Panduan Tata Laksana Triase
Panduan Tata Laksana Triase
B. TUJUAN
Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa. Tujuan triase
selanjutnya adalah untuk menetapkan tingkat atau derajat kegawatan yang memerlukan
pertolongan kegawat daruratan. Dengan triase tenaga kesehatan akan mampu:
a. Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada pasien
b. Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan pengobatan lanjutan
c. Memfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dalam proses penanggulangan /
pengobatan pasien gawat darurat
C. BATASAN OPERASIONAL
Pemberlakuan sistem prioritas dengan penentuan/penyeleksian pasien yang harus
didahulukan untuk mendapatkan penanganan, yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang
timbul berdasarkan:
a. Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit
b. Dapat meninggal dalam hitungan jam
c. Trauma ringan
d. Sudah meninggal.
Pada umumnya penilaian pasien dalam triase di UPT Puskesmas Negeri besardapat
dilakukan dengan :
a. Menilai tanda vital dan kondisi umum korban
b. Menilai kebutuhan medis
c. Menilai kemungkinan bertahan hidup
d. Menilai bantuan yang memungkinkan
e. Memprioritaskan penanganan definitive
f. Tag warna
D. LANDASAN HUKUM
1. Undang -Undang No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.
2. Undang - Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
3. Peraturan Menteri Kesehatan No. 75 Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Sistem Penanggulangan
Gawat Darurat Terpadu
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2018 Tentang
Pelayanan Kegawatdaruratan
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien;
7. Peraturan Menteri Kesehatan No. 43 Tahun 2019 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2022 Tentang
Akreditasi Pusat Kesehatan Masyarakat, Klinik, Laboratorium Kesehatan, Unit Transfusi
Darah, Tempat Praktik Mandiri Dokter, Dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi.
BAB II
RUANG LINGKUP
Sistem triase ini membagi kondisi pasien kedalam 4 level, yaitu gawat darurat
(emergency), darurat tidak gawat (urgency), gawat tidak darurat dan tidak gawat dan tidak
darurat.
1. Gawat Darurat
Merupakan suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang memerlukan
penanganan dengan cepat dan tepat (Oman, 2008). Pasien dalam kategori ini harus segera
tertangani dalam waktu maximal 5 menit. Mencakup penanganan bantuan hidup dasar dan
lanjutan
2. Darurat Tidak Gawat
Merupakan keadaan yang tidak atau belum mengancam nyawa tapi memerlukan tindakan
darurat demi kenyamanan pasien dan mencegah komplikasi (Wijaya, 2010). Pasien dalam
kategori ini diberikan pelayanan di UGD dalam waktu maksimal 1 jam setelah ke UGD
3. Gawat Tidak darurat
Merupakan keadaan yang dapat mengancam nyawa atau menimbulkan kecacatan tapi
tidak memerlukan tindakan darurat (Wijaya, 2010). Pasien dalam kategori ini dapat dilayani
di UGD diluar jam kerja, namun dapat dikirim untuk tindak lanjut secara definitif dalam jam
kerja (kontrol poliklinik). Pelayanan di UGD sebaiknya dilakukan secepatnya, batas waktu
pemberian pelayanan tergantung potensi bahaya dan kondisi pasien. Seluruh pasien kategori
ini harus sadar baik, tidak dalam kondisi nyeri hebat atau kondisi lain yang mungkin
menimbulkan perburukan.
4. Tidak Gawat Tidak Darurat
Merupakan keadaan tidak mengancam nyawa dan tidak memerlukan tindakan darurat
(Wijaya, 2010). Gejala dan tanda klinis keadaan ini biasanya ringan atau asimptomatik.
Pasien kategori ini dapat diarahkan menuju poliklinik diluar jam kerja.
Tipe Triase:
1. Triase pada kegawat daruratan sehari – hari:
Pada keadaan kegawat daruratan sehari-hari seperti bila kita bekerja di Instalansi Gawat
Darurat, triase penting untuk mengatur supaya alur pasien baik, terutama pada kondisi
jumlah pasien melebihi kapasitas, prioritas penanganan pasien untuk menekan morbiditas
dan mortalitas Pemeriksaan dalam triase meliputi :
a. Primary survey (ABC) berdasarkan dari pemeriksaan ABC (Airway, Breathing,
Circulation, Disability, Environment) yang harus selesai dilakukan dalam 2 - 5 menit.
Terapi dikerjakan serentak jika korban mengalami ancaman jiwa akibat banyak sistem
yang cedera :
1) Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bicara dan bernafas dengan bebas ?
Jika ada obstruksi maka lakukan :
a) Chin lift / jaw thrust (lidah itu bertaut pada rahang bawah)
b) Suction / hisap (jika alat tersedia)
c) Guedel airway / nasopharyngeal airway
d) Intubasi trakhea dengan leher di tahan (imobilisasi) pada posisi netral.
2) Breathing
Menilai pernafasan cukup. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas bebas.
Jika pernafasan tidak memadai maka lakukan :
a) Dekompresi rongga pleura (pneumotoraks)
b) Tutuplah jika ada luka robek pada dinding dada
c) Pernafasan buatan
d) Berikan oksigen
3) Circulation
Menilai sirkulasi / peredaran darah. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas
bebas dan pernafasan cukup. Jika sirkulasi tidak memadai maka lakukan :
a) Hentikan perdarahan eksternal
b) Segera pasang dua jalur infus dengan jarum besar (14 - 16 G)
c) Berikan infus cairan
4) Disability
Menilai kesadaran dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respons terhadap nyeri
atau sama sekali tidak sadar menggunakan Scale AVPU, yaitu:
Proses triase dimulai ketika pasien masuk ke pintu RGD Puskesmas Negeri besar.
Petugas triase harus mulai memperkenalkan diri, kemudian menanyakan riwayat singkat dan
melakukan pengkajian. Pengumpulan data subyektif dan obyektif harus dilakukan dengan cepat,
tidak lebih dari 5 menit karena pengkajian ini tidak termasuk pengkajian perawat utama. Petugas
triase bertanggungjawab untuk menempatkan pasien di area pengobatan yang tepat, contohnya
pasien dengan luka dan memerlukan tindakan bedah, pasien yang memrlukan pemeriksaan
jantung dan lain-lain. Tanpa memikirkan dimana pasien pertama kali ditempatkan setelah triase,
setia pasien tersebut harus dikaji ulang oleh perawat utama/petugas sedikitnya sekali setiap 60
menit.
Pasien yang dikatagorikan sebgai pasien yang mendesak atau gawat darurat, pengkajian
dilakuakan setiap 5-15 menit / lebih bila diperlukan. Setiap pengkajian ulang harus
didokumentasikan dalam rekam medis. Informasi baru dapat mengubah kategorisasi keakutan
dan lokasi pasien di area pengobatan. Misalnya kebutuhan untuk memindahkan pasien yang
awalnya berada di area pengobatan minor ke tempat tidur resusitasi ketika pasien tampak sesak
nafas, sinkop, atau penurunan kesadaran.
Bila kondisi pasien ketika datang sudah tampak tanda-tanda obyektif bahwa pasien
mengalami gangguan pada airway, breathing, circulation, maka pasien ditangani terlebih dahulu.
Pengkajian awal hanya didasarkan atas data obyektif dan data subyektif sekunder dari
heteroanamnesi (pihak keluarga, atau yang mengantar). Setelah keadaan pasien membaik, data
pengkajian kemudain dilengkapi dengan data subyektif yang berasal langsung dari pasien,
tergantung dari situasi dan kondisi pasien. Alur dalam proses triase :
1. Pasien datang diterima petugas/ paramedis RGD
2. Di area triase dilakukan anamnesa dan pemeriksaan singkat dan cepat (selintas) untuk
menentukan derajat kegawatan oleh petugas
3. Bila jumlah penderita/korban yang ada lebih dari 50 orang, maka triase dapat dilakukan
diluar area triase (di depan/ halaman RGD)
4. Penderita dibedakan menurut kegawatannya dengan memberi kode warna atau membawa
pasien kedaerah yang berlabel warna :
a. Emergency / Segera – Immediate (merah)
Pasien mengalami cedera mengancam jiwa yang kemungkinan besar dapat hidup
bila ditolong segera. Kondisi pasien gawat darurat dan memerlukan pertolongan
pertama (PI) Misalnya : tension pneumothorax, distress pernafasan, perdarahan internal
dan lain-lain
b. Urgent / Tunda – Delayed (kuning)
Pasien memerlukan tindakan definitive tetapi tidak ada ancaman jiwa segera.
Kondisi pasien tidak gawat namun darurat atau gawat tapi tidak darurat. Sehingga
pasien
pertolongan dengan prioritas ke II (PII) Misalnya : Perdarahan laserasi terkontrol,
fraktur tertutup pada ekstrimitas dengan perdarahan terkontrol, luka bakar < 25% luas
permukaan tubuh dan lain-lain.
c. Non urgent / Minimal (Hijau)
Pasien mendapat cedera minimal, dapat berjalan dan menolong diri sendiri atau
mencari pertolongan. Pada pasien tidak ditemukan kegawatdaruratan, sehingga pasien
mendapat prioritas penanganan ke III (PIII). Misalnya: laserasi minor, memar, lecet,
luka bakar siperfisial.
d. Expextant (hitam)
Pasien mengalami cedera mematikan dan akan meninggial meski mendapat
pertolongan. Misal: Luka bakar derajat 3 seluruh tubuh, kerusakan organ vital dan lain-
lain.
5. Penderia/korban mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan warna: merah, kuning,
hijau, hitam.
6. Penderita/korban kategori triase merah dapat langsung diberikan pengobatan di ruang
resusitasi. Tetapi bila memerlukan tindakan medis lebih lanjut, penderita/korban dapat
dirujuk ke rumah sakit setelah kondisi stabil.
7. Penderita dengan kategori triase kuning yang memerlukan tindakan medis lebih lanjut
ditempatkan di ruang tindakan label kuning dan menunggu giliran setelah pasien dengan
kategori triase merah selesai ditangani.
8. Penderita dengan kategori hijau pada saat jam kerja diarahkan untuk diberikan pelayanan di
pelayanan umum, atau apabila sudah memungkinkan untuk dipulangkan maka
penderita/korban diperbolehkan untuk pulang.
9. Penderita kategori triase hitam dapat langsung dipindahkan ke ruang yang sudah ditentukan
sebelumnya.
Triase pada disarter / bencana menggunakan system START (simple triase and rapid
treatment), dengan prioritas penanganan berdasarkan kategorinya :
1. Pelayanan cepat (merah)
2. Pelayanan ditunda (kuning)
3. Pasien berjalan (hijau)
4. Meninggal tak tertolong (hitam)
Proses START tidak boleh lebih daripada 60 detik/ pasien.
1. RESPIRASI → Pernapasan /min & Adequacy of ventilations. Bebaskan jalan nafas (gigi,
kotoran), pasang Neck Collar
Bila tidak bernafas → TAG HITAM,
Bila bernafas > 30x/min → TAG MERAH,
Bila bernafas < 30/min → Evaluasi sirkulasi - Perfusi.
2. PERFUSI → Cara terbaik dan mudah, cepat untuk menilai perfusi adalah dengan melakukan
Capilary Refill Time (CRT).
Kalau CRT terjadi dalam lebih dari 2 detik, berarti perfusi tidak adekuat → pasang TAG
MERAH.
Bila CRT kembali dalam 2 detik, jangan di pasang TAG dulu, tetapi evaluasi dulu
kesadarannya
3. KESADARAN – MENTAL STATUS → Pemeriksaan mental status dilakukan
pada pasien dengan pernafasan dan sirkulasi yang adekuat. Perintah seperti
‘buka mata’ atau ‘remas tangan saya’,
Kalau pasien tidak melakukan perintah ini → TAG MERAH.
Kalau pasien mampu melakukan perintah ini → TAG KUNING.
Pada fase ini jangan lupa untuk Triase ulang golongan HIJAU.
BAB IV
DOKUMENTASI
Dokumen adalah suatu catatan yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti dalam
persoalan hukum, sedangkan pendokumentasian adalah pekerjaan mencatat atau merekan
peristiwa dan objek maupun aktivitas pemberian jasa (pelayanan) yang dianggap berharga dan
penting. Dokumentasi asuhan dalam pelayanan keperawatan adalah bagian dari kegiatan yang
harus dikerjakan oleh perawat setelah memberi asuhan kepada pasien. Pada tahap pengkajian
proses triase, mencakup dokumentasi :
1. Informasi dasar: nama, umur, jenis kelamin, cedera, penyebab cedera, pertolongan pertama
yang telah dilakukan.
2. Tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu, dan kesadaran.
3. Diagnosis singkat tapi lengkap
4. Kategori triase
Dalam implementasi petugas gawat darurat harus mampu melakukan dan
mendokumentasikan tindakan medis dan keperawatan. Termasuk waktu yang sesuai dengan
standar yang disetujui. Petugas mengevaluasi secara kontinu perawatan pasien berdasarkan hasil
yang dapat diobervasi untuk menentukan perkembangan pasien kearah hasil dan tujuan dan harus
mendokumentasikan respon pasien terhadap intervensi pengobatan dan perkembangannya.
Standard Joint Commision(1996) menyatakan bahwa rekam medis menerima pasien yang
bersifat gawat darurat, mendesak dan segera harus mencantumkan kesimpulan pada saat
terminasi pengobatan, termasuk disposisi akhir, kondisi saat pemulangan dan instruksi perawatan
tindak lanjut.
Pendokumentasian triase dilakukan pada lembar pengkajian medis RGD dan lembar
asuhan keperawatan gawat darurat. Sedangkan untuk perkembangan pasien dilakukan pencatatan
pada lembar catatan perkembangan terintegrasi. Apabila terjadi bencana maka penulisan dapat
dilakukan pada lembar catatan terintegrasi dengan minimal informasi seperti data yang
disebutkan diatas.