Anda di halaman 1dari 29

SEPSIS & SYOK SEPSIS

KENALI SEPSIS !!!

Menggigil, demam,
nyeri, pucat, warna
berubah, ngantukan,
susah bangun,
bingung, terasa mau
mati, sesak.

 Infeksi : ada mikroorganisme yg multiplikasi dan menyebabkan respon inflamasi pada host yg
seharusnya dlm keadaan normal itu steril.
 Bacteremia : ada bakteri yg “viable” didarah
 SIRS (systemic inflammatory response syndrome) : adanya respon inflamasi sistemik shg trjdi
clinical insult yg berat dan non spesifik, dgn 2/lebih gejala suhu tubuh >38 atau <36, denyut
jantung >90 x/min, respirasi >20 x/min, PCO2 <32mmHg, sel darah putih >12rb atau <4rb atau
<10% bntuk imatur (stab).
 Sepsis : SIRS yg disebabkan infeksi, diagnosis mll suspect atau confirm
 Severe sepsis : sepsis yg diikuti gangguan fungsi organ, hipoperfusi, atau hipotensi. Meliputi
1/lebih organ cardiovascular (hipotensi), renal, respiratory, hepatic, hematology, CNS, dan
asidosis metabolic yg tdk jelas.
 Syok sepsis : sepsis yg disertai hipotensi (sistolik <90 atau penurunan 40 mmHg dri data dasar),
setelah dikasih cairan resusitasi yg adekuat, dan ada tanda” hipoperfusi.
 MODS (multiple organ dysfunction syndrome) : gangguan fungsi organ pada org yg sakit berat,
dmn homeostasis tdk dpt dipertahankan tanpa intervensi.
SIRS bisa trjdi pada surgical, DM, pancreatitis,
trauma, burn. SIRS yg trjdi krn infeksi disebut
sepsis. Sepsis bisa meliputi severe sepsis dan
MOF (multiple organ failure).

 Patofisiologi
o Ada injurytrjdi inflamasi lokalmenyebar ke sistemik tpi terbatasmenyebar ke
sistemik tapi meluastrjdi sepsis/SIRS.
o Injury bisa trjdi krn infeksi/non infeksi. Antigen LPS dri bakteri bisa mengaktifkan
komplemen-fagosit atau monosit-makrofag. Jika yg diaktifkan adalah komplemen-fagosit,
maka timbul reaksi inflamasi rapid. Jika yg diaktifkan adalah monosit-makrofag, maka
sitokin akan dikeluarkan (disebut reaksi inflamasi delay), lalu timbul inflammatory cascade
(mediator/netrofil/endotel/ platelet/fibroblast).

 Tahap-tahap sepsis/SIRS :
o 1 : Ada injurysitokin proinflam keluarmerangsang mediator dan selmelawan
pathogen.
o 2 : sebagian sitokin ke sirkulasimerekrut makrofag & plateletmenstimulasi growth
factortrjdi reaksi inflamasi rapid.
Tahap 2 bersifat fisiologis, dikendalikan oleh sitokin antiinflamasi.
o 3 : clinical insult berat pengendali tubuh tdk normal (homeostasis gagal dan efek sitokin
yg destruksi menyebabkan organ rusak jatuh dri lemak infeksi shg MODS lalu MOFS).
Perubahan yg trjdi : disfungsi endotel (permeabilitas vaskuler meningkat) platelet
sludging (maldistribusi aliran darah, iskemik, injury reperfusi) aktivasi koagulasi
vasodilatasi, transudasi cairan, dan maldistribusi aliran darahSYOK
o 4 : ada kompensasi reaksi antiinflam yg berlebih imunosupresi/imun paralisis/CARS
(compensated anti inflammatory response syndrome).
Tanda” CARS : penurunan HLA-DR <30% dri permukaan monosit penurunan TNFa dan IL6
trjdi anergi mudah terinfeksi.
o 5 : tahap akhir dri MODS trjdi disonansi imun. Penyebab krn inflamasi berlebih dan
depresi imun persisten.
 Severe SEPSIS :
o Kriteria SIRS : demam, takikardi, takipnea, leukositosis/leukopenia.
o Organ Failure bila : respirasi (PaO2:F1O2 <300), cardiovaskuler (SBP <90mmHg setelah IVF),
renal (U/O <30mL/hari), CNS (delirium), metabolic (laktat >4mmol/L atau asidosis metabolic
anion gap).
o Saat sepsis, homeostasis tdk seimbang inflamasi & koagulasi meningkat (mll mediator
proinflam, injury endotel, tissue factor, thrombin) dan fibrinolysis menurun (PAI1 dan TAFIa
meningkat, protein C (penghambat PAI1) menurun).
o Vicious cycle : infeksiinflamasi-koagulasi terus menerus disfungsi endotel iskemik
organ failure death
 Treatment sepsis
o The sepsis six : 3 langkah diagnostic dan 3 langkah terapeutik, yg hrs dikerjakan dlm waktu 1
jam setelah diagnosis awal. Terdiri dri : kasih oksigen laju tinggi ambil kultur darah beri
antibiotic empiris IV ukur laktat serum dan kirim CBC mulai resusitasi cairan IV ukur
output urin dgn akurat.
o Resusitasi awal (6 jam pertama) : mulai resusitasi segera pada pasien hipotensi atau laktat
serumnya meningkat >4mmol/L, dan jgn tunda pemberian ICU.
o Tujuan resusitasi : CVP 8-12mmHg, MAP ≥65mmHg, output urin ≥0.5mL/kg/hri, saturasi O2
di central vana (vena cava superior) ≥70% atau mixed venus ≥65%. Target CVP bisa lebih
tinggi (12-15mmHg) direkomendasikan bila pakai ventilator atau sebelumnya ventricular
menurun. MAP : sistolik+2.diastol /3
o Jika saturasi O2 di vena tetap pertimbangkan pemberian cairan lagi, transfusi packed
RBC (agar hematocrit meningkat ≥30%), dan infus dobutamin max 20 µg/kg/min.
 Diagnosis sepsis
o Lakukan kultur sblm pemberian antibiotic (tdk trlalu menunda pemberian antibiotic). Ambil
2/lebih kultur darah/BC, ambil 1/lebih BC scr perkutan, 1 BC dri tiap akses vaskuler selama
2 hari, dan juga bisa ambil di tempat lain.
o Lalu lakukan imaging utk tau sumber infeksi.
 Antibiotic
o Beri antibiotic IV segera mungkin selama 1 jam setelah diagnosis severe sepsis dan syok
sepsis. Broad spectrum (1/lebih macam) utk bunuh bakteri dgn penetrasi yg bagus dan
diduga sbg sumber. Nilai kembali pemberian antibiotic tiap hari agar mengoptimalkan
efikasi, mencegah resistensi dan toksisitas, dan meminimalkan harga.
o Pertimbangkan terapi kombinasi pada infeksi pseudomonas dan pasien neutropenia. Terapi
kombinasi butuh waktu tdk lebih dri 3-5hari dan de-eskalasi menyebabkan kerentanan.
o Durasi terapi biasanya 7-10hari, tapi bisa lebih lama bila respon lambat, infeksi undrainable,
dan defisiensi imun. Hentikan terapi antimikroba bila penyebabnya non infeksius.
 Sumber infeksi dan control
o Lokasi anatomis yg spesifik dri infeksi hrs ditentukan segera selama 6 jam pertama.
o Evaluasi pasien dri infeksi luka utk mengukur control sumber (abses drainage dan tissue
debridement). Mengukur control sumber dilakukan segera dgn disertai resusitasi awal yg
sukses. Kecuali necrosis pancreatitis krn terinfeksi (biasanya surgical interventionnya telat).
Pilih cara mengukur control sumber dgn maximal efikasi dan minimal gangguan fisiologi.
o Lepas alat akses intravaskuler jika berpotensi infeksius.
 Terapi cairan
o Resusitasi cairan dgn kristaloid / koloid. Target CVP ≥8mmHg (jika pakai ventilator, ≥12).
Tdk pakai RL krn osmositas rendah shg gampang mengisi cairan gampang keluar.
o Gunakan fluid challenge technique jika berhubungan dgn perbaikan hemodinamik. Caranya :
beri 1000mL kristaloid / 300-500mL koloid tiap 30 min.
o Pemberian cairan yg lebih cepat dan lebih banyak dibutuhkan utk sepsis yg disebabkan krn
hipoperfusi jaringan.
o Laju pemberian cairan hrs dikurangi bila cardiac filling pressure meningkat tanpa ada
perbaikan hemodinamik.
 Pemberian vasopressor jika masih hipotensi dan masih pucat
o Utk mempertahankan MAP ≥65mmHg.
o Norepinephrine / dopamine  pilihan utama sbg vasopressor awal.
o Epinephrine / phenylephrine / vasopressin  tdk boleh diberikan sbg vasopressor awal
saat syok sepsis.
o Vasopressin 0.03 unit/min  ditambahkan ke norepinephrine utk mencegah side effect
bila pemakaian norepinephrine sendiri.
o Bisa pakai epinephrine sbg agen alternative pertama saat syok sepsis ketika tekanan darah
kurang respon tdp norepinephrine dan dopamine.
o Jangan gunakan dopamine dosis rendah utk melindungi ginjal.
o Pasien yg butuh vasopressor, masukkan kateter arteri segera mungkin.
 Terapi inotropic
o Gunakan dobutamin utk pasien disfungsi miokardial yg didukung oleh peningkatan cardiac
filling pressure dan rendahnya cardiac output.
o Jangan meningkatkan index cardiac yg telah ditentukan ke level supra-normal.
 Steroid utk severe sepsis + syok sepsis
o Pertimbangkan pemberian hidrokortison IV pada syok sepsis dewasa dgn hipotensi yg
kurang responsive thdp pemberian resusitasi cairan dan vasopressor.
o Tes stimulasi ACTH tdk boleh dilakukan utk mengidentifikasi bagian tubuh dewasa syok
sepsis yg hrs menerima hidrokortison.
o Fludrokortison (50 µg 1x/hari) bisa disbg alternative pengganti dri hidrokortison bagi pasie
yg kurang respon thdp aktivitas mineralokortikoid.
o Terapi steroid dipakai bila vasopressor uda lama tdk dibutuhin.
o Dosis hidrokortison hrs <300mg/hari.
o Jangan kasih kortikosteroid utk menyembuhkan pasien sepsis tapi syoknya uda hilang.
Kecuali utk pasien dgn masalah endokrin atau sudah ada riwayat kortikosteroid yg berhasil.
 Pemberian transfusi darah
o Beri RBC bila Hb turun sampai <7g/dL, dgn target Hb dewasa 7-9g/dL
o Kadar Hb yg lebih besar dibutuhin di kondisi…. Iskemik myocardial, hipoksemia parah,
hemoragik akut, cyanotic heart disease, dan asidosis laktat.
o Jangan pakai eritropoetin utk menyembuhkan sepsis yg berkaitan dgn anemia. Penggunaan
eritropoetin utk alasan tertentu saja.
o Jangan pakai FFP utk meriksa abnormalitas clotting, kecuali ada bleeding atau ada prosedur
invasive yg direncanakan.

o Jangan gunakan terapi anti thrombin.


o Beri platelet bila jumlah <5000/mm3 tanpa memperhatikan bleeding dan bila jumlah 5000-
30.000 dgn resiko bleeding yg signifikan.
o Saat surgery/prosedur invasive dgn butuh jumlah platelet ≥50.000/mm3
 Ventilator saat sepsis dpt menginduksi acute lung injury/ALI/ARDS
o Target volume tidal 6 ml/kg utk pasien ALI/ARDS
o Target awal tekanan plateau batas atas ≤30cm H2O. Pertimbangkan dinding dada utk
menilai tekanan plateau.
o PaCO2 dpt meningkat diatas normal jika dibutuhkan utk meminimalkan tekanan plateau
dan volume tidal.
o Positive end expiratory pressure (PEEP) hrs diatur utk menghindari kolaps paru” yg
ekstensif di akhir ekspirasi.
o Pertimbangkan pakai posisi pronasi pada pasien ARDS yg berpotensi membutuhkan FiO2
atau tekanan plateau, dan pastikan mereka tdk beresiko bila ada perubahan posisi.
o Pertahankan ventilator pada pasien dgn posisi semi-terlentang kecuali ada kontraindikasi.
o Peningkatan target disarankan 30-45 drjt.
o Ventilator non-invasif utk monitoring pasien ALI/ARDS dgn gagal respirasi hipoksemia
mild-moderate. Pasien butuh hemodinamik yg stabil, nyaman, mudah respon (arousable),
bisa melindungi/ membebaskan airway dan diharapkan utk sembuh secepatnya.
o Gunakan protocol weaning atau spontaneous breathing trial (SBT) scr regular utk evaluasi
potensi ketidaklanjutan ventilator.
o Pilihan SBT termasuk dlm dukungan tekanan level rendah dgn tekanan airway positif yg
berlanjut 5cm H2O atau T-piece.
o Sebelum SBT….pasien hrs arousable, hemodinamik stabil tanpa vasopressor, tdk berpotensi
mnjdi kondisi serius, butuh tekanan ekspirasi akhir dan ventilator rendah, butuh FiO2 yg
aman diberi dgn face mask atau nasal canula, jangan pakai kateter arteri pulmonary utk
monitoring rutin pasien ALI/ARDS, gunakan terapi cairan konservatif utk pasien ALI tanpa
hipoperfusi jaringan.
 Kontrol glukosa
o Gunakan insulin IV pada pasien severe sepsis dgn hiperglikemik dan diikuti stabilisasi di ICU.
o Utk mempertahankan kadar glukosa 150mg/dL, gunakan protocol valid utk menyesuaikan
dosis insulin.
o Beri sumber kalori glukosa dan monitor kadarnya setiap 1-2 jam (4 jam bila stabil) pada
pasien yg menerima insulin IV.
o Hati” dgn level glukosa rendah yg diperoleh dri POCT, dmn teknik ini bisa overestimate nilai
glukosa plasma atau darah arteri.
 Renal replacement
o Hemodialysis intermiten & continuous veno-venous hemofiltration (CVVH) dianggap sama.
o CVVH punya manajemen yg lebih mudah utk pasien hemodinamik yg tdk stabil.
 Terapi bikarbonat
o Jangan gunakan terapi bikarbonat utk tujuan memperbaiki hemodinamik atau mengurangi
kebutuhan vasopressor utk pasien dgn hipoperfusi krn asidosis laktat dgn pH ≥7.15
 Deep vein thrombosis (DVT) profilaksis v.femoralis, poplitea, saphena magna
o Gunakan unfractioned HEPARIN (UFH) dosis rendah atau low molecular weight HEPARIN
(LMWH), kecuali ada kontraindikasi.
o Gunakan alat profilaksis mekanik seperti compression stocking atau alat compression
intermittent, ketika kontraindikasi dgn heparin.
o Gunakan terapi kombinasi farmakologi dan mekanik utk pasien resiko tinggi DVT.
o Utk pasien dgn resiko tinggi, lebih baik pakai LMWH drpd UFH.
 Stress ulcer profilaksis
o Pakai H2 blocker atau inhibitor pompa proton.
o Manfaat dri pencegahan pendarahan GI atas hrs dipertimbangin agar tdk terkena
pneumonia krn ventilator
 Pertimbangan utk membatasi terapi suportif
o Diskusi advance care planning antara keluarga dan pasien
o Jabarkan outcome dan ekspekstasi yg realistis.
MALARIA

 Malaria  endemis di Negara tropis dan subtropis (afrika, argentina, jpg, dll)
 Malaria tidak semua menginfeksi, dari 400 yg menggigit yg terkena infeksi cuman 200,
yang kena dalam kondisi klinis biasanya 100an, yg berat hnya 2-6%
Vektor dari malaria  yg
membentuk sudut
(Anopheles)

Siklus : dewasa  ngeluarin telur (di


air, jentik, untuk membedakan
spesies dia dari dasar air bisa keatas)
 Di atas bentuknya datar

Anopheles tidak kuat dalam suhu yg dingin  gaada di tempat dengan suhu rendah. (A.
balabacensis, A. gambiae, A. freeborni, A. staphersi)
 Penyebab malaria (5 jenis plasmodium)
o P. vivax  malaria vivax (demam tiap 3 hari)
o P. Falciparum  demam ga jelas (24-48 jam)
o P. Malariae  malaria quartana (demam tiap 4 hari)
o P. ovale seperti vivax, tapi ringan kadang ga perlu pengobatan
o P. knowlesi  cukup ganas hampir sama klinisnya dgn falciparum (demam tiap
hari), tapi bentukan sprti ovale. Dulu menginfeksi binatang
 Life cycle
o Ketika nyamuk menusuk dalam air liur ada sporozoit  masuk ke dalam tubuh
(darah)  menuju ke hepatosit  membentuk skizon (disebut sebagai siklus exo-
erythrocytic  menyerang hepatosit)
o Ketika matang dia menjadi merozoit
o Ada satu fase dimana ada hypnozoit (hanya di Vivax dan Ovale)  timbul relapse
o Kalo udah matang  merozoit pecah  nyerang ke eritrosit  dalam eritrosit
berkembang dan membentuk siklus erytrocitic (Tropozoit  skizon  merozoit)
dan sebagian membentuk gametosit
o Merozoit matang dan pecah  nyari eritrosit lagi  Limpa bekerja keras karena
eritrosit byk dipecah  menaikkan kapasitas perfusi. Disebut sebagai asexual cycle
o Gametosit (jantan dan betina gaada bedanya)  gamet bisa terhisap bersama
ketika nyamuk menggigit lagi (sexual cycle)
o Ada perkawinan dalam tubuh nyamuk : oocyst  sporozoit  mengendap ke
kelenjar getah bening
Sex & sporogony : di
nyamuk
Skizogony : di liver (exo-
eritrositik)
Merogony : di darah
Gamogony : di darah dan
usus nyamuk.

Selain falciparum  Merozoit menginfeksi 1 eritrosit


Kalo falciparum  lebih dari 1 eritrosit
Kalo vivax  mencari eritrosit yg muda
 Respon imun
o Antigen bermutasi shg susah dibuat vaksin
o Antibodi yg kebentuk  ga cukup untuk mencegah infeksi tapi hanya bisa
mengurangi gejala
o Sel yg tdk berinti (eritrosit) tdk bisa ekspresikan MHC 1 dan 2 jadi ketika dia
keserang  ga diketahui oleh system imun

 Patogenesis
o Muncul gejala yg tergantung pada factor parasite, factor host, dan factor social-
geografi (transmisi malaria)
o Dengan adanya 3 faktor tersebut, bisa timbul malaria dgn manifestasi klinis
asimtomatik  demam  malaria berat  kematian
 Faktor parasit : sering adanya resistensi obat
 Kecepatan multiplikasi  Yg cepat falciparum yg lambat malariae
 Variasi antigen (Pf-EMP1) : plasmodium falciparum E.. membran
protein 1 yg sering menginfeksi
 Faktor host : imunitas : sering terpapar, klinisnya ringan
 Genetik  suku asli papua  ovalocytosis (kelainan di system
hematologi) tapi dia kebal terhadap malaria  gabisa masuk ke
eritrosit dalam bentuk oval
 Faktor transmisi : sering di daerah yg berkembang (susah pengobatan)
 Kemoattractant nyamuk itu keringat manusia  kalo sering
keringetan (merupakan factor budaya-ekonomi)
 Manifestasi klinis
 Benign  uncomplicated malaria
 Severe  dengan komplikasi
o Parasitemia

o IUGR  janin mati karena supply darah turun karena sumbatan yg ada di placenta
o Bisa ke otak  obstruksi  koma (kalo sembuh bisa kembali, beda dengan stroke
yg gabisa kembali)
o Sequestrasi dan sitoadherens  akan menyumbat  iskemi
--RBC sakit dan sehat ngumpul (rosetting), yg sakit ngumpul (clumping). Rosetting
sangat berkorelasi kuat dgn severity.
--P.falciparum hanya terlihat difase awal (brupa cincin) di darah perifer.
--Tropozoit & skizon ngumpul di post-capillary venules dgn menempel di
endothelium.
--Sitoadherens berkorelasi dgn pathogenesis, tapi ketika level sitokin tinggi maka
menginduksi penempelan ke endothelium.
o Periode inkubasi
 Plasmodium falciparum 9 – 14 days
 Plasmodium vivax 12 – 17 days – 12 mo
 Plasmodium ovale 16 – 18 days
 Plasmodium malariae 18 – 40 days
 Plasmodium knowlesi 9 – 12 days
 Tanda dan gejala malaria
o Prodromal  malaise, sakit kepala, nyeri tulang/otot, nyeri punggung, anoreksia,
perut gak enak, diare ringan, merasa dingin di punggung.
o Ringan  dingin/gigil, panas, keringat (trias). Ada pucat & sakit kepala.
o Berat  panas, jaundice, ga sadar/kejang, sesak nafas, tdk kencing / kencing itam.
o Gejala khas  demam periodic (Trias malaria), anemia, splenomegali
 Dingin/mengigil (15-60 menit)
 Panas (1-2 jam)
 Berkeringat
 Setelah itu kayak org sehat lagi, tp bisa gitu lagi tergantung spesies (P. Falci
(12 jam), P. Vivax (36 jam), P. Malariae (72 jam), P. Knowlesi (24 jam))
o Trias malaria : berasal dari  merozoit pecah (menggigil)  merozoit dikejar
dengan antibody (respon inflamasi  panas)  sebagian besar masuk ke eritrosit
baru (antibody mikir merozoitnya sudah habis padahal engga  panasnya turun)
Malaria vivax
o Tertiana, benigna, inkubasi 12-20 hari.
o Sering menimbulkan relapse
o Splenomegali Hacket 4-5 (krn berulang)
o Mortalitas rendah tapi morbiditas tinggi (dgn manifest ringan-berat dan prodromal
ringan)
o Demam ireguler 2-4 hari, di sore hari
o Sering menimbulkan anemia di anak
Malaria malariae
o Malaria quartana, inkubasi 18-40 hari
o Banyak di Amerika latin dan Afrika
o Gejala ringan, herpes labialis, anemia jarang.
o Parasitemia sebelum demam
o Splenomegali sering tp ringan
o Komplikasi jarang, kalau berat bisa nefrotik syndrome
Malaria ovale
o Inkubasi 11-16 hari
o Bentuk dan klinis sama dengan Vivax tapi lebih ringan (puncak panas lebih rendah
dan lama demamnya pendek)  paling ringan
o Bisa laten sampai 4 thn
o Bisa infeksi ganda, tapi plasmodiumnya tdk tampak
o Bisa sembuh spontan tanpa obat
o Jarang menggigil dan jarang splenomegali
Malaria falciparum
o Malaria tropika, inkubasi 9-14 hari.
o Sering menimbulkan komplikasi  malaria berat : ada kejang, serebral, ikterus,
gagal ginjal akut
o Sering timbul gejala prodromal, demam tinggi >40oC.
o Bentuk paling berat  severe anemia, panas ireguler, splenomegaly (muncul cepat
di minggu I & nyeri perabaan), dan parasitemia (tinggi)
Plasmodium knowlesi
o Bentukan sama seperti malaria malariae tapi klinis lebih berat
o Demam tiap hari, diare, nyeri abdomen, hiperparasitemia >250rb/µL
o Komplikasi : ikterik, hipotensi, gagal ginjal, serebral, dan gagal nafas.
o Confirmed diagnosed dgn PCR.
 Tipe infeksi
o Rekrudensi  Falciparum & Malaria  sebelum 28 hari muncul lagi trias malaria
karena resistensi (obat 3 hari bertahan 24 hari). Parasitemia masih ada krn siklus
eritrositik yg bertahan.
o Relapse  Vivax & Ovale  reaktivasi hypnozoit di liver (exoeritrositik)  dri
infeksi lama dgn spesies yg sama
o Rekurensi/reinfeksi sebelum waktu habis terkena lagi oleh spesies lain. Bentukan
exoeritrositik menginfeksi eritrosit.
o Rekrudensi dan rekurensi susah dibedakan
 Severe malaria
o Ditemukan bentukan aseksual di darah + klinis atau lab
o Falciparum, Vivax, Knowlesi  timbul malaria berat (2-6%)  mati (10-50%)

 Faktor predisposisi
o Balita, ibu hamil (sel TH2 nya yg kena), HIV karena sel T terganggu, penduduk
endemis yg luar kota terus balik lagi kedaerahnya, turis dari daerah hiponedemis
o Pada ibu hamil  sequestrasi plasmodium di plasenta  outcomenya IUGR, IUFD,
fetal distress, BBLR, premature labour, malaria kongenital
 Diagnosis
o NO pathognomonic symptoms/signs  demamnya misdiagnos dgn flu.
o Falciparum bisa progresif dan fatal  shg butuh DIAGNOSIS CEPAT ::
 Good history : riwayat pergi ke endemis area selama 3 bln, kenali demam, dan
kenali gejala non-spesific.
 Pemeriksaan fisik : demam, pucat, jaundice, splenomegaly. Hilangkan factor
penyebab yg lain (infeksi virus dan bakteri).
 Diagnosis malaria hrs dicurigai bila ada pasien demam dan setelah pergi dri
endemis area
o METODE DIAGNOSIS LAIN :
 Antigen capture kit, dgn dipstict & finger prict test  rapid test (10-15min),
sensitive dgn penurunan parasitemia
 PCR  beberapa jam, sensitive & spesifik utk plasmodium.
 Fluoresens  sensitive & spesifik kurang, tdk bisa deteksi plasmodium.
 Serologi  mendeteksi antibodi yg melawan plasmodium, bukan utk diagnostic
tapi hanya utk epidemiologic.
o Diagnosis yg dipakai : Klinis + Lab (blood smear tebal tipis, Rapid diagnostic test,
QBC/buffy coat, PCR)
KEMENKES
o Confirmed diagnosed : mikroskop atau RDT/rapid diagnosis test
o Pengobatan harus Artemisin-based combination (ACT) tdk boleh monoterapi,
o Prevensi melalui LLIN, IRS, pake baju dan autan (personal protection)
Alur diagnosis
o Secara klinis & epidemiologis  ada/tdk gejala klinis dan riwayat mengunjungi
daerah endemis.
o GOLD STANDARD  pemeriksaan hapusan darah penderita.
Secara mikroskopis : ada berapa parasite dalam 1mL, kalo berat minimal 50/mil
(parasite density)  spesies diagnosis  monitor respon  lalu evaluasi Rapid
diagnostic test (RDT)
RDT : isinya card/cassette/dipstict, brupa HRP 2, aldolase, pLDH, dll.
o Diagnosis serologis  deteksi Ab plasmodium dan Ag plasmodium serta RBC yg
terinfeksi  lihat reaksi pembentukan kompleks Ag-Ab.
Sensitifitas
o deteksi antibody (most sensitive), PCR, Blood Smear, RDT (deteksi Ag)
 Treatment
o Berdasarkan mikroskopis (hapusan darah)
o Kombinasi terapi
o Radical treatment
o Outcomenya hrs menyembuhkan gejala, parasitological cleareance, dan
menghentikan transmisi.
Parasitological cleareance  harus membunuh gametosit salah satunya adalah
obat malaria + PRIMAQUINE
o Monitoring secara klinis atau parasitological response.
Mekanisme obat anti-malaria :
o Blood schinzontocide : chloroquine, quinine, SP, mepaquine, mefloquine,
halofantrine, artemisin derivative, piperaquine, atovaquone, pironaridine, tetrasiklin,
clindamysin, azitromysin.
o Tissue schinzontocide : proguanil, primaquine, tetrasiklin, azitromisin.
o Sporontocide : SP, primaquine
o Gametocide : quinine (vivax & malariae), primaquine (all species)
Terapi kombinasi :
o Non ACT  tanpa artemisin derivative
o ACT  artemisin combination therapy  kombinasi dri artemisin derivative dgn
obat anti malaria lain (blood schinzontocide) dgn mekanisme & target biokimia yg
berbeda  agar meningkatkan efikasi & mencegah resistansi  LINI PERTAMA utk
MALARIA UNCOMPLICATED. Sediaan sudah fixed dose atau non fixed dose.

Artesunat + Amodiaquine (artesdiaquine/arsuamoon)


o untuk lini pertama falciparum uncomplicated dan infeksi Vivax.
o Non-fixed dose  50 mg artesunate + 200 mg amodiaquine (sediaan)
o Dosis  artesunate 200 mg (4tab)/hari & amodiaquine 600 mg (3tab)/hari selama 3
hari (dewasa).
Artesunat (oral)
o Bntuk metabolit aktifnya dihydroartemisin, Plasma peak 1.5 jam. Half life 45 menit.
o 2mg/kg/12 jam untuk hari I, lalu 2 mg/kg/hari untuk hari II-V
o AE  hipersensitivitas tipe 1, diare, tenesmus, pusing, reticulocytopenia, liver
enzyme meningkat, QT interval lebih lama, neutropenia.
Amodiaquine
o Mekanisme =klorokuin, utk Falciparum yg resisten dgn klorokuin
o Dideteksi di darah sekitar 8 jam, dosis 25-30 mg/kg/3 hari
o Waktu paruh  18 hari
o AE  pruritus, mual, muntah, diare, retinopati, hepatitis, agranulositosis.
Dihydroartemisin
o Bentuk metabolit aktif yg utama dari derivate artemisin
o Tidak larut air, bisa oral dan rectal.
o Oral  plasma peak 2.5 jam, waktu paruh 45 menit
Piperaquine (4-aminoquinolin)
o blood schizontocide utk Falciparum
o Half life lama (2-4 mgg)  dosis berulang bisa multiple plasma peak.
o Ada bentuk fixed-dose dgn dihydroartemisin
o AE  mual, muntah.
TREATMENT MALARIA TANPA KOMPLIKASI
o Uncomplicated malaria : gejalanya umum (demam, menggigil, pusing, diare,
muntah, batuk), signnya (anemia dan thrombocytopenia)
o Prinsip treatment  diagnosis cepat-akurat, nilai sign dri komplikasi /severe (bisa
saat low parasitemia, atau saat parasite hilang dri perifer), gunakan antimalarial
drugs secara tepat, monitor klinis-parasit, obati klinis-parasit, tx tambahan, dan
pencegahan malaria.
 Primary  mengobati infeksi secara cepat, menghambat progresivitas dan
morbiditas karena gagal terapi
 Secondary  menghambat infeksi sebelum kena transmisi, mencegah resisten
antimalarial drugs.
o First line  ACT, Second line  Non ACT
Malaria falciparum
o First line
 Artesunat + amodiakuin + primakuin

 Dihidroartemisin (DH) + piperaquine (P) + primakuin


--Efektif utk Falciparum & Vivax, brupa fixed drug.
--Hanya ada di beberapa Indonesia timur dan Sumatra.
--DH : 2-4mg/kgBB (1tab=40mg), P : 16-32mg/kgBB (1tab=320mg), Primakuin : ¼
- ¾ mg/kgBB

o Second line
 Kina + doksisiklin/tetrasiklin + primakuin

Malaria vivax dan ovale


o First line  artesunate + amodiaquine/ DHP + primakuin
o Second line  Kina + primakuin,
Jika multiresistan kina + doksisiklin/tetrasiklin/clindamisin.

o Jika RELAPSE  ACT 3 hari & primaquine double dose 14 hari

Malaria malariae
o First line  artesunate + amodiakuin/DHP 3 hari
Malaria mix (Falciparum + Vivax)
o ACT 3 hari & primaquine hari 1 0.75mg/kg lalu hari 2-14 0.25mg/kg
Malaria di ibu hamil
o Trimester 1  quinine 10 mg/kgBB/8 jam + clindamycin 10mg/ kgBB/12 jam selama
7 hari
o Trimester 2 & 3  first line (ACT), second line (quinine+clindamycin)
Adjunct Treatment  fever : paracetamol/kompres, anemia : transfusi & beri suplemen
besi/as.folat, rehidrasi : beri extraglucose jika hipoglikemi.

GAGAL TERAPI (WHO, 2003)


Early treatment failure (ETF) :
oParasitemia dgn komplikasi severe malaria hari 123
oParasitemia hari 2 > 0
oParasitemia hari 3 > 25%
oParasitemia hari 3 positif dan suhu axila >37.5oC
Late treatment failure (LTF) :
oLate clinical & parasitological failure (LCF)  parasitemia sama seperti hari 0 pada hari
4-28, komplikasi severe malaria hari 3, suhu axila >37.5oC.
oLate parasitological failure (LPF)  parasitemia sama seperti hari 0 pada hari 7-28, tanpa
ada kenaikan suhu axila (<37.5oC)
ACPR (adequate clinical & parasitological response)
o tdk ada parasit sampai hari ke-28 dan tdk ada ETF/LTF.
Multidrug Resistant Falciparum
oada di asia selatan didalam hutan
orekomendasi untuk profilaksis (doxycyclin) untuk treatment (quinine kombinasi, durasi
terapi diperlama, high dose MQ, artemisin kombinasi)
openting utk mengidentifikasi dan dokumetasi gagal terapi
Manajemen gagal terapi
oGagal terapi selama 14 hari itu gakbiasa  berupa rekrudensi / reinfeksi.
oTx : ACT alternative yg diketahui efektif di wilayah tsb, artesunate/quinine +
tetra/doksi/clindamisin.

TREATMENT MALARIA DENGAN KOMPLIKASI


ARTEMETHER, ARTEMISIN, ARTESUNAN

Dosis artesunat : hari ke 1  jam ke 0, 12,


24. Lalu lanjut 1x/hari sampai 7 hari.

Terapi berdasarkan komplikasi

Treatment untuk severe malaria di ibu hamil


o First line  artesunate IV (khusus utk trimester 2 & 3, tapi 1 juga bisa)
o Second line  quinine infusion (aman untuk semua trimester)
o Setelah membaik, tx parenteral diganti dengan oral
 ACT full dose (DHP, A-L, AS+AQ)  3 hari
 Artesunate/artemether tab + doxyciclin  7 hari
 Quinine tab + doxyciclin  7 hari
 Ibu hamil dan anak”  hindari doxycycline dan gunakan clindamycin
10mg/kgBB 2x/hari

TREATMENT OBAT ANTI MALARIA BARU


Artemisone (derivate semi sintetis dri artemisinin), febrifugine + analog (ekstrak dri dichroa
febrifuge lourl chang san), fosmidomysin (dri Streptomyces lavendulae), naphthyridin.

 Faktor Prognosis
o Kecepatan Diagnosis dan Pengobatan
o Kegagalan Fungsi Organ
o Kepadatan Parasit
Indikator klinis : Prognosis jelek bila Derajad Kesadaran â, AKI + Edema, Asidosis Berat,
Gagal Nafas, Perdarahan, Imun â (Splenectomi, Steroid,dll.)
 Prinsip utama pencegahan malaria
o A-B-C-D
 Be Aware à sadari dan ketahui faktor resiko, masa inkubasi, kemungkinan
onset yang terlambat, dan gejala utama
 Avoid being Bitten by mosquito à Hindari gigitan nyamuk, terutama saat
sore dan malam hari
 Chemoprophylaxis à minum kemoprofilaksis bila perlu
 Immediately seek Diagnosis & treatment à bila timbul demam 1 mgg–3
bln setelah memasuki daerah endemis
 Pencegahan malaria
o Hindari nyamuk  waspada aktivitas sore, AC, jaring, repellant, screen.
o Bunuh nyamuk  fogging, residual spraying, merusak breeding site.
o Bunuh plasmodium  chemoprofilaksis (mencegah penyakit bukan infeksi,
berguna untuk nonimmune traveller, untuk endemis).
 Pertimbangkan status imun, durasi exposure, resistansi, dx-tx
 Klorokuin, doksisiklin, proguanil, klorokuin+proguanil, meflokuin,
atovaquone+proguanil.
 Doksisiklin : Sediaan 100 mg, dosis 1tab/hari, ibu hamil & anak” tdk boleh,
diminum 1-2hari sebelum hingga 4minggu sesudah pulang, tdk diminum >3bulan.
o Personal proteksi  baju, repellant, bed nets, insektisida, screen.
UNIVERSAL PRECAUTION (UP)

 Kewaspadaan universal (UP) : salah satu upaya pengendalian infeksi di RS, upaya pencegahan
dasar atau standar di semua kondisi, dan bagian inti dri teknik isolasi.
 Mengapa UP penting ?
o Kulit dan mukosa yg terpajan darah adalah sumber infeksi potensial. Termasuk skin-piercing
dri objek terkontaminasi, pajanan pada kulit yang tak intact, luka terbuka, goresan, dan
membran mukosa (mulut atau mata).
o Health care procedures sangat bermanfaat untuk mencegah infeksi HIV
o Unsafe injections adalah penyebab tersering infeksi baru.
 Bloodborne pathogen : mikroorganisme penyebab penyakit yg ada di darah, disebarkan mll
kontak dgn darah, disebut juga OPIM (other potensial infectious material), meliputi virus-bakteri-
parasit. Yg sering menginfeksi : hepatitis B, hepatitis C, HIV. Dan ini adalah sumber utama
kecelakaan kerja.
 Cairan tubuh : semua cairan hrs dianggap infeksius.
o Yg berbahaya : darah, semen, sekresi vagina, cairan cerebrospinal, synovial, cairan pleura,
cairan yang ada darahnya, Unidentifiable body fluids, saliva dari dental procedures.
o Yg aman : keringat, urin, muntahan, feses, air mata.
 Cara transmisi : luka tusuk/iris, kontak dgn darah / OPIM (mukosa, kulit yg tdk intak, benda tajam
yg terkontaminasi).
 5 hal UP :
Cuci tangan, APD, pengelolaan alat kesehatan, pengelolaan benda tajam hbs pakai,
pengelolaan limbah & sanitasi ruangan.
 Kewaspadaan berdasarkan transmisi :
o Utk memutuskan mata rantai transmisi mikroba infeksius
o Utk pasien yang diketahui maupun dugaan terinfeksi
o Macam kewaspadaannya : kontak, droplet, airborne, common vehicle, vector.
o 1 infeksi bisa ditransmisi >1 cara.
 Tindakan pencegahan umum  dilakukan kepada semua pasien
o Cuci tangan
o Dekontaminasi peralatan & perlengkapan
o Menggunakan & membuang jarum/alat tajam dgn aman (hindari menutup dgn 2 tangan)
o Pakai APD
o Segera bersihkan percikan darah/cairan tubuh
o Gunakan sistem pembuangan yang aman utk pengumpulan & pembuangan limbah

1. CUCI TANGAN
 Cara pencegahan infeksi paling panting
 Dilakukan sebelum & sesudah melakukan tindakan, walaupun pakai sarung tangan/APD lain.
 Kebijakan cuci tangan :
o Hindari menyentuh permukaan di sekitar pasien
o Bila tangan kotor, cuci tangan dgn sabun + air mengalir + keringkan dgn tisu 1x pakai.
o Bila tangan tdk kotor, dekontaminasi dengan alcohol handrub
o Lepaskan cincin dan perhiasan tangan lain selama bertugas
o Hindari penggunaan HP selama perawatan
o Botol handrub dipasang di setiap tempat tidur/patient area.
o Kapan dilakukan ?
5 moments 
2 sebelum : menyentuh pasien &
melakukan prosedur,
3 setelah : terpajan cairan, menyentuh
pasien, menyentuh lingkungan pasien.

o Apa yg diperlukan ? air mengalir, sabun, handuk, antiseptic alcohol, lap kering/1x pakai.
o Bagaimana prosedurnya ?  10-15 detik (cuci tangan standar), 2-5 min (cuci tangan bedah)

o Alternative cuci tangan biasa : tdk menggantikan cuci tangan bedah, dikerjakan bila tdk bisa
melakukan cuci tangan standar (tdk ada air mengalir). Bahannya 100cc alcohol 70% & 1-2cc
gliserin 10%.

2. APD / ALAT PELINDUNG DIRI


 Peralatan yg diperlukan : sarung tangan, baju pelindung/scort, masker, kacamata, tutup
kepala, sepatu pelindung.
 Kebijakan APD :
Sarung tangan
o Tidak semua kegiatan harus dipakai.
o Pakai bila terkontaminasi darah / cairan tubuh, dan bahan infeksius lain.
o Pakai sesuai ukuran tangan dan jenis tindakan.
o Sarung tangan bersih dipakai utk prosedur medis yang invasif misalnya menusukkan sesuatu
ke pembuluh darah (ex. pasang infuse), menangani bahan bekas pakai, menyentuh
permukaan tercemar
o Sarung tangan rumah tangga dipakai utk petugas kebersihan, petugas laundry, pekarya
serta petugas yang menangani dan membuang limbah medis.
o Pemakaian bedak tidak direkomendasikan.
o Jaga agar kuku selalu pendek agar sarung tangan tdk robek.
o Lepas segera setelah selesai, sebelum menyentuh benda dan permukaan yang tidak
terkontaminasi atau sebelum beralih ke pasien lain. Lalu ganti yg baru  1X PAKAI
o Cuci tangan sebelum pakai dan setelah melepas dgn handrub.
o Pengadaan sesuai rekomendasi Komite PPI berdasarkan spesifikasi yg diusulkan unit kerja.

Kaca mata pelindung (Google)


o Dipakai utk melindungi konjungtiva dan mukosa mata selama melaksanakan prosedur yang
berisiko cipratan/semprotan.
Masker
o Dipakai utk melindungi mukosa hidung dan mulut selama melaksanakan prosedur yang
berisiko cipratan/semprotan.
o Pilih sesuai dgn jenis tindakan. Masker bedah dipakai secara umum oleh petugas RS untuk
mencegah transmisi droplet saat kontak erat (< 1m) dari pasien saat batuk/bersin. Masker
N-95 untuk perawatan pasien flu burung, SARS, TB.
o Dipakai selama tindakan yang ada aerosol walaupun pada pasien yang tidak diduga infeksi.
Gaun
o Gaun (bersih,tidak steril) untuk melindungi kulit, mencegah baju kotor, kulit terkontaminasi
selama prosedur yang memungkinkan terjadinya cipratan/semprotan.
o Pilihlah yang sesuai antara bahan gaun dan jenis tindakan dan perkiraan jumlah cairan.
o Bila gaun tembus cairan, perlu dilapisi apron tahan cairan
o Lepas gaun segera dan cucilah tangan
o Pengadaan sesuai rekomendasi Komite PPI berdasarkan spesifikasi yg diusulkan unit kerja.

 Manfaat APD :
3. LINGKUNGAN YG AMAN & SUPORTIF (PENGELOLAAN ALAT KESEHATAN)
 Langkah mengelola alat kesehatan :
DEKONTAMINASI  PENCUCIAN  STERILISASI  DESINFEKSI TINGKAT TINGGI.
oDekontaminasi : merendam alat habis pakai dgn larutan klorin 0.5% selama 10min, atau usap
dgn kassa larutan klorin 0.5% lalu segera lap, atau usap dgn kassa alcohol 70%.
oPencucian : gunakan detergen (bila boleh), dan pakai sarung tangan.
oSterilisasi : Autoclaf 121 0C / 106 kPa (1atm) 20-30 min, Pemanasan kering 170 0C 60 min,
rendam dalam larutan desinfektan 10-24 jam / gas ETO.
oDesinfeksi tingkat tinggi :
 Kimiawi  Rendam dalam larutan desinfektan 20 min
 Uap  Tutup dalam uap air mendidih selama 20 min
 Rebus  Diamkan mendidih selama 20 min
oPendinginan & penyimpanan : siap dipakai.
 Desinfeksi-sterilisasi : cara desinfeksi/sterlisasi dipilih berdasarkan besar resiko, pakai sarung
tangan rumah tangga, alat hrs dilepas/diurai sblm dicuci.
 Pemilihan cara

 Desinfektan
 Antiseptic

 Tips mengelola
o Alat yang terbungkus bungkusan steril dapat disimpan sampai 1 minggu bila tetap kering
o Alat yang tidak terbungkus harus disimpan dalam tempat (tromol) steril
o Alat yang diolah dengan desinfektan tingkat tinggi disimpan dalam wadah yang tertutup
yang tidak mudah terbuka / segera dipakai
4. PENGELOLAAN BENDA TAJAM HABIS PAKAI
Sharp precaution :
 Hanya menggunakan alat semprot dan alat suntik 1 kali
 Menghindari penutupan ulang, membengkokkan, atau mematahkan jarum
 Gunakan wadah anti bocor/wadah tahan tusukan untuk pembuangan
 Bubuhkan tulisan pada wadah--“TAJAM”
 Dilarang menyerahkan alat tajam secara langsung
 Dilarang menutup jarum suntik kecuali dengan 1 tangan
 Jangan mengisi terlalu penuh atau menggunakan kembali wadah alat tajam
 Buang ke dalam tas plastik warna kuning bertuliskan sampah medis menular, kirim ke IPAL

Evaluasi perilaku & pengelolaan benda tajam


o Bila banyak kecelakaan, cek perilaku atau ganti alat.
o Kurangi jahitan, ganti dgn plester
o Suntikan hanya terbatas bila diperlukan saja.
5. PENGELOLAAN LIMBAH & SANITASI RUANGAN
Meliputi : Limbah Cair, Sampah Medis, Sampah RT, Insinerasi, Penguburan, Disinfeksi permukaan.
 Limbah cair
o Ex. darah, air kencing, dan cairan tubuh lain.
o Dekontaminasi dgn larutan klorin 0,5%.
o Sebelum membersihkan pakai sarung tangan, scort, & sepatu boot (bila ngepel lantai)
 Sampah medis
o Sisa jaringan, darah, perban, kapas, alat tenun, dan baju pasien yang tidak dipakai lagi.
o Masukkan dalam tas plastik warna kuning, lalu kirim ke IPAL
 Desinfeksi permukaan
o Usap permukaan alat medis, alat tempat tidur, dan semua alat perawatan.
o Menggunakan larutan klorin 0,5%, segera bersihkan dgn lap kering atau pakai alkohol 70%.

PROFILAKSIS PASCA PAJANAN DI RS


 Profilaksis pasca pajanan :
o Kewaspadaan Universal merupakan prioritas utama
o Setiap RS memiliki protokol tatalaksana pasca pajanan / pengobatan
o Selalu melakukan pemantauan dan pencatatan setiap pajanan pada kecelakaan kerja
 Pajanan : kulit, mukosa, kulit yang luka, gigitan berdarah.
Bahan pajanan : darah, cairan bercampur darah, cairan infeksius (semen, cairan vagina,
serebrospinal, sinovial, pleura, peritoneal, perikardial, amnion), virus yang terkonsentrasi
 Tatalaksana pajanan
1  JANGAN PANIK ! selesaikan <4jam.
2  SEGERA :
oLuka tusuk bilas air mengalir dan sabun / antiseptik
oPajanan mukosa mulut  ludahkan dan kumur
oPajanan mukosa mata  irigasi dgn air / garam fisiologis
oPajanan mukosa hidung  hembuskan keluar dan bersihkan dengan air
oJangan dihisap dengan mulut, jangan ditekan
oDisinfeksi luka dan daerah sekitar kulit dengan Betadine (povidone iodine 2.5%) selama 5 min
atau Alcohol 70% selama 3 min.
3  LAPORKAN :
oCatat dan laporkan : Panitia PIN, Panitia K3, Atasan langsung  Agar cepat diberi PPP
oPerlakukan sebagai keadaan darurat  Obat PPP harus diberikan segera mungkin bila
diperlukan (dalam 1-2 jam). PPP >72 jam tidak efektif !
oTetap berikan PPP bila pajanan risiko tinggi meski hingga satu minggu setelahnya (maks)
oPantau sesuai dengan protokol pengobatan ART
oHitung sel darah, LFT, kepatuhan, dukungan
4  PERTIMBANGKAN PROFILAKSIS PASCA PAJANAN
oBerdasarkan derajat/kategori pajanan, status infeksi dri sumber, ketersediaan obat PPP
oKonseling
oTindak lanjut dan Evaluasi
 Alur PPP pada pajanan HIV
o Menentukan kategori pajanan (KP)

KP 1 : kulit tdk intak dgn volume sedikit


KP 2 : kulit tdk intak dgn volume banyak, atau pajanan perkutan tapi tdk berat
KP 3 : pajanan perkutan tapi berat.
Tdk perlu PPP : jika sumber pajanan bukan infeksius, atau kulitnya intak.

o Menentukan status HIV sumber pajanan

KS HIV 1 : HIV +, titer rendah


KS HIV 2: HIV +, titer tinggi
KS HIV tdk tau : tdk tau HIV + atau -, dan tdk diketahui sumber pajanan.

o Menentukan pengobatan profilaksis pasca pajanan


Tatalaksana PPP :
 Konseling pra-tes untuk petugas kesehatan yang terpajan
 Lakukan pemeriksaan awal : HIV, Hepatitis B & C, sifilis/malaria.
 Beri konseling untuk tidak menjadi donor darah, harus berperilaku seksual dan suntikan
yang aman sampai hasil diketahui
 Konseling pasca-tes dan berikan hasil tes awal secepat mungkin kepada terpajan
Informasi utk org yg terpajan :
 Resiko transmisi HIV setelah Pajanan Darah = 0.3% jika sumber pasien adalah HIV positif
 Resiko transmisi sesuai dengan jenis kecelakaan
 PPP tergantung pada kegawatan pajanan dan status HIV dari sumber pasien
 PPP tidak 100% efektif
 Minum ARV, dan beri tau efek samping ARV
 Hindari hubungan seks yang tak terlindungi sampai konfirmasi setelah 3 bulan
 Penjelasan yang jelas oleh dokter mengenai resiko dan tindakan yang dapat digunakan
untuk melepaskan stress dan kegelisahan
 Keputusan PPP harus di tangan terpajan
 Tanda tangani formulir penolakan jika Petugas Kesehatan menolak PPP

 PPP utk Hepatitis B


 FOLLOW UP LABORATORIS (bila perlu)

 FOLLOW UP KLINIS
Amati tanda-tanda yang menunjukan serokonversi HIV (dalam 50-70%) dalam waktu 3-6 minggu
o Demam akut
o Limfadenopati yang tersebar
o Erupsi kulit
o Faringitis
o Gejala-gejala flu non-spesifik
o ulkus mulut atau area genital
 CATAT !
o Tanggal dan jam kejadian (pajanan)
o Uraian kejadian lebih rinci
o Sumber pajanan bila diketahui111
o Pengobatan PPP secara rinci bila mendapatkannya
o Tindak lanjut
o Hasil pengobatan
o Simpan semua data pajanan
 INGAT !
o HIV dan infeksi virus lain lebih ditularkan melalui HUBUNGAN SEKSUAL / TRANSFUSI DARAH
o Kemungkinan tertular pada kecelakaan kerja lebih kecil (hanya 0.3% jika sumber +)
 RESIKO KECELAKAAN KERJA
o Risiko penularan HIV setelah tertusuk jarum dari pasien HIV positif  3 : 1000
o Risiko penularan HBV setelah tertusuk jarum dari pasien HBV positif  27-37 : 100
o Volume Percikan Darah terinfeksi HBV yang mampu menularkan HBV  10-8ml
 RESIKO PENULARAN DI SARANA KESEHATAN

 TINDAKAN YG PALING BERESIKO


o Pengambilan darah, penutupan kembali jarum suntik
o Memasukan dan menangani cairan IV, Operasi
o Menangani darah atau cairan tubuh yang terinfeksi di laboratorium
o Membersihkan, menangani dan menghancurkan limbah sampah dan alat-alat medis yang
terkontaminasi
o TERUTAMA DALAM KEADAAN TERBURU-BURU

Anda mungkin juga menyukai