Anda di halaman 1dari 17

BLOK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT TUGAS INDIVIDU

Kamis, 30 Maret 2023

“ HUBUNGAN ZAT GIZI, KESEHATAN, DAN KEJADIAN STUNTING”

Disusun Oleh :

Nama : Silfina Wambes

NIM : 202183113

Dosen Pengampu :

dr. Roberth Chandra, M.Kes

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PATTIMURA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur Saya panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena hanya dengan
limpahan rahmat-Nyalah saya dapat menyelesaikan Karya ilmiah yang berjudul “ HUBUNGAN
ZAT GIZI, KESEHATAN, DAN KEJADIAN STUNTING”. Atas dukungan yang diberikan
dalam penyusunan karya ilmiah ini, maka saya mengucapkan terimakasih kepada:
1. dr. Roberth Chandra, M.Kes selaku Dosen saya yang memberikan pengetahuan, materi
pendukung, masukan, dan bimbingan kepada saya.

2. Semua pihak yang turut serta, yang tak dapat saya ucapkan satu per satu.

Dengan terselesainya Karya ilmiah ini saya berharap, agar pembaca mendapatkan
pengetahuan yang lebih baik dan sebagaimana tertera dalam tujuan pembuatan Karya ilmiah ini.
Saya menyadari Karya ilmiah ini belum sempurna, oleh karena itu saran dan kritik sangat
dibutuhkan untuk penyempurnaan Karya Ilmiah ini.

Ambon, 30 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………...
…………………………………….ii

DAFTAR ISI…………..………………………………………………………………………...iii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………...…………………………………....1

A. Latar
Belakang……………………………………………………………………………..1

B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………...
…..1

C. Tujuan………………………………………………………………………………………
2

BAB II PEMBAHASAN…………………………………..……………………………………..3

A. Pengertian……………………………………………………………………………….…3
B. Hubungan Zat Gizi, Kesehatan, dan Kejadian Stunting……………………...……………
4
C. Hubungan Pengetahuan Ibu dan Pola Asuh Orang Tua terhadap Kejadian Stunting.
……..5
D. Hubungan Pemberian MP-ASI Terhadap Kejadian Stunting……………………….
……..6
E. Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Stunting…………………………………….…..7
F. Penyebab Stunting…………………………………………………………………..
……..7
G. Pencegahan……………………………………………………………..……………….…9
H. Dampak dan Intervensi….
………………………………………………………………..10

iii
BAB III KESIMPULAN……………………………………………………...………………...12

DAFTAR PUSTAKA………………………………………...………..………………………..13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia masih menghadapi permasalahan gizi yang berdampak serius terhadap
Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Salah satu masalah gizi yang menjadi perhatian
utama saat ini adalah masih tingginya anak balita pendek (Stunting). Stunting merupakan
masalah kurang gizi kronis yang disebabkan karena asupan gizi yang kurang dalam
waktu yang cukup lama sebagai akibat dari pemberian makanan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan gizi yang diperlukan. Indonesia merupakan negara dengan prevalensi gizi
kurang pada balita cukup tinggi. Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010 dan 2013, dan
Pemantauan Status Gizi Tahun 2015 dan 2017, menunjukan prevalensi stunting masih
tinggi dan tidak menurun mencapai batas ambang WHO. Riskesdas Tahun 2010
mencapai 35,6% dan Tahun 2013 mencapai 37,2 %, Pemantauan Status Gizi (PSG)
Tahun 2015 (29.0%) dan Tahun 2017 (29,6 %)2 . Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskedas)
2013 menunjukkan prevalensi stunting mencapai 37,2%. 1

B. Rumusan Masalah
1) Apa itu gizi dan stunting?
2) Bagimana hubungan zat gizi, Kesehatan, dan kejadian stunting?

iv
3) Bagaimana hubungan pengetahuan ibu dan pola asuh orang tua terhadap kejadian
stunting ?
4) Bagaimana hubungan pemberian MP-ASI terhadap kejadian stunting?
5) Bagaimana Hubungan status gizi dengan kejadian stunting?
6) Apa saja penyebab terjadinya stunting?
7) Bagaimana Cara pencegahan stunting?
8) Apa dampak dari stunting?

C. Tujuan
1) Untuk mengetahui zat gizi dan stunting
2) Untuk mengetahui hubungan zat gizi, Kesehatan, dan kejadian stunting
3) Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu dan pola asuh orang tua terhadap kejadian
stunting
4) Untuk mengetahui hubungan pemberian MP-ASI terhadap kejadian stunting
5) Untuk mengetahui Hubungan status gizi dengan kejadian stunting
6) Untuk mengetahui penyebab stunting
7) Untuk mengetahui Cara pencegahan stunting
8) Untuk mengetahui dampak stunting

v
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Zat gizi merupakan salah satu factor langsung yang menyebabkan stunting.
Terdapat berbagai jenis zat gizi yang penting bagi pertumbuhan anak yang
terdiri atas zat gizi makronutrien (energi, karbohidrat lemak dan protein) dan
mikronutrien (vitamin dan mineral). Ketidakseimbangan asupan zat gizi makro
seperti energi, protein, lemak dan karbohidrat secara berkepanjangan dapat
mempengaruhi terjadinya perubahan pada jaringan massa tubuh yang akan
berdampak pada pertumbuhan tinggi dan berat badan anak.2
Vitamin dan mineral merupakan zat gizi mikro yang diperlukan dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan. Defisiensi vitamin A berpengaruh terhadap sintetis
protein, sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan sel. Maka dari itu anak dengan
defisiensi vitamin A akan berisiko mengalami gagal tumbuh. Rendahnya asupan
kalsium dapat menyebabkan rendahnya mineralisasi tulang. Selama masa pertumbuhan
tuntutan mineralisasi tulang sangat tinggi sehingga dalam pertumbuhan linier
diperlukan asupan kalsium. Asupan zat besi yang rendah memungkinkan untuk
terjadinya anemia defisiensi zat besi yang akan menghambat pertumbuhan dan

vi
perkembangan kecerdasan. Zinc sangat erat kaitannya dengan metabolisme tulang
dimana zinc berperan dalam memproduksi hormon pertumbuhan.2
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun
(balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada periode 1.000
Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK). Periode 1000 HPK merupakan periode
pertumbuhan dari janin hingga anak berusia 24 bulan. Anak dikategorikan mengalami
stunting apabila tinggi badannya berada di bawah minus dua standar deviasi panjang atau
tinggi anak seumurnya.3

B. Hubungan Zat Gizi, Kesehatan, dan Kejadian Stunting


Stunting berhubungan dengan zat gizi dimana anak yang mengalami stunting
terjadi karena kurangnya asupan gizi. Kekurangan konsumsi zat gizi makro seperti
energi, protein maupun zat gizi mikro seperti seng, zat besi terutama pada masa
pertumbuhan akan menganggu proses pertumbuhan seorang anak yang berdampak pada
stunting, sehingga banyak faktor yang menyebabkan stunting seperti asupan zat gizi yang
kurang dalam jangka waktu yang lama berakibat terhadap gangguan pertumbuhan.
Asupan zat gizi tersebut antara lain protein, seng, kalsium, zat besi, dan vitamin. 4

Selain itu, asupan energi yang kurang dari kebutuhan dalam jangka waktu yang
lama akan menghambat pertumbuhan, bahkan mengurangi cadangan energi dalam tubuh
hingga terjadi keadaan gizi kurang maupun buruk. Hal ini akan berdampak pada
pertumbuhan fisik, mempunyai badan lebih pendek mengalami gangguan perkembangan
mental dan kecerdasan terhambat.4 Kurangnya asupan energi atau ketidakcukupan
konsumsi zat-zat gizi penting yang diperlukan tubuh biasanya akan menyebabkan
menurunnya aktivitas yang dilakukan. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk
metabolisme, pertumbuhan, pengaturan suhu tubuh, dan kegiatan fisik. Selain energi,
Kekurangan zat besi dapat disebabkan beberapa hal, seperti asupan makanan yang
rendah zat besi atau mungkin zat besi dalam makanan terdapat dalam bentuk yang sulit

vii
untuk diserap. Zat besi dalam jumlah yang sangat tinggi bersifat racun, sehingga tubuh
memiliki sistem untuk mempertahankan zat besi dalam keadaan normal. Sela pada usus
halus membentuk protein pengikat zat besi yang disebut ferritin, yaitu bentuk
simpanan zat besi dalam darah dan jaringan. Apabila simpanan dalam jumlah
sedikit, maka ferritin akan dibentuk dalam jumlah sedikit pula. Anak pada masa
perkembangan paling pesat memiliki rekomendasi terbesar untuk mengkonsumsi zat
besi karena volume darah meningkat lebih cepat. 5

Vitamin A berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan. Vitamin A


dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk email
dalam pertumbuhan gigi. Vitamin A juga berperan dalam meningkatkan nafsu
makan. Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan berkurangnya nafsu makan. Pada
kekurangan vitamin A, pertumbuhan tulang terhambat dalam bentuk tulang tidak normal.
Pada anak yang kekurangan vitamin A, terjadi kegagalan dalam pertumbuhan. 5

Protein adalah salah satu zat makro yang berfungsi sebagai pembentuk jaringan
baru di masa pertumbuhan dan perkembangan tubuh, memelihara, memperbaiki, serta
mengganti jaringan yang rusak atau mati. Kebutuhan protein anak berguna untuk
pemeliharaan jaringan, perubahan komposisi tubuh, dan untuk sintesis jaringan baru.
Sebaiknya anak memperoleh 13-15% protein yang dibutuhkan dari total asupan
makan per harinya. Protein hewani sangat dibutuhkan untuk menyokong
pertumbuhan dan perkembangan anak karena zat gizi yang terkandung dalam protein
hewani sebagian besar adalah zat gizi yang mendukung pertumbuhan otak anak dan
berperan dalam pertumbuhan. Walaupun ketersediaan biologis protein dari sumber
nabati tidak begitu tinggi karena komposisi asam amino esensialnya tidak lengkap
dibandingkan dengan protein yang berasal dari produk hewani, namun protein nabati
tetap mempunyai peran dalam menyediakan protein.5

C. Hubungan Pengetahuan Ibu dan Pola Asuh Orang Tua terhadap Kejadian Stunting

Pendidikan ibu secara tidak langsung berhubungan dengan stunting terkait dengan
pengambilan keputusan terhadap gizi dan perawatan kesehatan. Ibu dengan pendidikan
lebih baik akan lebih mempertimbangkan gizi yang baik untuk anak. Selain itu, pola asuh

viii
yang tidak tepat juga berkontribusi secara tidak langsung terhadap resiko terjadinya
stunting. Pola asuh didefinisikan sebagai sebuah praktik pengasuhan dengan ketersediaan
pangan, perawatan kesehatan, dan sumber lain di dalam rumah tangga yang bertujuan
untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan perkembangan anak. Praktik perawatan
kebersihan, kesehatan, dan pemberian makan yang diterapkan oleh orang tua terhadap
anak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian stunting. Anak-anak dengan
pemberian makan yang kurang baik, praktik kebersihan dan kesehatan yang kurang baik
memiliki resiko yang lebih tinggi mengalami stunting.6

Pengetahuan ibu dan pola asuh orang tua merupakan hal yang dapat dimodifikasi
melalui program pendidikan kesehatan dan sosialisasi informasi parenting. Program
mencakup pemberian informasi dan praktik pemilihan makanan yang bergizi, cara
pengolahan dan pemberian makanan yang baik, praktik kebersihan, serta pemanfaatan
sarana kesehatan untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anak dapat diberikan
untuk mencegah terjadinya stunting.6

D. Hubungan Pemberian MP-ASI Terhadap Kejadian Stunting

Stunting merupakan masalah kurang gizi yang biasa disebabkan oleh kekurangan
asupan gizi dalam waktu lama akibat dari pemberian asupan makanan yang kurang
bergizi. Pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) yang tepat waktu dan kualitas
yang tepat akan berpengaruh terhadap kejadian stunting pada balita hal ini berkaitan
dengan pemberian gizi yang adekuat pada balita. ASI dapat diberikan pada bayi mulai
dari 1 jam pertama setelah lahir dengan inisiasi menyusu dini (IMD) dengan cara kontak
dengan kulit secara langsung. ASI diberikan secara eksklusif selama 6 bulan. Pengaruh
ASI eksklusif terhadap stunting yang dapat dialami disebabkan oleh fungsi dari ASI
sebagai anti-infeksi. Pemberian ASI yang kurang dan pemberian MPASI terlalu dini
dapat meningkatkan risiko stunting karena bayi cenderung lebih mudah terjangkit infeksi
dan diare.7

Pemberian ASI eksklusif pada bayi hanya dilakukan selama 6 bulan selanjutnya
bayi perlu diberikan makanan tambahan lain untuk memnuhi kebutuhan gizi yang mulai

ix
meningkat. Pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) merupakan salah satu faktor
yang berperan dalam kejadian stunting hal ini berkaitan dengan pemberian gizi yang tidak
adekuat. Pemberian MP-ASI yang terlambat dapat menyebabkan bayi mengalami
kekurangan zat besi oleh karena tidak mendapat zat gizi yang cukup. Terhambatnya
pertumbuhan anak akibat kurang asupan zat besi saat balita bila berlangsung lama akan
menyabakan terjadinya stunting sehingga perlu untuk memperhatikan pemberian MP-ASI
pada balita. 7

E. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Stunting

Status gizi merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian
stunting pada balita usia 24 -59 bulan. Berdasarkan status gizi untuk kategori kurang pada
balita stunting lebih tinggi yaitu sebesar 70,8% dibandingkan pada balita non stunting,
didapatkan nilai P Value 0,015 yang artinya < 0,005, sehingga hasil menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan stunting. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin baik status gizi pada balita, maka semakin mudah pula
mencegah terjadinya stunting. Semakin kurang status gizi balita, maka berisiko 4,048 kali
lebih besar mengalami stunting.8

Menurut peneliti bahwa status gizi merupakan salah satu indikator dalam
mengukur pencegahan stunting pada balita dimana status gizi balita adalah hal utama
untuk mengetahui kondisi kesehatan seseorang, status gizi memberikan gambaran
keseimbangan antara masuknya energi dan keluarnya energi yang akan menghasilkan
status gizi normal. Pada balita status gizi penting terhadap pencegahan stunting. Gizi
yang normal akan menjadikan balita memiliki tubuh sehat serta tumbuh kembang yang
baik sehingga dapat tercegah dari masalah kesehatan gizi yaitu stunting.8

F. Penyebab Stunting

Penyebab stunting bersifat multidimensional, tidak hanya kemiskinan dan akses


pangan tetapi juga pola asuh dan pemberian makan pada balita. Stunting disebabkan oleh

x
kekurangan gizi kronis, infeksi berulang dalam jangka waktu lama dan kurangnya
stimulasi psikososial sejak di dalam kandungan dan setelah dilahirkan. Tidak hanya
faktor spesifik gizi, tetapi juga faktor sensitif gizi yang berinteraksi satu dengan lainnya. 3
1) Praktek pengasuhan yang tidak baik : yakni terdiri dari
(a) Kurang pengetahuan tentang kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan
(b) 60 % dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan ASI ekslusif
(c) anak usia 0-24 bulan tidak menerima Makanan Pengganti ASI.1
2) Terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan anc (ante natal care), post natal dan
pembelajaran dini yang berkualitas :
(a) ibu hamil belum mengkonsumsi suplemen zat besi yang memadai
(b) Menurunnya tingkat kehadiran anak di Posyandu (dari 79% di 2007 menjadi 64%
di 2013) berdasarkan data risnakes
(c) Tidak mendapat akses yang memadai ke layanan imunisasi.1
3) Kurangnya akses ke makanan bergizi :
(a) ibu hamil anemia
(b) makanan bergizi mahal.
4) Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi :
(a) rumah tangga masih BAB diruang terbuka
(b) rumah tangga belum memiliki akses ke air minum bersih.1

Selain itu Stunting juga dapat disebabkan oleh :

1) Penyakit infeksi
2) Pelayanan Kesehatan dan Sanitasi Lingkungan
Kondisi lingkungan sanitasi yang buruk dapat memungkinkan berbagai bakteri
masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan berbagai penyakit seperti diare, parasit usus,
demam, malaria, dan banyak penyakit lainnya. Infeksi dapat mengganggu penyerapan
nutrisi, menyebabkan malnutrisi dan pertumbuhan terhambat.9
3) Faktorn ekonomi
Berdasarkan karakteristik pendapatan keluarga, krisis ekonomi merupakan salah
satu penyebab utama yang mempengaruhi keterlambatan tumbuh kembang anak dan

xi
berbagai masalah gizi. Sebagian besar anak stunting berasal dari latar belakang ekonomi
yang kurang mampu.9
4) Faktor Sosial budaya
Beberapa budaya atau perilaku masyarakat yang berhubungan dengan masalah
kesehatan, terutama gizi buruk pada anak, menentukan cara makan, penyajian,
penyiapan, dan jenis makanan apa yang boleh dikonsumsi. Hal ini dapat mengganggu
tabu tentang makan makanan tertentu.9

5) Faktor Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor kunci yang mempengaruhi
perkembangan gizi buruk, karena berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk
menerima dan memahami sesuatu, karena tingkat pendidikan dapat mempengaruhi
kebiasaan konsumsi makanan melalui bagian dari sistem pangan pada balita.9

G. Pencegahan Stunting

Ciri – ciri balita stunting yaitu balita tumbuh lebih lambat dari seharusnya baik
dari indeks status gizi, kemampuan biacara, berjalan, tumbuh gigi, atau tahapan tumbuh
kembang lain yang seharusnya pesar diusianya. Indeks status gizi stunting dapat dilihat
berdasarkan tinggi badan atau panjang badan (TB/U atau PB/U). 10 Untuk pencegahan
stunting sebagai berikut :

1) Melakukan pembentukan kebun gizi di setiap desa dengan pemanfaatan anggaran


dana desa yang telah di gelontorkan oleh pemerintah. Lewat peraturan yang
dikeluarkan tersebut, Warga Desa bisa terlibat aktif menghadirkan aneka kegiatan
yang berhubungan upaya penanganan stunting yang berfokus pada kebun gizi pada
tiap desa dengan pendekatan keluarga. Sehingga Kehadiran Dana Desa tidak hanya
berfokus pada Pondok Bersalin Desa (Polindes), maupun (Posyandu), namun
berfokus pada pembentukan kebun gizi dengan pendekatan keluarga dengan berbasis
pemberdayaan masyarakat sehingga bisa dilakukan edukasi mengenai gizi.1
2) Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 harus disikapi dengan koordinasi yang
kuat di tingkat pusat dan aturan main dan teknis yang jelas di tingkat provinsi,

xii
kabupaten/kota, hingga pelaksana ujung tombak. Diseminasi informasi dan advocacy
perlu dilakukan oleh unit teknis kepada stake holders lintas sektor dan pemangku
kepentingan lain pada tingkatan yang sama. Sehingga Dibutuhkan upaya yang
bersifat holistik dan saling terintegrasi.1
3) Mendorong Kebijakan Akses Pangan Bergizi, akses air bersih dan sanitasi serta
melakukan Pemantauan dan Evaluasi secara berkala.1
4) Memperkuat survailens gizi masyarakat sehingga dapat mendeteksi secara dini
permasalahan permasalahan gizi yang muncul di masyarakat.1
5) Perbaikan pola asuh, Stunting juga dipengaruhi aspek perilaku, terutama pada pola
asuh yang kurang baik dalam praktik pemberian makan bagi bayi dan balita. Mulai
dari Edukasi tentang kesehatan reproduksi dan gizi bagi remaja sebagai cikal bakal
keluarga agar para calon ibu memahami pentingnya memenuhi kebutuhan gizi saat
hamil dan stimulasi bagi janin, serta memeriksakan kandungan empat kali selama
kehamilan. 11

H. Dampak dan Intervensi Stunting

 Dampak Jangka Pendek


- Terganggunya perkembangan otak
- Kecerdasan berkurang
- Gangguan pertumbuhan fisik
- Gangguan metabolisme dalam tubuh. 11
 Dampak Jangka Panjang
- Menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar
- Menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit
- Risiko tinggi untuk munculnya penyakit diabetes, obesitas, penyakit jantung dan
pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua. 11
 Intervensi Dengan Sasaran ibu menyusui dan anak usia 0-6 Bulan
- Mendorong inisiasi menyusui dini (pemberian ASI jolong/colostrum)
- Mendorong pemberian ASI Eksklusif
 Intervensi dengan sasaran ibu hamil

xiii
- Memberikan makanan tambahan pada ibu hamil untuk mengatasi kekurangan
energi dan protein kronis
- Mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat
- Mengatasi kekurangan iodium
- Menanggulangi kecacingan pada ibu hamil dan Melindungi ibu hamil dari
Malaria.11

 Intervensi dengan sasaran Ibu menyusui dan anak usia 7-23 bulan
- Mendorong penerusan pemberian ASI hingga usia 23 bulan didampingi oleh
pemberian MP-ASI
- Menyediakan obat cacing Menyediakan suplementasi zink dan Melakukan forti-
kasi zat besi ke dalam makanan
- Memberikan perlindungan terhadap malaria
- Memberikan imunisasi lengkap dan Melakukan pencegahan dan pengobatan
diare.11

xiv
BAB III
KESIMPULAN

Stunting adalah kondisi dimana anak memiliki tinggi badan yang tidak sesuai dengan
usianya, tetapi pendek tidak sama dengan stunting atau belum tentu stunting. Stunting
merupakan masalah gizi kronis pada balita yang ditandai lebih rentan terhadap penyakit dan
berisiko untuk mengidap penyakit degenerative, dampak stunting tidak hanya pada segi
kesehatan tapi juga mempengaruhi kecerdasan. Stunting merupakan masalah yang disebabkan
oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan
pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar
usianya. Zat gizi dan pola asuh menjadi salah satu indikator penyebab dari stunting. Ciri-ciri
stunting adalah balita yang pertumbuhan dan perkembangannya lebih lambat dari biasanya,
sehingga menganggu fungsi otak balita. Faktor risiko ini biasanya di temukan pada calon
pengantin, ibu hamil hingga balita yang dimana kurangnya pelayanan kesehatan, penyakit
infeksi, atau penyakit degenerative sehingga muncul masalah stunting.

Stunting sangat berhubungan dengan zat gizi dimana anak yang mengalami stunting
terjadi karena kurangnya asupan gizi. Kekurangan konsumsi zat gizi makro seperti energi,
protein maupun zat gizi mikro seperti seng, zat besi terutama pada masa pertumbuhan akan
menganggu proses pertumbuhan seorang anak yang berdampak pada stunting, sehingga banyak
faktor yang menyebabkan stunting seperti asupan zat gizi yang kurang dalam jangka waktu yang
lama berakibat terhadap gangguan pertumbuhan.

xv
DAFTAR PUSTAKA

1. Awaludin. Analisis Bagaimana Mengatasi Permasalahan Stunting Di Indonesia? J


Kedokt. 2019;35(4):60.
2. Siringoringo ET, Syauqy A, Panunggal B, Purwanti R, Widyastuti N. Karakteristik
Keluarga Dan Tingkat Kecukupan Asupan Zat Gizi Sebagai Faktor Risiko Kejadian
Stunting Pada Baduta. J Nutr Coll. 2020;9(1):54–62.
3. Kemensos. Modul Pencegahan dan Penanganan Stunting Bagi SDM Kesos. Kerja sama
Kementeri Sos dan Tanoto Found [Internet]. 2021;1–329. Available from:
https://ppkhsragen.com/wp-content/uploads/2021/05/Modul-Pencegahan-dan
Penanganan-Stunting-bagi-SDM-Kesos.pdf
4. Kusdalinah K, Suryani D. Asupan zat gizi makro dan mikro pada anak sekolah dasar
yang stunting di Kota Bengkulu. AcTion Aceh Nutr J. 2021;6(1):93.
5. Zat A, Dan G, Pendapatan T, Langi GKL, Harikedua VT, Purba RB, et al. Keluarga
Terhadap Kejadian Stunting Pada Anak Usia 3-5 Tahun. 2019;11(2).
6. Literatur T. Faktor Penyebab Stunting Pada Anak. 2020;3(1)
7. Nomor V, Kejadian T, Pada S, Literature B. Jurnal Penelitian Perawat Profesional
LEVEL TO THE INCIDENCE OF STUNTING IN TODDLERS : 2021;3(407):407–12.
8. Qolbi PA, Munawaroh M, Jayatmi I. Hubungan Status Gizi Pola Makan dan Peran
Keluarga terhadap. 2020;167–75.
9. Hasanah LN, Siswati T, Politecnic H, Health M. Stunting pada anak. 2022.
10. Mahasiswa B, Masyarakat K. STUDY GUIDE - Stunting Dan Upaya Pencegahannya
STUDY GUIDE - STUNTING DAN UPAYA. 2018. 1–119 hal.

xvi
11. Tim Indonesiabaik.id. Bersama Perangi Stunting [Internet]. Direktorat Jenderal Informasi
dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika. 2019. 71 p. Available
from: https://indonesiabaik.id/public/uploads/post/3444/Booklet-Stunting-09092019.pdf

xvii

Anda mungkin juga menyukai