilakukan yang diwakili
oleh Inovasi Km 0 Pro Poor.
Temuan perbedaan Varian Pertama dan Varian Kedua berdasarkan
difusi dapat diuraikan sebagai berikut:

Tabel 5.37 Perbedaan Model Pengembangan Inovasi Pelayanan Publik Berdasarkan Difusi

No Aspek Varian Pertama Varian Kedua


1 Aktivitas mempelajari inovasi Aktif Proses kreatif
2 Mengadopsi inovasi Dilakukan Tidak dilakukan

3 Mengembangkan jaringan Luas Terbatas


Sumber: diolah peneliti, 2015

Dalam memunculkan inovasi Pendaftaran Fidusia Online, Kementerian


Hukum dan HAM aktif untuk mempelajari inovasi yang telah ada. Dengan
bantuan IFC World Bank yang menjadi mitra pendamping Kementerian
Hukum dan HAM secara aktif dipelajari inovasi registrasi bisnis di Singapura,

205
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Australia dan Canada. Dengan aktif mempelajari inovasi yang telah dimiliki
negara-negara maju tersebut, Kementerian Hukum HAM mengadopsinya
menjadi inovasi inovasi fidusia Online.
Sementara itu, Beppeda Jawa Barat dalam menemukan inovasinya (Km
0 Pro Poor) lebih mengandalkan proses kreatif dari inspirasi yang mereka
temukan dari google map.
Sistem Fidusia Online dari Kementerian Hukum dan HAM melakukan
adopsi, sehingga banyak ditemui kemiripan dengan sistem pendaftaran
bisnis yang dilakukan oleh negara Singapura, Australia dan Canada yang
menjadi best practice-nya. Sementara itu Km 0 Pro Poor Jawa Barat tidak
melakukan adopsi, sehingga dapat dikatakan Km 0 Pro Poor berbasis proses
kreatif dari data kemiskinan yang diolah dengan foto diri dan lokasi rumah
tangga miskin menjadi aplikasi sistem.
Dari aspek pengembangan jaringan, antara Fidusia Online dengan Km
0 Pro Poor merupakan varian yang berbeda. Fidusia Online jaringannya luas
dan relatif generik, sehingga mudah dimodifikasi ke dalam aplikasi sistem
lain yang serupa, misalnya sistem pendaftaran pelayanan terpadu di daerah.
Sementara itu Km 0 Pro Poor jaringannya relatif terbatas, yaitu lebih kepada
kebutuhan internal instansi dengan tujuan yang relatif spesifik.
Difusi inovasi adalah teori tentang bagaimana sebuah ide dan
teknologi baru tersebar dalam sebuah kebudayaan. Teori ini dipopulerkan
oleh Everett Rogers pada tahun 1964 melalui bukunya “Diffussion of
Innovation” Ia mendefinisikan difusi sebagai proses dimana sebuah inovasi
dikomunikasikan melalui berbagai saluran dan jangka waktu tertentu dalam
sebuah sistem sosial.
Ada beberapa tahapan membentuk proses difusi.
1) Mempelajari Inovasi.
Tahapan ini merupakan tahap awal ketika masyarakat mulai
melihat, dan mengamati inovasi baru dari berbagai sumber,
khususnya media massa. Pengadopsi awal biasanya merupakan
orang-orang yang rajin membaca koran dan menonton televisi,
sehingga mereka bisa menangkap inovasi baru yang ada. Jika sebuah
inovasi dianggap sulit dimengerti dan sulit diaplikasikan, maka hal
itu tidak akan diadopsi dengan cepat oleh mereka. Lain halnya jika
yang dianggapnya baru merupakan hal mudah, maka mereka akan
lebih cepat mengadopsinya. Beberapa jenis inovasi bahkan harus

206
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

disosialisasikan melalui komunikasi interpersonal dan kedekatan


secara fisik.
2) Pengadopsian.
Dalam tahap ini masyarakat mulai menggunakan inovasi yang
­mereka pelajari. Diadopsi atau tidaknya sebuah inovasi oleh masya­
rakat ditentukan juga oleh beberapa faktor. Riset membuktikan
bahwa semakin besar keuntungan yang didapat. Semakin tinggi
dorong­an untuk mengadopsi perilaku tertentu. Adopsi inovasi juga
dipenga­ruhi oleh keyakinan terhadap kemampuan seseorang. Sebe-
lum seseorang memutuskan untuk mencoba hal baru, orang terse-
but biasanya bertanya pada diri mereka sendiri apakah mereka
mampu melakukannya. Jika seseorang merasa mereka bisa melaku-
kannya, maka mereka akan cenderung mangadopsi inovasi tersebut.
Selain itu, dorongan status juga menjadi faktor motivasional yang
kuat ­dalam mengadopsi inovasi. Beberapa orang ingin selalu men-
jadi p
­ usat perhatian dalam mengadopsi inovasi baru untuk menun-
jukkan status sosialnya di hadapan orang lain. Adopsi inovasi juga
dipengaruhi oleh nilai yang dimiliki individu tersebut serta p
­ ersepsi
dirinya. Jika sebuah inovasi dianggapnya menyimpang atau tidak
­sesuai dengan nilai yang ia anut, maka ia tidak akan mengadopsinya.
3) Pengembangan Jaringan Sosial.
Seseorang yang telah mengadopsi sebuah inovasi akan menyebar-
kan inovasi tersebut kepada jaringan sosial di sekitarnya, sehingga
sebuah inovasi bisa secara luas diadopsi oleh masyarakat. Difusi se-
buah inovasi tidak lepas dari proses penyampaian dari satu individu
ke individu lain melalui hubungan sosial yang mereka miliki. Riset
menunjukkan bahwa sebuah kelompok yang solid dan dekat satu
sama lain mengadopsi inovasi melalui kelompoknya. Dalam ­proses
adopsi inovasi, komunikasi melalui saluran media massa lebih c­ epat
menyadarkan masyarakat mengenai penyebaran inovasi baru diban­
ding saluran komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal
mempengaruhi manusia untuk mengadopsi inovasi yang sebelum­
nya telah diperkenalkan oleh media massa.
Model pengembangan inovasi pelayanan publik yang diharapkan
terdiri dari unsur Difusi, Inkubasi, Manajemen SDM, Knowledge Sharing dan
Organisasi Pembelajar. Model ini digambarkan dalam gambar bulatan yang
terhubung satu sama lain yang merefleksikan unsur-unsur dalam model
pengembangan inovasi pelayanan publik merupakan unsur yang saling

207
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

berhubungan satu sama lain dengan Difusi sebagai unsur intinya. Temuan
difusi sebagai unsur inti dalam pengembangan inovasi pelayanan publik
diperkuat olah hasil FGD yang menemukan varian model difusi sebagai
varian model yang mempunyai karakter paling kuat, sehingga dipilih diantara
varian model lainnya pada aspek pengembangan inovasi pelayanan publik.
Varian model ini juga mempunyai pengaruh terhadap bekerjanya aspek lain
dalam pengembangan inovasi pelayanan publik, yaitu inkubasi, manajemen
SDM, knowledge sharing dan organisasi pembelajar.
Gambar 5.7
Gambar 5. 7 Model Pengembangan
Model Pengembangan Inovasi Inovasi Pelayanan
Pelayanan Publikyang
Publik yang Diharapkan
Diharapkan

Knowledge
Sharing

Organisasi
Inkubasi
Pembelajar DIFUSI

Manajemen
SDM

Model pengembangan inovasi pelayanan publik seperti tergambar


tersebut di atas mereflekasikan, bahwa varian model difusi sebagai model
dalam Model pengembangan
pengembangan inovasi inovasi pelayanan
pelayanan publik publik
sebagaiseperti
sentraltergambar
yang
mempengaruhi terhadap bekerjanya inkubasi, manajemen SDM, knowledge
tersebut di atas mereflekasikan, bahwa varian model difusi sebagai model
sharing dan organisasi pembelajar.
dalam pengembangan inovasi pelayanan publik sebagai sentral yang

mempengaruhi terhadap bekerjanya inkubasi, manajemen SDM,

knowledge sharing dan organisasi pembelajar.


208
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

Model Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik yang Diharapkan.


Informasi penting mengenai pelembagaan Inovasi Pelayanan publik
yang penulis temukan dari penelitian adalah sebagai berikut:
Tabel 5.38 Daftar Dasar Varian, Varian, dan Karakter Pembeda Model Pelembagaan
Inovasi Pelayanan Publik

No Dasar Varian Varian Model Karakter Pembeda


Model Varian Model
1 Budaya 1) Model yang membangun inovasi sebagai Proses budaya
proses budaya organisasi
2) Model yang membangun inovasi sebagai
kebiasaan
2 Hukum 1) Model Inovasi yang mempunyai dasar Tujuan hukum
perundang-undangan sebagai perlindungan/
penguatan.
2) Model Inovasi yang mempunyai dasar
perundang-undangan sebagai dasar
kewajiban.
3 Struktur 1) Model inovasi yang dipayungi oleh stuktur Keberadaan
Organisasi yang secara tegas mempunyai nomenklatur Nomenklatur
inovasi. organisasi
2) Model inovasi yang tidak dipayungi oleh
struktur yang tidak secara tegas mempunyai
nomenklatur inovasi.
4 Program dan 1) Model inovasi yang dipayungi oleh program Keberadaan
Anggaran dan anggaran tersebut melekat pada satuan alokasi program
kerja dan anggaran
2) Model inovasi yang dipayungi oleh program
dan anggaran tersebut tidak melekat pada
satuan kerja
Sumber: diolah peneliti, 2015.

FGD mengenai pelembagaan inovasi pelayanan publik menggunakan


kriteria merujuk pada keberlanjutan inovasi pelayanan publik. Oleh karena
itu FGD menilai bahwa budaya, hukum, struktur organisasi, dan program dan
anggaran merupakan kesatuan unsur pelembagaan yang memiliki stratifikasi
keberlanjutan inovasi pelayanan publik. Oleh karena itu diperlukan varian
yang komprehenship yang dapat menunjukkan proses dan cara pelembagaan
inovasi pelayanan publik.
FGD merumuskan 2 (dua) varian baru dalam pelembagaan inovasi
pelayanan publik, yaitu 1) Varian Pertama: Pelembagaan inovasi pelayanan
publik yang sempurna, dan 2) Pelembagaan inovasi pelayanan publik yang

209
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

tidak sempurna. Pelembagaan inovasi yang sempurna adalah pelembagaan


inovasi yang dikawal oleh 4 pilar, yaitu aspek budaya inovasi, hukum,
­struktur organisasi dan program dan anggaran, sehingga inovasi pelayanan
publik akan kokoh dan berkelanjutan. Sedangkan pelembagaan inovasi yang
tidak sempurna adalah pelembagaan inovasi pelayanan publik minus budaya
inovasi, sehingga berpotensi mengancam keberlanjutan inovasi ­pelayanan
­publik.
Gambaran perbedaan Varian Pertama dan Varian Kedua berdasarkan
budaya dapat diuraikan sebagai berikut:
Tabel 5.42 Perbedaan Model Pengembangan Inovasi Pelayanan Publik Berdasarkan
Unsur Pelembagaan

No Aspek Varian Pertama Varian Kedua (pelembagaan


(pelembagaan sempurna) tidak sempurna)
1 Unsur pelembagaan Semua unsur pelembagaan Hanya memenuhi maksimal
unsur pelembagaan
2 Proses Dipaksakan pertama kali Mengikuti kebiasaan
Sumber: diolah peneliti, 2015

Budaya inovasi merupakan yang terkuat yang dalam pelembagaan


inovasi, disusul dengan hukum, kemudian dengan struktur organisasi dan
terakhir adalah program dan anggaran. Pelembagaan inovasi pelayanan
publik akan berjalan efektif apabila organisasi mempunyai dasar yang kuat
dalam budaya inovasi dan pengawasan masyarakat yang ditunjang dengan
hukum, struktur organisasi serta program dan anggaran yang jelas.
Selanjutnya Model Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik yang
diharapkan adalah sebagai berikut:

210
Gambar 5.8
BAB V
Model Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA
di Indonesia yang Diharapkan
Gambar 5. 8 Model Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik di Indonesia yang Diharapkan

Program
dan
Anggaran

Struktur
Organisasi

Hukum

Budaya

Model Inovasi Pelayanan Publik yang Diharapkan.


5.2.3.4. Model Inovasi Pelayanan Publik yang Diharapkan.
Model Inovasi pelayanan publik yang diharapkan dapat merupakan
integrasi gambar model penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan
Model Inovasi
inovasi pelayanan
pelayanan publik
publik yang dapat yang diharapkan
digambarkan sebagai berikut:dapat merupak

ntegrasi gambar model penciptaan, pengembangan, dan pelembaga

novasi pelayanan publik yang dapat digambarkan sebagai berikut:

211
2
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Gambar 5.9 Model Inovasi Pelayanan Publik di Indonesia yang Diharapkan


Model Inovasi Pelayanan Publik yang Diharapkan
Gambar 5.9
294

Berdasarkan Gambar 5. 9. tersebut di atas, ciri atau karakter Model


Inovasi Pelayanan Publik yang diharapkan adalah sebagai berikut
1. Terstruktur, dalam arti model inovasi pelayanan publik mempunyai
struktur yang mantap dalam rangka pembinaan dan pengelolaan inovasi
pelayanan publik, baik pada Model penciptaan, pengembangan, dan

212
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

pelembagaan inovasi pelayanan publik, maupun pada model inovasi


pelayanan publik secara keseluruhan.
2. Sistemik, dalam arti antara model penciptaan, pengembangan, dan
pelembagaan inovasi pelayanan publik mempunyai keterkaitan yang
kuat antara satu dan lannya dalam rangka membangun menjadi model
inovasi pelayanan publik, sehingga inovasi pelayanan publik merupakan
kesatuan aspek penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi
pelayanan publik.
3. Masif, dalam arti model inovasi pelayanan publik mampu mendorong
secara masif penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi
pelayanan publik dalam rangka percepatan peningkatan kualitas
pelayanan publik.
4. Siklik, dalam arti model penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan
inovasi pelayanan publik merupakan siklus proses percepatan
peningkatan kualitas pelayanan publik yang berkelanjutan.
Dengan demikian proposisi minor 3 dari pembahasan model inovasi
pelayanan publik yang diharapkan dapat disampaikan sebagai berikut:

Proposisi Minor 3:

Model Inovasi Pelayanan Publik di Indonesia


merupakan siklus model penciptaan, pengem­
­
bangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan ­publik
yang bergerak secara terus menerus dan berkelan-
jutan guna mendorong percepatan ­ peningkatan
kualitas pelayanan publik.

213
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Selanjutnya, dari keseluruhan pembahasan mengenai inovasi


pelayanan publik, model, serta aspek pendorong dan penghambatnya,
maka dapat disusun proposisi mayor sebagai berikut:

Proposisi Mayor:

Inovasi pelayanan publk di Indonesia merupakan


kesatuan sistem penciptaan, pengembangan, dan
pelembagaan akan menjadi siklus model inovasi
pelayanan publik apabila dilakukan secara terus
menerus dan berkelanjutan dengan memanfaatkan
aspek pendorong guna mendukung percepatan
peningkatan kualitas pelayanan publik.

214
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

BAB VI
PENUTUP
Bab 6 ini merupakan simpulan dari pembahasan, uraian, dan analisis
mengenai inovasi pelayanan publik di Indonesia yang telah dilakukan pada
bab-bab terdahulu.

Penciptaan, Pengembangan, dan Pelembagaan Inovasi


Pelayanan Publik di Indonesia dan Kebaruannya.
Inovasi Pelayanan Publik di Indonesia merupakan strategi penting
dalam mendorong percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik yang
berkelanjutan, sehingga inovasi pelayanan publik tersebut perlu direspon
menjadi bagian dari strategi penyelenggaraan pelayanan publik. Oleh karena
itu, guna menjadikan inovasi pelayanan publik dalam penyelenggaraan
pelayanan publik, maka perlu diperhatikan sebagai berikut:
1. Proses penciptaan inovasi pelayanan publik dilatarbelakangi oleh
keinginan melakukan solusi permasalahan, originalitas merupakan
adopsi dan kreatvitas sendiri, proses kreatifnya didominasi oleh
pimpinan unit/satuan kerja, serta kompetisi atau kegiatan sejenisnya
bisa dijadikan motivasi dalam menciptakan inovasi pelayanan publik.
Kebaruan dalam penelitian ini, bahwa originalitas merupakan proses
penting dalam penciptaan inovasi pelayanan publik di Indonesia. Inovasi
pelayanan publik tidak harus diukur dari keaslian (originalitas) inovasi,
tetapi dengan melakukan novelty berupa adopsi dari inovasi yang
telah ada serta melakukan modifikasi dapat dikatakan sebagai inovasi
pelayanan publik. Adopsi dan memodifikasi dipandang sebagai cara yang
lebih cepat dan mudah dalam melakukan penciptaan inovasi pelayanan
publik. Dikenal beberapa rumusan umum atau trik yang mudah dalam
menciptakan inovasi pelayanan publik, yaitu: Amati, Tiru, dan Modifikasi
(ATM) atau Niteni, Nirokke, dan Nambahi (N-3) atau Substitude, Combine,
Adapt-Adopt, Modify-Maximise-Minimise (SCAM) atau Put to Other Uses,
Eliminate, dan Reserve-Re-Arrange (PER).

215
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

2. Proses pengembangan inovasi pelayanan publik terdapat 5 (lima)


aspek penting yang berperan, yaitu difusi, inkubasi, manajemen SDM,
knowledge sharing, dan organisasi pembelajar.
Kebaruan dalam penelitian ini, difusi merupakan aspek yang dominan
diantara aspek lainnya, karena menjadi titik tolak bekerjanya aspek lain
dalam pengembangan inovasi pelayanan publik yang meliputi aktivitas
komunikasi dalam rangka mempelajari inovasi, menerapkan inovasi, dan
mengembangkan jaringan untuk penyebaran informasi dan memajukan
inovasi.
3. Proses Pelembagaan inovasi pelayanan publik terdapat 4 (empat) pilar
pelembagaan yang diharapkan inovasi pelayanan publik dapat bertahan
secara berkelanjutan. Ke-4 pilar tersebut adalah budaya inovasi, hukum,
struktur organisasi, dan program dan anggaran.
Kebaruan dalam penelitian ini, bahwa Budaya inovasi dalam organisasi
menempati inti dalam pelembagaan inovasi pelayanan publik, karena
perlindungan oleh hukum, struktur organisasi, dan program dan
anggaran yang dilakukan secara terus menerus diharapkan menjadi
nilai, sikap, dan perilaku organisasi dalam melakukan inovasi pelayanan
publik. Pembentukan budaya inovasi dalam organisasi pelaksanaannya
dapat dipaksakan untuk pertama kali agar menjadi kebiasaan yang
akhirnya tertanam sebagai nilai organisasi.

Aspek Pendorong dan Penghambat Dalam Penciptaan,


Pengembangan, dan Pelembagaan Inovasi Pelayanan
Publik di Indonesia.
1. Analisis terhadap komponen unsur internal organisasi, yaitu: SDM,
proses, hasil, pembiayaan, lokasi, sosialisasi, respon terhadap saran/
perbaikan menunjukkan, bahwa kekuatan komponen tersebut lebih
besar dari pada kelemahannya, sehingga kekuatan unsur internal orga­
nisasi menjadi aspek pendorong dalam penciptaan, pengembangan, dan
pelembagaan inovasi pelayanan publik.
Kebaruannya adalah dalam penciptaan, pengembangan, dan pelemba­
gaan inovasi pelayanan publik tergantung kepada bagaimana Kemen­
terian/Lembaga dan Pemerintah Daerah memanfaatkan kekuatan atau
dengan kata lain tergantung kepada kemauan memanfaatkan ­kekuatan
Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah dalam melakukan
­inovasi.
2. Analisis terhadap komponen unsur eksternal organisasi, yaitu: hukum,
budaya, teknologi, sosial, dan ekonomi menunjukkan, bahwa komponen

216
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

tersebut memberikan komponen peluang lebih besar dari pada


hambatannya, sehingga peluang unsur eksternal organisasi merupakan
aspek pendorong dalam penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan
inovasi pelayanan publik.
Kebaruannya adalah dalam penciptaan, pengembangan, dan pelem-
bagaan inovasi pelayanan publik tergantung bagaimana kemampuan Ke-
menterian/Lembaga dan Pemerintah Daerah menangkap peluang dalam
dalam penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan
publik.

Model Inovasi Pelayanan Publik di Indonesia Dalam


Rangka Mendorong Percepatan Peningkatan Kualitas
Pelayanan Publik dan Kebaruannya.
Model inovasi pelayanan publik di Indonesia dalam rangka mendorong
percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik di Indonesia merupakan
model inovasi yang diharapkan, sebagai berikut:
1. Model inovasi pelayanan publik di Indonesia saat ini belum terstruktur
bersistem, dan bersiklus dalam kesatuan sistem Model Inovasi Pelayanan
Publik.
Kebaruan dalam penelitian ini, bahwa model Inovasi Pelayanan Publik di
Indonesia diharapkan merupakan kesatuan terstruktur, bersistem yang
bergerak secara siklus mulai dari model penciptaan, pengembangan,
dan pelembagaan inovasi pelayanan publik guna mendorong percepatan
peningkatan kualitas pelayanan publik secara berkelanjutan.
2. Model inovasi pelayanan publik di Indonesia saat ini belum secara masif
mendorong tumbuhnya inovasi pelayanan publik dan/atau belum secara
masif mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik yang dapat di-
lihat dari belum banyaknya Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah
tergerak untuk memunculkan dan mengembang-kan inovasi dan peduli
dengan pelembagaan inovasi pelayanan publik.
Kebaruan dalam penelitian ini, bahwa model inovasi pelayanan publik di
Indonesia diharapkan secara masif mendorong penciptaan, pengemban-
gan, dan pelembagaan inovasi pelayanan publik agar inovasi pelayanan
publik tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan.

217
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Implikasi Teoritis dan Kebijakan


Hasil kajian tentang model inovasi pelayanan publik di Indonesia
memiliki implikasi teoritis dan implikasi kebijakan sebagai berikut:
1. Implikasi Teoritis.
a. Pandangan penciptaan inovasi untuk inovasi sektor publik sebaiknya
sudah tidak mempermasalahkan lagi originalitas dalam arti keaslian
inovasi. Hal terpenting dalam penciptaan inovasi di sektor publik adalah
novelty (kebaruan), sehingga bentuk adaptasi atau replikasi dengan
modifikasi yang mengandung novelty (kebaruan) dalam pelayanan di
sektor publik sudah dapat dikatakan sebagai inovasi.
b. Difusi dalam pengembangan inovasi pelayanan publik sebaiknya
didukung oleh proses inkubasi, manajemen Sumber daya manusia,
transfer pengetahuan, dan organisasi pembelajar, sehingga inovasi
di sektor publik secara komprehensif dapat disebarkan untuk dapat
diadaptasi/direplikasi dengan modifikasi, sehingga inovasi sektor
publik berkembang dan kemanfaatannya dirasakan oleh masyarakat.
c. Model inovasi pelayanan publik perlu dikembangkan sebagai sistem,
yaitu terdiri dari sub sistem model penciptaan inovasi pelayanan publik,
sub sistem model pengembangan inovasi pelayanan publik, dan sub
sistem model pelembagaan inovasi pelayanan publik yang satu sama
lain saling berhubungan dan saling ketergantungan serta merupakan
siklus yang terus bergerak dan berkelanjutan.

Implikasi Kebijakan.
a. Konsep inovasi pelayanan publik perlu dimasukan sebagai upaya
percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik pada khususnya
dan reformasi birokrasi di Indonesia pada umumnya. Trajektori
pencapaian evolusi pemerintahan pengalaman Korea Selatan dari
Government 1.0 ke Government 3. 0 dapat dijadikan bahan pembanding
menyempurnakan trajektori reformasi birokrasi Indonesia menuju
terwujudnya pemerintahan kelas dunia, khususnya dalam capaian
pelayanan publik yang berkualitas melalui inovasi pelayanan publik
sebagai strategi percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik
secara berkelanjutan. Oleh karena itu diharapkan trajektori grand
design reformasi birokrasi seperti termuat dalam Peraturan Presiden
Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi
2010-2025 dalam rangka mencapai visi birokrasi kelas dunia di tahun
2025 dapat disesuaikan.

218
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

b. Konsep inovasi pelayanan publik diharapkan menjadi substansi


area perubahan yang mendorong percepatan peningkatan kualitas
pelayanan publik yang termuat dalam Roadmap Reformasi Birokrasi
sebagaimana termuat dalam Peraturan Menteri PANRB Nomor 11
Tahun 2015 tentang Roadmap Reformasi Birokrasi 2019-2025. Sejalan
dengan gerakan “One Agency, One Innovation”, diharapkan konsep
inovasi pelayanan publik dapat dimasukan menjadi program quick
wins, yaitu program perubahan yang dapat dirasakan langsung oleh
masyarakat, sebagai salah satu syarat pelaksanaan reformasi birokrasi
di lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah.
c. Konsep inovasi pelayanan publik diharapkan menyempurnakan pola
penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan
publik yang termuat dalam Peraturan Menteri PANRB Nomor 30 Tahun
2014 tentang Pedoman Inovasi Pelayanan Publik. Dengan memasukan
konsep inovasi pelayanan publik tersebut diharapkan langkah-langkah
penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi pelayanan
publik lebih jelas, berbasis ilmu pengetahuan, dan berkelanjutan.

Saran
Inovasi pelayanan publik dapat dijadikan sarana untuk mendorong
percepatan peningkatan kualitas pelayanan di Indonesia dalam rangka
mendukung gerakan reformasi birokrasi.
Agar inovasi pelayanan publik di Indonesia tersebut dapat berjalan
dengan baik, maka disarankan sebagai berikut dalam hal:

Penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan Inovasi


Pelayanan Publik
1. Proses penciptaan inovasi pelayanan publik diharapkan bukan dominasi
pimpinan lagi, tetapi ide atau gagasan itu diharapkan muncul dari
kelompok staf yang lebih mengetahui permasalahan di lapangan atau
kelompok menengah dalam organisasi yang mengetahui masalah
teknokrasi dalam proses organisasi.
2. Proses pengembangan inovasi pelayanan publik hendaknya dijadikan
proses penting dalam penyebaran informasi melalui difusi dan
mempertinggi kualitas inovasi pelayanan publik melalui inkubasi dengan
didukung oleh SDM, knowledge sharing, dan organisasi pembelajar. Oleh
karena itu gagasan membentuk Learning Hub dalam rangka mempercepat
proses pembelajaran inovasi sangat diperlukan.

219
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

3. Pelembagaan inovasi pelayanan publik melalui program dan anggaran,


struktur organisasi, hukum, dan budaya hendaknya didukung oleh
Pimpinan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Oleh
karena itu Diharapkan Kementerian PANRB dan/atau Kementerian
Dalam Negeri, baik secara sendiri-sendiri ataun bersama sama dapat
memberikan arahan Kepada Kementerian/Lembaga/dan Pemerintah
Daerah tentang kewajiban melakukan inovasi pelayanan publik serta
menjadi inovasi pelayanan publik masuk dalam Sasaran Kinerja Pegawai
(SKP) yang bersangkutan.

Aspek Pendorong dan Penghambat Dalam Penciptaan,


Pengembangan, dan Pelembagaan Inovasi Pelayanan Publik
1. Perlu upaya untuk mengatasi aspek penghambat pada unsur internal
organisasi, khususnya komponen proses, hasil, dan sosialisasi agar unsur
internal organisasi menjadi aspek pendorong lebih kuat dalam rangka
mendukung penciptaan, pengembangan dan pelembagaan inovasi
pelayanan publik.
2. Perlu memperkuat unsur internal dan unsur eksternal organisasi yang
mendukung penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi
pelayanan publik, sehingga diharapkan memperkuat aspek pendorong
dalam rangka penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan inovasi
pelayanan publik.
3. Secara khusus perlu dibentuk multistakeholder forum inovasi pelayanan
publik pada Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah sebagai
bagian unsur eksternal organisasi yang diharapkan memberikan tekanan
dalam mengawasi proses penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan
inovasi pelayanan publik.

Model Inovasi Pelayanan Publik Guna Mendorong Per-


cepatan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik.
1. Model inovasi pelayanan publik dalam rangka mendorong percepatan
peningkatan kualitas pelayanan publik disarankan agar dilakukan
terlebih dahulu dilakukan uji coba untuk menguji tingkat kehandalannya.
2. Model inovasi pelayanan publik dalam rangka mendorong percepatan
peningkatan kualitas pelayanan publik disarankan agar dapat
diimplementasikan 3 sampai dengan 5 tahun dan secara berkala agar
setiap 1 tahun sekali dilakukan evaluasi.

220
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

Keterbatasan Penelitian
Hasil kajian dan penelitian mengenai Inovasi Pelayanan Publik di
Indonesia ini mempunyai berbagai keterbatasan. Penulis melalui penelitian
ini belum mengungkap kepemimpinan sebagai faktor determinan dalam
inovasi pelayanan publik. Penelitian ini juga belum dapat mengungkap
bentuk komitmen yang diperlukan dalam penciptaan, pengembangan,
dan pelembagaan inovasi serta mengungkapkan manfaat atau dampaknya
terhadap percepatan peningkatan pelayanan publik pada khususnya dan
gerakan reformasi birokrasi pada umumnya.

221
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Daftar Pustaka
A. Buku:
Aimond, Gabriel, dan Bingham Powel, 1996. Com. parative Politics
Development Approach. Bombai, India: Little Company.
Adrian Sutedi, 2007, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam
Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta.
Alwi, 2007. Analisis Tentang Jaringan Antar Organisasi Dalam. Penentuan
Strategi Pertumbuhan Daerah (Dusertasi), Bandung, Program
Pasca Sarjana Unpad.
ANAO, 2009. Innovation in the Public Sector: Enabling better performance,
. driving new directions. Australian National Audit Office,
Canberra. 69 pp.
Bendix, Reinhard, 1977, Bureaucracy, Internationai Encyclopedia of the
Social Sciences, New York: Free Press.
Bollingtoft, Anne, New Approach to Organization Design, Spiner and Business
Media BW.
Boyne, G. A et al (2009). Strategy Formulation, Content and Peformance.
Public Management Review.
-- 1982. Public Administration, 2nd Ed.. California: Palisades Publishers.
Bungin, Burhan, 2011, Penelitian Kualitatif, Jakarta, Kencana
Prenada Media Group.
Caiden, Gerald E., 1991, Administrative Reform Comes Age, Walter de
Gruyter.
Cunningham, P., A. Karakasidou, 2009. Innovation in the Public Sector, Policy
Brief No. 2 (2009). PRO INNO EUROPE.
Denhardt, D. (2004). The New Public Service:Serving, Not Steering. New
York: M. E. Sharoe . . I.
Djamaludin, 2012, Psikologi Kepemimpinan dan Inovasi, Penerbit Erlangga
Donellon, eds., 1994, Post- Bureaucratic Organization, Thousands Oaks: Sage
Publications.
Dror, Yeremiah. 1971. Strategies for Administrative Reform. The Hague,
Neterland: Development and Change.
222
BAB V
PELAKSANAAN DAN PENCIPTAAN
INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

Dwiyanto, Agus (ed), 2006. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia.


Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
---, 2002. Perspektif Perilaku Birokrasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
---, 2006. “Strategi Melakukan Reformasi Birokrasi Pemerintah di Indonesia”,
dalam Agus Dwiyanto (ed), Mewujudkan Good Governance
Melalui Pelayanan Publik.
Eddi Wibowo, Mira Subandi, Hessel Nogi S Tangkilisan, 2004, Hukum dan
Kebijakan Publik., YP API, Y ogyakarta.
Evers, Hans Dieter., 1987, “The Bureaucratization of Southeast Asia”, dalam
Comparative Studies in Society and History, Volume 29, Number
4, 1997.
Freddy Rangkuti, 2004, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, Pf.
Gramedia, Jakarta
GalbraithJay et al, 2002, Designing Dynamic Organizations, Amarican
Management Asociation, Amacom Ltd.
Gerald Zaltman, Rober Duncan, JohnyHolbek. (1973). Innovation and
Organization. A Wiley-Interscience Publication John Wiley and
Sons, New York. London, Sydney, Toronto.
Grigorian, Armen, 2010, An Analisys of the Match Between Supply and
demand of Business IncubatorServices: the Case of IT Incubation
Business in Armenia, University of Twenty, Enscede, Netherland.
Hatch, Mary Jo, 1997, Organization Theory: Modern, Symbolic, and Post
Modem Perspectives, Oxford University Press.
Hunger, J. David, & Theelen, 2003, Thomas L. Manajemen strategis.
Yogyakarta: Penerbit Andi.
Jones, Gareth R., 2001, Organizational Theory, Prentice Hall International
Inc, Texas A & M University.
Kaufmann D., A. Kraay, and M. Mastruzzi, 2010, The Worldwide Governance
Indicators: Methodology and Analytical Issue.
Keban, Yeremias T, 2008. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik:
Konsep, Teori dan Isu. Jogjakarta: Gavamedia.
Kelsen, Hans, 2006, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, Terjemahan
Raisul. Muttaqien, Nusamedia & Nuansa, Bandung.
Kartini Kartono, (1998). Pemimpin Dan Kepemimpinan, Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada.

223
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Kementerian PANRB, 2014, Top 9 Inovasi Pelayanan Publik, Kementerian


PANRB.
Kurniawan, Teguh. (2007). ‘Pergeseran Administrasi Publilc Dari Perilaku
Model Klasik dan NPM Menuju Good Governance’. Jurnal Ilmu
Administrasi Publik, Vol. 7, No. 1. Edisi Maret - Jviei2007. Hal
34-50.
Mahmudi. (2003). ‘New Public Management (NPM): Pendekatan Baru
Manajemen Sektor Publik’. Jurnal Sinergi, Vol.6 Nol. Edisi Juli -
September 2003. hal 76-85.
Maleong, Lexi J, 2014, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta, Remaja
Rosdakarya.
Muchtolifah, Tak Bertahun, Ekonomi Makro, Unesa University Press. Mulgan,
G. and Albury, D. (2003) Innovation in the Public Sector. Strategy
Unit, Cabinet Office. London
Munir, Ningky Sasanti T. S. 2004. “Model Kreasi Pengetahuan: Kajian pada
perusahaan-perusahaan kosmetika modern skala besar di
Indonesia. ” Disertasi Doktor. Universitas Indonesia.
National Audit Office (2005) Achieving Innovation in Central Government
Organisations. HC 1447 Session 2005-2006, The Stationary
Office. London
Nonaka I, Tekeuchi H, 1995, The Knowledge Creating Company: How
Japanese companies create the dynamics of innovation, Oxford
University Press.
North, Klaus and Kumta, Gita, 2014, Knowledge Management: Value Creation
Through Organization Learning, Springer.
Osborne, David; dan Peter Plastrik, 2000. Memangkas Birokrasi: Lima Strategi
Menuju Pemerintahan Wirausaha. Edisi Revisi. Diterjemahkan
oleh Abdul Rosyid dan Ramelan. Jakarta: Penerbit PPM.
Osborne, David; dan Ted Gaebler, 1996. Mewirausahakan Birokrasi:
Mentransformasi Semangat Wirausaha ke dalam Sektor Publik.
Diterjemahkan oleh Abdul Rosyid. Jakarta: PT Pustaka Binaman
Pressindo.
Powers, Jennifer Goodall, 2001, The Formation Of interorganizational
Relationships and The Development of Trust. School of
Information Science and Policy.
Ratminto et al, 2005, Manajemen Pelayanan: Pengembangan Model
Konsptual, Penerapan Citizen Charter da. . . ’1 Standar Pelayanan
Minimal, Pustaka Pelajar.
224
BAB VI
PENUTUP

Rogers, Everett, 2003, Diffusion of Inovation, Fifth Edition, Simon and


Schuster Publisher.
Roger M & Shoemaker F. Floyd, 1971, Communication of Innovation. The
Free Press A Division of Macmillan Publishing Co. Inc. NewYork
Rourke, Francis, 1992, American Exceptionalism: Government Without
Bureaucracy, dalam L. B. Hill, ed., The State of Public Bureaucracy,
M. E. Sharpe, Inc., Newyork.
Savas, ES, 1987, Privatization: The Key to Better Goverrunent, New Jersey,
Catham House Publisher.
Senge, Peter M, 1999, the Fifth Discipline Fieldbook, Nicholas Breaky
Publishing Limited, London.
Soesilo, Nining Indroyono, Manajemen Strategik di Sektor Publik, Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia (kalangan terbatas).
Siagian, S. P., 1996. Patologi Birokrasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Sinambela, M, Joshua. 2011. “E-Government di Indonesia dan Dunia”.
Soeprapto, Riyadi, 2010. “The Capacity Building For Local Government
Toward Good Governance, Word bank, World Bank.
Schumpeter, Joseph Alois, 1934, The Theory of Economic Development.
Thoha, Miftah, 2005. Dimensi-Dimensi Prima: Ilmu Administrasi Negara.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
---, 2007. Birokrasi dan Politik di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Thomson, Dennis F., 2002. Etika Politik Pejabat Negara. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.
Thompson J. L. and Martin, F. (2010) Strategic Management: Awareness and
Change, 6th edition, Cengage: London.
Tjokroamidjojo, Bintoro, Teori dan Strategi Pembangunan Nasional, Jakarta:
CV. Haji Mas Agung, 1988
Tyran, 2003. Diffusion of Policy Innovation. Universitat St. Gallen.
UN-DESA, and UN-Habitat, 2007. Guide for the transfer and adaptation of
innovations in governance: Practical tools and steps. United
Nations Department of Economic and Social Affairs (UNDESA),
and UN-HABITAT New York. 62 pp.
United Nations, 2005. Innovations in the Public Sector: Compendium of Best
Practices. UNDESA. New York.

225
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

United Nations, 2012. Good Practices and Innovations in Public Governance,


UNDESA. New York.
Yin, Robert K 1997. Studi Kasus: Desain dan Metode. Terjemahan. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.

B. Jurnal/Makalah
Albury, David, 2003, Innovation in Public Sector, Discussion Paper, The Mall,
London.
Asropi, 2008, Budaya Inovasi dan Reformasi Birokrasi, Jurnal Ilmu
Administrasi V Nomor 3, Lembaga Administrasi Negara.
Erlinda M. Nusron, 2014, Kaitan Antara Budaya Organisasi dengan Inovasi,
PPM School of Management.
Gulati Rand Gargiluo M, 1999, Where Do Interorganizational Networks Come
From?, American Joumal Sociology.
Hardjosoekarto, Sudarsono, 1994, Beberapa Perspektif Pelayanan Prima,
Bisnis dan Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi,
Non1or 3/Volume II/September 1994, Universitas Indonesia.
Hasibuan, Ahiadi Sjahbana, 2015, Inovasi Daerah Sebagai Upaya Percepatan
Pembangunan dan Peningkatan Pelayanan Publik, Makalah
Apeksi, Bandung.
Helms, Marilyn M, dkk. (2010). Exploring SWOT analysis - where are we
now?: A review of academic research from the last decade.
Journal of Strategy and Management3.
Kahraman, dkk. (2007). Prioritization of e-Government strategies using a
SWOT-AHP analysis: the case of Turkey. European Journal of
Information Systems 16.
Kelman, Stave, Public Management Needs Help, Academy of Management
Journal, Harvard University.
Kristiadi, JB, Revitalisasi Birokrasi dalam Meningkatkan Pelayanan Prima,
Bisnis dan Birokrasi, Jurna Ilmu Administrasi dan Organisasi,
Namer 3/Volome II/September 1994, Universitas Indonesia.
Munir, Ningky Susanti, Penerapan Manajemen Pengetahuan di Perusahaan
Indonesia, PPM School of management.
Pramusinto, Agus, 2006, Inovasi-Inovasi Pelayanan Publik Untuk
Pengembangan Ekonomi Lokal: Pengalaman Beberapa Daerah,
Makalah disampaikan dalam Semiloknas “Perda dalam

226
BAB VI
PENUTUP

Pencapaian Tujuan Otonomi Daerah: Meningkatkan Akses dan


Partisipasi Publik dalam Menelaah Perda untuk Menjamin
Transparansi dan Akuntabilitas Pengimplementasian Perda”
pada tanggal 26-27 Juli 2006 di Hotel Bumi Karsa-Bidakara,
Jakarta yang diselenggarakan oleh: Program Justice for the Poor-
Bank Dunia, ADKASI dan Yayasan Inovasi Pemerintahan Daerah
(YIPD)
Prasojo, 2013, Pemimpin dan Reformasi Birokrasi: Catatan Inspiratif dan Alat
Ukur Kepemimpinan Dalam. Implementasi Reformasi Birokrasi,
Kementerian PANRB dan GIZ
Rahmanur dkk., Jaringan Pelayanan Publik yang Demokratis (Studi Kasus
Pelayanan Kesehatan Berbasis J aringan pada Forum Desa Siaga
di Kabupaten Donggala).
Rudy C. Tarumingkeng, Ph. D, 2000, Kuliah Perdana Manajemen Sumberdaya
Manusia, Program Pasca Sarjana - Magister Manajemen,
Universitas Kristen Krida Wacana.
Setiawan Rony, Sumantri Suryana, Iskandar Zulrizka Tb, Sulastiana Marina,
2015, Pengaruh Kepemimpinan Pelayan terhadap Kinerja
Pelayanan Publik Pegawai Negeri Sipil pada Pemerintah Kota
Bekasi, Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran.
Taleai, Mohammad, dkk. (2009). Surveying general prospects and challenges
of GIS implementation in developing countries: a SWOT-AHP
approach. Journal of Geographical Systems 11.3 .
Widodo, Tri Utomo, 2014, Inovasi itu Mudah, Artikel, Lembaga Administrasi
Negara .
Widodo, Tri Utomo, 2014, Hambatan Inovasi dan Strategi Pengembangannya,
Artikel, Lembaga Administrasi Negara.
Wiryanto, Wisher, 2014, inovasi Pengembangan Kapasitas Sumberdaya
Manusia, Lembaga Administrasi Negara.
Suwamo, Yogi, Inovasi di Sektor Publik, Jurnal, Lembaga Administrasi Negara.

C. Laporan Penelitian
Laporan Doing Business Indonesia: Co1nparing Regulation others
Economies, 2008, 2009, 2010, 2011, 2012, IFC World Bank
Jakarta.
Laporan Penelitian, 2002, Naskah Akademik Undang-Undang tentang
Pelayanan Publik, Lembaga Penelitian Universitas Indonesia.

227
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Laporan, 2013, Pelaksanaan Reformasi Birokrasi, Deputi Bidang Reformasi


Birokrasi, Kementerian P ANRB.
Laporan Survey, 2013, Pelaksanaan Reformasi Birokrasi, Tempo dan Kompas
Kerjasama dengan AusAid.

D. Makalah
Hasibuan, Afriadi Sjahbana, 2015, Inovasi daerah Sebagai Upaya Percepatan
Pe:rnbangunan dan Peningkatan Pelayanan Publik Dalam
Perspektif UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah.
Yan Sik Choi, 2007, Korea’s Path to Govcrrnnent Innovation: Challanges,
Experiment, U. . . ’1dS ucesses, Honorary Professor Graduate
Shool of Public Administration and Local Autonomy, Hanyang
University.
Sumaryono, Wahono, 2005, Konsep Komersialisasi Produk dan Teknologi
Proses, BPP Teknologi.

E. Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Beserta
Amandemennya.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Nasional Jangan Panjang
Undang-Undang Nomor 5 tentang Aparatur Sipil Negara.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Pertaruran Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi
Birokrasi.
Peraturan Menteri Negara PANRB Nomor 30 Tahun 2014 tentang Pedoman
Inovasi Pelayanan Publik.
Peraturan Menteri Negara PANRB Nomor 11 Tahun 2015 tentang Roadmap
Reformasi Birokrasi 2019-2025.

228
Lampiran

229
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

SALINAN

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA


DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 47 TAHUN 2020
TENTANG
PENYELENGGARAAN KOMPETISI
PENGELOLAAN PENGADUAN PELAYANAN PUBLIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN


REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk mendorong percepatan pelaksanaan


sistem pengaduan pelayanan publik nasional, perlu
menyelenggarakan kompetisi pengelolaan pengaduan
pelayanan publik;
b. bahwa Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 39 Tahun 2018
tentang Pedoman Penyelenggaraan Kompetisi
Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Tahun 2018
sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum
sehingga perlu diganti;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tentang
Penyelenggaraan Kompetisi Pengelolaan Pengaduan
Pelayanan Publik;

230
-2-

Mengingat : 1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5038);
4. Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2012 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 215, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5357);
5. Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2013 tentang
Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 191);
6. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2015 tentang
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 89);
7. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 3 Tahun 2015 tentang Road
Map Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan
Pelayanan Publik Nasional (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 27);
8. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 62 Tahun 2018 tentang
Pedoman Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan
Publik Nasional (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2018 Nomor 1726);
9. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2019 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Berita Negara

231
INOVASI -3-
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1593);


10. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 46 Tahun 2020 tentang
Road Map Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan
Publik Nasional Tahun 2020-2024 (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 650);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR
NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI TENTANG
PENYELENGGARAAN KOMPETISI PENGELOLAAN
PENGADUAN PELAYANAN PUBLIK.

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik adalah
kegiatan penanganan pengaduan sesuai dengan
mekanisme dan tata cara pengelolaan pengaduan.
2. Kompetisi Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik
yang selanjutnya disebut Kompetisi adalah kegiatan
penjaringan, seleksi, penilaian, dan pemberian
penghargaan kepada penyelenggara pelayanan publik di
lingkungan kementerian/lembaga, pemerintah daerah,
badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah,
dan unit pelaksana yang menyelenggarakan Pengelolaan
Pengaduan Pelayanan Publik sesuai kriteria yang
ditetapkan.
3. Penyelenggara Kompetisi yang selanjutnya disebut
Penyelenggara adalah kementerian bekerjasama dengan
Kantor Staf Presiden dan Ombudsman Republik
Indonesia.
4. Peserta Kompetisi adalah kementerian/lembaga,
pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan
usaha milik daerah, dan unit pelaksana yang
menyelenggarakan Pengelolaan Pengaduan Publik.
5. Tim Sekretariat adalah pegawai aparatur sipil negara
kementerian, Pegawai Ombudsman Republik Indonesia,

232
-4-

dan Kantor Staf Presiden yang ditugaskan oleh pejabat


yang berwenang untuk memberikan dukungan teknis
dan administratif serta melakukan penilaian
administratif proposal dalam rangka penyelenggaraan
Kompetisi.
6. Tim Evaluasi adalah akademisi dan praktisi yang
berasal dari pegawai aparatur sipil negara dan pegiat
organisasi masyarakat, yang ditugaskan oleh Menteri
untuk melakukan penilaian lanjutan dalam Kompetisi.
7. Kementerian adalah Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
8. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur
negara.

Pasal 2
(1) Kementerian bekerjasama dengan Kantor Staf Presiden
dan Ombudsman Republik Indonesia menyelenggarakan
Kompetisi yang diikuti oleh para Peserta Kompetisi
dengan memperhatikan prinsip dalam penyelenggaraan
Kompetisi.
(2) Penyelenggaraan Kompetisi dilaksanakan berdasarkan
prinsip:
a. dapat dipertanggungjawabkan;
b. tidak berpihak dan bebas kepentingan; dan
c. dapat diakses oleh semua pihak terkait.
(3) Setiap Peserta Kompetisi mengikuti setiap tahapan dan
proses Kompetisi yang diselenggarakan oleh
Penyelenggara Kompetisi.

Pasal 3
(1) Setiap pihak yang terlibat dalam Kompetisi, baik
Penyelenggara Kompetisi, Peserta Kompetisi, Tim
Sekretariat, maupun Tim Evaluasi mengacu pada
Pedoman Kompetisi.
(2) Pedoman Kompetisi paling sedikit memuat:
a. persyaratan peserta Kompetisi;

233
INOVASI -5-
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

b. kategori Kompetisi;
c. kriteria pengelolaan pengaduan pelayanan publik;
d. tahapan penyelenggaraan Kompetisi;
e. kriteria Kompetisi, termasuk indikator penilaian dan
penilaian lanjutan lainnya; dan
f. sistem informasi Kompetisi.
(3) Pedoman Kompetisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Pasal 4
Seluruh informasi terkait Kompetisi diumumkan melalui
sistem informasi Kompetisi.

Pasal 5
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 39 Tahun 2018 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Kompetisi Pengelolaan Pengaduan
Pelayanan Publik Tahun 2018 (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2018 Nomor 1227), dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.

Pasal 6
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

234
-6-

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Juni 2020

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR


NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

TJAHJO KUMOLO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Juni 2020

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 676202


0

235
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

SALINAN

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 89 TAHUN 2020

TENTANG

PENYELENGGARAAN JARINGAN INOVASI PELAYANAN PUBLIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa pelaksanaan Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik


telah menghasilkan sejumlah inovasi pelayanan publik
yang harus disebarluaskan agar dapat dijadikan rujukan
informasi secara nasional mengenai praktik baik dalam
penyelenggaraan pelayanan publik;
b. bahwa diperlukan adanya peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai jaringan yang
menjadi simpul kerjasama secara nasional yang
menghubungkan serta mensinergikan instansi
pemerintah pusat dan daerah, perguruan tinggi, lembaga
swadaya masyarakat, swasta, dan lembaga mitra
pembangunan yang mempunyai minat yang sama dalam
pengembangan inovasi pelayanan publik;

236
-2-

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana


dimaksud dalam huruf a dan huruf b maka perlu
menetapkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi tentang Penyelenggaraan
Jaringan Inovasi Pelayanan Publik;

Mengingat : 1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5038);
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5494);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 215, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5357);
6. Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand
Design Reformasi Birokrasi 2010-2025;
7. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Pedoman Inovasi Pelayanan Publik (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1715);
8. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2019 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1593);

237
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK -3-
DI INDONESIA

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR


NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI TENTANG
PENYELENGGARAAN JARINGAN INOVASI PELAYANAN
PUBLIK.

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Inovasi Pelayanan Publik yang selanjutnya disebut inovasi
adalah terobosan jenis pelayanan publik baik yang
merupakan gagasan/ide kreatif orisinal dan/atau
adaptasi/modifikasi yang memberikan manfaat bagi
masyarakat, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
2. Replikasi Inovasi Pelayanan Publik yang selanjutnya
disebut replikasi inovasi adalah proses keputusan untuk
melakukan transfer pengetahuan dalam implementasi
gagasan atau ide baru dari praktik baik inovasi, baik
sebagian maupun secara keseluruhan.
3. Jaringan Inovasi Pelayanan Publik yang selanjutnya
disingkat JIPP adalah simpul kerjasama antarlembaga
yang mempunyai minat dalam pengembangan inovasi.
4. Jaringan Inovasi Pelayanan Publik Nasional yang
selanjutnya disingkat JIPP Nasional adalah JIPP yang
dikoordinasikan oleh Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
5. Web JIPP Nasional merupakan portal informasi inovasi
pelayanan publik nasional yang dikelola secara bersama-
sama oleh Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah
dan Lembaga lainnya.
6. Lembaga lainnya adalah institusi penyelenggara negara,
korporasi, lembaga independen yang dibentuk
berdasarkan undang-undang dan badan hukum.
7. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang aparatur negara.

238
-4-

Pasal 2
JIPP diselenggarakan dengan tujuan:
a. menyebarluaskan informasi mengenai inovasi;
b. menjadi media berbagi pengetahuan mengenai
inovasi;
c. menjadi media pendokumentasian inovasi; dan
d. mendorong akselerasi inovasi.

Pasal 3
(1) Kegiatan JIPP merupakan implementasi dari pembinaan
inovasi meliputi penciptaan, pengembangan, dan
pelembagaan inovasi dalam rangka percepatan
peningkatan kualitas pelayanan publik.
(2) Kegiatan penciptaan inovasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri dari inkubasi dan kompetisi inovasi.
(3) Kegiatan pengembangan inovasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri dari transfer pengetahuan/replikasi
dan penyebarluasan inovasi.
(4) Kegiatan pelembagaan inovasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri dari penganggaran inovasi,
pemuatan inovasi dalam fungsi organisasi, dan
pemuatan inovasi dalam aturan yang dilakukan secara
berkelanjutan sehingga menjadi budaya organisasi.

Pasal 4
(1) Menteri melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap
penyelenggaraan JIPP.
(2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan selama kegiatan JIPP berjalan, dengan ruang
lingkup yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan
anggaran kegiatan.
(3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
setelah kegiatan JIPP selesai dilaksanakan, dalam
rangka merumuskan rekomendasi tindak lanjut.

239
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK -5-
DI INDONESIA

Pasal 5
(1) Pendanaan penyelenggaraan JIPP di Kementerian,
Lembaga dibebankan pada APBN.
(2) Pendanaan penyelenggaraan JIPP di Pemerintah Daerah
dibebankan pada APBD Pemerintah Daerah.

Pasal 6
(1) Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan
lembaga lainnya agar terhubung dengan dan
memanfaatkan JIPP Nasional setelah berlakunya
Peraturan Menteri ini sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Aplikasi dengan fungsi yang sama dengan JIPP Nasional
yang telah dimiliki oleh Kementerian/Lembaga,
Pemerintah Daerah, dan lembaga lainnya sebelum
berlakunya peraturan ini, agar diintegrasikan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 7
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan teknis
penyelenggaraan JIPP di Kementerian, Lembaga dan
Pemerintah Daerah diatur dalam Peraturan Menteri,
Peraturan Kepala Lembaga dan Peraturan Kepala
Daerah.

Pasal 8
(1) Penyelenggaraan JIPP sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 dilaksanakan berdasarkan Pedoman
Penyelenggaraan Jaringan Inovasi Pelayanan Publik.
(2) Pedoman Penyelenggaraan JIPP ini meliputi :
a. struktur JIPP;
b. ruang lingkup kegiatan JIPP
c. web JIPP;
d. mekanisme kerja JIPP; dan
e. evaluasi JIPP.
(3) Pedoman Penyelenggaraan JIPP sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran

240
-6-

yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari


Peraturan Menteri ini .

Pasal 9
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

241
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK -7-
DI INDONESIA

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Desember 2020

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR


NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

TJAHJO KUMOLO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 Desember 2020

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 1590

242
-8-

LAMPIRAN

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN


APARATUR NEGARA DAN REFORMASI
BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 89 TAHUN 2020
TENTANG
PENYELENGGARAAN JARINGAN INOVASI
PELAYANAN PUBLIK

PEDOMAN PENYELENGGARAAN JARINGAN INOVASI PELAYANAN PUBLIK

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam rangka pelaksanaan gerakan One Agency One Innovation,
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
telah menyelenggarakan Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP) sejak
tahun 2014. KIPP mendapat sambutan dan apresiasi yang luar biasa dari
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan lembaga lainnyaserta
menghasilkan sejumlah inovasi yang dapat dijadikan acuan sebagai
praktik baik dalam penyelenggaraan pelayanan publik, yang disebut
dengan Top Inovasi Pelayanan Publik, setiap tahunnya.
Informasi mengenai inovasi tersebut perlu disebarluaskan agar dapat
menginspirasi dan dimanfaatkan oleh penyelenggara pelayanan publik
lainnya gunapercepatan pengembangan inovasi. Untuk itu, diperlukan
media dalam bentuk Jaringan Inovasi Pelayanan Publik (JIPP), yang
merupakan sebuah jaringan yang menjadi simpul kerja sama secara
nasional yang menghubungkan serta mensinergikan instansi pemerintah
pusat dan daerah, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat,
swasta, dan lembaga mitra pembangunan yang mempunyai minat yang
sama dalam pengembangan inovasi. Inisiatif penyelenggaraan JIPP
tersebut merupakan upaya untuk menumbuhkan model-model
pelayanan publik baru yang dapat mendorong percepatan peningkatan
kualitas pelayanan publik.

243
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK -9-
DI INDONESIA

Pedoman penyelenggaraan JIPP diperlukan agar pelaksanaannya dapat


berjalan efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.

B. Sasaran
1. Terselenggaranya JIPP di tingkat nasional, Kementerian/Lembaga,
Pemerintah Daerah, dan lembaga lainnya.
2. Terlaksananya percepatan replikasi inovasi di tingkat nasional,
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan lembaga lainnya.

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Pedoman Penyelenggaraan JIPP ini meliputi:
1. Struktur JIPP;
2. Ruang lingkup kegiatan JIPP;
3. Web JIPP;
4. Mekanisme kerja JIPP; dan
5. Evaluasi JIPP.

BAB II
STRUKTUR JIPP

Struktur JIPP terdiri dari:


1. JIPP Nasional
a. JIPP Nasional dikoordinasikan oleh Kementerian Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi .
b. Pengelola JIPP Nasional terdiri dari:
1) Pembina, yaitu Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi yang dibantu oleh pejabat yang ditetapkan oleh
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi;
dan
2) Pelaksana, yaitu Deputi Bidang Pelayanan Publik yang dibantu oleh
pejabat dan/atau tenaga teknis yang ditetapkan oleh Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
2. JIPP Kementerian/Lembaga
a. JIPP Kementerian/Lembaga dikoordinasikan oleh Kementerian/
Lembaga terkait.
b. Pengelola JIPP Kementerian/Lembaga terdiri dari:

244
- 10 -

1) Pembina, yaitu Menteri/Kepala Lembaga yang dibantu oleh pejabat


yang ditetapkan oleh Menteri/Kepala Lembaga; dan
2) Pelaksana, yaitu pejabat dan/atau tenaga teknis pada Biro
Organisasi atau unit kerja lain yang ditunjuk di lingkungan
Kementerian/Lembaga yang ditetapkan oleh Menteri/Kepala
Lembaga.
3. JIPP Pemerintah Daerah
a. JIPP Pemerintah Daerah terdiri dari Pemerintah Provinsi dan
Kabupaten/Kota dalam wilayah provinsi, yang dikoordinasikan oleh
Pemerintah Provinsi terkait.
b. Pengelola JIPP Pemerintah Daerah terdiri dari:
1) Pembina, yaitu Gubernur yang dibantu oleh pejabat yang ditetapkan
oleh Gubernur; dan
2) Pelaksana, yaitu pejabat dan/atau tenaga teknis pada Biro
Organisasi atau unit kerja lain yang ditunjuk di lingkungan
Pemerintah Provinsi yang ditetapkan oleh Gubernur.
4. JIPP Khusus
a. JIPP Khusus dikoordinasikan oleh lembaga lainnya, seperti perguruan
tinggi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, lembaga
swasta, dan lembaga swadaya masyarakat/organisasi masyarakat sipil.
b. Pengelola JIPP Khusus diatur dan ditetapkan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku pada lembaga yang bersangkutan.

BAB III
RUANG LINGKUP KEGIATAN JIPP

A. Kegiatan Penciptaan Inovasi


1) JIPP Nasional
a) Laboratorium inovasi nasional merupakan tempat pelaksanaan
inkubasi inovasi.
b) Kompetisi inovasi nasional adalah kegiatan penjaringan,seleksi,
penilaian, dan pemberian penghargaan yang diberikan kepada
inovasi yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga, Pemerintah
Daerah, dan lembaga lainnya yang diselenggarakan secara
nasional.
c) Penyediaan data dan informasi secara daring dalam aplikasi JIPP
Nasional.

245
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK - 11 -
DI INDONESIA

2) JIPP Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan Khusus


a) Laboratorium inovasi Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah,
dan lembaga lainnyamerupakan tempat pelaksanaan inkubasi
inovasi di tingkat Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan
lembaga lainnya.
b) Kompetisi inovasi Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan
lembaga lainnya adalah kegiatan penjaringan, seleksi, penilaian,
dan pemberian penghargaan yang diberikan kepada inovasi yang
dilakukan oleh Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan
lembaga lainnyayang diselenggarakan di tingkat
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan lembaga lainnya.
c) Penyediaan data dan informasi secara daring dalam aplikasi JIPP
Nasional dalam subdomain Kementerian/Lembaga, Pemerintah
Daerah, dan lembaga lainnya.

B. Kegiatan Pengembangan Inovasi


1) JIPP Nasional
a) Forum replikasi inovasi nasional adalah forum transfer
pengetahuan inovasi dari inovator kepada replikator secara
nasional.
b) Scaling-up inovasi nasional adalah peningkatan inovasi yang
diciptakan oleh Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan
lembaga lainnya menjadi program nasional untuk diterapkan oleh
instansi lainnya secara nasional.
2) JIPP Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan Khusus
a) Forum replikasi inovasiKementerian/Lembaga, Pemerintah
Daerah, dan lembaga lainnya adalah forum transfer pengetahuan
inovasi dari inovator kepada replikator di tingkat
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan lembaga lainnya.
b) Scaling-up inovasi Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah,
dan lembaga lainnya adalah peningkatan inovasi yang diciptakan
oleh unit kerja Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan
lembaga lainnya menjadi program Kementerian/Lembaga,
Pemerintah Daerah, dan lembaga lainnya untuk diterapkanoleh
seluruh unit kerja terkait di tingkat Kementerian/Lembaga,
Pemerintah Daerah, dan lembaga lainnya.

246
- 12 -

C. Kegiatan Pelembagaan Inovasi


1) JIPP Nasional
a) Pengelolaan inovasi yang dilakukan oleh satuan kerja pada tingkat
nasional, termasuk di dalamnya penyediaan anggaran dan fungsi
pengelolaan inovasi dalam organisasi.
b) Penetapan peraturan atau kebijakan nasional dalam rangka
pembinaan inovasi secara berkelanjutan.
2) JIPP Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan Khusus
a) Pengelolaan inovasi yang dilakukan oleh satuan kerja pada
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan lembaga lainnya,
termasuk di dalamnya penyediaan anggaran dan fungsi
pengelolaan inovasi dalam organisasi.
b) Penetapan peraturan atau kebijakan Kementerian/Lembaga,
Pemerintah Daerah, dan lembaga lainnya dalam rangka
pembinaan inovasi secara berkelanjutan.

BAB IV
WEB JIPP

A. JIPP Nasional
Web JIPP Nasional menampilkan informasi mengenai:
1) Direktori inovasi, berisi daftar inovasi-inovasi terbaik yang telah
ditetapkan sebagai Top Inovasi hasil KIPP, inovasi yang diikutsertakan
dan menjadi pemenang dan/atau masuk dalam basis data pada
kompetisi inovasi tingkat internasional yang diselenggarakan baik oleh
United Nations Public Service Awards (UNPSA) maupun lembaga
internasional lainnya, dan inovasi hasil pencarian lainnya antara lain
Top 21 Inovasi Penanganan COVID-19. Inovasi-inovasi tersebut dapat
disaring berdasarkan kategori Sustainable Development Goals (SDGs),
lokasi inovasi, dan kategori kompetisi, dan waktu inovasi tersebut
mendapatkan apresiasi.
2) Fitur kompetisi inovasi, menampilkan Sistem Informasi Inovasi
Pelayanan Publik (SINOVIK), yaitu sarana yang digunakan dalam
penyelenggaraan KIPP.
3) Fitur replikasi inovasi, menampilkan gambaran proses replikasi
inovasi sebagai rujukan umum bagi instansi yang berminat untuk

247
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK - 13 -
DI INDONESIA

melakukan replikasi inovasi serta rencana dan proses replikasi inovasi


secara nasional.
4) Fitur data sebaran inovasi, berisi mengenai data yang ditampilkan
dalam peta spasial sebaran inovasi di seluruh Indonesia.
5) Fitur tautan kerja sama inovasi, terdiri dari kumpulan tautan daring
web JIPP Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan Khusus
yang bukan merupakan subdomain dari web JIPP Nasional.
6) Informasi lainnya terkait inovasi dan replikasi inovasi secara nasional,
antara lain pelaksanaan KIPP, UNPSA, forum replikasi inovasi, dan
lain-lain.

B. JIPP Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan Khusus


Web JIPP Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan Khusus,baik
yang terintegrasi dengan web JIPP Nasional maupun yang merupakan
subdomain dari web JIPP Nasional, menampilkan informasi mengenai:
1) Direktori inovasi, berisi daftar inovasi hasil kompetisi internal di
lingkup Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan lembaga
lainnya dan inovasi yang menjadi best practice baik nasional maupun
internasional dari masing-masing Kementerian/Lembaga, Pemerintah
Daerah, dan lembaga lainnya. Inovasi-inovasi tersebut dapat disaring
berdasarkan kategori Sustainable Development Goals (SDGs), lokasi
inovasi, dan kategori kompetisi, dan waktu inovasi tersebut
mendapatkan apresiasi.
2) Fitur kompetisi inovasi, menampilkankompetisi internal di lingkup
masing-masing Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan
lembaga lainnya.
3) Fitur replikasi inovasi, menampilkan rencana dan proses replikasi
inovasi di lingkup masing-masing Kementerian/Lembaga, Pemerintah
Daerah, dan lembaga lainnya.
4) Fitur data sebaran inovasi, berisi mengenai data yang ditampilkan
dalam peta spasial sebaran inovasi di lingkup masing-masing
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan lembaga lainnya.
5) Informasi lainnya terkait inovasi dan replikasi inovasi di lingkup
masing-masing Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan
lembaga lainnya.

248
- 14 -

BAB V
MEKANISME KERJA JIPP

Mekanisme kerja JIPP terdiri dari tahap sebagai berikut:


1. Tahap Persiapan
a. Instansi yang berminat menyelenggarakan JIPP di tingkat instansinya
berkonsultasi dengan Pengelola JIPP Nasional.
b. Menteri/Kepala Lembaga, Gubernur, dan pimpinan lembaga lainnya
menetapkan Pengelola JIPP di lingkungan instansi masing-masing.
c. Penetapan Pengelola JIPP meliputi susunan dan tugas.
2. Tahap Implementasi
a. Pengelola JIPP Nasional
1) Mengembangkan aplikasiberbagi pakaiJIPP secara nasional yaitu
JIPP Nasional (https://jippnas.menpan.go.id).
2) Mengelola data inovasi tingkat nasional dan internasional.
3) Melakukan pembinaan terhadap inovasi yang dilakukan
olehKementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan lembaga
lainnya dengan menyediakan fasilitator secara nasional.
4) Melakukan kerjasama yang dituangkan dalam nota kesepahaman
bersama (memorandum of understanding) dengan para pihak dalam
rangka peningkatan kualitas inovasi secara nasional.
5) Melakukan pemantauan pelaksanaan pembinaan inovasi secara
nasional.
b. Pengelola JIPP Kementerian/Lembaga
1) Terhubung dengan aplikasi berbagi pakai JIPP secara nasional yaitu
JIPP Nasional (https://jippnas.menpan.go.id).
2) Mengelola data inovasi tingkat Kementerian/Lembaga masing-
masing.
3) Melakukan pembinaan terhadap inovasi di lingkungan
Kementerian/Lembaga masing-masing dengan menyediakan
fasilitator dalam rangka pembinaan inovasi.
4) Melakukan kerjasama dengan para pihak dalam rangka peningkatan
kualitas inovasi di lingkungan Kementerian/Lembaga masing-
masing.
5) Melakukan pemantauan pelaksanaan pembinaan inovasi di
lingkungan Kementerian/Lembaga masing-masing.
c. Pengelola JIPP Pemerintah Daerah

249
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK - 15 -
DI INDONESIA

1) Terhubung dengan aplikasi berbagi pakai JIPP secara nasional yaitu


JIPP Nasional (https://jippnas.menpan.go.id).
2) Mengelola data inovasi tingkat Pemerintah Daerah masing-masing.
3) Melakukan pembinaan terhadap inovasi di lingkungan Pemerintah
Daerah masing-masing dengan menyediakan fasilitator dalam
rangka pembinaan inovasi di lingkungan Pemerintah Daerah masing-
masing.
4) Melakukan kerjasama dengan para pihak dalam rangka peningkatan
kualitas inovasi di lingkungan Pemerintah Daerah masing-masing.
5) Melakukan pemantauan pelaksanaan pembinaan inovasi di
lingkungan Pemerintah Daerah masing-masing.
d. Pengelola JIPP Khusus
1) Terhubung dengan aplikasi berbagi pakai JIPP secara nasional yaitu
JIPP Nasional (https://jippnas.menpan.go.id).
2) Mengelola data inovasi di tingkat lembaga masing-masing.
3) Melakukan pembinaan terhadap inovasi di lingkungan lembaga
masing-masing dengan menyediakan fasilitator dalam rangka
pembinaan inovasi di lingkungan lembaga masing-masing.
4) Melakukan kerjasama dengan para pihak dalam rangka peningkatan
kualitas inovasi di lingkungan lembaga masing-masing.
5) Melakukan pemantauan pelaksanaan pembinaan inovasi di
lingkungan lembaga masing-masing.

BAB VI
EVALUASI JIPP

1. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi


melakukan evaluasi penyelenggaraan JIPP sekurang-kurangnya sekali
dalam 1 (satu) tahun.
2. Evaluasi penyelenggaraan JIPP meliputi evaluasi terhadap komponen
substantif dan administratif.
3. Pelaksanaan evaluasi lebih lanjut ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
4. Hasil evaluasi berupa rekomendasi disampaikan kepada instansi yang
menyelenggarakan JIPP sebagai bahan perbaikan.

250
- 16 -

BAB VII
PENUTUP

1. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi


melakukan pembinaan dalam pelaksanaan pedoman ini guna
memastikan keberhasilan pengelolaan JIPP.
2. Setiap Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan lembaga lainnya
agar memanfaatkan JIPP Nasional dengan terlebih dahulu berkoordinasi
dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi.

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR


NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

TJAHJO KUMOLO

251
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

SALINAN

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA


DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 2021
TENTANG
KOMPETISI INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI LINGKUNGAN
KEMENTERIAN/LEMBAGA, PEMERINTAH DAERAH,
BADAN USAHA MILIK NEGARA, DAN BADAN USAHA MILIK DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA


DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk pembentukan inovasi pelayanan publik


melalui pelaksanaan gerakan wajib 1 (satu) instansi 1
(satu) inovasi serta guna mendorong percepatan
peningkatan kualitas pelayanan publik, perlu
menyelenggarakan kompetisi inovasi pelayanan publik di
lingkungan kementerian/lembaga, pemerintah daerah,
badan usaha milik negara, dan badan usaha milik
daerah;
b. bahwa pengaturan kompetisi inovasi pelayanan publik di
lingkungan kementerian/lembaga, pemerintah daerah,
badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah
dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 5 Tahun 2019
tentang Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik di
Lingkungan Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah,
Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik

252
-2-

Daerah sudah tidak sesuai dengan perkembangan


kebutuhan kompetisi inovasi pelayanan publik sehingga
perlu diganti;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi tentang Kompetisi Inovasi Pelayanan
Publik di Lingkungan Kementerian/ Lembaga, Pemerintah
Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha
Milik Daerah;

Mengingat : 1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5038);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 215, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5357);
5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun
2015 tentang Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 89);
6. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Pedoman Inovasi Pelayanan Publik (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1715);
7. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2019 tentang

253
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK -3-
DI INDONESIA

Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendayagunaan


Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1593);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
DAN REFORMASI BIROKRASI TENTANG KOMPETISI INOVASI
PELAYANAN PUBLIK DI LINGKUNGAN
KEMENTERIAN/LEMBAGA, PEMERINTAH DAERAH, BADAN
USAHA MILIK NEGARA, DAN BADAN USAHA MILIK DAERAH.

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Inovasi Pelayanan Publik yang selanjutnya disebut Inovasi
adalah terobosan jenis pelayanan publik baik yang
merupakan gagasan/ide kreatif orisinal dan/atau
adaptasi/modifikasi yang memberikan manfaat bagi
masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung.
2. Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik yang selanjutnya disebut
Kompetisi adalah kegiatan penjaringan, seleksi, penilaian,
dan pemberian penghargaan yang diberikan kepada Inovasi
yang dilakukan oleh kementerian/lembaga, pemerintah
daerah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik
daerah.
3. Panitia Seleksi yang selanjutnya disingkat Pansel adalah
unsur internal dan eksternal Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi bertugas memilih
Calon Anggota Tim Evaluasi dan Tim Panel Independen pada
Kompetisi;
4. Tim Evaluasi yang selanjutnya disingkat TE adalah unsur
penilai dalam Kompetisi yang terdiri dari akademisi dan/atau
praktisi yang kompeten di bidang pelayanan publik.
5. Tim Panel Independen yang selanjutnya disingkat TPI adalah
unsur penilai dalam Kompetisi yang terdiri dari tokoh
masyarakat dan/atau unsur profesi/keahlian yang memiliki

254
-4-

reputasi baik dalam pemikiran dan/atau pengalaman


mendorong upaya-upaya peningkatan pelayanan publik.
6. Tim Sekretariat adalah pejabat dan pegawai di lingkungan
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi yang bertugas memfasilitasi proses Kompetisi.
7. Proposal Inovasi yang selanjutnya disebut Proposal adalah
dokumen pengajuan berisi informasi mengenai Inovasi sesuai
dengan format yang ditetapkan oleh penyelenggara
Kompetisi.
8. Sistem Informasi Inovasi Pelayanan Publik yang selanjutnya
disebut dengan SINOVIK adalah sistem teknologi informasi
dan komunikasi yang digunakan untuk memproses dan
mengintegrasikan data pada seluruh tahapan Kompetisi
serta memberikan informasi terkait pelaksanaan Kompetisi.
9. Menteri adalah menteri yang membidangi urusan
pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara
dan reformasi birokrasi.

Pasal 2
(1) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi menyelenggarakan Kompetisi.
(2) Kompetisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan setiap tahun.
(3) Ketentuan mengenai petunjuk pelaksanaan Kompetisi
Inovasi Pelayanan Publik ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 3
(1) Peserta yang ikut serta dalam Kompetisi merupakan
kementerian/lembaga, pemerintah daerah, badan usaha
milik negara, dan badan usaha milik daerah.
(2) Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengikutsertakan paling sedikit 1 (satu) Inovasi di
lingkungan instansi masing-masing dalam Kompetisi.
(3) Badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah
yang ikut serta dalam Kompetisi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan badan usaha milik negara dan

255
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK -5-
DI INDONESIA

badan usaha milik daerah yang menyelenggarakan Public


Service Obligation (PSO) atau usaha lain yang bertujuan
untuk peningkatan pelayanan publik.
(4) Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengikutsertakan Inovasinya pada Kompetisi dalam bentuk
Proposal.

Pasal 4
(1) Dalam rangka penyelenggaraan Kompetisi, Menteri
menetapkan:
a. Pansel;
b. TE;
c. TPI; dan
d. Tim Sekretariat.
(2) Pansel mempunyai tugas melakukan seleksi Calon Anggota
TE dan TPI.
(3) TE mempunyai tugas melakukan penilaian dan evaluasi
terhadap Proposal yang lolos Seleksi Administrasi serta
melakukan verifikasi dan observasi lapangan.
(4) TPI mempunyai tugas melakukan penilaian dalam tahap
presentasi dan wawancara, melakukan verifikasi dan
observasi lapangan, serta menentukan Inovasi yang
diberikan penghargaan.
(5) Tim Sekretariat mempunyai tugas memfasilitasi
keseluruhan tahapan Kompetisi dan melakukan Seleksi
Administrasi terhadap seluruh Proposal yang diajukan oleh
Peserta.

Pasal 5
Persyaratan Inovasi yang diikutsertakan dalam Kompetisi yaitu:
a. memenuhi seluruh kriteria Inovasi;
b. selaras dengan tema Kompetisi;
c. relevan dengan salah satu kategori Kompetisi;
d. diajukan secara daring dalam bentuk Proposal lengkap
melalui SINOVIK, disertai dokumen pendukung yang relevan;

256
-6-

e. menggunakan judul yang menggambarkan Inovasi dengan


memperhatikan norma dan kepantasan; dan
f. persyaratan lain yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 6
Kriteria Inovasi yang diikutsertakan dalam Kompetisi sebagai
berikut:
a. memiliki kebaruan, yaitu memperkenalkan gagasan yang
unik, pendekatan yang baru dalam penyelesaian masalah,
atau kebijakan dan desain pelaksanaan yang unik, atau
modifikasi dari inovasi pelayanan publik yang telah ada,
untuk penyelenggaraan pelayanan publik;
b. efektif, yaitu memperlihatkan capaian yang nyata dan
memberikan solusi dalam penyelesaian permasalahan;
c. bermanfaat, yaitu menyelesaikan permasalahan yang
menjadi kepentingan dan perhatian publik;
d. dapat ditransfer/direplikasi, yaitu dapat dan/atau telah
dicontoh dan/atau menjadi rujukan dan/atau diterapkan
oleh penyelenggara pelayanan publik lainnya;
e. berkelanjutan, yaitu mendapat jaminan terus dipertahankan
yang diperlihatkan dalam bentuk dukungan program dan
anggaran, tugas dan fungsi organisasi, serta hukum dan
perundang-undangan.

Pasal 7
Tema dan Kategori Kompetisi ditetapkan oleh Menteri setiap
tahun.

Pasal 8
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor
5 Tahun 2019 tentang Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik di
Lingkungan Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Badan
Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah (Berita
Negara Tahun 2019 Nomor 230), dicabut dan diyatakan tidak
berlaku.

257
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK -7-
DI INDONESIA

Pasal 9
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

258
-8-

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 15 Maret 2021

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR


NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

TJAHJO KUMOLO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Maret 2021

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 196

259
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA SALINAN

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA


DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 91 TAHUN 2021
TENTANG
PEMBINAAN INOVASI PELAYANAN PUBLIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA


DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa dalam mewujudkan peningkatan kesejahteraan


rakyat dan daya saing global melalui reformasi birokrasi,
diperlukan percepatan peningkatan kualitas dan kinerja
pelayanan publik;
b. bahwa diperlukan percepatan peningkatan kualitas dan
kinerja pelayanan publik melalui inovasi pelayanan publik
guna memenuhi harapan masyarakat;
c. bahwa Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Pedoman Inovasi Pelayanan Publik sudah tidak sesuai
dengan perkembangan sehingga perlu diganti;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi tentang Pembinaan Inovasi Pelayanan
Publik;

Mengingat: 1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik

260
-2-

Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran


Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5038);
4. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2021 tentang
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2021 Nomor 126);
5. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 60 Tahun 2021 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1249);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR
NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI TENTANG
PEMBINAAN INOVASI PELAYANAN PUBLIK

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian
kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa
dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik.
2. Penyelenggara Inovasi Pelayanan Publik yang selanjutnya
disebut Penyelenggara Inovasi adalah seluruh
kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, serta
badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah
yang melaksanakan kewajiban Pelayanan Publik.
3. Pembina Pelayanan Publik adalah pimpinan
Penyelenggara Inovasi yang menyelenggarakan

261
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK -3-
DI INDONESIA

pembinaan inovasi Pelayanan Publik di lingkungan


instansi.
4. Unit Pelayanan Publik yang melaksanakan Inovasi
Pelayanan Publik, yang selanjutnya disingkat UPP, adalah
satuan kerja Penyelenggara Inovasi yang berada di
lingkungan kementerian/lembaga dan pemerintah
daerah, serta badan usaha milik negara dan badan usaha
milik daerah yang melaksanakan kewajiban Pelayanan
Publik.
5. Inovasi Pelayanan Publik yang selanjutnya disebut Inovasi
adalah terobosan jenis pelayanan berupa gagasan/ide
kreatif orisinal dan/atau adaptasi/modifikasi yang
memberikan manfaat langsung atau tidak langsung bagi
masyarakat.
6. Pembinaan Inovasi Pelayanan Publik yang selanjutnya
disebut Pembinaan Inovasi adalah upaya sistematis yang
dilakukan baik secara nasional maupun secara
instansional dan/atau regional melalui kegiatan
penciptaan, pengembangan, dan pelembagaan Inovasi.
7. Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik yang selanjutnya
disingkat KIPP adalah kegiatan penjaringan, seleksi,
penilaian, dan pemberian penghargaan Inovasi.
8. Jaringan Inovasi Pelayanan Publik yang selanjutnya
disingkat JIPP adalah simpul kerja sama antarlembaga
yang mempunyai minat dan/atau mandat dalam
pengembangan Inovasi.
9. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang aparatur negara.

Pasal 2
Pembinaan Inovasi bertujuan untuk:
a. meningkatkan kinerja Penyelenggara Inovasi; dan
b. memelihara kualitas Inovasi yang berkelanjutan.

Pasal 3
Pembinaan Inovasi dilakukan terhadap Inovasi berdasarkan
kriteria:

262
-4-

a. memiliki kebaruan, yaitu memperkenalkan cara,


pendekatan atau kebijakan dan desain pelaksanaan baru
dan berbeda dalam rangka penyelenggaraan Pelayanan
Publik;
b. efektif, yaitu menghasilkan keluaran yang nyata sesuai
dengan tujuan penyelenggaraan Pelayanan Publik;
c. bermanfaat, yaitu memberikan dampak bagi peningkatan
kualitas Pelayanan Publik;
d. mudah disebarkan, yaitu mudah untuk ditiru dan
dikembangkan oleh Penyelenggara Inovasi lainnya; dan
e. berkelanjutan, yaitu terus diterapkan dan dikembangkan
secara berkesinambungan, serta mendapat dukungan
masyarakat.

Pasal 4
(1) Pembinaan Inovasi diselenggarakan melalui kegiatan:
a. penciptaan;
b. pengembangan; dan
c. pelembagaan Inovasi.
(2) Penciptaan Inovasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a merupakan upaya menjaring dan menumbuhkan
pengetahuan, serta mengimplementasikan gagasan
Inovasi.
(3) Pengembangan Inovasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b merupakan upaya meningkatkan kualitas dan
menyebarluaskan Inovasi.
(4) Pelembagaan Inovasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c merupakan upaya penguatan Inovasi secara
berkelanjutan.

Pasal 5
(1) Pembinaan Inovasi melalui penciptaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dilakukan secara
nasional dan instansional dan/atau regional
(2) Pembinaan Inovasi melalui penciptaan secara nasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
paling sedikit melalui kegiatan:

263
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK -5-
DI INDONESIA

a. penyelenggaraan KIPP berdasarkan prioritas bidang


Pelayanan Publik dengan mempertimbangkan
kebutuhan Pelayanan Publik;
b. penyelenggaraan forum peningkatan kapasitas
Penyelenggara Inovasi;
c. pengelolaan JIPP Nasional sebagai manajemen data
Inovasi nasional; dan/atau
(3) Pembinaan Inovasi melalui penciptaan secara
instansional dan/atau regional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan paling sedikit melalui
kegiatan:
a. pelibatan pegawai dalam memunculkan ide Inovasi
untuk menyelesaikan permasalahan dalam
pemberian pelayanan publik;
b. penyelenggaraan forum konsultasi publik untuk
mendapat ide/masukan dari masyarakat;
c. penyelenggaraan kompetisi Inovasi atau sebutan
lainnya secara instansional dan/atau regional;
d. penyelenggaraan forum peningkatan kapasitas UPP
di lingkungan masing-masing Penyelenggara Inovasi;
dan/atau
e. fasilitasi keikutsertaan Inovasi dalam KIPP.

Pasal 6
Pengembangan Inovasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (1) huruf b dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas
Pelayanan Publik melalui penyebarluasan Inovasi.

Pasal 7
(1) Penyebarluasan Inovasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 dilakukan melalui kegiatan:
a. adaptasi dan adopsi Inovasi; dan/atau
b. peningkatan dan perluasan cakupan (scaling up)
Inovasi.
(2) Penyebarluasan Inovasi melalui adaptasi dan adopsi
Inovasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
paling sedikit terdiri atas:

264
-6-

a. pemetaan kebutuhan Pelayanan Publik;


b. identifikasi dan penetapan Inovasi yang relevan
untuk memenuhi kebutuhan Pelayanan Publik;
c. penyusunan rencana aksi penyebarluasan Inovasi;
d. penyelenggaraan forum penyebarluasan Inovasi;
e. penyusunan komitmen dan kebijakan
penyebarluasan Inovasi;
f. implementasi penyebarluasan Inovasi; dan
g. pemantauan dan evaluasi.
(3) Penyebarluasan Inovasi melalui peningkatan dan
perluasan cakupan (scaling up) sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dilakukan melalui upaya
menjadikan Inovasi UPP tertentu sebagai program dari
Penyelenggara Inovasi baik secara nasional maupun
instansional dan/atau regional.
(4) Peningkatan dan perluasan cakupan (scaling up) Inovasi
secara nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
merupakan peningkatan Inovasi yang diciptakan oleh
Penyelenggara Inovasi menjadi program nasional untuk
diterapkan oleh Penyelenggara Inovasi lainnya secara
nasional.
(5) Peningkatan dan perluasan cakupan (scaling up) Inovasi
secara instansional dan/atau regional sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) merupakan peningkatan Inovasi
yang diciptakan oleh UPP menjadi program
Penyelenggara Inovasi untuk diterapkan oleh seluruh
UPP terkait di tingkat Penyelenggara Inovasi.

Pasal 8
(1) Pelembagaan Inovasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1) huruf c dilaksanakan untuk
mewujudkan keberlanjutan Inovasi.
(2) Pelembagaan Inovasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan paling sedikit melalui kegiatan:
a. penguatan kebijakan melalui penyusunan kebijakan
sebagai dasar hukum penyelenggaraan Inovasi;

265
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK -7-
DI INDONESIA

b. penguatan fungsi kelembagaan dengan cara


memasukkan Inovasi sebagai kinerja dari
Penyelenggara Inovasi;
c. penguatan anggaran dengan cara memasukkan
Inovasi dalam perencanaan dan penganggaran;
dan/atau
d. penguatan pembinaan sumber daya manusia dengan
cara memasukkan Inovasi pada setiap capaian
kinerja aparatur sipil negara dan/atau pegawai
badan usaha milik negara dan badan usaha milik
daerah pada penetapan kinerjanya.

Pasal 9
(1) Pembinaan Inovasi secara nasional dilakukan oleh
Menteri.
(2) Pembinaan Inovasi secara instansional dan/atau
regional dilakukan oleh Pembina Pelayanan Publik.
(3) Pembinaan Inovasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dapat bekerja sama dengan pihak lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 10
(1) Menteri dan Pembina Pelayanan Publik dapat
memberikan penghargaan kepada Penyelenggara Inovasi
di tingkat nasional dan/atau UPP di tingkat instansional
dan/atau regional.
(2) Penghargaan kepada Penyelenggara Inovasi di tingkat
nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
oleh Menteri melalui penyelenggaraan KIPP dan/atau
kegiatan lainnya.
(3) Penghargaan kepada UPP di tingkat instansional
dan/atau regional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan oleh Pembina Pelayanan Publik melalui
penyelenggaraan kompetisi Inovasi atau sebutan lainnya
dalam lingkup instansional dan/atau regional.
(4) Selain kompetisi Inovasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), Pembina Pelayanan Publik dapat memberikan

266
-8-

penghargaan kepada UPP di tingkat instansional


dan/atau regional melalui penyelenggaraan kegiatan
Inovasi lainnya.

Pasal 11
(1) Pemberian penghargaan kepada kementerian/lembaga
dan pemerintah daerah dilakukan sebagai bagian dari
capaian reformasi birokrasi pada masing-masing
kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.
(2) Menteri merekomendasikan pemerintah daerah yang
menerima penghargaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) kepada kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang keuangan untuk
mendapatkan alokasi dana insentif daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Menteri merekomendasikan badan usaha milik negara
dan badan usaha milik daerah kepada masing-masing
pembina instansi untuk mendapatkan penghargaan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 12
(1) Penghargaan dapat diberikan kepada aparatur sipil
negara dan pegawai badan usaha milik negara dan
badan usaha milik daerah secara perorangan dan/atau
tim yang menginisiasi penciptaan Inovasi yang terpilih
sebagai Inovasi terbaik di tingkat nasional.
(2) Penghargaan kepada aparatur sipil negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dalam bentuk
kenaikan pangkat luar biasa dan/atau bentuk
penghargaan lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Penghargaan kepada pegawai badan usaha milik negara
dan badan usaha milik daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat diberikan berdasarkan ketentuan
pada instansi masing-masing.

267
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK -9-
DI INDONESIA

Pasal 13
(1) Menteri melakukan pemantauan dan evaluasi
pembinaan Inovasi secara berkala.
(2) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 14
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 89 Tahun 2020 tentang
Penyelenggaraan Jaringan Inovasi Pelayanan Publik
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor
1590); dan
b. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 7 Tahun 2021 tentang
Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik di Lingkungan
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Badan
Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor
196),
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan Peraturan Menteri ini.

Pasal 15
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku,
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Pedoman Inovasi Pelayanan Publik (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1715), dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 16
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

268
- 10 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2021

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR


NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

TJAHJO KUMOLO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2021

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

BENNY RIYANTO

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 1572

269
INOVASI
PELAYANAN PUBLIK
DI INDONESIA

Tentang Penulis
Muhammad Imanuddin adalah seorang Pegawai
Negeri Sipil. Mengabdi di Kementerian PANRB
selama lebih dari 30 tahun. Saat ini menjabat sebagai
Staf Ahli Menteri PAN RB Bidang Politik dan Hukum
(Pembina Utama, Gol IV/e).

Menyelesaikan Pendidikan Doktor Administrasi


Publik pada FISIP Universitas Diponegoro (2015)
dengan judul Desertasi “Inovasi Pelayanan Publik di
Indonesia” yang diadaptasi menjadi Buku ini dengan
judul yang sama. Sebelumnya mengikuti Pendidikan
pada Pasca-Sarjana Universitas Indonesia (2002),
Fak. Sospol Unpad (1988) dan Fak. Hukum Unpad
(1986). Pernah mengikuti berbagai pertemuan,
pelatihan dan seminar di dalam dan luar negeri.

Pengalaman profesional sebagai pengajar,


pembicara, peneliti dan penulis di bidang birokrasi
pemerintahan dan pelayanan publik.

270

Anda mungkin juga menyukai