Anda di halaman 1dari 5

PERTEMUAN 9

MENJADI ORANG YANG LEBIH BERUNTUNG


NO POIN MATERI PENJABARAN
1 Memilih amalan andalan  Sebagaimana pembahasan di pertemuan 8, amal jaariyah yang dapat kita
lakukan untuk dijadikan andalan dalam menghadapi hari akhirat ada 3 macam
yaitu shodaqoh jaariyah, doa anak sholeh, dan ilmu yang bermanfaat
 Pertanyaan berikutnya adalah: diantara ketiga macam amal jaariyah tersebut,
mana yang akan kita pilih?
 Jawabannya tentu ketiga-tiganya. Tetapi, itu bukan jawaban untuk memilih.
Yang namanya memilih adalah mencari yang terbaik diantara yang baik, kita
harus mendapatkan yang terbanyak diantara yang banyak. Mengapa?
 Hal itu karena keterbatasan waktu, tenaga dan biaya yang bisa digunakan
sehingga kita harus memprioritaskan untuk mengamalkan satu amalan
tertentu dengan mengerahkan segenap daya dan upaya yang kita miliki
dengan tetap mengamalkan amalan lainnya tetapi dengan skala prioritas
kedua, ketiga, dan seterusnya
 Nah, diantara 3 amalan yang telah disebutkan diatas, mana yang kita pilih
untuk menjadi andalan?
2 Shodaqoh jaariyah  Mari kita lihat amal pertama, yaitu shodaqoh jaariyah
 Jika kita banyak mengeluarkan uang untuk membangun masjid, maka selama
masjid itu masih berdiri tegak dan terus digunakan sebagai tempat ibadah
kaum muslim, maka insya Allah kita akan terus mendapatkan aliran pahala
yang tidak henti-hentinya, walaupun kita sudah meninggal dunia
 Pahala membangun masjid ini luar biasa besarnya, tetapi yang menjadi
pertanyaan, seberapa banyak uang yang kita miliki untuk dapat membangun
sebuah masjid? Sedangkan untuk membangun rumah kita sendiri, uang kita
pas-pasan atau hanya cukup untuk mengontrak saja
 Kalau diantara kita ada yang dikaruniai Allah dengan harta yang banyak (orang
kaya), tentu tidak ada masalah untuk bershodaqoh jaariyah sebanyak-
banyaknya. Silakan berlomba-lomba untuk membangun masjid, sekolah,
rumah anak yatim, dsb
 Nah pertanyaannya, bagaimana dengan orang yang dompetnya pas-pasan?
Tentu orang yang demikian tidak bisa menjadikan shodaqoh jaariyah sebagai
amalan andalan
2 “Mencetak” anak sholeh  Apakah alternatif kedua (anak sholeh) bisa kita jadikan andalan?
 Ternyata jawabannya kurang lebih sama dengan jawaban yang pertama
 Seberapa banyak kita mampu “menghasilkan” anak yang sholeh?
 Di zaman sekarang ini, untuk punya anak banyak susahnya minta ampun.
Punya anak 3 saja sudah dirasa sangat berat, apalagi ingin punya anak sampai
sebelas, tentu akan lebih berat lagi
 Berat apanya? Berat dari segi beban biaya hidupnya, mendidiknya, waktunya,
tenaganya, kesempatannya, kesehatan istrinya, dsb
 Nah, jika anaknya sedikit, apakah “mencetak” anak yang sholeh masih akan
menjadi andalan? Tentu saja masih kurang
 Bagi mereka yang dikaruniai anak yang banyak, alhamdulillah. Tapi
catatannya, anak-anak tersebut harus diupayakan semaksimal mungkin untuk
menjadi anak-anak yang sholeh. Kalau anak-anaknya banyak tapi malah
menjadi anak-anak yang bejat? Na’udzubillahi min dzalik…!
3 Ilmu yang bermanfaat  Alhamdulillah, ternyata alternatif ketiga ini adalah alternatif yang bisa kita
andalkan
 Ilmu yang bermanfaat, didakwahkan, diajarkan, dan disampaikan kepada
orang lain, kemudian ilmu tersebut diamalkan oleh orang yang diajari maka
pahalanya akan terus mengalir kepada orang yang mengajarkannya. Semakin
banyak yang didakwahi dan semakin banyak yang mengikuti, maka semakin

1
banyak pula aliran pahala yang diperolehnya, walaupun orang tersebut sudah
meninggal dunia
 Berapa banyak tenaga, waktu, dan biaya yang harus dikeluarkan untuk bisa
menyampaikan ilmu, mendakwahi orang, mengajak orang untuk
mengamalkan sebuah ilmu tertentu dalam Islam? Jawabannya sangat jelas.
Dibanding amalan pertama dan kedua, maka amalan ketiga inilah amalan
yang paling murah meriah karena tidak membutuhkan biaya yang banyak,
tenaga yang banyak dan waktu yang banyak
 Setiap waktu dan setiap saat kita dapat melakukan amalan ketiga. Setiap
bertemu orang, kita dapat berdakwah, kita dapat menyampaikan ilmu; setiap
bertemu orang, kita dapat mengajarkan tentang Islam. Enak bukan?
 Untuk mendakwahi orang, kita tidak harus berdiri diatas mimbar atau
berceramah di hadapan ribuan jamaah pengajian. Untuk dapat berdakwah,
kita tidak harus bergelar “ustadz” terlebih dahulu. Dan untuk menyampaikan
Islam, kita tidak harus bergelar “hafidz” yang hapal Al-Quran terlebih dahulu.
Untuk berdakwah itu dapat kita lakukan dimana saja, kapan saja dan kepada
siapa saja
 Dari Abdullah bin Amr ra, bahwa Rasulullah saw bersabda:
‫َبِّلُغ وا َع ِّنى َو َلْو آَيًة‬
“Sampaikan yang berasal dariku walaupun satu ayat.” (HR. Bukhari)
 Semakin rajin kita mendakwahi orang, dimana saja dan kapan saja kita
menyampaikan Islam, maka akan ada banyak pahala jaariyah yang akan terus
mengalir kepada kita. Apalagi jika yang mendengar dan yang mengikuti ajakan
kita itu sudah ribuan, bahkan jutaan, maka kita tidak bisa membayangkan,
berapa banyak lagi pahala-pahala yang akan mengalir dan terus mengalir
kepada kita…
4 Multi level pahala  Kehebatan pahala jaariyah amalan alternatif ketiga diatas, ternyata masih
belum seberapa karena masih ada yang lebih dahsyat, lebih banyak, dan
lebih melimpah. Apa itu?
 Jika pahala yang diperoleh itu hanya didapatkan dari orang-orang yang
mengikuti ajakan kita secara langung (level/tingkatan 1), maka sesungguhnya
itu masih belum seberapa
 Mari kita bayangkan, jika orang-orang di level 1 memberikan pengajaran
(berdakwah) kepada level di bawahnya (level 2, 3, 4 dan seterusnya) maka
berapa banyak pahala yang akan diberikan oleh Allah kepada orang pertama
tersebut?
 Contoh pahala mengajak shalat berjamaah:
 Kalau ada seorang laki-laki mengerjakan shalat fardhu berjamaah secara
rutin selama 30 tahun, maka dia akan memperoleh pahala sebanyak: 27 x
5 waktu x 365 hari x 30 tahun = 1.478.250
 Sekarang bayangkan jika ada seorang muslim berhasil mengajak 10 orang
(level 1) untuk shalat berjamaah dimana jamaah tersebut secara rutin
shalat berjamaah selama 30 tahun, maka sang muslim tersebut akan
mendapatkan aliran pahala shalat berjamaah sebanyak 10 x 1.478.250 =
14.782.500. Bukankah hasil hitungan (pahala yang diperoleh sang muslim)
ini sama dengan orang yang membangun masjid pada contoh sebelumnya
di pertemuan 8, padahal bisa jadi sang muslim ini hanya bermodalkan
mulut saja?
 Nah, kalau 10 orang di level 2 masing-masing mengajak 10 orang lagi untuk
shalat berjamaah dan ternyata mereka semuanya melaksanakannya
selama 30 tahun, maka sang muslim tersebut akan mendapatkan aliran
pahala shalat berjamaah sebanyak 10 x 10 x 14.782.500 = 1.478.250.000
(Luar biasa kan?)
 Kalau 100 orang di level 3 masing-masing mengajak 10 orang lagi untuk
shalat berjamaah dan mereka semuanya melaksanakannya selama 30
tahun, maka sang muslim tersebut akan mendapatkan aliran pahala shalat
berjamaah sebanyak 100 x 10 x 1.478.250.000 = 1.478.250.000.000 (Mulai
2
pusing bacanya?)
 Kalau 1.000 orang di level 4 masing-masing mengajak 10 orang lagi untuk
shalat berjamaah dan ternyata mereka semuanya melaksanakannya
selama 30 tahun, maka sang muslim tersebut akan mendapatkan aliran
pahala shalat berjamaah sebanyak 1.000 x 10 x 1.478.250.000.000 =
14.782.500.000.000.000 (Gimana makin pusing bacanya? Hehe…)
 Itu baru tentang shalat berjamaah. Bagaimana jika muslim tadi juga
mengajarkan tentang puasa, zakat, haji, wakaf, membaca Al Quran, dsb?
Kemudian ajarannya terus berlanjut hingga beberapa generasi dibawahnya?
Tentu lebih dahsyat lagi pahalanya
 Maka kita bisa membayangkan betapa dahsyat dan luar biasanya pahala yang
diperoleh oleh para Wali Songo yang telah menyebarkan Islam di nusantara
ini! Betapa dahsyat dan luar biasanya pahala yang diperoleh oleh para penulis
hadits seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Tirmidzi,
dsb yang hidup sekitar 1.200 tahun yang lalu! Betapa dahsyat dan luar
biasanya pahala yang diperoleh oleh para Imam Mazhab yang hidup 1.300
tahun yang lalu seperti Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’I, Imam
Hambali, dsb dimana mereka tidak hanya mengajarkan hadits tapi juga telah
menyusun kitab-kitab fiqh yang cakupannya lebih luas! Dan betapa dahsyat
dan luar biasanya pahala yang diperoleh para Shahabat Rasul saw yang hidup
1.400 tahun yang lalu dimana mereka adalah generasi yang paling awal
mendakwahkan dan mengajarkan Islam hingga Islam tersebar ke seluruh
dunia ini!
5 Bagaimana dengan kita?  Wali Songo, para penulis hadits, para Imam Madzhab dan para Shahabat Rasul
saw adalah generasi yang telah sukses meraih pahala yang berlimpah ruah
dan surga Allah SWT yang paling tinggi
 Itu mereka! Lantas bagaimana dengan kita? Apakah dengan memuji mereka,
kita otomatis akan masuk surga bersama mereka? Jawabannya tidak! Setiap
manusia harus bertanggung jawab terhadap nasibnya sendiri-sendiri. Allah
SWT berfirman:
‫ُك ُّل َنْف ِبَم ا َك َسَبْت َر ِهيَنٌة‬
‫ٍۭس‬
“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.” (QS. Al-
Muddatstsir [74]:38)
 Pertanyaannya kemudian, apakah kita bisa seperti mereka? Jawabannya
insya Allah bisa!
 Kita harus ingat bahwa mereka semua adalah manusia seperti kita. Tangan
mereka dua, kaki mereka dua, mata mereka dua, telinga mereka dua, sama
seperti milik kita. Usia hidup mereka relatif sama dengan usia kita.
Kemampuan otak dan otot mereka pun tidak jauh berbeda dengan kita
 Lantas, kalau mereka bisa, mengapa kita tidak? Kalau mereka sukses,
mengapa kita tidak? Kalau mereka hebat, mengapa kita tidak? Kalau mereka
bisa mendapat pahala yang berlimpah, mengapa kita tidak? Apa yang salah
dalam diri kita? Tentu tidak ada yang salah
 Persoalannya cuma satu, mereka mau, tetapi kita belum mau. Itu saja. Jika
kita mau, kemudian bersungguh-sungguh untuk mewujudkannya, insya Allah
bisa! Mengapa tidak? Kita telah diberi kemampuan dan kesempatan yang
relatif sama dengan mereka, tinggal mau kita manfaatkan atau tidak
 Kita tinggal melangkahkan kaki kita untuk berdakwah, berdakwah dan terus
berdakwah
 Agar kita memiliki amunisi untuk berdakwah, konsekuensinya harus mengaji,
maka kita tinggal mengaji, mengaji dan terus mengaji
 Jika sarana dakwah itu dua, yaitu lisan dan tulisan, maka kita tinggal
ngomong, ngomong dan terus ngomong; menulis, menulis dan terus
menulis. Apa susahnya? Itu saja kunci rahasia suksesnya, mau apalagi?
6 Meraih amalan tertinggi  Untuk meraih pahala sebanyak-banyaknya, kuncinya hanya satu: kita harus
rajin berdakwah, melakukan amar makruf nahi munkar, sebagaimana
amalannya para Shahabat Rasulullah saw
3
 Apakah semua itu cukup? Ternyata bagi kita belum cukup. Dalam waktu hidup
yang amat sangat sebentar ini kita harus melakukan amalan yang lebih luar
biasa lagi. Amalan apa itu? Jawabannya adalah amalan dakwah, tapi amalan
dakwah ini adalah amalan dakwah yang sangat spesial. Amalan dakwah ini
memiliki nilai yang paling tinggi dan bobotnya paling berat di hadapan Allah
SWT. Amal dakwah apa itu?
 Untuk menjawabnya silakan jawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
 Jika ada orang tidak shalat, apakah itu kemungkaran besar atau kecil?
 Jika ada orang tidak puasa, apakah itu kemungkaran besar atau kecil?
 Jika ada orang tidak membayar zakat, apakah itu kemungkaran besar atau
kecil?
 Jika ada orang yang mengambil riba, apakah itu kemungkaran besar atau
kecil?
 Jika ada orang melakukan perzinahan, apakah itu kemungkaran besar atau
kecil?
 Jika ada orang yang membunuh, apakah itu kemungkaran besar atau kecil?
 Jika ada orang yang melakukan kemusyrikan, apakah itu kemungkaran
besar atau kecil?
 Jika ada orang yang melakukan kekufuran, apakah itu kemungkaran besar
atau kecil?
 Jika jawabannya adalah besar, besar dan besar, maka jawaban tersebut
adalah benar. Tapi, ternyata ada kemungkaran yang lebih besar lagi. Apa itu?
 Kemungkaran yang paling besar adalah kemungkaran yang dilakukan oleh
penguasa? Mengapa? Karena dengan kebijakan yang ditetapkan oleh
penguasa, rakyat 1 negara bisa tidak sholat semua, rakyat 1 negara bisa tidak
puasa semua, rakyat 1 negara bisa tidak bayar zakat semua, rakyat 1 negara
bisa memakan riba semua, rakyat 1 negara bisa melakukan kemusyrikan
semua, dan rakyat 1 negara bisa melakukan kekufuran semua. Ngeri bukan?
 Apa ada contohnya? Ada. Contohnya di Indonesia ini. Tahun 80-90an
Indonesia pernah di survey berapa jumlah umat Islam di Indonesia yang
sholat? Hasilnya ternyata sangat mengejutkan, yaitu hanya 15%-nya saja.
Sisanya 85% tidak shalat. Mengapa bisa begitu? Karena hukum shalat di
Indonesia adalah “mubah”, jika mau shalat boleh, jika mau tidak mau shalat
juga boleh. Apa buktinya? Di negeri ini, orang yang tidak sholat tidak dihukum
oleh negara. Betul?
 Bagaimana dengan zakat dan puasa? Berapa persen rakyat Indonesia yang
membayar zakat dan berpuasa di bulan Ramadhan? Jawabannya kurang lebih
sama. Mengapa? Karena hukum puasa dan zakat di Indonesia adalah
“mubah”, jika mau zakat/puasa boleh, jika mau tidak mau zakat/puasa juga
boleh
 Bagaimana dengan jilbab? Berapa persen muslimah di Indonesia yang
memakai jilbab? Jawabannya kurang lebih sama. Mengapa? Karena hukum
memakai jilbab adalah “mubah”. Yang wajib adalah memakai helm. Apa
buktinya? Silakan dicoba, dua orang muslimah keluar naik sepeda motor. Yang
satu memakai jilbab dan kerudung tetapi tidak memakai helm. Sedangkan
yang satu lagi memakai helm tetapi tidak memakai kerudung dan jilbab.
Siapakah diantara mereka yang akan ditangkap polisi? Jawabannya jelas, yang
ditangkap adalah yang tidak memakai helm. Jadi kesimpulannya, di Indonesia
itu memakai helm hukumnya “wajib” sementara memakai jilbab itu
hukumnya “mubah”
 Contoh lain misalnya riba. Apa hukum riba di Indonesia? Jawabannya adalah
“wajib”. Kok bisa? Menurut UU perbankan di Indonesia, setiap transaksi
utang-piutang dalam perbankan wajib menggunakan bunga/riba. Padahal
dalam Islam, riba itu jelas hukumnya haram
 Kesimpulannya, jika penguasa “salah” dalam menetapkan hukum, maka
seluruh rakyatnya bisa mungkar secara terpaksa maupun sukarela. Artinya,
sumber dari segala sumber kemungkaran yang paling besar adalah

4
kemungkaran yang berasal dari hukum yang ditetapkan oleh penguasa
 Nah, jika kita sudah bisa menemukan jenis kemungkaran yang paling tinggi
derajatnya, maka kita bisa langsung menemukan jenis kemakrufan yang
paling tinggi derajatnya. Apa itu? Kemakrufan yang paling tinggi derajatnya
adalah kemakrufan yang berasal dari syariah Islam yang ditetapkan oleh
penguasa, karena bisa menyebabkan seluruh rakyatnya makruf secara
sukarela maupun “terpaksa”
7 Mewujudkan amalan  Nah, persoalannya kemudian, untuk mewujudkan amar makruf nahi mungkar
tertinggi kepada penguasa bukanlah perkara yang mudah. Kenapa? Karena kita
bukanlah manusia penting yang bisa dengan mudahnya bertemu dengan
penguasa. Maka bagaimana sikap kita agar tetap bisa melakukan amar makruf
nahi mungkar kepada penguasa?
 Jika kita secara individu tidak bisa melakukan amar makruf nahi mungkar
kepada penguasa secara langsung, maka kita bisa melakukannya secara
berkelompok atau berjamaah sehingga kita bisa berbagi tugas dalam dakwah
 Hingga hari ini partai politik yang berjuang untuk menegakkan Syariah Islam
secara kaffah belum berhasil meraih tujuannya, maka hukum bergabung
dengan partai politik Islam dan berjuang menegakkan Syariah Islam
bersamanya bukan lagi fardhu kifayah tetapi telah berubah menjadi fardhu
‘ain
 Ingat, kelompok yang wajib dimasuki haruslah berbentuk partai politik Islam
yaitu partai atau kelompok yang amalan utamanya adalah melakukan amar
makruf nahi mungkar kepada penguasa agar penguasa tersebut mau
menerapkan Syariat Islam secara kaffah
 Jika kita bergabung dengan partai politik Islam, kemudian kita mau
bersungguh-sungguh dan terus-menerus melakukan amar makruf nahi
munkar kepada penguasa agar penguasa tersebut mau menerapkan Syariat
Islam secara kaffah, maka insya Allah kita akan dapat meraih pahala yang
setinggi-tingginya di sisi Allah SWT
 Apakah ini sudah cukup? Ternyata masih belum cukup. Masih ada puncak
pahala jaariyah. Apa itu?
8 Puncak pahala jaariyah  Untuk mengetahui puncak paling tinggi pahala jaariyah, sebenarnya kita
tinggal menggabungkan hal-hal diatas saja
 Jika kita ingin mendapatkan puncak pahala jaariyah, maka yang harus kita
lakukan adalah “mencetak” kader-kader dakwah sebanyak-banyaknya agar
mereka mau terlibat dakwah penegakkan syariah secara kaffah
 Dengan demikian, jika kita ingin mendapatkan puncak pahala jaariyah, maka
kita jangan merasa puas diri dengan amalan dakwah untuk menyeru
penguasa saja, agar penguasa itu mau menerapkan Syariat Islam
 Kita harus giat “mencetak” kader. Tentu bukan kader sekedar kader, tetapi
kader yang siap mengemban dakwah, melaksanakan amar makruf nahi
munkar kepada penguasa secara berjamaah sehingga penguasa mau
menerapkan Syariat Islam secara kaffah dalam kehidupan bermasyakat dan
bernegara
 Jika kita berhasil mencetak ratusan bahkan ribuan kader, selanjutnya setiap
kader itu juga akan melakukan proses pengkaderan secara “turun-temurun”,
berapa multi level pahala (MLP) yang akan kita peroleh?
 Inilah puncak pahala jaariyah yang pahalanya akan terus mengalir, dengan
nilai pahala tertinggi walaupun kita sudah meninggal dunia
 Kesimpulannya: Dakwah itu adalah amal spesial. Dakwah kepada penguasa
adalah amal yang sangat spesial. Dan dakwah untuk mencetak kader dakwah
yang berdakwah kepada penguasa adalah amal yang sangat-sangat spesial
 Bagaimana? Siap untuk terus mengaji dan berdakwah bersama partai politik
untuk menegakkan syariah Islam secara kaffah?

Anda mungkin juga menyukai