Anda di halaman 1dari 17

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Ringkasan Tentang Akidah

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam atas Muhammad dan keluarganya. Kemudian, Allah Ta’ala
berfirman: “Di antara hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama” (Q.S. Fathir: 28).
Dan Allah Ta’ala juga berfirman: “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang
yang tidak mengetahui? Sesungguhnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat menerima
pelajaran” (Q.S. Az-Zumar: 9). Wajib bagi seorang mukallaf untuk mempelajari bagian wajib dari
pokok-pokok agamanya. Di antara yang terpenting dan terbesar adalah pengetahuan tentang Allah
SWT. Islam dan rukun-rukunnya tidak akan tegak kecuali setelah mengenal Sang Pencipta jalla wa
‘ala. Dalam ringkasan ini, kami akan menjelaskan bagi mubtadi di antara pokok-pokok akidah yang
benar, insya Allah, yang sesuai dengan keadilan, tauhid, mentanzihkan Allah Ta’ala dari semua
kekurangan. Kami memohon kepada Allah agar diberikan taufik dan hidayah.

ILMU TAUHID

Allah adalah pencipta segala sesuatu dan Dia adalah yang mengatur segalanya.

Ketika kita hendak membeli sesuatu, kita akan bertanya tentang negara pembuatnya. Ketika kita
melihat tulisan yang indah atau ukiran yang luar biasa, kita bertanya siapa yang menulis ini? siapa
yang mengukir itu? Demikianlah, dengan fitrah dan akal sehat, kita memahami dan menyadari bahwa
setiap benda yang diciptakan pasti ada penciptanya, dan setiap makhluk pasti ada penciptanya. Apa
yang muncul dalam akal ketika anda melihat ke langit yang menjulang tinggi, bintang-bintangnya
yang terang benderang, matahari yang menyala, dan bulan yang bersinar? Apa yang anda sadari
dengan fitrah alami anda ketika anda adalah seorang kerdil kecil di hadapan pegunungan yang tinggi,
dataran yang luas, lembah, terumbu karang, dan lautan yang melimpah? Tidakkah anda berkata:
betapa agungnya sang pencipta? Bukankah akal menyatakan bahwa alam semesta yang besar ini
pasti memiliki pencipta yang telah menciptakannya dan pengatur yang mengaturnya? Sebenarnya
orang arab sudah mengenal Allah, di masa sebelum Islam ada seorang sastrawan yang bernama Quss
Ibn Sa`idah, dia berkata: “Kotoran unta menunjukkan akan adanya unta dan jejak kaki menunjukkan
akan adanya pejalan kaki. Aku melihat langit memiliki rasi bintang, bumi memiliki hamparan, laut
memiliki ombak, tidakkah ini menunjukkan akan adanya Tuhan Yang Maha Baik Hati dan Maha
Mengetahui?”.

Allah Ta’ala berfirman: “Maka tidakkah mereka memperhatikan unta bagaimana diciptakan? Dan
langit bagaimana ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ditegakkan? Dan bumi bagaimana
dihamparkan?” (Q.S. Al-Ghasyiyah: 17-20).
Persoalan tentang keberadaan Allah tidak membutuhkan penelitian dan usaha berlebihan. Allah itu
ada, terlihat dalam apa yang telah Ia ciptakan.

Perhatikanlah barisan para makhluk, maka sesungguhnya ia

Merupakan pesan yang berasal dari para malaikat

Sungguh telah dituliskan disana jika engkau perhatikan tulisannya

Tidakkah segala sesuatu yang bukan dari Allah itu tidak ada

DI ANTARA SIFAT-SIFAT ALLAH

Allah jalla wa ‘ala memiliki sifat isbat dan sifat nafi.

SIFAT-SIFAT ISBAT:

1. Allah itu Maha Kuasa

Setelah kita mengetahui bahwa Allah itu ada dan merupakan sang pencipta, terlintas di benak kita
saat melihat makhluk-makhluk besar dan mengerikan bahwa penciptanya mampu, karena jika dia
tidak mampu pasti makhluk tersebut tidak akan ada. Siapapun yang melihat barisan piramida di
Mesir akan mengagumi kemampuan orang-orang yang membangunnya, bagaimana mereka bisa
mampu mengangkat batu besar ke atasnya?

Lalu, bagaimana dengan kekuasaan Allah yang mengangkat langit dan menggantungkan bumi dan
planet-planet di udara? Allah Ta’ala berfirman: “Apakah ciptaan kamu lebih hebat ataukah langit yang
telah dibangun-Nya? Dia telah meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya. Dan Dia
menjadikan malamnya (gelap gulita), dan menjadikan siangnya (terang benderang). Dan setelah itu
bumi dihamparkan. Darinya Dia pancarkan mata air. Dan gunung-gunung Dia pancangkan teguh.”
(Q.S. An-Nazi’at: 27-32), dan ayat-ayat lainnya. Kerajaan yang luas itu menjadi saksi bagi kekuatan
luar biasa yang tidak dapat dipahami oleh akal manusia, sehingga dengan fakta tersebut terbukti
bahwa Allah Mampu lagi Berkuasa.

Lalu misalnya, yang menjadikan jantung berdetak seumur hidup, sementara ia hanyalah potongan
daging yang lunak, yang tidak mengalami pengeroposan seperti yang terjadi pada besi dan bahan
padat lainnya. Sungguh Sang Pencipta Maha Berkuasa untuk menciptakan keajaiban-keajaiban ini.
2. Allah itu Maha Mengetahui

Detail dan kualitas suatu produk tergantung pada pengetahuan tentang rahasia-rahasia dan
perhitungannya. Oleh karena itu, kita melihat di era kita sekarang di mana industri telah maju dan
berkembang, bahwa penelitian masih terus berlangsung dan pengembangan masih terus berlanjut.
Betapapun maju dan sempurnanya mesin yang diproduksi, seiiring berjalannya waktu akan tampak
kekurangan dan kelemahan yang melemahkannya. Betapa seringnya dunia penerbangan mengalami
kemajuan dan kemunduran.

Bersamaan dengan apa yang telah dicapai manusia di bidang ini, mereka melakukan penelitian untuk
terbebas dari polusi industri ini yang mencemari udara dan tanah, mengganggu ekosistem dengan
suara mesin dan bahaya lainnya, serta biaya, dan masalah lainnya. Apakah ia mampu menyaingi
seekor burung kecil hasil ciptaan Allah, yang mana malah memperindah dan menenangkan
lingkungan. Dia terbang, hinggap, makan, dan minum dengan bebas. Perhatikanlah seekor domba
atau sapi, bagaimana Allah menciptakannya dengan berbagai tujuan dan manfaat. Pada daging, susu
dan lemaknya ada makanan, pada kulit dan rambutnya ada permadani dan pakaian, dan pada
kotorannya ada nutrisi untuk tanah dan tumbuhan. Anda melihat keistimewaan pada ciptaan Allah
tanpa ada sedikitpun kekurangan. Jika anda menghitung betapa banyak di dunia ini ada dokter,
rumah sakit, penelitian, laboratorium, arsitek, para ahli, dan institusi, semuanya berusaha mengenal
salah satu makhluk kecil bernama “manusia”.

Setiap kali penlitian dan kedokteran mengalami kemajuan, para peneliti atau dokter selalu berhenti
kebingungan dan bimbang di hadapan keruwetan, dunia yang tidak dikenal, dan detail-detail kecil
yang menakjubkan.

Otak ini hanyalah adonan sederhana jika dilihat dari tekstur dan bahannya. Tetapi kedokteran hanya
mengetahui sedikit saja dari rahasia-rahasia yang ada padanya, seperti yang mereka katakan: “Jika
manusia membuat otak seperti otak ciptaan tuhan yang mengandung miliaran neuron, setidaknya itu
akan menjadi sebesar bumi. Allah berfirman: “Dan mereka tidak mengetahui sesuatu apapun
tentang ilmu-Nya melainkan apa yang Dia kehendaki” (Q.S. Al-Baqarah: 255). “Ilmu tuhanku meliputi
segala sesuatu” (Q.S. Al-An’am: 80). Demikianlah ilmu Allah, Maha Sempurna, dan mencakup segala
hal.

3. Allah itu Maha Hidup

Di atas sudah dijelaskan bahwa SWT itu Maha Mampu dan Maha Mengetahui. Kemudian, kuasa dan
ilmu tersebut hanya akan ada pada zat yang hidup. Tidak akan mampu dan mengetahui kecuali Zat
yang hidup, karena bangkai dan benda mati tidak berkemampuan dan tidak mengetahui.
4. Allah itu Maha Mendengar dan Maha Melihat

Untuk menerbangkan pesawat, maskapai penerbangan pasti memilih orang dengan kebugaran
jasmani dan kesehatan yang utuh, terutama yang memiliki penglihatan yang baik dan pendengaran
yang tajam. Jika tidak, pesawat dan penumpangnya akan terancam bahaya.

Lalu bagaimana menurut anda dengan Allah yang memfasilitasi kerajaan alam semesta? Semua
partikel terkecilnya harus terlihat dan terdengar oleh-Nya. Dia mendengar permohonan orang yang
sedang meminta bantuan dan menjawab panggilan orang yang sedang dilanda kecemasan. Allah
SWT tidak mendengar dengan indra, karena dia mendengar semua suara pada saat bersamaan dalam
bahasa mereka yang berbeda-beda, tanpa terganggu oleh kebisingan dalam membedakan suara,
satu suara tidak mengalihkan perhatiannya dari yang lain. Penglihatannya tidak akan terhalang oleh
tabir dan kegelapan, dan ini menandakan bahwa Allah Ta’ala mendengar dan melihat tanpa
menggunakan indra, karena indra bekerja dalam hal yang terbatas dan jangkauan yang sempit.

Khawlah binti Tsa’labah, istri Aus bin Al-Shamit suatu hari mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa aalihi wasallam mengeluhkan tentang suaminya, dia berkata: “Wahai Rasulullah, Aus menziharku,
yaitu dia berkata: “Bagiku, kamu seperti punggung ibuku” dan itu termasuk talak di zaman jahiliyah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam berkata: “Aku tidak melihat ada hal lain kecuali engkau
tidak lagi halal baginya”. Dia menjerit dan mengadu kepada Allah SWT tentang keadaannya yang
lemah, dia berkata: “Aku mengadu kepadamu, ya Rabb, soal putra-putraku yang masih kecil, jika aku
membawanya bersamaku mereka akan kelaparan, dan jika membiarkan mereka bersamanya mereka
akan tidak terurus. Allah berfirman:“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Sungguh Allah telah mendengar ucapan perempuan yang mengadu kepadamu (Muhammad) tentang
suaminya. Dan Allah mendengar percakapan antara kamu berdua. Sungguh Allah Maha Mendengar,
Maha Melihat”. (Q.S. Al-Mujadalah: 1)

5. Allah adalah Yang Awal dan Yang Akhir

Dialah yang Maha Tinggi, yang awal yang tidak ada yang dahulu sebelum-Nya, yang terdahulu tidak
ada permulaannya, dan yang terakhir yang tidak ada akhirnya. Dalil rasionalnya adalah: Jika Allah itu
hadits1 maka pasti ada sesuatu sebelumnya yang menciptakannya sehingga ini menjadi tasalsul2 yang
berkepanjangan dan akal menolak yang demikian. Allah berfirman: “Dialah yang awal dan yang akhir,
yang zahir dan yang batin, dan dia Maha Mengetahui segala sesuatu”(Q.S. Al-Hadid: 3).

Seorang pencipta tidak memiliki pencipta. Karena jika tidak demikian, berarti dia bukan pencipta. Jika
pikiran manusia tidak memahami makna ini, maka ia harus mematuhi batasnya, karena
kemampuannya untuk berimajinasi terbatas. Dia tidak boleh tergoda untuk mengetahui segalanya
tentang Allah. Kesimpulannya: jika kita mencari siapa pencipta Allah, berarti kita sedang menyangkal

1
Sesuatu yang ada setelah sebelumnya tidak ada.
2
Bergantungnya sesuatu kepada sesuatu yang lain tanpa adanya titik akhir.
bahwa Allah adalah pencipta. Jadi, mesti ada pencipta yang tidak diciptakan. Jangan kita bertanya:
“Siapa yang menciptakan Allah?”, karena Allah adalah pencipta segala sesuatu dan Dia bukan
makhluk.

6. Allah itu Maha Kaya

Orang kaya adalah orang yang tidak membutuhkan. Dan bukti kekayaan-Nya adalah Dia menciptakan
banyak makhluk yang tak terhitung jumlahnya, di saat yang bersamaan mematikan banyak makhluk
yang tak terhitung jumlahnya. Kalau seandainya Dia membutuhkan makhluk ciptaannya, pasti Dia
akan menciptakannya dalam satu waktu sekaligus, menjaganya, dan tidak mematikannya. Karena kita
akan bergegas mengumpulkan hal-hal yang kita butuhkan ketika kita mampu untuk mendapatkannya
dalam satu waktu sekaligus. Akan tetapi Allah menciptakannya untuk sebuah hikmah bukan untuk
memenuhi kebutuhan-Nya. Allah berfirman: “Maka sesungguhnya Allah, dia Maha Kaya, Maha
Terpuji” (Q.S. Al-Hadid: 24).

Juga, Allah tidak bergantung pada alat dalam pelaksanaan apa yang Dia kehendaki, Maha Suci Allah;
karena Dia menciptakan ciptaan tanpa membutuhkan alat atau pembantu, serta Dia memberi dan
menyediakan rizki tanpa mengurangi seberat biji sawi pun dari perbendaharaan-Nya. Dia kaya karena
kemampuan-Nya untuk mengadakan apa yang Dia inginkan dalam sekejap mata. Bahkan akal tidak
mampu membayangkan keluasan kekuasaan-Nya dan keabsolutan kekayaan-Nya jalla wa ‘ala. Allah
berfirman: “Wahai manusia, kamulah yang membutuhkan Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya
Maha Terpuji” (Q.S. Fathir: 15).

Dalam sebuah hadis qudsi: ((“Wahai hamba-hamba-Ku: Jika yang pertama dari kamu, yang terakhir
dari kamu, yang paling baik hati, dan yang paling manusiawi di antara kamu adalah setakwa-
takwanya hati seseorang, itu tidak akan menambah kekuasaan-Ku sedikitpun. Dan jika mereka adalah
seburuk-buruk hati seseorang, itu juga tidak akan mengurangi kekuasaan-Ku sedikitpun.”)).

SIFAT-SIFAT NAFI

7. Allah tidak menyerupai satupun dari yang hadis

Karena jika Allah Ta’ala, menyerupai sesuatu yang hadis maka dia adalah hadis pula. Dia itu qadim3
yang tidak serupa dengan makhluknya; karena makluk kalau tidak jisim4 pasti ‘aradh5 seperti warna,

3
Sesuatu yang tidak ada awalnya, lawan dari hadis.
4
Jirim yang ukurannya berbentuk besar. Jisim adalah setiap materi yang mengambil tempat atau ruang dan
menjalani zaman
5
Sesuatu yang tidak memiliki substansi wujud tersendiri, tetapi memerlukan wujud lain untuk mewujudkan
dirinya.
sedangkan Allah bukan jisim bukan pula ‘aradh. Allah berfirman: “Tidak ada sesuatu apapun yang
serupa dengan Dia” (Q.S. Asy-Syura: 11).

8. Allah SWT tidak dapat terlihat dengan kasat mata

Karena Allah bukan jisim dan bukan juga ‘aradh sehingga bisa dilihat. Ini dibuktikan oleh dalil akal
dan dalil naqal6:

Dalil akal: Indra penglihatan akan bekerja ketika dalam keadaan normal, tidak ada yang menghalangi
penglihatan, seperti gelap, pencahayaan yang berlebihan, terlalu jauh, atau terlalu dekat sampai
menempel dengan mata. Maka Ketika terpenuhi syarat-syarat melihat yang disebutkan di atas,
barulah mata mampu melihat benda-benda yang ada.

Allah Ta’ala pasti ada dan kita tidak dapat melihat-Nya dan tidak mungkin bagi kita untuk melihat-
Nya. Karena sesuatu yang dapat dilihat mata pastilah jisim yang bisa dilihat, berwarna, dan berada di
salah satu arah, sedangkan Allah SWT tidak demikian. Keagungan Allah Ta’ala berada pada ketidak
tampakan-Nya, dengan bukti rahasia terbesar yang kita cari adalah kehidupan, ruh, akal, pemikiran,
pembedaan, kegembiraan, kesedihan, dan sebagainya yang tidak dapat kita sentuh meskipun kita
mengetahui keberadaannya. Jadi, semua makhluk hidup merupakan keajaiban dalam hal
penciptaannya. Tapi, ruh yang tidak dapat kita ketahui dengan pasti merupakan keajaiban yang paling
besar. Allah berfirman: “Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang ruh. Katakanlah:
sedangkan kamu diberi pengetahuan hanya sedikit” (Q.S. Al-Isra: 85).

Bagaimana Allah akan bisa dilihat sedangkan ruh termasuk di antara rahasia-rahasia-Nya? Bagaimana
Dia tersembunyi sedangkan matahari adalah di antara tanda-tanda keberadaan-Nya? Kita melihat-
Nya, Maha Suci Dia, dengan mata kepercayaan dan beriman pada tanda-tanda-Nya yang mempesona
dan maha karya-Nya yang tampak nyata. Kita melihatnya dengan penglihatan hati, bukan dengan
penglihatan mata.

Orang yang berpendapat bahwa Dia dapat dilihat di akhirat, berdalil dengan firman Allah:
“Memandang tuhannya” (Q.S. Al-Qiyamah: 23). Dan itu merupakan dalil yang dapat ditakwil,
ditafsirkan dengan hazfu mudhaf7, dan perkiraannya adalah: melihat kepada rahmat tuhannya;
Karena ayat ini muqabalah8 dengan ayat yang setelah: “Mereka yakin bahwa akan ditimpakan
kepadanya malapetaka yang sangat dahsyat” (Q.S. Al-Qiyamah: 25). Muqabalah mengkehendaki

6
Dalil yang didapat dari al-Quran dan sunnah
7
Memaknai bahwa pada dasarnya ada mudhaf yang dihapuskan
8
Berhadapan
demikian, sehingga maknanya: wajah-wajah yang menunggu rahmat Allah, dan wajah-wajah yang
cemas akan murka dan amarah-Nya.

Di sisi lain: kata ‫( ناظر‬melihat) juga bermakna ‫( منتظر‬menunggu), sebagaimana dalam firman Allah:
“Mereka hanya menunggu satu teriakan” (Q.S. Yasin: 49). Dan teriakan itu tidak bisa dilihat dengan
mata, tapi ditunggu. Demikian pula firman Allah (menceritakan tentang Ratu Bilqis): “Dan (aku) akan
menunggu apa yang akan dibawa kembali oleh para utusan itu” (Q.S. Al-Naml: 35) yakni menunggu.
Jadi, jika di dalam sebuah dalil ada kemungkinan lain maka dalil tersebut menjadi batal, tidak bisa
digunakan dalam berdalil.

Dan juga, Ahlulbait (‘alaihimus salam), sepakat bahwa Allah tidak dapat dilihat. Dan Ijma’ mereka
dapat dijadikan hujjah sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Taimiyah dan ulama lainnya. Hadis-
hadis yang menjelaskan tentang hal ini dibawakan kepada Al-Qur'an, dan Al-Qur'an menyangkal
melihat Allah; Karena hal itu menghendaki menyamakan Allah dengan benda terlihat dari golongan
jisim dan ‘aradh.

Hadis yang mengatakan: “Kamu melihat Tuhanmu seperti bulan.”; Ini mengarah pada menyamakan
Allah dengan ciptaan-Nya, yaitu bulan. Jika hadits itu dipahami tidak memberikan faedah demikian,
maka itulah yang kita maksud, sehingga artinya adalah: kamu melihat janji-Nya dan ancaman-Nya
dan kebenaran dari apa yang Dia katakan seperti bulan, dilihat dengan mata. Jika tidak demikian
maka kita akan tawaquf9 dari hadis zhanni10 yang mengarah pada tasybih11 dan tajsim12. Maha suci
Allah dari yang demikian. Mengamalkan ayat muhkam lebih utama dari mengambil ayat mutasyabih.
Orang yang berpendapat bahwa Allah dapat dilihat, berdalil menggunakan hadis-hadis yang saling
bertentangan yang mana bukan tempatnya di sini utuk membahasnya.

9. Allah SWT itu Esa, tidak ada duanya, dan tidak berserikat.

Jika kita asumsikan adanya serikat bagi Allah, mungkinkah tidak ada perselisihan di antara mereka?

Yang kita lihat di kalangan raja-raja yang ada di bumi dari waktu ke waktu adalah konflik,
pertempuran, pembunuhan, pertentangan, dan perubahan. Yang ini membangun dan yang lain
menghancurkan, seorang raja menghancurkan dan yang lain membangun.

9
Menahan diri dan tidak mengamalkan.
10
Hadis yang pemahamannya tidak bisa dipastikan dan masih diperdebatkan.
11
Penyerupaan Allah dengan makhluk
12
Menisbatkan material kepada Allah
Ini tidak ada di kerajaan Allah, karena makhluk-makhluk yang ada di kerajaan ini memiliki pola yang
sama. Misalnya, manusia, berasal dari asalnya yaitu air, bagaimana dia tertuang ke dalam rahim
bersama dengan sel spermanya, rahim mengambil sperma itu, dan menempelkannya ke dinding
rahim, kemudian tumbuh dan terhubung ke tali pusar yang memberinya makanan berguna. Anda
melihat perjalanan manusia seperti air yang mengalir ke tanah untuk menumbuhkan sebuah biji yang
caranya amatlah sulit. Dan ketika anda melihat sebutir biji yang disemai berubah menjadi ratusan
butir, seperti sel yang berkembang biak menjadi ribuan sel. Apel yang tergantung di pohon itu seperti
bayi dalam kandungan ibunya, dan tali pusarnya seperti dahan pohon, semuanya menunjuk pada
satu pencipta.

Tidak ada ketidakharmonisan dalam ciptaan-Nya ataupun cacat dalam pembuatan-Nya. Dan
selamanya tidak akan ada raja yang dapat merubah arah perputaran matahari atau merubah rasa air
laut, mencegah awan menurunkan hujan atau membuatnya menurunkannya, atau membekukan
hembusan angin. Dan ini meruapakan bukti bahwa yang Esa hanyalah Allah.

Pada segala sesuatu ada pertanda

Yang menunjukkan bahwasanya Dia itu Esa.

Allah Ta’ala berfirman: “Seandainya pada keduanya (langit dan bumi) ada tuhan-tuhan selain Allah,
tentu keduanya telah binasa” (Q.S. Ali Imran: 62). Maka dari itu, kunci masuk islam adalah kalimat
tauhid: ((Tiada tuhan selain Allah)).

***

PERSOALAN ADIL

Kita sudah membahas tentang tauhid, kemudian berikut persoalan tentang adil:

1- Allah SWT itu Maha Adil dan Maha Bijaksana

A. Adil;

Itu karena Allah Ta’ala tidak menzalimi siapa pun, Dia tidak pernah melakukan hal buruk meskipun
sebenarnya Dia mampu melakukan apa saja yang Dia inginkan. Akan tetapi Allah jalla wa ‘ala
mengharamkan kezaliman terhadap diri-Nya sebagaimana Dia mengharamkannya terhadap hamba-
hamba-Nya. Allah SWT mengetahui perbuatan buruk tapi Dia tidak perlu melakukannya dan akan
tetap mengetahuinya dan tidak perlu melakukannya. Jadi, tidak mungkin Tuhan kita akan melakukan
apapun bentuk keburukan seperti zhalim, dusta, atau perbuatan sia-sia. Karena dia tidak bodoh dan
tidak pula harus melakukannya.

B. Kemudian, Allah itu Maha Bijaksana;

Itu karena Dia mencipakan segala sesuatu untuk sebuah hikmah. Di antaranya ada yang dapat kita
ketahui ada pula yang tidak kita mengerti. Akan tetapi, keseimbangan yang kita jalani dalam hidup
kita membuat kita percaya dan menegaskan bahwa Allah itu Maha Bijaksana.

Di antara hikmah Allah SWT adalah memberikan manusia kebebasan penuh, memberinya
kemampuan untuk berbuat baik atau buruk, menunjukkan kepadanya jalan ke Surga dan Neraka, dia
bisa memilih jalan yang dia inginkan. Allah telah memerintahkannya untuk berbuat baik dan
menjanjikan balasan Surga, serta melarang dari perbuatan dosa dan menjanjikan balasan Neraka.
Yang mana sebenarnya Allah bisa saja memaksa hamba-Nya untuk patuh kepada-Nya dengan
mengendalikan anggota tubuhnya seperti detak jantung dan kesadaran otak mereka. Akan tetapi,
kalau Allah melakukan demikian maka hukuman dan ganjaran menjadi sia-sia tidak ada artinya.

Yang menakjubkan, ada yang mengatakan: bahwa maksiat itu berasal dari Allah, maksiat itu terjadi
karena takdir Allah, Dia yang menciptakannya pada manusia, manusia terpaksa melakukannya
bagaikan daun yang dihembus angin.

Ini perkataan yang berbahaya; karena merupakan pendustaan terhadap para rasul dan pendustaan
terhadap Allah; karena Allah menciptakan makhluk dan menjadikan sebagian gerak-gerik mereka
sesuai dengan kehendak mereka, seperti berjalan menuju shalat atau tempat maksiat. Di saat yang
bersamaan Allah juga menciptakan jantung yang mana dia bergerak terus menerus tanpa ada
campur tangan kehendak manusia. Oleh karena itu perintah dan larangan tidak berkaitan dengan
jantung untuk bergerak atau diam. Akan tetapi, perintah dan larangan itu berkaitan dengan apa yang
mampu dilakukan manusia yaitu perbuatan baik dan buruk.

C. Kebebasan manusia dalam perbuatannya memestikan adanya ganjaran dan hukuman.


Jika manusia tidak bebas maka tidak boleh diberi ganjaran dan hukuman layaknya benda
mati.

Di sana akan tampak kemurahan Allah yang menilai satu amalan baik menjadi sepuluh kali lipat,
kemudian melipat-gandakannya menjadi tujuh ratus kali sampai yang Dia kehendaki.
Dalam sebuah hadis qudsi: ((Susungguhnya Allah menuliskan perbuatan baik dan buruk. Kemudian
menjelaskan bahwa, barangsiapa yang berniat melakukan suatu kebaikan lalu tidak melakukannya,
maka Allah mencatatnya di sisi-Nya sebagai kebaikan yang sempurna, dan jika berniat kemudian
melakukannya, maka Allah ‘azza wa jalla mencatatnya di sisi-Nya sebagai sepuluh kebaikan, sampai
tujuh ratus kali sampai berkali-kali lipat. Dan jika mereka berniat melakukan perbuatan buruk dan
tidak melakukannya, Allah mencatatnya di sisi-Nya sebagai perbuatan baik yang sempurna, dan jika
mereka berniat dan melakukannya, Allah mencatatnya sebagai satu keburukan.)) Dalam sebuah
Riwayat dengan tambahan: ((Dan Tuhan menghapusnya, dan tidak ada yang binasa terhadap Allah
kecuali yang binasa))13.

Allah berfirman: “Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat
(siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya” (Q.S Al-Baqarah: 286). Allah juga berfirman: “Itulah Surga
yang akan kami wariskan kepada hamba-hamba kami yang selalu bertakwa” (Q.S. Maryam: 63).

D. Ada di antara umat Islam yang mengklaim bahwa dosa-dosa yang dilakukan para
pendosa itu berasal dari Allah, Dia menciptakannya pada mereka, dan memaksa mereka
untuk melakukannya.

Perkataan ini tidak benar dan tidak dapat dipercaya, dan aku menyebutkan masalah ini hanya untuk
memperkenalkan para penuntut ilmu pada beberapa pemikiran syaaz14. Tujuannya adalah untuk
menghancurkan tanggung jawab besar umat Islam pada khususnya; kewajiban mereka berbuat demi
kebaikan dunia dan akhirat. Jika mereka lalai, celakalah mereka. Orang-orang lemah dari kalangan
orang lalai melemparkan omong kosong mereka terhadap Allah, na’uzubillah.

Jika salah satu dari mereka mencuri, dia berkata: Tuhan telah menakdirkan saya untuk mencuri, kita
katakan padanya: Mengapa Tuhan memerintahkan untuk memotong tanganmu?

Lalu bagaimana jika seorang raja memerintahkan salah satu prajuritnya untuk memetik bunga
untuknya dari taman, dan ketika dia memetiknya sesuai perintahnya dia marah dan memerintahkan
agar tangannya dipotong? Apakah ini tidak lain tidak bukan hanyalah kebodohan dan kegilaan?! Allah
jauh lebih besar dari itu. Allah tidak memerintahkan kekejian. Allah Ta’ala berfirman: “Dan apabila
mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata, “Kami mendapati nenek moyang kami
melakukan yang demikian, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya”. Katakanlah, “Sesungguhnya
Allah tidak pernah menyuruh berbuat keji. Mengapa kamu berkata-kata atas Allah apa yang tidak
kamu ketahui?” (Q.S. Al-A’raf: 28).

13
Shahih muslim, J.1, hal.118
14
Pendapat yang bertentangan dengan nash shahih dan sharih
Allah tidak pernah memerintahkannya, tidak menyukainya, dan tidak meridhoinya. Allah bisa saja
menghentikannya dengan kekuatan dan cara kasar, akan tetapi itu bertentangan dengan hikmah-Nya
dalam menciptakan manusia dalam keadaan bebas untuk memenuhi perhitungan amalnya, dan
konsekuensi dari kebebasan ini adalah Surga atau Neraka.

E. Di antara keadilan dan kasih sayang Allah terhadap hamba-hamba-Nya adalah bahwa Dia
tidak membebani mereka dengan apa yang mereka tidak sanggup; Karena membebani
mereka di luar kemampuannya adalah kezaliman, dan Allah tidak menzalimi siapapun.
Allah berfirman: “Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan
kesanggupannya” (Q.S. Al-baqarah: 286). Orang yang meninggal dalam keadaan kafir
atau fasik dan belum bertaubat, dia akan kekal berada di neraka selama-lamanya; Karena
dia menerima nasib ini untuk dirinya. Allah sudah memanggilnya untuk bertobat tetapi
tidak dia lakukan. Dan orang yang meninggal sebagai seorang mukmin akan masuk surga
selama-lamanya, dan inilah makna keadilan dan tauhid.

AL-QUR’AN

Kita percaya bahwa Al-Qur'an yang ada dalam mushaf Al-Qur'an adalah firman Allah dan wahyu-Nya,
yang diturunkan kepada Nabi kita Muhammad (saw) melalui sayyidul malaikah yaitu Jibril. Lafaz dan
maknanya bersumber dari Allah, dan kita beribadah dengan membacanya dalam shalat dan lain-
lain…

Al-Qur’an adalah mukjizat yang agung lagi kekal bagi Rasul. Keajaiban Al-Qur'an direpresentasikan
dalam ketidak-mampuan jin dan manusia untuk menemukan yang serupa dengannya secara utuh
atau minimal satu surat darinya.

Manusia hingga hari ini dan sampai hari kiamat nanti, tidak akan mampu menyusun perkataan
seperti itu dalam retorika, kefasihan, kerapian susunannya, dan cakupannya terhadap konstitusi
terbesar yang pernah diketahui umat manusia. Dia menysusun batasan-batasan yang luas terkait
halal dan haram, akhlak, teladan, peribahasa, dan tata krama, sejarah, janji dan ancaman, tauhid,
dan sebagainya. Meskipun Al-Qur'an diturunkan pada saat orang-orang Arab dalam puncak
kefasihan, karena mereka berbangga-bangga dengan khotbah mereka yang fasih dan puisi-puisi yang
indah, namun mereka masih saja tidak dapat memenuhi tantangan Al-Qur'an yang Mulia.

Diantara mukjizat Al-Qur'an adalah informasi tentang yang ghaib, contohnya: terjadi peperangan
antara Persia dan Romawi, di mana Persia menang atas Romawi; sehingga kaum musyrik bergembira,
kemudian turun ayat: “Alif laam miim. Bangsa Romawi telah dikalahkan. Di negeri yang terdekat, dan
mereka setelah kekalahannya itu akan menang. Dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allahlah urusan
sebelum dan setelah (mereka menang). Dan pada hari (kemenangan bangsa romawi) itu
bergembiralah orang-orang yang beriman. Karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dia
kehendaki. Dia maha perkasa, maha penyayang.” (Q.S. Al-Rum: 1-5).

Dan orang Romawi benar-benar mengalahkan Persia tujuh tahun setelah turunnya ayat ini, dan ini
ghaib hanya Allah yang tahu, dan seterusnya rahasia Al-Qur'an dan keajaiban lainnya yang tak
terhitung jumlahnya. Terjadi perbedaan pendapat tentang Al-Qur'an, apakah itu makhluk atau
qadim? Ini adalah perbedaan pendapat yang sia-sia tidak ada gunanya. Yang penting adalah
kepercayaan bahwa Al-Qur'an adalah firman Allah yang Dia turunkan untuk menjadi petunjuk bagi
umat manusia dan mengamalkannya.

Sangat disayangkan tindakan keras kepala orang-orang bodoh yang tetap mengupas dan berputar-
putar di dalamnya, meninggalkan inti dan esensinya, betapa banyaknya sejarah mencatat kekeliruan
dan konflik atas isu-isu semacam itu yang tidak memberikan dampak positif terhadap Islam,
melainkan malah menjatuhkannya, la hawla wala quwwata illa billah. Kita tahu bahwa kelompok
Zaidiyah dan Mu'tazilah mengatakan bahwa Al-Qur'an adalah makhluk, dan sisanya mengatakan
bahwa Al-Qur’an itu qadim. Itu cukup; Karena tidak ada gunanya memprovokasi perselisihan lagi
kecuali untuk menyelesaikan apa yang tersisa dari persatuan umat Islam, itupun jika masih tersisa.
Dan pembahasan tentang permasalahan ini ada di buku-buku yang lebih panjang.

***

MUHAMMAD Shallallahu ‘alaihi Wa Aalihi Wasallam

Kita bersaksi bahwa Nabi itu jujur. Buktinya adalah bahwa Allah membenarkan dakwahnya dengan
mukjizat, mendukungnya dengan bantuan dan tanda-tanda, menantang mereka dengan Al-Qur'an.
Tidak ada yang mampu memenuhi tantangan itu, dan sampai sekarang tantangan itu masih tetap
berlaku. Kemudian, Muhammad (saw) itu buta huruf tumbuh di daerah terpencil di antara
pegunungan Mekkah, dia tidak pandai menulis, tidak pandai membaca, juga tidak pandai bersyair.
Tidak mungkin dia berubah drastis dalam empat puluh tahun menjadi pembuat syariat yang dikenal
sejarah umat manusia, menjadi orang yang menyuarakan pendapatnya berkaitan dengan dunia dan
akhirat. Kita juga belum pernah mendengar tentang seseorang yang menulis buku retorika, yang
mana tidak ada kemiripan kata-katanya dengan karangannya yang lain. Karena gaya penulis tidak
berbeda dan bahasanya tidak berbeda pula, meskipun topiknya bervariasi. Namun Rasulullah datang
dengan dua cara: Al-Qur’an dengan gaya bahasa yang tidak bisa dilakukan oleh manusia. Dan hadis
dengan gaya bahasa pada umumnya yang tidak sama dengan alquran. Jadi mengapa Muhammad
(saw) tidak bergantung pada satu gaya bahasa saja jika memang dia sendiri yang menyusunnya?;
Maka terbuktilah beliau adalah Utusan Allah yang jujur dan amanah, shallallahu ‘alaihi wa aalihi
wasallam.
GANJARAN DAN HUKUMAN

Allah SWT telah berjanji kepada orang-orang beriman yang meninggal dalam keadaan beriman
bahwa Dia akan memasukkan mereka ke Surga dan kekal di dalamnya. Adapun orang-orang kafir
yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya Muhammad (saw), orang-orang munafik yang
beriman dengan lisannya dan ingkar pada hatinya, dan orang-orang fasik yang melakukan hal-hal
yang diharamkan, seperti: zina, minum alkohol, membatalkan shalat, berbuka puasa siang hari di
bulan Ramadhan tanpa uzur, dan dosa-dosa lainnya, Allah telah mengancam mereka semua dengan
Neraka Jahanam, mereka akan tinggal di sana selamanya jika mereka mati dalam keadaan masih
tetap pada kekufuran, kemunafikan, dan kefasikan mereka.

Allah SWT berfirman: “Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain
dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak
berzina; dan barang siapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat hukuman yang berat,
(yakni) akan dilipatgandkan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam
keadaan terhina. Kecuali orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan kebajikan; maka kejahatan
mereka diganti Allah dengan kebajikan. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang” (Q.S. Al-Furqan:
68-70).

SYAFAAT NABI

Nabi (saw) memberikan syafaat bagi orang-orang beriman. Dan manfaat syafaat adalah menambah
kebahagiaan dan kesenangan. Sebagian ulama mengatakan: Syafaat adalah untuk orang-orang
berdosa dan orang-orang yang zalim. Mereka berdalil dengan sebuah hadis di mana Nabi (saw)
berkata: “Syafaat-Ku adalah untuk orang-orang yang berdosa besar dari kalangan umatku”. Namun,
Al-Qur'an bertentangan dengan hadis ini.

Allah SWT berfirman: “Tidak ada satupun teman setia bagi orang zalim dan tidak ada baginya
seorang pemberi syafaat yang diterima (syafaatnya)” (Q.S Al-Ghafir: 18). Allah Ta’ala juga berfirman:
“Dan mereka tidak memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridhai (Allah), dan mereka selalu
berhati-hati karena takut kepadanya” (Q.S. Al-Anbiya: 28). Juga firman Allah: “Dan bagi orang zalim
tidak ada satu orang penolong pun” (Q.S. Al-baqarah: 270). Jadi terbukti bahwa syafaat hanya pantas
diterima oleh orang-orang beriman. Karena tidak mungkin seseorang masuk Surga tanpa amal
kebaikan.

Jika syafaat adalah untuk orang-orang yang berdosa besar, itu akan menjadi godaan untuk melakukan
dosa agar mendapat syafaat. Boleh jadi seseorang mungkin berkata: Apa manfaat syafaat bagi orang
beriman? Dan jawabannya: untuk meningkatkan kebahagiaan mereka, nikmat di atas nikmat.
AMAR MA’RUF NAHI MUNGKAR

Salah satu kewajiban umat Islam yang paling utama adalah menyeru kepada kebaikan dan mencegah
kejahatan. Maka, setiap umat Islam wajib memerangi kerusakan dengan tangannya jika dia mampu,
jika dia tidak mampu maka dengan lisannya, dan jika dia tidak mampu maka dia membencinya
dengan hatinya, dan ini merupakan selemah-lemahnya iman. Adapun amar ma’ruf adalah mengajak
manusia untuk menjalankan rukun Islam, kasih sayang, kebajikan, kejujuran, amanah, dan perbuatan
baik lainnya. Seorang Muslim adalah seorang prajurit pemberani yang ditugaskan oleh Allah untuk
menjaga agamanya dan turunan-turunannnya, dan mengorbankan harta dan nyawanya demi itu jika
perlu. Jika dia terbunuh di jalan Allah maka dia adalah syahid, Allah akan memasukkannya ke Surga
tertinggi. Akan tetapi amar ma’ruf nahi mungkar membutuhkan kebijaksanaan, nasihat yang baik,
dan anti kekerasan kecuali dalam kasus yang diperlukan untuk itu. Syarat-syarat amar ma'ruf dan
nahi munkar harus dipelajari terlebih dahulu sebelum melakukannya.

IMAN

Unsur iman itu ada tiga.

Rukun pertama: Pengakuan dengan lisan, yang diwakili dengan kata (saya bersaksi bahwa tidak ada
Tuhan selain Allah, satu-satunya tanpa ada serikat, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, dan
bahwa Allah memiliki Malaikat yang tidak dapat kita lihat yang tidak pernah mendurhakai Allah,
beriman kepada kitab-kitab yang diturunkan kepada para Nabi sebelumnya, yang terakhir adalah Al-
Qur'an, yang membatalkan kitab-kitab sebelumnya, menyerukan iman kepada-Nya secara umum,
percaya pada Rasul dan Hari Akhir (Hari Kebangkitan) dan keyakinan pada takdir, yang baik dan yang
buruk, seperti: kesehatan, penyakit, kebodohan, kecerdasan, hidup, dan mati adalah dari Allah.
Kesimpulannya: kami beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya,
hari akhir, dan takdir baik dan buruk.

Rukun yang kedua: meyakini dengan hati, tidak cukup percaya dengan lisan, jika tidak, maka itu
adalah iman orang munafik.

Rukun ketiga: Bertindak dengan anggota badan, sehingga menegaskan perkataan dan perbuatan.
Orang yang tidak menunaikan kewajiban-kewajiban seperti shalat, puasa, haji, zakat, dan menjauhi
larangan maka ia bukanlah orang mukmin. Iman adalah pengakuan dengan lidah dan keyakinan
dengan hati, dan tindakan dengan anggota badan, jadi iman itu adalah mengatakan dan melakukan,
dunia dan akhirat, ibadah dan muamalah. Allah SWT berfirman: “Pada hari ini telah aku
sempurnakan agamamu untukmu, dan telah aku cukupkan nikmatku untukmu, dan telah aku ridhai
Islam sebagai agama bagimu” (Q.S. Al-Maidah: 3).
IMAMAH

Zaidiyyah percaya bahwa imam setelah Rasulullah (saw) adalah Ali Ibn Abi Thalib. Dia adalah
penerima wasiat-nya, dan orang pertama yang beriman kepada-nya, juga dia adalah yang paling
berpengetahuan dan jihadis di kalangan sahabat. Banyak ayat dan hadis yang memastikan bahwa
dialah yang paling berhak menyandang kepemimpinan, seperti firman Allah: “Sesungguhnya
penolongmu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang melaksanakan shalat
dan menunaikan zakat, seraya tunduk (kepada Allah)” (Q.S. Al-Maidah: 55). Para ahli tafsir
menyebutkan bahwa ayat ini turun ketika Imam Ali membayarkan zakat atau sedekah dengan
cincinnya, ketika itu ia memberikannya kepada seorang pengemis.

Ada banyak hadis tentang (kepemimpinan Imam Ali) ini, kami sebutkan di antaranya sabda Nabi
(saw): ‫( من كنت مواله فعل مواله‬Siapa yang aku adalah pemimpinnya, maka Ali adalah pemimpinnya),
dan ini adalah hadis mutawatir dan memastikan bahwa Imam Ali adalah pemimpin orang mukmin
setelah Nabi (saw). Kemudian mazhab Zaidiyyah percaya pada kepemimpinan putra (dan keturunan)
Sayyidah Fatimah yang dimulai dari Imam Hasan dan Imam Husain. Dan mereka menetapkan
persyaratan yang ketat bagi imam untuk dipatuhi, di antaranya: merupakan seorang mujtahid dalam
ilmu-ilmu syariah khususnya fikih, orang yang pemberani, murah hati, berpikiran tajam, penyayang,
suci, dan adil.

Zaidiyyah mengingkari sistem pemerintahan monarki dan menjadikan khilafah merupakan


kesepakatan antara orang yang mengajukan diri dari kalangan Ahlulbait dan umat yang diwakili oleh
para ulama yang berkumpul untuk membahas orang yang mengajukan dirinya untuk menjadi
pemimpin, dan jika mereka memutuskan keabsahannya, mereka membaiatnya.

Mazhab Zaidiyyah sangat logis dalam masalah imamah. Ulama hadis membatasi imamah hanya pada
kaum Quraisy, sedangkan Zaidiyyah mengatakan: Ahlulbait lebih utama selama dibatasi pada qabilah
Rasul shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam.

RINGKASAN TENTANG MAZHAB ZAIDIYYAH:

1. Mereka mengikuti Imam Zaid dalam lima prinsip: (keadilan, tauhid, ganjaran dan
hukuman, imamah, dan mereka merupakan penerus Ahlulbait secara umum (dengan
syarat-syarat mereka tersendiri), dan tidak disyaratkan kesamaan dalam masalah-masalah
furu’.

2. Mereka tidak berpendapat atau meyakini raj’ah15, nikah mut’ah, dan taqiyah

15
Hidupnya sekolompok manusia yang telah wafat pada masa kemunculan Imam Mahdi.
3. Semua sahabat itu ‘adil kecuali yang membangkang. Dan definisi sahabat menurut mereka
adalah orang yang lama bertemu Nabi (saw) kemudian wafat dalam keadaan mengikuti
syariatnya.

4. Dalil-dalil pokok mereka: Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, Qiyas, dan seterusnya.

5. Menerima secara mutlak kitab-kitab hadis dari Riwayat Ahlulbait atau selain mereka
dengan syarat tidak bertentangan dengan Al-Qur’an, akal, atau hadis shahih, kecuali
beberapa Riwayat seperti: “barang siapa yang mengucapkan tiada tuhan selain Allah pasti
masuk surga meskipun berzina meskipun mencuri”. Demikian pula hadis: “syafaatku untuk
pelaku dosa besar dari umatku”, dan hadis serupa yang bertentangan dengan Al-Qur’an
secara umum dan terperinci.

6. Mengutamakan Ali bin Abi Thalib dibandingkan sahabat lain.

7. Berpendapat alkhuruj ala zhalim16 terhadap sebagai bentuk penerapan amar ma’ruf nahi
munkar dengan syarat-syarat tertentu.

8. Menafikan melihat Allah di dunia dan juga di akhirat.

9. Mentanzihkan Allah secara mutlak dari tasybih dan tajsim.

10. Mazhab Zaidiyyah merupakan mazhab tersendiri yang mengikuti para imam Ahlulbait
dalam perkara ushul dan furu’. Dia tidak memiliki hubungan dengan Mu’tazilah dan
Hanafiyah kecuali sebagai hubungan mazhab dengan mazhab lainnya.

‫وصل هللا عل سيدنا محمد وعل اله الطيبي الطاهرين‬

***

16
Suatu faham yang mewajibkan menentang pemimpin yang zalim.

Anda mungkin juga menyukai