Anda di halaman 1dari 17

METODE REWARD DAN PUNISHMENT

Tafsir Tarbawi

Dosen Pengampu :
H. Ahmad Syafi’uddin Abdullah, S.Thi, MM, M.Ag

Disusun Oleh :

Sri Suwiyatinusis
Syahrul Ramadhan
Rosdiana

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ATTAQWA

BEKASI

TAHUN 2024/2025

1
KATA PENGANTAR

‫ِبْســــــــــــــــــِم ِهللا الَّرْح َمِن الَّر ِح ْيِم‬


Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya. Solawat bertangkaikan
salam marilah kita limpah curahkan kepada nabi besar kita Muhammad SAW.
Yang telah membawa kita dari zaman kegelapan sampai zaman terang benderang
ini.Yang kami hormati bapak/ibu dosen semoga selalu di sehatkan badannya. Dan
tak lupa pula kepada teman teman sekalian yang kami sayangi semoga selalu
dalam lindungan Allah. Alhamdulillah kami telah membuat Makalah ini, yang
berjudul “hadits tentang ilmu pengetahuan dan keutamaan orang yang berilmu”.
Kami menyadari dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak yang dengan tulus memberikan do’a, saran, dan kritik sehingga makalah ini
dapat terselesaikan Dan dalam penulisan makalah ini kami menyadari masih
banyak kesalahan karena terbatasnya pengalaman dan pengetahuan kami miliki.

2
DAFTAR ISI

COVER...................................................................................................................1
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I: PENDAHULUAN.....................................................................................4
A. Latar Belakang....................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...............................................................................................4
C. Tujuan Masalah...................................................................................................4
BAB II: PEMBAHASAN......................................................................................5
1. Pengertian Reward...............................................................................................5
2. Pengertian Punishment........................................................................................6
3. Dasar Serta Tujuan Reward Dan Punishment......................................................8
4. Ayat-Ayat Yang Berkenaan Dengan Reward....................................................11
5. Ayat-Ayat Yang Berkenaan Dengan Punishmen...............................................12
6. Syarat Penerapan Reward Dan Punishment......................................................12
BAB III: PENUTUP............................................................................................15
Kesimpulan............................................................................................................15
Daftar Pustaka 16

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Manusia diciptakan oleh Allah SWT dalam keadaan yang paling sempurna
jika dibandingkan dengan makhluk lainnya. Kesempurnaan manusia ini, salah
satunya adalah berkat karunia akal yang diberikan oleh Allah SWT. Tidak dapat
dipungkiri bahwa murid-murid, dengan bekal akalnya mempunyai kehendak
bebas yang memungkinkan mereka mampu memilih berbagai ragam alternatif
sesuai situasi yang diberikan. Namun tak kalah penting juga, seorang pendidik
mempunyai tanggung jawab untuk selalu membimbing dan mengarahkan murid-
muridnya agar mereka senantiasa berada dalam koridor-koridor kebaikan yamg
sesuai dengan tuntutan agama maupun tujuan pendidikan. Apa yang harus
dilakukan seorang pendidik tidak hanya sebatas merencanakan situasi-situasi
pengajaran dan meninggalkan murid-muridnya agar memilih keputusan sendiri
dengan mengacuhkan pilihan-pilihan yang seharusnya. Guru tidak boleh tinggal
diam apabila melihat murid-muridnya memilih jalan yang tidak baik atau sehat.
Salah satu treatment yang digunakan oleh para pendidik untuk mengarahkan
murid-muridnya adalah pemberian reward dan punishment dalam pendidikan
islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Reward dan Punishment?
2. Apa saja ayat-ayat yang berkenaan dengan Reward dan Punishment?
3. Apa saja syarat penerapan Reward dan Punishment?

C.Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa yang di maksud Reward dan Punishment
2. Untuk mengetahui ayat-ayat yang berkenaan dengan Reward
dan Punishment
3. Untuk mengetahui syarat penerapan Reward dan Punishment

4
BAB II
PEMBAHASAN
1. Reward
Penghargaan dalam proses pelaksanaan pendidikan sebagai bentuk bagian dari
metode pembelajaran merupakan bagian terpenting untuk motivasi bagi peserta
didik.1 Melihat hal ini maka beberapa ahli memaknai “penghargaan” ini
bervariatif sesuai dengan pengalaman dan bidang masing-masing para ahli.
Menurut Purwanto arti penghargaan adalah untuk setiap anak yang berhasil
melakukan kebaikan/prestasi/keberhasilan di setiap aktifitasnya sehari-hari, baik
dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Setiap penghargaan
yang diberikan oleh anak tidak harus berwujud materi, namun nilai-nilai moral
yang bersifat positif seperti pujian dan apresiasi juga merupakan penghargaan
untuk anak sehingga anak mengetahui hakikat kebaikan. Pendidikan yang
dilakukan terhadap anak mencakup wilayah yang komprehensif sehingga anak
merasakan kenyamanan dalam belajar secara akademik maupun memahami arti
kehidupan.2
Maslow seperti yang dikutip oleh Maria J. Wantah menjelaskan bahwa
penghargaan menjadi motor penggerak utama manusia untuk mampu melakukan
sesuatu dalam rangka mengaktualisasikan diri sebagai makhluk yang sempurna.
Melalui berbagai media dan proses yang ada manusia terus berusaha mencapai
kesempurnaan hidup sebagai bagian dari naluri manusia. Melalui penghargaan
yang positif, baik berupa materi maupun non materi, jika hal ini dilakukan secara
konsisten, maka akan mamberikan kontribusi positif terhadap manusia untuk
melakukan tindakan yang lebih baik dalam dirinya. Bisa dipastikan bahwa
penghargaan yang positif akan mampu meningkatkan produktivitas manusia
dalam berkarya, sekaligus diharapkan hal ini mampu mencegah berbagai bentuk
pelanggaran yang dimungkinkan akan terjadi.3 Manusia sebagai makhluk biologis
sekaligus berperasaan, ia membutuhkan banyak penghargaan untuk menguatkan
dirinya dalam menjalani proses kehidupan. Manusia akan menjadi sempurna
disaat ia mampu menghasilkan karya terbaiknya dan berdampingan dengan
perilaku positif yang muncul dari dalam diri.
Penghargaan merupakan bentuk apresiasi terhadap pelaku kebaikan, siapapun
itu. Bentuk penghargaan sendiri sangat variatif, bisa dalam bentuk materi atau non
1
Assist Prof Dr Ramazan Sak, “The Persistence Of Reward And Punishment In Preschool
Classrooms,” Journal of Educational & Instructional Studies in the World 6 vol 6, no.
(2016).
2
M. NgalimPurwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis (Bandung, 2006).
3
http://journals.sagepub.com/doi/pdf/10.1177/0143034387082004,
diakses 18 Oktober 2017.

5
materi, prinsipnya adalah untuk membangkitkan semangat anak yang telah
berhasil melakukan kebaikan. Karena secara naluri siapapun yang telah
melakukan kebaikan selalu ingin diberikan penghargaan, dan ini adalah bagian
dari psikologi manusia sebagai makhluk. Maka dari itu Allah melalui Al-Qur’an
juga memberikan apresiasi kepada manusia atas kebaikan yang telah mereka
lakukan.
Al-Ghazali menjelaskan bahwa hadiah merupakan penghargaan seperti berikut:
“Sewaktu-waktu anak telah nyata budi pekerti yang baik dan perbuatan yang
terpuji, maka seyogyanya ia dihargai dan dibalas dengan sesuatu yang
menggembirakan dan dipuji di depan orang banyak (diberi hadiah)”. Konteks
motivasi yang terdapat dalam “penghargaan” ini adalah esensi dari jiwa manusia
itu sendiri yang ingin diberikan apresiasi atau penghargaan dalam mencapai
kesempurnaan hidup.
Dalam beberapa kajian yang telah dilakukan dalam lingkup pendidikan
menunjukkan hasil bahwa melalui pemberian penghargaan kepada siswa dalam
bentuk hadiah ternyata sangat efektif dalam meningkatkan motivasi belajar.
Pemberian hadiah lebih efektif dari pada marah kepada siswa, memberikan
hukuman, atau bahkan hanya membiarkan siswa disaat siswa mendapatkan
prestasi. Disisi lain banyak juga yang tidak setuju dengan metode pemberian
hadiah atau penghargaan yang terlalu sering. Hal ini dikarenakan mereka khawatir
jika pemberian hadiah ini akan memunculkan persepsi dalam diri siswa bahwa
tidak akan melakukan sesuatu jika tidak mendapatkan hadiah. Melihat dua hal
berbeda ini maka hal yang tepat adalah dengan memberikan hadiah secara
proporsionalitas secara wajar. Perkara yang berlebihan dalam hal apapun tentunya
akan mengakibatkan hal negatif dalam diri siswa.4
2. Punishment
Seperti yang dijelaskan oleh Amir Daien Indrakusuma bahwa hukuman
diberikan kepada anak sebagai bentuk tindakan terakhir atas kesalahan yang
dilakukan. Disaat anak telah diberikan peringatan sekaligus teguran yang positif,
namun belum ada perubahan dalam diri anak dengan kesalahannya, maka
dijatuhkanlah hukuman.
Hukuman diberikan kepada anak supaya anak mengetahui dan sadar diri atas
kesalahan yang dilakukan.5 Bahwa setiap kesalahan atas tindakan semuanya
memiliki resiko dalam mempertanggungjawabkannya. Anak harus belajar
tanggungjawab atas kesalahan yang berulang dilakukan. Melalui hukuman ini
banyak nilai yang akan tertanam dalam diri anak, mulai tanggungjawab, disiplin

4
Charles Schaefer, Bagaimana Mempengaruhi Anak (Jakarta, 1989).
5
Claudiu Langa, “No Title,” , Rewards and Punishments Role in Teacher-Student
Relationship from the Mentor’s Perspective, Acta Didactica Napocensia vol 7, no.
(2014): 7.

6
diri, dan sikap berhati-hati. Diharapkan dengan hukuman ini anak tidak akan
melakukan pelanggaran terhadap aturan yang telah disepakati dengan penuh
kesadaran.6
Hukuman merupakan sanksi yang diberikan kepada anak atau siswa yang
melakukan pelanggaran terhadap suatu aturan yag telah disepakati. Tujuan dari
pemberian hukuman ini adalah edukasi terhadap anak atau peserta didik supaya
mencapai titik kesadaran atas sikap bertanggungjawab terhadap segala perbuatan
yang dilakukan.7
Hukuman berarti perbuatan sadar yang dilakukan oleh sang pemberi hukuman
terhadap orang lain yang melakukan kesalahan. Hukuman ini bersifat positif
secara lahir dan batin bagi penerima hukuman, dan ini dikarenakan penerima
hukuman memiliki kondisi dibawah orang yang memberikan hukuman. Sikap
memberi hukuman ini bagian dari tanggungjawab untuk mendidik orang lain yang
melakukan kesalahan serta berkewajiban untuk melindunginya. 8 M. Ngalim
Purwanto berpendapat bahwa hukuman merupakan penderitaan yang harus
diberikan kepada setiap orang yang telah melakukan kesalahan. Karena hukuman
merupakan hal etis yang berkaitan dengan nilai dan norma sebuah tatanan
pendidikan maupun kehidupan.9
Dalam ilmu psikologi hukuman berarti sebuah tindakan tidak menyenangkan
dalam sebuah waktu tertentu yang dilakukan secara sengaja terhadap orang lain
dengan tujuan menjatuhkan keadaan positif orang lain. Banyak para ahli psikologi
yang sepakat bahwa hukuman adalah perlakuan buruk yang tidak menyenangkan
orang lain.10 Elizabeth B. Hurlock menjelaskan bahwa hukuman adalah:
“punishment means to impose a penalty on a person for a fault offense or
violation or retaliation”.11 Sebuah siksaan yang dilakukan terhadap orang lain
sebagai bentuk balasan atas pelanggaran yang dilakukan terhadap sebuah
peraturan. Hukuman menurut Abdullah Nasih Ulwan ialah “hukuman yang tidak
ditentukan oleh Allah untuk setiap perbuatan maksiat yang di dalamnya tidak ada
had atau kafarat”.12 Athiyah al-Abrasyi berpendapat bahwa: “Maksud hukuman
dalam pendidikan Islam ialah … sebagai tuntutan dan perbaikan, bukan sebagai
hardikan dan balas dendam”.13

6
Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan (Surabaya, 1973).
7
Ali Imron, Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah (Jakarta, 2012).
8
Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan (Jakarta, 1991).
9
M. NgalimPurwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis (Bandung, 2006).
10
Abdurrahman Mas’ud, “Reward and Punishment Dalam Pendidikan Islam,”
Jurnal Media (1999): 23.
11
Elizabeth Bergner Hurlock, Op. cit., hlm. 396.
12
Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam (Jakarta, 1999).
13
Muhamaad Athiyah Al-Abrasyi, Tarbiyyah Al-Islamiyah Wa Falsafatuha (Mesir, 1975).

7
3. Dasar Serta Tujuan Reward Dan Punishment
Istilah hadiah dan hukuman sudah lama dikenal manusia, lantaran hal itu pada
awalnya bukanlah ciptaan manusia, dan memang sudah ada sejak manusia
pertama Adam as lahir ke dunia yang fana ini. Dengan adanya pergantian zaman
dan peralihan dari satu generasi ke generasi lain, ditambah kegiatan dan
kebutuhan manusia yang beraneka ragam, maka bentuk dari ganjaran dan
hukuman berbeda. Istilah yang digunakan sama hanya penerapannya yang
berbeda, namun demikian Islam telah memberikan dan menunjukkan batasan dan
pengertian yang jelas dan umum antara hadiah dan hukuman tersebut, melalui
berbagai dalil dan bukti.
Hukuman pada dasarnya merupakan akibat dari suatu perbuatan manusia
sendiri, sebagaimana firman Allah SWT :

‫َو َلَقْد َقاُلْو ا َك ِلَم َة اْلُك ْفِر َو َك َفُرْو ا َبْعَد ِاْس اَل ِم ِهْم َو َهُّم ْو ا ِبَم ا َلْم َيَناُلْو ۚا َو َم ا َنَقُم ْٓو ا ِآاَّل َاْن َاْغ ٰن ىُهُم ُهّٰللا َو َر ُسْو ُلٗه ِم ْن َفْض ِلٖۚه‬
‫َفِاْن َّيُتْو ُبْو ا َيُك َخ ْيًر ا َّلُهْۚم َو ِاْن َّيَتَو َّلْو ا ُيَعِّذ ْبُهُم ُهّٰللا َع َذ اًبا َاِلْيًم ا ِفى الُّد ْنَيا َو اٰاْل ِخ َر ِۚة َو َم ا َلُهْم ِفى اَاْلْر ِض‬
‫ِم ْن َّوِلٍّي َّو اَل َنِصْيٍر‬

“Dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengadzab mereka, dengan
adzab yang pedih di dunia dan di akhirat dan mereka sekalikali tidak mempunyai
pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi.” (Q.S. at-Taubat: 74)
Terkait dengan hukuman Baginda Rasulullah SAW. Dalam beberapa haditsnya
beliau menjelaskan sekaligus memberikan suri teladan bagaimana menerapkan
hukuman, di antaranya yaitu hadits yang diriwayatkan oleh ulama terkenal yaitu
Imam Abu Daud ra., sebagai berikut;

‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬،‫عن عبد هللا بن عمر رضي هللا عنه قال‬
‫ْم‬ ‫ُه‬‫َن‬ ‫َبْي‬ ‫ا‬ ‫ُق‬
‫َو ْو‬‫ِّر‬‫َف‬ ، ‫ْيَن‬‫ َو اْض ِر ُبْو ُهْم َع َلْيَها َو ُهْم َأْبَناُء ِر ِس ِن‬، ‫ُم ُرْو ا َأْو اَل َد ُك ْم ِبالَّص اَل ِة َو ُهْم َأْبَناُء َسْبِع ِس ِنْيَن‬
‫َعْش‬
‫ِفي اْلَم َض اِج ِع‬

“Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya bahwa Rasulullah Saw.
bersabda: “suruhlah anak-anak kalian mengerjakan shalat sejak mereka berusia
tujuh tahun. Pukullah mereka jika melalaikannya ketika mereka berusia sepuluh
tahun, dan pisahkan tempat tidur mereka.” (HR. Abu Daud)
Berdasarkan ayat dan hadits di atas, dijelaskan bahwa barang siapa
mengerjakan perbuatan dosa atau melakukan kesalahan, maka akan mendapatkan
hukuman sesuai dengan tingkat kesalahan yang diperbuatnya. Secara rasional,
ibadah (seperti shalat, shaum dan ibadah lainnya) berperan mendidik pribadi

8
manusia yang kesadaran dan pikirannya terus-menerus berfungsi dalam
pekerjaannya.14
Hadits di atas memberikan pengertian bahwa anak harus diperintahkan
mengerjakan shalat ketika berusia tujuh tahun, dan diberi hukuman pukul apabila
anak menolak mengerjakan shalat jika sudah berusia 10 tahun, tujuan
diberikannya hukuman pukul ini supaya anak menyadari kesalahannya.
Makna dari kata (‫( وبرضاو‬dalam hadits tersebut adalah memberikan hukuman
pukulan secara fisik, karena anak meninggalkan shalat. Di samping itu, pukulan
yang diberikan harus mengenai badannya dan tidak boleh mengenai wajahnya
Sebab, pukulan tersebut harus diberikan kepada anak ketika sudah berumur 10
tahun, karena pada usia 10 tahun ke atas anak sudah dianggap mempunyai
tanggung jawab (baligh).
Hukuman dengan memukul merupakan hal yang diterapkan oleh Islam
sebagaimana hadits Nabi di atas. Pukulan dilakukan pada tahap terakhir, setelah
memberikan nasihat dan cara lain tidak bisa. Tata cara yang tertib ini
menunjukkan bahwa pendidik tidak boleh menggunakan yang lebih keras jika
yang lebih ringan sudah bermanfaat, sebab pukulan adalah hukuman yang paling
berat dan tidak boleh menggunakannya kecuali jika dengan jalan lain tidak bisa.
Menurut Emile Durkeim di dalam dunia pendidikan ada teori pencegahan. Pada
teori ini hukuman merupakan suatu cara untuk mencegah berbagai pelanggaran
terhadap peraturan. Pendidikan menghukum si anak selain agar anak tidak
mengulangi kesalahannya juga untuk mencegah agar anak lain tidak menirunya.15
Berdasarkan penjelasan tujuan hukuman di atas maka dapat diambil pengertian
bahwa tujuan hukuman pada pendidikan Islam untuk perbaikan kesalahan yang
dilakukan anak-anak yang sama serta membutuhkan motivasi berpikir dan
bertindak sehingga akan tercapai tujuan yang diinginkan. Sedangkan tujuan pokok
hukuman pada syariat Islam merupakan pencegahan, pengajaran dan pendidikan,
arti pencegahan ialah menahan si pembuat kejahatan supaya tidak ikut-ikutan
berbuat kesalahan.
Kata hadiah biasanya dikenal dengan istilah ‘ajr atau tsawab, sebagaimana
terdapat di dalam Alquran, yang menunjukkan bahwa apa yang diperbuat oleh
seseorang dalam kehidupan ini atau di akhirat kelak karena amal perbuatan yang
baik. Sebagaimana firman Allah SWT :
‫َفٰاٰت ىُهُم ُهّٰللا َثَو اَب الُّد ْنَيا َو ُح ْسَن َثَو اِب اٰاْل ِخَرِةۗ َوُهّٰللا ُيِح ُّب اْلُم ْح ِس ِنْيَن‬
“Karena itu Allah memberikan mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di
akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Q.S. Ali
Imran: 148)
14
Muhammad Ali Quthb, Sang Anak Dalam Naungan Pendidikan Islam (Kairo, 1993).
15
Emile Durkheim, Suatu Studi Teori Dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan (Jakarta, 1990).

9
Kelebihan hadiah di akhirat berasal dari sumbernya yang unggul. Hal ini
diilustrasikan mengapa Nabi Muhammad Saw. hanya mengharap balasan dari
Allah semata. Adanya kenyataan seperti ini pelajar menurut sistem pendidikan
Islam harus diberi motivasi sedemikian rupa dengan hadiah/ganjaran. Hadiah bila
diterapkan dalam pendidikan tentunya akan memiliki kesan positif, yaitu sebagai
motivasi bagi anak didik, untuk itu perlu dibedakan antara hadiah dan suap. Sebab
adanya hadiah anak didik akan terus melakukan pekerjaannya dengan baik dan
tentunya ingin melakukan yang terbaik lagi. Karena dengan memberikan
dorongan dan menyayangi anak adalah sangat penting.
Hal ini, harus diperhatikan keseimbangan antara dorongan yang berbentuk
materi dengan dorongan yang spiritual, sebab tidaklah benar jika pemberian
dorongan tersebut hanya terbatas hadiah-hadiah yang sifatnya materi saja. Hal ini
dimaksudkan agar si anak tidak menjadi orang yang selalu meminta balasan atas
perbuatannya. Sehingga ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai bahan
petimbangan ketika memberikan hadiah berupa benda yaitu:
1. Hadiah tersebut harus benar-benar berhubungan dengan prestasi yang
dicapai.
2. Hadiah tersebut disesuaikan dengan kebutuhan siswa yang menerima.

3. Hadiah tersebut sebaiknya tidak terlalu mahal.


Menurut ahli psikologi, seperti penganut teori kondisional mengatakan bahwa
“hadiah merupakan pendorong utama dalam proses belajar mengajar”. Teori
empiristik juga memandang bahwa “hadiah membantu anak pada belajarnya,
sebab tatkala kita memberi hadiah kepada anak sesungguhnya kita membantu
anak untuk berperilaku baik, lalu kita menarik anak pada pengalaman yang ingin
kita ajarkan”. Teori-teori belajar menekankan bahwa berbagai hadiah dapat
menimbulkan respon positif pada anak dan dapat menciptakan kebiasaan relatif
kokoh dalam dirinya.
Boleh dikata, anak didik menjadi lebih keras kemauannya untuk berbuat yang
lebih baik lagi, jadi yang terpenting bukanlah karena hasil yang dicapai seseorang
melainkan dengan hasil tersebut bertujuan membentuk kata hati dan kemauan
yang lebih baik dan lebih keras pada anak.
Untuk itu perlu dibedakan antara hadiah, suap dan upah. Suap yang berarti
pemberian dengan terpaksa, sedangkan upah bersifat sebagai ‘ganti rugi’.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan pemberian hadiah dalam
pendidikan Islam adalah sebagai dorongan atau motivasi bagi anak didik untuk
melakukan sesuatu, karena dengan pemberian hadiah akan terkesan posiif yang
membekas dalam dirinya dan timbul suatu keinginan kuat untuk selalu melakukan
sesuatu yang terbaik dan lebih baik tentunya. Sebab, hadiah mempunyai peran
sebagai dorongan dalam meguatkan perilaku yang positif dalam diri anak didik.

10
4. Ayat-Ayat Yang Berkenaan Dengan Reward
Hadiah di dalam Alquran biasanya disebutkan dalam berbagai bentuk uslub, di
antaranya ada yang mempergunakan lafadz ‘ajr (‫( أجر‬sebanyak 93 ayat dengan
surat yang berbeda-beda dan tsawab ( ‫ ثوب‬,( sebanyak 3 ayat juga dengan surat
yang berbeda-beda pulu, salah satu ayat seperti dalam surat al-Baqarah: 62,
al-‘Ankabut: 58, dan Al-Zalzalah: 7-8, untuk memperjelas ayat-ayat tersebut
adalah sebagai berikut:
‫ِاَّن اَّلِذ ۡي َن ٰا َم ُنۡو ا َو اَّلِذ ۡي َن َهاُد ۡو ا َو الَّنٰص ٰر ى َو الّٰص ِبِٕــۡي َن َم ۡن ٰا َم َن ِباِهّٰلل َو اۡل َيۡو ِم اٰاۡل ِخ ِر َو َع ِم َل َص اِلًح ـا َفَلُهۡم‬
‫َاۡج ُر ُهۡم ِع ۡن َد َر ِّبِهۚۡم َو اَل َخ ۡو ٌف َع َلۡي ِهۡم َو اَل ُهۡم َيۡح َز ُنۡو َن‬
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang
Nasrani dan orang- orang Shābi-īn,siapa saja (di antara mereka) yang beriman
kepada Allah dan hari akhir, dan melakukan kebajikan, mereka mendapat pahala
dari Tuhan-nya, tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih
hati”. (Q.S. AlBaqarah: 62)
Pada ayat di atas dapat disimpulkan bahwa barang siapa saja yang beriman
kepada Tuhan-Nya baik dia Yahudi, Nasrani atau siapapun itu yang beriman
kepada Allah dan hari akhir dan melakukan kebajikan, maka mereka akan
mendapatkan pahala dan Tuhan-Nya. Ayat ini memberikan gambaran kepada kita
bahwa bila kita korelasikan dalam kontek pendidikan bahwa siapa saja diantara
sipendidik melakukan sesuatu dengan rajin dan tekun untuk mendapatkan prestasi
dalam belajar, maka sudah selayaknya dia diperhatikan dan diberikan hadiah.
‫َو اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا َو َع ِم ُلوا الّٰص ِلٰح ِت َلُنَبِّو َئَّنُهْم ِّم َن اْلَج َّنِة ُغ َر ًفا َتْج ِرْي ِم ْن َتْح ِتَها اَاْلْنٰه ُر ٰخ ِلِد ْيَن ِفْيَهۗا ِنْع َم َاْج ُر‬
‫اْلٰع ِمِلْيَن‬
“(Orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh,
sesungguhnya akan Kami tempatkan mereka) akan diberi tempat tinggal.
Menurut qiraat yang lain lafal lanubawwiannahum dibaca lanutsawwiannahum
dengan memakai huruf tsa sebagai ganti huruf ba, karena berasal dari kata ats-
tsawa yang artinya tempat bermukim, yang menjadi maf`ulnya adalah lafal
ghurafan dengan membuang huruf fi (pada tempat-tempat yang tinggi di dalam
surga, yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal) mereka
ditakdirkan hidup kekal (di dalamnya. Itulah sebaik-baik pembalasan bagi orang-
orang yang beramal) imbalan yang terbaik” (Q.S. AlAnkabut:58)
‫ َفَم ن َيْع َمْل ِم ْثَقاَل َذ َّرٍة َخ ْيًر ا َيَر ۥُه‬, ‫َو َم ن َيْع َمْل ِم ْثَقاَل َذ َّرٍة َش ًّر ا َيَر ۥُه‬
“barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan
melihat (balasan)nya, dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar

11
dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (Q.S. Al-Zalzalah: 7-
8).

5. Ayat-Ayat Yang Berkenaan Dengan Punishment


Di dalam Alquran hukuman biasanya disebutkan dalam berbagai bentuk uslub,
di antaranya ada yang mempergunakan lafadz ‘iqab (‫ عقب‬,(yang di dalam Alquran
disebutkan sebanyak 17 ayat dengan surat yang berbeda-beda, begitu juga dengan
lafaz rijz ( ‫ رجــز‬,(ataupun berbentuk pernyataan (statement) didalam Alquran
disebutkan sebanyak 9 ayat. kata rijz seperti dalam surat al-A’raf: 134, dan kata
‘iqab seperti dalam Ali Imron: 11, untuk memperjelas ayat-ayat tersebut adalah
sebagai berikut :
‫َو َلَّم ا َو َقَع َع َلْيِهُم الِّر ْج ُز َقاُلْو ا ٰي ُم ْو َس ى اْدُع َلَنا َر َّبَك ِبَم ا َع ِهَد ِع ْنَد َۚك َلِٕىْن َك َش ْفَت َع َّنا الِّر ْج َز َلُنْؤ ِم َنَّن َلَك‬
‫َو َلُنْر ِس َلَّن َم َعَك َبِنْٓي ِاْسَر ۤا ِءْيَۚل‬

“(Dan ketika mereka ditimpa azab) yaitu siksaan (mereka pun berkata, "Hai
Musa! Mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu dengan perantaraan kenabian
yang diketahui Allah ada pada sisimu) yang dapat menghilangkan azab dari kami
jika kami beriman (Sesungguhnya jika) lam adalah bermakna qasam/sumpah
(kamu dapat menghilangkan azab itu dari kami, pasti kami akan beriman
kepadamu dan akan kami biarkan Bani Israel pergi bersamamu)”. (Q.S. Al-A’raf:
134)

‫َك َد ْأِب ٰا ِل ِفْر َع ْو َۙن َو اَّلِذ ْيَن ِم ْن َقْبِلِهْۗم َك َّذ ُبْو ا ِبٰا ٰي ِتَنۚا َفَاَخ َذ ُهُم ُهّٰللا ِبُذ ُنْو ِبِهْم ۗ َوُهّٰللا َش ِد ْيُد اْلِع َقاِب‬
“(Seperti adat kebiasaan kaum Firaun dan orang-orang sebelum mereka) seperti
kaum Ad dan Tsamud (mereka mendustakan ayatayat Kami hingga dicelakakan
Allah) dibinasakan-Nya (disebabkan dosa-dosa mereka). Perkataan ini
menafsirkan perkataan yang sebelumnya. (Dan Allah sangat keras siksa-Nya."
(Q.S. Ali Imran: 11)
6. Syarat Penerapan Reward Dan Punishment
Di antara cara untuk membuat anak didik merasakan keberhasilannya adalah
kita puji dia, atas perbuatan yang patut dipuji, dan di antara cara untuk
mengingatkannya adalah dengan menggunakan hukuman, dan hukuman itupun
harus dimulai dari yang paling ringan dulu, hukuman fisik baru boleh dilakukan
sebagai alternatif terakhir. Dianjurkan bagi para pendidik, guru maupun orang tua
yang percaya akan cara ini harus mengetahui tentang hakikat yang berhubungan
dengan hadiah dan hukuman. Salah satu sarana untuk menghindarkan anak dari
sifat jahat adalah dengan pendekatan psikologis, bersikap seperti anak dan
mengajak bicara dengan bahasa yang mudah di pahami olehnya.

12
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai acuan dasar dalam
memberikan hadiah, sehingga mampu memotivasi perilaku baik anak didik
sebagai berikut:
1. Untuk memberi hadiah yang pedagogis perlu sekali guru mengenal betul-
betul muridnya.
2. Hadiah yang diberikan anak jangan sampai menimbulkan cemburu atau iri
hati anak yang lain.
3. Memberikan hadiah hendaklah hemat.
4. Jangan memberikan hadiah dengan menjanjikan terlebih dahulu sebelum anak
melakukan sesuatu.
5. Pendidik harus berhati-hati memberikan hadiah, jangan sampai hadiah yang
diberikan berubah fungsi menjadi upah.
Demikian pula hadiah yang diterapkan para pendidik baik di rumah atau di
sekolah berbeda-beda. Dari segi jumlah dan tata caranya, tidak sama dengan
hadiah yang diberikan pada orang umum. Hukuman yang bersifat pendidikan
(pedagogis), harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Pemberian hukuman harus tetap dalam jalinan cinta, kasih dan sayang.
2. Harus didasarkan pada alasan “keharusan”.
3. Harus menimbulkan kesan di hati anak.
4. Harus menimbulkan keinsyafan dan penyesalan kepada anak didik.
5. Diikuti dengan pemberian maaf dan harapan serta kepercayaan.
Adapun hukuman berupa fisik, Athiyah al-Abrasyi memberikan kriteria yaitu:
1. Pemukulan tidak boleh dilakukan pada anak didik di bawah umur 10 tahun.
2. Alat pemukulnya bukan benda-benda yang membahayakan, misalnya lidi,
tongkat kecil dan lain sebagainya.
3. Pukulan tidak boleh lebih dari tiga kali, dan
4. Hendaknya diberi kesempatan untuk tobat dari apa yang ia lakukan dan
memperbaiki kesalahan yang pernah mereka kerjakan.16
Sedangkan Rasulullah SAW. menetapkan hukuman sebagai metode
memberikan batas-batas dan persyaratan sehingga tidak keluar dari maksud dan
tujuan pendidikan Islam yaitu:

16
Muhamaad Athiyah Al-Abrasyi, , Tarbiyyah Al-Islamiyah Wa Falsafatuh (Mesir, 1979).

13
1. Pendidik tidak menggunakan hukuman kecuali setelah menggunakan 258
semua metode.
2. Menunjukkan kesalahan dengan pengarahan.
3. Menunjukkan kesalahan dengan kerahamatan.
4. Menunjukkan kesalahan dengan isyarat dan kecaman.
5. Menunjukkan kesalahan dengan memutuskan hubungan.
Begitu juga yang dikatakan oleh Muhaimin dan Abdul Majid yang dikutip
oleh Arma’i Arief dalam bukunya “Pengantar Ilmu dan Metodolgi
PendidikanIslam”.bahwahukumanyang diberikananakharuslah mengandung
makna edukasi, merupakan jalan atau solusi terakhir dari beberapa pendekatan
dan metode yang ada, dan diberikan setelah anak didik mencapai usia 10 tahun
sebagaimana hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Abu Daud tentang perintah
shalat. Sedangkan Abdullah Nasih Ulwan berpendapat bahwa metode yang
dipakai Islam dalam upaya memberikan hukuman pada anak ialah:
1. Lemah lembut dan kasih sayang adalah dasar pembenahan anak.
2. Menjaga tabi’at anak yang salah dalam menggunakan hukuman.
3. Dalam upaya pembenahan, hendaknya dilakukan secara bertahap, dari yang
paling ringan hingga yang paling keras.17

17
Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, 1999.

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Reward/penghargaan dan punishment/hukuman merupakan teknik untuk
menyentuh sisi psikis seseorang agar ia paham jika melakukan kesalahan,
akibatnya anak akan terus opitimis jika yang ia lakukan benar dan berhenti setelah
melakukan kesalahan. Penulis lebih sepakat kalau metode ini dikatakan sebagai
metode psikis yang esensi, karena ia berhubungan dengan naluri atau tabiat jiwa
manusia. Dilihat dalam perspektif manapun maka reward/penghargaan dan
punishment/hukuman akan ditemukan di dalamnya sebuah nilai motivasi dan
peringatan bagi manusia untuk terus berbuat dengan maksimal. Berbuat baik akan
mendapatkan penghargaan, sedangkan berbuat buruk/salah akan mendapatkan
hukuman, dan ini adalah bagian dari hukum alam.
Dalam literatur Islam disebutkan bahwa reward/penghargaan dan
punishment/hukuman adalah materi langsung dari Allah yang Dia juga
menerapkan metode ini untuk mendidik manusia, bisa dapat kita jumpai dalam Al-
Quran dan Hadits. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam hal ini
terus dikembangkan dengan sedemikan rupa hingga menjadi model-model dalam
metode belajar mengajar. Dalam perspektif Barat sendiri, beberapa tokoh
misalnya Maslow juga menyebutkan bahwa reward/penghargaan dan
punishment/hukuman adalah bagian dari naluri spikis manusia. Beberapa hasil
penelitian yang terus dikembangkan di Barat mengatakan bahwa model-model
pembelajaran yang dikembangkan akan terus mengarah pada memanusiakan
manusia sebagai makhluk sempurna yang memiliki dimensi lahir dan batin.
Reward and punishment pada akhirnya akan menjadi hal terpenting dalam upaya
mencapai tujuan pendidikan.

15
Daftar Pustaka

Ahmadi, Abu. Ilmu Pendidikan. Jakarta, 1991.


Al-Abrasyi, Muhamaad Athiyah. , Tarbiyyah Al-Islamiyah Wa Falsafatuh. Mesir,
1979.
———. Tarbiyyah Al-Islamiyah Wa Falsafatuha. Mesir, 1975.
Durkheim, Emile. Suatu Studi Teori Dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan. Jakarta,
1990.
Imron, Ali. Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah. Jakarta, 2012.
Indrakusuma, Amir Daien. Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya, 1973.
Karim, M. Rusli. Pendidikan Islam Sebagai Upaya Pembebasan Manusia.
yogyakarta, 1991.
Khodijah, Nyayu. Psikologi Pendidikan. Jakarta, 2014.
Langa, Claudiu. “No Title.” , Rewards and Punishments Role in Teacher-Student
Relationship from the Mentor’s Perspective, Acta Didactica Napocensia vol 7, no.
(2014): 7.
Mas’ud, Abdurrahman. “Reward and Punishment Dalam Pendidikan Islam.”
Jurnal Media (1999): 23.
NgalimPurwanto, M. Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis. Bandung, 2006.
———. Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis. Bandung, 2006.
Quthb, Muhammad Ali. Sang Anak Dalam Naungan Pendidikan Islam. Kairo,
1993.
Sak, Assist Prof Dr Ramazan. “The Persistence Of Reward And Punishment In
Preschool Classrooms.” Journal of Educational & Instructional Studies in the
World 6 vol 6, no. (2016).
Schaefer, Charles. Bagaimana Mempengaruhi Anak. Jakarta, 1989.
Ulwan, Abdullah Nasih. Pendidikan Anak Dalam Islam. Jakarta, 1999.

16
———. Pendidikan Anak Dalam Islam, 1999.
Zuhairini, Dkk. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta, 1991.
https://www.journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ah/article/view/2125
https://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/aj/article/view/1355

17

Anda mungkin juga menyukai