Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PERBEDAAN INDIVIDUAL SEBAGAI DASAR


PENGELOLAAN PENGAJARAN
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah “Pengelolaan Pengajaran PAI”

Dosen Pengampu:
Rabi'ah, M.Pd.I

Disusun Oleh:
Rapida
Rusiana
Sri Annida Mahmudah
Wahidah B
Zahratun Nisa

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
RASYIDIYAH KHALIDIYAH
AMUNTAI
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah menganugerahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Pengelolaan Pengajaran PAI” tepat pada waktunya. Sholawat dan salam
semoga tetap tercurahkan kepada teladan kita Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga dan para sahabat dan semoga kita tetap menjadi pengikutnya hingga
akhir zaman.
Dalam kesempatan ini tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang konstruktif demi perbaikan penulisan Makalah selanjutnya.
Akhirnya kami berharap semoga Makalah ini berguna khususnya bagi kami dan
bagi pembaca pada umumnya.

Amuntai, 05 Mei 2022

Pemakalah

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
DAFTAR KUTIPAN...............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 4
A. Perbedaan Individu sebagai Dasar Pengelolaan Pengajaran ....................... 4
B. Perbedaan Biologis Peserta Didik................................................................ 6
C. Perbedaan Intelektual Peserta Didik ............................................................ 8
D. Perbedaan Psikologis Peserta Didik........................................................... 11
DAFTAR KUTIPAN ..............................................................................................
BAB III PENUTUP ............................................................................................ 16
A. Simpulan .................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Individu dalam ilmu sosial adalah bagian terkecil dari kelompok masyarakat
yang tidak dapat dipisahkan lagi menjadi bagian yang lebih kecil. Sebagai contoh,
suatu keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Ayah merupakan individu dalam
kelompok tersebut yang sudah tidak dapat dibagi lagi ke dalam satuan yang lebih
kecil.
Individu sendiri berasal dari kata Yunani, yaitu individium yang artinya tidak
terbagi. Dalam ilmu sosial, paham individu menyangkut tabiat dengan kehidupan
dan jiwa yang majemuk, memegang peranan dalam pergaulan hidup manusia.
Individu merupakan kesatuan yang terbatas, yaitu sebagai manusia perseorangan
bukan sebagai manusia keseluruhan (Siti Aisyah, 2015: 87).1 Maka dapat kita
ketahui bahwa individu adalah diri kita pribadi yang merupakan bagian terkecil
dalam masyarakat dan memiliki perbedaan-perbedaan tertentu dengan individu
lain.
Perbedaan-perbedaan dalam masing-masing diri pribadi individu adalah hal
yang lumrah dan mudah ditemui di masyarakat. Perbedaan tersebut juga terjadi di
lingkungan pendidikan yang dalam hal ini adalah dalam proses pengajaran yang
dilakukan oleh seorang pendidik (guru), pendidi dituntut untuk memenuhi semua
kebutuhan peserta didiknya agar dapat menangkap pelajaran dengan maksimal
seperti penggunaan metode dan media pengajaran yang tepat berdasarkan kriterian
dan perbedaan individual yang ada pada peserta didik. Pemenuhan kebutuhan
tersebut juga merupakan simbol keadilan bagi setiap peserta didik agar bisa
menagkap pembelajaran dengan maksimal walapun memiliki perbedaan tertentu,
sebagai contoh peserta didik yang memiliki indera penglihatan yang kurang bisa
diberikan tempat duduk paling depan.
Paparan di atas juga sejalan dengan Undang-undang Nomor 39 Pasal 60 Ayat
1 Tahun 1999 yang berbunyi, “setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan
dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan minat,

1
2

bakat, dan tingkat kecerdasannya”.2 Dalam undang-undang tersebut dijelaskan


bahwa pengajaran adalah hal yang wajib dan bertujuan untuk mengembangkan
diri pribadi peserta didik dengan proses pengajaran yang harus disesuaikan
dengan segala perbedaan individual peserta didik seperti perbedaan minat, bakat,
sampai pada pengajaran yang tentunya harus disesuaikan dengan tingkat
kecerdasan dan kecepatan daya tangkap materi pengajaran pada masing-masing
peserta didik.
Perbedaan-perbedaan individual tersebutlah yang kemudian mewajibkan
seorang pendidik terutama calon pendidik agar bisa mengasah kemampuan
mengajarnya agar bisa menjangkau segala perbedaan individual yang ada pada
pserta didik agar dapat menyelenggarakan proses pengajaran yang efektif dan
maksimal. Untuk mencapai hal tersebut, menurut penulis perlu dipelajari terlebih
dahulu mengenai apa itu perbedaan individual ?, apa saja aspek-aspek dari
pebedaan individual tersebut?. Pengetahuan mengenai perbedaan idividual peserta
didik sangat penting untuk menyelami lebih dalam mengenai perbedan-perbedaan
apa saja yang ada pada diri pribadi masing-masing peserta didik.
DAFTAR KUTIPAN

1
Siti Aisyah, Perkembangan Peserta Didik dan Bimbingan Belajar,
(Yogyakarta: Deepublish, 2015). hlm. 87
2
Republik Indonesia, Undang-Umdang Nomor 39 Pasal 60 Tahun 1999
Tentang Hak Asasi Manusia. hlm. 15
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perbedaan Individu sebagai Dasar Pengelolaan Pengajaran


Menurut para ilmuwan, pada usia dewasa manusia menggunakan 10%
dari kemampuan otaknya. Dari 10% itu, sebagian besar hanya
mengoptimalkan belahan otak kiri. Setiap orang, baik ia seorang anak
ataupun dewasa saat ia berada di dalam suatu kelompok atau seorang diri, ia
disebut individu. Individu menunjukkan kedudukan seseorang sebagai orang
perorangan atau perseorangan. Sifat individual adalah sifat yang berkaitan
dengan perseorangan, berkaitan dengan perbedaan individual perseorangan.
Ciri dan sifat orang yang satu berbeda dengan yang lain. perbedaan ini
disebut perbedaan individu atau perbedaan individual. Maka “perbedaan”
dalam “perbedaan individual”.1
Menurut Landgren (1980: 578) menyangkut variasi yang terjadi dari
perbedaan individual seseorang, baik variasi pada aspek fisik maupun
psikologis. Seorang ibu yang memiliki bayi, mengatakan bahwa bayinya
banyak menangis, banyak bergerak, dan kuat minum. Ibu lainnya yang juga
memiliki seorang bayi menceritakan bahwa bayinya pendiam, banyak tidur,
dan kuat minum. Cerita kedua, ibu tersebut telah menunjukkan bahwa kedua
bayi itu memiliki ciri dan sifat yang berbeda satu sama lain. 2 Seorang guru
pun tak terkecuali, setiap tahun ajaran baru selalu menghadapi siswa-siswa
yang berbeda. Siswa yang berada di dalam sebuah kelas pun tidak ada yang
sama. Perbedaan individual tersebut meliputi perbedaan yang dapat dilihat
seperti jenis kelamin, warna kulit, keaktifan, minat, dan sebagainya.
Perbedaan yang tidak dapat dilihat seperti tingkat kecerdasan, mental,
kesehatan, dan sebagainya.
Perkembangan individu murid, siswa, dan mahasiswa ditunjukkan
bagaimana perkembangan anak-anak, remaja dan dewasa tumbuh dan

4
5

berkembang secara fisik, psikis dari fase ke fase seperti pertumbuhan fisik,
kognitif, afektif, sosial, psikomotor, dan moral. Proses pengajaran da
pembelajaran tidak akan bisa berjalan efektif dan efisien apabila seorang
pendidik tidak memahami perkembangan peserta didik secara menyeluruh.
Untuk itu, pendidik memerlukan pengetahuan tentang perkembangan individu
peserta didik.3
Upaya pertama yang dilakukan untuk mengetahui perbedaan individu,
sebelum dilakukan pengukuran kapasitas mental yang mempengaruhi
penilaian sekolah adalah menghitung umur kronologi. Seorang anak
memasuki sekolah dasar pada umur 6 tahun dan diperkirakan dapat
mengalami kemajuan secara teratur dalam tugas-tugas sekolahnya dilihat
dalam kaitannya dengan faktor umur. Selanjutnya ada anggapan bahwa
semua anak diharapkan mampu menangkap/mengerti bahan-bahan pelajaran
yang mempunyai kesamaan materi dan penyajiannya bagi semua siswa pada
kelas yang sama. Ketidakmampuan yang jelas tampak pada siswa untuk
menguasai bahan pelajaran umumnya dijelaskan dengan pengertian faktor-
faktor seperti kealasan atau sikap keras kepala. Penjelasan itu tidak mendasar,
kenyataan bahwa para siswa memang berbeda dalam hal kemampuan mereka
untuk menguasai satu atau lebih bahan pelajaran dan mungkin berada dalam
satu tingkat perkembangan.4
Tidak ada dua individu yang sama di dunia ini. Perbedaan ini disebabkan
oleh faktor keturunan (biologis), intelektual, dan Psikologis. Bahkan anak
yang kembar pun memiliki perbedaan, yang disebabkan oleh perbedaan di
atas walaupun berasal dari orang tua, gen, dan lingkungan pengajaran yang
sama sekalipun.5 Diketahui bahwa perbedaan dan kesamaan diantara peserta
didk merupakan ciri-ciri dari semua pelajaran pada suatu tigkatan belajar.
Penyebab dan pengaruh perbedaan individu ini dan sejauh mana tingkat
kesulitan pengajaran dan teknik-teknik pengajaran yang akan ditetapkan
hendaknya disesuaikan dengan perbedaan-perbedaan tersebut agar dapat
menyelenggarakan pengajaran yang baik dan menjangkau semua peserta
didik tanpa terkecuali.
6

B. Perbedaan Biologis Peserta Didik


Perbedaan biologis atau keturunan menurut (Djamarah, 2002: 54) yang
dikutip oleh (Imam Anas Hadi dalam Jurnal Inspirasi, 2017: 74) merupakan
karakteristik atau ciri tertentu yang diwariskan orang tua kepada anaknya.
Baik itu berupa potensi diri (bakat dan minat), kondisi fisik (warna kulit,
tinggi badan, jenis rambut, dan lainnya), penyakit (albino, dan lainnya), dan
sebagainya.6 Perkembangan biologis juga merupakan perkembangan sangat
berkaitan erat dengan terjadinya proses evolusi manusia.7 Evolusi sendiri
merupakan perubahan manusia atau individu yang berjalan lambat tetapi
masih bisa dilihat. Contoh, pertumbuhan tinggi badan, berat badan, besar
badan, panjang rambut, dan sebagainya.
Lainnya (Djamarah, 2002: 55) mengutip E. Z. Muttaqin, dan dikutip lagi
oleh (Imam Anas Hadi dalam Jurnal Inspirasi, 2017: 74) mengatakan bawa
persiapan pendidikan pada anak seharusnya dimulai sedini mungkin, bahkan
sebelum anak tersebut lahir. Waktu yang paling tepat adalah saat calon orang
tua ingin memasuki jenjang perkawinan, calon orang tua harus bisa
mengkalkulasikan bagaimana anak-anak mereka jika telah dilahirkan
selanjutnya. Langkah awal yang bisa dilakukan adalah dengan membaca doa
sebelum bergaul dengan tujuan agar setan tidak dapat ikut campur dalam hal
tersebut (ovum atau sperma)yang disimpan dalam rahim isteri agar
terkandung watak dan tabiat calon anak yang baik. Makanan seorang calon
ibu juga harus mengandung vitamin bagi pertumbuhan anak. Demikian juga
kelakukan calon ibu dan ayah yang harus baik sebagai sinergi dan
percontohan yang baik pula.8
Perbedaan biologis dapat menimbulkan kesulitan-kesulitan belajar
tertentu bagi anak (peserta didik) dalam belajar. Kesulitan tersebutlah yang
kemudia harus disiasati oleh pendidik agar pengajaran tersampaikan kepada
semua peserta didik. Berikut merupakan beberapa perbedaan-perbedaan
biologis peserta didik dalam pengajaran.
1. Jenis kelamin
7

Menurut Keitel dan Trisnawati (2013) perbedaan gender atau jenis


kelamin cukup mempengaruhi cara memperoleh pengetahuan dalam
pengajaran matematika. Dimana peserta didik perempuan secara umum
lebih unggul dalam pengajaran bahasa dan menulis, sedangkan peserta
didik laki-laki lebih unggul dalam matematika karena kemampuan ruang
(otak) yang lebih baik. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan
bahwa peserta didik perempuan lebih konsisten dalam berprestasi
dibanding peserta didik laki-laki di kelas.9
Penelitian lain oleh Krutetskii yang dikutip oleh Soenarjadi (1994),
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan karakter antara peserta didik
laki-laki dan perempuan. Secara garis besar laki-laki lebih baik dalam
penalaran, sedangkan perempuan lebih baik dalam ketepatan, ketelitian,
kecermatan, dan kesaksamaan berpikir.10 Maka dapat disimpulkan bahwa
laki-laki cenderung lebih unggul dari perempuan dari segi kemampuan
otak, sedangkan perempuan lebih unggul dari segi ketelitian,
kesaksamaan, dan kerajinan belajar dalam pengajaran. Maka tidaklah
heran banyak perempuan yang lebih berprestasi dibanding laki-laki
karena keuletan mereka dalam belajar.
2. Penglihatan, pendengaran, dan gerak
Penglihatan (visual) adalah gaya belajar peserta didik yang akan
mudah menangkap pengajaran ketika mereka melihat gambar dari materi
yang disampaikan. Ciri-ciri peserta didik visual adalah mereka cenderung
bersifat rapi, teratur, berbicara cepat, tetili, dan mengutamakan
penampilan. Mereka juga merupakan pembaca yang cepat dan lebih suka
membaca daripada dibacakan. Metode pengajaran yang cocok untuk
peserta didik demikian adalah belajar dengan mendemostrasikan sesuaatu
dan menggunakan media gambar untuk merangsang daya ingat mereka.
sangat tidak disarankan menggunakan metode ceramah sepanjang
pengajaran.11
Sedangkan pendengaran (auditori) adalah gaya belajar peserta didik
yang mana mereka lebih mudah menyerap materi pengajaran dengan
8

suara dan menggunakan alat pendengaran mereka. ciri-ciri peserta didik


auditori adalah sering berbicara sendiri saat bekerja, mudah terganggu
dengan keributan, lebih suka dibacakan daripada membaca, sulit menulis,
dan pandai bercerita. Mereka cenderung mudah menangkap materi
pengajaran dengan metode ceramah.12
Gerak (kinestetik) adalah gaya belajar peserta didik yang belajar dan
memahami materi pengajaran dengan gerakan-gerakan anggota tubuh.
Ciri-ciri peserta didik kinestetik adalah berbicara perlahan, suka bergerak
dalam belajar, menghafal dengan bergerak dan berjalan, dan suka belajar
praktek langsung. Metode pengajaran yang cocok bagi mereka adalah
praktek langsung dan belajar dengan menggerakkan anggota tubuh.13
3. Penyakit bawaan
Penyakit bawaan seperti tunanetra, tunarungu, tunawicara, dan
sebagainya memerlukan pendekatan pengajaran tertentu oleh pendidik
yang profesional dibidangnya. Perbedaan tersebut juga biasanya dibarengi
dengan kelebihan tertentu pada diri peserta didik yang dapat
memudahkan mereka dalam menangkap pengajaran. Contoh, banyak
penyandang tunanetra yang mudah menghafal sesuatu karena indera
pendengaran dan peraba mereka yang sangat tajam.

C. Perbedaan Intelektual Peserta Didik


Penelitian-penelitian tentang konsepsi perbedaan individual yang banyak
dilakukan diantaranya adalah perbedaan inteligensi atau intelektual, dan
bagaimana perbedaan dalam inteligensi tersebut berpengaruh pada perbedaan
prestasi. Salah satu ciri kematangan intelektual siswa adalah kemampuannya
mentoleransi ketidakpastian, menahan persetujuan, kemampuan untuk
menghadapi kontradiksi, serta mengakui manfaat atas konsep dan pendapat
yang berlawanan tanpa skeptisme dan rivalitas. Orang yang sudah matang
intelektualnya tidak akan mengembangkan sikap antagonis ketika terjadi
perbedaan pendapat.14 Maksudnya ialah apabila seseorang yang memiliki
intelektual yang baik atau bisa dikatakan matang maka akan mempengaruhi
9

sikapnya terhadap orang lain. Misal apabila terjadinya perbedaan pendapat


maka ia akan mendengarkan juga pendapat orang lain tersebut dan tidak
mengharuskan orang lain agar menyetujui atau mendengaran pendapatnya
saja.
Tidak semua anak dapat mencapai perkembangan fisik dan mental yang
sama pada umur yang sama juga. Penurunan kapasitas mental yang dimulai
pada usia pertengahan 40 tahun, biasanya diikuti oleh penurunan fisik, akan
mengurangi fisik dan psikis yang tak teratur dapat menjadi problema.
Misalnya perkembangan intelektual yang lebih cepat dari perkembangan fisik
akan berpengaruh terhadap penyesuaian kepribadiannya. Sebagai ilustrasi,
anak yang sangat pintar akan sulit menyesuaikan diri dengan teman sebaya
atau seusia karena minatnya beda dan juga sulit menyesuaikan dengan
kelompok yang lebih dewasa karena ukuran badan yang lebih kecil.15 Artinya
penurunan intelektual seseorang bisa dipengaruhi oleh beberapa hal misal
baik dari umur, fisik maupun psikisnya.
Waktu (timing) menjadi hal yang sentral bagi perkembangan intelektual
yang baik. Oleh karenanya, kondisi yang berpengaruh terhadap kapasitas
intelektual, adalah; kondisi fisik, pendidikan, motivasi, penggunaan kapasitas
intelektual, pengalaman awal dalam keluarga, tingkat emosi, dan pola
kepribadian. Kondisi ini memiliki perannya masing-masing dalam
perkembangan intelektual seseorang. Perkembangan kondisi fisik anak,
misalnya sangat dipengaruhi oleh rendahnya energi karena kurang gizi dan
sering sakit-sakitan berpengaruh terhadap inteligensi anak. Sedangkan
penggunaan kapasitas intelektual sangat tergantung pada kesempatan yang
ada, misalnya anak dari keluarga kaya akan memiliki kesempatan lebih
banyak bagi perkembangan intelektual daripada keluarga yang kurang
mampu.16
Rahmawati mengutip (Senjaya, 2010), ada beberapa faktor yang
mempengaruhi Inteligensi seperti yang telah kita ketahui bahwa setiap
individu memiliki tingkat inteligensi yang berbeda. Adanya perbedaan
10

tersebut dapat diketahui bahwa inteligensi dipengaruhi oleh faktor-faktor


sebagai berikut.17
1. Pengaruh faktor bawaan
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa individu-individu yang
berasal dari suatu keluarga, atau bersanak saudara, nilai dalam tes IQ
mereka berkolerasi tinggi (+ 0,50), orang yang kembar (+ 0,90) yang
tidak bersanak saudara ( + 0,20), anak yang diadopsi korelasi dengan
orang tua angkatnya ( +0,10 – + 0,20 ).
2. Pengaruh faktor lingkungan
Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi.
Oleh karena itu ada hubungan antara pemberian makanan bergizi dengan
inteligensi seseorang. Pemberian makanan bergizi ini merupakan salah
satu pengaruh lingkungan yang amat penting selain guru, rangsangan-
rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga
memegang peranan yang amat penting, seperti pendidikan, latihan
berbagai keterampilan, dan lain-lain (khususnya pada masa-masa peka).
3. Pengaruh faktor kematangan
Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan
perkembangan. Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah
matang jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya.
4. Pengaruh faktor pembentukan Pembentukan ialah segala keadaan di luar
diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan inteligensi.
5. Minat dan pembawaan yang khas
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan
dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan-
dorongan (motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi
dengan dunia luar.
6. Kebebasan
Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode
yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah. Manusia mempunyai
11

kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah sesuai


dengan kebutuhannya.

D. Perbedaan Psikologis Peserta Didik


Setiap anak memiliki karakteristik individual yang berbeda dengan anak
lainnya. Setiap anak itu unik, meskipun lahir dari rahim yang sama,
dibesarkan dalam lingkungan yang sama, bisa saja setiap anak tumbuh dan
berkembang menjadi pribadi yang berbeda, baik dari segi fisik, psikologis,
sosial, maupun moral spiritual. Di antara faktor psikologis anak didik antara
lain emosi, motivasi, minat dan sebagainya.18
1. Emosi
Emosi merupakan kondisi psikologis yang dirasakan sebagai perasaan
positif ayau negatif yang dapat mempengaruhi aspek-aspek psikologis
lainnya. Emosi positif seperti rasa senang, bahagia, aman, yang
berdampak positif terhadap belajar. Sebaliknya emosi negatif seperti
cemas, takut, marah, kecewa atau sedih dapat berpengaruh negatif yang
bisa menghambat proses berpikir dan belajar.
Emosi adalah pengalaman yang bersifat subjektif atau dialami
berdasarkan sudut pandang individu. Goleman, menegaskan bahwa
kecerdasan emosi lebih berperan daripada kecerdasan intelektual dalam
memprediksi keberhasilan atau kesuksesan individu. Jadi meskipun anak
didik memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi, tetapi kecerdasan
emosionalnya kurang, maka ia akan mengalami hambatan dan kesulitan
dalam belajar dan mengatasi masalah-masalahnya.
Dalam proses belajar dan pembelajaran, pendidik harus bisa
membangkitkan dan memelihara emosi positif peserta didik agar mereka
merasa senang dan antusias melakukan kegiatan dan tugas-tugas
akademiknya.19
2. Motivasi
Motivasi diartikan sebagai keadaan internal yang membangkitkan,
mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Keller (1987)
12

mendefinisikan motivasi sebagai konsep yang mempengaruhi arah


besarnya perilaku dan mempengaruhi upaya hasil dari perilaku.
Sedangkan menurut John Atkinson dan Ryanor (1978), motivasi
dihubungkan dengan kebutuhan untuk menghindari kegagalan. Dan
Maslow menegaskan bahwa perlunya motivasi dalam belajar.
Motivasi belajar merupakan kekuatan yang menggerakkan dan
mengarahkan kegiatan belajar. Dengan adanya motovasi belajar, peserta
didik akan berusaha mencari informasi dan mengerjakan tugas-tugas yang
diberikan. Motivasi secara umum dapat dibedakan menjadi motivasi
intrinsik dan ekstrinsik.20
a) Motivasi Intrinsik, adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu
demi sebuah tujuan yang sesuai dengan kegiatan itu sendiri. Misalnya,
seorang siswa belajar dengan keras untuk menguasi pembelajaran
yang ia sukai. Peserta didik yang termotivasi secara intrinsik akan
terlibat dalam suatu aktivitas karena dengan aktivitas itu akan
memberikannya suatu kesenangan, dan membantu mereka
mengambangkan keterampilan yang dirasa penting.
b) Motivasi ekstrinsik, adalah kekuatan yang menggerakkan individu
melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang di luar dari
kegiatan yang dilakukan. Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh
insentif eksternal seperti penghargaan dan hukuman. Secara
keseluruhan, para ahli merekomendasikan kepada guru untuk
menciptakan suasana kelas yang nyaman agar peserta didik dapat
termotivasi secara intrinsik untuk belajar.
3. Minat
Minat adalah rasa lebih suka dan tertarik pada suatu hal atau aktivitas,
tanpa ada paksaan. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu
hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Siswa yang
memiliki minat pada topik atau aktivitas tertentu bisa jadi dikarenakan
menganggap topik atau aktivitas tersebut menarak dan menantang. Minat
berkaitan dengan motivasi intrinsik. Siswa yang mengerjakan suatu tugas
13

yang menarik minatnya akan mengalami efek positif yang signifikan


seperti kesenangan, kegembiraan, dan kesukaan. Minat terbagi menjadi 2
jenis, sebagai berikut.21
a) Minat Situasional, dipicu oleh sesuatu dari lingkungan sekitar seperti
hal-hal baru, berbeda, tak terduga, menantang, dan hal-hal yang
melibatkan tingkat aktivitas yang tinggi atau emosi yang kuat. Karena
siswa akan dibuat penasaran oleh topic-topik yang berkitan dengan
orang dan budaya, alam, dan peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi.
Guru dapat membangkitkan minat situasional peserta didik dengan
cara menyajikan materi yang menarik serta tugas yang menantang.
b) Minat Pribadi, adalah minat yang bersifat jangka panjang dan relative
stabil pada suatu topic atau aktivitas. Minat pribadi menghasilkan pola
yang konsisten dalam pilihan yang dibuat siswa. Pada dasarnya minat
pribadi lebih bermanfaat dibandingkan minat situasional, karena minat
ini memungkinkan keterlibatan proses-proses kognitig yang efektif
dan perbaikan dalam jangka panjang. Minat pribadi peserta didik
perlu dijaga dan dipertahankan jangan sampai terganggu oleh
kurangnya daya tarik dalam pembelajaran.
DAFTAR KUTIPAN

1
Siti Aisyah, (2015). hlm. 100
2
Ibid. hlm. 102
3
Ibid. hlm. 104
4
Ibid. hlm. 102
5
Ibid. hlm. 104
6
Imam Anas Hadi, “Pentingnya Pengenalan tentang Perbedaan Individu
Anak dalam Efektifitas Pendidikan”, Jurnal Inspirasi Volume 1 Nomor 1, (2017).
hlm. 74
7
P. Honggowiyono, Buku Ajar: Pertumbuhan dan Perkembangan
Peserta Didik untuk Guru dan Calon Guru. (Malang: Gunung Samudera, 2015).
hlm. 02
8
Imam Anas Hadi, (2017). hlm. 74
9
Unknown, Perbedaan Gaya belajar Siswa Laki-Laki dan Perempuan,
https://repository.uksw.edu/bistream/123456789/3628/3/T1_202009061_BAB%2
0II.pdf. (Diakses, 04 Mei 2022).
10
Ibid.
11
Harlinda Syofyan dan Yuliati, “Pengaruh Gaya Belajar dan Motivasi
Terhadap Hasil Belajar IPA Mahasiswa PGSD Universitas Esa Unggul”, Seminar
Nasional Multi Disiplin Ilmu dan Call for Pappers Unisbank ke-3, (2017). hlm.
783
12
Ibid.
13
Ibid. hlm. 784
14
Dilla Turhusna Dan Saomi Solatun, “Perbedaan Individu dalam Proses
Pembelajaran”, Jurnal Vol.2, No.1, (2020). hlm. 34-35
15
H. Wanto Rivaie, “Faktor intelektual yang Mempengaruhi
Kepribadian”. Jurnal Pendidikan Sosiologi dan Humaniora Vol.2. No. 1, (2011).
hlm. 63
16
Ibid.
17
Rahmawati, Arti Penting Intelegensi dalam Dunia Pendidikan,
https://sumsel.kemenag.go.id/files/sumsel/file/file/TULISAN/xoeb1336983752.pd
f. (Diakses, 17 April 2022).
18
Fadhilah Suralaga, Psikologi Pendidikan Implikasi dalam
Pembelajaran, (Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2021). hlm. 57
19
Ibid. hlm. 64
20
Ibid. hlm. 64-65
21
Ibid. hlm. 66-68
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Perbedaan individual adalah perbedaan yang ada pada masing-masing
peserta didik yang terbentuk karena beberapa sebab seperti perbedaan
biologis, perbedaan intelektual, dan perbedaan psikologis. Perbedaan tersebut
jugalah yang menjadi sebab perilaku dan daya serap peserta didik terhadap
pengajaran yang berbeda-beda.
Perbedaan biologis adalah perbedaan peserta didik yang dilihat dari
pembawaan asal mereka seperti warna kulit, tinggi badan, jenis kelamin, dan
sebagainya. Perbedaan intelektual adalah perbedaan peserta didik dalam hal
menerima dan menyerap materi pengejaran. Ada yang cepat menangkap ada
pula yang lambat dalam menangkap pengajaran. Terakhir perbedaan
psikologis adalah perbedaan minat, bakat, dan emosi peserta didik dalam
melaksanakan pengajaran. Contoh, peserta didik yang berminat dalam
pengajaran PAI pasti akan lebih meudah menangkap dan memahami
pengajaran tersebut, begitu pula sebaliknya.
Perbedaan-perbedaan individual peserta didik tersebutlah yang
mengharuskan seorang pendidik untuk dapat mengelola pengajarannya
dengan baik, agar semua peserta didik dapat memahami pengajaran tanpa
terkecuali. Salah satu cara mengelola pengajaran yang baik adalah dengan
menerapkan metode dan media yang tepat dan sesuai dengan perbedaan
individual masing-masing peserta didik.

16
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, S. (2015). Perkembangan Peserta Didik dan Bimbingan Belajar.


Yogyakarta: Deepublish.
Hadi, I. A. (2017). "Pentingnya Pengenalan tentang Perbedaan Individu Anak
dalam Efektifitas Pendidikan". Jurnal Inspirasi Volume 1 Nomor 1.
Honggowiyono, P. (2015). Buku Ajar: Pertumbuhan dan Perkembangan
Peserta Didik untuk Guru dan Calon Guru. Malang: Gunung Samudera.
Indonesia, R. (n.d.). Undang-Undang Nomor 39 Pasal 60 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia.
Perbedaan Gaya Belajar Siswa Laki-laki dan Perempuan. (Diakses: 04 Mei
2022).https://repository.uksw.edu/bistream/123456789/3628/3/T1_202009
061_ BAB%20II.pdf.
Rahmawati. (Diakses: 17 april 2022). Arti Penting Intelegensi dalam Dunia
Pendidikan. https://sumsel.kemenag,go.id/files/sumsel/file/file/TULISAN
/xoeb133698 3752.pdf.
Rivaie, H. W. (2011). "Faktor Intelektual yang Mempengaruhi Kepribadian".
Jurnal Pendidikan Sosiologi dan Humaniora Vol.2. No. 1.
Solatun, D. T. (2020). "Perbedaan Individu dalam Proses Pembelajaran". Jurnal
Vol.2 No.1.
Suralaga, F. (2021). Psikologi Pendidikan Implikasi dalam Pembelajaran.
Depok : Raja Grafindo Persada.
Yuliati, H. S. (2017). "Pengaruh Belajar dan Motivasi terhadap Hasil Belajar IPA
mahasiswa PGSD Universitas Esa Unggul". Seminar Nasional Multi
Disiplin Ilmu dan Call for Pappers Unisbank ke-3. Universitas Esa
Unggul.

Anda mungkin juga menyukai