Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
TANGERANG
2021
KATA PENGANTAR
Makalah ini berjudul Usia dan Tugas Belajar Mengajar, berharap makalah ini
dapat menjadi acuan yang bermanfaat bagi semua teman-teman yang ingin
mempelajari dan memahami Hadist Tarbawi. Selain untuk memenuhi tugas
penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Namun dengan
minimnya penulis, sebelumnya dengan kerendahan hati, penulis mohon
bimbingannya apabila di dalam makalah ini terdapat kesalahan, baik berupa
tulisan maupun isinya.
Dan tidak lupa penulis menyampaikan terima kasih kepada teman-teman yang
telah memberikan saran dan petunjuk, baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam rangka penyusunan makalah ini. Ucapan terimakasih dan
penghargaan yang istimewa penulis sampaikan kepada dosen kami Dr.
Muhyiddin Tohir Tamimi, M.A yang telah memberikan semangat, saran dan
segala arahan yang sangat berharga bagi penulis. Semoga makalah kami dapat
bermanfaat bagi penulis pribadi dan pembaca pada umumnya.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................1
C. Tujuan........................................................................................................1
BAB II......................................................................................................................2
PEMBAHASAN......................................................................................................2
BAB III..................................................................................................................16
PENUTUP..............................................................................................................16
A. Simpulan..................................................................................................16
B. Saran........................................................................................................17
DAFTAR PUSAKA...............................................................................................17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Usia belajar adalah dimana anak sudah mampu untuk menerima
pembelajaran dengan baik. Pada suatu hadist Rasulullah ﷺmenjelaskan
peran orang tua untuk memerintahkan anaknya sholat ketika berusia 7 tahum.
Karena pada saat itu anak sudah paham tentang melaksanakan perintah dengan
baik serta mengetahui yang benar dan yang salah (Tamyiz) dan akan menerima
konsekuensi jika meninggalkannya.
Tugas belajar mengajar adalah tugas suci dan tugas kewajiban bagi semua
orang. Orang yang bekum tahu ilmu, tugasnya adalah wajib mencari ilmu atau
belajar dari oaring yang berilmu, sedangkan tugas orang yang berilmu adalah
mengajarkan ilmunya kepada orang yang belum mengetahui ilmu tersebut.
Dalam hal ini kita perlu memahami tentang usia berapa kita bisa mengajarkan
hal tersebut serta hukuman apa yang berlaku kepada anak dalam kesuksesan
tugas belajar. Hal tersebut akan kita bahas dalam makalah ini, serta hadist-
hadist Nabi yang berkenaan dengan hal tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana usia belajar dan hukuman dalam hadist?
2. Bagaimana tugas dan model belajar menurut hadist?
3. Bagaimana ragam kesuksesan tugas belajar menurut hadist?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Hadist usia belajar dan hukuman.
2. Untuk mengetahui hadist tugas dan model belajar.
3. Untuk mengetahui hadist ragam kesuksesan tugas belajar.
1
BAB II
PEMBAHASAN
ابو داود
Artinya: Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya berkata:
Rasulullah ﷺbersabda: “Perintahkan anak-anakmu melaksanakan shalat
sedang mereka berusia tujuh tahun dan pukullah mereka karena tinggal shalat
sedang mereka berusia 10 tahun dan pisahkan antara mereka di tempat
tidurnya” (HR. Abu Dawud).
Hadits tersebut menjelaskan bagaimana mendidik agama pada anak-anak.
Pendidikan agama diberikan kepada anak sejak kecil, sehingga nanti usia
dewasa perintah-perintah agama dapat dilakukan secara mudah dan ringan.
Diantara perintah agama yang disebutkan dalam hadits ada tiga perintah yaitu
perintah melaksanakan shalat, perintah memberikan hukuman, dan perintah
mendidik pendidikan seks.1
Apabila pendidikan agama itu tidak diberikan kepada anak sejak kecil, maka
akan sukarlah baginya untuk menerimanya nanti kalau ia sudah dewasa, karena
dalam kepribadiannya yang terbentuk sejak kecil itu, tidak terdapat unsur-unsur
agama. Hal itu berarti, jika dalam kepribadian itu tidak ada nilainilai agama,
akan mudahlah orang melakukan segala sesuatu menurut dorongan dan
keinginan jiwanya tanpa mengindahkan kepentingan dan hak orang lain. Ia
selalu didesak oleh keinginan-keinginan dan kebutuhan-kebutuhan yang pada
dasarnya tidak mengenal batas-batas, hukum-hukum, dan norma-norma.
Tujuan pendidikan agama adalah agar jiwa seseorang dapat menunaikan
kewajiban-kewajibannya karena Allah. Dapat berusaha untuk kepentingan
keluarganya, kepentingan masyarakatnya, serta dapat berkata jujur dan
1
Abdul Majid Khon, Hadist Tarbawi: Hadist-Hadist Pendidikan, (Jakarta: Kenacana
Prenadamedia Group, 2012), hlm. 263.
2
berpihak kepada yang benar, serta mau menyebarkan benih-benih kebaikan
kepada manusia. Pendidikan agama yang baik, tidak hanya memberi manfaat
bagi yang bersangkutan saja, akan tetapi akan membawa keuntungan dan
manfaat terhadap masyarakat lingkungan bahkan masyarakat ramai dan umat
manusia seluruhnya.2
Hadist di atas berisi tentang:
1. Perintah Sholat
Sholat menurut bahasa berarti doa, dinamakan sholat (yang berarti doa)
adalah karena ia mengandung doa. Sedangkan menurut fiqih, sholat adalah
beberapa ucapan atau rangkaian ucapan dan perbuatan (gerakan) yang
dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam yang dengannya kita
beribadah kepada Allah, dan menurut syarat-syarat yang telah ditentukan
oleh agama.3
Orang tua memiliki kewajiban dan tanggung jawab terhadap pendidkan
anak-anaknya untuk beribadah kepada Allah, khususnya perintah untuk
melaksanakan sholat. Seperti yang diperintahkan Rasulullah ﷺ, beliau
bersabda:
يَن اَل َو ُه َأ ْب َن َس ْب ُم ُر َأ ْو اَل َد ُك
ْم ِب الَّص ِة ْم اُء ِع ِس ِن وا
2
Mardiyah, Peran Orang Tua dalam Pendidikan Agama Terhadap Pembentukan Kepribadian
Anak, (Jurnal Kependidikan, Vol. III No. 2 November 2015) hlm. 111-112 Peran Orang Tua
Dalam Pendidikan Agama Terhadap Pembentukan Kepribadian Anak - CORE Reader diakses
pada Kamis, 9 Desember 2021 pukul 15:15 WIB
3
Risdianto Hermawan, Pengajaran Sholat pada Anak Usia Dini Perspektif Hadist Nabi
Muhammad SAW, (Insania, Vol. 23, No. 2, Juli – Desember 2018) hlm. 285
(PDF) PENGAJARAN SHOLAT PADA ANAK USIA DINI PERSPEKTIF HADIS NABI
MUHAMMAD SAW (researchgate.net) diakses pada Kamis, 9 Desember 2021 pukul 15:40 WIB
3
Perintah sholat berarti perintah untuk mengajarkan cara sholat, karena
tidak mungkin anak hanya diperintah sementara ia belum bisa
melakukannya.
4
disebut sebagai fase anak usia dini. Pada fase ini juga pendidikan
sangatlah penting untuk dikembangkan. Dengan demikian,
perkembangan anak-anak berlangsung secara optimal. Hal-hal yang perlu
dikenalkan mengenai shalat kepada anak dimulai dari adanya ibadah
shalat dalam Islam, nama-nama shalat, waktu shalat, bilangan rakaat
shalat, tempat shalat, dan tata cara shalat. Pengenalan ini adalah upaya
membentuk kesiapan anak sehingga ketika dia mencapai usia 7 tahun dan
mulai diperintah shalat, anak sudah memiliki kesiapan secara mental dan
emosional.
b. Fase 7-10 Tahun Usia 7-10 tahun.
Anak berada dalam masa transisi dan menunjukkan sebagian ciriciri dari
tahap pertama perkembangan moral dan sebagian ciri dari tahap kedua
yaitu moralitas otonom. Anak mulai sadar bahwa peraturan dan hukum
dibuat oleh manusia, dan ketika menilai sebuah perbuatan, anak akan
mempertimbangkan niat dan konsekuensinya.
c. Fase 10 Tahun Keatas
Fase ini seringkali dinamakan sebagai fase pasca konvensional, dimana
pada fase ini anak mulai mengenal tindakan-tindakan moral alternatif,
menjajaki pilihan-pilihan dan kemudian anak memutuskan satu kode
moral pribadi. Dalam hal ini, anak diharapkan sudah membentuk
keyakinan sendiri, bisa menerima orang lain memiliki keyakinan yang
berbeda dan tidak mudah dipengaruhi oleh orang lain.
2. Memberikan Hukuman
Perintah sholat secara tegas dimulai usia tujuh tahun dan berlanjut
sampai dengan usia 9 dan 10 tahun. Jika pada usia 10 tahun seorang anak
tidak mau melaksanakan perintah sholat, maka orang tua berhak untuk
memukul. Sebagaimana lanjutan hadist diatas:
5
membangkang atau melanggar aturan. Pukulan disini maknanya adalah
hukuman yang sesuai dengan kondisi, bisa jadi yan dipukul adalah batinnya
dengan cara diisolasi atau sikap tak suka, sikap marah dan lain-lain. Pukulan
merupakan salah satu cara mendidik, khususnya jika pukulan itu
mendatangkan manfaat atau mencegah yang tidak baik yang dilakukan
setelah diberi nasehat dan bimbingan. Tetapi pukulan itu harus mendidik
dan tidak boleh melukai, dan hendaknya hindari pukulan di wajah.
Al-‘Alaqi dalam Syarah al-Jam’ al-Shaghir berkata yang dimaksud
pukulan atau tamparan disini pukulan yang tidak membahayakan, tetapi
pukulan mendidik yang berfungsi agar anak mengakui kesalahannya dan
mau memperbaikinya. Dan pukulan hendaknya jangan diarahkan pada
wajah anak, karena wajah itu identik dengan kehormatan seseorang. Jangan
sesekali menjatuhkan mental dan kehormatan seorang anak, nantinya anak
menjadi penakut, rendah diri, dan lain sebagainya.5
3. Pendidikan Seks
Hadist berikutnya yaitu menerangakan tentang pendidikan seks yang
diberikan ketika berusia 10 tahun. Sebagaimana sabda beliau:
َو َف ُق وا َبْي َن ُه ْم َمْلَض
ِف ي ا اِج ِع ِّر
“Pisahkan antara mereka di tempat tidurnya”
Perintah memisahkan tempat tidur antara mereka, dimaksudkan
menghindari fitnah seks di tempat tidur, karena usia 10 tahun adalah usia
menjelang baligh atau masa remaja. Perkembangan seksnya mengalami
perkembangan sebagaimana perkembangan jasmani, rohani, dan nafsaninya.
Pendidikan seks merupakan upaya transfer pengetahuan dan nilai
(knowledge and values) tentang fisik-genetik. Pendidikan seks adalah upaya
pengajaran, penyadaran, dan penerangan tentang masalah-masalah seksual
yang diberikan pada anak, dalam usaha menjaga anak terbebas dari
kebiasaan yang tidak Islami serta menutup segala kemungkinan ke arah
hubungan seksual terlarang.
5
Abdul Majid Khon, Hadist Tarbawi: Hadist-Hadist Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenadamedia
Group, 2012) hlm. 266
6
Secara garis besar, pendidikan seks diberikan sejak usia dini (dan pada
usia remaja) dengan tujuan sebagai berikut:
a. Membantu anak mengetahui topik-topik biologis seperti pertumbuhan,
masa puber, dan kehamilan.
b. Mencegah anak-anak dari tindak kekerasan.
c. Mengurangi rasa bersalah, rasa malu, dan kecemasan akibat tindakan
seksual.
d. Mencegah remaja perempuan di bawah umur dari kehamilan.
e. Mendorong hubungan yang baik.
f. Mencegah remaja di bawah umur terlibat dalam hubungan seksual
(sexual intercourse).
g. Mengurangi kasus infeksi melalui seks.
h. Membantu anak muda yang bertanya tentang peran laki-laki dan
perempuan di masyarakat.6
a. Usia balita atau sampai lima tahun, usia pendidikan jasmani, akhlaq dan
pembiasaan ucapan yang baik seperti terima kasih, maaf, dan lain-lain.
b. Usia enam tahun usia sekolah diberi pendidikan jasmani, rohani, akli,
akhlaq, dan sosial.
c. Usia tujuh tahun dipisahkan tempat tidurnya, diajarkan berwudlu dan
dibiasakan sholat.
d. Usia 13 tahun dipukul sebagai hukuman jika meninggalkan sholat.
e. Umur 16 tahun ke atas di nikahkan.
6
Mahrus Surur, Pendidikan Seks pada Anak Usia Dini, (ResearchGate: Desember 2018) hlm 5
(PDF) PENDIDIKAN SEKS PADA ANAK USIA DINI (researchgate.net) diakses pada Kamis, 9
Desember 2021 pukul 16:25 WIB
7
“Perumpamaan orang yang belajar ilmu pada usia kecil bagaikan
mengukir diatas batu dan perumpamaan orang yang belajar ilmu pada usia
dewasa bagaikan menulis diatas air” (HR. Al-Thabaraniy dari Abi al-
Darda).
“Dari Abi Qilabah berkata; memberitakan kepada kami Malik (bin al-
Huwayrits) r.a. berkata: “Kami datang kepada Rasulullah ﷺkami beberapa
pemuda yang sebaya usia dan tinggal bersama Beliau selama dua puluh hari.
Beliau adalah seorang yang penyayang dan pengasih. Ketika Beliau mengira
bahwa kami telah menginginkan bertemu dengan keluarga atau
merindukannya, Beliau bertanya tentang keluarga yang kami tinggalkan, dan
setelah kami beritahu tentang hal itu Beliau bersabda: “Pulanglah kamu
kepada keluargamu tinggallah bersama mereka dan ajarkanlah kepada
mereka shalat serta perintahlah mereka untuk taat - dan Beliau menyebutkan
beberapa hal yang aku hafal atau yang aku tidak hafal-, shalatlah
sebagaimana engkau melihat aku shalat, apabila datang waktu shalat
hendaklah adzan salah satu di antara kamu dan hendaklah menjadi imam
yang tertua di antara kamu.” (HR.Bukhari).
8
Begitulah di antara akhlak Rasullah dengan para sahabat yang akrab dan
simpatik banyak bertanya tentang keadaannya dan keadaan keluarga. Begitu
dekatnya hubungan antara guru dan murid atau antara pimpinan dan yang
dipimpin yang penuh kasih sayang dan kekeluargaan.
Ada beberapa hal yang dipesankan Rasulullah kepada para sahabat yang
telah belajar dengan Beliau, sebagai berikut:
Pulang ke daerah asal adalah merupakan salah satu alternatif dan solusi bagi
mereka yang sudah merindukan keluarga. Beliau mempersilahkan para
sahabat yang telah menyelesaikan belajar kembali ke daerah asal mereka.
Kemudian kalau sudah pulang ke daerah asal, karena mereka sebagai
delegasi maka tidak boleh diam, hendaknya mereka tinggal bersama
keluarga dan masyarakat. Kemudian ajarkan ilmu-ilmu yang telah diperoleh
dari Nabi Muhammad ﷺ.
9
َف َذ ا َح َض َر ِت الَّص َالُة َف ْل ُي َؤ ِّذ ْن َل ُك ْم َأ َح ُد ُك ْم
ِإ
“apabila datang waktu shalat hendakiah adzan salah satu di antara kamu.”
Disini adzan berfungsi sebagai petunjuk waktu shalat telah tiba, di samping
ajakan melaksanakan shalat berjamaah.
َي ُؤ ُّم اْل َق ْو َم َأ ْق َر ُؤ ُه ْم: َق اَل َر ُس وُل ِهللا َص َّل ى ُهللا َع َل ْي ِه َو َس َّل َم: َق اَل، َع ْن َأ ي َم ْس ُع وٍد اَأْل ْن َص ا
ِر ِّي ِب
َف َأ ْق َد ُم ُه ْم، َف ْن َك اُن وا ي الُّس َّن ِة َس َو اًء، َف َأ ْع َل ُم ُه ْم الُّس َّن ِة، َف ْن َك اُن وا ي اْل ِق َر اَء َس َو اًء، ِل ِك َت ا ِهللا
ِف ِإ ِب ِة ِف ِإ ِب
ْل ْج َر َس َو ًء َف َأ ْق َد ُم ُه ْم ًّن َو اَل َي ُؤ َّم َّن َّر ُج ُل َّر ُج َل ُس ْلَط َو اَل ًة َف َك ُن
، اِن ِه ِف ي ال ال ،ِس ا ، ِإ ْن ا وا ِف ي ا ِه ِة ا، ِه ْج َر
اَّل ْذ َل َت ْك
)َي ْق ُع ْد ِف ي َب ْي ِتِه َع ى ِر َم ِتِه ِإ ِبِإ ِنِه (رواه مسلم
7
Abdul Majid Khon, Hadist Tarbawi: Hadist-Hadist Pendidikan, (Jakarta: Kenacana
Prenadamedia Group, 2012), hlm 276.
10
Kewajiban ke luar dari rumah atau merantau dalam mencari ilmu jika di
dalam negerinya tidak ada yang sanggup mengajar atau tidak ada jenjang
yang lebih tinggi atau tidak ada jurusan yang didalaminya, baik yang
berkaitan dengan ilmu fardu ain maupaun fardu kifayah.
Sunnah bertanya bagi seorang pimpinan atau seorang guru kepada anak
buah atau anak didiknya tentang keadaannya dan keadaan keluarganya.
Kasih sayang seorang guru terhadap muridnya sangat diperlukan sekalipun
murid-murid itu sudah berusia remaja. Keharusan pulang kedaerah asal
setelah sukses belajar dalam tugas belajar ke luar daerah.
Abu Kabsyah (Amru) bin Sa’ad al-Anmariy r.a, bahwa ia telah mendengar
Rasulullah ﷺbersabda: “Ada tiga perkara saya bersumpah padanya dan aku
beritakan kepadamu suatu Hadis maka hapalkanlah 1) Tidak berkurang harta
11
seseorang karena bersedekah. 2) Dan tiada seseorang yang di aniaya
kemudian ia tetap sabar, melainkan ditambah kemuliannya oleh Allah SWT. 3)
Dan tiada seseorang yang membuka pintu memintaminta melainkan Allah
membukakan baginya pintu kemiskinan –atau kalimat yang sama-.”
12
Balas kemarahan dengan kesabaran dan balas pengampunan terhadap
kesalahan.
3. Tidak Minta-minta
َف َأ َك ًة َن َأ َل اَّل َف َّل َل اَل َف
ِإ َت َح ال ُه َع ْي ِه َب اَب ْق ٍر ْو ِل َم ْح َو َه ا: َو َت َح َع ْب ٌد َب اَب َم ْس ٍة
13
hartanya batal karena tidak didasari ilmu, tidak takwa kepada Tuhannya dan
tidak digunakan untuk silaturahmi juga untuk mengenal hak Allah di
dalamnya, maka orang ini adalah pada kedudukanyang paling buruk. 4)
Seorang hamba yang tidak diberi rezeki harta dan tidak ilmu, lalu ia berkata
andaikan saya mempunyai harta, niscaya saya akan berbuat sebagaimana apa
yang dilakukan si Fulan, ia pada niatnya, dosa keduanya sama.” (HR. Al-
Turmudzi dan ia berkata Hadis ini Hasan Shahih).
Kemudian Rasulullah ﷺmelanjutkan pesannya dan mengingatkan agar
menjaga pesan-pesan itu, bahwa kesuksesan manusia di dunia ini ada empat
macam:
1. Sukses Harta dan Ilmu
Pada Hadis di atas Rasulullah ﷺbersabda:
َق َّل اًل ْل
َع بٍد َر َز ه ال ه َم ا َو ِع ًم ا
“Seseorang hamba yang diberi rezeki harta dan ilmu oleh Allah.”
Hadis ini menunjukkan bahwa rezeki itu bukan harta saja, tetapi ilmu juga
rezeki, bahkan dalam kamus al-Mu’jam al-Wajiz dijelaskan bahwa segala
sesuatu yang bermanfaat diberikan kepadamu itu adalah rezeki. Harta dan
ilmu digunakan untuk takwa kepada Allah, untuk bersilaturahmi dan
mengenal hak-hak Allah.
2. Sukses Ilmu Saja Tidak Harta
اًل َل ْل َل َأ ْق اًل َف َل َق َّل ْل
و َّن ِل ي َم ا َع ِم ُت ِب َعَم ل: ُه َو َص اِد ُق الِّن َّي ِة َي ُق وُل، َو ْم َي ْر ُز ُه َم ا،َو َع ْب ٍد َر َز ُه ال ه ِع ًم ا
ُف
الٍن،
“Seorang hamba yang diberi ilmu tetapi tidak diberi harta, ia mempunyai
niat yang sungguh-sumgguh berkata: Andai kata saya diberi harta, pasti
saya akan beramal sebagaimana si Fulan.”
Tingkat kedua ini seseorang hanya sukses dalam bidang ilmu, ia diberi
rezeki ilmu yang banyak oleh Allah SWT tetapi tidak diberi harta kekayaan
yang melimpah, hartanya cukup sederhana saja. Kelompok kedua ini dinilai
masih baik, karena bagaimanapun keadaannya seorang berilmu akan selalu
berbuat kebajikan dan yang bermanfaat serta menghindari perbuatan yang
mudarat.
14
3. Sukses Harta Saja Tidak Ilmu
ْق ْل َق َّل اًل َل
َو ْم َي ْر ُز ُه ِع ًم ا، َو َع ْب ٍد َر َز ُه ال ُه َم ا
“Seorang hamba yang diberi kekayaan harta tetapi tidak diberi rezeki
ilmu.”
Orang yang memiliki kekayaan harta saja dan tidak memiliki ilmu sikapnya
amat pelit, terlalu mencintai dunia, gelap hatinya, buta matanya dan tuli
telinganya, yang dipikirkan hanyalah uang dan harta bagaimana menumpuk
harta. Andai kata orang kaya yang tak berilmu itu bersedekah amalnya ria
bukan karena rida Allah, batal amalnya tidak diterima oleh Allah dan tidak
ada pahala di sisi-Nya.
4. Tidak Sukses Keduanya
ْل ْق َّل اًل َل
َو َع ْب ٍد ْم َي ْر ُز ُه ال ه َم ا َو ال ِع ًم ا
“Seorang hamba yang tidak diberi rezeki harta dan tidak ilmu.”
Tingkat keempat seseorang tidak diberi sukses harta dan tidak diberi sukses
ilmu. Karena tak berilmu dan tak berharta cita-citanya atau azamnya juga
tidak baik pula. Cita-citanya mengatakan: “andaikan saya mempunyai
harta, niscaya saya akan berbuat sebagaimana apa yang dikatakan si
Fulan”. Ia dinilai pada niatnya itu, karena memiliki niat yang tidak baik
maka dosanya sama dengan yang melakukannya. Tingkatan terakhir ini
tidak seberapa parah bahayanya dibandingkan dengan tingkat ketiga di atas,
sekalipun tidak ada ilmu tetapi juga tidak memiliki sarana prasarana untuk
melakukan kejahatan, oleh karena itu masih terkendali dengan sendirinya.
15
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Hadits yang di riwayatkan oleh Imam Abu Dawud menjelaskan bagaimana
mendidik agama pada anak-anak. Pendidikan agama diberikan kepada anak
sejak kecil, sehingga nanti usia dewasa perintah-perintah agama dapat
dilakukan secara mudah dan ringan. Diantara perintah agama yang
disebutkan dalam hadits ada tiga perintah yaitu perintah melaksanakan
shalat, perintah memberikan hukuman, dan perintah mendidik pendidikan
seks.
2. Sistem pendidikan sudah pernah dilaksanakan masa Rasulullah yaitu
sejumlah orang sahabat dari Bashrah yang dikirim tugas belajar bersama
Rasulullah SAW selama 20 hari. Disitu mereka belajar secara langsung
sunnah-sunnah Rasulullah ﷺ. Setelah tercukupi pembekalan kaderisasi
sunnah dan terasa mereka sudah merindukan keluaraga diperkenankan
pulang ke daerahnya. Tugas mereka setelah pulang ke daerahnya adalah
mengajarkan ilmu yang telah di peroleh dari Nabi, shalat yang benar
sebagaimana Nabi mengajarkan shalat, adzan, shalat berjamaah.
3. Tugas belajar-mengajar:
a. Kewajiban ke luar dari rumah atau merantau dalam mencari ilmu jika
di dalam negerinya tidak ada yang sanggup mengajar atau tidak ada
jenjang yang lebih tinggi atau tidak ada jurusan yang didalaminya,
baik yang berkaitan dengan ilmu fardu ain maupaun fardu kifayah.
16
b. Kasih sayang seorang guru terhadap muridnya sangat diperlukan
sekalipun murid-murid itu sudah berusia remaja.
c. Keharusan pulang kedaerah asal setelah sukses belajar dalam tugas
belajar ke luar daerah.
d. Kewajiban mengajar, amar ma’ruf nahi mungkar dan memimpin
masyarakat setelah pulang dan terjun ke masyarakat terutama dalam
keagamaan.
e. Mendahulukan yang lebih tua usia dalam imam jika sama dalam
pengetahuan atau yang lebih alim jika usianya sama.
4. Ragam kesuksesan tugas belajar dijelaskan secara gamblang dalam Hadist
riwayat at-Turmudzi. Rasulullah ﷺmenyampaikan suatu berita yang
amat penting pada Hadis tersebut. Ada tiga konsep kesuksesan yang
dipesankan Rasul. Tiga konsep itu adalah bersedekah, bersabar, dan
memelihara kehormatan diri tidak minta-minta kepada orang lain.
Rasulullah ﷺmelanjutkan pesannya dan mengingatkan agar menjaga
pesan-pesan itu, bahwa kesuksesan manusia di dunia ini ada empat macam:
a. Sukses Harta dan Ilmu
b. Sukses Ilmu saja tidak Harta
c. Sukses Harta saja, tidak Ilmu
d. Tidak sukses keduanya
B. Saran
Kami sebagai pemakalah menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini
masih jauh dari kata sempurna, untuk itu diperlukan kritik dan saran yang
membangun demi kelancaran proses pembelajaran dimasa yang akan datang.
17
DAFTAR PUSAKA
18