Anda di halaman 1dari 106

1

BAHAN AJAR
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

DISUSUN
Oleh

A. ZAM IMMAWAN ALAM

STKIP ANDI MATAPPA


2021
2

KATA PENGANTAR

Pendidikan kewarganegaraan merupakn pengganti matakuliah kewiraan yang


dulu termasuk kelompok Mata Kuliah Umum (MKU), setelah berubah menjadi mata
kuliah kewarganegaraan mata kuliah ini dikelompokan kepada Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian (MPK). Undang–undang No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa mata kuliah ini merupakan
matakuliah yang wajib diselenggarakan dalam kurikulum di semua jenjang perguruan
tinggi. Selain itu, Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
juga mengamanatkan mata kuliah Kewarganegaraan sebagai mata kuliah wajib di
perguruan tinggi.
Pada kedua undang-undang di atas ditegaskan bahwa tujuan mata kuliah
pendidikan kewarganegaraan adalah untuk membentuk mahasiswa menjadi warga
negara yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Oleh karena itu, strategi
perkuliahan yang dilakukan adalah melalui strategi pembelajaran yang memungkinkan
tumbukembangnya daya kritis mahasiswa terhadap isu-isu yang berkembang. Sistem
kuliah tidak disampaikan dalam bentuk doktrin melainkan diskusi dan studi kasus
yang memungkinkan mahasiswa memiliki kecerdasan dalam menyelesaikan berbagai
persoalan kebangsaan.
Buku ini merupakan salah satu upaya untuk memberikan rangsangan dan
imajinasi para mahasiswa dalam rangka mengikuti perkuliahan Pendidikan
kewarganegaraan, sehingga pada proses pembelajaran tidak terlalu kesulitan untuk
memahami materi yang disampaikan.
Akhirnya semoga kehadiran buku ini, dapat menjadi pembuka diskusi dosen
pengampu dengan mahasiswa sehingga dapat memberikan banyak masukan untuk
penyempurnaan dimasa yang akan datang.

Pangkajene, Nopember 2021

Penulis
3

BAB I
PENDAHULUAN

Tujuan Pembelajaran:
Setelah proses pembelajaran pada bab ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menjelaskan apa yang menjadi pengertian, tujuan dan kompetensi mata
kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
2. Menuliskan Visi dan Misi Mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
3. Menuliskan landasan Hukum dan landasan historis Pendidikan
Kewarganegaraan

1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan


Pendidikan kewarganegaraan di Perguruan Tinggi merupakan salah satu
bentuk pendidikan untuk mengembangkan kultur demokratis yang mencakup
kebebasan, persamaan, kemerdekaan, toleransi, dan kemampuan untuk
menahan diri di kalangan mahasiswa. Berdasarkan Undang-Undang nomor 20
tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional, serta SK dirjen DIKTI nomor
43/DIKTI/Kep/2006, mata kuliah pengembangan kepribadian di perguruan
tinggi terdiri atas pendidikan agama, pendidikan Kewarganegaraan, dan
bahasa Indonesia. Cakupan materi Mata kuliah pendidikan Kewarganegaraan
meliputi identitas nasional,hak dan kewajiban warganegara, negara dan
konstitusi, demokrasi dan pendidikan demokrasi, HAM dan rule of law,
Geopolitik Indonesia dan Geostrategi Indonesia. Dalam UU Nomor 12 Tahun
2012 tentang Pendidikan Tinggi pasal 35 ayat (3) Juga mewajibkan mata
kuliah Kewarganegaraan disampaikan di Perguruan Tinggi. Dalam penjelasan
pasal 35 ayat (3), dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan ”mata kuliah
kewarganegaraan” adalah pendidikan mencakup Pancasila, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika untuk membentuk mahasiswa menjadi
warga negara yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Menurut Nu,man Somantri dalam dikti (2014:7), pendidikan
kewarganegaraan adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi
politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya,
pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang
tua, yang kesemuanya itu diproses guna melatih para siswa untuk berfikir
kritis, analitis, bersikap, dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan
hidup demokratis yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata kuliah wajib nasional yang
harus diambil oleh seluruh mahasiswa pada jenjang pendidikan diploma
maupun sarjana. Namun demikian, pendidikan kewarganegaraan harus
disampaikan dengan metode dan pendekatan yang bukan indoktrinasi
melainkan dengan metode yang memungkinkan daya kritis mahasiswa
4

terhadap berbagai persoalan bangsa. Pendidikan kewarganegaraan diberikan


agar mahasiswa memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air, demokratis,
berkeadaban, berdaya saing, disiplin dan berpartisipasi aktif dalam
pembangunan nasional guna mewujudkan tujuan nasional yang tertuang
dalam pembukaan UUD 1945.
Menurut Kurikulum Berbasis Kompetensi, PKn adalah mata pelajaran
yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama,
sosio-kultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga negara
yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan
UUD 1945. Dalam hal ini, PKn berfungsi untuk mengembangkan kecerdasan
warga negara (civic intelegence), menumbuhkan partisipasi warga negara
(civic participation) dan mengembangkan tanggungjawab warganegara untuk
bela negara (civic responsibility). Warganegara yang cerdas diharapkan
mampu mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi negara dan
bangsanya. Melalui partisipasi warganegara akan membawa kemajuan
negara, karena tidak ada satu negara pun di dunia maju tanpa partisipasi aktif
dari warga negaranya. Begitu pula dengan tanggungjawab warganegara atas
persoalan yang dihadapi negara dan bangsanya akan berkontribusi untuk
kemajuan negara dan bangsanya.

2. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan


Setiap matakuliah tentu memiliki tujuan agar mahasiswa memiliki
sejumlah kompetensi tertentu yang telah ditetapkan. Dalam hal ini,
kompetensi yang diharapkan dalam matakuliah pendidikan kewarganegaraan
adalah agar mahasiswa menjadi ilmuwan dan profesional yang memiliki rasa
kebangsaan dan cinta tanah air, demokratis, berkeadaban, memiliki daya
saing, berdisiplin, berpartisipasi aktif dalam membangun kehidupan yang
damai berdasarkan sistem nilai Pancasila.
Sedangkan standar kompetensi yang wajib dikuasai mahasiswa mampu
berfikir rasional, bersikap dewasa dan dinamis, berpandangan luas dan
bersikap demokratis yang berkeadaban sebagai warga negara Indonesia.
Dengan berbekal kemampuan intelektual ini diharapkan mahasiswa mampu
melaksanakan proses belajar sepanjang hayat (long live learning), menjadi
ilmuwan profesional yang berkepribadian dan menjunjung nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sedangkan hakikat Pendidikan
Kewarganegaraan, untuk membekali dan memantapkan mahasiswa dengan
pengetahuan dan kemampuan dasar hubungan warga negara Indonesia yang
Pancasilais dengan negara dan sesama warga negara. Menurut UU
Nomor20/2003 tentang sistem pendidikan nasional. Pasal 35 UU Nomor
12/2012 tentang pendidikan tinggi, Pendidikan Kewarganegaraan
dimaksudkan agar peserta didik memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah
air. Selain itu, menurut Abdul Azis Wahab dan Sapriya (2012:311) tujuan
5

Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk membentuk warga negara yang


baik.
Menurut SK Dirjen Dikti Nomor43/2006, Pendidikan Kewarganegaraan
dimaksudkan untuk menjadikan peserta didik yang menjadi ilmuwan dan
profesional yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air; demokratis
yang berkeadaban; menjadi warganegara yang memiliki daya saing;
berdisiplin; dan berpartisipasi aktif dalam membangun kehidupan yang damai
berdasarkan sistem nilai Pancasila.
Menurut Martini, dkk (2013:3) tujuan Pendidikan Kewarganegaraan di
perguruan tinggi yaitu membantu mahasiswa mengembangkan potensinya
untuk menguasai ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap
kewarganegaraan dan nilai-nilai yang diperlukan dalam rangka penerapan
ilmu, profesi dan keahliannya serta berpartisipasi dalam kehidupan yang
bermasyarakat dari komuniti setempat, bangsa dan dunia. Selain itu,
membantu mahasiswa menjadi warganegara yang cerdas, demokratik
berkeadaban, bertanggungjwab, dan menggalang kemampuan kompetitif
bangsa di era globalisasi. Hal ini selaras dengan tujuan pendidikan tinggi
adalah (a) berkembangnya potensi mahasiswa agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya
untuk kepentingan bangsanya. (b) dihasilkannya lulusan yang menguasai
cabang ilmu pengetahuan dan / atau teknologi untuk memenuhi kepentingan
nasional dan peningkatan daya saing bangsa; (c) dihasilkannya ilmu
pengetahuan dan teknologi melalui penelitian yang memperhatikan dan
menerapkan nilai humaniora agar bermanfaat bagi kemajuan bangsa, serta
kemajuan peradaban dan kesejahteraan umat manusia; dan (d) terwujudnya
pengabdian kepada masyarakat berbasis penalaran dan karya penelitian yang
bermanfaat dalam memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa. (UU Nomor 12 Tahun 2012)
Berdasarkan beberapa kutipan tentang tujuan pendidikan
kewarganegaraan dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pendidikan
kewarganegaraan diharapkan mampu membantu mahasiswa untuk
mengembangkan potensinya untuk menjadi ilmuan yang bukan saja memiliki
ilmu pengetahuan melainkan juga memiliki sikap, keterampilan dan
kesadaran bernegara yang tinggi sehingga akan membawanya menjadi
warganegara yang bertanggungjawab untuk berpartisipasi dan memiliki
disiplin yang tinggi demi kemajuan bangsa dan negaranya.

3. Kompetensi, Visi dan Misi Pendidikan Kewarganegaraan


Kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut Sumarsono, dkk (2002) kompetensi Pendidikan
Kewarganegaraan adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh rasa
6

tanggungjawab, dapat memecahkan masalah hidup bermasyarakat,


berbangsa, dan bernegara dengan menerapkan konsepsi falsafah bangsa,
wawasan nusantara, dan ketahanan nasional, sedangkan menurut SK Dirjen
Dikri Nomor43 Tahun 2006 Kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan adalah
menjadi ilmuwan dan profesional yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta
tanah air, demokratis yang berkeadaban, menjadi warganegara yang
memiliki daya saing, berdisiplin dan berpartisipasi aktif membangun
kehidupan yang damai berdasarkan sistem nilai Pancasila.
a. Visi Pendidikan Kewarganegaraan
Visi matakuliah pengembangan kepribadian merupakan sumber nilai dan
pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan program studi, guna
mengantarkan mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai manusia
Indonesia seutuhnya. Menurut Martini, dkk (2013:2) visi matakuliah
pendidikan kewarganegaraan adalah mampu untuk membawa mahasiswa
melihat inti dari suatu persoalan secara lebih mendalam dengan melalui
khayalan, penglihatan maupun pengamatan. Dengan melakukan hal itu
secara baik, akan menjadikan kepribadian mahasiswa lebih baik
Dengan visi di atas, kiranya pendidikan kewarganegaraan diharapkan
berperan penting dalam memantapkan kepribadian manusia (dalam hal ini
mahasiswa) seutuhnya, dalam arti memiliki keutuhan dan keterpaduan antara
kemantapan unsur rohani dan unsur jasmaninya, sejahtera lahir dan bathin.
b. Misi Pendidikan Kewarganegaraan
Misi Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk membantu mahasiswa
memantapkan kepribadiannya, agar secara konsisten mampu mewujudkan
nilai-nilai dasar Pancasila.
Pengamalan nilai-nilai Pancasila dapat melalui berbagai jalur, salah
satunya adalah melalui pendidikan. Oleh karenanya, melalui pendidikan
kewarganegaraan diharapkan mahasiswa dapat memahami dan mengamalkan
nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan pribadi, keluarga, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara dan bahkan dalam percaturan internasional
sekalipun. Dengan kata lain, matakuliah pendidikan kewarganegaraan
mempunyai kewajiban untuk membantu mahasiswa memantapkan
kepribadiannya.

4. Landasan Hukum Pendidikan Kewarganegaraan


1) UUD 1945; Pembukaan UUD 1945 alinea kedua dan keempat,
pasal 27, pasal 30 (1), pasal 31 (1)
2) Tap MPR Nomor II/MPR/1999
3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
4) Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
5) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
7

6) SK Dirjen Dikti nomor 43/DIKTI/Kep/2006 tentang rambu-rambu


pelaksanaan kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian di
Perguruan Tinggi.

5. Landasan Historis Pendidikan Kewarganegaraan


Secara historis, PKn sering berganti-ganti nama atau istilah, dapat dijabarkan
berikut.
1) Perkembangan Civics di Amerika, pelajaran civics pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1790 dalam rangka “meng-Amerikakan”
bangsa Amerika (Theory of Americanization). Negara Amerika yang
terdiri dari imigran yang memiliki latar belakang kultur bermacam-
macam, oleh karena itu mereka harus di Amerikakan supaya
warganegaranya memiliki pesepsi yang sama tentang Negara serta
memahami hak dan kewajibanya sebagai warganegara Amerika.
2) Perkembangan Civics di Indonesia, yang diajarkan di SD, SMP, dan SMA.
3) Kewarganegaraan (1957): membahas cara memperoleh dan
kehilangan kewarganegaraan.
4) Civics (1961), membahas tentang sejarah kebangkitan nasional, UUD
1945, pidato-pidato politik kenegaraan, yang terutama diarahkan
untuk “ nation and character building” bangsa Indonesia.
5) Pendidikan kewarganegaraan (1968) yang berdasarkan kurikulum
1968 berada dalam kelompok pembinaan jiwa pancasila untuk di SD
maupun menengah. Di SD terdiri dari pendidikan agama,
kewarganegaraan, bahasa Indonesia, bahasa daerah dan oleh raga,
sedangkan untuk SMA tanpa bahasa daerah.
6) Pendidikan Moral Pancasila (PMP) Kurikulum 1975 yang bertujuan
untuk membentuk warganegara Pancasila yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kemudian disempurnakan
dengan kurikulum 1984.
7) Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan (PPKN) kurikulum
1994, kemudian disempurnakan dengan suplemen tahun 1999
8) Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan yang diajarkan di
perguruan tinggi Pendidikan Kewiraan mulai diselenggarakan
sebagai kurikulum pendidikan tahun 1973/1974. Kemudian
mengalami perubahan menjadi Pendidikan kewarganegaraan
dengan mengacu kepada:
a. UU Nomor 20 Tahun 1982 tentang petahanan keamanan
Republik Indonesia yang disempurnakan oleh UU Nomor3
Tahun 2002 tentang Undang-Undang Pertahanan Negara
b. UU Nomor 2 tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
c. Keputusan Mendiknas Nomor 232/U/2000 tentang pedoman
8

penyusunan kurikulum . Pendidikan Tinggi dan penilaian hasil


Belajar Mahasiswa
d. SK Dirjen Dikti Nomor38/DIKTI/Kep.2002 jo. Nomor 43/2006
tentang rambu-rambu pelaksanaan kelompok MPK.
e. Pendidikan Kewarganegaraan UU Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem pendidikan Nasional
f. Kewarganegaraan (PPKn) UU Nomor12 Tahun 2012.
9

BAB II
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA INDONESIA

Tujuan Pembelajaran:
Setelah proses pembelajaran pada bab ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menjelaskan pengertian hak, kewajiban dan warganegara
2. Memberikan contoh hak dan kewajiban warganegara yang diatur
dalam UUD 1945
3. Menjelaskan bagaimana cara memperoleh dan kehilangan
status kewarganegaraan menurut UU Nomor 12 Tahun
2006
4. Memberikan alasan mengapa pada prinsipnya setiap Negara
menghendaki status kewarganegaraan tunggal bagi
warganegaranya
5. Memberikan contoh kasus yang memungkinkan seseorang
memiliki kewarganegaraan ganda

1. Konsep Hak dan Kewajiban


Sebelum berbicara hak dan kewajiban, alakah baiknya kita pahami dulu
konsep Adil. Kata adil bukan makluk asing yang tidak pernah kita dengar,
tetapi mahluk yang semua orang inginkan dalam semua kehidupan, jika kita
pergi ke pengadilan tanpak gambar timbangan yang sejajar terlihat untuk
mencoba menggambarkan bahwa adil itu seperti timbangan yang tidak berat
sebelah, atau kalau kita lihat ke perguruan tinggi yang ada jurusan ilmu
hukum tanpa juga bahwa jurusan itu ikut andil menggunakan simbol
timbangan sejajar sebagai gambaran kalu hukum harus adil.
Dari ilustrasi tersebut bahwa adil digambarkan dengan timbangan
yang sejajar rata/seimbang/tidak berat sebelah antara hak dan kewajiban.
Secara sosiologis manusia memiliki setatus lebih dari satu. Contoh pak amir
disekolah ia sebagi guru dan di rumah sebagi orang tua serta di masyarakat
sebagi ketua RT. Pak amir memiliki tiga setatus sebagi guru, orang tua, dan
ketua RT. Berbicara adil maka pak amir harus memainkan perannya sesuai
statusnya, artinya pak amir pada saat mengajar di sekolah walupun di kelas
ada anaknya, dia memiliki kewajiban memainkan peran sebagai guru dan
anaknya memiliki hak perlakuan yang sama dengan peserta didik yang lain,
dengan semikian pak amir sudah berlaku adil.
Dengan gambaran tersebut di atas sangat lah jelas bahwa adil
merupakan konsep yang tidak dapat dipisahkan dengan hak dan kewajiban.
Jadi kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan sebagai konsekwensi
seseorang dengan statusnya, sedangkan hak adalah sesuatu yang harus
diterima sebagai konsekwensi pemenuhan kewajiban. Dari pengertian
10

tersebut terganbar bahwa hak dan kewajiban merupakan dua konsep yang
berbeda tetapi tidak dapat dipisahkan.

2. Konsep Warga Negara


Warga negara adalah anggota negara. Demikian secara singkat
pengertian umum tentang warga negara. Dalam UU nomor 12 tahun 2006
pasal 1 ayat 1 tersirat
bahwa Warga Negara adalah warga suatu negara yang ditetapkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sebagai anggota negara,
warga negara mempunyai hubungan yang khusus, yaitu hubungan hak dan
kewajiban yang sifatnya timbal balik satu sama lainnya dimana pun ia berada
baik di dalam Negara atau di luar negaranya. Seperi TKI yang bekerja di luar
wilayah Negara Republik Indonesia, mereka memiliki kewajiban bayar
penghasilan dan begitu sebaliknya Negara Republik Indonesia memiliki
kewajiban melindunginya walupun mereka ada di luar negeri.
Warga dalam istilah Belanda staatburger. Sedangkan dalam bahasa
Inggris, diterjemahkan citizen dan bahasa Perancis citoyen. Istilah warga
negara dari kedua bahasa Inggris dan Perancis cukup menarik mengingat
kedua istilah tersebut berarti warga kota. Ini tentu tidak terlepas dari konsep
polis pada masa Yunani Purba.
Konsep negara modern atau negara kebangsaan (nation-state) dewasa ini
yang dipelopori oleh Amerika Serikat dan Perancis pada abad XVIII,
mengacu pada konsep polis Yunani Purba itu. Polis mempunyai warga
negara yang disebut warga polis atau warga kota atau citizen atau citoyen.
Konsep warga negara berawal dari hamba atau kawula negara. Mereka
dahulunya hamba raja. Tetapi dengan menyebut istilah warga negara mereka
menjadi orang merdeka, ia bukan lagi hamba raja melainkan peserta dari
suatu negara. Oleh karena itu, ia kemudian memiliki hak dan kewajiban
terhadap negaranya.
Konsep kewarganegaraan masuk ke Indonesia dikarenakan:
1) Penjajahan (imperialisme)
2) Kerjasama dengan Negara lain
3) Diterima secara sukarela
Perinsip hukum internasional tentang kewarganegaraan, setiap
Negara berdaulat dipersilahkan untuk menentukan siapa yang masuk
warganegaranya, namun demikian tetap menghormati prinsip-perinsip
umum hukum intrnasional, seperti:
1) menarik di dalam Negaranya orang-orang yang sama sekali
tidak ada hubungan
2) penetapkan kewarganegaraan atas dasar agama, bahasa dan warna kuit
3) menentukan siapa warganegara lain.
11

Manfaat status kewarganegaraan adalah ada kepastian hukum yang


berlaku pada seseorang warganegara berkaitan dengan hukum perdata dan
hukum publik, sehingga hukum manakah yang mengikat orang tersebut
tentunya hukum Negara yang mengakui ia sebgai angotanya.
Ada dua cara untuk memperoleh status kewarganegaran pada sebuah
Negara yaitu dengan cara:
1) aktif, artinya untuk mendapatkan setatus kewarganrgaran
dengan cara pengajuan.
2) pasif, artinya untuk mendapatkan kewarganegaran tidak perlu adanya
usaha atau permohonan dari dirinya tetapi Negara telah
memberikannya. Hal tersebut bias saja terjadi dikernakan Negara
tesebut mengnut asas kelahiran/tempat (ius soli), atau
keturunan/darah (ius sanguinis). Asas ius soli adalah siapa saja yang
lahir di Negara itu maka si anak yang dilahirkannya secara otomatis
diakui sebagai warganegaranya. Sedangkan asas ius sanguinis adalah
siapa saja warganegaranya dan dimana saja ia melahirkan anaknya
(waloupun bukan dinegaranya) maka anak yang dilahirkannya itu
diakui sebagai warganegara oleh negar orang tuanya.
Hak menentukan setatusnya sebagai warganegara, biasanya terjadi pada
seseorang yang mempunyai jasa yang berharga kepada sebuah Negara
sehingga ia diberi kesempatan untuk masuk Negara tersebut dengn
dipermudah atau tetap memilih Negara asalnya. Sehingga kepada sesorang
tersebu diberikan hak:
1) Hak opsi adalah hak seseorang untuk memilih atau menerima
tawaran kewarganegaraan suatu Negara.
2) Hak repudiasi adalah hak seseorang untuk menolak
tawaran kewarganegaraan suatu Negara.
Dalam menentukan setatusnya sebagai warganegara, biasanya terjadi
pada seseorang yang mempunyai jasa yang berharga kepada sebuah Negara
sehingga ia diberi kesempatan untuk masuk Negara tersebut dengn
dipermudah atau tetap memilih Negara asalnya. Sebuah Negara dalam
menentukan warganegara tentunya ada asas yang dapat dijadikan pedoman,
yaitu:
1) segi kelahiran
a. asas Ius Soli artinya Tempat/daerah kelahiran
b. asas Ius Sanguinis artinya keturunan/darah
2) segi perkawinan
a. Kesatuan Hukum, artinya dengan adanya perkawinan maka
dalam sebuah keluarga harus adanya kesatuan hukum,
sehingga setatus kewarganegaraan suami istri harus sama.
b. Persamaan Derajat, artinya dengan perkawinan campur tidak
menyebabkan perubahan status kewarganegaraan kedua belah
12

pihak baik suami atau istri, sehingga diperbolehkan antara suami


istri berbeda status kewarganegarannya

3. Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia


Hak dan kewajiban warganegara Indonesa datur dalam UUD
1945 yang tertuang dalam pasal; 27, 28, 29, 30, 31, 33 dan 34.
1. Pasal 27
ayat (1) Segala warganegara bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjungjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Ayat (2) Tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan.
Ayat (3) Setiap wargana negara berhak dan wajib ikut serta dalam
upaya pembelaan negara.
2. Pasal 28
Pasal 28 (A) Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan
pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan
dengan undang- undang.
Pasal 28 (B) Ayat (1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan
melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
Ayat (2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh
dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 28 (C) Ayat (1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan
pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan
dan teknologi, seni
dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya
dan demi kesejahteraan umat manusia
Ayat (2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya
dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk
membangun masyarakat bangsa dan negaranya.
Pasal 28 (D) Ayat (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan
perlindungan dan kepastian hukum yang adail serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum.
Ayat (2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan
imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan
kerja. Ayat (3) Setiap warga negara berhak memperoleh
kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
Ayat (4) Setiap orang berhak atas setatus kewarganegaraan.
Pasal 28 (E) Ayat (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan
beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan
13

pengajaran, memilih pekerjaan, memilh kewarganegaraan,


memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya serta berhak kembali.
Ayat (2) Setiap orang berhak atas kekbebasan meyakini
kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati
nurhaninya.
Ayat (3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,
berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
Pasal 28 (F) Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampikan informasi
dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Pasal 28 (G) Ayat (1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri
pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda
yang dibawah kekuasannya, serta berhak atas rasa aman
dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat
atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
Ayat (2) Setiap orang berhak untuk bebas dari
penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat
martabat manusia dan memperoleh suaka politik dari
negara lain.
Pasal 28 (H) Ayat (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup
yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan.
Ayat (2) Setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan
perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat
sama guna mencapai persamaan persamaan dan keadilan.
Ayat (3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang
memungkinkan jaminan pengembangan dirinya secara utuh
sebagi manusia yang bermartabat.
Ayat (4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi
dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara
sewenang-wenang oleh siapa pun.
Pasal 28 I Ayat (1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama hak untuk
tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan
hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat
dikurang dalam keadaan apapun.
Ayat (2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat
14

diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan


perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
Ayat (3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional
dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan
peradaban.
Ayat (4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan
hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama
pemerintah. Ayat (5) Untuk menegakkan dan melindungi hak
asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang
demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin,
diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 28 J Ayat (1) Setiap orang Wajib menghormati hak asasi
manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Ayat (2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap
orang wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan dengan
undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang
lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesui dengan
pertimbangan moral, nilai- nilai agama, keamanan, dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Pasal 29
Ayat (1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Ayat (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Pasal 30
Ayat (1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
Ayat (2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui
sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara
Nasional Indonesia

Pasal 31
Ayat (1) tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran.
Ayat (2) pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pengajaran nasional yang diatur dengan UUD
1945.
Pasal 32
Ayat (1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di
tengah Peradaban dunia dengan menjamin kebebasan
masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-
15

nilai budayanya.
Pasal 33
Ayat (1). Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas
kekeluargaan.
Ayat (2). Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara
dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara. Ayat (3). Bumi, air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
bagi kemakmuran rakyat.
Ayat (4). Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas
demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan
dan kesatuan ekonomi nasional.
8. Pasal 34
Ayat (1) Fakir miskin dan anak yang terlantar dipelihara oleh Negara
Ayat (2) Negara mengembangkan system jaminan sosial bagi seluruh
rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak
mampu sesuia dengan martabat kemanusiaan.
Ayat (3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayaanan umum yang
layak.
Dalam bidang pendidikan hak dan kewajiban diatur memalui undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, terutama
pada Bab IV tentang hak dan kewajiban warganegara, orang tua, masyarakat,
dan pemerintah dan Bab V tentang peserta didik. Lebih jelas diuraikan
sebagai berikut:

BAB IV HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA, ORANG TUA, MASYARAKAT,


DAN PEMERINTAH
1. Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu.
2. Warga negara yang merniliki kelainan fisik, emosional, mental,
intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
3. Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta
masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan
layanan khusus.
4. Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa
berhak memperoleh pendidikan khusus.
5. Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan
meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.
16

Pasal 6
1. Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas
tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.
2. Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap
keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan.

Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban
Orang Tua Pasal 7
1. Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan
pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan
pendidikan anaknya.
2. Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan
pendidikan dasar kepada anaknya.

Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban
Masyarakat Pasal 8
Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.
Pasal 9
Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya
dalam penyelenggaraan pendidikan.

Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah
Daerah Pasal 10
Pemerintah dan pemerintah daerah berhak mengarahkan,
membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 11
1. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan
kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang
bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
2. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya
dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara
yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.
BAB V PESERTA
DIDIK
Pasal 12
1. Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak:
17

a. mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang


dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama;
b. mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat,
minat, dan kemampuannya;
c. mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orang
tuanya tidak mampu membiayai pendidikaimya;
d. mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak
rnampu membiayai pendidikannya;
e. pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan
lain yang setara;
f. menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar
masing- masing dan tidak menyimpang dan ketentuan batas waktu
yang ditetapkan.
2. Setiap peserta didik berkewajiban:
a. menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin
keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan;
b. ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali
bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Warga negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
4. Ketentuan mengenai hak dan kewajiban peserta didik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemenintah.

4. Kewarganegaraan Indonesia
Berbicara kewarganegara Indonesia, Negara Indonesia mengatur
memlalui UUD 1945 Bab X tentang Warga Negar dan Penduduk pada pasal
26 sebagai berikut:
1. Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia
asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-
undang sebagai warga Negara.
2. Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang
bertempat tinggal di Indonesia.
3. Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan
undang- undang.
UUD 1945 pasal 26 ini merupakan rujukan peraturan perundang-
undangan yang kemudian melahirkan peraturan perundang-undangan
yang mengatur masalah kewarganegaraan. Undang-Undang
kewarganegaraan yang berlaku adalah UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia, tetapi sebelum perihal
18

kewarganegaran diatur melalui UU sebagi berikut:


1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946 tentang Warga Negara dan
Penduduk Negara.
2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1947 tentang Perubahan atas Undang-
undang Nomor 3 Tahun 1946 tentang Warga Negara dan Pnduduk
Negara.
3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1947 tentang Memperpanjang Waktu
untuk Mengajukan Pernyataan Berhubung dengan Kewargaan Negara
Indonesia.
4) Undang-Undang No 11 Tahun 1948 tentang Memperpanjang waktu
lagi untuk Mengajukan Pernyataan Berhubung dengan Kewargaan
Negara Indonesia.
5) Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang kewarganegaraan
Republik Indonesia.
6) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1976 tentang Perubahan atas Pasal
18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia.
Berdasarkan kronologis di atas menggambarkan bahwa Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2006 merupakan pengganti Undang-Undang
Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Warga negara Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2006 adalah sebagai berikut;
1. setiap orang yang berdasarkan peratuan perundang-undangan dan/
atau berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan
negara lain sebelum undang-undang ini berlaku sudah menjadi Warga
Negara Indonesia;
2. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu
Warga Negara Indonesia;
3. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga
Negara Indonesia dan ibu warga negara asing;
4. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga
negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia;
5. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga
Negara Indonesia; tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan
atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan
kepaa anak tersebut;
6. anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah
ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya
Warga Negara Indonesia;
7. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga
Negara Indenesia;
8. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga
19

negara asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara lndonesia
sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebeum anak tersebut
berusia 18 (delapan belas) tahun dan/atau belum kawin:
9. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu
lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;
10. anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik
Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui;
11. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan
ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui
keberadaannya;
12. anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik lndonesia dari
seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena
ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan
kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;
13. anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan
kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia
sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia;
14. anak Warga Negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan yang sah,
belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belurn kawin diakui
secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing tetap diakui
sebagai Warga Negara Indonesia;
15. anak Warga Negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun
diangkat secara sah sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan
penetapan pengadilan tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia. Perlu
garis bawahi bahwa UU no 12 tahun 2006 tidak berlaku surut, dengan
terbukti setiap orang yang berdasarkan peratuan perundang-undangan dan/
atau berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara
lain sebelum undang-undang ini berlaku sudah menjadi Warga Negara
Indonesia, artinya yang sebelum undang-undang ini berlaku dan mereka
sudah memenuhi syarat dan dinyatakan sebagai warganegara Indonesia
maka yang bersangkutan tetap setatusnya warganegara Indonesia, walupun
jika ternyata persayarat menurut peraturan sebelumnya dengan undang-
undang no 12 tahun 2006 itu berbeda.
Undang-undang sebelumnya dan undang-undang no 12 tahun 2006 sama-
sama menganut asas keturunan, tetapi yang berbeda adalah undang-undang
sebelumnya menarik garis keturunan dari ayah sedangkan undang-undang no
12 tahun 2006 dari ayah dan ibu, sehingga tidak ada lagi anak-anak yang
masih belum dewasa dari keturunan Indonesia tinggal di Negara Republik
Indonesia orang tuanya harus mengurus ijin tinggal di Negara Republik
Indonesia, walupun ada indikasi anak tersebut memiliki kewarganegaran
Negara lain.
20

5. Cara Memperoleh Kewarganegaraan Indonesia


Sebelumnya sudah dibahas tentang memperoleh status
kewarganegaraan pada sebuah Negara yaitu dengan cara aktif dan pasif,
dengan cara aktif lebih dikenal dengan pewarganegaraan. Pewarganegaraan
adalah tata cara bagi orang asing (WNA) untuk memperoleh
kewarganegaraan Indonesia dengan melalui permohonan. Undang-undang
No 12 Tahun 2006 menjelaskan pada pasal 1 ayat 3 Pewarganegaraan
adalah tata cara bagi orang asing untuk memperoleh Kewarganegaraan
Republik Indonesia melalui permohonan. Seseorang warganegara asing
(WNA) dapat melakukan permohonan pewarganegaraan jika yang
bersangkutan rnemenuhi persyaratan sebagimana UU No 12 tahun 2006
pasal 9 menjelskan bahwa Permohonan pewarganegaraan dapat diajukan
oleh pemohon jika memenuhi persyaratan sebagai berikut;
1) telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin;
2) pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di
wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun
berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-
turut;
3) sehat jasmani dan rohani;
4) dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Panca sila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
5) tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang
diancarn dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih;
6) jika dengan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak
menjadi berkewarganegaraan ganda;
7) mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap; dan
8) membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara.
Kemudian setelah memenuhi persyaratan tersebut di atas menurut
undang- undang nomor 12 tahun 2006 Permohonan harus memahami
prosedur pengajuan sebagai berikut;
1) permohunan diajukan di Indonesia oleh pemohon secara tertulis dalam
bahasa Indonesia di atas kertas bermaterai cukup kepada Presiden melalui
Menteri (dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM); berkas permohonan
kemudian disampaikan kepada pejabat yang ditunjuk menteri yang
bertugas menangani masalah kewarganegaraan RI;
2) Menteri meneruskan permohonan sebagaimana dimaksud disertai dengan
pertimbangan kepada Presiden dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan
terhitung sejak permohonan diterima.
3) Pemohon akan dikenakan biaya pewarganegaran yang besarnnya
ditentukan melalui Peraturan Pemerintah;
4) Presiden berwenang mengabulkan atau menolak
permohonan pewarganegaraan;
21

5) Pengabulan permohonan pewarganegaraan sebagaimana dimaksud


ditetapkan dengan Keputusan Presiden (Keppres) paling lambat 3 (tiga)
bulan terhitung sejak permohonan diterima oleh Menteri dan diberi
tahukan kepada pemohon paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung
sejak keputusan Presiden ditetapkan;
6) Jika permohonan tidak dikabulkan maka penolakan harus disertai
alasan dan diberitahukan oleh Menteri kepada yang bersangkutan
paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemohonan diterima
Menteri;
7) Keputusan Presiden mengenai pengabulan permohonan berlaku efektif
terhitung sejak tanggal pemohon mengucapkan sumpah atau menyatakan
janji setia, sumpah dilakukan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak
Keputusan Presiden dikirim kepada pemohon. Jika setelah dipanggil
secara tertulis oleh Pejabat untuk mengucapkan sumpah atau
menyatakan janji setia pada waktu yang telah ditentukan ternyata
pemohon tidak hadir tanpa alasan yang sah, maka Keputusan Presiden
tersebut batal demi hukum. Seandainya pemohon tidak dapat
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia pada waktu yang telah
ditentukan sebagai akibat kelalaian Pejabat, maka dapat dilakukan di
hadapan Pejabat lain yang ditunjuk Menteri, menyampaikan berita acara
pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia kepada Menteri paling
lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal pengucapan
sumpah.
8) Pemohon wajib menyerahkan dokumen atau surat-surat keimigrasian
paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal
pengucapan sumpah.

Pada pasal 19, 20, 21 dan 22 undang-undang nomor 12 tahun


2006 mengatur bagi orang asing yang mendapatkan kewarganegaran
dengan cara sebagai berikut;
1. Perkawianan seperti Warga negara asing yang kawin secara sah dengan
Warga Negara Indonesia dapat memperoleh Kewarganegaraan Republik
Indonesia dengan menyampaikan pernyataan menjadi warga negara di
hadapan Pejabat, tetapi yang bersangkutan sudah bertempat tinggal di
wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-
turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut, dan
tidak menjadi penyebab berkewarganegaraan ganda (biparty).
2. Berjasa pada Negara seperti orang asing dapat diberi
Kewarganegaraan Republik Indonesia oleh Presiden setelah
memperoleh pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia, atas dasar pertimbangan kepentingan Negara, asalkan yang
bersangutan dengan diberikannya kewarganegaraan indonesi tidak
22

menjadi berkewarganegaraan ganda.


3. Ikut Orang Tua seperti ayah atau ibu (orang tua) yang memperoleh
Kewarganegaraan Republik Indonesia dengan sendirinya anak yang di
bawah usia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin
berkewarganegaraan Republik Indonesia.
4. Pengangkatan anak seperti Anak warga negara asing belum berusia 5
(lima) tahun yang diangkat secara sah oleh warganegara Indonesia maka
anak tersebut memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia.

6. Kehilangan Kewarganegaraan Indonesia


Penyebab kehilangan kewarganegaraan Indonesia diatur pada bab
Bab IV tentang kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia pada
pasal 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29 dan 30 Undang-undang Nomor 12 tahun
2006, kewarganegaraan Republik Indonesia hilang disebakan jika yang
bersangkutan:

1) memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;


2) tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain,
sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan
untuk itu;
3) dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas
permohonannya sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 (delapan
belas) tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di luar negeri, dan
dengan dinyatakan hilang Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak
menjadi tanpa kewarganegaraan;
4) masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari
Presiden (kecuali mereka mengikuti program pendidikan di negara
lain yang mengharuskan mengikuti wajib militer);
5) secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam
dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan hanya dapat dijabat oleh Warga Negara
Indonesia;
6) secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia
kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut;
7) tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang
bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing;
8) mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara
asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda
kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas
namanya; atau
9) bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama 5
(lima) tahun terus-menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa
23

alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya


untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia sebelum jangka waktu 5
(lima) tahun itu berakhir, dan setiap 5 (lima) tahun berikutnya yang
bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi
Warga Negara Indonesia kepada Perwakilan Republik Indonesia yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal
Perwakilan Republik Indonesia tersebut telah memberitahukan secara
tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan
tidak menjadi tanpa kewarganegaraan;
10) Perempuan Warga Negara Indonesia yang kawin dengan laki-laki
warga negara asing kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia
jika menurut hukum negara asal suaminya, kewarganegaraan istri
mengikuti kewarganegaraan suami sebagai akibat perkawinan tersebut.
(jika yang bersangkutan ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia,
maka setelah tiga tahun sejak tanggal perkawinannya dapat
mengajukan surat pernyataan keinginannya kepada Pejabat atau
Perwakilan Republik Indonesia yang wilayahnya meliputi tempat
tinggal, dengan catatan tidak menjadi penyebab kewarganegaraan
ganda);
11) Laki-laki Warga Negara Indonesia yang kawin dengan perempuan
warga negara asing kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia
jika menurut hukum negara asal istrinya, kewarganegaraan suami
mengikuti kewarganegaraan istri sebagai akibat perkawinan tersebut.
(jika yang bersangkutan ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia,
maka setelah tiga tahun sejak tanggal perkawinannya dapat
mengajukan surat pernyataan keinginannya kepada Pejabat atau
Perwakilan Republik Indonesia yang wilayahnya meliputi tempat
tinggal, dengan catatan tidak menjadi penyebab kewarganegaraan
ganda);
12) Kehilangan kewarganegaraan bagi suami atau istri yang terikat
perkawinan yang sah tidak menyebabkan hilangnya status
kewarganegaraan dari istri atau suami;
13) Setiap orang yang memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia
berdasarkan keterangan yang kemudian hari dinyatakan palsu atau
dipalsukan, tidak benar, atau terjadi kekeliruan mengenai orangnya
oleh instansi yang berwenang, dinyatakan batal kewarganegaraannya.
Kehilangan kewarganegaran Indonesia yang tidak menyebakna
kehilangan kewarganegaran bagi orang yang memiliki hubungan hukum
dengan yang bersangkutan seperti; seorang ayah atau ibu hilang
kewarganegaran Indonesia tidak serta merta berlaku terhadap anaknya yang
mempunyai hubungan hukum dengan ayah atu ibu sampai dengan anak
tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin. Dengan catatan
24

yang bersangkutan tidak menjadi penyebab berkewarganegaraan ganda,


setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin, jika terjadi maka
anak tersebut harus menyatakan memiIih salah satu kewarganegaraannya
setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin.
Asas-asas kewarganegaraan yang dipergunakan dalam Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan Republik Indonesia
adalah sebagi berikut:
a. asas ius sanguinis, yaitu asas yang menentukan
kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan bukan
negara tempat kelahiran;
b. asas ius soli secara terbatas, yaitu asas yang menentukan
kewarganegaraan berdasarkan negara tempat kelahiran, yang
diperuntukkan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam undang-undang;
c. asas kewarganegaraan tunggal, yaitu asas yang
menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang;
d. asas kewarganegaraan ganda terbatas, yaitu asas yang
menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
Pada prinsipnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tidak
menghendaki adanya kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa
kewarganegaraan (apatride). Ada pengecualian pada anak yang belum usia
18 (delapan belas) tahun atau belum nikah, bukan berarti memperbolehkan
yang bersangkutan ganda, tetapi ganda terbatas sampai yang bersangkutan
sudah dianggap dewasa untuk menentukan pilihannya. Dewasa dalam
undang-undang kewarganegaraan Nomor 12 tahun 2006 dengan indikator
usia sudah 18 (delapan belas) tahun atau sudah menikah.
25

BAB III
DEMOKRASI

1. MAKNA DAN HAKIKAT DEMOKRASI


Demokrasi sebagai suatu sistem telah dijadikan alternatif dalam berbagai
tatanan aktivitas bermasyarakat dan bernegara di beberapa Negara. Seperti
diakui oleh Moh. Mahfud MD, ada dua alasan dipilihnya demokrasi sebagai sistem
bermasyarakat dan bernegara. Pertama, hampir semua negara didunia ini telah
menjadikan demokrasi sebagai asas yang fundamamental.; Kedua, demokrasi
sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peranan
masyarakat untuk menyelenggarakan Negara sebagai organisasi tertingginya.
Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang benar pada
warga masyarakat tentang demokrasi.
Pengertian demokrasi dapat dilihat dari tinjauan bahasa
(epistemologis) dan istilah (terminologis). Secara epistemologis “demokrasi”
terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani yaitu ” demos” yang berarti
rakyat atau penduduk suatu tempat dan “cretein” atau “cratos” yang berarti
kekuasaan atau kedaulatan. Jadi secara bahasa demos-cratein atau demos-
cratos adalah keadaan Negara di mana dalam sistem pemerintahannya
kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam
keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintah rakyat dan oleh rakyat.
Sementara itu, pengertian demokrasi secara istilah sebagaimana
dikemukakan para ahli sebagai berikut:
a. Menurut Joseph A. Schemer
Demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk mencapai
keputusan polituk dimana individu- individu memperoleh kekuasaan untuk
26

memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat.


b. Sidney Hook
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan
pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan
pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat
dewasa.
c. Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl
Demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan dimana pemerintah
dimintai tanggung jawab atas tindakan—tindakan mereka diwilayah publik
oleh warganegara, yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi
dan kerjasama dengan para wakil mereka yang terpilih.
d. Henry B. Mayo
Menyatakan demokrasi sebagai sistem politik merupakan suatu sistem
yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas
oleh wakil- wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-
pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan
diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
Affan Ghaffar (2000) memaknai demokrasi dalam dua bentuk yaitu
pemaknaan secara normatif (demokrasi normatife) dan empirik (demokrasi
empirik):
a. Demokrasi Normatif adalah demokrasi yang secara ideal hendak dilakukan
oleh sebuah Negara.
b. Demokrasi Empirik adalah demokrasi dalam perwujudannya pada dunia
politik praktis.
Makna demokrasi sebagai dasar hidup bermasyarakat dan bernegara
mengandung pengertian bahwa rakyatlah yang memberikan ketentuan dalam
masalah-masalah mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijakan
Negara, karena kebijakan Negara tersebut akan menentukan kehidupan rakyat.
Dengan demikian Negara yang menganut sistem demokrasi adalah Negara
yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat. Dari sudut
organisasi, demokrasi berarti pengorganisasian Negara yang dilakukan oleh
rakyat sendiri atau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan ditangan rakyat.

Kesimpulan-kesimpulan dari beberapa pendapat diatas adalah bahwa


hakikat demokrasi sebagai suatu sistem bermasyarakat dan bernegara serta
pemerintahan memberikan penekanan pada keberadaan kekuasaan di tangan
rakyat baik dalam penyelenggaraan berada di tangan rakyat mengandung
pengertian tiga hal, yaitu:

a. Pemerintahan dari rakyat (government of the people)


Mengandung pengertian yang berhubungan dengan pemerintah yang sah
dan diakui (ligimate government) dimata rakyat. Sebaliknya ada
pemerintahan yang tidak sah dan tidak diakui ( unligimate government).
27

Pemerintahan yang diakui adalah pemerintahan yang mendapat pengakuan


dan dukungan rakyat. Pentingnya legimintasi bagi suatu pemerintahan
adalah pemerintah dapat menjalankan roda birokrasi dan program-
programnya.
b. Pemerintahan oleh rakyat (government by the people)
Pemerintahan oleh rakyat berarti bahwa suatu pemerintahan menjalankan
kekuasaan atas nama rakyat bukan atas dorongan sendiri. Pengawasan
yang dilakukan oleh rakyat ( sosial control) dapat dilakukan secara langsung
oleh rakyat maupun tidak langsung ( melalui DPR).
c. Pemerintahan untuk rakyat (government for the people)
Mengandung pengertian bahwa kekuasaan yang diberikan oleh rakyat
kepada pemerintah dijalankan untuk kepentingan rakyat. Pemerintah
diharuskan menjamin adanya kebebasan seluas-luasnya kepada rakyat
dalam menyampaikan aspirasinya baik melalui media pers maupun secara
langsung.

2. Demokrasi Sebagai Pandangan Hidup


Menurut Nurcholis Madjid, demokrasi bukanlah kata benda, tetapi lebih
merupakan kata kerja yang mengandung makna sebagai proses dinamis.
Demokasi adalah proses menuju dan menjaga civil society yang menghormati
dan berupaya merealisasikan nilai- nilai demokrasi (Sukron Kamil, 2002).
Tujuh norma-norma dan pandangan hidup demokratis yang dikemukakan
oleh Nurcholis Madjid (Cak Nun), sebagai berikut:
a. Pentingnya kesadaran akan pluralisme.
Hal ini tidak sekedar pengakuan (pasif) akan kenyataan masyarakat
yang majemuk. Lebih dari itu, kesadaran akan kemajemukan menghendaki
tanggapan yang positif terhadap kemajemukan itu sendiri secara aktif.
Kesadaran akan pluralitas sangat penting dimiliki bagi rakyat Indonesia
sebagai bangsa yang sangat beragam dari sisi etnis, bahasa, budaya,
agama dan potensi alamnya.
b. Musyawarah
Internaliasasi makna dan semangat musyawarah mengehendaki atau
meharuskan keinsyafan dan kedewasaan untuk dengan tulus menerima
kemungkinan terjadinya “partial finctioning of ideals”, yaitu pandangan
dasar belum tentu, dan tidak harus, seluruh keinginan sepenuhnya.
c. Pertimbangan moral
Pandangan hidup demokratis mewajibkan adanya keyakinan bahwa cara
haruslah sejalan dengan tujuan. Bahkan sesungguhnya klaim atas suatu
tujuan yang baik harus diabsahkan oleh kebaikan cara yang ditempuh
untuk meraihnya. Demokrasi tidak terbayang terwujud tanpa ahklak
yang tinggi. Dengan demikian pertimbangan moral (keseluruhan akhlak)
28

menjadi acuan dalam berbuta dan mencapai tujuan.


d. Permufakatan yang jujur dan sehat
Suasana masyarakat demokratis dituntut untuk menguasai dan
menjalankan seni permusyawaratan yang jujur dan sehat itu guna
mencapai permufaakatan yang juga jujur dan sehat. Permufakatan yang
dicapi melalui ”engineering”, manipulasi atau merupakan permufakatan
yang curang, cacat atau sakit, malah dapat disebut sebagai penghianatan
pada nilai dan semangat musyawarah. Musyawarah yang benar dan baik
hanya akan berlangsung jika masing- masing pribadi atau kelompok yang
bersangkutan memiliki kesediaan psikologis untuk melihat kemungkinan
orang lain benar dan diri sendiri salah, dan bahwa setiap orang pada
dasarnya baik, berkecenderungan baik, dan beriktikad baik.
e. Pemenuhan segi- segi ekonomi
Masalah pemenuhan segi-segi ekonomi yang dalam pemenuhannya
tidak lepas dari perencanaan sosial-budaya. Warga dengan pemenuhan
kebutuhan secara berencana, dan harus memiliki kepastian bahwa rencana-
rencana itu benar- benar sejalan dengan tujuan dan praktik demokrasi.
Dengan demikian rencana pemenuhan kebutuhan ekonomi harus
mempertimbangkan aspek keharmosian dan keteraturan sosial.
f. Kerjasama antar warga untuk mempercayai iktikad baik masing- masing.
Kerjasama antar warga untuk mempercayai iktikad baik masing-
masing, kemudian jalinan dukung- mendukung secara fungsional antara
berbagai unsur kelembagaan kemasyarakatan yang ada, merupakan segi
penunjang efisiensi untuk demokrasi. Pengakuan akan kebebasan nurani
(freedom of conscience), persamaan percaya pada iktikad baik orang dan
kelompok lain (trust attitude) mengharuskan adanya landasan pandangan
kemanusiaan yang positif dan optimis.
g. Pandangan hidup demokratis harus dijadikan unsur yang menyatu dengan
pendidikan demokrasi.
Pandangan hidup demokrasi terlaksana dalam abad kesadaran universal
sekarang ini, maka nilai- nilai dan pengertian – pengertiannya harus
dijadikan unsur yang menyatu dengan sistem pendidikan kita. Perlu
dipikirkan dengan sungguh-sungguh memikirkan untuk membiasakan anak
didik dan masyarakat umumnya siap menghadapi perbedaan dan pendapat
dan tradisi pemilihan terbuka untuk mentukan pemimpin atau kebijakan.
Jadi pendidikan demokrasi tidak saja dalam kajian konsep verbalistik ,
melainkan telah membumi dalam interaksi dan pergaulan sosial baik dikelas
maupun diluar kelas.
Tumbuh dan berkembangnya demokrasi dalam suatu Negara memerlukan
ideology yang terbuka, yaitu ideologi yang tidak dirumuskan “sekali dan untuk
selamanya” (once and for all), tidak dengan ideology tertutup yaitu ideology
yang konsepnya (presept) dirumuskan “sekali dan untuk selamanya” sehingga
29

cenderung ketinggalan zaman (obsolete, seperti terbukti dengan ideology


komunisme).
Dalam konteks ini Pancasila-sebagai ideology Negara harus ditatap dan
ditangkap sebagai ideology terbuka, yaitu lepas dari kata literalnya dalam
pembukaan UUD 1945. Penjabaran dan perumusan presept-nya harus dibiarkan
terus berkembang seiring dengan dinamika masyarakat dan pertumbuhan
kualitatifnya, tanpa membatasi kewenangan penafsiran hanya pada suatu
lembaga “resmi “ seperti di negeri- negeri komunis. Karena itu, ideology
Negara- Pancasila-Indonesia dalam perjumpaannya dengan konsep dan sistem
demokrasi terbuka terhadap kemungkinan proses –proses ‘coba dan salah’ (
trial and error), dengan kemungkinan secara terbuka pula untuk terus menerus
melakukan koreksi dan perbaikan, justru titik kuat suatu ideology yang ada
pada suatu Negara ketika berhadapan dengan demokrasi adalah ruang
keterbukaan. Karena demokrasi dengan segala kekurangannya, ialah
kemampuannya untuk mengoreksi dirinya sendiri melalui keterbukaannya itu.
Jadi bila demokrasi ingin tumbuh dan berkembang dalam Negara Indonesia
yang mempunyai ideology Pancasila mensyaratkan ideology tersebut sebagai
ideology terbuka.

3. SYARAT-SYARAT NEGARA DEMOKRASI


1. Perlindungan konstitusional
2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak
3. Pemilu yang bebas
4. Kebebasan untuk menyatakan pendapat
5. Kebebasan berserikat
6. Pendidikan Kewarganegaraan
Perlindungan secara konstitusional atas hak-hak warga negara berarti hak-
hak warga negara itu dilindungi oleh konstitusi atau Undang Undang Dasar.
Badan kehakiman atau peradilan yang bebas dan tidak memihak artinya badan
atau lembaga itu tidak dapat dicampurtangani oleh lembaga manapun,
termasuk pemerintah, serta bertindak adil. Pemilihan umum yang bebas artinya
pemilihan umum yang dilakukan sesuai dengan hati nurani, tanpa tekanan atau
paksaan dari pihak manapun.
Kebebasan untuk menyatakan pendapat adalah kebebasan warga negara
untuk menyatakan pendapatnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
baik secara lisan maupun tulisan. Kebebasan berorganisasi adalah kebebasan
warga negara untuk menjadi anggota organisasi politik maupun organisasi
kemasyarakatan. Kebebasan beroposisi adalah kebebasan untuk mengambil
posisi di luar pemerintahan serta melakukan kontrol atau kritik terhadap
kebijakan pemerintah. Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan agar
warga negara menyadari hak dan kewajibannya sebagai warga negara, serta
mampu menunjukkan partisipasinya dalam kehidupan bernegara.
30

Keenam syarat tersebut harus terpenuhi dalam suatu pemerintahan yang


demokratis. Jika tidak, apalagi terdapat praktik-praktik yang bertentangan
dengan keenam prinsip tersebut, maka sistem pemerintahan itu kurang layak
disebut pemerintahan yang demokratis.
Praktik demokrasi dapat dilihat sebagai gaya hidup serta tatanan
masyarakat. Dalam pengertian ini, suatu masyarakat demokratis mempunyai
nilai- nilai sebagai berikut:
1. Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga. Dalam
alam demokrasi, perbedaan pendapat dan kepentingan dianggap sebagai
hal yang wajar. Perselisihan harus diselesaikan dengan perundingan dan
dialog, untuk mencapai kompromi, konsensus, atau mufakat.
2. Menjamin terselenggaranya perubahan dalam masyarakat secara damai
atau tanpa gejolak. Pemerintah harus dapat menyesuaikan
kebijaksanaannya terhadap perubahan-perubahan tersebut dan mampu
mengendalikannya.
3. Menyelenggarakan pergantian kepemimpinan secara teratur. Dalam
masyarakat demokratis, pergantian kepemimpinan atas dasar keturunan,
pengangangkatan diri sendiri, dan coup d’etat (perebutan kekuasaan)
dianggap sebagai cara-cara yang tidak wajar.
4. Menekan penggunaan kekerasan seminimal mungkin. Golongan minoritas
yang biasanya akan terkena paksaan akan lebih menerimanya apabila diberi
kesempatan untuk ikut merumuskan kebijakan.
5. Mengakui dan menganggap wajar adanya keanekaragaman. Untuk itu perlu
terciptanya masyarakat yang terbuka dan kebebasan politik dan tersedianya
berbagai alternatif dalam tindakan politik. Namun demikian,
keanekaragaman itu tetap berada dalam kerangka persatuan bangsa dan
negara.
6. Menjamin tegaknya keadilan. Dalam masyarakat demokratis, keadilan
merupakan cita-cita bersama, yang menjangkau seluruh anggota
masyarakat.

4. UNSUR PENEGAK DEMOKRASI


Tegaknya demokrasi sebagai sebuah tata kehidupan sosial dan sistem
politik sangat bergantung kepada tegaknya unsur penopang demokrasi itu
sendiri, unsur-unsur tersebut adalah:
a. Negara Hukum ( Rechtsstaat dan Rule Of Law)
Dalam kepustakaan ilmu hukum di Indonesia istilah negara hukum sebagai
terjemahan dari rechtsstaat dan rule of law. Konsepsi perlindungan hukum
bagi warga Negara memberikan perlindungan hukum bagi warga negara
melalui perlembagaan peradilan yang bebas dan tidak memihak dan
penjaminan hak asasi manusia. Istilah rechtsstaat dan rule of law yang
diterjemahkan menjadi Negara hukum menurut Moh. Mahfud. MD pada
31

haikatnya mempunyai makna berbeda. Istilah rechtsstaat banyak dianut di


negara-negara Eropa Kontinental yang bertumpu pada sisitem civil law,
sedangkan the rule of law banyak dikembangkan dinegara-negara Anglo
Saxon yang bertumpu pada Common Law. Civil law menitikberatkan pada
administration law, sedangkan common law menitikberatkan pada judicial.
Konsep rechtsstaat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Adanya perlindungan terhadap HAM
b. Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan pada lembaga
Negara untuk menjamin perlindungan HAM.
c. Pemerintahan berdasarkan peraturan.
d. Adanya peradilan administrasi. Adapun the rule of law dicirikan
oleh:
a. Adanya supremasi aturan- aturan hukum
b. Adanya kesamaan kedudukan di depan hukum ( equality before
the law).
c. Adanya jaminan perlindungan HAM
Dengan demikian konsep Negara hukum sebagai gabungan dari
kedua konsep diatas dapat dicirikan sebagai berikut:
a. Adanya perlindungan terhadap HAM.
b. Adanya supremasi hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan.
c. Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan pada lembaga
Negara.
d. Adanya lembaga peradilan yang bebas dan mandiri.
Selanjutnya dalam konfrensi Internasional commission of
Jurists di Bangkok seperti yang dikutip oleh Moh. Mahfud. MD
disebutkan bahwa ciri- ciri Negara hukum adalah sebagai berikut:
 Perlindungan konstitusional: selain menjamin hak-hak individu,
kostitusi harus pula menentukan cara prosedural untuk
memperoleh atas hak-hak yang dijamin.
 Adanya badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
 Adanya pemilu yang bebas.
 Adanya kebebasan menyatakan pendapat.
 Adanya kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi.
 Adanya pendidikan kewarganegaraan.

Menurut pembahasan diatas, bahwa Negara hukum baik dalam arti formal
yaitu penegakan hukum yang dihasilkan oleh lembaga legislative dalam
penyelenggaraan Negara, maupun Negara hukum dalam arti material yaitu
selain menegakkan hukum, aspek keadilan juga harus diperhatikan menjadi
prasyarat terwujudnya demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
b. Masyarakat Madani (Civil Society)
Masyarakat madani (civil society) dicirikan dengan masyarakat terbuka,
32

masyarakat yang bebas dari pengaruh kekuasaan dan tekanan Negara,


masyarakat yang kritis dan berpatisipasi aktif serta masyarakat egalier.
Menurut Gellner, masyarakat madani bukan hanya merupakan syarat
penting bagi demokrasi semata, tetapi tatanan nilai dalam masyarakat
madani seperti kebebasan dan kemandirian juga merupakan sesuatu yang
inhern baik secar internal maupun secara external.
c. Insfrastruktur Politik
Infrastruktur politik terdiri dari partai politik(political party), yaitu
kelembagaan politik yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-
nilai, cita-cita yang sama. Kelompok gerakan (movement group), yaitu
merupakan sekumpulan orang yang berhimpun dalam suatu wadah
organisasi pada pemberdayaan warganya. Kelompok penekan atau
kelompok kepentingan ( Pressure/inters group), yaitu sekelompok orang
dalam wadah organisasi yang didasarkan pada kriteria professionalitas dan
keilmuan tertentu .
5. MACAM-MACAM DEMOKRASI
Demokrasi telah menjadi sistem pemerintahan yang diidealkan. Banyak
negara menerapkan sistem politik demokrasi. Masing-masing negara
menerapkan sistem demokrasi dengan pemahaman masing-masing.
Keanekaragaman pemahaman tersebut dapat dirangkum ke dalam 3 sudut
pandang, yaitu ideologi, cara penyaluran kehendak rakyat, dan titik perhatian.
a. Berdasarkan ideologi
Berdasarkan sudut pandang ideologi, sistem politik demokrasi dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu demokrasi konstitusional atau demokrasi
liberal dan demokrasi rakyat.
1) Demokrasi konstitusional (demokrasi liberal)
Dasar pelaksanaan demokrasi konstitusional adalah kebebasan
individu. Ciri khas pemerintahan demokrasi konstitusional adalah
kekuasaan pemerintahannya terbatas dan tidak diperkenankan banyak
campur tangan dan bertindak sewenang-wenang terhadap warganya.
Kekuasaan pemerintah dibatasi oleh konstitusi.
2) Demokrasi rakyat
Demokrasi rakyat mencita-citakan kehidupan tanpa kelas sosial dan
tanpa kepemilikan pribadi. Demokrasi rakyat merupakan bentuk
khusus demokrasi yang memenuhi fungsi diktator proletar. Pada masa
Perang Dingin, sistem demokrasi rakyat berkembang di negara-negara
Eropa Timur, seperti Cekoslovakia, Polandia, Hungaria, Rumania,
Bulgaria, Yugoslavia, dan Tiongkok. Sistem politik demokrasi rakyat
disebut juga “demokrasi proletar” yang berhaluan Marxisme-
komunisme.
b. Berdasarkan cara penyaluran kehendak rakyat
Berdasarkan cara penyaluran kehendak rakyat, sistem politik demokrasi
33

dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu demokrasi langsung,


demokrasi perwakilan atau demokrasi representatif, dan demokrasi
perwakilan sistem referendum.
1) Demokrasi langsung
Dalam sistem demokrasi langsung, rakyat secara langsung
mengemukakan kehendaknya dalam rapat yang dihadiri oleh seluruh
rakyat. Demokrasi ini dapat dijalankan apabila negara berpenduduk
sedikit dan berwilayah kecil. Sistem ini pernah berlaku di Negara
Athena pada zaman Yunani Kuno (abad IV SM).
2) Demokrasi perwakilan (demokrasi representatif)
Di masa sekarang, bentuk demokrasi yang dipilih adalah demokrasi
perwakilan. Hal ini disebabkan jumlah penduduk terus bertambah dan
wilayahnya luas sehingga tidak mungkin menerapkan sistem
demokrasi langsung. Dalam demokrasi perwakilan, rakyat
menyalurkan kehendak dengan memilih wakil-wakilnya untuk duduk
dalam lembaga perwakilan (parlemen).
3) Demokrasi perwakilan sistem referendum
Demokrasi perwakilan dengan sistem referendum merupakan
gabungan antara demokrasi langsung dan demokrasi perwakilan.
Rakyat memilih wakil mereka untuk duduk dalam lembaga perwakilan,
tetapi lembaga perwakilan tersebut dikontrol oleh pengaruh rakyat
dengan sistem referendum dan inisiatif rakyat.
c. Berdasarkan titik perhatian
Berdasarkan titik perhatiannya, sistem politik demokrasi dibedakan
menjadi tiga macam, yaitu demokrasi formal, demokrasi material, dan
demokrasi gabungan.
1) Demokrasi formal
Demokrasi formal disebut juga demokrasi liberal atau demokrasi
model Barat. Demokrasi formal adalah suatu sistem politik demokrasi
yang menjunjung tinggi persamaan dalam bidang politik, tanpa
disertai upaya untuk mengurangi atau menghilangkan kesenjangan
dalam bidang ekonomi. Dalam demokrasi formal, semua orang
dianggap mempunyai derajat dan hak yang sama.
2) Demokrasi material
Demokrasi material adalah sistem politik demokrasi yang
menitikberatkan pada upayaupaya menghilangkan perbedaan dalam
bidang-bidang ekonomi, sedangkan persamaan bidang politik kurang
diperhatikan bahkan kadang-kadang dihilangkan. Usaha untuk
mengurangi perbedaan di bidang ekonomi dilakukan oleh partai
penguasa dengan mengatasnamakan negara di mana segala sesuatu
sebagai hak milik negara dan hak milik pribadi tidak diakui.
3) Demokrasi gabungan
34

Demokrasi gabungan adalah demokrasi yang menggabungkan


kebaikan serta membuang keburukan demokrasi formal dan
demokrasil material. Persamaan derajat dan hak setiap orang diakui,
tetapi demi kesejahteraan seluruh aktivitas rakyat dibatasi. Upaya
yang dilakukan oleh pemerintah untuk kesejahteraan rakyat, jangan
sampai mengabdikan apalagi menghilangkan persamaan derajat dan
hak asasi manusia.
6. PRINSIP-PRINSIP DEMOKRASI YANG BERLAKU UNIVERSAL
Suatu pemerintahan dinilai demokratis apabila dalam mekanisme
pemerintahannya diwujudkan prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip-prinsip tersebut
berlaku universal. Maksudnya adalah keberhasilan suatu negara dalam
menerapkan demokrasi dapat diukur berdasarkan prinsip-prinsip tertentu. Tolok
ukur tersebut juga dapat digunakan untuk menilai keberhasilan pelaksanaan
demokrasi di negara lainnya. Menurut Inu Kencana Syafi ie, prinsip-prinsip
demokrasi yang berlaku universal antara lain:
a. Adanya pembagian kekuasaan
Pembagian kekuasaan dalam negara berdasarkan prinsip demokrasi, dapat
mengacu pada pendapat John Locke mengenai trias politica. Kekuasaan
negara terbagi menjadi 3 bagian, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Ketiga lembaga tersebut memiliki kesejajaran sehingga tidak dapat saling
menguasai.
b. Pemilihan umum yang bebas
Kedaulatan tertinggi dalam negara demokrasi berada di tangan rakyat.
Namun tentunya, kedaulatan tersebut tidak dapat dilakukan secara
langsung oleh setiap individu. Kedaulatan tersebut menjadi aspirasi
seluruh rakyat melalui wakil-wakil rakyat dalam lembaga legislatif. Untuk
menentukan wakil rakyat, dilakukan pemilihan umum. Dalam
pelaksanaannya, setiap warga masyarakat memiliki kebebasan untuk
memilih wakil yang dikehendaki. Tidak dibenarkan adanya pemaksaan
pilihan dalam negara demokrasi. Selain memilih wakil rakyat, pemilihan
umum juga dilakukan untuk memilih presiden dan wakil presiden. Rakyat
memiliki kebebasan untuk memilih pemimpin negara.
c. Manajemen yang terbuka
Untuk mencegah terciptanya negara yang kaku dan otoriter, rakyat perlu
diikutsertakan dalam menilai pemerintahan. Hal tersebut dapat terwujud
apabila pemerintah mempertanggungjawabkan pelaksanaan
pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kemasyarakatannya di
hadapan rakyat.
d. Kebebasan individu
Dalam demokrasi, negara harus menjamin kebebasan warga negara dalam
berbagai bidang. Misalnya, kebebasan mengungkapkan pendapat,
kebebasan berusaha, dan sebagainya. Namun tentunya, kebebasan
35

tersebut harus dilakukan dengan bertanggung jawab. Perlu diingat bahwa


kebebasan satu orang akan dibatasi oleh kebebasan orang lain. Dengan
demikian, setiap masyarakat dapat melakukan kebebasan yang dijamin
undang- undang dengan tidak merugikan kepentingan orang lain.
e. Peradilan yang bebas
Melalui pembagian kekuasaan, lembaga yudikatif memiliki kebebasan
dalam menjalankan perannya. Lembaga ini tidak dapat dipengaruhi
lembaga negara yang lain. Dalam praktik kenegaraan, hukum berada
dalam kedudukan tertinggi. Semua yang bersalah di hadapan hukum,
harus mempertanggungjawabkan kesalahannya.
f. Pengakuan hak minoritas
Setiap negara memiliki keanekaragaman masyarakat. Keberagaman
tersebut dapat dilihat dari suku, agama, ras, maupun golongan.
Keberagaman dalam suatu negara menciptakan adanya istilah kelompok
mayoritas maupun kelompok minoritas. Kedua kelompok memiliki hak
dan kewajiban yang sama sebagai warga negara. Untuk itu, negara wajib
melindungi semua warga negara tanpa membeda-bedakan satu sama lain.
g. Pemerintahan yang berdasarkan hukum
Dalam kehidupan bernegara, hukum memiliki kedudukan tertinggi.
Hukum menjadi instrumen untuk mengatur kehidupan negara. Dengan
demikian negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan
pemerintahan.
h. Supremasi hukum
Penghormatan terhadap hukum harus dikedepankan baik oleh pemerintah
maupun rakyat. Tidak terdapat kesewenang-wenangan yang bisa
dilakukan atas nama hukum. Oleh karena itu, pemerintahan harus didasari
oleh hukum yang berpihak pada keadilan.
i. Pers yang bebas
Dalam sebuah negara demokrasi, kehidupan dan kebebasan pers
harus dijamin oleh negara. Pers harus bebas menyuarakan hati nuraninya
terhadap pemerintah maupun diri seorang pejabat.
j. Beberapa partai politik
Partai politik menjadi wadah bagi warga negara untuk menyalurkan
aspirasi politiknya. Setiap warga negara memiliki kebebasan untuk memilih
partai politik yang sesuai dengan hati nuraninya. Maka dari itu, mulai
bergulirnya reformasi, negara memberikan kebebasan bagi semua
warga negara untuk mendirikan partai politik. Pada tahun 1999,
dilaksanakan pemilihan umum multipartai pertama kali sejak Orde Baru.
Mulai Pemilu 1999, setiap partai politik memiliki asas sesuai dengan
perjuangan politik masing-masing. Tidak lagi dikenal asas tunggal bagi
setiap partai politik. Namun tentunya, pendirian partai politik harus sesuai
dengan peraturan yang ada. Selain itu, warga negara tidak diperbolehkan
36

mendirikan partai dengan asas maupun ideologi yang dilarang oleh


undang-undang.
Prinsip-prinsip negara demokrasi yang telah disebutkan di atas kemudian
dituangkan ke dalam konsep yang lebih praktis sehingga dapat diukur dan
dicirikan. Ciri-ciri ini yang kemudian dijadikan tolok ukur untuk mengukur
tingkat pelaksanaan demokrasi yang berjalan di suatu negara. Tolok ukur
tersebut meliputi empat aspek, yaitu:
a. Masalah pembentukan negara
Proses pembentukan kekuasaan akan sangat menentukan kualitas, watak,
dan pola hubungan yang akan terbangun. Pemilihan umum dipercaya
sebagai salah satu instrument penting yang dapat mendukung proses
pembentukan pemerintahan yang baik.
b. Dasar kekuasaan negara
Masalah ini menyangkut konsep legitimasi kekuasaan serta
pertanggungjawabannya secara langsung kepada rakyat.
c. Susunan kekuasaan negara
Kekuasaan negara hendaknya dijalankan secara distributif. Hal ini dilakukan
untuk menghindari pemusatan kekuasaan dalam satu tangan.
d. Masalah kontrol rakyat
Kontrol masyarakat dilakukan agar kebijakan yang diambil oleh pemerintah
atau negara sesuai dengan keinginan rakyat.

BAB IV
HAK ASASI MANUSIA

1. PENGERTIAN HAK ASASI MANUSIA


Pengertian HAM adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat
kodratif dan fundamental sebagai suatu anugrah Allah yang harus dihormati,
dijaga, dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat atau Negara. Sedangkan
dalam UU tentang Hak Asasi Manusia dijelaskan bahwa pengertian Hak Asasi
Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-
Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum,
Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM
Hakekat HAM merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia
secara utuh melalui aksi keseimbangan yaitu keseimbangan antara kepentingan
perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati,
melindungi dan menjunjung tinggi HAM menjadi kewajiban dan tanggung jawab
37

bersama anatara individu, pemerintah (aparatur pemerintah baik sipil maupun


militer) dan Negara.
Adapun beberapa ciri pokok hakikat HAM adalah sebagai berikut:
a. HAM tidak perlu diberikan, dibeli, ataupun diwarisi.
b. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang kelamin, ras, agama,
etnis, pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa.
c. HAM tidak bisa dilanggar.

2. PERKEMBANGAN PEMIKIRAN HAM


Masalah keadilan yang merupakan inti dari hukum alam menjadi
pendorong bagi upaya penghormatan perlindungan harkat dan martabat
kemanusiaan universal. Perkembangan pemikiran HAM dunia bermula dari:
1. Piagam Madinah
Piagam Madinah (shahifatul madinah / mitsaaqu al-Madiinah) juga dikenal
dengan sebutan Konstitusi Madinah, ialah sebuah dokumen yang disusun
oleh Nabi Muhammad SAW, yang merupakan suatu perjanjian formal antara
dirinya dengan semua suku-suku dan kaum-kaum penting di Yatsrib
(kemudian bernama Madinah) di tahun 622. Dokumen tersebut disusun
dengan tujuan utama untuk menghentikan pertentangan antara Bani ‘Aus
dan Bani Khazraj di Madinah. Untuk itu dokumen tersebut menetapkan
sejumlah hak dan kewajiban bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan
komunitas- komunitas pagan Madinah; sehingga membuat mereka menjadi
suatu kesatuan komunitas, yang dalam bahasa Arab disebut Ummah.
Hak asasi manusia yang terkandung dalam Piagam Madinah dapat
diklasifikasi menjadi tiga, yaitu hak untuk hidup, kebebasan, dan hak
mencari kebahagiaan.
a. Hak untuk hidup Pasal 14 mencantumkan larangan pembunuhan terhadap
orang mukmin untuk kepentingan orang kafir dan tidak boleh membantu
orang kafir untuk membunuh orang mukmin. Bahkan pada pasal 21
memberikan ancaman pidana mati bagi pembunuh kecuali bila pembunuh
tersebut dimaafkan oleh keluarga korban.
b. Kebebasan Dalam konteks ini, kebebasan dapat dibagi menjadi empat
kategori, yaitu: a. Kebebasan mengeluarkan pendapat Musyawarah
merupakan salah satu media yang diatur dalam Islam dalam
menyelesaikan perkara yang sekaligus merupakan bentuk penghargaan
terhadap kebebasan mengeluarkan pendapat. b. Kebebasan beragama
Kebebasan memeluk agama masing-masing bagi kaum Yahudi dan kaum
Muslim tertera di dalam pasal 25. c. Kebebasan dari kemiskinan Kebebasan ini
harus diatasi secara bersama, tolong menolong serta saling berbuat kebaikan
terutama terhadap kaum yang lemah. Di dalam Konstitusi Madinah upaya untuk
hal ini adalah upaya kolektif bukan usaha individual seperti dalam pandanagn
Barat. d. Kebebasan dari rasa takut Larangan melakukan pembunuhan, ancaman
38

pidana mati bagi pelaku, keharusan hidup bertetangga secara rukun dan dami,
jaminan keamanan bagi yang akan keluar dari serta akan tinggal di Madinah
merupakan bukti dari kebebasan ini.
c. Hak mencari kebahagiaan Dalam Piagam Madinah, seperti diulas
sebelumnya, meletakkan nama Allah SWT pada posisi paling atas, maka
makna kebahagiaan itu bukan hanya semata-mata karena kecukupan
materi akan tetapi juga harus berbarengan dengan ketenangan batin.
2. Magna Charta
Magna carta telah menghilangkan hak absolutisme raja. Sejak itu dipratikan
kalau raja melanggar hukum harus diadili dan mempertanggungjawabkan
kebijakan pemerintahannya kepada parlemen The American Declaration.
Deklarasi ini berpandangan bahwa manusia adalah merdeka sejak didalam
perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir ia harus dibelenggu.
3. The French Declaration
“tidak boleh ada penangkapan dan penahanan yang semena-mena,
termasuk penangkapan tanpa alasan yang sah dan penahanan tanpa surat
perintah yang dikeluarkan oleh pejabat yang sah. Dalam kaitan itu berlaku
prinsip presumption of innoncent, artinya orang- orang yang ditangkap,
kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah, sampai
ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang
menyatakan ia bersalah”The Four Freedom
 Generasi pertama
Pengertian HAM hanya terpusat pada bidang hukum dan politik. Focus
pemikiran Ham generasi pertama pada bidang hokum dan politik
disebabkan oleh dampak dan situasi perang duniaII, totaliterisme dan
adanya keinginan Negara- Negara yang baru merdeka untuk menciptakan
suatu tertib hokum yang baru.
 Generasi kedua
Pemikiran HAM tidak saja menunut hak yuridis melainkan juga hak-hak
sosial, ekonomi, politik dan budaya.
 Generasi ketiga
Keadilan dan pemenuhan hak asasi haruslah dimulai sejak mulainya
pembangunan itu sendiri, bukan setelah pembangunan itu selesai. Agaknya
pepatah kuno “justice delayed, justice deny” tetap berlaku untuk kita
semua.
 Generasi keempat
Pengertian HAM generasi keempat dipelopori oleh Negara-negara di
kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi
manusia yang disebut “Declaration of The Basic Duties of Asia People and
Government”. Deklarasi ni lebih maju dari rumusan ketiga, karena tidak saja
mencakup tuntutan structural tetapi juga berpihak kepada terciptanya
tatanan sosial ynag berkeadilan. Beberapa masalah dalam deklarasi yang
39

terkait dengan HAM dalam kaitan pembangunan sebagai berikut:


 Pembangunan berdikari
 Perdamaian
 Partisipasi Rakyat
 Hak-hak Berbudaya
 Hak Keadilan Sosial.
Hak azasi adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan
dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadiranya di dalam
kehidupan masyarakat. Dianggap bahwa beberapa hak itu dimilikinya tanpa
perbedaan atas dasar bangsa, ras, agama atau kelamin, dank arena itu
bersifat azasi serta universal. Dasar dari semua hak azasi adalah bahwa
manusia harus memperoleh kesempatan untuk berkembang sesuai bakat
dan cita – citanya.
Setelah dunia mengalami dua perang yang melibatkan hampir seluruh
dunia dan dimana hak – hak azasi diinjak – injak, timbul keinginan untuk
merumuskan hak – hak azasi manusia itu dalam suatu naskah internasional.
Usaha ini pada tahun 1948 berhasil dengan diterimanya Universal
Declaration of Human Rights(pernyataan sedunia tentang Hak – Hak Azasi
Manusia) oleh Negara – Negara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa
– Bangsa.
Dalam sejarah umat manusia telah tercatat banyak kejadian di mana
seseorang atau segolongan manusia mengadakan perlawanan terhadap
penguasa atau golongan lain untuk memperjuangkan apa yang dianggap
haknya. Sering perjuangan ini menuntut pengorbanan jiwa dan raga. Juga
di dunia barat telah berulang kali ada usaha untuk merumuskan serta
mempejuangkan beberapa hak yang dianggap suci dan harus dijamin.
Keinginan ini timbul setiap kali terjadi hal
– hal yang dianggap menyinggung perasaan dan dianggap merendahkan
martabat seseorang sebagai manusia.dalam proses ini telah lahir beberapa
naskah yang secara berangsur – angsur menetapkan bahwa ada beberapa
hak yang mendasari kehidupan manusia dan karena itu bersifat universal
dan azasi. Naskah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Magna Charta ( Piagam Agung, 1215) suatu dokumen yang mencatat
beberapa hak yang diberikan oleh raja John dari Inggris kepada beberapa
bangsawan bawahanya atas tuntutan mereka. Naskah ini sekaligus
membatasi kekuasaan raja John itu.
2. Bill of Rights(Undang – Undang Hak, 1689), suatu undang – undang yang
diterima oleh Parlemen Inggris sesudah berhasil dalam tahun sebelumnya
mengadakan perlawanan terhadap Raja James ll, dalam suatu revolusi tak
berdarah (The Glorious Revolution of 1688)
3. Declaration des droits de I’homme et du citoyen (pernyataan hak – hak
manusia dan warga Negara, 1789), susatu naskah yang dicetuskan pada
40

permulaan Revolusi Perancis, sebagai perlawanan terhadap kesewenangan


dan rezim lama.
4. Bill of Rights(Undang – Undang Hak), suatu naskah yang disusun oleh
rakyat Amerika dalam tahun 1789( jadi sama tahunnya dengan Declaration
Perancis), dan yang menjadi bagian dari undang – undang dasar pada
tahun 1791.
Hak - hak yang dirumuskan dalam abad ke 17 dan ke 18 ini sangat
dipengaruhi oleh gagasan mengenai hukum alam ( Natural Low), seperti
yang dirumuskan oleh John Locke (1632 - 1714) dan Jean Jaquest
Rousseau(1712 - 1778) dan hanya terbatas pada hak – hak yang bersifat
politis saja seperti kesamaan hak, hak atas kebebasan hak untuk memilih
dan sebagainya.
Akan tetapi, dalam abad ke – 20 hak – hak politik ini dianggap kurang
sempurna, dan mulailah dicetuskan beberapa hak lain yang lebih luas ruang
lingkupnya, yang sangat terkenal ialah empat hak yang dirumuskan oleh
Presiden Amerika Serikat, Franklin D. Roosevelt pada permulaan perang
Dunia ll waktu berhadapan dengan agresi Nazi- Jerman yang menginjak –
nginjak hak – hak manusia. Hak – hak yang disebut oleh Presiden Roosevelt
terkenal dengan istilah The Four Freedoms(empat kebebasan), yaitu:
1) Kebebasan untuk berbicara dan menyatakan pendapat ( freedom of
Speech)
2) Kebebasan beragama(freedom of religion)
3) Kebebasan dari ketakutan(freedom from fear)
4) Kebebasan dari kemelaratan(freedom from want)
Hak yang keempat yaitu kebebasan dari kemelaratan, khususnya
mencerminkan perubahan dalam alam pikir umat manusia yang
menganggap
bahwa hak – hak politik pada dirinya tidak cukup untuk menciptakan
kebahagiaan baginya. Dianggap bahwa hak politik seperti misalnya hak
untuk menyatakan pendapat atau hak memilih dalam pemilihan umum yang
diselenggarakan sekali dalam empat atau lima tahun, tidak ada artinya jika
kebutuhan manusia yang paling pokok, yaitu kebutuhan akan sandang,
pangan dan perumahan, tidak dapat dipenuhi. Menurut anggapan ini
hak manusia harus juga mencakup bidang ekonomi, sosial dan budaya.
Sejalan dengan pemikiran ini, maka komisi hak – hak Azasi(commission
of Human Rights) yang pada tahun 1946 didirikan oleh perserikatan bangsa
– bangsa, menetapkan secara terperinci beberapa hak ekonomi dan social,
disamping hak – hak politik. Pada tahun 1948 hasil pekerjaan komisi ini,
pernyataan sedunia tentang Hak – hak Azasi Manusia ( Universal Declaration
of Human Rights) diterima secara aklamasi oleh Negara – Negara yang
tergabung dalam Perserikatan Bangsa – Bangsa, dengan catatan bahwa
lima Negara, antara lain Uni Soviet, tidak memberikan suaranya.
41

Dalam kenyataan tidak terlalu sukar untuk mencapai kesepakatan


mengenai pernyataan Hak – hak Azasi, yang memang dari semua dianggap
sebagai langkah pertama saja. Akan tetapi tenyata lebih sukar untuk
melaksanakan tindak- lanjutnya, yaitu menyusun suatu perjanjian
(Covenant) yang mengikat secara yuridis, sehingga diperlukan waktu
delapan belas tahun setelah diterimanya pernyataan. Baru pada akhir tahun
1966 sidang umum perserikatan Bangsa – Bangsa menyetujui secra aklamsi
Perjanjian tentang Hak - Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya( Covenant on
Economic, social and Cultural Rights) serta perjanjian tentang Hak – Hak
sipil dan politik ( Convenant on civil and Political Rights).
Sementara itu diperlukan sepuluh tahun lagi sebelum dua perjanjian ini
dinyatakan berlaku. Perjanjian tentang Hak – Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya mulai berlaku bulan januari 1979, sesudah diratifikasikan oleh 35
negara, sedang perjanjian tentang hak – hak sipil dan politik sedang
menunggu ratifikasi yang ke 35. Sesudah itu ia juga berlaku. Diantara
Negara yang telah mengadakan ratifikasi terdapat Negara Amerika Serikat,
Inggris, India, Indonesia, Malaysia, Thailand dan sebagainya.
Dalam mempelajari perkembangan pernyataan dan dua perjanjian tadi
timbul pertanyaan: pertama, mengapa dibuat dua macam perjanjian; dan
Kedua, mengapa masa antara diterimanya pernyataan dan diterimanya dua
perjanjian begitu lama.
Waktu menyusun suatu perumusan untuk perjanjian yang diusahakan
sebagai tindak lanjut dari pernyataan, ternyata bahwa ada perbedaan yang
agak menyolok antar sifat hak- hak tradisionil seperti kebebasan
mengeluarkan pendapat, hak atas kedudukan sama di muka hukum, dan
sifat hak – hak baru di bidang ekonomi dan social, seperti hak atas
penghidupan yang layak, atau hak untuk memperoleh pengajaran. Hak
– hak sipil dan politik agak mudah dirumuskan. Sebaliknya, hak – hak
ekonomi jauh lebih sukar diperinci(misalnya, konsep”penghidupan yang
layak’ akan berbeda sekali di Negara yang kaya dan Negara yang miskin).
Hak – hak politik pada hakekatnya mempunyai sifat melindungi individu
terhadap penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak penguasa. Jadi, untuk
melaksanakan hak – hak politik itu sebenarnya cukup dengan mengatur
peranan pemerintah melalui perundang – undangan, agar campur
tangannya dalam kehidupan warga masyarakat tidak melampaui batas –
batas tertentu. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan hak – hak
ekonomi, malahan kebalikannya, untuk melaksanakanya tidak cukup hanya
membuat undang – undang, akan tetapi pemerintah harus secara
aktifmenggali sumber kekayaan masyarakat dan mengatur kegiatan
ekonomi sedemikian rupa sehingga tercipta iklim di mana hak – hak
ekonomi, seperti hak atas pekerjaan, hak atas penghidupan yang layak,
betul – betul dapat dilaksanakan. Kegiatan yang menyeluruh itu akan
42

mendorong pemerintah untuk mengatur dan mengadakan campur tangan


yang luas dalam banyak aspek kehidupan masyarakat, dengan sehala
konsekwensinya.
Perbedaan juga dapat dilihat pada mekanisme pengawasan. Disadari
bahwa pelaksanaan hak – hak ekonomi bagi banyak Negara merupakan
tugas yang sukar dilaksanakan secara sempurna; maka dari itu dalam
perjanjian tentang hak – hak ekonomi ditentukan bahwa setiap Negara
yang mengikat diri cukup member laporan kepada Perserikatan Bangsa –
Bangsa mengenai kemajuan yang telah dicapai. Pada hakekatnya perjanjian
ini hanya menetapkan kewajiban bagi Negara – Negara yang bersangkutan
untuk mengusahakan kemajuan dalam bidang – bidang itu, tetpi tidak
bermaksud untuk mengadakan pengawasan secara efektif.
Sebaliknya anggapan bahwa hak – hak politik harus dapat dilaksanakan
secara efektif, dan pemikiran ini tercermin dalam ketentuan yang termuat
dalam perjanjian tentang hak – hak sipil dan politik, bahwa didirakan suatu
panitia hak – hak Azasi(Human Rights Committee) yang berhak meneriman
serta menyelidiki pengaduan dari suatu Negara terhadap Negara lain dalam
hal terjadinya pelanggaran terhadap suatu ketentuan dalam perjanjian itu.
Disamping perjanjian tentang hak – hak sipil dan politik juga disusun
Optional Protocol yang menetapkan bahwa panitia Hak – Hak Azasi juga
dapat menerima pengaduan dari perseorangan terhadap Negara yang telah
menandatangani optional protocol itu jika terjadi pelanggaran terhadap
ketentuan – ketentuan perjanjian hak – hak sipil dan politik.
Dalam menjawab pertanyaan mengapa diperlukan waktu begitu lama
untuk menyusun dua perjanjian tadi, perlu diteropong perbedaan sifat
antara pernyataan dan perjanjian. Dalam tubuh komisi hak – hak Azasi
(comimission on Human Rights) yang didirikan pada tahun 1946 telah
timbul perselisihan apakah naskah yang telah disusun akan mempunyai
kedudukan sebagai hukum positif yang wajib dilaksanakan oleh Negara –
Negara yang mengikat diri, ataukahhanya berfungsi sebagai pedoman.
Maka diputuskan bahwa tugas komisi Hak – Hak Azasi akan
diselenggarakan dalam dua tahap. Pada tahap pertama akan diusahakan
untuk merumuskan secara singkat hak – hak Azasi serta kebebasan –
kebebasan manusia yang menurut pasal 55 Piagam Perserikatan Bangsa –
Bangsa, wajib diperkembangkan oleh Perserikatan Bangsa – Bangsa. Dalam
tahap kedua akan disusun “ sesuatu yang lebih mengikat dari pada
pernyataan belaka”(something more legally binding than a mere
Declaration)3 dan bahwa naskah itu akan berbentuk perjanjian ( Covenant).
Ditentukan pula bahwa pada tahap kedua ini prosedur serta aparatur
pelaksanaan dan pengawasan akan diperinci.
Dengan demikian pernyataan pada umumnya dianggap tidak mengikat
secara yuridis dank arena itu sering dinamakan suatu pernyataan keinginan
43

– keinginan manusia (Declaration of Human Desires). Pernyatan ini


dimaksud sebagai tujuan dan standar minimum yang dicita – citakan oleh
umat manusia dan yang pelaksananya di bina oleh Negara – Negara yang
tergabung dalam perserikatan bangsa – bangsa. Akan tetapi, sekalipun
tidak mengikat secara yuridis, namun dokumen ini mempunyai pengaruh
moril, politik dan edukatif yang sangat besar. Dia melambangkan “
commitment” secara moril dari dunia internasional pada norma – norma
dan hak – hak azasi. Pengaruh moril dan politik ini terbukti dari sering
disebutnya dalam keputusan – keputusan hakim, undang – undang ataupun
undang – undang dasar beberapa Negara, apalagi oleh perserikatan Bangsa
– Bangsa sendiri.
Kesukaran yang dijumpai dalam usaha untuk mencapai kata sepakat
mengenai perjanjian ialah bahwa implementasi hak – hak Azasi menyangkut
masalah hokum internasional yang sangat rumit sifatnya, seperti masalah
kedaulatan suatu Negara, kedudukan individu sebagai subyek hukum
international dan soal “ domestic Jurisdiction” dalam Piagam Perserikatan
Bangsa – Bangsa.
Akan tetapi, kesukaran terbesar yang dijumpai ialah bahwa pelaksanaan
hak – hak Azasi harus disesuaikan dengan keadaan dalam Negara
masing – masing. Dan ternyata bahwa hak – hak Azasi yang dalam
pernyataan dirumuskan dengan gaya yang gamblang dan seolah – olah
tanpa batas, terpaksa dalam perjanjian dinyatakan sebagai terbatas oleh
dua hal: pertama, oleh undang – undang yang berlaku; dan kedua, oleh
pertimbangan ketertiban dan keamanan nasional dalam masing – masing
Negara. Misalnya , hak atas kebebasan untuk memepunyai dan
mengutarakan pendapat yang disebut dalam pernyataan, dalam perjanjian
tentang hak – hak sipil dan politik dinyatakan terbatas oleh undang –
undang yang berlakuyang “ perlu untuk menghormati hak dan nama baik
orang lain serta untuk menjaga keamanan nasional atau ketertiban umum
atau kesehatan atau moral umum”(pasal 19). Demikian pula hak untuk
berkumpul dan berapat dinyatakan terkena pembatasan – pembatasan
yang sesuai dengan undang – undang dan yang “ dalam masyarakat
demokrastis diprlukan demi kepentingan kepentingan keamanan nasional
atau keselamatan umum, ketertiban umum, perlindungan terhadap
kesehatan dan moral umum atau perlindungan terhadap hak – hak dan
kebebasan – kebebasan orang lain”(pasal 12)
Kalau jalanya ratifikasi dua perjanjian mengambil waktu yang lama,
tetapi di tingkat regional, teerutama di Eropa Barat, pelaksanaan hak – hak
azasi telah dapat diselenggarakan dengan lebih memuaskan. Negara –
Negara yang tergabung dalam Council of Europe( majelis Eropa) telah
menandatangani Convention for the Protection of Human Rights and
Fundamental Freedoms di Roma pada tahun 1950. Dengan demikian
44

Negara – Negara yang tergabung dalam council of Europe merupakan


badan international pertama yang telah menuangkan ketentuan –
ketentuan pernyataan Hak – Hak Azasi kedalam perjanjian international
yang mengikat semua Negara peserta. Juga telah didirikan lembaga –
lembaga untuk melaksanakanya, seperti European Court Of Human
Rights(mahkamah eropa hak –hak Azasi) yang mulai bekerja pada tahun
1959, sekalipun dalam ruang lingkup terbatas, yaitu di Austria, Belgia,
Denmark, Iceland, Irlandia, Luxemburg, Negeri Belanda, Norwegia, Swedia
dan Jerman Barat.
Kemajuan juga dapat di catat dalam perumusan beberapa bidang
khusus. Telah diterima bermacam – macam Convention(perjanjian) seperti:
convention mengenai genocide (1948), mengenai kerja paksa( 1957),
mengenai diskriminasi berdasarkan kelamin (antara 1951 dan 1962) serta
mengenai dikriminasi berdasarkan ras (1965). Convention ini telah
menentukan standar international dan menetapkan pula tindakan preventif
dan korektif yang mengikat secara yuridis.
Akhirnya, sebagai ilustrasi, ada baiknya di bawah ini disajikan
perumusan beberapa hak azasi yang dimuat dalam perjanjian hak – hak
sipil dan politik dan perjanjian hak – hak ekonomi, Sosial dan Budaya.
Kedua naskah perjanjian dimulai dengan pasal yang sama bunyinya dan
yang mungkin dianggap sebagai dasar dari semua macam hak azasi, yaitu:
All peoples have the rights of self- determination. By virtue of that right
they freely determine their political status and freely pursue their
economical, social and cultural development, (semua orang mempunyai hak
untuk menentukan nasib sendiri. Berdasarkan hak itu mereka secara bebas
menentukan status politik mereka dan secara bebas mengejar
perkembangan mereka dibidang ekonomi, social dan budaya).

Hak – hak Sipil politik mencakup antara lain: Pasal 6 : Right to life – hak atas
hidup
Pasal 9 : Right to liberty and security of pearson – hak atas kebebasan
dan keamanan dirinya

Pasal 14 : Right of equality before the courts and tribunals – hak atas
kesamaan di muka badan – badan peradilan.

Pasal 18 : Right to freedom of thought, conscience and religion – hak atas


kebebasan berfikir, mempunyai consciences, beragama.

Pasal 19 : Right to hold opinions without interference – hak untuk


mempunyai tanpa mengalami gangguan.

Pasal 21 : Right to peaceful assembly – hak atas kebebasan berkumpul secara


damai.
45

Pasal 22 : Right to freedom of association – hak untuk berserikat. Hak – hak


Ekonomi, Sosial dan budaya mencakup antar lain: Pasal 6 : Right
to work – hak atas pekerjaan.
Pasal 8 : Right to form trade unions – hak untuk membentuk serikat sekerja
Pasal 9 : Right to social security – hak atas pension

Pasal 11 : Right to an adequate standard of living for himself and his family,
including adequate food, cloting and housing – hak atas tingkat
kehidupan yang layak bagi dirinya serta keluarganya, termasuk
makanan, pakaian dan perumahan yang layak.

Pasal 13 : Right to education – hak atas pendidikan

3. BENTUK- BENTUK HAK ASASI MANUSIA


Dalam bahasan kali ini akan disampaikan tentang bentuk-bentuk HAM,
yaitu:
1. Hak Sipil dan Hak Politik
1) Hak untuk hidup, kebebasan dan keamanan pribadi
2) Hak bergerak
3) Hak atas satu kebangasaan
4) Hak untuk berhimpun dan berserikat
5) Hak untuk mempunyai hak milik Dsb.
2. Hak Ekonomi dan Hak Sosial- Budaya.
1) Hak untuk bekerja
2) Hak atas jaminan sosial
3) Hak atas pendidikan
4) Hak atas istirahat dan waktu senggang
5) Hak atas upah yang sama untuk pekerjaan yang sama, dsb.
Sementara itu dalam UUD 1945(amandemen I-IV UUD 1945) memuat
hak asasi manusia yang terdiri dari hak:
1) Hak kebebasan untuk mengeluarkan pendapat
2) Hak kedudukan yang sama di dalam hukum
3) Hak kebebasan berkumpul
4) Hak kebebasan beragama
5) Hak penghidupan yang layak
6) Hak kebebasan berserikat
7) Hak memperoleh pengajaran atau pendidikan
46

Selanjutnya operasional beberapa bentuk HAM yang terdapat dalam UU


Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM sebagai berikut:
1) Hak untuk hidup
2) Hak berkeluarga dan menjutkan keturunan
3) Hak mengembangkan diri
4) Hak memperoleh keadilan
5) Hak atas kebebasan pribadi
6) Hak atas rasa aman
7) Hak atas kesejahteraan
8) Hak turut serta dalam pemerintahan
9) Hak wanita
10) Hak anak

BAB V
WAWASAN KEBANGSAAN

1. Latar Belakang Konsepsi Wawasan Nusantara

Latar belakang yang mempengaruhi tumbuhnya konsespi wawasan


nusanatara adalah sebagai berikut :
47

- Falsafah Pancasila
Pancasila merupakan dasar dalam terjadinya wawasan nusantara dari
nilai- nilai yang terdapat dalam Pancasila. Nilai-nilai tersebut antara lain
sebagai berikut..
 Penerapan HAM (Hak Asasi Manusia). misalnya pemberian
kesempatan dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agama yang
dianutnya.
 Mengutamakan pada kepentingan masyarakat dari pada
kepentingan indivud dan golongan
 Pengambilan keputusan berdasarkan dalam musyawarah mufakat.
- Aspek Historis
Dari segi sejarah, bahwa bangsa Indonesia menginginkan menjadi
bangsa yang bersatu dengan wilayah yang utuh adalah karena dua hal
yaitu :
a. Kita pernah mengalami kehidupan sebagai bangsa yang terjajah dan
terpecah, kehidupan sebagai bangsa yang terjajah adalah
penederitaaan, kesengsaraan, kemiskinan dan kebodohan. Penjajah
juga menciptakan perpecahan dalam diri bangsa Indonesia.
b. Politik Devide et impera. Dengan adanya politik ini orang-orang
Indonesia justru melawan bangsanya sendiri. Dalam setiap
perjuangan melawan penjajah selalu ada pahlawan, tetapi juga ada
pengkhianat bangsa.Kita pernah memiliki wilayah yang terpisah-
pisah, secara historis wilayah Indonesia adalah wialayah bekas
jajahan Belanda . Wilayah Hindia Belanda ini masih terpisah-pisah
berdasarkan ketentuan Ordonansi 1939 dimana laut territorial Hindia
Belanda adalah sejauh 3 (tiga) mil. Dengan adanya ordonansi
tersebut , laut atau perairan yang ada diluar 3 mil tersebut
merupakan lautan bebas dan berlaku sebagai perairan internasional.
Sebagai bangsa yang terpecah-pecah dan terjajah, hal ini jelas
merupakan kerugian besar bagi bangsa Indonesia.Keadaan tersebut
tidak mendudkung kita dalam mewujudkan bangsa yang merdeka,
bersatu dan berdaulat.Untuk bisa keluar dari keadaan tersebut kita
membutuhkan semangat kebangsaan yang melahirkan visi bangsa
yang bersatu. Upaya untuk mewujudkan wilayah Indonesia sebagai
wilayah yang utuh tidak lagi terpisah baru terjadi 12 tahun kemudian
setelah Indonesia merdeka yaitu ketika Perdana Menteri Djuanda
mengeluarkan pernyataan yang selanjutnya disebut sebagai
Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957. Isi pokok dari deklarasi
tersebut menyatakan bahwa laut territorial Indonesia tidak lagi
sejauh 3 mili melainkan selebar 12 mil dan secara resmi
menggantikam Ordonansi 1939. Dekrasi Djuanda juga dikukuhkan
dalam UU No.4/Prp Tahun 1960 tenatang perairan Indonesia yang
48

berisi :
1. Perairan Indonesia adalah laut wilayah Indonesia beserta
perairan pedalaman Indonesia
2. Laut wilayah Indonesia adalah jalur laut 12 mil laut
3. Perairan pedalaman Indonesia adalah semua perairan yang
terletak pada sisi dalam dari garis dasar.
Keluarnya Deklarasi Djuanda melahirkan konsepsi wawasan
Nusantara dimana laut tidak lagi sebagai pemisah, tetapi sebagai
penghubung.UU mengenai perairan Indonesia diperbaharui dengan UU
No.6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.
Deklarasi Djuanda juga diperjuangkan dalam forum internasional.
Melalui perjuangan panjanag akhirnya Konferensi PBB tanggal 30 April
menerima “ The United Nation Convention On The Law Of the
Sea”(UNCLOS) . Berdasarkan Konvensi Hukum Laut 1982 tersebut
Indonesia diakui sebagai negara dengan asas Negara Kepulauan
(Archipelago State).
- Aspek Geografis dan Sosial Budaya
Dari segi geografis dan Sosial Budaya, Indonesia meruapakan
negara bangsa dengan wialayah dan posisi yang unik serta bangsa yang
heterogen. Keunikan wilayah dan dan heterogenitas menjadikan bangsa
Indonesia perlu memilikui visi menjadi bangsa yang satu dan utuh .
Keunikan wilayah dan heterogenitas itu anatara lain sebagai berikut :
1. Indonesia bercirikam negara kepulauan atau maritim
2. Indonesia terletak anata dua benua dan dua sameudera(posisi
silang)
3. Indonesia terletak pada garis khatulistiwa
4. Indonesia berada pada iklim tropis dengan dua musim
5. Indonesia menjadi pertemuan dua jalur pegunungan yaitu
sirkumpasifik dan Mediterania
6. Wilayah subur dan dapat dihuni
7. Kaya akan flora dan fauna dan sumberdaya alam
8. Memiliki etnik yang banyak sehingga memiliki kebudayaan yang
beragam
9. Memiliki jumlah penduduk dalam jumlah yang besar.
- Aspek Geopolitis dan Kepentingan Nasional
Prinsip geopolitik bahwa bangsa Indonesia memanndang wikayahnya
sebagai ruang hidupnya namun bangsa Indonesia tidak ada semangat
untuk memperluas wilayah sebagai ruang hidup (lebensraum). Salah satu
kepentingan nasional Indonesia adalah bangaimanan menjadikan bangsa
dan wilayah negara Indonesia senantiasa satu dan utuh. Kepentingan
nasional itu merupakan turunan lanjut dari cita-cita nasional, tujuan
nasional maupun visi nasional.
49

2. Pengertian Geopolitik
Kata geopolitik berasal dari kata geo dan politik.“Geo” berarti bumi
dan “Politik” berasal dari bahasa Yunani politeia, berarti kesatuan
masyarakat yang berdiri sendiri (negara) dan teia yang berarti urusan.
Sementara dalam bahasa Inggris, politics adalah suatu rangkaian asas
(prinsip), keadaan, cara, danalat yang digunakan untuk mencapai cita-cita
atau tujuan tertentu. Dalam bahasa Indonesia, politik dalam arti politics
mempunyai makna kepentingan umum warga negara suatu bangsa. Politik
merupakan suatu rangkaian asas, prinsip, keadaan, jalan, cara, dan alat
yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu yang kita
kehendaki.Sedangkan menurut para ahli, Geopolitik adalah : Menurut
Rudolf Kjellén, seorang ilmuwan politik Swedia, pada awal abad ke-20
Geopolitik adalah seni dan praktek penggunaan kekuasaan politik atas
suatu wilayah tertentu.Secara tradisional, istilah ini diterapkan terutama
terhadap dampak geografi pada politik, tetapi penggunaannya telah
berkembang selama abad ke abad yang mencakup konotasi yang lebih
luas.
1. Menurut Hagget, Geografi Politik merupakan cabang geografi
manusia yang bidang kajiannya adalah aspek keruangan
pemerintahan atau kenegaraan yang meliputi hubungan regional
dan internasional, pemerintahan atau kenegaraan dipermukaan
bumi. Dalam geografi politik,lingkungan geografi dijadikan sebagain
dasar perkembangan dan hubungan kenegaraan. Bidang kajian
geografi politik relatif luas, seperti aspek keruangan, aspek politik,
aspek hubungan regional, dan internasional.
2. Frederich Ratzel (1844-1904) berpendapat bahwa negara itu seperti
organisme yang hidup. Negara identik dengan ruang yang ditempati
oleh sekelompok masyarakat (bangsa). Pertumbuhan negara mirip
dengan pertumbuhan organisme
yang memerlukan ruang hidup (lebensraum) yang cukup agar
dapat tumbuh dengan subur. Makin luas ruang hidup maka negara
akan semakin bertahan, kuat, dan maju.
3. Karl Haushofer (1896-1946) melanjutkan dua pandangan
sebelumnya. Jika jumlah penduduk suatu wilayah negara semakin
banyak sehingga tidak sebading lagi dengan luas wilayah, maka
negara tersebut harus berupaya memperluas wilayahnya sebagai
ruang hidup bagi warga negara.
4. Halford Mackinder (1861-1947) mempunyai konsepsi geopolitik
yang lebih strategik, yaitu dengan penguasaan daerah-daerah
‘jantug’ dunia,sehingga pendapatnya dikenal dengan teori Daerah
Jantung.
5. Alfred Thayer Mahan (1840-1914) mengembangkan lebih lanjut
50

konsepsi geopolitik dengan memperhatikan perlunya memanfaatkan


serta mempertahankan sumber daya laut, termauk akses ke laut.
Muncul konsep Wawasan Bahari atau konsep kekuatan di laut.
Barang siapa menguasai lautan akan menguasai kekayaan dunia.
6. Guilio Douhet (1869-1930) dan William Mitchel (1878-1939)
mempunyai pendapat lain dibandingkan dengan para
pendahulunya. Keduanya melihat kekuatan dirgantara lebih
berperan dalam memenangkan peperangan melawan musuh. Untuk
itu mereka berkesimpulan bahwa membangun armada atau
angkutan udara lebih menguntungkan sebab angkatan udara
memungkinkan beroprasi sendri tanpa dibantu angkatan lain.
Secara umum geopolitik adalah cara pandang dan sikap bangsa
Indonesia mengenai diri, lingkungan, yang berwujud Negara kepulauan
berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

3. Pandangan-Pandangan Ahli Geopolitik


Berikut beberapa pandangan-pandangan geopolitik dari ahli
geopolitik :
1. Pandangan atau Ajaran Frederich Ratzel
Pada abad ke -19, frederich ratzel merumuskan untuk pertama kalinya
ilmu bumi politik sebagai hasil penelitiaannya yang ilmiah dan universal.
Pokok – pokok ajaran frederich sebagai berikut.
- Dalam hal – hal tertentu pertumbuhan Negara dapat dianalogikan
dengan pertumbuhan organisme yang memerlukan ruang lingkup,
melalui proses lahir, tumbuh, berkembang, mempertahankan hidup,
menyusut dan mati.
- Negara identik dengan suatu ruang yang di tempati oleh kelompok
politik dalam arti kekuatan. Makin luas potensi tersebut, makin
besar kemun gkinan kelompok politik itu tumbuh.
- Suatu bangsa dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya
tidak lepas dari hokum alam.
3. Pandangan atau Ajaran Rudolf kjellen
Kjellen melanjutkan ajaran rathel tentang teori organism.
- Negara merupakan satuan biologis, suatu organisme hidup, yang
memiliki intelektual. Negara dimingkinkan untuk memperoleh ruang
yang cukup luasagar kemampuan dan kekuatan rakyatnya dapat
berkembang secara bebas.
51

- Negara merupakan suatu system politik/ pemerintahan yang meliputi


bidang – bidang: geopolitik, ekonomi politik, demo politik, social politik,
dan krato politik.
- Negara tidak harus bergantung pada sumber pembekalan luar.
4. Pandangan ajaran Karl Haushofer
Pandangan karl Haushofer berkembang di jerman ketika Negara ini berada
dibawah kekuasaan adolft hilter. Haushofer menganut teori/ pandangan
klellen yaitu:
- Kehausan imperium daratan yang kompak akan dapat mengejar
kekuasaan imperium maritime untuk menguasai penguasaan laut.
- Beberapa Negara besar di dunia akan timbul dan akan menguasai
eropa, afrika, asia barat, serta jepang di asia timur.
5. Pandangan atau ajaran Sir Halford Mackinder
Teori ahli geopolitik ini pada dasarnya menganut “ konsep kekuatan” dan
mencetuskan wawasan benua yaitu konsep kekuatan di darat. Ajarannya
mengatakan: barang siapa dapat menguasai “ daerah jantung” yaitu Eurasia
(eropa asia), ia akan dapat menguasai pulau dunia.
5. Pandangan atau Ajaran Sir Walter Raleigh dan Alfred Thyer Mahan
Kedua ahli ini mempunyai gagasan “wawasan bahari” yaitu kekuatan
lautan. Ajarannya mengatakan bahwa barang siapa menguasai lautan akan
menguasai “perdagangan” menguasai perdagangan berart menguasai “
kekayaan dunia” Sehingga akhirnya menguasai dunia.
6. Pandangan atau Ajaran Wmithel, a Savesky, Giulio, dan Jhon Frederik
Charles Fuller
Keempat ahli geopolitik ini berpendapat bahwa kekuatan justru yang
paling menentukan. Mereka melahirkan teori “ wawasan dirgantara” yaitu
konsep kekuatan di udara. Kekuatan di udara hendaknya mempunyai daya
yang dapat di andalkan.
7. Ajaran Nicholas j. Spykman
Ajaran ini menghasilkan teory yang dinamakan teory daerah batas
(rimland), yaitu wawasan kombinasi yang menggabungakan kekuatan darat,
laut, dan udara.

4. Teori Kekuasaan dan Geopolitik Indonesia


Ajaran Wawasan Nasional indonesia dikembangkan berdasarkan teori
wawasan nasional secara universal. Wawasan tersebut dibentuk dan dijiwai
oleh Paham Kekuasaan bangsa Indonesia dan Geopolitik Indonesia.
1. Paham Kekuasaan bangsa Indonesia
Menganut paham tentang “perang dan damai” yaitu : “Bangsa
Indonesia cinta damai, tetapi lebih cinta kemerdekaan dan kedaulatannya”.
Artinya bahwa hidup di antara sesama warga bangsa dan bersama bangsa
52

lain di dunia merupakan kondisi yang terus menerus perlu diupayakan.


Sedangkan penggunaan kekuatan nasional dalam wujud perang hanyalah
digunakan untuk mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan, martabat
bangsa dan integritas nasional, serta sedapat mungkin diusahakan agar
wilayah nasional tidak menjadi ajang perang. Konsekuensinya, bangsa
Indonesia harus merencanakan, mempersiapkan, dan mendayagunakan
sumber daya nasional secara tepat dan terus menerus sesuai dengan
perkembangan zaman.
2. Paham Geopolitik Indonesia
Pemahaman tentang negara Indonesia menganut paham negara
kepulauan, yaitu paham yang dikembangkan dari asas archipelago yang
memang berbeda dengan pemahaman archipelago di negara-negara Barat
pada umumnya. Menurut paham Barat, laut berperan sebagai ‘pemisah”
pulau. Sedangkan menurut paham Indonesia laut adalah “penghubung”
sehingga wilayah negara menjadi satu kesatuan yang utuh sebagai “Tanah
Air” dan disebut “Negara Kepulauan”.

5. Wawasan Kekuatan Geopolitik


Sehubungan dengan konsep geopolitik sebagai suatu wawasan, yang
berintikan pada kekuatan, maka pelu juga diketahui beberapa konsep tentang
kekuatan. Kekuatan sebagai suatu wawasan dapat dibedakan menjadi
empat macam, yaitu
(1) wawasan benua, (2) wawasan bahari, (3) wawasan dirgantara, (4)
wawasan kombinasi.
Wawasan kombinasi yang memengaruhi juga wawasan Nusantara
sebagai wawasan kekuatan.Wawasan Benua.
Wawasan benua mendasarkan pada konsep kekuatan di darat,
yang dikemukakan oleh Sir Halford Mackinder (1861-1947) dan Karl
Haushofer. Menurut pendapat mereka, negara yang menguasai
daerah Eropa Timur maka akan menguasai jantung yang berarti
menguasai pulau dunia (Eurasia-Afrika), dan yang dapat menguasai
pulau dunia adalah akan menguasai dunia.
1) Wawasan Bahari.
Wawasan bahari mendasarkan pada konsep kekuatan di lautan.
Tokohnya adalah Sir Walter Raleigh (1554-1618) yang menyatakan “
siapa yang menguasai lautan akan menguasai perdagangan, dan
siapa yang menguasai perdagangan berarti akan menguasai dunia”.
Tokoh lainnya Alfred Thayer Mahan (1840-1914), yang
mengemukakan bahwa kekuatan laut sangat vital bagi pertumbuhan,
kemakmuran, dan keamanan nasional.
2) Wawasa Dirgantara.
Wawasan dirgantara mendasarkan pada konsep kekuatan di
53

udara yang dikemukakan oleh Guilio Douchet (1869-1930), J.F.


Charles Fuller (1878-......), William Billy Mitchell (1877-1946), A.
Savesnsky (1894-
......). menurut konsep ini, kekuatan di udara merupakan daya tangkis
yang ampuh terhadap segala ancaman, dan dapat melumpuhkan
kekuatan lawan dengan penghancuran sehingga tidak mampu lagi
bergerak menyerang.
3) Wawasan Kombinasi.
Wawasan kombinasi merupakan integrasi ketiga wawasan, yaitu
wawasan benua, wawasan bahari, dan wawasan dirgantara, yang
mencakup pula teori daerah batas (Rimland) dari Nicholas J. Spykman
(1893-1943). Teori Spykman inilah pada dasarnya yang melandasi
wawasan kombinasi, dan banyak memberikan inspirasi kepada
negarawan, ahli-ahli geopolitik dan strategi untuk menyusun
kekuatan negara dewasa ini.
54

BAB VI
SKENARIO WAWASAN NUSANTARA
Tujuan Pembelajaran :
a) Mampu memahami dan menganalisis hubungan antara Pancasila, UUD
NRI 1945, dan Wawasan Nusantara.
b) Mampu mengidentifikasi pentingnya pemahaman Wawasan Nusantara
dalam menjaga keutuhan Negara Republik Indonesia.
c) Mampu menganalisis pemahaman Wawasan Nusantara dalam
mewujudkan tujuan nasional yang tercantum dalam Pembukaan UUD NRI
1945.
d) Mampu mengevaluasi implementasi Wawasan Nusantara dalam konsep
pemerintah otonomi daerah demi terwujudnya tujuan nasional.
Pengertian Geopolitik dan Teori Geopolitik
Geopolitik dapat diartikan sebagai sistem politik atau peraturan-peraturan
dalam wujud kebijakan dan strategi nasional yang didorong oleh aspirasi nasional
geografik (pertimbangan geografi, wilayah teritorial) suatu negara, yang jika
dilaksanakan akan
berdampak langsung atau tidak langsung pada sistem politik suatu negara.
Sebaliknya politik negara tersebut secara langsung maupun tidak langsung juga
akan berdampak pada geografi negara yang bersangkutan. (Kaelan MS, 2007; 122)
Jika dirunut dari asal katanya berasal dari kata Ge/Geo berarti bumi dan
Politik berarti pengaturan hidup bersama. Dengan sederhana dapat dikatakan bahwa
Geopolitik adalah pengaturan dan pengelolaan (politik) yang berkenaan dan
berlangsung di atas letak tanah wilayah geografis di bumi itu sendiri (Pusat Studi
Kewiraan UB, 1980: 34)
Istilah Geopolitik semula diartikan oleh Frederich Ratzel sebagai ilmu bumi
politik (Political Geography). Namun kemudian istilah ini kemudian dikembangkan
diperluas oleh ilmuan politik Swedia, Rudolf Kjellen (1864-1922) dan Karl Haushofer
(1869-1964) dari Jerman menjadi Geografical Politics dan disingkat Geopolitik.
Perbedaan istilah tersebut terletak pada tekanan pada politik ataukah pada geografi.
Ilmu politik bumi (Political Geography) lebih menekankan dan mempelajari geografi
dari aspek politik, sedangkan geopolitik mempelajari fenomena politik dari aspek
geografi.
Geopolitik merupakan dasar pertimbangan dalam menentukan kebijakan
nasional untuk mewujudkan tujuan tertentu. Prinsip-prinsip geopolitik selanjutnya
juga digunakan untuk membangun sebuah wawasan nasional. Pengertian geopolitik
55

sudah dipraktekkan sejak abab 19, namun pengertiannya baru tumbuh pada awal
abad 20 sebagai ilmu penyelenggaraan negara berkait dengan kebijakan masalah-
masalah geografi wilayah yang menjadi tempat tinggal suatu bangsa (Kaelan MS,
2007: 129).
a. Pandangan Geopolitik Ratzel dan Kjellen
Frederich Razel pada akhir abad ke -19 mengembangkan sebuah konsepsi
geopolitik yang berasumsi bahwa negara dari sudut ruang yang ditempati oleh
kelompok masyarakat politik (bangsa) sangat mirip sebuah organisme (mahluk
hidup). Oleh karena itu ia sangat ditentukan dan terikat dengan hukum alam.
Sebagai konsekuensinya, jika ingin tetap terus ada (exist) dan berkembang, maka
ia harus berusaha mengembangkan dirinya (yakni melalui hukum ekspansi/perluasan
wilayah). Dari sinilah maka kita mengenal konsep kolonialisme dan imperialisme.
Senada dengan Razel, Rudolf Kjellen juga mengembangkan konsep bahwa
negara adalah satuan/sudut ruang yang mirip organisme, seturut dengan konsep
ekspansionismenya. Namun begitu Kejellen sangat menekankan konsep
ekspansionisme yang didasarkan oleh intelektualisme, yakni sebuah negara harus
mempunyai kapasitas intelektual untuk mempertahankan dan mengembangkan
wilayahnya yang mencakup geopolitik, ekonomi politik, kratopolitik, dan sosio politik.
Dalam rangka mengajukan paham ekspansionismenya (dalam
mempertahankan dan mengembangkan wilayahnya), lebih lanjut Kjellen
menekankan sekaligus mengajukan langkah strategis untuk memperkuat negara
dengan cara membangun kekuatan daratan (kontinental) dan kekuatan bahari
(maritim). Pandangan Ratzel dan Kjellen secara umum sama, yakni mereka
memandang bahwa pertumbuhan negara mirip dengan pertumbuhan organisme
yang terikat dengan syarat-syarat: yakni memerlukan ruang hidup (lebensraum),
mengenal proses lahir, tumbuh, mempertahankan hidup, menyusut, dan mati. Dari
prinsip ini keduanya menyetujui paham ekspansionisme yang kemudian melahirkan
konsep “adu kekuatan” (Power Politics atau Theory of Power) (Kaelan, 2007: 129-
130).
b. Pandangan Haushofer
Padangan Haushofer tentang geopolitik berkembang di era pemerintahan
Nazi dibawah pimpinan Adolf Hitler yang menekankan pentingnya ekspansionisme
yang dilandasi oleh ideologi fasisme yang saat itu sedang berkembang. Oleh karena
itu pandangan tersebut juga diterapkan dan dikembangkan juga di Jepang dalam
ajaran Hako Ichiu yang dilandasi oleh semangat militerisme dan fasisme. Dalam
rangka peneguhan semangat fasisme itulah pandangan Haushofer berkembang.
Pokok-pokok ajaran haushofer tentang geopolitik sebagai berikut:
1. Suatu bangsa layaknya organisme untuk mempertahankan kehidupannya
perlu mengembangkan paham ekspansionisme, karena terikat dengan
hukum alam. Akibatnya secara logis diterima pandangan bahwa hanya
bangsa yang unggullah yang dapat terus bertahan hidup dan terus
berkembang.
56

2. Kekuasaan imperium daratan yang kompak akan dapat mengejar


kekuasaan imperium Maritim untuk menguasai kekuasaan laut.
3. Beberapa negara besar di dunia akan timbul dan akan menguasai Eropa,
Afrika, Asia Barat (Jerman dan Italia) serta Jepang di Asia Timur Raya.
4. Rumusan Haushofer lainnya adalah Geopolitik adalah doktrin negara yang
menitikberatkan soal strategi perbatasan. Ruang hidup bangsa dan
tekanan-tekanan kekuasaan dan sosial rasial mengharuskan pembagian
baru kekayaan alam di dunia. Geopolitik adalah landasan bagi tindakan
politik dalam perjuangan mendapat ruang hidup (Soemarsono, 2001: 61
dan Kaelan, 2007: 130-1).

Geopolitik Indonesia
Setelah dipaparkan mengenai pandangan Ratzer, Kjellen dan Haushofer
mengenai konsep negara atau geopolitik secara luas, bagaimana pandangan bangsa
Indonesia terkait Geopolitik. Apakah geopolitik Indonesia memiliki persamaan
dengan pandangan geopolitik tokoh-tokoh di atas atau justru memiliki pandangan
geopolitik sendiri yang berbeda?
Secara umum, geopolitik Indonesia didasarkan pada nilai-nlai yang tercantum
dalam sila-sila Pancasila, khususnya terkait nilai ketuhanan dan kemanusiaan yang
luhur yang jelas dan tegas tertuang dalam pembukaan UUD 1945. Bangsa Indonesia
adalah bangsa yang cinta damai namun lebih cinta kemerdekaan. Bangsa Indonesia
sangat menentang penjajahan (ekspansionisme) di muka bumi ini karena tidak
sesuai dengan perikemanusian dan keadilan. Oleh karenanya bangsa Indonesia
sangat menolak paham ekspansionisme apalagi rasialisme, karena dimata tuhan
setiap orang mempunyai martabat luhur yang sama yang berdasarkan nilai
ketuhanan dan kemanusiaan.
Dalam konteks Indonesia, geopolitik disebut dengan istilah Wawasan
Nusantara. Berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 1993
dan 1998 tentang GBHN, wawasan nusantara adalah:
“….merupakan wawasan nasional merupakan wawasan yang bersumber
pada Pancasila dan berdasarkan Undang-Undang 1945 adalah cara pandang
dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya dengan
mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah
dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara
untuk mencapai tujuan nasional”.
Pengertian wawasan nusantara/nasional menurut Prof. Dr. Wan Usman
(Ketua Program S-2 PKN UI): “Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa
Indonesia
mengenai diri dan tanah airnya sebagai negara kepulauan dengan semua aspek
kehidupan yang beragam”.
57

Sedangkan menurut Kelompok kerja Wawasan Nusantara, yang diusulkan


menjadi ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat dan dibuat di Lemhanas tahun
1999 adalah sebagai berikut:
“Cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya
yang serbaberagam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan
dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara mencapai tujuan
nasional”. (Soemarsono dkk, 2001: 82).
Dari konsep ini jelas sekali bahwa konsep geopolitik Indonesia berbeda
dengan konsep geopolitik yang memandang negara adalah organisme—yang untuk
mempertahankan hidupnya secara alami—harus (berekspansi) atau mengekspansi
wilayah (lain)nya. Karena bagi bangsa Indonesia, ekspansi wilayah atau penjajahan
secara umum bertolak belakang dengan nilai-nilai kemanusian dan ketuhanan.
Selain itu terkait dengan hubungan internasional, pandangan geopolitik Bangsa
Indonesia berpijak pada paham nasionalisme kebangsaan. Atau tersirat dalam
Pidato Pancasila Soekarno Yakni “sebuah paham kebangsaan yang bukan
menyendiri, bukan chauvinisme, melainkan kebangsaan yang menuju persatuan
dunia, persaudaraan dunia”. Sebuah negara Indonesia merdeka yang harus
didirikan, tetapi juga harus menuju pula kepada kekeluargaan bangsa-bangsa (Latif;
2010; 15-17, lihat juga Soekarno; 147-154). Bangsa Indonesia selalu terbuka
menjalin kerjasama dengan antar bangsa yang saling tolong- menolong dalam
rangka mewujudkan perdamaian dan ketertiban dunia.
Pandangan geopolitik seperti dipaparkan diatas adalah dasar dari pendirian
bangsa Indonesia dalam mendirikan negara ini, serta mewujudkan cita-cita
kemerdekaan yang ingin diraih dengan konsep persatuan yang melandasinya. Oleh
karena itu singkat kata pandangan geopolitik bangsa Indonesia adalah wawasan
nusantara. Yakni sebuah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai
dirinya yang bhineka, dan lingkungan geografinya yang berwujud negara kepulauan
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Wawasan Nusantara ini dijiwai dengan
mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dan tetap menghargai serta
menghormati kebhinekaan dalam setiap aspek kehidupan nasional untuk mencapai
tujuan nasional.
Seperti telah kita ketahui bersama, bahwa Indonesia merupakan negara
dihuni, didiami, dan dikarunai keanekaragaman, baik dalam hal adat-kebudayaan,
bahasa, agama, suku, dll. Keanekaragaman ini bisa menimbulkan masalah, namun
juga bisa merupakan manifestasi kekayaan bangsa Indonesia yang dapat dijadikan
keunggulan bagi proses berbangsa untuk mencapai tujuan nasional. Seperti tertera
dalam undang-undang dasar 1945 dan Pancasila, negara Indonesia ada karena
berkat rahmat tuhan dan didasarkan pada konsep persatuan yang menjadi tumpuan
berdirinya negara ini. Soekarno sering mengatakan bahwa Pancasila yang terdiri dari
lima sila bisa diperas dalam tiga sila bahkan menjadi 1 sila yakni “gotong royong”
58

atau “persatuan”. Artinya persatuan bangsa Indonesia berangkat dari asumsi bahwa
bangsa Indonesia adalah bangsa yang dihuni oleh keragaman sosial-religi-budaya,
namun begitu harus bersatu dan bergotong royong dalam pembentukan negaranya
maupun dalam mewujudkan cita-cita dan tujuanlah kemerdekaan dicapai.
Sebagai sebuah bangsa merdeka yang telah menegara, Bangsa Indonesia
dalam menyelenggarakan hidupnya tentu tidak terlepas oleh pengaruh
lingkungannya. Pengaruh itu timbul dari hubungan timbal-balik antara filosofi
bangsa, ideologi, aspirasi, serta cita-cita dan kondisi sosial masyarakat, sosial-
budaya, tradisi, keadaan alam, wilayah, serta pengalaman sejarahnya. Oleh karena
itu sebuah cara pandang tertentu terhadap kondisi bangsanya, baik dari segi bumi
atau ruang dimana masyarakat itu hidup, jiwa tekad, semangat manusia dan
rakyatnya, juga lingkungan sekitarnya, sangat diperlukan untuk mencapai tujuan
dan cita-cita yang telah dirumuskan para pendiri bangsa ini. Singkat kata Bangsa
Indonesia memerlukan wawasan nasional, atau yang telah disepakati oleh negara
ini bernama wawasan Nusantara, untuk menyelenggarakan kehidupannya.
Wawasan ini secara garis besar dimaksudkan untuk menjamin kelangsungan
hidup, keutuhan wilayah, serta jati diri bangsa Indonesia. Kata wawasan sendiri
berasal dari kata (m) wawas atau awas (bahasa jawa) yang berarti “melihat atau
memandang”, dengan penambahan akhiran “an” yang secara harafiah berarti: cara
memandang, cara penglihatan, atau cara tinjau atau cara pandang (Soemarsono
dkk, 2001: 55).
Selain itu, Kehidupan suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh perkembangan
lingkungan strategisnya. Oleh karena itu, wawasan itu harus mampu memberi
inspirasi pada suatu bangsa, dalam hal ini Indonesia, dalam menghadapi berbagai
hambatan dan tantangan yang ditimbulkan oleh lingkungan dan dalam mengejar
kejayaannya. Singkat kata, yang dinamakan geopolitik bangsa Indonesia atau
Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai
dirinya yang bhineka, dan lingkungan geografinya yang berwujud negara kepulauan
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Wawasan Nusantara ini dijiwai dengan
mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dan tetap menghargai serta
menghormati kebhinekaan dalam setiap aspek kehidupan nasional untuk mencapai
tujuan nasional.
Wawasan Nasional seperti dikembangkan oleh negara Indonesia merupakan
wawasan yang didasarkan teori wawasan nasional secara universal. Wawasan
tersebut dibentuk dan dijiwai oleh paham kekuakasaan bangsa Indonesia dan
geopolitik Indonesia. Bangsa Indonesia sebagai sebuah negara merdeka dan
berdaulat mengakui Pancasila sebagai ideologi dan falsafah bangsa Indonesia.
Ideologi ini menganut paham kekuasaan tertentu terkait konsep perang dan damai:
“bangsa Indonesia cinta damai tetapi lebih cinta kemerdekaan”. Konsekuensinya
bangsa Indonesia menolak konsep wawasan nasional yang mengembangkan ajaran
perang, ekspansi, dan adu kekuatan yang dapat menyebabkan persengaketaan
yang berlarut-larut. Namun begitu, wawasan nusantara yang dikembangkan oleh
59

Indonesia bersifat dan berusaha menjamin kepentingan bangsa dan negara, dan
tentu kemerdekaan, di tengah perkembangan dunia. Ajaran tersebut yakni
didasarkan pada sebuah ideologi yang digunakan sebagai landasan ideal dalam
menentukan politik nasional, dihadapkan pada kondisi dan konstelasi geografi
Indonesia dengan segala aspek kehidupan nasionalnya.
Di dalam karakteristik geografisnya, Bangsa Indonesia adalah gugus-gugus
wilayah yang ditaburi oleh kekayaan dan keanekaragaman hayati dan non-hayati,
dan didiami oleh berbagai suku-suku dengan aneka bahasa, agama, adat-
kebudayaan, maupun nilai-nilai sebagai manifestasi cara pandang dunianya, serta
dicirikan dengan keadaan wilayahnya terdiri dari lautan maupun pulau-pulau
(daratan) yang bertabur di atasnya.
Oleh karena itu, terkait dengan konsep wawasan nusantara dalam
pengertian geopolitiknya, bangsa Indonesia menganut “paham negara kepulauan”
(archipelego) atau dalam bahasa yang lebih disukai Soekarno adalah “negeri lautan
yang ditaburi oleh pulau- pulau” (archiphilego). Sesuai dengan titik tekannya,
Bangsa Indonesia adalah sebuah wilayah geografi berbentuk lautan yang di
atasnya terdapat pulau-pulau (Latif (2002; 2-3).
Paham archipelego ini juga menegaskan perbedaan esensial bahwa laut
menurut paham Indonesia adalah “faktor penghubung” yang merupakan satu-
kesatuan utuh sebagai “tanah-air” Indonesia, dan bukan “faktor pemisah” pulau
seperti dalam konsepsi Barat.

Dasar Pemikiran Geopolitik Indonesia


Dalam membina dan mengembangkan wawasan nasionalnya, bangsa
indonesia selalu berpijak pada kondisi nyata yang terdapat dalam lingkungannya
sendiri. Oleh karena itu Wawasan nusantara (nasional) dibentuk dan dijiwai oleh
pemahaman kekuasaan bangsa Indonesia yang berlandaskan falsafah Pancasila dan
oleh pandangan geopolitik Indonesia yang berlandaskan pemikiran kewilayahan dan
kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, dasar pemikiran yang
melatarbelakangi pengembangan Wawasan nusantara dapat dilihat dari:
a. Falsafah Pancasila
Nilai-nilai Pancasila mendasari pengembangan Wawasan nusantara, antara
lain gotong royong. Suatu nilai khas dari bangsa Indonesia. Gotong royong bukan
hanya sekedar tolong-menolong, peduli atau empati. Gotong royong merupakan
kerja kolektif dari berbagai elemen masyarakat dalam mambangun jalan, misalnya,
yang bertujuan untuk kebaikan bersama. Nilai-nilai ketuhanan juga mengarahkan
kita untuk memahami Tuhan bukan yang satu, tetapi Tuhan dalam arti mutlak yang
harus diakui keberadaannya. Lebih dari sekedar itu, nilai-nilai ketuhanan, seperti
kabaikan, kejujuran, kasih sayang, rahmat dan seterusnya hendaknya dapat
diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa.
Dalam prakteknya ini berarti antara agama tidak ada yang bertentangan
60

sebab setiap agama mengajarkan kebaikan. Nilai kemanusiaan Indonesia juga


menjadi dasar wawasan nusantara yang kemudian melahirkan HAM. Dalam filsafat
Pancasila juga mengedepankan kepentingan masyarakat yang lebih luas harus lebih
diutamakan, tanpa mematikan kepentingan golongan. Pengambilan keputusan
yang menyangkut kepentingan bersama diusahakan melalui musyawarah mufakat.
Kemakmuran yang hendak dicapai oleh masing- masing warganya tidak merugikan
orang lain. Sikap tersebut mewarnai Wawasan nusantara yang dianut dan
dikembangkan bangsa Indonesia. Semua nilai filsafat hidup dari Pancasila tersebut
menjadi dasar pijakan untuk kita dalam melihat diri dan lingkungan.
b. Aspek Kewilayahan Nusantara
Kondisi objektif geografi Indonesia yang terdiri atas ribuan pulau, memiliki
karakteristik yang berbeda dengan negara lain. Pengaruh geografi merupakan suatu
fenomena yang mutlak diperhitungkan karena mengandung beraneka ragam
kekayaan alam (baik di dalam maupun di permukaan bumi) dan jumlah penduduk
yang besar. Dengan demikian secara kontekstual kondisi geografi Indonesia
mengandung keunggulan sekaligus kelemahan/kerawanan. Kondisi ini perlu
diperhitungkan dan dicermati dalam perumusan geopolitik Indonesia.
c. Aspek Sosial Budaya
Menurut ahli antropologi, tidak mungkin ada masyarakat kalau tidak ada
kebudayaan, dan sebaliknya. Kebudayaan hanya mungkin ada di dalam masyarakat.
Indonesia terdiri atas ratusan suku bangsa yang masing-masing memiliki adat
istiadat, bahasa, agama, dan kepercayaan. Oleh karena itu, tata kehidupan nasional
yang berhubungan dengan interaksi antargolongan masyarakat mengandung potensi
konflik yang besar, terlebih lagi kasadaran nasional masyarakat masih relatif rendah
dan jumlah masyarakat yang terdidik relatif terbatas (Srijanti dkk, 2011: 142-143).
d. Aspek Kesejarahan Bangsa Indonesia
Perjuangan bangsa Indonesia memerdekaan diri menjadi sebuah negara berdaulat
dari belenggu penjajahan tentu dibentuk dan terbentuk faktor-faktor historis yang
memicunya. Selain itu, perumusan cita-cita, tujuan, dasar negara, dan falsafah hidup
bangsa tumbuh dan berkembang dari latar belakang sejarahnya.
Sebagaimana telah jamak kita ketahui, Konsep bernegara kita yang
diproklamirkan sejak 18 Agustus 1945 tidak lahir begitu saja, melainkan tumbuh
dan berevolusi dari bibit- bibit kerajaan yang tersebar dalam wilayah Nusantara.
Kedatuan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit adalah dua contoh manifestasi
kesadaran persatuan bangsa dalam wilayah luas Nusantara.
Meskipun belum ada konsep rasa kebangsaan seperti dirujuk dalam pengertian
negara modern, namun mereka telah mempunyai konsep-konsep bernegara yang
solid dan padu. Konsep persatuan dalam keberbedaan misalnya muncul dan
termanifestasi dalam konsep Kerajaan Majapahit seperti tertulis dalam Negara
Kartagama (dikarang oleh Empu Tantular): Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma
Mangrua. Sebuah konsep bernegara yang berusaha mengatur/mengelola
61

perbedaan-perbedaan yang berlangsung dalam masyarakat plural dalam sebuah


persatuan. Konsep Nusantara juga adalah konsep yang berasal dari kata Nuswantoro
yang merupakan wilayah luas taklukkan/kekuasaan majapahit yang merentang di
seluruh penjuru, seperti sekarang dikenal sebagai Nusantara itu.
Setelah kedatangan penjajah Eropa di bumi Nusantara, bangsa Indonesia
benar-benar telah merasakan kepedihan dan penderitaan. Namun penjajahan ini
justru menyadarkan para pendiri bangsa untuk bertekad memerdekaan diri, merebut
wilayah luas Nusantara yang dulu merupakan warisan nenek-moyang dari kerajaan
besar seperti Majapahit dan Sriwijaya, dan memproklamirkan pendirian negara
Indonesia yang berdaulat dan mempunyai akar persatuan di masa lalu.
Dari uraian di atas, maka wawasan nusantara (nasional Indonesia) telah
diwarnai oleh pengalaman sejarah yang tidak menginginkan terpecahnya dalam
lingkungan bangsa dan negara Indonesia yang akan melemahkan perjuangan dalam
mengisi kemerdekaan untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional
(Soemarsono, 2001: 81).

Unsur-Unsur Geopolitik Indonesia (Wawasan Nusantara)


a. Wadah
Wawasan Nusantara sebagai wadah meliputi tiga komponen yaitu:
1). Wujud wilayah
Batas ruang lingkup wilayah nusantara ditentukan oleh lautan yang
didalamnya terdapat gugusan ribuan pulau yang saling dihubungkan oleh dalamnya
perairan. Baik laut maupun selat serta di atasnya merupakan satu kesatuan
ruang wilayah. Oleh karena itu nusantara dibatasi oleh lautan dan daratan serta
dihubungkan oleh perairan dalamnya. Sedangkan secara vertikal ia merupakan
suatu bentuk kerucut terbuka ke atas dengan titik puncak kerucut dipusat bumi.
Letak geografis negara berada di posisi dunia antar dua samudera dan dua
benua. Letak geografis ini berpengaruh besar terhadap aspek-aspek kehidupan
nasional di Indonesia. Perwujudan wilayah nusantara ini menyatu dalam kesatuan
politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.
2). Tata Inti Organisasi
Bagi Indonesia, tata inti organiasi negara didasarkan pada UUD 1945
yangmenyangkut bentuk dan kedaulatan negara, kekuasaan pemerintahan, sistem
pemerintahan dan sistem perwakilan. Negara Indonesia adalah negara kesatuan
yang berbentuk Republik. Kedaulatan berada di tangan rakyat yang dilaksanakan
menurut Undang-Undang. Sistem pemerintahannya menganut sistem presidensial.
Presiden memegang kekuasaan pemerintahan berdasarkan UUD 1945. Indonesia
adalah negara hukum (Rechtsstaat) bukan negara kekuasaan (machsstaat). Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) mempunyai kedudukan kuat, yang tidak dapat dibubarkan
oleh Presiden. Anggota MPR merangkap sebagai anggota DPR.
3). Tata Kelengkapan Organisasi
Tata kelengkapan organisai adalah kesadaran politik dan kesadaran
62

bernegara yang harus dimiliki oleh seluruh rakyat yang mencakup partai politik,
golongan dan organisasi masyarakat, kalangan pers serta seluruh aparatur Negara
(Srijanti dkk, 2011: 150-151).
b. Isi wawasan Nusantara
Isi Wawasan Nusantara tercermin dalam perspektif kehidupan manusia
Indonesian dalam eksistensinya yang meliputi cita-cita bangsa dan asas manunggal
yang terpadu.
a. Cita-cita bangsa Indonesia tertuang di dalam pembukaan UUD 1945 yang
meliputi:
o Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur.
o Rakyat Indonesia yang berkehidupan kebangsaan yng bebas.
o Pemerintaahan Negara Indonesia melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan bangsa dan
ikutmmelaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
b. Asas keterpaduan semua aspek kehidupan nasional berciri manunggal, utuh
menyeluruh yang meliputi:
o Satu kesatuan wilayah Nusantra yang mencakup daratan, perairan
dan digantara secara terpadu.
o Satu kesatuan politik, dalam arti UUD dan politik pelaksanaannya
serta satu ideologi dan identitas nasional.
o Satu kesatuan sosial budaya, dalam arti satu perwujudan masyarakat
Indonesia atas dasar “Bhineka Tunggal Ika”. Nilai filosofis dalam
Bhineka Tunggal Ika adalah bahwa meskipun pada kenyataannya
ada perbedaan di antara kita, namun hakikatnya kita adalah satu.
Dalam perspektif ontologis ini merupakan pemahaman plural-
monisme, keberagaman dalam kesatuan. Sementara dalam konteks
sosial dapat dipahami sebagai kesatuan dalam satu tertib sosial dan
satu tertib hukum. Satu kesatuan ekonomi dengan berdasarkan atas
asas usaha bersama dan asas kekelurgaan dalam satu sistem
ekonomi kerakyatan. Satu kesatuan pertahanan dan keamanan
rakyat semesta (Sishankamrata)
o Satu kesatuan kebijakan nasional dalam arti pemerataan
pembangunandan hasil-hasilnya yang mencakup aspek kehidupan
nasional.
c. Tata Laku Wawasan Nusantara Mencakup Dua Segi, Batiniah dan Lahiriah
o Tata laku batiniah berdasarkan falsafah bangsa yang membentuk
sikap mental bangsa yang memilki kekuatan batin.
o Tata laku lahiriah merupakan kekuatan yang utuh, dalam arti
63

kemanunggalan kata dan karya, keterpaduan pembicaraan,


pelaksanaan, pengawasan dan pengadilan (Srijanti dkk, 2011: 152-
153).
Dalam penyelenggaraan kehidupan nasional agar tetap mengarah pada
pencapaian tujuan nasional diperlakukan suatu landasan dan pedoman yang kokoh
berupa konsepsi wawasan nusantara. Wawasan nusantara Indonesia menumbuhkan
dorongan dan rangsangan untuk mewujudkan aspirasi bangsa serta kepentingan
dan tujuan nasional. Upaya pencapaian tujuan nasional dilakukan dengan
pembangunan nasional yang juga harus berpedoman pada wawasan nusantara.
Dalam proses pembangunan nasional untuk pencapaian tujuan nasional selalu
menghadapi berbagai kendala dan ancaman. Untuk mengatasinya perlu dibangun
suatu kondisi kehidupan nasional yang disebut ketahanan nasional. Keberhasilan
pembangunan akan meningkatkan kondisi dinamik kehidupan nasional dalam wujud
ketahanan nasional yang tangguh. Sebaliknya, ketahanan nasional yang tangguh
akan mendorong pembangunan nasional semakin baik.
Wawasan nasional bangsa Indonesia adalah wawasan yang merupakan
pedoman bagi proses pembangunan nasional menuju tujuan nasional. sedangkan
ketahanan nasional merupakan kondisi yang harus diwujudkan agar proses
pencapaian tujuan nasional tersebut dapat berjalan dengan sukses. Oleh karena itu
perlu adanya suatu konsepsi Ketahanan Nasional yang sesuai dengan karakteristik
bangsa Indonesia.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa wawasan nusantara dan ketahanan nasional
merupakan konsepsi yang saling mendukung sebagai pedoman bagi
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara agar tetap jaya dan
berkembang seterusnya.
Sesuai dengan karakteristik ditinjau dari latarbelakang budaya, sosial,
sejarah, kondisi, kostelasi geografi, dan perkembangan lingkungan strategis, arah
pandang geopolitik (wawasan Nusantara) meliputi arah pandang ke dalam dan ke
luar.
Arah Pandang Ke Dalam, arah pandang ke dalam bertujuan untuk
menjamin persatuan dan kesatuan di segenap aspek kehidupan nasional, baik aspek
alamiah maupun aspek sosial. Hal ini berarti bahwa bangsa Indonesia harus
meningkatkan kepekaannya dan berusaha untuk mencegah dan mengatasi sedini
mungkin faktor-faktor penyebab timbulnya disintregasi bangsa dan terus-menerus
mengupayakan dan terjaganya persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan.
Arah Pandang Ke Luar, arah pandang ke luar wawasan nusantara
ditujukan demi terjaminnya kepentingan nasional dalam era globalisasi yang
semakin mendunia ini maupun kehidupan dalam negeri serta melaksanakan
ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, keadilan sosial, serta
kerjasama dan sikap saling hormat menghormati. Arah pandang ke luar ini memiliki
arti bahwa bangsa Indonesia harus terus-menerus mengamankan dan menjaga
kepentingan nasionalnya dalm kehidupan internasionalnya dalam semua aspek
64

kehidupan, baik politik, ekonomi, sosial budaya, maupun pertahanan dan keamanan
demi tercapainya tujuan nasional sesuai tertera dalam Undang-Undang Dasar 1945
(Soemarsono, dkk; 2001: 88-89).

Perkembangan Wilayah Indonesia dan Dasar Hukumnya


Untuk lebih memahami aspek kewilayahan sebagai dasar pemikiran wawasan
nusantara, alangkah lebih baiknya wilayah geografis Nusantara diuraikan lebih lanjut
dan lebih tertata. Seperti dalam arti umumnya, geografi adalah wilayah yang
tersedia dan terbentuk secara alamiah oleh proses alam. Kondisi obyektif ini
merupakan modal dalam pembentukan sebuah negara sebagai sebuah ruang gerak
hidup suatu bangsa yang didalamnya terdapat sumber kekayaan alam dan
penduduk yang mempengaruhi proses politik maupun kebijakan yang diambil untuk
mencapai cita-cita dan tujuan negara tersebut. Oleh karena itu fungsi dan pengaruh
keadaan geografi suatu bangsa akan membentuk suatu perilaku dan tata laku
negara bersangkutan. Dengan begitu, suatu perilaku dan tata laku terhadap kondisi
geografi maupun pengaruh geografi terhadap sikap dan tata-laku sungguh harus
diperhatikan dengan seksama.
Secara obyektif, Geografi Nusantara merupakan wilayah lautan yang luas
dengan taburan dan untaian ribuan pulau yang tersebar dan terbentang di
katulistiwa serta terletak di posisi silang strategis. Keadaan geografis Indonesia
termasuk terbesar di antara negara- negara asia tenggara lain.
Kepuluan Indonesia yang bertebaran di atas lautnya berada pada batas-batas
astronomis sbb: Utara: ± 6º L.U. (lintang Utara)
Selatan: ±11º L.S. (lintang
Selatan) Barat: ±95º B.T.
(bujur Timur) Timur: ±141º
B.T. (bujur Timur)
Jarak paling terjauh antara dua tempat, dengan arah:
 Utara-Selatan: ± 1.888 km
 Barat Timur: ± 5.110 km
Pulau-pulau besar menurut luasnya adalah:
o Ø Kalimantan: 539.460 Km2
o Ø Sumatera: 473.606 km2
o Ø Irian Jaya: 421.751 km2
o Ø Sulawesi:189.035 km2
o Ø Jawa (dan Madura):132.174 km2
o Ø Halmahera: 20.000 km2
o Ø Seram: 18.625 km2
o Ø Sumbawa: 15.500 km2
o Ø Timur Barat: 15.000 km2
o Ø Flores: 14.250 km2
65

o Ø Bali: 5.561 km2


o Ø Lombok: 4.669 km2
Secara umum keadaan iklim Indonesia adalah tropis dua musim: yakni musim
hujan dan kemarau, sehingga mat dipengaruhi oleh adanya angin pasat, tetapi tidak
dilanda oleh typoon-typoon yang berarti. Keadaan perairan sebagian besar relatif
dangkal max. ± 600 kaki, sehingga wilayah ini sangat baik untuk lalulintas
pelayaran maupun penerbangan. Wilayah Indonesia dengan laut membentang luas
yang ditaburi oleh pulau-pulau dikelilingi oleh dua samudera: Hindia dan Pacifik
(Utara-Selatan), dan diapit oleh dua benua: Australia dan Asia (Utara-Selatan).
Karena letaknya demikian maka Indonesia dinamakan Nusantara (nusa: pulau) dan
Antara (dua benua dua samudera).
Wilayah Nusantara dengan luas wilayah perairannya yang luas serta
bertaburnya ribuan pulau-pulau di dalamnya dianggap sebagai kesatuan yang tak
terpisah-pisahkan alias kesatuan yang bulat dan utuh. Oleh karena itu bangsa
Indonesia memakai istilah yang dipakai sehari-hari yakni “TANAH AIR” (Pusat Studi
Kewiraan UB, 1980: 28-30).
a. Sejak Proklamasi Kemerdekaan (17 Agustus 1945) hingga 13
Desember 1957
Wilayah Indonesia sejak kemerdekaannya, 17 Agustus 1945, masih mengikuti
Territoriale Zee En Maritieme Kringen Ordonantie (TZMKO) tahun 1939, dimana
lebar laut wilayah Indonesia adalah 3 mil diukur dari garis air rendah dari masing
pantai pulau di Indonesia. Penetapan lebar wilayah ini tentu tidak mendukung
konsep wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Apalagi hal ini lebih
terasa lagi munculnya pergolakan dan pemberontakan daerah-daerah yang
berlangsung di masa tersebut. Mengingat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia
merupakan dorongan kuat untuk mewujudkan kemakmuran yang ada di seluruh
wilayah, maka keinginan ini pun sedikit-demi sedikit bisa terwujud hingga sekarang
(Soemarsono, dkk, 2001: 67).
b. Dari Deklarasi Juanda
Sebagai tonggak kesatuan wilayah, pada tahun 13 desember 1957 Deklarasi Juanda
mengukuhkannya, seperti terekam dalam deklarasinya sebagai berikut:
“...Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan maka pemerintah menyatakan
bahwa segala perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan
pulau-pulau yang termasuk negara Indonesia dengan tidak memandang luas
atau lebarnya adalah bagian- bagian yang wajar dari pada wilayah daratan
negara Indonesia dan dengan demikian bagian daripada perairan pedalaman
atau nasional yang berada di bawah kedaulatan mutlak negara Indonesia.
Lalu lintas yang damai di perairan pedalaman ini bagi kapal- kapal asing
dijamin selama dan sekedar tidak bertentangan dengan/mengganggu
kedaulatan dan keselamatan negara Indonesia. Penentuan batas lautan
teritorial (yang lebarnya 12 mil) diukur dari garis yang menghubungkan titik-
66

titik ujung yang terluar pada pulau-pulau negara Indonesia...”.


Deklarasi ini menyatakan bahwa bentuk geografis Indonesia adalah archipelego
yang terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil dengan sifat dan corak tersendiri.
Deklarasi juga menyatakan bahwa demi keutuhan teritorial dan untuk melindungi
kekayaan negara yang terkandung di dalamnya, pulau-pulau, serta laut yang ada di
antaranya harus dianggap sebagai kesatuan utuh dan bulat. Untuh mengukuhkan
ini maka ditetapkanlah Undang- undang Nomor.4/prp tahun 1960 tentang perairan
Indonesia.
Maka sejak saat itu luas wilayah indonesia menjadi bertambah luas yakni dari
+2 juta km² menejadi +5 juta Km², dimana +65% wilayahnya terdiri dari
laut/perairan, sedangkann
+35% lagi adalah daratan. Jika dirinci Daratan Indonesia sendiri terdiri dari 17.508
buah pulau-pulau antara lain 5 pulau besar (Sumatera, kalimantan, Jawa, Sulawesi,
dan Irian jaya (papua)) dan +11.808 pulau-pulau kecil yang belum (ada) diberi
nama. Luas daratan dari seluruh pulau-pulau tersebut +2.028.087 km²,
dengan panjang pantai 81.000 km.

BAB VII
IMPLEMENTASI WAWASAN NUSANTARA
67

Tantangan dalam Mengimplementasikan Wawasan Nusantara yaitu : Sikap


mental yang berarti kesukuan, ke daerahan, mementingkan golongan/partai.
dan Globalisasi yang berarti, Dunia tanpa batas, Kapitalisme baru, Pasar
bebas/pasar dunia.

Sebagai cara pandang dan visi nasional Indonesia, Wawasan Nusantara


harus dijadikan arahan, pedoman, acuan, dan tuntutan bagi setiap individu
bangsa Indonesia dalam membangun dan memelihara tuntutan bangsa dan
negara kesatuan Republik Indonesia. Karena itu implementasi atau penerapan
Wawasan Nusantara harus tercermin pada pola pikir, pola sikap dan pola
tindak yang senantiasa mendahulukan kepentingan bangsa dan negara
Kesatuan Republik Indonesia daripada kepentingan pribadi atau kelompok
sendiri. Dengan kata lain Wawasan Nusantara menjadi pola yang mendasari
cara berpikir, bersikap,dan bertindak dalam rangka menghadapi, menyikapi
atau menangani berbagai permasalahan menyangkut kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

- Perwujudan Wawasan Nusantara


Konsepsi Wawasan Nusantara dituangkan dalam peraturan perundang-
undangan, yaitu dalam ketetapan MPR mengenai GBHN. Secara berturut-turut
ketentuan tersebut adalah :

1. Tap MPR No. IV \ MPR \ 1973


2. Tap MPR No. IV \ MPR \ 1978
3. Tap MPR No. II \ MPR \ 1983
4. Tap MPR No. II \ MPR \ 1988
5. Tap MPR No. II \ MPR \ 1993
6. Tap MPR No. II \ MPR \ 1998

Dalam ketetapan tersebut dinyatakan bahwa Wawasan dalam


penyelenggaraan pembangunan nasional dalam mencapai Tujuan
Pembangunan Nasional adalah Wawasan Nusantara. Wawasan Nusantara
adalah wawasan nasional yang bersumber dari pancasila dan UUD 1945.
Hakikat dari wawasan nusantara adalah kesatuan bangsa dan keutuhan
wilayah Indonesia. Cara pandang bangsa Indonesia tersebut mencakup :
1. Perwujudan kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Politik
2. Perwujudan kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Ekonomi
3. Perwujudan kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Sosial Budaya
68

4. Perwujudan kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan


Pertahanan Keamanan.

Masing-masing cakupan arti dari Perwujudan kepulauan Nusantara


sebagai Satu Kesatuan Politik, Ekonomi, Sosial Budaya, Pertahanan
Keamanan (POLEKSOSBUDHANKAM) tersebut tercantum dalam GBHN.

GBHN terakhir yang memuat rumusan mengenai Wawasan Nusantara


adalah GBHN 1998 yaitu dalam Ketetapan MPR No. II \ MPR \ 1998. Pada
GBHN 1999 sebagaimana tertuang dalam Ketetapan MPR No. IV \ MPR \ 1999
tidak lagi ditemukan rumusan mengenai Wawasan Nusantara.

Pada masa sekarang ini, dengan tidak adanya lagi GBHN, rumusan
Wawasan Nusantara menjadi tidak ada. Meski demikian sebagai konsepsi
politik ketatanegaraan Republik Indonesia, wilayah Indonesia yang berciri
nusantara kiranya tetap dipertahankan.
Hal ini tertuang dalam Pasal 25A UUD 1945 Amandemen IV yang
berbunyi “Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah Negara
kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan
hak-haknya ditetapkan
dangan Undang-Undang”. Undang-Undang yang mengatur hal ini adalah
Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.

1. Penerapan/Implementasi Wawasan Nusantara dan Otonomi Daerah


Dalam implementasi wawasan nusantara, perlunya memperhatikan hal-hal
berikut.
a. Kehidupan Politik
 Pelaksanaan politik diatur dalam UU partai politik, pemilihan umum,
pemilihan presiden dimana pelaksanaannya sesuai hukum dan
mementingkan persatuan bangsa. Misalnya dalam pemilihan presiden,
DPR, dan kepala daerah harus menjalankan prinsip demokratis dan
keadilan, agar tidak menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa
indonesia.
 Pelaksanaan kehidupa bermasyarakat dan bernegara harus sesuai
dengan hukum yang berlaku di Indonesia tanpa pengecualian.
 Mengembangkan sikap HAM dan pluralisme dalam mempersatukan dan
mempertahankan berbagai suku, agama, dan bahasa, sehingga
terciptanya dan menumbuhkan rasa toleransi.
 Memperkuat komitmen politik dalam partai politik dan pada lembaga
pemerintahan untuk meningkatkan kebangsaan, persatuan dan
kesatuan.
69

 Meningkatkan peran indonesia dalam dunia internasional dan


memperkuat korps diplomatik dalam upaya penjagaan wilayah
Indonesia khususnya pulau terluar dan pulau kosong.
b. Kehidupan Ekonomi
 Harus sesuai berorientasi pada sektor pemerintahan, perindustrian,
dan pertanian
 Pembangunan ekonomi harus memperhatikan keadilan dan
keseimbangan antara daerah, sehingga dari adanya otonomi daerah
dapat menciptakan upaya dalam keadilan ekonomi.
 Pembangunan ekonomi harus melibatkan partisipasi rakyat, seperti
dengan memberikan fasilitas kredit mikro dalam pengembangan usaha
kecil.
c. Kehidupan Sosial
 Mengembangkan kehidupan bangsa yang serasi antara masyarakat
yang berbeda, dari segi budaya, status sosial, maupun daerah.
 Pengembangan budaya Indonesia untuk melestarikan kekayaan
Indonesia, serta dapat dijadikan kegiatan pariwisata yang memberikan
sumber pendapatan nasional maupun daerah.
d. Kehidupan Pertahanan dan Keamanan
 Memberikan kesempatan kepada setiap warga negara untuk beperan
aktif karena merupakan kewajiban setiap warga negara seperti
meningkatkan kemampuan disiplin, memelihara lingkungan, dan
melaporkan hal-hal yang mengganggu kepada aparat dan belajar
kemiliteran.
 Membangun rasa persatuan dengan membangun rasa solidaritas dan
hubungan erat antara warga negara berbeda daerah dengan kekuatan
keamanan agar ancaman suatu daerah atau pulau menjadi ancaman
bagi daerah lain untuk membantu daerah yang diancam tersebut.
 Membangun TNI profesional dan menyediakan sarana dan prasarana
bagi kegiatan pengamanan wilayah indonesia, khususnya pulau dan
wilayah terluar Indonesia.

- Otonomi Daerah di Indonesia


Wawasan Nusantara menghendaki adanya persatuan bangsa dan
keutuhan wilayah nasional juga mengajarkan perlunya kesatuan sistem
politik, sistem ekonomi, sistem sosial, sistem budaya, dan sistem pertahanan-
keamanan dalam lingkup Negara Indonesia.
Kesatuan Republik Indonesia memilih cara Desentralisasi dalam
penyelenggaraan pemerintahannya bukan sentralisasi. Hal ini disebabkan
wilayah Indonesia yang sangat luas dan memiliki kondisi geografis serta
memiliki budaya yang berlainan.
70

Negera Indonesia melaksanakan otonomi daerah karena melaksanakan


amanat UUD 1945 Pasal 18 yang berbunyi sebagai berikut.
 Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas beberapa provinsi
dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota.
 Pemerintahan provinsi, kabupaten, dan kota mengaturs sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi.
 Setiap daerah kabupaten dan kota memiliki dewan Perwakilan Rakyat
yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
 Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala
pemerintahan.
 Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya.
 Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah untuk
melaksanakan otonomi.
 Susunan dan tata cara penyelenggara pemerintahan diatur dalam UUD.

2. Manfaat Wawasan Nusantara


Manfaat Wawasan Nusantara adalah sebagai berikut :
1. Diterima dan diakuinya konsepsi Nusantara di forum internasional.
2. Pertambahan luas wilayah teritorial Indonesia.
3. Pertambahan luas wilayah sebagai ruang hidup memberikan potensi
sumber daya yang besar bagi peningkatan kesejahteraan rakyat.
4. Penerapan wawasan nusantara menghasilkan cara pandang tentang
keutuhan wilayah nusantara yang perlu dipertahankan oleh bangsa
Indonesia.
5. Wawasan Nusantara menjadi salah satu sarana integrasi nasional.

3. Wawasan Nusantara Sebagai Geopolitik Indonesia


Cara pandang suatu bangsa memandang tanah air dan beserta
lingkungannya menghasilkan wawasan nasional. Wawasan nasional itu
selanjutnya menjadi pandangan atau visi bangsa dalam menuju tuannya.
Namun tidak semua bangsa memiliki wawasan nasional Inggris adalah salah
satu contoh bangsa yang memiliki wawasan nasional yang berbunyi” Britain
rules the waves”.
Ini berarti tanah inggris bukan hanya sebatas pulaunya, tetapi juga lautnya.
Adapun bangsa Indonesia memiliki wawasan nasional yaitu wawasan
nusantara.
Sebagai Wawasan nasional dari bangsa Indonesia naka wilayah Indonesia
yang terdiri dari daratan, laut dan udara diatasnya dipandang sebagai ruang
71

hidup (lebensraum) yang satu atau utuh. Wawasan nusantara sebagai


wawasan nasionalnya bangsa Indonesia dibangunatas pandangan geopolitik
bangsa. Pandangan bangsa Indonesia didasarkan kepada konstelasi
lingkungan tempat tinggalnya yang menghasilakan konsepsi wawasan
Nusantara. Jadi wawasan nusantara merupakan penerapan dari teori
geopolitik bangsa Indonesia.
Wawasan Nusantara berasal dari kata Wawasan dan Nusantara. Wawasan
berasal dari kata wawas (bahasa Jawa) yang berarti pandangan, tinjauan
atau penglihatan indrawi. Selanjutnya muncul kata mawas yang berarti
memandang, meninjau atau melihat. Wawasan artinya pandangan, tujuan,
penglihatan, tanggap indrawi. Wawasan berarti pula cara pandang, cara
melihat.
Kedudukan wawasan nusantara adalah sebagai visi bangsa. Visi adalah
keadaan atau rumusan umum mngenai keadaan yang dinginkan. Wawasan
nasional merupakan visi bangsa yang bersangkutan dalam menuju masa
depan. Visi bangsa Indonesia sesuaidengan konsep wawasan Nusantara
adalah menjadi bangsa yang satu dengan wilayah yang satu dan utuh pula.
72

BAB VIII
GEOSTRATEGI INDONESIA

Tujuan Pembelajaran:

Setelah Proses Pembelajaran pada bab ini, mahasiswa diharapkan mampu:

1. Menjelaskan pengertian geostrategi dan ketahanan nasional


2. Menjelaskan konsepsi ketahanan nasional Indonesia
3. Memberikan contoh pengaruh HAM, demokrasi dan Lingkungan
Hidup terhadap ketahanan nasional Indonesia
4. Memberikan contoh pengaruh ketahanan nasional pada berbagai
bidang kehidupan berbangsa dan bernegara
5. Menganalisis nilai positif dari komunisme dan liberalisme
6. Memberikan tanggapan dan tawaran alternatif solusi atas aksi negara
tertentu yang mengintervensi kedaulatan Negara lain
7. Memberikan tawaran solusi atas upaya untuk meningkatkan
ketahanan nasional dalam berrbagai aspek kehidupan berbangsa
dan bernegara

1. Pengertian Geostrategi
Strategi berasal dari bahasa Yunani yang diartikan sebagai “ the art of
general” atau seni seseorang panglima yang biasanya digunakan dalam
peperangan. Karl von Clauseewitz (1780-1831) berpendapat bahwa strategi
adalah pengetahuan tentang penggunaan pertempuran untuk memenangkan
peperangan. Sedangkan perang itu sendiri merupakan kelanjutan dari politik.
Dalam abad modern sekarang ini penggunaan kata strategi tidak lagi
terbatas pada konsep atau seni sorang panglima dalam peperangan, tetapi sudah
digunakan secara luas, termasuk dalam ilmu ekonomi maupun dalam bidang
olahraga. Dalam pengertian umum, strategi adalah cara untuk mendapatkan
73

kemenangan atau pencapaian tujuan.


Dengan demikian strategi telah meluas ke segala bidang kehidupan.
Strategi pada dasarnya merupakan seni dan ilmu menggunakan dan
mengembangkan kekuatan (ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan
hankam) untuk mencapai tujuan yang ditetapkan sebelumnya.
Geostrategi merupakan strategi dalam memanfaatkan konstelasi geografi
negara untuk menentukan kebijakan, tujuan,sarana-sarana untuk mencapai
tujuan nasional, geostrategi dapat pula dikatakan sebagai pemanfaatan kondisi
lingkungan dalam upaya mewujudkan tujuan politik. Menurut Kaelan, (2007:143)
geostrategi diartikan sebagai metode atau aturan-aturan untuk mewujudkan
cita-cita dan tujuan melalui proses pembangunan yang memberikan arahan
tentang bagaimana membuat strategi pembangunan dan keputusan yang
terukur dan terimajinasi guna mewujudkan masa depan lebih baik, lebih aman
dan bermartabat. Dengan kata lain bagi bangsa Indonesia, merupakan strategi
dalam memanfaatkan konstelasi geografi negara Indonesia untuk menentukan
kebijakan,tujuan dan sarana-sarana untuk mencapai tujuan nasional bangsa
Indonesia. Geostrategi Indonesia memberi arahan tentang bagaimana
merancang strategi pembangunan guna mewujudkan masadepan yang lebih
baik, aman dan sejahtera berdasarkan aturan-aturan untuk mewujudkan cita-cita
proklamasi, sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Dengan
demikian strategi nasional adalah cara melaksanakan politik nasional dalam
mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan oleh politik nasional.
Strategi nasional yang telah berlangsung selama ini disusun berdasarkan
UUD 1945. Sejak tahun 1985 telah berkembang pendapat yang mengatakan
bahwa jajaran pemerintah dan lembaga-lembaga yang tersebut dalam UUD 1945
merupakan “suprastruktur politik”. Lembaga-lembaga tersebut adalah Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan
Perwakilan Daerah (DPD), Presiden, Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK),
Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Kontitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY).
Sedangkan badan-badan yang ada dalam masyarakat disebut sebagai “
infrastruktur politik”, yang mencakup pranata politik yang ada dalam
masyarakat, seperti partai politik, organisasi kemasyarakatan, media massa,
kelompok kepentingan (interes group) dan kelompok penekan (pressure group).
Suprastruktur dan infrastruktur politik harus dapat bekerjasama dan memiliki
kekuatan yang seimbang.
Mekanisme penyusunan politik dan strategi nasional di tingkat
suprastruktur politik diatur oleh presiden/mandataris MPR. Dalam melaksanakan
tugas ini, presiden dibantu oleh berbagai lembaga tinggi lainnya serta dewan-
dewan yang merupakan badan koordinasi, seperti Dewan Stabilitas Ekonomi
Nasional, Dewan Pertahanan Keamanan Nasional, Dewan Tenaga Atom, Dewan
Penerbangan dan Antariksa Nasional RI, Dewan Otonomi Daerah dan Dewan
Stabilitas Politik dan Keamanan. Sedangkan proses penyusunan politik dan
74

strategi nasional di tingkat suprastruktur politik dilakukan oleh presiden dan


paramentrinya. Selanjutnya, presiden menyusun program kabinet dan memilih
menteri-menteri yang akan melaksanakan program tersebut. Program kabinet
dapat dipandang sebagai dokumen resmi yang memuat politik nasional yang
diariskan oleh presiden. Strategi nasional dilaksanakan oleh para menteri dan
pimpinan lembaga pemerintah berdasarkan petunjuk presiden. Yang
dilaksanakan oleh presiden sesungguhnya merupakan politik dan strategi
nasional yang bersifat pelaksanaan. Didalamnya sudah tercantum program-
program yang lebih konkrit yang disebut sasaran nasional.
Proses politik dan strategi nasional pada infrastruktur politik
merupakan sasaran yang akan dicapai oleh rakyat Indonesia. Sesuai dengan
kebijaksanaan politik nasional, penyelenggaraan negara harus mengambil
langkah-langkah pembinaan terhadap semua lapisan masyarakat dengan
mencantumkan sasaran sektoral.
Melalui pranata-pranata politik, masyarakat ikut berpartisipasi dalam
kehidupan politik nasional. Dalam era reformasi saat ini masyarakat memiliki
peran yang sangat besar dalam mengontrol jalannya politik dan strategi
nasional yang telah ditetapkan oleh MPR maupun yang dilaksanakan oleh
presiden. Pandangan masyarakat terhadap kehidupan politik, ekonomi, sosial
budaya, maupun bidang hankam akan selalu berkembang karena :
a) Semakin tingginya kesadaran bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
b) Semakin terbukanya akaldan pikiran untuk memperjuangkan haknya
c) Semakin meningkatnya kemampuan untuk menentukan pilihan
dalam pemenuhan kebutuhan hidup.
d) Semakin meningkatnya kemampuan untuk mengatasi persoalan seiring
dengan semakin tingginya tingkat pendidikan yang ditunjang oleh
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
e) Semakin kritis dan terbukanya masyarakat terhadap ide baru.
2. Ketahanan Nasional

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang mempunyai wilayah yang


cukup luas serta sumber kakayaan alam yang banyak baik yang ada didaratan
maupun dilautan. Potensi yang dimiliki indonesia ini ternyata menjadi daya tarik
penjajah berdatangan, 350 tahun penderitaan dialami bangsa dan pada tanggal
17 Agustus 1945 akirnya dengan segala upaya dan perjuangan seluruh bangsa
indonesia penderitaan itu diakirinya dengan mengikrarkan proklamasi
kemerdekaan .
Setelah bangsa indonesia merdeka bukan berarti mengakiri semua niat
buruk bangsa lain untuk menjajah kembali, oleh kerna itu bangsa ini harus selalu
waspada terhadap ancaman baik yang dating dari luar maupun dari dalam yang
lebih dikenal dengan bahaya latin, ancaman separati ini ditunjukan dengan
banyaknya wilayah atau propinsi di Indonesia yang menginginkan dirinya
75

merdeka lepas dari Indonesia.


Kekuatan bangsa dalam menjaga keutuhan negara Indonesia tentu saja
harus selalu didasari oleh segenap landasan baik landasan ideal, konstitusional
dan juga wawasan visional. Landasan ini akan memberikan kekuatan konseptual
filosofis untuk merangkum, mengarahkan, dan mewarnai segenap kegiatan hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Ketahanan nasional merupakan suatu kondisi dinamis suatu bangsa, yang
berisi keuletan dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan
mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala
ancaman, gangguan, hambatan, dan tantnagan, baik yang dating dari lauar
maupun dari dalam negeri, yan langsung naupun yang tidak langsung
membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan Negara
serta perjuanagan dalam mengejar tujuan nasional Indonesia. (Suradinata,
dalam Kaelan,2007:146). Ketahanan nasional pada hakikatnya adalah kekuatan
nasional dalam arti luas, dengan demikian unsur-unsur ketahanan nasional
meliputi aspek astagatra yaitu geografi, sumber kekayaan alam, ideologi, politik,
ekonomi, sosial-budaya dan hankam.
Terbentuknya negara Indonesia dilatar belakangi oleh perjuangan seluruh
bangsa. Sudah sejak lama Indonesia menjadi incaran banyak negara atau
bangsa karena potensinya yang besar dilihat dari wilayahnya yang luas dengan
kekayaan alam yang banyak. Kenyataanya, ancaman datang tidak hanya dari
luar tetapi juga dari dalam. Ancaman dari luar negeri bisa berupa tindakan
terorisme internasional dan bentuk ancaman dari dalam negeri seperti
tumbuhsuburnya korupsi, kolusi, dan nepotisme serta rendahnya kualitas sumber
daya manusia yang memerlukan penangan yang serius.
Beberapa ancaman dalam dan luar negeri telah dapat diatasi bangsa
Indonesia dengan adanya tekad bersama menggalang kesatuan dan keutuhan
bangsa. Kekuatan bangsa dalam menjaga keutuhan negara Indonesia tentu saja
harus didasari oleh segenap landasan baik landasan ideal, konstitusional dan juga
wawasan visional.

3. Pokok-Pokok Pikiran
1). Manusia Berbudaya
Manusia yang berbudaya akan selalu mengadakan hubungan :
a. dengan Tuhan, disebut agama
b. dengan cita-cita, disebut ideologi
c. dengan kekuatan/kekerasan, disebut politik
d. dengan pemenuhan kebutuhan, disebut ekonomi
e. dengan manusia, disebut sosial
f. dengan rasa keindahan, disebut seni/budaya
g. dengan rasa aman, disebut pertahanan dan keamanan
76

2). Tujuan Nasional, Falsafah Bangsa dan Ideologi Negara

Tujuan nasional menjadi pokok dalam ketahanan nasional karena suatu


organisasi, apapun bentuknya, akan selalu berhadapan dengan masalah-masalah
internal dan eksternal dalam proses mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Oleh
karena itu perlu ada kesiapan untuk menghadapi kemungkinan-kemungkian
masaalah yang terjadi.

Falsafah dan idieologi juga menjadi pokok pikiran, hal tersebut terbukti dari
makna falsafah dalam pembukaan UUD 1945.

4. Landasan-landasan Ketahanan Nasional


a. Pancasila Sebagai Landasan Ideal
Dalam kapasitasnya sebagai ideologi, Pancasila merupakan cita-cita
bangsa yang merupakan ikrar segenap bangsa dalam upaya mewujudkan
masyarakat adil makmur yang merata material maupun spiritual. Pancasila
merupakan asas kerohanian yang kan membawa bangsa dalam suasana
merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana
perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib, dan dinamis dalam
lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai (Kaelan,
2004:22)
b. UUD 1945 sebagai Landasan Konstitusional
Bertolak dari Pancasila sebagai sumber tertib hukum Indonesia yang
sekaligus mengandung cita-cita hukum yang termuat dalam Pembukaan UUD
1945, maka UUD 1945 sendiri merupakan keputusan politik ini kemudian
diturunkan dalam norma-norma konstitusional (Perundangan) untuk
mementukan sistem negara dengan bentuk-bentuk konsep pelaksanaannya
secara spesifik. Oleh karena itu maka sudah semestinya seluruh penyelenggaraan
kehidupan berbangsa dan bernegara tercakup dalam peraturan perundang-
undangan mulai dari lingkup nasional kebawah, dari yang mengandung pokok-
pokok sampai dengan peraturan yang terinci bahkan sampai petunjuk teknisnya.
Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan pada aturan
konstitusional, berdasar atas hukum. Kekuasaan dan kewenangan itu jelas ada
tetapi tetap dalam kerangka aturan penyelenggraan negara menurut hukum atau
perundangan yang berlaku. Semua bersamaan kedudukannya di dalam hukum.
Hukum berlaku bagi seluruh rakyat dan bahkan termasuk pemerintah. Oleh
karenanya, pemerintah sebagai institusi yang berwenang mengatur negara juga
tidak boleh melawan hukum, begitupula oknum penguasa secara pribadi. Hukum
akan mengatur seluruh kehidupan bangsa dan negara untuk menjaga ketertiban
hidup di masyarakat.

5. Ruang Lingkup Pengertian Ketahanan Nasional


77

Konsepsi Ketahanan Nasional mengandung keuletan dan ketangguhan dalam


rangka tetap mengembangkan kekuatan nasional untuk menghadai segala
potensi tantangan, ancaman dan gangguan yang berasal dari dalam dan luar
negeri.
Konsepsi ini sesungguhnya didasarkan atas beberapa pokok pikiran:
a) Manusia adalah Makhluk yang Berbudaya
b) Tujuan Nasional, Falsafah, dan Ideologi Negara

Konsepsi Ketahanan Nasional.


Pemikiran konseptual tentang ketahanan negara ini didasarkan atas
konsep geostrategi, yaitu konsep yang dirancang dan dirumuskan dengan
memperhatikan kondisi bangsa dan konstelasi geograsi Indonesia yang disebut
dengan Konsepsi Ketahanan Nasional.
Konsepsi Ketahanan nasional (Indonesia) adalah konsepsi pengembangan
kekuatan nasional melalui pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan
keamanan yang seimbang, serasi dan selaras dalam seluruh aspek kehidupan
negara secara utuh dan menyeluruh terpadu berlandaskan Pancasila, UUD 1945
dan Wawasan Nusantara (Lemhannas, 2000:99 dalam Holilulloh,2003)
Hakikat Ketahanan Nasional dan Hakikat Konsepsi Ketahanan Nasional
Hakikat Ketahanan Nasional Indonesia adalah keuletan dan ketangguhan
bangsa yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional
untuk dapat menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara dalam mencapai
tujuan nasional. Menurut Chaidir Basri dalam Depdikas (2002:232) ketahanan
nasional menganut aliran pikiran kesisteman. Ketahanan nasional merupakan
suatu sistem, dengan komponen-komponennya semua aspek kehidupan
nasional (8 aspek).
Pemikiran integralsitik komprehensif merupakan metode ketahanan
nasional. Hakikat konsepsi nasional Indonesia adalah pengaturan dan
penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan secara seimbang, serasi dan
selaras dalam seluruh aspek kehidupan nasional.
Asas-asas Ketahanan Nasional
Asas Ketahanan Nasional adalah tata laku yang didasari nilai-nilai yang
tersusun berlandaskan Pancasila, UUD 1945, dan Wawasan Nusantara. Asas-
asas tersebut adalah sebagai berikut (Holilulloh,2003).
a. Asas kesejahteraan dan keamanan
b. Asas komprehensif integral/menyeluruh terpadu
c. Asas mawas ke dalam dan mawas ke luar
d. Asas kekeluargaan

Sifat Ketahanan Nasional


Mandiri, Maksudnya adalah percaya pada kemampuan dan kekuatan sendiri dan
tidak mudah menyerahkan serta bertumpu pada identitas, integritas, kepribadian
78

dan keunggulan nasional.


Dinamis, artinya tidak tetap, naik turun, tergantung situasi dan kondisi bangsa
dan negara serta lingkungan strategisnya.
Wibawa, Keberhasilan pembinaan Ketahanan Nasional yang berlanjut dan
berkesinambungan tetap dalam rangka meningkatkan kekuatan dan
kemampuan bangsa yang diperhatikan pihak lain. Semakin baik ketahanan
nasional Negara kesatuan Republik Indonesia maka semakin berwibawa dan
semakin baik daya tangkal yang dimiliki Indonesia.
Konsultasi dan Kerjasama, Hal ini dimaksudkan adanya saling menghargai
dengan mengandalkan pada kekuatan moral dan kepribadian bangsa. Dengan
kata lain, konsepsi ketahanan nasional Indonesia tidak konfrontatif serta tidak
menguatamakan kekuatan fisik belaka melainkan lebih kepada sikap konsultatif
dan kerjasama yang berdasarkan kekuatan moral dan kepribadian bangsa yang
sesuai dengan Pancasila.
Senada dengan pendapat di atas, menurut Tontowi (2001:77) sifat-sifat
ketahanan nasional adalah:
1. manunggal
2. wawasan ke dalam
3. berkewibawaan
4. berubah menurut waktu
5. tidak membenarkan sikap adu kekuatan dan kekuasaan
6. percaya pada diri sendiri dan
7. tidak tergantung pada pihak lain.
Dalam hal ketahanan nasional, Indonesia merupakan Negara yang mencintai
perdamaian namun lebih mencintai kemerdekaan, artinya Indonesia
mengutamakan jalan atau cara-cara damai dalam mempertahankan Negara,
namun demikian jika ada Negara atau golongan tertentu dalam Negara yang
menciderai proklamasi maka Indonesia tidak menutup diri untuk
mempertahankannya dengan tindakan opensif.

6. Kedudukan dan Fungsi Konsepsi Ketahanan Nasional


Kedudukan
Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional berkedudukan sebagai
landasan konseptual, yang didasari oleh Pancasila sebagai landasan ideal
dan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional dalam paradigma
pembangunan nasional.
Fungsi
Konsepsi Ketahanan Nasional berdasarkan tuntutan penggunaanya berfungsi
sebagai Doktrin Dasar Nasional, Metode Pembinaan Kehidupan Nasional
Indonesia, dan sebagai Pola dasar Pembangunan nasional.
7. Pengaruh HAM, Demokrasi dan Lingkungan Hidup Terhadap
79

Ketahanan Nasional.
Hak Asasi Manusia

a) Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat dan kodrat
manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa dan merupakan
anugrah- Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi oleh negara,
hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia.
b) Kewajiban Dasar Manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila
tidak dilaksanakan, tidak dimungkinkan terlaksana dan tegaknya Hak
Asasi Manusia. Dewasa ini kurangnya kesadaran akan kewajiban dasar
manusia menyebabkan kegaduhan di berbagai dunia. Rakyat hanya
pandai menuntut haknya tanpa mau peduli dengan kewajibannya
sebagai warganegara.
c) Diskriminasi adalah setiap pembatasan-pembatasan atau pengecualian
yang langsung atau tidak langsung didasarkan kepada perbedaan
manusia. Banyak kasus diskriminasi terjadi dalam berbagai bidang, baik
hukum, agama, sosial bidaya, maupun politik. Dalam bidang agama,
contoh kasus Ahmadiyah yang tidak boleh menyebarkan keyakinannya
yang diikuti oleh perusakan tempat ibadah mereka adalah bentuk
diskriminasi. Dalam bidang pendidikan, orang kaya lebih berpeluang
untuk mengakses pendidikan yang berkualitas dibandingkan orang miskin
meskipun memiliki kemampuan akademik yang baik.
d) Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja
sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik
jasmani maupun rohani. Sebagai contoh, dalam praktik hukum di Negara
kita, banyak cara-cara aparat penegak hukum dengan melakukan
penyiksaan guna memperoleh pengakuan atas perbuatan yang melawan
hokum yang dilakukan oleh seseorang. Padahal cara-cara seperti ini telah
jelas-jelas melawan asas hukum yakni asas praduga tak bersalah.
e) Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau
kelompok orang termasuk aparat negara, baik yang disengaja maupun
yang tidak disengaja.
Pasal-pasal UUD 1945 tentang HAM sebagaimana ditulis Kaelan (1999:183-
185) antara lain:
a) Hak atas kebebasan untuk mengeluarkan pendapat
b) Hak atas kedudukan yang sama didalam hukum
c) Hak atas kebebasan berkumpul
d) Hak atas kebebasan beragama
e) Hak atas penghidupan yang layak
Dalam pelaksananaan macam-macam HAM yang diatur dalam UUD 1945
tersebut, tiap rezim penguasa menafsirkan dan melaksanakannya secara
80

berbeda. Misalnya saja, kebebasan untuk mengeluarkan pendapat sering hanya


sebagai kebebasan tertulis yang pada kenyataannya tidak ada kebebasan. Rakyat
atau golongan tertentu yang memiliki pendapat berbeda dengan pemerintah
sering ditafsirkan sebagai kelompok penentang penguasa. Hak atas kedudukan
yang sama di dalam hukum terkadang dinodai oleh pelaksanaan dan putusan
peradilan dan pengadilan yang memutus perkara yang putusannya sering
dipengaruhi oleh penguasa dan elit di bidang ekonomi, tegasnya hukum sering
tumupul ke atas dan tajam ke bawah. Hak atas kebebasan berkumpul sering
dicurigai sebagai usaha merongrong penguasa dan kebebasan beragama juga
sering dinodai konflik antara dan internal pemeluk agama. Demikian pula, hak
atas penghidupan yang layak sering di nodai dengan kebijakan pemerintah yang
tidak adil dan timpangnya kehidupan rakyat miskin dan tidak terdidik di banding
kelompok terdidik dan pemilik modal. Namun, pasca reformasi digulirkan,
beberapa hak rakyat sedikit demi sedikit diberikan ruang untuk diperjuangkan
dan dilindungi pelaksanaannya.

Demokrasi
Secara etimologis demokrasi berasal dari bahasa Yunani, demos yang berarti
rakyat dan cratos yang berarti kekuasaan atau berkuasa, sehingga demokrasi
secara asal katanya berarti rakyat berkuasa. Atau secara umum makna
demokrasi diartikan pemerintahan rakyat. Dalam demokrasi disebutkan bahwa
goverment from people, by people and for people, sehingga rakyat dalam Negara
demokrasi menjadi subjek Negara dan bukan merupakan objek. Dalam Negara
demokrasi, rakyat berdaulat untuk menentukan masa depan negaranya termasuk
bagaimana peran serta rakyat sangat menentukan jalannya pemerintahan. Peran
serta rakyat dalam Negara dapat berwujud menyallurkan aspirasinya pada saat
pemberian suara dalam suatu pemilihan umum, membayar pajak, terlibat aktif
dalam percaturan politik local maupun internasional dengan menjadi pejabat
public, atau dengan cara menyampaikan kritik pada pemerintah baik langsung
maupun melalui media massa.
Lingkungan Hidup
Pengertian lingkungan hidup adalah semua kondisi yang ada disekitar manusia,
hewan maupun tumbuhan dan benda lainnya. Lingkungan hidup merupakan
suatu ekosistem yang saling berhubungan. Bila terjadi ketidakberesan diantara
unsur penyusunan ekosistem tersebut maka ketidakseimbangan akan terjadi.
Ketidakseimbangan dalam ekosistem akan berakibat terganggunya unsur
ekosistem yang lain.
Pembangunan yang berkelanjutan menjadi istilah dan semboyan yang berisi
tekad bangsa-bangsa didunia untuk memerangi kerusakan lingkungan, dengan
pembentukan komisi internasional dibidang lingkungan maupun rencana
tindakannya yang tercantum dalam deklarasi Agenda 21 Rio (1992). Semangat
ini diteruskan secara nasional dengan peraturan perundangan mengenai
81

pengelolaan lingkungan, yaitu Undang-undang Nomor 23/1997 yang


dilanjutkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 42/1994 tentang
Pedoman Umum Pelaksanaan Audit Lingkungan.
8. Pengaruh Aspek Ketahanan Nasional terhadap Kehidupan
Berbangsa dan Bernegara
Pengaruh Aspek Ideologi

Istilah ideologi berasal dari kata ‘ Idea’ yang berarti gagasan, konsep,
pengertian dasar dan ‘logos’ yang berarti ‘ilmu’. Kata ‘idea’ berasal dari kata
bahasa Yunani ‘eidos’ yang berarti ‘bentuk’. Di samping itu ada kata ‘ idein’ yang
berarti ‘melihat’. Maka secara harfiah, ideologi berarti ilmu tentang pengertian-
pengertian dasar. Ideologi adalah suatu sistem nilai sekaligus merupakan ajaran
yang memberikan motivasi. Secara teoritis, suatu ideologi bersumber dari suatu
falsafah dan merupakan pelaksanaan dari sistem falsafah itu sendiri.
Pengertian ideologi secara umum dapat dikatakan sebagai kumpulan gagasan –
gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan, kepercayaan-kepercayaan yang
menyeluruh dan sistematis yang menyangkut bidang politik, sosial Kebudayaan,
dan bidang keagamaan (Soemarsono,2002 :8)
Ideologi Dunia Liberalisme
Liberalism adalah faham yang mendasarkan pada kebebasan dan persamaan hak
individu dan menolak adanya pembatasan dari pemerintah dan agama. Paham
liberalisme berkembang dari akar-akar rasionalisme yaitu paham yang
mendasarkan pada rasio sebagai sumber kebenaran tertinggi, materialisme yang
meletakkan materi sebagai nilai tertinggi, empirisme yang mendasarkan atas
kebenaran fakta empiris (yang dapat ditangkap melalui indra manusia), serta
individualisme yang meletakkan nilai dan kebebasan individu sebagai nilai
tertinggi dalam kehidupan masyarakat dan Negara. Pada Negara-negara liberal,
kebebasan individu adalah merupakan nilai tertinggi. Negara lebih banyak
berperan sebagai “penjaga malam”. Liberalisme (Aliran pikiran
perseorangan/individualistik, diajarkan oleh Thomas Hobbes, Jhon Locke, Jean
Jaques Rousseau, Herbert Spencer dan Harold J. Laski)

Komunisme

Bertolak belakang dengan individualisme kapitalisme. Paham komunisme


yang dicetuslan melalui pemikirian Karl Marx memandang bahwa hakikat
kebebasan dan hak individu itu tidak ada. Ideologi komunisme mendasarkan
pada suatu keyakinan bahwa manusia pada hakikatnya adalah merupakan
makhluk sosial saja. Kebebasan individu dibatasi, dengan kata lain bahwa individu
harus lebih mementingkan komunitasnya dan berarti pada komunisme tidak ada
individualitas.
82

Sehingga menurut komunisme dapat disimpulkan bahwa berkembangnya


individualisme kapitalisme merupakan sumber penderitaan rakyat terutama
kaum miskin. ideologi komunisme pada hakikatnya bercorak partikular yaitu
suatu ideologi yang hanya membela dan diperuntukkan suatu golongan tertentu,
yaitu golongan proletar. Komunisme merupakan sebuah koreksi atas kapitalisme
pada awal abad ke-19. Menurut keyakinan komunisme, keadilan hanya akan
tercapai jika tidak ada kelas sosial diantara warganegara, untuk mewujudkan itu,
maka perlu pengambilalihan alat-alat produksi dan monoloyalitas warganegara
pada parta komunis dan tidak adanya pengakuan atas hak perorangan.

Dalam kaitannya dengan sifat dan lingkup pengembangannya maka


ideologi komunisme bersifat kosmopolitisme yaitu mengembangkan hegemoninya
ke seluruh dunia. Marx menyerukan kepada seluruh kaum buruh di seluruh dunia
untuk bersatu memerangi kaum kapitalis dan agama. Kaum kapitalis dianggap
sebagai biang kerok ketidakadilan, dimana yang mempunyai modal dapat
mengalahkan yang lemah.
Agama dianggapnya hanya sebagai candu belaka, sehingga komunisme
menjauhkan dirinya dari aspek religiusitas. Komunisme diajarkan oleh Karl
Marx, Angel dan Lenin. Di cina diajarkan oleh Mao Tse Thung.

Ideologi Keagamaan

Ideologi keagamaan pada hakikatnya memiliki perspektif dan tujuan yang


berbeda dengan ideologi liberalisme dan komunisme. Sebenarnya sangatlah sulit
untuk menentukan tipologi ideologi keagamaan, karena sangat banyak dan
beraneka ragamnya wujud, gerak, dan tujuan dari ideologi tersebut. Namun
secara keseluruhan terdapat suatu ciri bahwa ideologi keagamaan senantiasa
mendasarkan pemikiran, cita-cita serta moralnya pada suatu ajaran agama
tertentu, dengan kata lain, ideologi kagamaan adalah ideology yang bersumber
dari kitab suci.

Ideologi Pancasila

Ideologi Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara juga sebagai ideologi


nasional. Dalam Pancasila terkandung nilai-nilai luhur dan cita-cita bangsa
Indonesia. Nilai-nilai yang terkadung dalam Pancasila digali dari kebudyaan dan
kepribadian bangsa Indonesia. Pancasila bukan merupakan ideologi tiruan yang
berasal dari luar. Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesepakatan
filosofis dan kesepakatan politis dari segenap elemen bangsa Indonesia dalam
mendirikan negara. Berbeda dengan ideologi-ideologi lainnya maka Pancasila
pada hakikatnya merupakan suatu ideologi yang bersifat komprehensif, artinya
ideologi Pancasila bukan untuk dasar perjuangan kelas tertentu, golongan
83

tertentu atau kelompok primordial tertentu. Pancasila pada hakikatnya


merupakan suatu ideologi bagi seluruh lapisan, golongan, kelompok dan seluruh
elemen bangsa dalam mewujudkan cita-cita bersama dalam suatu kehidupan
berbangsa dan bernegara.

Ketahanan Nasional Bidang Ideologi

Pancasila sebagai suatu ideologi bangsa dan negara Indonesia, kecuali


sebagai sarana persatuan dan kesatuan bangsa, juga berfungsi mengarahkan
perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai cita-citanya sehingga peranannya
sangat penting dalam kehidupan negara. Ketahanan bidang ideologi harus
berakar pada kepribadian bangsa sendiri. Menurut Sumarsono, dkk (2002:115)
diantara upaya memperkuat ketahanan ideologi memerlukan langkah pembinaan
sebagai berikut:

a) Pengamalan Pancasila secara objektif dan subjektif terus


dikembangkan serta ditingkatkan.

b) Pancasila sebagai ideologi terbuka perlu terus direlevansikan dan


diaktualisasikan nilai instrumentalnya agar tetap mampu membimbing
dan mengarahkan kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, selaras dengan peradaban dunia yang berubah dengan
cepat tanpa kehilangan jati diri sebagai bangsa Indonesia

c) Sesanti Bhinneka Tunggal Ika dan konsep wawasan nusantara yang


bersumber dari Pancasila harus dikembangkan dan ditanamkan dalam
masyarakat majemuk sebagai upaya untuk selalu menjaga persatuan
bangsa
dan kesatuan wilayah serta moralitas yang loyal dan bangga terhadap
bangsa dan negara.

Pancasila harus menjadi dasar ideologi Indonesia yang menjunjung tinggi hak
asasi manusia, mengedepankan kepentingan umum ketimbang kepentingan
individu dan mengambil segala keputusan berdaarkan musyawarah untuk
mencapai mufakat.

Pengaruh Aspek Politik

Ketahanan nasional bidang politik adalah suatu kondisi dinamis suatu


bangsa, yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung
84

kemampuan mengembangkan potensi nasional menjadi kekuatan nasional,


sehingga dapat menangkal dan mengatasi segala kesulitan dan gangguan
yang dihadapi oleh negara baik yang berasal dari dalam maupun dari luar
negeri.
Dengan memahami pengertian politik maka objek materia politik yang
merupakan bahan kajian meliputi : kekuasaan, kebijaksanaan, negara,
pemerintahan, fakta politik, kegiatan politik, serta organisasi kemasyarakatan.
Namun demikian, kegaduhan politik dan ketidakdewasaan dalam berpolitik
dapat saja merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sehingganya, dalam berpolitik memerlukan etika politik agar para politikus
tidak memperoleh, menjalankan dan melaksanakan kekuasaanya secara
sewenang-wenang. Ketahanan pada bidang politik mutlak diperlukan untuk
membina stabilitas politik dengan mengembangkan kehidupan demokratis
yang memadukan kebebasan aktif dan bertanggungjawab.

Politik Dalam Negeri

Politik dalam negeri adalah kehidupan kenegaraan berdasarkan Pancasila


dan UUD 1945 yang mampu menyerap aspirasi dan dapat mendorong
partisipasi masyarakat dalam suatu sistem. Unsur-unsurnya terdiri atas struktur
politik, proses politik, budaya politik, komunikasi politik, dan partisipasi politik.
Politik dalam negeri diarahkan kepada bagaimana tercapainya tujuan bersama
yaitu sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke empat.

Politik Luar Negeri

Politik luar negeri adalah salah satu sarana pencapaian kepentingan


nasional dalam pergaulan antar bangsa. Politik luar negeri Indonesia yang
berlandaskan pada Pembukaan UUD 1945, yaitu melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, serta
anti penjajahan bangsa satu terhadap bangsa lainnya karena tidak sesuai dengan
prikemanusiaan dan prikeadilan. Politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif
memungkinkan Indonesia dapat berperan aktif dalam ikut menciptakan
perdamaian dunia. Lebih dari itu, Indonesia merupakan negara berpenduduk
terbesar di dunia yang menganut agama Islam menjadi salah satu negara yang
perannya diakui dunia internasional.

Pengaruh Aspek Ekonomi

Indonesia merupakan negara yang sangat potensial untuk menjadi negara


maju. Hal ini dimungkinkan karena Indonesia memiliki sumber kekayaan alam
yang melimpah. Perekonomian selain berkaitan dengan wilayah geografi suatu
85

negara, juga sumber kekayaan alam, sumber daya manusia, cita-cita masyarakat
yang lazimnya disebut ideologi, akumulasi kekuatan, kekuasaan, serta
kebijaksanaan yang akan diterapkan dalam kegiatan produksi dan distribusi, nilai
sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan yang memberikan jaminan
lancarnya roda kegiatan ekonomi suatu bangsa. Proses tersebut akan mempunyai
dampak positif dalam arti meningkatkan kesejahteraan suatu bangsa manakala
kegiatan ekonomi itu terselenggara dalam posisi keseimbangan antara
permintaan dan penawaran, produksi, distribusi barang dan jasa. Namun apabila
suatu bangsa hanya menjadi konsumen dari barang dan jasa maka negara
tersebut tidak akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang baik.

Perkonomian Indonesia

Sistem perekonomian Indonesia mengacu pada pasal 33 UUD 1945, yang


menyebutkan bahwa sistem perekonomian Indoneisa disusun sebagai usaha
bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Cabang-cabang produksi yang penting
bagi negara dan menguasai hajad hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
Bumi dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Sistem ini menekankan bahwa suatu usaha bersama berarti bahwa setiap
warga negara mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam
menjalankan roda perekonomian dengan tujuan untuk mensejahterakan
bangsa.
Secara makro sistem perekonomian Indonesia dapat disebut sistem
perekonomian kerakyatan. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Kemakmuran rakyat yang dimaksud adalah kemakmuran
rakyat seluruh Indonesia. Untuk mencapai keadila sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia diperlukan pembangunan dalam berbagai bidang kehidupan secara
merata yang hasilnya dapat dirasakan oleh seluruh rakyat. Hasil pembangunan
tidak boleh hanya dinikmati oleh segolongan rakyat tertentu atau oleh suatu
daerah tertentu. Jika hal ini terjadi, tidak menutup kemungkinan akan terjadinya
disparitas antar daerah dan antara manusia yang satu dengan yang lainnya
yang dapat memicu kecemburuan sosial yang tidak menutup kemungkinan
memicu disintegrasi bangsa.
Menurut Asshidiqie dalam Lemhannas (2011:59), konsep perekonomian
nasional diselenggarakan atas dasar demokrasi ekonomi dengan prinsip-prinsip:
a) Kebersamaaan
b) Efisiensi berkeadilan
c) Berkelanjutan
d) Berwawasan lingkungan
86

e) Kemandirian
f) Keseimbangan kemajuan
g) Kesatuan ekonomi nasional
Berdasarkan pendapat tersebut, jelaslah kiranya bahwa prinsip dasar demokrasi
ekonomi harus dilaksanakan agar mampu mencapai tujuan nasional yaitu
mencapai rakyat yang adil dan makmur. Tanpa demokrasi ekonomi akan terjadi
kapitalisasi dan ketimpangan kehidupan ekonomi antar warganegara yang akan
berakibat pada kerawanan sosial. Kerawanan sosial dapat memicu disintegrasi.

Ketahanan pada Aspek Ekonomi

Setiap bangsa dan Negara memiliki cita-cita untuk memiliki ketahanan


ekonomi yang kuat. Sejarah membuktikan bahwa pendudukan atau penjajahan
daerah/Negara lain adalah didorong oleh hasrat untuk menguasai sumber
kekayaan alamnya. Pada saat ini ekspansi Negara maju pada Negara
berkembang berupa serbuan produk-produk mereka. Hal ini merupakan usaha
untuk menjadikan negaranya sebagai Negara yang memiliki ketahanan ekonomi.
Ketahanan ekonomi adalah merupakan suatu kondisi dinamis kehidupan
perekonomian bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan, kekuatan nasional
dalam menghadapi serta mengatasi segala tantangan dan dinamika
perekonomian baik yang datang dari dalam maupun dari luar negara Indonesia,
dan secara langsung maupun tidak langsung menjamin kelangsungan dan
peningkatan perekonomian bangsa dan negara Republik Indonesia yang telah
diatur berdasarkan UUD 1945. Indonesia memiliki potensi ekonomi yang tinggi
dimana memiliki luas laut yang luas dan berada di tengah garis khatulistiwa,
wilayah tambang dan migas, iklim yang agraris memungkinkan Indonesia
menjadi Negara yang maju asalkan dikelola dengan baik dan benar demi
kesejahteraan rakyat.

Wujud ketahanan ekonomi tercermin dalam kondisi kehidupan perekonomian


bangsa yang mampu memelihara stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis,
menciptakan kemandirian ekonomi nasional yang berdaya saing tinggi, dan
mewujudkan kemakmuran rakyat dan pembangunan ekonomi yang secara adil
dan merata.
Ketahanan Sosial Budaya
Indonesia merupakan Negara yang terdiri atas suku bangsa, ras, agama,
dan golongan yang heterogen dan dengan demikian memiliki potensi konflik yang
besar. Sosial budaya mencakup dua segi utama kehidupan bersama manusia
yaitu segi sosial dan dimana manusia harus mengadakan kerjasama demi
kelangsungan hidupnya dan segi budaya yang merupakan keseluruhan tata nilai
dan cara hidup yang manifestasinya tampak dalam tingkah laku.
a. Struktur sosial di Indonesia
87

Kehidupan masyarakat berdasarkan struktur peran dan profesi melahirkan


bentuk hubungan ikatan antar manusia yang dapat menggantikan hubungan
antar keluarga
b. Kondisi budaya di Indonesia
1) Kebudayaan daerah
Kebudayaan daerah sebagai suatu sistem nilai yang menuntun sikap,
perilaku dan gaya hidup merupakan identitas dan menjadi kebanggaan
suku bangsa yang bersangkutan.
2) Kebudayaan nasional
Kebudaya
88

BAB IX
POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL

Pada umumnya setiap bangsa mempunyai cita-cita. Cita-cita itu adalah


aspirasi kekal suatu bangsa mengenai kesejahteraan, keamanan, dan
pengembangan yang dibentuk oleh nilai kultural dan etik, serta asas yang akan
digunakan untuk mencapainya. Cita-cita ini dicapai melalui tujuan nasional. Cita-cita
bangsa Indonesia adalah masyarakat adil makmur aman dan sentosa atau
masyarakat “Gemah Ripah Loh Jinawi, Tata Tentrem Kerta Raharja atau masyarakat
Baldatun toyibatun Warobun Gafur.” Cita-cita yang sangat utopis itu sulit diukur,
bahkan mungkin juga sulit dicapai karena standar yang sangat relatif-kualitatif.
Kendatipun demikian, sebagai bangsa cita-cita ini mutlak diperlukan untuk
menyatukan arah kebijaksanaan dalam perencanaan bangnas yang kita lakukan
sebagai bangsa dan negara. Cita-cita yang utopis tersebut dicapai melalui tujuan
nasional. Tujuan nasional walaupun bersifat kualitatif, namun dengan batas-batas
yang dapat diukur, ke arah mana bangsa memusatkan segenap usahanya, dan
dicapai melalui sasaran nasional.
Tujuan nasional bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan
UUD 45, yaitu sebagai berikut.
Melindungi seluruh bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia atau
Tanah Air Indonesia (keamanan).
Memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa
(kesejahteraan).
Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
dan keadilan sosial (lingkungan kesejahteraan dan keamanan).

Tujuan nasional tersebut membawa makna yang tersirat dan tersurat dalam
cita-cita nasional yang utopis tersebut, yaitu kesejahteraan dan keamanan dalam
lingkungan pergaulan dunia yang tertib. Pengaruh lingkungan strategik ini sangat
kuat terhadap upaya kita mencapai tujuan nasional. Lebih-lebih di era kesejagatan
ini, yang menghilangkan batas-batas geografik suatu negara, mengutamakan kerja
sama antara bangsa. Peristiwa yang terjadi di negara lain dapat berdampak
terhadap aspek kehidupan nasional (lihat perang Vietnam dengan “manusia
perahunya” atau embargo minyak negara-negara Arab terhadap AS dan sekutunya
dapat mengurangi bantuan AS dan sekutunya kepada negara-negara berkembang
termasuk Indonesia).
Tujuan nasional (National Interest) akan kita capai melalui sasaran nasional.
Sasaran Nasional itu adalah suatu kondisi nyata yang segera hendak dicapai oleh
bangsa dengan melibatkan segenap usaha dan sumber kemampuan yang tersedia
pada saat sasaran nasional itu ditetapkan. Penetapan ini melalui kebijaksanaan
89

nasional, yaitu cara bertindak yang ditentukan oleh pemerintah pada tingkat
nasional, berupa rencana alokasi sumber kemampuan dan rincian langkah-langkah
yang berurutan, dikaitkan dengan tahapan waktu yang diperlukan untuk mencapai
sasaran nasional (National Objective).
Sasaran nasional tersebut dicapai melalui program kegiatan pembangunan
nasional (National Commitment). Uraian memberikan gambaran stratifikasi pola pikir
dalam mengkaji implementasi polstranas dalam bangnas.

PENETAPAN POLSTRANAS
Polstranas ditetapkan oleh MPR. MPR sebagai pencerminan rakyat Indonesia,
pemegang kedaulatan rakyat dan pemegang kekuasaan negara yang tertinggi.
Segala ketetapan dan keputusan yang dibuat akan mengikat seluruh rakyat
Indonesia, Lembaga Negara, Lembaga Pemerintah, Kekuatan Sosial Politik,
Organisasi kemasyarakatan dan Lembaga kemasyarakatan untuk mentaati dan
melaksanakannya. Wujud Polstranas itu ialah GBHN yang ditetapkan oleh MPR.
Untuk melaksanakan GBHN tersebut MPR juga menugaskan Presiden/mandataris
MPR. Selain melaksanakan GBHN tersebut MPR menugaskan Presiden/mandataris
MPR menyusun dan menetapkan Repelita mengacu kepada pelaksanaan GBHN
tersebut dengan memperhatikan sungguh-sungguh saran dari DPR. Selanjutnya
dalam rangka melaksanakan Repelita sesuai dengan arah kebijaksanaan GBHN,
Presiden/mandataris MPR membentuk pemerintahan (kabinet) dan menetapkan
arahan, landasan kerja, tugas pokok, dan sasaran (krida) dan tata kerja untuk
melaksanakan GBHN. Presiden dan kabinet menyusun rencana strategik departemen
yang dikelompokkan ke dalam bidang pembangunan sebagai bahan Repelita, untuk
kemudian dijabarkan ke dalam pelaksanaan pembangunan tahunan (APBN).
Jadi, untuk mencapai cita-cita nasional dan tujuan nasional maka harus
dilakukan bangnas yang berkelanjutan, dan strateginya dilakukan secara bertahap
baik dalam tahapan jangka panjang (PJPT), jangka menengah (Repelita) dan jangka
pendek (Tahunan). Untuk mencapai cita-cita, tujuan dan sasaran dalam GBHN,
Presiden dan kabinet membuat rencana strategik (Renstra) pembangunan sebagai
bahan pelita. Pada tingkatan ini Presiden selaku mandataris MPR dalam
melaksanakan GBHN menetapkan Polstranas pemerintah untuk melaksanakan
Repelita.

PERKEMBANGAN MATERI GBHN SEBAGAI POLSTRANAS


Untuk mencapai tujuan dan cita-cita nasional, harus dilakukan bangnas.
Untuk itu MPR menetapkan GBHN (sekarang Propenas) yang pada hakikatnya adalah
pola umum pembangunan yang ruang lingkupnya mencakup berikut ini.
Pokok-pokok konsepsi pembangunan nasional (Pola Dasar Pembangunan
Nasional). Pokok-pokok konsepsi pembangunan jangka panjang (Pola Umum
Pembangunan Jangka Panjang). Pokok-pokok konsepsi pembangunan lima tahun
(Pola umum pembangunan lima tahunan).
90

Adanya haluan pembangunan yang bersifat tetap (Pola Dasar Pembangunan


Nasional), haluan pembangunan nasional jangka panjang dan haluan pembangunan
lima tahunan, diharapkan jalannya pembangunan yang dilakukan secara bertahap
dan berlanjut akan memiliki arah yang jelas menuju tujuan akhir cita-cita
kemerdekaan nasional. Arah dan dasar-dasar pembangunan yang ditetapkan dalam
pola dasar pembangunan akan tetap dipertahankan, sedangkan penyesuaian,
penyempurnaan dan pembaruan dipusatkan pada materi Pola Umum Pembangunan
lima tahun. Namun, jelas tidak tertutup kemungkinan perubahan atau pembaruan
materi, GBHN dan juga konsepsi bangnas karena perkembangan zaman. Hal ini
dapat dilihat perkembangan perubahan materi, GBHN, sejak GBHN tahun 1973
sampai dengan GBHN tahun 1993. Untuk mengetahui lebih mudah perkembangan
itu Anda perlu mempelajari pokok-pokok materi GBHN tahun 1973-1993 sebagai
berikut.

GBHN Tahun 1973


Bab pendahuluan, Bab pola dasar, bangnas, Bab Pola Umum Pembangunan
Jangka Panjang, Bab Pola Umum Pembangunan Lima Tahun dan Bab Penutup.
Bab I Pendahuluan berisi pengertian, maksud dan tujuan, landasan, pokok-pokok
penyusunan dan penuangan GBHN dan pelaksanaan.
Bab II Pola Dasar bangnas meliputi; tujuan nasional, landasan pembangunan
nasional, modal dasar dan faktor dominan, serta Wasantara dan TANNAS.
Bab III Pola umum pembangunan jangka panjang (25-30 tahun) mencakup
Pendahuluan, arah pembangunan jangka panjang, yang antara lain menggariskan
sasaran utama pembangunan jangka panjang dan sasaran-sasaran dalam empat
bidang kehidupan, yaitu bidang ekonomi, bidang agama dan kepercayaan terhadap
Tuhan yang Maha Esa, sosial budaya bidang politik, dan bidang pertahanan dan
keamanan.
Bab IV Pola umum Pelita kedua mencakup hal-hal sebagai berikut.
a. Pendahuluan.
b. Tujuan.
c. Prioritas.
d. Arah dan kebijaksanaan pembangunan yang meliputi arah dan kebijaksanaan
1) Bidang ekonomi.
2) Bidang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Sosial Budaya.
3) Bidang politik, aparatur pemerintah hukum dan hubungan luar negeri.
4) Bidang pertahanan dan keamanan.
5) Pelaksanaan Pelita kedua.
Bab V
Penutup
Sistematika yang terdiri atas 5 bab tetap dipakai pada GBHN; tahun 1978, 1983,
1988, sedangkan pada GBHN 1993 terdapat perubahan.
91

Mengenai perubahan materinya dapat dilihat, antara lain perkembangan sebagai


berikut

GBHN Tahun 1978


Dalam GBHN 1978 ada penambahan yang substansial pada pola dasar bangnas,
yaitu sebagai berikut.

Asas bangnas yang pada GBHN 1973 terdiri dari 5 asas, dalam GBHN 1978
menjadi 7 asas, dengan tambahan asas kesadaran hukum dan asas kepercayaan
pada diri sendiri.
Modal dasar dan faktor dominan dalam pola dasar bangnas, juga mendapat
tambahan, yaitu ABRI sebagai kekuatan hankam dan kekuatan sosial termasuk
modal dasar pembangunan. Juga kekuatan sosial politik, yaitu partai politik dan
Golkar termasuk dalam potensi efektif bangsa, yang juga merupakan salah satu
modal dasar pembangunan.
Faktor dominan dari bangnas, yang antara lain terdiri dari faktor demografi
ditambah dengan faktor sosial budaya.
Pemasukan konsepsi tannas di samping konsepsi wasantara sebagai salah satu
acuan pelaksanaan bangnas.
Di samping pada Pola Dasar Bangnas juga diadakan penyempurnaan substansial
pada arah Pembangunan Jangka Panjang. Penyempurnaan itu, antara lain berikut
ini.
Ditentukan betapa pentingnya upaya untuk terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat.
Pentingnya pembangunan Bidang Politik, yang diarahkan pada peningkatan
kesadaran bernegara bagi seluruh rakyat sesuai dengan UUD 1945.
Pentingnya upaya untuk menciptakan suasana kemasyarakatan yang mendukung
cita-cita pembangunan serta terwujudnya kreativitas dan otoaktivitas di kalangan
rakyat.
Pentingnya koperasi sebagai salah satu bentuk badan usaha yang harus diberikan
kesempatan seluas-luasnya dan ditingkatkan pembinaannya.
Dalam Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang, dalam mencapai sasaran
pembangunan di Bidang Politik, ditekankan pentingnya upaya untuk mewujudkan
pemerintahan yang bersih, berkemampuan dan berwibawa, serta terlaksananya
pengawasan oleh DPR yang makin efektif dan terwujudnya kesadaran dan kepastian
hukum dalam masyarakat. Dalam mencapai sasaran di Bidang Hankam, sejalan
dengan peran ABRI sebagai modal dasar bangnas, ditekankan bahwa ABRI adalah
kekuatan inti dari sistem Hankamrata dan peranan ABRI yang melaksanakan
Dwifungsi dalam bangnas.
Mengenai Pola Umum Pembangunan Lima Tahun Ketiga jelas keseluruhan
materi GBHN 1973 diperbarui, disesuaikan dengan hasil-hasil yang telah dicapai
dalam Pelita kedua, dan diarahkan untuk makin mendekati sasaran-sasaran dalam
pembangunan jangka panjang.
92

GBHN Tahun 1983


Pada GBHN 1983 tidak diadakan perubahan atau penambahan pada Pola
Dasar Pembangunan Nasional dan Pola Umum Pembangunan jangka panjang. Pada
GBHN 1983 ini pembaruan dan perubahan dipusatkan pada Pola Umum
Pembangunan Lima Tahun Keempat, sebagai kesinambungan dan kelanjutan dari
hasil-hasil yang telah dicapai dalam Pelita Ketiga.
Dalam hubungan itu, dapat dikemukakan bahwa sebenarnya terdapat
perubahan yang substansial pada pola pembangunan jangka panjang dirumuskan
dalam Bab Pola Umum Pembangunan Pelita Keempat. Perubahan itu ialah
penegasan tekad bangsa Indonesia untuk mempercepat tercapainya sasaran
Pembangunan Jangka Panjang, setelah memperhatikan hasil-hasil pembangunan
dalam tiga pelita terdahulu. Sasaran Pembangunan Jangka Panjang (Pertama) ialah
terciptanya landasan yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan
berkembang atas kekuatan sendiri menuju masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila, yang diperkirakan tercapai dalam lima atau enam Pelita.
Ditegaskan bahwa untuk dicapai dalam lima Pelita diusahakan agar dalam Pelita
Keempat dapat diciptakan kerangka landasan, sedangkan dalam Pelita Kelima
diusahakan mantapnya landasan itu sehingga dalam Pelita Keenam bangsa
Indonesia telah dapat tinggal landas untuk memacu pembangunan menuju
terwujudnya masyarakat yang kita cita-citakan.
Di samping hal tersebut, juga terdapat penegasan yang substansial yang
menyangkut kehidupan kita bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang
berdasarkan Pancasila, yaitu diterima dan disepakati Pancasila sebagai satu-satunya
asas. Di dalam arah dan kebijaksanaan pembangunan ditekankan bahwa demi
kelestarian dan pengamalan Pancasila, kekuatan-kekuatan sosial politik, khususnya
partai politik dan Golongan Karya harus benar-benar menjadi kekuatan sosial politik
yang hanya berdasarkan Pancasila sebagai satu-satunya asas.
Demikian pula, dalam GBHN 1983 telah diterima dan disepakati bersama
penegasan bahwa bangnas merupakan pengamalan Pancasila. Hal ini dirumuskan di
dalam Bab Penutup tanpa penjelasan ataupun perincian lebih lanjut.

GBHN Tahun 1988


Dalam GBHN 1988, seperti halnya pada GBHN 1983, perubahan dan
pembaruan hanya dipusatkan pada Pola Umum Pembangunan Lima Tahun,
sedangkan pada Pola Dasar Pembangunan Nasional dan Pola Umum Pembangunan
Jangka Panjang tidak terdapat perubahan, tetap pada keadaan rumusan semula.
Hal yang perlu dikemukakan dalam GBHN 1988 yang amat substansial adalah
sebagai berikut:
Pertama dirumuskan sasaran Pembangunan Jangka Panjang Kedua dalam
GBHN 1988. Ini dianggap penting karena menjelang pelaksanaan Pelita Kelima,
sebagai Pelita terakhir dan untuk mengantisipasi tercapainya sasaran pembangunan
93

dari PJP Ke-1, bangsa Indonesia sebaiknya telah dapat mengantisipasi dan
menetapkan sasaran Pembangunan Jangka Panjang berikutnya. Sasaran PJP II itu
dirumuskan di dalam Bagian Pendahuluan dari Bab Pola Umum Pembangunan Lima
Tahun Kelima, yang berbunyi sebagai berikut; “Sasaran utama PJP 25 tahun kedua
adalah tercapainya kualitas manusia dan kualitas masyarakat Indonesia yang maju
dalam suasana tenteram dan sejahtera lahir batin dalam tata kehidupan masyarakat
bangsa dan negara yang berdasarkan Pancasila dalam suasana kehidupan bangsa
Indonesia yang serba berkeseimbangan dan selaras dalam hubungan antara sesama
manusia, manusia dan masyarakat, manusia dan alam lingkungannya, manusia dan
Tuhan Yang Maha Esa.”
Kedua, dirumuskan secara lebih rinci pengertian pembangunan sebagai
pengamalan Pancasila yang mencakup keseluruhan semangat, arah dan gerak
pembangunan yang dilaksanakan sebagai upaya pengamalan dari kelima sila dalam
Pancasila secara serasi dan sebagai kesatuan yang utuh. Hal ini juga dirumuskan di
dalam Bagian Pendahuluan, Bab Pola Umum Pengembangan Lima Tahun Kelima.
Perincian itu dianggap penting bukan saja karena dalam GBHN sebelumnya belum
terdapat penjelasan yang memadai tentang pengertian pembangunan sebagai
pengamalan Pancasila, tetapi juga dengan maksud agar kita semua memahami dan
menghayati sikap perilaku, dan gerak kegiatan dengan sebaik-baiknya untuk
berpartisipasi secara aktif dan konstruktif dalam pelaksanaan pembangunan sebagai
pengamalan Pancasila.

PROSES PENYIAPAN DAN PENETAPAN GBHN Tahun 1993


Seperti halnya dalam menghadapi Sidang Umum MPR yang terdahulu
Presiden Soeharto yang terpilih kembali sebagai Presiden masa bakti 1988-1993 oleh
Sidang Umum MPR 1988, juga menugasi Sekretariat Jenderal Wanhankamnas untuk
mengumpulkan bahan-bahan masukan bagi penyiapan GBHN 1993. Sejak jauh hari
Setjen Wanhankamnas (dengan Mahmud Soebarkah sebagai Sekretaris Jenderal)
mulai melaksanakan tugas pengumpulan bahan-bahan GBHN itu secara intensif dan
dengan wawasan yang jauh ke depan. Ada faktor-faktor yang perlu diperhatikan
dalam penyiapan bahan-bahan untuk GBHN 1993 ini.
Pertama, Masa Pembangunan Jangka Panjang 25 Tahun Pertama akan
berakhir dengan berakhirnya Pelita Kelima pada tahun 1994. Ini berarti bahwa
pemikiran dan konsep GBHN 1993 tidak hanya dipusatkan pada Pelita Keenam,
tetapi juga harus dapat menjangkau Pelita-pelita selanjutnya dalam PJP II.
Kedua, PJP Kedua ini akan dilaksanakan menjelang dan memasuki awal abad
XXI dengan segala perkembangan keadaan dunia yang amat pesat, khususnya
sebagai akibat dari kemajuan iptek, pascaperang dingin, dan globalisasi, yang
kesemuanya itu perlu diantisipasi dengan sebaik-baiknya, akibat-akibatnya, terutama
kemampuan kita untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Ketiga, Pembangunan Jangka Panjang Kedua yang akan mulai dilaksanakan
pada Pelita Keenam merupakan proses tinggal landas pembangunan dan sekaligus
94

kebangkitan nasional kedua menuju sasaran PJP II yang telah ditetapkan, yaitu
terciptanya kualitas manusia dan kualitas masyarakat Indonesia yang maju dan
mandiri dalam suasana tenteram, sejahtera lahir dan batin dalam tata kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara yang berdasarkan Pancasila, yang serba
berkesinambungan dan selaras.
Dalam proses tinggal landas akan terjadi transformasi nilai-nilai dalam
masyarakat sebagai akibat dari perubahan dari masyarakat agraria kepada
masyarakat industri. Karena itu, perumusan GBHN harus sesuai dengan aspirasi
rakyat yang beraneka ragam serta harus mengarah kepada sasaran yang telah
ditetapkan, perlu benar-benar diperhitungkan tantangan-tantangan yang akan
dihadapi di masa depan dan peluang-peluang yang ada.
Untuk itu, Wanhankamnas mengintensifkan usahanya dalam mengumpulkan
bahan-bahan melalui pertemuan-pertemuan, diskusi-diskusi, dan pembahasan-
pembahasan dengan mengundang tokoh-tokoh masyarakat dari berbagai latar
belakang fungsi dan profesi yang berasal dari supra maupun infrastruktur politik,
termasuk dari dunia perguruan tinggi dari seluruh wilayah Indonesia.
Bahan-bahan yang berhasil dikumpulkan oleh Wanhankamnas dalam
beberapa tahun itu yang jumlahnya cukup besar dilaporkan kepada Presiden.

Berbeda dengan waktu-waktu sebelumnya, kali ini Presiden tidak menyerahkan


bahan-bahan hasil Wanhankamnas itu kepada suatu tim agar dihimpunnya menjadi
bahan akhir untuk kemudian diserahkan kepada MPR. Akan tetapi, Presiden kali ini
menyerahkan bahan-bahan tersebut langsung kepada fraksi-fraksi di MPR melalui
induk organisasinya masing-masing. Ini berarti bahwa Presiden tidak lagi
menyerahkan sumbangan pikiran berupa rancangan GBHN kepada MPR, seperti
pada Sidang Umum MPR sebelumnya. Penyampaian bahan-bahan tersebut kepada
fraksi-fraksi MPR itu adalah dengan maksud agar kelima fraksi MPR dapat
meningkatkan peranan dan partisipasinya dalam menyiapkan konsep GBHN, yang
berarti mengembangkan pelaksanaan Demokrasi Pancasila.

Setelah menerima bahan-bahan dari Presiden itu, semua fraksi MPR (fraksi Karya,
fraksi PPP, fraksi PDI, fraksi utusan daerah dan fraksi ABRI) memang menyiapkan
rancangan GBHN masing-masing untuk diajukan kepada MPR dengan menggunakan
bahan yang mereka terima dari Presiden.

Sesuai dengan Peraturan Tata Tertib MPR yang berlaku, untuk menyiapkan
rancangan acara dan rancangan keputusan. MPR membentuk Badan Pekerja MPR.
Biasanya, Badan Pekerja MPR membentuk Panitia Ad hoc khusus untuk menyiapkan
rancangan GBHN yang akan diajukan kepada Sidang Umum MPR untuk ditetapkan.

Berbeda dengan pada sidang-sidang MPR terdahulu, pada sidang tahun 1993,
Panitia Ad hoc Badan Pekerja MPR menerima 5 rancangan GBHN yang diterima dari
95

kelima fraksi MPR. Pada waktu-waktu sebelumnya Panitia Ad hoc hanya menerima
dan membahas satu rancangan GBHN, yaitu sumbangan pikiran Presiden yang
disampaikan kepada MPR.

Karena itu, sungguh bijaksana sikap semua fraksi MPR untuk menyetujui
penggunaan konsep GBHN yang disampaikan oleh fraksi ABRI sebagai bahan
pembahasan. Kesepakatan ini dapat dicapai setelah dilakukan pembicaraan,
musyawarah, dan pendekatan-pendekatan antarfraksi dan dengan pimpinan Panitia
Ad hoc Badan Pekerja MPR yang intensif. Dengan cara kerja yang demikian itu,
Badan Pekerja MPR dapat menyelesaikan tugasnya, yakni menyiapkan rancangan
GBHN 1993 untuk selanjutnya disampaikan kepada Pimpinan MPR pada waktu yang
dijadwalkan. Dan pada akhirnya, rancangan GBHN tersebut dibahas dan diputuskan
oleh Sidang Umum MPR dengan Ketetapan MPR No. II/MPR/1993 tentang GBHN.

SISTEMATIKA GBHN Tahun 1993


Sesuai dengan Ketetapan MPR No. II/MPR/1993, GBHN 1993 disusun dalam
sistematika sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab II Pembangunan Nasional
Bab III Pembangunan Jangka Panjang
Bab IV Pembangunan Lima Tahun Keenam
Bab V Pelaksanaan
Bab VI Penutup

Dengan memperhatikan sistematika tersebut, sepintas tanpa tidak banyak berbeda


dengan sistematika GBHN sebelumnya. Perbedaannya hanya pada hal-hal berikut.

Dalam GBHN 1993 tidak dipakai kata pola pada rumusan Pembangunan Nasional,
Pembangunan Jangka Panjang dan Pembangunan Lima Tahun Keenam sehingga
tampak lebih sederhana. Namun, tidak ada arti yang mendasar dibalik ditiadakannya
istilah pola itu.

Dalam GBHN 1993 terdapat tambahan Bab Pelaksanaan. Hal ini dimaksudkan untuk
memperjelas tugas kewajiban pelaksanaan GBHN secara keseluruhan. Dalam GBHN
yang terdahulu, ketentuan mengenai "pelaksanaan" terpisah pada beberapa bab,
baik pada bab pendahuluan, pada bab Pola Umum Pembangunan Lima Tahun.
Dengan menyatukan dalam satu bab, yaitu bab V diharapkan dapat dipahami
dengan semakin jelas tentang kebijaksanaan yang ditempuh untuk melaksanakan
keseluruhan GBHN itu.
96

Apabila kita perhatikan lebih lanjut dari sistematik GBHN 1993, makin tampak
perbedaan dari GBHN 1993 jika dibandingkan dengan GBHN sebelumnya, antara lain
pada bab bangnas.

Pada bab ini tercantum subbab baru, yakni makna dan hakikat bangnas.
Diadakannya subbab ini dimaksudkan untuk mewadahi rumusan substansi yang
dalam GBHN terdahulu dirumuskan dalam bab-bab atau subbab lainnya, seperti
rincian pengamalan sila demi sila dari Pancasila dalam pembangunan, sebagai
pengamalan Pancasila, yang dalam GBHN 1988 tercantum dalam bab Pola Umum
Pembangunan Lima Tahun Kelima subbab pendahuluan.
Pada bab ini juga ditambah dengan subbab “Kaidah Penuntun” subbab baru ini
berisi penegasan bahwa dalam pelaksanaan bangnas harus mengacu kepada dan
berpedoman pada ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam kaidah penuntun ini.
Adapun sebagian dari substansi kaidah penuntun telah terdapat dalam GBHN
sebelumnya, seperti ciri-ciri positif demokrasi ekonomi dan hal negatif yang harus
dihindari dalam pelaksanaan demokrasi ekonomi, yang dahulu terdapat dalam bab
Pembangunan Jangka Panjang.

Perbedaan lain yang cukup penting adalah pada bab Pembangunan Jangka Panjang
Tahap Kedua. Dalam GBHN yang terdahulu, bab Pola Umum Pembangunan Jangka
Panjang hanya meliputi dua subbab, yaitu subbab A: Pendahuluan dan subbab B:
Arah Pembangunan Jangka Panjang.

Dalam GBHN 1993 pada bab Pembangunan Jangka Panjang dirinci beberapa subbab
untuk memperjelas subjek substansinya. Dalam bab Pembangunan Jangka Panjang
Kedua, yang meliputi enam subbab adalah subbab Umum; subbab Tujuan; subbab
Sasaran Umum. Pembangunan Jangka Panjang Kedua; subbab Titik Berat
Pembangunan Jangka Panjang Kedua; Sasaran per bidang pembangunan yang
meliputi tujuh bidang pembangunan dan Subbab Arah Pembangunan Jangka
Panjang.

Suatu perubahan lain yang cukup penting dalam GBHN 1993 ini adalah adanya
pemisahan yang jelas antara Sasaran Umum Pembangunan dan Sasaran Bidang
demi Bidang Pembangunan, baik dalam Pembangunan Jangka Panjang maupun
Pembangunan Lima Tahun Keenam. Perlu dijelaskan di sini bahwa dalam GBHN
1993 ini diadakan perluasan bidang-bidang pembangunan dari empat bidang pada
GBHN sebelumnya menjadi tujuh bidang dalam GBHN 1993. Selain itu, diadakan
pula perluasan sektor-sektor pembangunan sebagai penjabaran dari kebijaksanaan
pembangunan bidang-bidang. Adanya penambahan bidang dan sektor
pembangunan ini jelas menunjukkan adanya perluasan bidang-bidang dan sektor
yang memperoleh perhatian yang makin besar.
97

Catatan:

Maksud dari sektor adalah perincian dari bidang Pembangunan dalam GBHN 1993
sehingga tidak sama dengan pengertian “sektor” sebagaimana digunakan dalam
APBN.
Penerapan Polstranas dalam bidang Bangnas.
Dalam Uraian terdahulu telah Anda pelajari, wujud Polstranas adalah GBHN. GBHN
menetapkan arah dan kebijaksanaan bangnas yang masih bersifat umum. Bangnas
yang diamanatkan adalah bangnas dalam upaya mencapai cita-cita dan tujuan
nasional. Untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasional tersebut diperlukan upaya
pembangunan yang berkelanjutan (terus-menerus). Oleh karena itu, strategi yang
ditempuh, yaitu melakukan pertahapan dalam Bangnas tersebut yang dikategorikan
dalam pembangunan jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek
(tahunan). Ketiga kategori penjenjangan pembangunan itu berkaitan satu sama lain,
dalam arti bahwa pembangunan jangka pendek (tahunan - RAPBN) adalah
implementasi bangnas untuk mencapai arah, sasaran dan kebijaksanaan yang
tertuang dalam pembangunan jangka menengah (Repelita). Begitu pula Repelita
untuk mencapai arah, sasaran dan kebijakan yang ada pada pembangunan jangka
panjang. Oleh karena itu, dalam penetapan arah kebijaksanaan tiap bidang
pembangunan dicantumkan pendahuluan yang berisikan analisis situasi apa yang
telah dicapai, kondisi nyata yang dihadapi dan harapan-harapan yang diimpikan.
Selain itu dicantumkan pula pembangunan tiap bidang yang berisikan sasaran pada
PJPT dan arah pembangunan bidang pada PJPT. Sasaran dan arah pembangunan
pada PJPT merupakan landasan pembangunan per bidang pada Pelita. Selanjutnya,
pembangunan bidang pada pelita berisikan kondisi umum (hasil yang telah dicapai,
tantangan yang dihadapi, sasaran bidang, dari kebijaksanaan bidang pada pelita).
Kebijaksanaan bidang dalam pelita ini dilaksanakan melalui beberapa sektor
pembangunan. Untuk lebih jelasnya dalam kegiatan belajar penerapan Polstranas
dalam bidang pembangunan disajikan; pembangunan jangka panjang, sedangkan
jangka sedang atau menengah (Pelita) merupakan upaya untuk mencapai apa yang
digariskan dalam jangka panjang yang kondisinya selalu berubah sesuai dengan apa
yang dicapainya pada tahapan pembangunan lima tahun tersebut.

PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG KEDUA


Umum
Dalam GBHN 1993 istilah tahap tidak lagi dipakai dalam penyebutan Pembangunan
Jangka Panjang Pertama atau Kedua karena akan digunakan untuk menunjukkan
tahapan pembangunan lima tahunan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
bangnas dilaksanakan dengan tahap Jangka Sedang 5 Tahunan dan periode atau
Babakan Jangka Panjang 25 Tahunan.
98

Dalam Bab III GBHN terdahulu dinyatakan bahwa pembangunan Jangka Panjang
berlangsung antara 25 sampai dengan 30 tahun karena pada awal Orde Baru
bangsa Indonesia belum memiliki cukup sarana dan prasarana serta kemampuan
untuk menetapkan secara tegas dan jelas.

Memasuki Pelita Keempat telah ditegaskan bahwa pembangunan jangka panjang


akan diselenggarakan selama 25 tahun untuk mempercepat pencapaian sasaran
pembangunan.

Dalam subbab Umum pada Bab III GBHN 1993 telah dinyatakan berbagai
keberhasilan PJP I dan peluang serta tantangan yang masih harus dihadapi dalam
PJP II, yang dituangkan dalam tiga belas butir rumusan yang meliputi seluruh
bidang pembangunan. Secara umum, dinyatakan bahwa PJP I telah menghasilkan
kemajuan dalam segenap aspek kehidupan bangsa dan telah meletakkan landasan
yang cukup kuat bagi bangsa Indonesia untuk memasuki PJP II sebagai awal bagi
Kebangkitan Nasional kedua dan proses tinggal landas.

Keberhasilan penyelenggaraan pembangunan dicapai berkat peran serta rakyat


secara menyeluruh, mantapnya pemerintahan, dan kepemimpinan nasional yang
didukung oleh stabilitas nasional yang sehat dan dinamis yang tercermin dalam
terwujudnya tannas yang tangguh.

Tujuan Pembangunan Jangka Panjang

Tujuan PJP II dirumuskan dengan maksud agar dapat diketahui bahwa


penyelenggaraan bangnas tetap pada arah dan jalurnya yang benar sehingga
sekaligus berfungsi sebagai pedoman.

Dalam GBHN 1993 dinyatakan bahwa tujuan PJP II adalah mewujudkan bangsa
yang maju dan mandiri serta sejahtera lahir batin sebagai landasan bagi babak
pembangunan berikutnya menuju masyarakat adil dan makmur dalam negara
kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Sasaran Umum Pembangunan Jangka Panjang Kedua

Dalam GBHN 1993 dinyatakan bahwa sasaran umum PJP II adalah terciptanya
kualitas manusia dari kualitas masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri dalam
suasana tenteram dan sejahtera lahir batin, dalam tata kehidupan masyarakat,
bangsa, dan negara yang berdasarkan Pancasila dalam suasana kehidupan bangsa
Indonesia yang serba berkesinambungan dan selaras dalam hubungan antara
sesama manusia, manusia dengan masyarakat, manusia dengan alam
lingkungannya, manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
99

Sasaran umum PJP II ditetapkan dengan maksud agar dapat diketahui apakah
pelaksanaan bangnas telah berhasil mewujudkan tuntutan yang telah ditetapkan
dalam rumusan sasaran umum dimaksud. Dengan demikian, sasaran umum PJP II
sekaligus juga berfungsi sebagai tolok ukur keberhasilan pelaksanaan bangnas
selama kurun waktu 25 tahun kedua.

Titik Berat Pembangunan Jangka Panjang Kedua

Dalam GBHN 1993 telah ditetapkan bahwa titik berat PJP II diletakkan pada bidang
ekonomi, yang merupakan penggerak utama pembangunan, seiring dengan kualitas
sumber daya manusia dan didorong secara saling memperkuat, saling terkait dan
terpadu, dengan pembangunan bidang-bidang lainnya yang dilaksanakan seirama,
selaras, dan serasi dengan keberhasilan pembangunan bidang ekonomi dalam
rangka mencapai tujuan dan sasaran Bangnas. Berdasarkan rumusan tentang titik
berat tersebut, disampaikan beberapa hal sebagai berikut.

Bidang ekonomi diletakkan sebagai titik berat karena melalui pembangunan


bidang ekonomi dapat dihasilkan sumber daya dan peluang yang lebih luas bagi
pembangunan bidang-bidang lainnya.
Bersamaan dan dalam rangka pembangunan bidang ekonomi, kualitas sumber
daya manusia harus menjadi pusat perhatian karena merupakan subjek dan objek
pembangunan yang menentukan. Dengan demikian, apabila pembangunan bidang
ekonomi tidak selaras dengan kondisi kualitas sumber daya manusia dari saat ke
saat, akan menimbulkan ketimpangan dan kesenjangan sosial yang dapat menjurus
ke arah kecemburuan dan keangkuhan sosial.
Derap langkah dan laju pembangunan bidang-bidang lainnya dilaksanakan
seirama, selaras dan serasi dengan keberhasilan pembangunan bidang lainnya
secara bersama-sama harus dapat menciptakan iklim yang sehat bagi
perkembangan pembangunan bidang ekonomi.

Sasaran Bidang Pembangunan Jangka Panjang Kedua

Dalam GBHN 1993 telah dinyatakan bahwa upaya pencapaian sasaran umum PJP II
diselenggarakan melalui tujuh bidang pembangunan, yaitu sebagai berikut.

Sasaran bidang ekonomi.


Sasaran bidang kesejahteraan rakyat, pendidikan dan kebudayaan.
Sasaran bidang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Sasaran bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
10
0
Sasaran bidang hukum.
Sasaran bidang politik, aparatur negara, penerangan, komunikasi, dan media
massa.

Sasaran bidang pertahanan keamanan.

Arah Pembangunan Jangka Panjang Kedua

Dalam GBHN 1993 tujuan PJP II dijabarkan lebih lanjut dalam arah PJP II, yang
meliputi seluruh bidang pembangunan. Secara umum PJP II diarahkan untuk
meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia agar makin maju, mandiri
dan memelihara rasa cinta tanah air yang melandasi kesadaran kebangsaan,
semangat pengabdian, dan tekad untuk membangun masa depan bangsa yang lebih
baik demi terwujudnya tujuan nasional, dengan tetap bertumpu kepada Trilogi
Pembangunan.

Bangnas harus mampu mengubah potensi sumber daya nasional menjadi kekuatan
ekonomi, sosial budaya, politik, dan pertahanan keamanan yang nyata.

Pembangunan ekonomi diarahkan pada terwujudnya perekonomian yang mandiri


dan andal berdasarkan demokrasi ekonomi untuk meningkatkan kemakmuran
seluruh rakyat secara selaras, adil dan merata. Koperasi harus terwujud menjadi
badan usaha dan sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang sehat, tangguh,
kuat dan mandiri, serta sebagai soko guru perekonomian nasional, yang merupakan
wadah untuk menggalang kemampuan ekonomi rakyat. Dengan demikian,
pertumbuhan ekonomi harus diarahkan untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat serta mengatasi ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial. Oleh
karena itu, pertumbuhan itu harus didukung oleh peningkatan produktivitas dan
efisiensi serta sumber daya manusia yang berkualitas.

Pendayagunaan sumber daya alam sebagai pokok-pokok kemakmuran rakyat


dilakukan secara terencana, rasional, optimal, bertanggung jawab, dan sesuai
dengan kemampuan daya dukungnya dengan berpedoman pada tata ruang nasional
yang berwasantara. Dengan demikian, pembangunan sekaligus harus
memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Dalam upaya pemerataan pembangunan di seluruh wilayah tanah air, pembangunan


daerah dan kawasan yang kurang berkembang, seperti di kawasan Timur Indonesia,
daerah terpencil, dan daerah perbatasan, perlu ditingkatkan sebagai perwujudan
Wasantara.
10
1
Pembangunan pendidikan diarahkan pada peningkatan harkat dan martabat manusia
serta kualitas sumber daya manusia Indonesia dan perluasan serta peningkatan
pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan termasuk di daerah terpencil.

Budaya bangsa sebagai perwujudan cipta, rasa, karsa, dan karya bangsa Indonesia
yang dilandasi nilai luhur bangsa berdasarkan Pancasila, bercirikan Bhinneka
Tunggal Ika dan berwasantara harus diupayakan agar senantiasa menjiwai perilaku
masyarakat dan pelaksana pembangunan serta membangkitkan sikap
kesetiakawanan dan tanggung jawab sosial serta disiplin dan semangat pantang
menyerah.

Pembangunan kependudukan diarahkan pada peningkatan kualitas penduduk dan


pengendalian laju pertumbuhan penduduk, serta perwujudan keluarga kecil bahagia
dan sejahtera.

Pembinaan anak, remaja, dan pemuda sebagai generasi penerus bangsa diarahkan
pada pengembangan sikap menjunjung tinggi nilai-nilai luhur budaya bangsa, sikap
keteladanan, dan disiplin dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang
harus dilaksanakan sendiri mungkin di lingkungan keluarga, di sekolah, dan di
lingkungan masyarakat.

Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi diarahkan agar pemanfaatan,


pengembangan, dan penguasaannya dapat mempercepat peningkatan kecerdasan
dan kemampuan bangsa, mempercepat proses pembaruan, meningkatkan
produktivitas dan efisiensi, memperluas lapangan kerja, meningkatkan kualitas,
harkat dan martabat bangsa, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Pembangunan kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha


Esa diarahkan agar mampu meningkatkan kualitas umat beragama dan penganut
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sehingga tercipta suasana kehidupan
beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang penuh keimanan,
ketaqwaan, dan kerukunan yang dinamis serta makin meningkatnya peran serta
umat dalam pembangunan.

Pembangunan hukum diarahkan dalam rangka memantapkan sistem hukum nasional


yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Pembangunan politik diarahkan pada terwujudnya tatanan kehidupan politik


berdasarkan Demokrasi Pancasila yang makin mampu menjamin berfungsinya
lembaga politik dan lembaga kemasyarakatan, mantapnya proses komunikasi politik,
serta mengembangkan suasana dan sikap keterbukaan yang bertanggung jawab.
10
2
Penyelenggaraan hubungan luar negeri yang bebas aktif perlu terus ditingkatkan
dan dimantapkan dalam rangka menunjang pencapaian tujuan nasional.

Pembangunan aparatur negara diarahkan pada peningkatan kualitas aparatur


negara agar aparat negara lebih memiliki sikap dan perilaku yang berintikan
pengabdian, kejujuran, tanggung jawab, disiplin, keadilan dan kewibawaan sehingga
dapat memberikan pelayanan dan pengayoman kepada masyarakat sesuai dengan
tuntutan hati nurani rakyat.

Pembangunan pertahanan keamanan negara diarahkan pada kemampuan untuk


mewujudkan daya tangkal bangsa yang tangguh dalam sistem pertahanan
keamanan rakyat semesta.

DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly 2009. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara.


Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Azra, Azyumardi. 2006. Paradigma Baru Pendidikan nasional; Rekonstruksi dan


Demokratisasi. Jakarta: Kompas.
Basrie, Chaidir. 2002. Ketahanan Nasional Menghadapi Tantangan Masa Depan.
Makalah Suscadoswar. Jakarta: Dirjen Dikti.

-----------2002. Pemantapan Wawasan Nusantara Menuju Ketahanan Nasional.


Makalah Suscadoswar. Jakarta: Dirjen Dikti.

Budiardjo, Miriam. 1994. Demokrasi di Indonesia. Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama.
10
3
-----------2005. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama. Busroh, Abu Daud. 2001. Ilmu Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
Chamim, Asykuri Ibn dkk. 2003. Civic Education, Pendidikan Kewarganegaraan .
Yogyakarta: Ditlitbang Muhammadiyah dan LP3 UMY

Chaidir Basrie. dkk. 2002. Kapita Selekta Pendidikan Kewarganegaraan Untuk


Mahasiswa Jilid II Jakarta: Bagian Proyek Peningkatan Tenaga
Akademik Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional..

Damanhuri. 2014. Pendidikan Kewarganegaraan. Serang: Untirta Press.


Darmodiharjo, dkk. 1991. Santiaji Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional.
Depdiknas, 2002. Kapita Selekta Pendidikan Kewarganegaraan bagian I
dan II Tahun 2002. Jakarta: Direktorat Ketenagaan Dirjen Dikti

-------------. 2007. Materi Kursus Calon Dosen Kewarganegaraan Tahun 2007.


Jakarta: Direktorat Ketenagaan Dirjen Dikti

Djajoeki, Djam`an. 1992. Ilmu Negara. Bandung: Fakultas Pendidikan


Ilmu Pengetahuan Sosial IKIP Bandung.
Ganeswara, Ganjar, M, dkk. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung:
UPI Press.

Holilulloh. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan. (Modul). Bandarlampung: Unila


HR, Ridwan. 2008. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Jamaludin, Ujang. 2007. Penuntun Perkuliahan Pendidikan Kewarganegaraan.
Serang: Untirta.

Kaelan. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi .


Yogyakarta: Penerbit Paradigma.
--------2002. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi . Yogyakarta:
Penerbit Paradigma.
---------.2004. Pendidikan Pancasila, edisi reformasi 2004. Yogyakarta:
Penerbit Paradigma.
---------2009. Filsafat Pancasila; Pandangan Hidup Bangsa Indonesia.
Yogyakarta: Penerbit Paradigma.

Kansil C.S. T. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi.


Jakarta: Pradnya Paramita.
10
4
------------2003. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Jakarta:
Pradnya Paramita.

Kemdikbud R.I. 2013. Materi Ajar Mata Kuliah Pendidikan Pancasila.


Jakarta: Ditnaga Dikti.

Kusnardi, Moh, dan Bintan R Saragih. 2000. Ilmu Negara. Jakarta: Gaya
Media Pratama..

Lemhannas. 2011. Materi dan Modul Pemantapan Nilai-Nilai Konstitusi UUD


NRI Tahun 1945. Deputi Bidang Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan.
Jakarta: Lemhannas RI..

----------2011. Materi dan Modul Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan yang


Bersumber dari Nilai-Nilai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Deputi
Bidang Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan. Jakarta: Lemhannas RI.

---------2011. Materi dan Modul Nilai-Nilai Ideologi Pancasila. Deputi


Bidang Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan. Jakarta: Lemhannas
RI.

Martini, dkk. 2013. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Hartomo Media


Pustaka. Mufti, Muslim dkk. 2013. Teori-Teori Demokrasi. Bandung: Pustaka
Setia.
Parthiana, I Wayan, 1990. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Mandar
Maju.

Rozali, Abdullah. 1993. Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan


Hidup Bangsa. Jakarta: Rajawali Press.

Samidi dan W. Vidyaningtyas. 2014. Belajar Memahami Pancasila


dan Kewarganegaraan. Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Sumarsono,dkk. 2002. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.

Sudirwo, Daeng. 2002. Pemahaman tentang Bangsa dan Negara dalam Rangka
Otonomi Daerah. Makalah Suscadoswar. Jakarta: Dirjen Dikti.

Sumantri, Numan M. 2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS.


Bandung: Remaja Rosdakarya.
10
5
Suradinata, Ermaya. 2001. Geopolitik dan Geostrategi dalam Mewujudkan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Surbakti , Ramlan. 1999. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo.
Soetoprawiro, Koerniatmanto. 1996. Hukum Kewarganegaraan dan
Keimigrasian
Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Taniredja, Tukiran, dkk. 2011. Paradigma Baru Pendidikan Pancasila


untuk Mahasiswa. Bandung: Alfabeta.
.
Thaib, Dahlan,dkk. 2008. Teori Hukum dan Konstitusi. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.

Tim ICCE UIN Jakarta. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education).


Jakarta:Prenada Media.

Tim UNJ. 2012. Kewarganegaraan; Modul Pendidikan dan Latihan Profesi


Guru Sekolah Menengah Pertama. Jakarta.

Tim Penyusun Naskah. 2013. Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru
Sekolah Dasar Jakarta: Kemendikbud.

Ubaedillah, A dan Abdul Rozak. 2011. Pendidikan Kewargaan. Jakarta:


Prenada Media Group

-----------2013. Pendidikan Kewarga (Negara) an; Pancasila, Demokrasi, HAM,


dan Masyarakat Madani. Jakarta: Prenada Media Group

Pandoyo, Toto. S. 1994. Wawasan Nusantara dan Implementasinya dalam


UUD 1945 serta Pembangunan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.

Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR. 2013. Empat Pilar
Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: Sekretariat Jenderal
MPR.

Wahab, A Azis dan Sapriya. 2012. Teori dan Landasan


Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Alfabeta.

Widjaja, HAW. 2000. Penerapan Nilai-Nilai Pancasila & HAM di Indonesia.


Jakarta: Rineka Cipta.
10
6

----------2007. Penyelenggaraan Otonomi Daerah. Jakarta: RajaGrafindo Persada.


Winataputra, Udin Saripudin. 2007. Demokrasi dan Pendidikan Demokrasi.
Makalah Suscadoswar. Jakarta: Dirjen Dikti.

Ensiklopedia:

Agustono, dkk. (eds.) 2010. Ensiklopedia Pemerintahan & Kewarganegaraan;


Sistem dan Bentuk Pemerintahan di Dunia Jilid I. Jakarta: Lentera Abadi

Agustinus, S. dkk (eds.). 2010. Ensiklopedia Pemerintahan & Kewarganegaraan;


Sistem dan Bentuk Pemerintahan di Indonesia Jilid 5. Jakarta: Lentera
Abadi

Anda mungkin juga menyukai