Anda di halaman 1dari 36

TUGAS II

5 JENIS PENYAKIT PADA KULIT ( NYERI )

NAMA :

NURFADILLAH ( BT2101017 )

NURUL AZIZA AMIR ( BT2101018 )

KELAS : TINGKAT 3A

AKADEMI KEPERAWATAN BATARITOJA

WATAMPONE

TAHUN AJARAN 2023 / 2024


1. Bisul / furungkel (Staphylococcus aureus )
a. Judul penelitian
UJI AKTIVITAS ANTI BAKTERI PERASAN DAUN SIRSAK (Annona
muricata Linn) TERHADAP Staphylococcus aureus
b. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas perasan Daun Sirsak terhadap
pertumbuhan Staphylococcus aureus. Pengujian dilakukan dengan metode difusi
paper disk.
c. Definisi
Bisul merupakan infeksi kulit di daerah folikel rambut, kelenjar sebasea, atau
kelenjar keringat. Mula-mula terjadi nekrosis jaringan setempat, lalu terjadi
koagulasi fibrin di sekitar lesi dan pembuluh getah bening, sehingga terbentuk
dinding yang membatasi proses nekrosis. Infeksi dapat menyebar ke bagian tubuh
lain melalui pembuluh getah bening dan pembuluh darah, sehingga terjadi
peradangan pada vena, trombosis, bahkan bakterimia.
d. Etiologi
Penyebab tersering adalah bakteri Staphylococcus aureus. Mulanya hanya polikel
rambut yang terinfeksi, namun kemudian karena adanya gesekan, iritasi, dan
kurang merawat tubuh infeksi tersebut dapat menyebar kejaringan sekitarnya dan
menjadi bisul. Penyebab lain bisa juga terjadi karena rambut yang tumbuh ke
dalam yang menyebabkan luka sehingga benda asing masuk ke kulit,
e. Manisfestasi
Mula-mula terjadi nekrosis jaringan setempat, lalu terjadi koagulasi fibrin di
sekitar lesi dan pembuluh getah bening, sehingga terbentuk dinding yang
membatasi proses nekrosis.
f. Patofisiologi
Penyebab tersering adalah bakteri Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus
adalah bakteri gram positif yang menghasilkan pigmen kuning, bersifat aerob
fakultatif, tidak menghasilkan spora dan tidak motil, umumnya tumbuh
berpasangan maupun berkelompok, dengan diameter sekitar 0,8-1,0 µm.
Staphylococcus aureus tumbuh dengan optimum pada suhu 37oC dengan waktu
pembelahan 0,47 jam. Staphylococcus aureus merupakan mikroflora normal
manusia. Bakteri ini biasanya terdapat pada saluran pernafasan atas dan kulit.
Keberadaan Staphylococcus aureus pada saluran pernafasan atas dan kulit pada
individu jarang menyebabkan penyakit, individu sehat biasanya hanya berperan
sebagai karier. Infeksi serius akan terjadi ketika resistensi inang melemah karena
adanya perubahan hormon; adanya penyakit, luka, atau perlakuan menggunakan
steroid atau obat lain yang memengaruhi imunitas sehingga terjadi pelemahan
inang.
g. Hasil Penelitian
Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambatan Perasan Daun Sirsak (Annona
muricata Linn), kontrol negatif (-), dan kontrol positif (+) Kanamycin Sulfat
dengan konsentarsi yang sama terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus
(dilakukan dengan jangka sorong dalam milimeter)/
Hasil statistik diperoleh perbedaan bermakna antara pemberian perasan Daun
Sirsak dengan 3 konsentrasi dan kontrol negatif, maka dilanjutkan dengan Uji
Beda Nyata Terkecil (BNT) untuk melihat perbedaan antar perlakuan. Hasil uji
lanjutan BNT menunjukan perbedaan yang nyata pada taraf (α = 0,05) antara
pemberian sampel Daun Sirsak dengan konsentrasi masing-masing 50%, 75% dan
100% dengan kontrol negatif, kecuali antara sampel konsentrasi 50% dengan 75%
dan antara sampel konsentrasi 100% dengan kontrol positif. Dari perhitungan dan
analisa data tersebut di atas, ini menunjukkan bahwa perasan Daun Sirsak
memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus. Pada daun
yang masih muda, mengandung senyawa tanin yang merupakan senyawa yang
bersifat antiseptik, sedangkan pada daun yang tua, kandungan senyawa
acetogenins telah terbentuk. Senyawa inilah yang diperkirakan dapat menghambat
pertumbuhan Staphylococcus aureus.
2. Biduran ( Urtikaria )
a. Judul penelitian
PENERAPAN ALGORITMA CERTAINTY FACTOR UNTUK SISTEM
PAKAR DIAGNOSIS URTIKARIA PADA WANITA DEWASA

b. Tujuan
diharapkan dapat membantu memasyarakatkan pengetahuan dan pengalaman
pakar-pakar yang ahli dibidangnya, mengetahui tingkatan penyakit berdasarkan
gejala-gejala yang dialami dari penyakit urtikaria, tidak memerlukan biaya,
menghemat waktu dalam pengambilan keputusan dan integrasi aplikasi sistem
pakar lebih efektif mencakup aplikasi yang lebih luas.

c. Pengertian
Urtikaria merupakan reaksi vaskular pada kulit, nama lain dari penyakit ini
adalah biduran, kaligata, hives dan nettle rash. Urtikaria terdiri dari berbagai
kondisi ditandai dengan munculnya edema (bengkak) yang muncul secara
mendadak dan hilang dengan perlahan, warnanya kemerahan dan terlihat pucat,
meninggi pada permukaan kulit dan terasa gatal. Klasifikasi urtikaria berdasarkan
durasi dibedakan menjadi dua yaitu urtikaria akut dan urtikaria kronis, urtikaria
akut mempunyai durasi kurang dari 6 minggu sedangkan pada urtiaria kronik
memiliki durasi lebih dari 6 minggu.

d. Etiologi
Gangguan pada urtikaria yang paling sering ditemukan dengan faktor pekerjaan,
jenis kelamin, ras dan usia, Musim dan lokasi juga memiliki peran dalam
seberapa banyak eksposur yang dimiliki seseorang. Sensasi gatal dan terbakar
sering terjadi pada urtikaria, yang disebabkan oleh reaksi alergi pada kulit.
Urtikaria ditandai dengan munculnya edema lokal (pembengkakan) secara cepat
yang menghilang secara perlahan, berwarna pucat dan tampak kemerahan, dan
biasanya dikelilingi oleh halo flare (kemerahan). Seolaholah Anda telah disengat
dan ditusuk jarum.
e. Manifestasi
a. Dijumpai edema (bengkak) sentral dengan macam-macam ukuran dan
disekitarnya disertai dengan eritema.
b. Akan ada rasa gatal atau terkadang terasa seperti terbakar.
c. Biasanya bisa hilang dalam waktu 1-24 jam dan ada yang kurang dari 1 jam.
f. Patofisiologi
Urtikaria muncul karena adanya peningkatan permeabilitas kapiler dan
vasodilatasi yang Transudasi cairan lokal dan eritema adalah manifestasi klinis
dari kondisi ini. Pelepasan mediator-mediator contohnya seperti histamine,
leukotriene, sitokin dan kemokin merupakan penyebab dari peningkatan
permeabilitas kapiler dan vasodilatasi, migrasi transendotel dan kemotaksis, serta
ekspresi berlebih dari molekul adhesi pada sel endotel. Paparan alergen
menyebabkan sel mast mengalami degranulasi, melepaskan mediator ini. memicu
sel mast memproduksi histamin, zat berikut dapat digunakan: Morfin dekstran
dekstran kodein surfaktan lateks zat P vasoaktif usus polipeptida morfin (VIP).
Defisit inhibitor C1 esterase, yang menghambat produksi kinin, aktivasi
komplemen yang menciptakan vasoaktif dan pembuatan peptida seperti
bradikinin, dan kekurangan C1INH, semuanya merupakan penyebab angioedema.
Karena mengaktifkan sel endotel dan meningkatkan permeabilitas dan dilatasi
pembuluh darah, kina, peptida molekul kecil, berkontribusi terhadap peradangan.
Inhibitor aspirin, inhibitor enzim pengubah angiotensin, dan obat antiinflamasi
nonsteroid dapat menyebabkan angioedema berulang dengan C1INH normal.

g. Hasil Penelitian

Dalam pembuatan sistem pakar berbasis mobile computing ini diperlukan


sistematika gejala urtikaria berupa tabel yang bertujuan mempermudah dalam
perancangan. Tabel ini dapat mempermudah dalam memahami serta dengan cepat
mengetahui tingkat gejala urtikaria. Dalam penelitian identifikasi urtikaria pada
wanita dewasa ini terdapat 9 gejala dan 3 klasifikasi, berikut ini adalah tabelnya :
Tabel 1. Tabel Pakar Gejala dan klasifikasi Gejala Urtikaria No Gejala penyakit
Urtikaria Urtikari a Sponta n Urtikari a Akut Urtikari a Kronis

1. Ada rasa gatal tetapi tidak mengganggu alias gejala normal 0

2. Ditemukan lesi/peninggia n kulit (bentol) dengan ukuran bervariasi diarea


Tangan/Kaki/ Muka dan bisa disertai kemerahan 0,4

3. Terjadinya lesi kulit 1-24 jam, pencetus terjadinya karena kontak fisik dengan
udara dingin/panas, tekanan/gores 0.45

peningkatan suhu tubuh akibat olahraga/mak anan pedas atau yang lainnya

4. Ada rasa gatal yang mengganggu, tetapi tidak mempengaruh i tidur atau aktivitas
sehari-hari 0.5

5. Ditemukan lesi/peninggia n kulit (bentol) dengan ukuran bervariasi diarea badan


disertai kemerahan dan rasa panas 0.6

3. Dermatitis

a. Judul Penelitian

Penyakit Dermatitis Kontak Akibat Kerja

b. Tujuan

Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untukmengkaji lebih dalam tentang
penyakit dermatitis kontak yang terjadi akibat kerja di lihat dari penelitian
sebelumnya..

c. Pengertian

Dermatitis ialah infeksi yang terjadi pada kulit yang ditandai dengan bintil
kemerahan dan rasa gatal. Dermatitis adalah kondisi peradangan pada kulit yang
menyebabkan rasa gatal. Gatal bisa berupa kemerahan, beberapa di antaranya
mungkin tersebar, terkadang bersisik, atau berair, akibat paparan permukaan kulit
terhadap zat atau elemen dari lingkungan.

d. Etiologi

paparan kulit langsung dengan iritan. Adanya agen fisik atau kimiawi, serta
mikrotrauma menyebabkan terjadinya dermatitis kontak iritan. Keparahan DKI
dipengaruhi oleh durasi, intensitas dan konsentrasi dari iritan yang terekspos.

e. Manifestasi
Manifestasi klinis dermatitis atopik menurut Black (2014) pada banyak klien
dimulai padaa saat masa bayi. Dermatitis umumnya memiliki onset akut, dengan
ruam merah, basah dan berkusta.Ruam cenderung menampakan bentuk kronis
dari dermatitis, dengan tekstur kering, menebal, warna abu-abu kecoklatan, dan
bersisik.Ruam cenderung lokal pada lipatan-lipatan ekstremitas besar saat klien
bertambah usia.

f. Patofisiologi

Patofisiologi dermatitis atopic kurang dimengerti.Dermatitis atopic tampak


disebabkan oleh disfungsi sel T kulit.Rantai kejadian yang kompleks
menyebabkan aktivasi dan poliferasi sel T, menyebabkan pelepasan sitokin dan
mediator inflamasi, menyebabkan manifestasi klinis dermatitis
atopic.Dibandingkan dengan kulit normal, kulit kering pada dermatitis atopic
memiliki penurunan kapasitas mengikat air, kecepatan hilangnya air
transpidermis yang lebih tinggi dan penurunan kandungan air.

g. Hasil Penelitian

Usia

Berdasarkan penelitian (Wandah Salsabilah dkk, 2022) mereka menyatakan


bahwa tidak adanya hubungan antara umur dengan faktor dermatitis kontak yang
dialami oleh pekerja berdasarkan hasil chi square yang telah diuji Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Astrianda, 2012)bahwa tidak
ada hubungan antara umur dengan gejala dermatitis kontak iritan nilai p-value=
0,480. Umur merupakan salah satu faktor yang bisa mempengaruhi. Tidak hanya
itu umur juga menggabarkan salah satu aspek yang bisa menimbulkan
terbentuknya dermatitis pada seseorang karna bertambahnya usia sesorang
sehingga terus menjadi rendah keahlian imun ataupun imunitas badan manusia
terhadap gangguan maupun paparan diluar badan (Mariez et al., 2014).Sejalan
dengan penelitian (Nani Rianingrum dkk, 2022) menyatakan diketahui bahwa
56% pekerja mengalami dermatitis kontak, 52% pekerja berusia < 30 tahun.

Lama Kontak

Pada penelitian (Eka Pratiwi dkk, 2021) menemukakan adanya bubungan yang
signifikan (P-value 0,000 0,05)antara lama kontak dengan risiko Dermatitis
kontak pada pekerja di Proyek PT Wijaya Karya dengan nilai Prevalens Rate
(PR) 3,182 yang berarti pekerja yang mengalami lama kontak dengan bahan
kimia > 6 jam saat bekerja memiliki resiko 3,182kali terkena dermatitis kontak
dibandingkan dengan pekerja yang mengalami lama kontak dengan bahan kimia
6 jam. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa pekerja dengankategorik lama
kontak memiliki proporsi tertinggi yaitu 33 pekerja (94,3%). Penelitian ini sejalan
dengan penelitianterdahulu yang dilakukan oleh Ayunda Marwah, (2018)
menunjukan bahwa lama kontak memiliki hubungan yang signifikan dengan
dermatitis kontak dengan pekerja.Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh
(Nani Rianingrumdkk, 2023)berdasarkan penelitian ini pekerja laundry dengan
lama kontak terbanyak terdapat pada ≥ 8 Jam sebanyak 30 pekerja (60,0%)
sedangkan pada < 8 Jamsebanyak 20 pekerja (40,0%). Pekerja laundry beserta
lama kontak ≥ 8 Jam yang mengalamidermatitis kontak iritan sebanyak 21
pekerja (70,0%) adapun yang tidak mengalami dermatitis kontak iritan sebanyak
9 pekerja (30,0%). Pekerja laundry dengan lama kontak < 8 Jam yangmengalami
dermatitis kontak iritan sebanyak 7 pekerja (35,0%) adapun yang tidak
mengalami dermatitis kontak iritan sebanyak 13 pekerja (65,0%) dengan (P-
value=0,031 dan POR=2,000), penelitian ini didukung

penelitian Mariz et al. (2012) yang memiliki hasil P-value = 0,017 hal ini
menunjukkan adanya hubungan yang antara lama kontak dengan dermatitis
kontak. Lama Kontak adalah lamanya waktu pekerja kontak dengan bahan kimia
alergen atau iritan dengan itungan jam/hari umumnya hanya di perbolehkan
selama 6 jam per hari lebih dari itu harus di lakukan upaya pengurangan kontak.
Lama kontak dengan bahan kimia akan meningkatkan terjadinya dermatitis
kontak. Semakin lama berkontak dengan bahan kimia, maka pandangan atau
iritan kulit akan terjadi sehingga menimbu kelainan kulit. Lama kontak antara
pekerja berbeda beda tergantung oleh proses pekerjaannya (Sifgrid,2015).

Masa Kerja

Berdasarkan hasil penelitian yangdilakukan oleh (Nina EkaYulianadkk, 2021)


dimana mereka menyatakan bahwa diperoleh hasil bahwa ada hubungan yang
signifikan antara masa kerja dengan keluhan subjektif dermatitis kontak.Hasilini
tidak sejaln dengan penelitian yang dilakukan oleh (Wardah Salsabillahdkk,
2021)tidak adanya hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan gejala
dermatitis kontak iritan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh (Astrianda, 2012) bahwa tidak ada hubungan signifikan antara
masa kerja dengan gejala dermatitis kontak iritan nilai p-value= 0,598. Sejalan
dengan penelitian yang dilakukan dn engan (Nina EkaYulianadkk, 2021) pada
penelitian (Nani Rianingrumdkk, 2022) Didapatkan hasil pekerja dengan masa
kerja ≥ 2Tahun sebanyak 29 orang (58,0%) adapun pekerja yang masa kerja < 2
Tahun sebanyak 21 pekerja (42,0%). Responden di tempat laundrydengan masa
kerja kategori ≥ 2 Tahun yang mengalami dermatitis kontak iritan sejumlah 18
pekerja (62,1%) sedangkan yang tidakmengalami dermatitis kontak iritan
sebanyak 11 pekerja (37,9%). Pekerja Laundrydengan masa kerja kategori < 2
Tahun yang mengalami dermatitis kontak iritan sebanyak 10 responden (47,6%)
sedangkan yang tidak mengalami dermatitis kontak iritan sebanyak 11 pekerja
(52,4%).Masa kerja adalah penting diketahui untuk melihat lamanya seseorang
telah terpajan dengan berbagai sumber penyakit yang dapat mengakibatkan
keluhan gangguan kulit, Masa kerja merupakan jangka waktu pekerja mulai
terpajan dengan kemungkinan sumber yang dapat mengakibatkan keluhan
gangguan kulit sampai waktu putus kontrak massa kerja.

Penggunan APD

Berdasarkan hasil penelitian (Nina Eka Yulianadkk, 2021)diperoleh hasil bahwa


ada hubungan yang signifikan antara APD dengan keluhan dermatitis kontak.
Hasil penelitian ini sejalan dengan Erliana (2008) yang menyatakan bahwa
terdapathubunganantaraAPDdengankejadiandermatitis (p-value 0,001). Hasil ini
juga sejalan dengan penelitian(Retno Mareintika, 2022) yang menyatakan ada
hubungan antara penggunaan APD dengan dermatitis kontak,diperolehhasilbahwa
ada hubunganterjadinya dermatitis kontak akibat kerja disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu faktor yang paling utama terjadi pada pekerja yang dapat
menyebabkan penyakit dermatiti akibat kerja karena kontak dengan bahan kimia
adalah kurangnya pemakaian APD (Alat pelindung diri) berupa sarung tangan
yang tidak sesuai, kurangnya peringatan dan informasi untuk memakai APD (Alat
pelindung diri), pemakaian APD yang tidak sesuai.Dari hasil penelitian(M. Rama
Wijaya dkk, 2021)karyawan yang bekerja dengan APD lengkap sudah mencapai
72,5%.

Personal Hygine

Menurut hasil pada penelitian(Nani Rianingrumdkk, 2022)pekerja


laundrydengan, variabel personal hygiene dengan kriteria kurang baik sebanyak
32 orang (64,0%) sedangkan personal hygiene dengan kriteria baik sebanyak 18
orang(36,0%). Pekerja laundry dengan personal hygiene kategori kurang baik
yang mengalami dermatitis kontak iritan sebanyak 20 pekerja (62,5%) sedangkan
yang tidak mengalami dermatitis kontak iritan sebanyak 12 pekerja (37,5%).
Pekerja laundry dengan personal hygiene kategori baik yang mengalami
dermatitis kontak iritansebanyak 8 responden (44,4%) sedangkan yang tidak
mengalami dermatitis kontak iritan sebanyak 10 pekerja (55,6%). Menurut hasil
P-value = 0,348 yang artinya tidak memilki hubungan antara personal hygiene
dengan dermatitis kontak iritan.

4. Herpes Zoster

a. Judul Penelitian

Tata Laksana Herpes Zoster


b. Tujuan

c. Pengertian

Herpes zoster (HZ) merupakanpenyakit neurokutaneusyang disebabkan oleh


reaktivasi dan multiplikasi varicella zoster virus (VZV) pada ganglion yang
terinfeksi. Karakteristik klinis HZ berupa ruam unilateral dermatomal yang terasa
nyeri. Ruam berupa vesikel berkelompok, makulopapular dengan dasar
kemerahan terlokalisasi pada daerah persarafan ganglion. Herpes zoster menjadi
penyakit yang umum terjadi dan berpotensi menyebabkan komplikasi serius yang
memengaruhi kualitas hidup.

d. Etiologi

varicella zoster virus (VZV) adalah nama lain dari human herpesvirus 3 (HHV-3),
yakni jenis virus herpes yang menjadi penyebab dari 2 jenis penyakit yaitu cacar
air (varicella)dan herpes zoster/HZ (shingles).10Varicella zoster virus merupakan
anggota keluarga herpesviridae, seperti virus herpes simplex virus (HSV)tipe 1
dan 2, cytomegalovirus (CMV), Epstein-barr virus (EBV), human herpesvirus 6
(HHV-6), human herpesvirus 7 (HHV-7), dan human herpesvirus 8 (HHV-8).

e. Manifestasi

Manifestasi klinis HZ dapat bervariasi antarindividu. Pada anak dan usia dewasa
muda umumnya tidak terjadi manifestasi klinis yang parah.Herpes zoster dimulai
dengan gejala prodromal yang dapat menyerupai gejala dari penyakit lain yang
melibatkan organ viseral seperti infark miokardium, cholecystitis, atau kolik
ginjal sehingga dapat menyulitkan penegakan diagnosis dan menunda tata laksana
yang tepat.5 Gejala prodromal dapat berupa nyeri kepala, fotofobia, malaise, dan
demam. Sensasi tidak nyaman pada kulit menjadi gejala yang paling umum
terjadi

f. Patofisiologi

Perjalanan penyakit HZ meliputi fase viremia dan fase laten. Selama fase
viremia, VZV dapat menyerang sel epidermal, menyebabkan terjadinya varicella
yang bermanifestasi sebagai vesikel yang tersebar (generalisata), kemudian
masuk ke serabut saraf sensorik pada lokasi mukokutan dan berpindah secara
retrograde akson ke akar dorsal sensorik ganglion pada spinal cord, di mana virus
dapat menetap dalam fase laten di saraf kranial, akar dorsal, dan ganglion
otonom, khususnya pada badan sel neuron, karena lokasi tersebut terkait dengan
lokasi tersering terkena varicella.11,12 Reaktivasi VZV dalam fase laten dapat
muncul spontan maupun diinduksi oleh stress, demam, terapi radiasi, trauma
lokal, atau agen immunosuppressant.

g. Hasil Penelitian

Pada dasarnya, penyakit herpes zoster bersifat self-limiting atau dapat sembuh
dengan sendirinya.4 Terapi pada HZ bertujuan untuk mempercepat proses
penyembuhan lesi, mengurangi keluhan nyeri akut, mengurangi risiko komplikasi
PHN, dan memperbaiki kualitas hidup pasien.5,14 Tata laksana HZ didasarkan
pada strategi 6A yaitu

1. Attract patient early (penilaian pasien sejak dini dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik)

2. Assess patient fully (menilai pasien dengan lengkap berdasarkan pada kondisi
khusus)

3. Antiviral therapy (pengobatan dengan antivirus)

4. Analgesic (tata laksana nyeri)

5. Antidepressant dan anticonvulsant (pengobatan dengan antidepresan dan


antikonvulsan pada kasus yang membutuhkan)

6. Allay anxiety-counselling atau konseling kecemasan.

Penjelasan mengenai strategi 6A pada penatalaksanaan HZ antara lain :

1. Penilaian pasien sejak dini (attract patient early)

Anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap dibutuhkan untuk mendapatkan


diagnosis yang benar sehingga dapat pasien menerima terapi yang tepat.
Pengobatan dilakukan dalam 72 jam setelah muncul erupsi kulit untuk
mendapatkan hasil yang optimal.

2. Penilaian pasien secara lengkap (assess patient fully)

Penilaian pasien secara lengkap yaitu dengan memperhatikan kondisi khusus


pada pasien seperti usia lanjut, risiko PHN, risiko komplikasi mata, sindrom
Ramsay Hunt, kondisi immunocompromised, defisit motorik, dan kemungkinan
komplikasi organ dalam berupa pneumonia, hepatitis, dan peradangan otak.

3. Pengobatan antivirus (antiviral therapy)

Tujuan utama pemberian obat antivirus adalah untuk menurunkan tingkat


keparahan, memperpendek durasi lesi, dan mencegah penyebaran lesi agar
terbatas pada dermatom primer.9 Berbagai studi mengenai tata laksana HZ
merekomendasikan pemberian antivirus dalam waktu 72 jam sejak
berkembangnya lesi kulit.5,20 Pemberian antivirus dapat diberikan lebih dini
sejak muncul lesi pada beberapa kondisi seperti usia lebih 50 tahun, risiko terjadi
PHN, sindrom Ramsay Hunt, kondisi immunocompromised dengan penyebaran
generalisata, HZ dengan komplikasi, serta pada anak-anak dan wanita hamil
dengan dosis obat yang tertera pada Tabel 2.6 Antivirus pada infeksi HZ
memiliki target kerja untuk menghambat aktivitas DNA virus dalam proses
transkripsi sehingga dapat menekan replikasi virus. Antivirus yang memiliki
mekanisme tersebut yaitu golongan analog nukleosida seperti aciclovir,
famciclovir, valaciclovir, brivudin, dan foscarnet menunjukkan efikasi dalam tata
laksana infeksi VZV.

4. Pengobatan analgesik

Derajat nyeri pada HZ dapat dinilai dengan skala nyeri yang terstandar.Beberapa
macam obat antinyeri dan dosis yang dapat digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.
Nyeri intensitas sedang dapat diobati dengan paracetamol dan obat antiinflamasi
nonsteroid. Obat tersebut tidak dapat mengurangi nyeri pada PHN, namun dapat
digunakan sebagai obat lini pertama untuk mengontrol nyeri pada HZ.Nyeri akut
yang berat menjadi faktor risiko terjadinya PHN, yang berkontribusi pada
terjadinya sensitisasi sentral serta menyebabkan nyeri kronis, sehingga perlu
dipertimbangkan untuk pemberian analgesik opioid seperti tramadol dan codeine.
Nyeri akut yang lebih berat dapat menggunakan opioid aksi pendek.17Studi acak
dengan placebo melaporkan bahwa opioid lebih efektif dibandingkan gabapentin
untuk nyeri terkait HZ.

5. Pengobatan antidepresan/antikonvulsan (antidepressant/


anticonvulsant)Antidepresan trisiklik berperan untuk mengontrol nyeri pada HZ
dan PHN.17 Antidepresan trisiklik dosis rendah menunjukkan efikasi yang cukup
baik dan bekerja melalui mekanisme tidak langsung dari efek antidepresannya.
Antidepresan trisiklik yang sering digunakan yaitu amitriptyline dapat secara
signifikan menurunkan nyeri pada PHN dibandingkan nortriptyline dan
desiramine karena penggunaan keduanya berkaitan dengan efek samping
kolinergik.
5. Varicella

a. Judul Penelitian

PENERAPAN DEMPSTER-SHAFER PADA SISTEM PAKAR DIAGNOSA


PENYAKIT AKIBAT VIRUS VARICELLA-ZOSTER

b. Tujuan

dihasilkan mampu mendiagnosa dengan perhitungan nilai kepastian menggunakan


metode Dempster-Shafer, dengan menggunakan bahasa pemograman visual basic
yang dapat beraksi layaknya seorang pakar. Sistem ini dapat digunakan sebagai
media konsultasi.

c. Pengertian

Varicella-zoster merupakan virus yang dapat menyebabkan varicella dan herpes


zoster. Penyakit ini disebut sebagai cacar air karena gelembung atau bisul yang
terbentuk pada kulit apabila pecah mengeluarkan air. Penyakit ini sangat mudah
untuk menyebar kepadaorang lain, terutama anak-anak yang belum pernah
terkena varicella-zoster. Penyebaran virus ini terjadi melalui udara dan kontak
langsung dengan penderita Sistem pakar adalah salah satu cabang dari AI yang
membuat pengguna secara luas yang khusus untuk menyelesaikan masalah
tingkat manusia yang pakar. Varicella zoster merupakan virus yang dapat
menyebabkan varicella dan herpes zoster.

d. Etiologi

Penyakit ini umumnya terjadi pada orang dewasa dari pada anak-anak. Pada
dewasa lebih sering diikuti nyeri pada kulit. Penyebab dari terinfeksi virus ini
adalah belum pernah terkena cacar air, belum menerima vaksin cacar air,terutama
ibu hamil, memiliki imunitas tubuh yang lemah, misalnya karena mengidap HIV,
mengunakan obat-obatan steroid dan juga mempunyai kekebalan tubuh yang
rendah. Perlu diketahui juga virus Varicella-zoster bisa menyebabkan herpes
zoster atau cacar ular. Penyakit ini ditandai dengan timbulnya bintil kulit berisi
air pada salah satu sisi tubuh dan terasa nyeri.

e. Manifestasi

Manifestasi klinis varisela terdiri atas 2 stadium yaitu stadium prodormal, stadium
erupsi. Pada stadium prodormal, individu akan merasakan demam yang tidak
terlalu tinggi selama 1-3 hari, mengigil, nyeri kepala anoreksia, dan malaise.
Kemudian menyusul stadium erupsi,timbulruam-ruam kulit “ dew drops on rose
petals” tersebar pada wajah, leher, kulit kepala dan secara cepat akan terdapat
badan dan ekstremitas. Penyebarannya bersifat sentrifugal (dari pusat).
Makulakemudian berubah menjadi papula, vesikel, pustula, dan krusta. Erupsi ini
disertai rasa gatal.

f. Patofisiologi

Virus Varicella-Zooster masuk dalam mukosa nafas atau orofaring, kemudian


replikasi virus menyebar melaluipembuluh darah dan limfe( viremia pertama)
kemudian berkembang biak di sel retikulo endhotellial setelah itu menyebar
melalui pembuluh darah (viremia kedua) maka timbullah demam dan malaise.
Permulaan bentuk lesi pada kulit mungkin infeksi dari kapiler endothelial pada
lapisan papil dermis menyebar keselepitel pada epidermis, folikel kulit dan
glandulasebacea dan terjadi pembengkakan. Lesi pertama ditandai dengan adanya
makula yang berkembang cepat menjadi papula, vesikel dan akhirnya menjadi
crusta. Jarang lesi yang menetap dalam bentuk macula dan papula saja. Vesikel
ini akan berada pada lapisan sel dibawah kulit.

g. Hasil Penelitian

Tahapan analisis terhadap suatu sistem dilakukan sebelum tahapan perancangan


dilakukan. Tujuan diterapkannya analisis terhadap suatu sistem adalah untuk
mengetahui alasan mengapa sistem tersebut diperlukan,sehingga fungsi yang
terdapat di dalam sistem tersebut bekerja secara optimal. Salah satu unsur pokok
yang harus dipertimbangkan dalam tahapan analisis sistem ini yaitu masalah
perangkat lunak, karena perangkat lunak yang digunakan haruslah sesuai dengan
masalah yang akan diselesaikan.Dalam tahapan ini dilakukan pencarian dan
pengumpulan data serta pengetahuan yang diperoleh dari seorang pakar, sehingga
pada akhirnya analisa yang didapat harus berupa sistem dengan baik dan jelas.
Sistem yang dibangun untuk menentukan bahwa penyakit akibat virus varicella
zoster yaitu dengan cara melakukan konsultasi dengan seorang pakar yang
memang spesialis kulit. Maka dari itu, penulis mencoba membuat sistem pakar
yang dapat membantu seorang pakar untuk mengetahui gejala penyakit akibat
virus varicella zoster. Adapun gejala-gejala penyakit akibat virus varicella yang
dibahas adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Gejala Penyakit Akibat Virus Varicella Zoster

No. Kode Gejala Gejala

1. G1 Kulit Terasa Perih

2. G2 Badan terasa gatal-gatal

3. G3 Kulit terasa terbakar


4. G4 Demam

5. G5 Nyeri Tertusuk-tusuk Pada Kulit

6. G6 Luka Merah

7. G7 Lepuhan Berisi Cairan

8. G8 Ruam kemerahan

9. G9 Gatal yang dapat terasa parah

10. G10 Kering

11. G11 Pembengkakan

12. G12 Kulit kering atau bersisik

13. G13 Merasa Tidak Sehat

14. G14 Menebal

15. G15 Kesulitan bernapas atau menelan

16. G16 Bengkak mata atau wajah

Mesin inferensi merupakan bagian dari sistem pakar yang melakukan penalaran
mengenai informasi yang ada dalam basis pengetahuan untuk menformulasikan
kesimpulan. Secara umum terdapat data pendekatan yaitu pelacakan kedepan
(Forward Chaining dan pelacakan kebelakang (Backward Chaining).Forward
Chaining adalah pendekatan yang dimotori oleh data (data driver). Pendekatan
pelacakan ini dimulai dari tujuan dan selanjutnya mencoba menggambarkan
kesimpulan atau solusi yang diharapkan. Sedangkan Backward Chaining adalah
pendekatan yang dimotori tujuan (goal driver). Pada pendekatan pelacakan
dimulai dari tujuan dan selanjutnya dicari aturan-aturan yang memiliki tujuan
tersebut dan dicari kesimpulan atau pembuktiannya.Pada sistem pakar untuk
mendiagnosa penyakit menggunakan metode Dempster Shafer dengan
menentukan dahulu gejala-gejala yang dialami, lalu melakukan analisis setelah itu
melakukan proses perhitungan dengan metode Dempster Shafer dan akan
diketahui jenis penyakit yang diderita oleh seseorang.

Tabel 2. Nilai Kepastian Dempster Shafer

No. Rating Kepastian Nilai Kepastian Keterangan

1. 90%-100% 1 Sangat Yakin


2. 80%-89% 0,75 Yakin

3. 50%-79% 0,5 Cukup Yakin

4. <50% 0,25 Kurang Yakin

Tabel 3. Nilai Densitas Penyakit

No. Gejala Nilai Densitas

1. Kulit Terasa Perih 0,8

2. Badan terasa gatal-gatal 0,8

3. Kulit terasa terbakar 0,7

4. Demam 0,5

5. Nyeri Tertusuk-tusuk Pada Kulit 0,75

6. Luka Merah 0,75

7. Lepuhan Berisi Cairan 0,7

8. Ruam kemerahan 0,5

9. Gatal yang dapat terasa parah 0,7

10. Kering 0,6

11. Pembengkakan 0,5

12. Kulit kering atau bersisik 0,4

13. Merasa Tidak Sehat 0,4

14. Menebal 0,5

15. Kesulitan bernapas atau menelan 0,6

16. Bengkak mata atau wajah 0,7


LAMPIRAN

a. JURNAL INGRIS
b. JURNAL BAHASA INDONESIA

Anda mungkin juga menyukai