BAHAN AJAR
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
DISUSUN
Oleh
KATA PENGANTAR
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan Pembelajaran:
Setelah proses pembelajaran pada bab ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menjelaskan apa yang menjadi pengertian, tujuan dan kompetensi mata
kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
2. Menuliskan Visi dan Misi Mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
3. Menuliskan landasan Hukum dan landasan historis Pendidikan
Kewarganegaraan
BAB II
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA INDONESIA
Tujuan Pembelajaran:
Setelah proses pembelajaran pada bab ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menjelaskan pengertian hak, kewajiban dan warganegara
2. Memberikan contoh hak dan kewajiban warganegara yang diatur
dalam UUD 1945
3. Menjelaskan bagaimana cara memperoleh dan kehilangan
status kewarganegaraan menurut UU Nomor 12 Tahun
2006
4. Memberikan alasan mengapa pada prinsipnya setiap Negara
menghendaki status kewarganegaraan tunggal bagi
warganegaranya
5. Memberikan contoh kasus yang memungkinkan seseorang
memiliki kewarganegaraan ganda
tersebut terganbar bahwa hak dan kewajiban merupakan dua konsep yang
berbeda tetapi tidak dapat dipisahkan.
Pasal 31
Ayat (1) tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran.
Ayat (2) pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pengajaran nasional yang diatur dengan UUD
1945.
Pasal 32
Ayat (1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di
tengah Peradaban dunia dengan menjamin kebebasan
masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-
15
nilai budayanya.
Pasal 33
Ayat (1). Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas
kekeluargaan.
Ayat (2). Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara
dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara. Ayat (3). Bumi, air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
bagi kemakmuran rakyat.
Ayat (4). Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas
demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan
dan kesatuan ekonomi nasional.
8. Pasal 34
Ayat (1) Fakir miskin dan anak yang terlantar dipelihara oleh Negara
Ayat (2) Negara mengembangkan system jaminan sosial bagi seluruh
rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak
mampu sesuia dengan martabat kemanusiaan.
Ayat (3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayaanan umum yang
layak.
Dalam bidang pendidikan hak dan kewajiban diatur memalui undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, terutama
pada Bab IV tentang hak dan kewajiban warganegara, orang tua, masyarakat,
dan pemerintah dan Bab V tentang peserta didik. Lebih jelas diuraikan
sebagai berikut:
Pasal 6
1. Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas
tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.
2. Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap
keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban
Orang Tua Pasal 7
1. Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan
pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan
pendidikan anaknya.
2. Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan
pendidikan dasar kepada anaknya.
Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban
Masyarakat Pasal 8
Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.
Pasal 9
Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya
dalam penyelenggaraan pendidikan.
Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah
Daerah Pasal 10
Pemerintah dan pemerintah daerah berhak mengarahkan,
membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 11
1. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan
kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang
bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
2. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya
dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara
yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.
BAB V PESERTA
DIDIK
Pasal 12
1. Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak:
17
4. Kewarganegaraan Indonesia
Berbicara kewarganegara Indonesia, Negara Indonesia mengatur
memlalui UUD 1945 Bab X tentang Warga Negar dan Penduduk pada pasal
26 sebagai berikut:
1. Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia
asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-
undang sebagai warga Negara.
2. Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang
bertempat tinggal di Indonesia.
3. Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan
undang- undang.
UUD 1945 pasal 26 ini merupakan rujukan peraturan perundang-
undangan yang kemudian melahirkan peraturan perundang-undangan
yang mengatur masalah kewarganegaraan. Undang-Undang
kewarganegaraan yang berlaku adalah UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia, tetapi sebelum perihal
18
negara asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara lndonesia
sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebeum anak tersebut
berusia 18 (delapan belas) tahun dan/atau belum kawin:
9. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu
lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;
10. anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik
Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui;
11. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan
ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui
keberadaannya;
12. anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik lndonesia dari
seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena
ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan
kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;
13. anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan
kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia
sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia;
14. anak Warga Negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan yang sah,
belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belurn kawin diakui
secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing tetap diakui
sebagai Warga Negara Indonesia;
15. anak Warga Negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun
diangkat secara sah sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan
penetapan pengadilan tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia. Perlu
garis bawahi bahwa UU no 12 tahun 2006 tidak berlaku surut, dengan
terbukti setiap orang yang berdasarkan peratuan perundang-undangan dan/
atau berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara
lain sebelum undang-undang ini berlaku sudah menjadi Warga Negara
Indonesia, artinya yang sebelum undang-undang ini berlaku dan mereka
sudah memenuhi syarat dan dinyatakan sebagai warganegara Indonesia
maka yang bersangkutan tetap setatusnya warganegara Indonesia, walupun
jika ternyata persayarat menurut peraturan sebelumnya dengan undang-
undang no 12 tahun 2006 itu berbeda.
Undang-undang sebelumnya dan undang-undang no 12 tahun 2006 sama-
sama menganut asas keturunan, tetapi yang berbeda adalah undang-undang
sebelumnya menarik garis keturunan dari ayah sedangkan undang-undang no
12 tahun 2006 dari ayah dan ibu, sehingga tidak ada lagi anak-anak yang
masih belum dewasa dari keturunan Indonesia tinggal di Negara Republik
Indonesia orang tuanya harus mengurus ijin tinggal di Negara Republik
Indonesia, walupun ada indikasi anak tersebut memiliki kewarganegaran
Negara lain.
20
BAB III
DEMOKRASI
Menurut pembahasan diatas, bahwa Negara hukum baik dalam arti formal
yaitu penegakan hukum yang dihasilkan oleh lembaga legislative dalam
penyelenggaraan Negara, maupun Negara hukum dalam arti material yaitu
selain menegakkan hukum, aspek keadilan juga harus diperhatikan menjadi
prasyarat terwujudnya demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
b. Masyarakat Madani (Civil Society)
Masyarakat madani (civil society) dicirikan dengan masyarakat terbuka,
32
BAB IV
HAK ASASI MANUSIA
pidana mati bagi pelaku, keharusan hidup bertetangga secara rukun dan dami,
jaminan keamanan bagi yang akan keluar dari serta akan tinggal di Madinah
merupakan bukti dari kebebasan ini.
c. Hak mencari kebahagiaan Dalam Piagam Madinah, seperti diulas
sebelumnya, meletakkan nama Allah SWT pada posisi paling atas, maka
makna kebahagiaan itu bukan hanya semata-mata karena kecukupan
materi akan tetapi juga harus berbarengan dengan ketenangan batin.
2. Magna Charta
Magna carta telah menghilangkan hak absolutisme raja. Sejak itu dipratikan
kalau raja melanggar hukum harus diadili dan mempertanggungjawabkan
kebijakan pemerintahannya kepada parlemen The American Declaration.
Deklarasi ini berpandangan bahwa manusia adalah merdeka sejak didalam
perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir ia harus dibelenggu.
3. The French Declaration
“tidak boleh ada penangkapan dan penahanan yang semena-mena,
termasuk penangkapan tanpa alasan yang sah dan penahanan tanpa surat
perintah yang dikeluarkan oleh pejabat yang sah. Dalam kaitan itu berlaku
prinsip presumption of innoncent, artinya orang- orang yang ditangkap,
kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah, sampai
ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang
menyatakan ia bersalah”The Four Freedom
Generasi pertama
Pengertian HAM hanya terpusat pada bidang hukum dan politik. Focus
pemikiran Ham generasi pertama pada bidang hokum dan politik
disebabkan oleh dampak dan situasi perang duniaII, totaliterisme dan
adanya keinginan Negara- Negara yang baru merdeka untuk menciptakan
suatu tertib hokum yang baru.
Generasi kedua
Pemikiran HAM tidak saja menunut hak yuridis melainkan juga hak-hak
sosial, ekonomi, politik dan budaya.
Generasi ketiga
Keadilan dan pemenuhan hak asasi haruslah dimulai sejak mulainya
pembangunan itu sendiri, bukan setelah pembangunan itu selesai. Agaknya
pepatah kuno “justice delayed, justice deny” tetap berlaku untuk kita
semua.
Generasi keempat
Pengertian HAM generasi keempat dipelopori oleh Negara-negara di
kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi
manusia yang disebut “Declaration of The Basic Duties of Asia People and
Government”. Deklarasi ni lebih maju dari rumusan ketiga, karena tidak saja
mencakup tuntutan structural tetapi juga berpihak kepada terciptanya
tatanan sosial ynag berkeadilan. Beberapa masalah dalam deklarasi yang
39
Hak – hak Sipil politik mencakup antara lain: Pasal 6 : Right to life – hak atas
hidup
Pasal 9 : Right to liberty and security of pearson – hak atas kebebasan
dan keamanan dirinya
Pasal 14 : Right of equality before the courts and tribunals – hak atas
kesamaan di muka badan – badan peradilan.
Pasal 11 : Right to an adequate standard of living for himself and his family,
including adequate food, cloting and housing – hak atas tingkat
kehidupan yang layak bagi dirinya serta keluarganya, termasuk
makanan, pakaian dan perumahan yang layak.
BAB V
WAWASAN KEBANGSAAN
- Falsafah Pancasila
Pancasila merupakan dasar dalam terjadinya wawasan nusantara dari
nilai- nilai yang terdapat dalam Pancasila. Nilai-nilai tersebut antara lain
sebagai berikut..
Penerapan HAM (Hak Asasi Manusia). misalnya pemberian
kesempatan dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agama yang
dianutnya.
Mengutamakan pada kepentingan masyarakat dari pada
kepentingan indivud dan golongan
Pengambilan keputusan berdasarkan dalam musyawarah mufakat.
- Aspek Historis
Dari segi sejarah, bahwa bangsa Indonesia menginginkan menjadi
bangsa yang bersatu dengan wilayah yang utuh adalah karena dua hal
yaitu :
a. Kita pernah mengalami kehidupan sebagai bangsa yang terjajah dan
terpecah, kehidupan sebagai bangsa yang terjajah adalah
penederitaaan, kesengsaraan, kemiskinan dan kebodohan. Penjajah
juga menciptakan perpecahan dalam diri bangsa Indonesia.
b. Politik Devide et impera. Dengan adanya politik ini orang-orang
Indonesia justru melawan bangsanya sendiri. Dalam setiap
perjuangan melawan penjajah selalu ada pahlawan, tetapi juga ada
pengkhianat bangsa.Kita pernah memiliki wilayah yang terpisah-
pisah, secara historis wilayah Indonesia adalah wialayah bekas
jajahan Belanda . Wilayah Hindia Belanda ini masih terpisah-pisah
berdasarkan ketentuan Ordonansi 1939 dimana laut territorial Hindia
Belanda adalah sejauh 3 (tiga) mil. Dengan adanya ordonansi
tersebut , laut atau perairan yang ada diluar 3 mil tersebut
merupakan lautan bebas dan berlaku sebagai perairan internasional.
Sebagai bangsa yang terpecah-pecah dan terjajah, hal ini jelas
merupakan kerugian besar bagi bangsa Indonesia.Keadaan tersebut
tidak mendudkung kita dalam mewujudkan bangsa yang merdeka,
bersatu dan berdaulat.Untuk bisa keluar dari keadaan tersebut kita
membutuhkan semangat kebangsaan yang melahirkan visi bangsa
yang bersatu. Upaya untuk mewujudkan wilayah Indonesia sebagai
wilayah yang utuh tidak lagi terpisah baru terjadi 12 tahun kemudian
setelah Indonesia merdeka yaitu ketika Perdana Menteri Djuanda
mengeluarkan pernyataan yang selanjutnya disebut sebagai
Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957. Isi pokok dari deklarasi
tersebut menyatakan bahwa laut territorial Indonesia tidak lagi
sejauh 3 mili melainkan selebar 12 mil dan secara resmi
menggantikam Ordonansi 1939. Dekrasi Djuanda juga dikukuhkan
dalam UU No.4/Prp Tahun 1960 tenatang perairan Indonesia yang
48
berisi :
1. Perairan Indonesia adalah laut wilayah Indonesia beserta
perairan pedalaman Indonesia
2. Laut wilayah Indonesia adalah jalur laut 12 mil laut
3. Perairan pedalaman Indonesia adalah semua perairan yang
terletak pada sisi dalam dari garis dasar.
Keluarnya Deklarasi Djuanda melahirkan konsepsi wawasan
Nusantara dimana laut tidak lagi sebagai pemisah, tetapi sebagai
penghubung.UU mengenai perairan Indonesia diperbaharui dengan UU
No.6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.
Deklarasi Djuanda juga diperjuangkan dalam forum internasional.
Melalui perjuangan panjanag akhirnya Konferensi PBB tanggal 30 April
menerima “ The United Nation Convention On The Law Of the
Sea”(UNCLOS) . Berdasarkan Konvensi Hukum Laut 1982 tersebut
Indonesia diakui sebagai negara dengan asas Negara Kepulauan
(Archipelago State).
- Aspek Geografis dan Sosial Budaya
Dari segi geografis dan Sosial Budaya, Indonesia meruapakan
negara bangsa dengan wialayah dan posisi yang unik serta bangsa yang
heterogen. Keunikan wilayah dan dan heterogenitas menjadikan bangsa
Indonesia perlu memilikui visi menjadi bangsa yang satu dan utuh .
Keunikan wilayah dan heterogenitas itu anatara lain sebagai berikut :
1. Indonesia bercirikam negara kepulauan atau maritim
2. Indonesia terletak anata dua benua dan dua sameudera(posisi
silang)
3. Indonesia terletak pada garis khatulistiwa
4. Indonesia berada pada iklim tropis dengan dua musim
5. Indonesia menjadi pertemuan dua jalur pegunungan yaitu
sirkumpasifik dan Mediterania
6. Wilayah subur dan dapat dihuni
7. Kaya akan flora dan fauna dan sumberdaya alam
8. Memiliki etnik yang banyak sehingga memiliki kebudayaan yang
beragam
9. Memiliki jumlah penduduk dalam jumlah yang besar.
- Aspek Geopolitis dan Kepentingan Nasional
Prinsip geopolitik bahwa bangsa Indonesia memanndang wikayahnya
sebagai ruang hidupnya namun bangsa Indonesia tidak ada semangat
untuk memperluas wilayah sebagai ruang hidup (lebensraum). Salah satu
kepentingan nasional Indonesia adalah bangaimanan menjadikan bangsa
dan wilayah negara Indonesia senantiasa satu dan utuh. Kepentingan
nasional itu merupakan turunan lanjut dari cita-cita nasional, tujuan
nasional maupun visi nasional.
49
2. Pengertian Geopolitik
Kata geopolitik berasal dari kata geo dan politik.“Geo” berarti bumi
dan “Politik” berasal dari bahasa Yunani politeia, berarti kesatuan
masyarakat yang berdiri sendiri (negara) dan teia yang berarti urusan.
Sementara dalam bahasa Inggris, politics adalah suatu rangkaian asas
(prinsip), keadaan, cara, danalat yang digunakan untuk mencapai cita-cita
atau tujuan tertentu. Dalam bahasa Indonesia, politik dalam arti politics
mempunyai makna kepentingan umum warga negara suatu bangsa. Politik
merupakan suatu rangkaian asas, prinsip, keadaan, jalan, cara, dan alat
yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu yang kita
kehendaki.Sedangkan menurut para ahli, Geopolitik adalah : Menurut
Rudolf Kjellén, seorang ilmuwan politik Swedia, pada awal abad ke-20
Geopolitik adalah seni dan praktek penggunaan kekuasaan politik atas
suatu wilayah tertentu.Secara tradisional, istilah ini diterapkan terutama
terhadap dampak geografi pada politik, tetapi penggunaannya telah
berkembang selama abad ke abad yang mencakup konotasi yang lebih
luas.
1. Menurut Hagget, Geografi Politik merupakan cabang geografi
manusia yang bidang kajiannya adalah aspek keruangan
pemerintahan atau kenegaraan yang meliputi hubungan regional
dan internasional, pemerintahan atau kenegaraan dipermukaan
bumi. Dalam geografi politik,lingkungan geografi dijadikan sebagain
dasar perkembangan dan hubungan kenegaraan. Bidang kajian
geografi politik relatif luas, seperti aspek keruangan, aspek politik,
aspek hubungan regional, dan internasional.
2. Frederich Ratzel (1844-1904) berpendapat bahwa negara itu seperti
organisme yang hidup. Negara identik dengan ruang yang ditempati
oleh sekelompok masyarakat (bangsa). Pertumbuhan negara mirip
dengan pertumbuhan organisme
yang memerlukan ruang hidup (lebensraum) yang cukup agar
dapat tumbuh dengan subur. Makin luas ruang hidup maka negara
akan semakin bertahan, kuat, dan maju.
3. Karl Haushofer (1896-1946) melanjutkan dua pandangan
sebelumnya. Jika jumlah penduduk suatu wilayah negara semakin
banyak sehingga tidak sebading lagi dengan luas wilayah, maka
negara tersebut harus berupaya memperluas wilayahnya sebagai
ruang hidup bagi warga negara.
4. Halford Mackinder (1861-1947) mempunyai konsepsi geopolitik
yang lebih strategik, yaitu dengan penguasaan daerah-daerah
‘jantug’ dunia,sehingga pendapatnya dikenal dengan teori Daerah
Jantung.
5. Alfred Thayer Mahan (1840-1914) mengembangkan lebih lanjut
50
BAB VI
SKENARIO WAWASAN NUSANTARA
Tujuan Pembelajaran :
a) Mampu memahami dan menganalisis hubungan antara Pancasila, UUD
NRI 1945, dan Wawasan Nusantara.
b) Mampu mengidentifikasi pentingnya pemahaman Wawasan Nusantara
dalam menjaga keutuhan Negara Republik Indonesia.
c) Mampu menganalisis pemahaman Wawasan Nusantara dalam
mewujudkan tujuan nasional yang tercantum dalam Pembukaan UUD NRI
1945.
d) Mampu mengevaluasi implementasi Wawasan Nusantara dalam konsep
pemerintah otonomi daerah demi terwujudnya tujuan nasional.
Pengertian Geopolitik dan Teori Geopolitik
Geopolitik dapat diartikan sebagai sistem politik atau peraturan-peraturan
dalam wujud kebijakan dan strategi nasional yang didorong oleh aspirasi nasional
geografik (pertimbangan geografi, wilayah teritorial) suatu negara, yang jika
dilaksanakan akan
berdampak langsung atau tidak langsung pada sistem politik suatu negara.
Sebaliknya politik negara tersebut secara langsung maupun tidak langsung juga
akan berdampak pada geografi negara yang bersangkutan. (Kaelan MS, 2007; 122)
Jika dirunut dari asal katanya berasal dari kata Ge/Geo berarti bumi dan
Politik berarti pengaturan hidup bersama. Dengan sederhana dapat dikatakan bahwa
Geopolitik adalah pengaturan dan pengelolaan (politik) yang berkenaan dan
berlangsung di atas letak tanah wilayah geografis di bumi itu sendiri (Pusat Studi
Kewiraan UB, 1980: 34)
Istilah Geopolitik semula diartikan oleh Frederich Ratzel sebagai ilmu bumi
politik (Political Geography). Namun kemudian istilah ini kemudian dikembangkan
diperluas oleh ilmuan politik Swedia, Rudolf Kjellen (1864-1922) dan Karl Haushofer
(1869-1964) dari Jerman menjadi Geografical Politics dan disingkat Geopolitik.
Perbedaan istilah tersebut terletak pada tekanan pada politik ataukah pada geografi.
Ilmu politik bumi (Political Geography) lebih menekankan dan mempelajari geografi
dari aspek politik, sedangkan geopolitik mempelajari fenomena politik dari aspek
geografi.
Geopolitik merupakan dasar pertimbangan dalam menentukan kebijakan
nasional untuk mewujudkan tujuan tertentu. Prinsip-prinsip geopolitik selanjutnya
juga digunakan untuk membangun sebuah wawasan nasional. Pengertian geopolitik
55
sudah dipraktekkan sejak abab 19, namun pengertiannya baru tumbuh pada awal
abad 20 sebagai ilmu penyelenggaraan negara berkait dengan kebijakan masalah-
masalah geografi wilayah yang menjadi tempat tinggal suatu bangsa (Kaelan MS,
2007: 129).
a. Pandangan Geopolitik Ratzel dan Kjellen
Frederich Razel pada akhir abad ke -19 mengembangkan sebuah konsepsi
geopolitik yang berasumsi bahwa negara dari sudut ruang yang ditempati oleh
kelompok masyarakat politik (bangsa) sangat mirip sebuah organisme (mahluk
hidup). Oleh karena itu ia sangat ditentukan dan terikat dengan hukum alam.
Sebagai konsekuensinya, jika ingin tetap terus ada (exist) dan berkembang, maka
ia harus berusaha mengembangkan dirinya (yakni melalui hukum ekspansi/perluasan
wilayah). Dari sinilah maka kita mengenal konsep kolonialisme dan imperialisme.
Senada dengan Razel, Rudolf Kjellen juga mengembangkan konsep bahwa
negara adalah satuan/sudut ruang yang mirip organisme, seturut dengan konsep
ekspansionismenya. Namun begitu Kejellen sangat menekankan konsep
ekspansionisme yang didasarkan oleh intelektualisme, yakni sebuah negara harus
mempunyai kapasitas intelektual untuk mempertahankan dan mengembangkan
wilayahnya yang mencakup geopolitik, ekonomi politik, kratopolitik, dan sosio politik.
Dalam rangka mengajukan paham ekspansionismenya (dalam
mempertahankan dan mengembangkan wilayahnya), lebih lanjut Kjellen
menekankan sekaligus mengajukan langkah strategis untuk memperkuat negara
dengan cara membangun kekuatan daratan (kontinental) dan kekuatan bahari
(maritim). Pandangan Ratzel dan Kjellen secara umum sama, yakni mereka
memandang bahwa pertumbuhan negara mirip dengan pertumbuhan organisme
yang terikat dengan syarat-syarat: yakni memerlukan ruang hidup (lebensraum),
mengenal proses lahir, tumbuh, mempertahankan hidup, menyusut, dan mati. Dari
prinsip ini keduanya menyetujui paham ekspansionisme yang kemudian melahirkan
konsep “adu kekuatan” (Power Politics atau Theory of Power) (Kaelan, 2007: 129-
130).
b. Pandangan Haushofer
Padangan Haushofer tentang geopolitik berkembang di era pemerintahan
Nazi dibawah pimpinan Adolf Hitler yang menekankan pentingnya ekspansionisme
yang dilandasi oleh ideologi fasisme yang saat itu sedang berkembang. Oleh karena
itu pandangan tersebut juga diterapkan dan dikembangkan juga di Jepang dalam
ajaran Hako Ichiu yang dilandasi oleh semangat militerisme dan fasisme. Dalam
rangka peneguhan semangat fasisme itulah pandangan Haushofer berkembang.
Pokok-pokok ajaran haushofer tentang geopolitik sebagai berikut:
1. Suatu bangsa layaknya organisme untuk mempertahankan kehidupannya
perlu mengembangkan paham ekspansionisme, karena terikat dengan
hukum alam. Akibatnya secara logis diterima pandangan bahwa hanya
bangsa yang unggullah yang dapat terus bertahan hidup dan terus
berkembang.
56
Geopolitik Indonesia
Setelah dipaparkan mengenai pandangan Ratzer, Kjellen dan Haushofer
mengenai konsep negara atau geopolitik secara luas, bagaimana pandangan bangsa
Indonesia terkait Geopolitik. Apakah geopolitik Indonesia memiliki persamaan
dengan pandangan geopolitik tokoh-tokoh di atas atau justru memiliki pandangan
geopolitik sendiri yang berbeda?
Secara umum, geopolitik Indonesia didasarkan pada nilai-nlai yang tercantum
dalam sila-sila Pancasila, khususnya terkait nilai ketuhanan dan kemanusiaan yang
luhur yang jelas dan tegas tertuang dalam pembukaan UUD 1945. Bangsa Indonesia
adalah bangsa yang cinta damai namun lebih cinta kemerdekaan. Bangsa Indonesia
sangat menentang penjajahan (ekspansionisme) di muka bumi ini karena tidak
sesuai dengan perikemanusian dan keadilan. Oleh karenanya bangsa Indonesia
sangat menolak paham ekspansionisme apalagi rasialisme, karena dimata tuhan
setiap orang mempunyai martabat luhur yang sama yang berdasarkan nilai
ketuhanan dan kemanusiaan.
Dalam konteks Indonesia, geopolitik disebut dengan istilah Wawasan
Nusantara. Berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 1993
dan 1998 tentang GBHN, wawasan nusantara adalah:
“….merupakan wawasan nasional merupakan wawasan yang bersumber
pada Pancasila dan berdasarkan Undang-Undang 1945 adalah cara pandang
dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya dengan
mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah
dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara
untuk mencapai tujuan nasional”.
Pengertian wawasan nusantara/nasional menurut Prof. Dr. Wan Usman
(Ketua Program S-2 PKN UI): “Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa
Indonesia
mengenai diri dan tanah airnya sebagai negara kepulauan dengan semua aspek
kehidupan yang beragam”.
57
atau “persatuan”. Artinya persatuan bangsa Indonesia berangkat dari asumsi bahwa
bangsa Indonesia adalah bangsa yang dihuni oleh keragaman sosial-religi-budaya,
namun begitu harus bersatu dan bergotong royong dalam pembentukan negaranya
maupun dalam mewujudkan cita-cita dan tujuanlah kemerdekaan dicapai.
Sebagai sebuah bangsa merdeka yang telah menegara, Bangsa Indonesia
dalam menyelenggarakan hidupnya tentu tidak terlepas oleh pengaruh
lingkungannya. Pengaruh itu timbul dari hubungan timbal-balik antara filosofi
bangsa, ideologi, aspirasi, serta cita-cita dan kondisi sosial masyarakat, sosial-
budaya, tradisi, keadaan alam, wilayah, serta pengalaman sejarahnya. Oleh karena
itu sebuah cara pandang tertentu terhadap kondisi bangsanya, baik dari segi bumi
atau ruang dimana masyarakat itu hidup, jiwa tekad, semangat manusia dan
rakyatnya, juga lingkungan sekitarnya, sangat diperlukan untuk mencapai tujuan
dan cita-cita yang telah dirumuskan para pendiri bangsa ini. Singkat kata Bangsa
Indonesia memerlukan wawasan nasional, atau yang telah disepakati oleh negara
ini bernama wawasan Nusantara, untuk menyelenggarakan kehidupannya.
Wawasan ini secara garis besar dimaksudkan untuk menjamin kelangsungan
hidup, keutuhan wilayah, serta jati diri bangsa Indonesia. Kata wawasan sendiri
berasal dari kata (m) wawas atau awas (bahasa jawa) yang berarti “melihat atau
memandang”, dengan penambahan akhiran “an” yang secara harafiah berarti: cara
memandang, cara penglihatan, atau cara tinjau atau cara pandang (Soemarsono
dkk, 2001: 55).
Selain itu, Kehidupan suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh perkembangan
lingkungan strategisnya. Oleh karena itu, wawasan itu harus mampu memberi
inspirasi pada suatu bangsa, dalam hal ini Indonesia, dalam menghadapi berbagai
hambatan dan tantangan yang ditimbulkan oleh lingkungan dan dalam mengejar
kejayaannya. Singkat kata, yang dinamakan geopolitik bangsa Indonesia atau
Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai
dirinya yang bhineka, dan lingkungan geografinya yang berwujud negara kepulauan
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Wawasan Nusantara ini dijiwai dengan
mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dan tetap menghargai serta
menghormati kebhinekaan dalam setiap aspek kehidupan nasional untuk mencapai
tujuan nasional.
Wawasan Nasional seperti dikembangkan oleh negara Indonesia merupakan
wawasan yang didasarkan teori wawasan nasional secara universal. Wawasan
tersebut dibentuk dan dijiwai oleh paham kekuakasaan bangsa Indonesia dan
geopolitik Indonesia. Bangsa Indonesia sebagai sebuah negara merdeka dan
berdaulat mengakui Pancasila sebagai ideologi dan falsafah bangsa Indonesia.
Ideologi ini menganut paham kekuasaan tertentu terkait konsep perang dan damai:
“bangsa Indonesia cinta damai tetapi lebih cinta kemerdekaan”. Konsekuensinya
bangsa Indonesia menolak konsep wawasan nasional yang mengembangkan ajaran
perang, ekspansi, dan adu kekuatan yang dapat menyebabkan persengaketaan
yang berlarut-larut. Namun begitu, wawasan nusantara yang dikembangkan oleh
59
Indonesia bersifat dan berusaha menjamin kepentingan bangsa dan negara, dan
tentu kemerdekaan, di tengah perkembangan dunia. Ajaran tersebut yakni
didasarkan pada sebuah ideologi yang digunakan sebagai landasan ideal dalam
menentukan politik nasional, dihadapkan pada kondisi dan konstelasi geografi
Indonesia dengan segala aspek kehidupan nasionalnya.
Di dalam karakteristik geografisnya, Bangsa Indonesia adalah gugus-gugus
wilayah yang ditaburi oleh kekayaan dan keanekaragaman hayati dan non-hayati,
dan didiami oleh berbagai suku-suku dengan aneka bahasa, agama, adat-
kebudayaan, maupun nilai-nilai sebagai manifestasi cara pandang dunianya, serta
dicirikan dengan keadaan wilayahnya terdiri dari lautan maupun pulau-pulau
(daratan) yang bertabur di atasnya.
Oleh karena itu, terkait dengan konsep wawasan nusantara dalam
pengertian geopolitiknya, bangsa Indonesia menganut “paham negara kepulauan”
(archipelego) atau dalam bahasa yang lebih disukai Soekarno adalah “negeri lautan
yang ditaburi oleh pulau- pulau” (archiphilego). Sesuai dengan titik tekannya,
Bangsa Indonesia adalah sebuah wilayah geografi berbentuk lautan yang di
atasnya terdapat pulau-pulau (Latif (2002; 2-3).
Paham archipelego ini juga menegaskan perbedaan esensial bahwa laut
menurut paham Indonesia adalah “faktor penghubung” yang merupakan satu-
kesatuan utuh sebagai “tanah-air” Indonesia, dan bukan “faktor pemisah” pulau
seperti dalam konsepsi Barat.
bernegara yang harus dimiliki oleh seluruh rakyat yang mencakup partai politik,
golongan dan organisasi masyarakat, kalangan pers serta seluruh aparatur Negara
(Srijanti dkk, 2011: 150-151).
b. Isi wawasan Nusantara
Isi Wawasan Nusantara tercermin dalam perspektif kehidupan manusia
Indonesian dalam eksistensinya yang meliputi cita-cita bangsa dan asas manunggal
yang terpadu.
a. Cita-cita bangsa Indonesia tertuang di dalam pembukaan UUD 1945 yang
meliputi:
o Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur.
o Rakyat Indonesia yang berkehidupan kebangsaan yng bebas.
o Pemerintaahan Negara Indonesia melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan bangsa dan
ikutmmelaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
b. Asas keterpaduan semua aspek kehidupan nasional berciri manunggal, utuh
menyeluruh yang meliputi:
o Satu kesatuan wilayah Nusantra yang mencakup daratan, perairan
dan digantara secara terpadu.
o Satu kesatuan politik, dalam arti UUD dan politik pelaksanaannya
serta satu ideologi dan identitas nasional.
o Satu kesatuan sosial budaya, dalam arti satu perwujudan masyarakat
Indonesia atas dasar “Bhineka Tunggal Ika”. Nilai filosofis dalam
Bhineka Tunggal Ika adalah bahwa meskipun pada kenyataannya
ada perbedaan di antara kita, namun hakikatnya kita adalah satu.
Dalam perspektif ontologis ini merupakan pemahaman plural-
monisme, keberagaman dalam kesatuan. Sementara dalam konteks
sosial dapat dipahami sebagai kesatuan dalam satu tertib sosial dan
satu tertib hukum. Satu kesatuan ekonomi dengan berdasarkan atas
asas usaha bersama dan asas kekelurgaan dalam satu sistem
ekonomi kerakyatan. Satu kesatuan pertahanan dan keamanan
rakyat semesta (Sishankamrata)
o Satu kesatuan kebijakan nasional dalam arti pemerataan
pembangunandan hasil-hasilnya yang mencakup aspek kehidupan
nasional.
c. Tata Laku Wawasan Nusantara Mencakup Dua Segi, Batiniah dan Lahiriah
o Tata laku batiniah berdasarkan falsafah bangsa yang membentuk
sikap mental bangsa yang memilki kekuatan batin.
o Tata laku lahiriah merupakan kekuatan yang utuh, dalam arti
63
kehidupan, baik politik, ekonomi, sosial budaya, maupun pertahanan dan keamanan
demi tercapainya tujuan nasional sesuai tertera dalam Undang-Undang Dasar 1945
(Soemarsono, dkk; 2001: 88-89).
BAB VII
IMPLEMENTASI WAWASAN NUSANTARA
67
Pada masa sekarang ini, dengan tidak adanya lagi GBHN, rumusan
Wawasan Nusantara menjadi tidak ada. Meski demikian sebagai konsepsi
politik ketatanegaraan Republik Indonesia, wilayah Indonesia yang berciri
nusantara kiranya tetap dipertahankan.
Hal ini tertuang dalam Pasal 25A UUD 1945 Amandemen IV yang
berbunyi “Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah Negara
kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan
hak-haknya ditetapkan
dangan Undang-Undang”. Undang-Undang yang mengatur hal ini adalah
Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.
BAB VIII
GEOSTRATEGI INDONESIA
Tujuan Pembelajaran:
1. Pengertian Geostrategi
Strategi berasal dari bahasa Yunani yang diartikan sebagai “ the art of
general” atau seni seseorang panglima yang biasanya digunakan dalam
peperangan. Karl von Clauseewitz (1780-1831) berpendapat bahwa strategi
adalah pengetahuan tentang penggunaan pertempuran untuk memenangkan
peperangan. Sedangkan perang itu sendiri merupakan kelanjutan dari politik.
Dalam abad modern sekarang ini penggunaan kata strategi tidak lagi
terbatas pada konsep atau seni sorang panglima dalam peperangan, tetapi sudah
digunakan secara luas, termasuk dalam ilmu ekonomi maupun dalam bidang
olahraga. Dalam pengertian umum, strategi adalah cara untuk mendapatkan
73
3. Pokok-Pokok Pikiran
1). Manusia Berbudaya
Manusia yang berbudaya akan selalu mengadakan hubungan :
a. dengan Tuhan, disebut agama
b. dengan cita-cita, disebut ideologi
c. dengan kekuatan/kekerasan, disebut politik
d. dengan pemenuhan kebutuhan, disebut ekonomi
e. dengan manusia, disebut sosial
f. dengan rasa keindahan, disebut seni/budaya
g. dengan rasa aman, disebut pertahanan dan keamanan
76
Falsafah dan idieologi juga menjadi pokok pikiran, hal tersebut terbukti dari
makna falsafah dalam pembukaan UUD 1945.
Ketahanan Nasional.
Hak Asasi Manusia
a) Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat dan kodrat
manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa dan merupakan
anugrah- Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi oleh negara,
hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia.
b) Kewajiban Dasar Manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila
tidak dilaksanakan, tidak dimungkinkan terlaksana dan tegaknya Hak
Asasi Manusia. Dewasa ini kurangnya kesadaran akan kewajiban dasar
manusia menyebabkan kegaduhan di berbagai dunia. Rakyat hanya
pandai menuntut haknya tanpa mau peduli dengan kewajibannya
sebagai warganegara.
c) Diskriminasi adalah setiap pembatasan-pembatasan atau pengecualian
yang langsung atau tidak langsung didasarkan kepada perbedaan
manusia. Banyak kasus diskriminasi terjadi dalam berbagai bidang, baik
hukum, agama, sosial bidaya, maupun politik. Dalam bidang agama,
contoh kasus Ahmadiyah yang tidak boleh menyebarkan keyakinannya
yang diikuti oleh perusakan tempat ibadah mereka adalah bentuk
diskriminasi. Dalam bidang pendidikan, orang kaya lebih berpeluang
untuk mengakses pendidikan yang berkualitas dibandingkan orang miskin
meskipun memiliki kemampuan akademik yang baik.
d) Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja
sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik
jasmani maupun rohani. Sebagai contoh, dalam praktik hukum di Negara
kita, banyak cara-cara aparat penegak hukum dengan melakukan
penyiksaan guna memperoleh pengakuan atas perbuatan yang melawan
hokum yang dilakukan oleh seseorang. Padahal cara-cara seperti ini telah
jelas-jelas melawan asas hukum yakni asas praduga tak bersalah.
e) Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau
kelompok orang termasuk aparat negara, baik yang disengaja maupun
yang tidak disengaja.
Pasal-pasal UUD 1945 tentang HAM sebagaimana ditulis Kaelan (1999:183-
185) antara lain:
a) Hak atas kebebasan untuk mengeluarkan pendapat
b) Hak atas kedudukan yang sama didalam hukum
c) Hak atas kebebasan berkumpul
d) Hak atas kebebasan beragama
e) Hak atas penghidupan yang layak
Dalam pelaksananaan macam-macam HAM yang diatur dalam UUD 1945
tersebut, tiap rezim penguasa menafsirkan dan melaksanakannya secara
80
Demokrasi
Secara etimologis demokrasi berasal dari bahasa Yunani, demos yang berarti
rakyat dan cratos yang berarti kekuasaan atau berkuasa, sehingga demokrasi
secara asal katanya berarti rakyat berkuasa. Atau secara umum makna
demokrasi diartikan pemerintahan rakyat. Dalam demokrasi disebutkan bahwa
goverment from people, by people and for people, sehingga rakyat dalam Negara
demokrasi menjadi subjek Negara dan bukan merupakan objek. Dalam Negara
demokrasi, rakyat berdaulat untuk menentukan masa depan negaranya termasuk
bagaimana peran serta rakyat sangat menentukan jalannya pemerintahan. Peran
serta rakyat dalam Negara dapat berwujud menyallurkan aspirasinya pada saat
pemberian suara dalam suatu pemilihan umum, membayar pajak, terlibat aktif
dalam percaturan politik local maupun internasional dengan menjadi pejabat
public, atau dengan cara menyampaikan kritik pada pemerintah baik langsung
maupun melalui media massa.
Lingkungan Hidup
Pengertian lingkungan hidup adalah semua kondisi yang ada disekitar manusia,
hewan maupun tumbuhan dan benda lainnya. Lingkungan hidup merupakan
suatu ekosistem yang saling berhubungan. Bila terjadi ketidakberesan diantara
unsur penyusunan ekosistem tersebut maka ketidakseimbangan akan terjadi.
Ketidakseimbangan dalam ekosistem akan berakibat terganggunya unsur
ekosistem yang lain.
Pembangunan yang berkelanjutan menjadi istilah dan semboyan yang berisi
tekad bangsa-bangsa didunia untuk memerangi kerusakan lingkungan, dengan
pembentukan komisi internasional dibidang lingkungan maupun rencana
tindakannya yang tercantum dalam deklarasi Agenda 21 Rio (1992). Semangat
ini diteruskan secara nasional dengan peraturan perundangan mengenai
81
Istilah ideologi berasal dari kata ‘ Idea’ yang berarti gagasan, konsep,
pengertian dasar dan ‘logos’ yang berarti ‘ilmu’. Kata ‘idea’ berasal dari kata
bahasa Yunani ‘eidos’ yang berarti ‘bentuk’. Di samping itu ada kata ‘ idein’ yang
berarti ‘melihat’. Maka secara harfiah, ideologi berarti ilmu tentang pengertian-
pengertian dasar. Ideologi adalah suatu sistem nilai sekaligus merupakan ajaran
yang memberikan motivasi. Secara teoritis, suatu ideologi bersumber dari suatu
falsafah dan merupakan pelaksanaan dari sistem falsafah itu sendiri.
Pengertian ideologi secara umum dapat dikatakan sebagai kumpulan gagasan –
gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan, kepercayaan-kepercayaan yang
menyeluruh dan sistematis yang menyangkut bidang politik, sosial Kebudayaan,
dan bidang keagamaan (Soemarsono,2002 :8)
Ideologi Dunia Liberalisme
Liberalism adalah faham yang mendasarkan pada kebebasan dan persamaan hak
individu dan menolak adanya pembatasan dari pemerintah dan agama. Paham
liberalisme berkembang dari akar-akar rasionalisme yaitu paham yang
mendasarkan pada rasio sebagai sumber kebenaran tertinggi, materialisme yang
meletakkan materi sebagai nilai tertinggi, empirisme yang mendasarkan atas
kebenaran fakta empiris (yang dapat ditangkap melalui indra manusia), serta
individualisme yang meletakkan nilai dan kebebasan individu sebagai nilai
tertinggi dalam kehidupan masyarakat dan Negara. Pada Negara-negara liberal,
kebebasan individu adalah merupakan nilai tertinggi. Negara lebih banyak
berperan sebagai “penjaga malam”. Liberalisme (Aliran pikiran
perseorangan/individualistik, diajarkan oleh Thomas Hobbes, Jhon Locke, Jean
Jaques Rousseau, Herbert Spencer dan Harold J. Laski)
Komunisme
Ideologi Keagamaan
Ideologi Pancasila
Pancasila harus menjadi dasar ideologi Indonesia yang menjunjung tinggi hak
asasi manusia, mengedepankan kepentingan umum ketimbang kepentingan
individu dan mengambil segala keputusan berdaarkan musyawarah untuk
mencapai mufakat.
negara, juga sumber kekayaan alam, sumber daya manusia, cita-cita masyarakat
yang lazimnya disebut ideologi, akumulasi kekuatan, kekuasaan, serta
kebijaksanaan yang akan diterapkan dalam kegiatan produksi dan distribusi, nilai
sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan yang memberikan jaminan
lancarnya roda kegiatan ekonomi suatu bangsa. Proses tersebut akan mempunyai
dampak positif dalam arti meningkatkan kesejahteraan suatu bangsa manakala
kegiatan ekonomi itu terselenggara dalam posisi keseimbangan antara
permintaan dan penawaran, produksi, distribusi barang dan jasa. Namun apabila
suatu bangsa hanya menjadi konsumen dari barang dan jasa maka negara
tersebut tidak akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang baik.
Perkonomian Indonesia
Sistem ini menekankan bahwa suatu usaha bersama berarti bahwa setiap
warga negara mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam
menjalankan roda perekonomian dengan tujuan untuk mensejahterakan
bangsa.
Secara makro sistem perekonomian Indonesia dapat disebut sistem
perekonomian kerakyatan. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Kemakmuran rakyat yang dimaksud adalah kemakmuran
rakyat seluruh Indonesia. Untuk mencapai keadila sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia diperlukan pembangunan dalam berbagai bidang kehidupan secara
merata yang hasilnya dapat dirasakan oleh seluruh rakyat. Hasil pembangunan
tidak boleh hanya dinikmati oleh segolongan rakyat tertentu atau oleh suatu
daerah tertentu. Jika hal ini terjadi, tidak menutup kemungkinan akan terjadinya
disparitas antar daerah dan antara manusia yang satu dengan yang lainnya
yang dapat memicu kecemburuan sosial yang tidak menutup kemungkinan
memicu disintegrasi bangsa.
Menurut Asshidiqie dalam Lemhannas (2011:59), konsep perekonomian
nasional diselenggarakan atas dasar demokrasi ekonomi dengan prinsip-prinsip:
a) Kebersamaaan
b) Efisiensi berkeadilan
c) Berkelanjutan
d) Berwawasan lingkungan
86
e) Kemandirian
f) Keseimbangan kemajuan
g) Kesatuan ekonomi nasional
Berdasarkan pendapat tersebut, jelaslah kiranya bahwa prinsip dasar demokrasi
ekonomi harus dilaksanakan agar mampu mencapai tujuan nasional yaitu
mencapai rakyat yang adil dan makmur. Tanpa demokrasi ekonomi akan terjadi
kapitalisasi dan ketimpangan kehidupan ekonomi antar warganegara yang akan
berakibat pada kerawanan sosial. Kerawanan sosial dapat memicu disintegrasi.
BAB IX
POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL
Tujuan nasional tersebut membawa makna yang tersirat dan tersurat dalam
cita-cita nasional yang utopis tersebut, yaitu kesejahteraan dan keamanan dalam
lingkungan pergaulan dunia yang tertib. Pengaruh lingkungan strategik ini sangat
kuat terhadap upaya kita mencapai tujuan nasional. Lebih-lebih di era kesejagatan
ini, yang menghilangkan batas-batas geografik suatu negara, mengutamakan kerja
sama antara bangsa. Peristiwa yang terjadi di negara lain dapat berdampak
terhadap aspek kehidupan nasional (lihat perang Vietnam dengan “manusia
perahunya” atau embargo minyak negara-negara Arab terhadap AS dan sekutunya
dapat mengurangi bantuan AS dan sekutunya kepada negara-negara berkembang
termasuk Indonesia).
Tujuan nasional (National Interest) akan kita capai melalui sasaran nasional.
Sasaran Nasional itu adalah suatu kondisi nyata yang segera hendak dicapai oleh
bangsa dengan melibatkan segenap usaha dan sumber kemampuan yang tersedia
pada saat sasaran nasional itu ditetapkan. Penetapan ini melalui kebijaksanaan
89
nasional, yaitu cara bertindak yang ditentukan oleh pemerintah pada tingkat
nasional, berupa rencana alokasi sumber kemampuan dan rincian langkah-langkah
yang berurutan, dikaitkan dengan tahapan waktu yang diperlukan untuk mencapai
sasaran nasional (National Objective).
Sasaran nasional tersebut dicapai melalui program kegiatan pembangunan
nasional (National Commitment). Uraian memberikan gambaran stratifikasi pola pikir
dalam mengkaji implementasi polstranas dalam bangnas.
PENETAPAN POLSTRANAS
Polstranas ditetapkan oleh MPR. MPR sebagai pencerminan rakyat Indonesia,
pemegang kedaulatan rakyat dan pemegang kekuasaan negara yang tertinggi.
Segala ketetapan dan keputusan yang dibuat akan mengikat seluruh rakyat
Indonesia, Lembaga Negara, Lembaga Pemerintah, Kekuatan Sosial Politik,
Organisasi kemasyarakatan dan Lembaga kemasyarakatan untuk mentaati dan
melaksanakannya. Wujud Polstranas itu ialah GBHN yang ditetapkan oleh MPR.
Untuk melaksanakan GBHN tersebut MPR juga menugaskan Presiden/mandataris
MPR. Selain melaksanakan GBHN tersebut MPR menugaskan Presiden/mandataris
MPR menyusun dan menetapkan Repelita mengacu kepada pelaksanaan GBHN
tersebut dengan memperhatikan sungguh-sungguh saran dari DPR. Selanjutnya
dalam rangka melaksanakan Repelita sesuai dengan arah kebijaksanaan GBHN,
Presiden/mandataris MPR membentuk pemerintahan (kabinet) dan menetapkan
arahan, landasan kerja, tugas pokok, dan sasaran (krida) dan tata kerja untuk
melaksanakan GBHN. Presiden dan kabinet menyusun rencana strategik departemen
yang dikelompokkan ke dalam bidang pembangunan sebagai bahan Repelita, untuk
kemudian dijabarkan ke dalam pelaksanaan pembangunan tahunan (APBN).
Jadi, untuk mencapai cita-cita nasional dan tujuan nasional maka harus
dilakukan bangnas yang berkelanjutan, dan strateginya dilakukan secara bertahap
baik dalam tahapan jangka panjang (PJPT), jangka menengah (Repelita) dan jangka
pendek (Tahunan). Untuk mencapai cita-cita, tujuan dan sasaran dalam GBHN,
Presiden dan kabinet membuat rencana strategik (Renstra) pembangunan sebagai
bahan pelita. Pada tingkatan ini Presiden selaku mandataris MPR dalam
melaksanakan GBHN menetapkan Polstranas pemerintah untuk melaksanakan
Repelita.
Asas bangnas yang pada GBHN 1973 terdiri dari 5 asas, dalam GBHN 1978
menjadi 7 asas, dengan tambahan asas kesadaran hukum dan asas kepercayaan
pada diri sendiri.
Modal dasar dan faktor dominan dalam pola dasar bangnas, juga mendapat
tambahan, yaitu ABRI sebagai kekuatan hankam dan kekuatan sosial termasuk
modal dasar pembangunan. Juga kekuatan sosial politik, yaitu partai politik dan
Golkar termasuk dalam potensi efektif bangsa, yang juga merupakan salah satu
modal dasar pembangunan.
Faktor dominan dari bangnas, yang antara lain terdiri dari faktor demografi
ditambah dengan faktor sosial budaya.
Pemasukan konsepsi tannas di samping konsepsi wasantara sebagai salah satu
acuan pelaksanaan bangnas.
Di samping pada Pola Dasar Bangnas juga diadakan penyempurnaan substansial
pada arah Pembangunan Jangka Panjang. Penyempurnaan itu, antara lain berikut
ini.
Ditentukan betapa pentingnya upaya untuk terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat.
Pentingnya pembangunan Bidang Politik, yang diarahkan pada peningkatan
kesadaran bernegara bagi seluruh rakyat sesuai dengan UUD 1945.
Pentingnya upaya untuk menciptakan suasana kemasyarakatan yang mendukung
cita-cita pembangunan serta terwujudnya kreativitas dan otoaktivitas di kalangan
rakyat.
Pentingnya koperasi sebagai salah satu bentuk badan usaha yang harus diberikan
kesempatan seluas-luasnya dan ditingkatkan pembinaannya.
Dalam Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang, dalam mencapai sasaran
pembangunan di Bidang Politik, ditekankan pentingnya upaya untuk mewujudkan
pemerintahan yang bersih, berkemampuan dan berwibawa, serta terlaksananya
pengawasan oleh DPR yang makin efektif dan terwujudnya kesadaran dan kepastian
hukum dalam masyarakat. Dalam mencapai sasaran di Bidang Hankam, sejalan
dengan peran ABRI sebagai modal dasar bangnas, ditekankan bahwa ABRI adalah
kekuatan inti dari sistem Hankamrata dan peranan ABRI yang melaksanakan
Dwifungsi dalam bangnas.
Mengenai Pola Umum Pembangunan Lima Tahun Ketiga jelas keseluruhan
materi GBHN 1973 diperbarui, disesuaikan dengan hasil-hasil yang telah dicapai
dalam Pelita kedua, dan diarahkan untuk makin mendekati sasaran-sasaran dalam
pembangunan jangka panjang.
92
dari PJP Ke-1, bangsa Indonesia sebaiknya telah dapat mengantisipasi dan
menetapkan sasaran Pembangunan Jangka Panjang berikutnya. Sasaran PJP II itu
dirumuskan di dalam Bagian Pendahuluan dari Bab Pola Umum Pembangunan Lima
Tahun Kelima, yang berbunyi sebagai berikut; “Sasaran utama PJP 25 tahun kedua
adalah tercapainya kualitas manusia dan kualitas masyarakat Indonesia yang maju
dalam suasana tenteram dan sejahtera lahir batin dalam tata kehidupan masyarakat
bangsa dan negara yang berdasarkan Pancasila dalam suasana kehidupan bangsa
Indonesia yang serba berkeseimbangan dan selaras dalam hubungan antara sesama
manusia, manusia dan masyarakat, manusia dan alam lingkungannya, manusia dan
Tuhan Yang Maha Esa.”
Kedua, dirumuskan secara lebih rinci pengertian pembangunan sebagai
pengamalan Pancasila yang mencakup keseluruhan semangat, arah dan gerak
pembangunan yang dilaksanakan sebagai upaya pengamalan dari kelima sila dalam
Pancasila secara serasi dan sebagai kesatuan yang utuh. Hal ini juga dirumuskan di
dalam Bagian Pendahuluan, Bab Pola Umum Pengembangan Lima Tahun Kelima.
Perincian itu dianggap penting bukan saja karena dalam GBHN sebelumnya belum
terdapat penjelasan yang memadai tentang pengertian pembangunan sebagai
pengamalan Pancasila, tetapi juga dengan maksud agar kita semua memahami dan
menghayati sikap perilaku, dan gerak kegiatan dengan sebaik-baiknya untuk
berpartisipasi secara aktif dan konstruktif dalam pelaksanaan pembangunan sebagai
pengamalan Pancasila.
kebangkitan nasional kedua menuju sasaran PJP II yang telah ditetapkan, yaitu
terciptanya kualitas manusia dan kualitas masyarakat Indonesia yang maju dan
mandiri dalam suasana tenteram, sejahtera lahir dan batin dalam tata kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara yang berdasarkan Pancasila, yang serba
berkesinambungan dan selaras.
Dalam proses tinggal landas akan terjadi transformasi nilai-nilai dalam
masyarakat sebagai akibat dari perubahan dari masyarakat agraria kepada
masyarakat industri. Karena itu, perumusan GBHN harus sesuai dengan aspirasi
rakyat yang beraneka ragam serta harus mengarah kepada sasaran yang telah
ditetapkan, perlu benar-benar diperhitungkan tantangan-tantangan yang akan
dihadapi di masa depan dan peluang-peluang yang ada.
Untuk itu, Wanhankamnas mengintensifkan usahanya dalam mengumpulkan
bahan-bahan melalui pertemuan-pertemuan, diskusi-diskusi, dan pembahasan-
pembahasan dengan mengundang tokoh-tokoh masyarakat dari berbagai latar
belakang fungsi dan profesi yang berasal dari supra maupun infrastruktur politik,
termasuk dari dunia perguruan tinggi dari seluruh wilayah Indonesia.
Bahan-bahan yang berhasil dikumpulkan oleh Wanhankamnas dalam
beberapa tahun itu yang jumlahnya cukup besar dilaporkan kepada Presiden.
Setelah menerima bahan-bahan dari Presiden itu, semua fraksi MPR (fraksi Karya,
fraksi PPP, fraksi PDI, fraksi utusan daerah dan fraksi ABRI) memang menyiapkan
rancangan GBHN masing-masing untuk diajukan kepada MPR dengan menggunakan
bahan yang mereka terima dari Presiden.
Sesuai dengan Peraturan Tata Tertib MPR yang berlaku, untuk menyiapkan
rancangan acara dan rancangan keputusan. MPR membentuk Badan Pekerja MPR.
Biasanya, Badan Pekerja MPR membentuk Panitia Ad hoc khusus untuk menyiapkan
rancangan GBHN yang akan diajukan kepada Sidang Umum MPR untuk ditetapkan.
Berbeda dengan pada sidang-sidang MPR terdahulu, pada sidang tahun 1993,
Panitia Ad hoc Badan Pekerja MPR menerima 5 rancangan GBHN yang diterima dari
95
kelima fraksi MPR. Pada waktu-waktu sebelumnya Panitia Ad hoc hanya menerima
dan membahas satu rancangan GBHN, yaitu sumbangan pikiran Presiden yang
disampaikan kepada MPR.
Karena itu, sungguh bijaksana sikap semua fraksi MPR untuk menyetujui
penggunaan konsep GBHN yang disampaikan oleh fraksi ABRI sebagai bahan
pembahasan. Kesepakatan ini dapat dicapai setelah dilakukan pembicaraan,
musyawarah, dan pendekatan-pendekatan antarfraksi dan dengan pimpinan Panitia
Ad hoc Badan Pekerja MPR yang intensif. Dengan cara kerja yang demikian itu,
Badan Pekerja MPR dapat menyelesaikan tugasnya, yakni menyiapkan rancangan
GBHN 1993 untuk selanjutnya disampaikan kepada Pimpinan MPR pada waktu yang
dijadwalkan. Dan pada akhirnya, rancangan GBHN tersebut dibahas dan diputuskan
oleh Sidang Umum MPR dengan Ketetapan MPR No. II/MPR/1993 tentang GBHN.
Dalam GBHN 1993 tidak dipakai kata pola pada rumusan Pembangunan Nasional,
Pembangunan Jangka Panjang dan Pembangunan Lima Tahun Keenam sehingga
tampak lebih sederhana. Namun, tidak ada arti yang mendasar dibalik ditiadakannya
istilah pola itu.
Dalam GBHN 1993 terdapat tambahan Bab Pelaksanaan. Hal ini dimaksudkan untuk
memperjelas tugas kewajiban pelaksanaan GBHN secara keseluruhan. Dalam GBHN
yang terdahulu, ketentuan mengenai "pelaksanaan" terpisah pada beberapa bab,
baik pada bab pendahuluan, pada bab Pola Umum Pembangunan Lima Tahun.
Dengan menyatukan dalam satu bab, yaitu bab V diharapkan dapat dipahami
dengan semakin jelas tentang kebijaksanaan yang ditempuh untuk melaksanakan
keseluruhan GBHN itu.
96
Apabila kita perhatikan lebih lanjut dari sistematik GBHN 1993, makin tampak
perbedaan dari GBHN 1993 jika dibandingkan dengan GBHN sebelumnya, antara lain
pada bab bangnas.
Pada bab ini tercantum subbab baru, yakni makna dan hakikat bangnas.
Diadakannya subbab ini dimaksudkan untuk mewadahi rumusan substansi yang
dalam GBHN terdahulu dirumuskan dalam bab-bab atau subbab lainnya, seperti
rincian pengamalan sila demi sila dari Pancasila dalam pembangunan, sebagai
pengamalan Pancasila, yang dalam GBHN 1988 tercantum dalam bab Pola Umum
Pembangunan Lima Tahun Kelima subbab pendahuluan.
Pada bab ini juga ditambah dengan subbab “Kaidah Penuntun” subbab baru ini
berisi penegasan bahwa dalam pelaksanaan bangnas harus mengacu kepada dan
berpedoman pada ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam kaidah penuntun ini.
Adapun sebagian dari substansi kaidah penuntun telah terdapat dalam GBHN
sebelumnya, seperti ciri-ciri positif demokrasi ekonomi dan hal negatif yang harus
dihindari dalam pelaksanaan demokrasi ekonomi, yang dahulu terdapat dalam bab
Pembangunan Jangka Panjang.
Perbedaan lain yang cukup penting adalah pada bab Pembangunan Jangka Panjang
Tahap Kedua. Dalam GBHN yang terdahulu, bab Pola Umum Pembangunan Jangka
Panjang hanya meliputi dua subbab, yaitu subbab A: Pendahuluan dan subbab B:
Arah Pembangunan Jangka Panjang.
Dalam GBHN 1993 pada bab Pembangunan Jangka Panjang dirinci beberapa subbab
untuk memperjelas subjek substansinya. Dalam bab Pembangunan Jangka Panjang
Kedua, yang meliputi enam subbab adalah subbab Umum; subbab Tujuan; subbab
Sasaran Umum. Pembangunan Jangka Panjang Kedua; subbab Titik Berat
Pembangunan Jangka Panjang Kedua; Sasaran per bidang pembangunan yang
meliputi tujuh bidang pembangunan dan Subbab Arah Pembangunan Jangka
Panjang.
Suatu perubahan lain yang cukup penting dalam GBHN 1993 ini adalah adanya
pemisahan yang jelas antara Sasaran Umum Pembangunan dan Sasaran Bidang
demi Bidang Pembangunan, baik dalam Pembangunan Jangka Panjang maupun
Pembangunan Lima Tahun Keenam. Perlu dijelaskan di sini bahwa dalam GBHN
1993 ini diadakan perluasan bidang-bidang pembangunan dari empat bidang pada
GBHN sebelumnya menjadi tujuh bidang dalam GBHN 1993. Selain itu, diadakan
pula perluasan sektor-sektor pembangunan sebagai penjabaran dari kebijaksanaan
pembangunan bidang-bidang. Adanya penambahan bidang dan sektor
pembangunan ini jelas menunjukkan adanya perluasan bidang-bidang dan sektor
yang memperoleh perhatian yang makin besar.
97
Catatan:
Maksud dari sektor adalah perincian dari bidang Pembangunan dalam GBHN 1993
sehingga tidak sama dengan pengertian “sektor” sebagaimana digunakan dalam
APBN.
Penerapan Polstranas dalam bidang Bangnas.
Dalam Uraian terdahulu telah Anda pelajari, wujud Polstranas adalah GBHN. GBHN
menetapkan arah dan kebijaksanaan bangnas yang masih bersifat umum. Bangnas
yang diamanatkan adalah bangnas dalam upaya mencapai cita-cita dan tujuan
nasional. Untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasional tersebut diperlukan upaya
pembangunan yang berkelanjutan (terus-menerus). Oleh karena itu, strategi yang
ditempuh, yaitu melakukan pertahapan dalam Bangnas tersebut yang dikategorikan
dalam pembangunan jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek
(tahunan). Ketiga kategori penjenjangan pembangunan itu berkaitan satu sama lain,
dalam arti bahwa pembangunan jangka pendek (tahunan - RAPBN) adalah
implementasi bangnas untuk mencapai arah, sasaran dan kebijaksanaan yang
tertuang dalam pembangunan jangka menengah (Repelita). Begitu pula Repelita
untuk mencapai arah, sasaran dan kebijakan yang ada pada pembangunan jangka
panjang. Oleh karena itu, dalam penetapan arah kebijaksanaan tiap bidang
pembangunan dicantumkan pendahuluan yang berisikan analisis situasi apa yang
telah dicapai, kondisi nyata yang dihadapi dan harapan-harapan yang diimpikan.
Selain itu dicantumkan pula pembangunan tiap bidang yang berisikan sasaran pada
PJPT dan arah pembangunan bidang pada PJPT. Sasaran dan arah pembangunan
pada PJPT merupakan landasan pembangunan per bidang pada Pelita. Selanjutnya,
pembangunan bidang pada pelita berisikan kondisi umum (hasil yang telah dicapai,
tantangan yang dihadapi, sasaran bidang, dari kebijaksanaan bidang pada pelita).
Kebijaksanaan bidang dalam pelita ini dilaksanakan melalui beberapa sektor
pembangunan. Untuk lebih jelasnya dalam kegiatan belajar penerapan Polstranas
dalam bidang pembangunan disajikan; pembangunan jangka panjang, sedangkan
jangka sedang atau menengah (Pelita) merupakan upaya untuk mencapai apa yang
digariskan dalam jangka panjang yang kondisinya selalu berubah sesuai dengan apa
yang dicapainya pada tahapan pembangunan lima tahun tersebut.
Dalam Bab III GBHN terdahulu dinyatakan bahwa pembangunan Jangka Panjang
berlangsung antara 25 sampai dengan 30 tahun karena pada awal Orde Baru
bangsa Indonesia belum memiliki cukup sarana dan prasarana serta kemampuan
untuk menetapkan secara tegas dan jelas.
Dalam subbab Umum pada Bab III GBHN 1993 telah dinyatakan berbagai
keberhasilan PJP I dan peluang serta tantangan yang masih harus dihadapi dalam
PJP II, yang dituangkan dalam tiga belas butir rumusan yang meliputi seluruh
bidang pembangunan. Secara umum, dinyatakan bahwa PJP I telah menghasilkan
kemajuan dalam segenap aspek kehidupan bangsa dan telah meletakkan landasan
yang cukup kuat bagi bangsa Indonesia untuk memasuki PJP II sebagai awal bagi
Kebangkitan Nasional kedua dan proses tinggal landas.
Dalam GBHN 1993 dinyatakan bahwa tujuan PJP II adalah mewujudkan bangsa
yang maju dan mandiri serta sejahtera lahir batin sebagai landasan bagi babak
pembangunan berikutnya menuju masyarakat adil dan makmur dalam negara
kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Dalam GBHN 1993 dinyatakan bahwa sasaran umum PJP II adalah terciptanya
kualitas manusia dari kualitas masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri dalam
suasana tenteram dan sejahtera lahir batin, dalam tata kehidupan masyarakat,
bangsa, dan negara yang berdasarkan Pancasila dalam suasana kehidupan bangsa
Indonesia yang serba berkesinambungan dan selaras dalam hubungan antara
sesama manusia, manusia dengan masyarakat, manusia dengan alam
lingkungannya, manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
99
Sasaran umum PJP II ditetapkan dengan maksud agar dapat diketahui apakah
pelaksanaan bangnas telah berhasil mewujudkan tuntutan yang telah ditetapkan
dalam rumusan sasaran umum dimaksud. Dengan demikian, sasaran umum PJP II
sekaligus juga berfungsi sebagai tolok ukur keberhasilan pelaksanaan bangnas
selama kurun waktu 25 tahun kedua.
Dalam GBHN 1993 telah ditetapkan bahwa titik berat PJP II diletakkan pada bidang
ekonomi, yang merupakan penggerak utama pembangunan, seiring dengan kualitas
sumber daya manusia dan didorong secara saling memperkuat, saling terkait dan
terpadu, dengan pembangunan bidang-bidang lainnya yang dilaksanakan seirama,
selaras, dan serasi dengan keberhasilan pembangunan bidang ekonomi dalam
rangka mencapai tujuan dan sasaran Bangnas. Berdasarkan rumusan tentang titik
berat tersebut, disampaikan beberapa hal sebagai berikut.
Dalam GBHN 1993 telah dinyatakan bahwa upaya pencapaian sasaran umum PJP II
diselenggarakan melalui tujuh bidang pembangunan, yaitu sebagai berikut.
Dalam GBHN 1993 tujuan PJP II dijabarkan lebih lanjut dalam arah PJP II, yang
meliputi seluruh bidang pembangunan. Secara umum PJP II diarahkan untuk
meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia agar makin maju, mandiri
dan memelihara rasa cinta tanah air yang melandasi kesadaran kebangsaan,
semangat pengabdian, dan tekad untuk membangun masa depan bangsa yang lebih
baik demi terwujudnya tujuan nasional, dengan tetap bertumpu kepada Trilogi
Pembangunan.
Bangnas harus mampu mengubah potensi sumber daya nasional menjadi kekuatan
ekonomi, sosial budaya, politik, dan pertahanan keamanan yang nyata.
Budaya bangsa sebagai perwujudan cipta, rasa, karsa, dan karya bangsa Indonesia
yang dilandasi nilai luhur bangsa berdasarkan Pancasila, bercirikan Bhinneka
Tunggal Ika dan berwasantara harus diupayakan agar senantiasa menjiwai perilaku
masyarakat dan pelaksana pembangunan serta membangkitkan sikap
kesetiakawanan dan tanggung jawab sosial serta disiplin dan semangat pantang
menyerah.
Pembinaan anak, remaja, dan pemuda sebagai generasi penerus bangsa diarahkan
pada pengembangan sikap menjunjung tinggi nilai-nilai luhur budaya bangsa, sikap
keteladanan, dan disiplin dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang
harus dilaksanakan sendiri mungkin di lingkungan keluarga, di sekolah, dan di
lingkungan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Kusnardi, Moh, dan Bintan R Saragih. 2000. Ilmu Negara. Jakarta: Gaya
Media Pratama..
Sudirwo, Daeng. 2002. Pemahaman tentang Bangsa dan Negara dalam Rangka
Otonomi Daerah. Makalah Suscadoswar. Jakarta: Dirjen Dikti.
Tim Penyusun Naskah. 2013. Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru
Sekolah Dasar Jakarta: Kemendikbud.
Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR. 2013. Empat Pilar
Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: Sekretariat Jenderal
MPR.
Ensiklopedia: