Anda di halaman 1dari 21

JURNALISTIK ISLAMI DI MEDIA MASSA

Oleh:Qudratullah
Jurnalis Tribun Timur Makassar
E-mail:qudratullahrustam@gmail.com

Abstrak
Media massa saat ini menjadi alat komunikasi yang banyak digunakan untuk
berkomunikasi. Hal tersebut dikarenakan perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi yang diikuti dengan perkembangan media massa. Media massa telah
menjadi industri besar di tengah kehidupan masyarakat. Jangkauan pengiriman pesan
dari komunikator kepada komunikan juga sangat luas sehingga penyebaran informasi
juga semakin mudah dan cepat. Media saat ini sering kali digunakan sebagai alat
untuk menyampaikan dakwah dari da‟i kepada mad’u. Dalam dunia jurnalistik, para
jurnalis dianggap tidak hanya sekedar sebagai penyampai informasi tetapi juga
dianggap sebagai penyeru kebajikan. Jurnalis yang idealnya melakukan kegiatan
jurnalistik dapat dikatakan layaknya seorang da’i yang diistilahkan sebagai jurnalistik
dakwah. Jurnalistik dakwah merupakan sebagai suatu proses meliput, mengolah, dan
menyebarluaskan berbagai peristiwa dengan muatan nilai-nilai kebenaran yang sesuai
dengan ajaran Islam, khususnya yang menyangkut agama dan umat Islam. Jurnalistik
dakwah sering kali diidentikkan dengan dakwah melalui tulisan atau biasa disebut
dakwah kitabah. Dakwah kitabah yaitu proses penyampaian ajaran Islam melalui
bahasa tulisan bisa berupa buku, majalah, jurnal, surat kabar, pamflet, dan brosur
yang berisikan pesan-pesan keislaman. Dakwah tersebutlah yang dilakukan oleh para
jurnalis yang menyebarluaskan pesan dakwah melalui informasi aktual dan kebenaran
melalui tulisannya di media massa.

Kata Kunci: Jurnalistik Islami, dakwah, media massa.

107
Abstract
Mass media is now a communication tool that is widely used to communicate. It
takes place because the development of information and communication technology
is growing up with the development of mass media. The mass media has become a
major industry in people's lives. The reach of message from communicator to the
communicant is also very broad, so that the dissemination of information is also
getting easier and faster. The media today is often used as a tool to convey da'i from
da'i to mad'u. In the world of journalism, journalists cannot only be a conveyor of
information as well as an advocate of virtue. Journalists who ideally do journalistic
activities can be said as a da'i who is so-called as a journalism da'wah. Journalism
da'wah is a process of covering, processing, and disseminating various events with
content values that are in accordance with Islamic teachings, especially those
concerning religion and Muslims. Journalism da'wah often identifies with da'wah
through writing or commonly called da'wah kitabah. Da'wah Kitabah is the process
of delivering Islamic teachings through written language can be books, magazines,
journals, newspapers, pamphlets, and brochures containing Islamic messages. The
da'wah is done by the journalists who disseminate the message of da'wah through the
actual and secret information through writing in the mass media.

Key words: Islamic journalism, dakwah, mass media

108
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan tehnologi komunikasi massa mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Hal ini dibuktikan mudahnya berhubungan
dengan orang yang berada di negara lain. Jarak yang dulunya terasa amat jauh,
kini sudah terasa amat dekat dengan hadirnya alat telekomunikasi. Berbagai
informasi dan peristiwa yang terjadi di belahan dunia lain dengan mudah dan
cepat diketahui.
Selain informasi dan peristiwa yang cepat, juga masyarakat dengan
mudahnya mendapatkan pilihan informasi. Sekarang ini, banyak pilihan
informasi yang didapatkan seperti informasi dari media massa seperti surat
kabar dan majalah, juga dari media elektronik seperti radio dan telervisi, serta
media online yang memberikan informasi yang beragam dan mendunia secara
cepat dan praktis.
Untuk mendapatkan informasi atau berita, maka ini adalah tugas
seorang wartawan (jurnalis).Kegiatan jurnalistik, telah dicontohkan zaman
dahulu seperti pembukuan Al-qur‟an yang kita kenal dengan mushaf dalam
perspektif jurnalistik, Al-qur‟an adalah karya jurnalistik juga, yakni diformat
dalam buku yang isinya firman-firman Allah swt.demikian pula, termasuk
karya jurnalistik adalah kitab-kitab kumpulan hadis seperti Shahih Bukhari
dan Shahih Muslim, dan sebagainya.
Semua kegiatan ini adalah profesi seorang wartawan (jurnalis). Profesi
sebagai wartawan (jurnalis) dalam masyarakat sangatlah penting, sama
pentingnya dengan peran yang dimainkan oleh para ilmuwan, cendikiawan
dan para ulama. Seorang wartawan harus memberikan informasi yang akurat,
lengkap, jelas, jujur serta aktual, dan juga dapat memberikan prediksi serta
petunjuk ke arah perubahan dan transformasi. Selain itu wartawan pula harus
mempertanggungjawabkan berita yang didapatkannya.

109
Meskipun pekerja jurnalistik memiliki kebebasan, namun tidak dapat
terlepas dari tanggungjawab.Tak sedikit wartawan yang menyalahi aturan
yang melekat dalam peraturang yang diatur dalam Undang-Undang serta
kaidah-kaidah Islam.
Oleh karena itu yang dibutuhkan seorang wartawan adalah
kejujuran.Kejujuran dalam mengumpulkan data, mengola dan menyajikan
berita, sehingga wartawan harus memahami tentang etika dalam
jurnalistik.Seorang wartawan yang melebih-lebihkan sebuah berita dengan
maksud untuk membuat berita itu lebih heboh dan sensasional merupakan
pelanggaran etis.Wartawan yang dengan mudah tergoda untuk memperuncing
fakta-fakta dengan menghilangkan sebahagian berita, menfokuskan suatu
detail yang kecil tetapi menyentil, atau dengan memancing kutipan-kutipan
yang provokatif, yang tujuannya bukanlah untuk mengatakan suatu kebenaran
melainkan untuk menarik perhatian.1Tidak hanya itu, masih banyak lagi etika
yang perlu diketahui dan dijalankan oleh para jurnalis Islami agar sesuai
dengan ajaran Islam.

Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang dibahas sebelumnya, masalah pokok dalam jurnal ini
adalah baagaiaman jurnalistik Islami dalam media massa? Dari masalah
tersebut, lahir sub masalah sebagai berikut: pertama, bagaimana definisi
Jurnalis Islami? Dan bagaimana landasan etika Jurnalis Islami?

110
PEMBAHASAN
Jurnalis Islami
Pengertian Jurnalis Islami
Jurnaslistik berasal dari bahasa Yunani yakni Journal atau Journe yang
berarti catatan harian.2Jurnalistik Islami awalnya identik dengan Dakwah Bil
Qalam yaitu dakwah dengan tulisan, seperti lewat tulisan di media massa cetak
dan buku, mengingat "pengertian konvensional jurnalistik" yang identik dengan
media cetak seperti suratkabar, tabloid, majalah, atau buletin.
Namun, seiring perkembangan media, jurnalistik islami tidak lagi terbatas
di media cetak, tapi juga media elektronik (Radio/Televisi) dan media siber
(cybermedia, media online, media internet). Feature radio atau feature televisi,
misalnya, jika mengandung kebaikan, kebenaran, dan bernilai syi'ar Islam, maka
itu termasuk produk jurnalistik dakwah.
Jurnalistik Islami sebagai suatu proses meliput, mengolah, dan
menyebarluaskan berbagai peristiwa dengan muatan nilai-nilai kebenaran yang
sesuai dengan ajaran Islam, khususnya yang menyangkut agama dan umat Islam.
Jurnalistik islami dapat juga dimaknai sebagai proses pemberitaan atau pelaporan
tentang berbagai hal yang sarat dengan muatan dan sosialisasi nilai- nilai Islam.3
Dapat disimpulkan, jurnalistik islami yaitu proses peliputan dan pelaporan
peristiwa yang mengandung pesan dakwah berupa ajakan ke jalan Allah swt.
Setiap berita, artikel opini, ataupun feature yang mengandung seruan secara
langsung dan tidak langsung, tersurat ataupun tersurat, untuk beriman, berbuat
baik (beramal saleh), dan bertakwa kepada Allah swt masuk dalam kategori
jurnalistik Islami.
Dalam literatur jurnalistik, Islami masuk dalam jenis Crusade Journalism,
yaitu jurnalistik yang memperjuangkan nilai-nilai tertentu, yakni nilai-nilai
Islam.Jurnalistik Islami mengemban misi „amar ma'ruf nahi munkar seperti yang
tertuang dalam QS Ali Imran; 104.Jurnalistik islami juga masuk kategori

111
Jurnalisme Profetik (Jurnalisme Nabawi), yaitu jurnalistik yang mengemban misi
(risalah) kenabian yakni menegakkan tauhid dan syiar Islam. 4

Dasar Jurnalis Islami


Dasar hukum Jurnalistik islami yaitu QS Ali-Imran/104 yang juga menjadi
dasar aktivitas dakwah secara umum:




Terjemahnya:
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari
yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung"5

Kata minkum pada ayat du atas, ada ulama yang memahaminya dalam
arti sebagian, dengan demikian perintah berakwah yang dipesankan oleh ayat
ini tidak tertuju pada semua orang. Bagi yang memahaminya demikian, ayat ini
buat mereka mengandung dua macam perintah, yang pertama kepada selutuh
umat Islam agar membentuk dan menyiapkan satu kelompok khusus yang
bertugas melaksanakan dakwah, sedang perintah yang kedua adalah kepada
kelompok khusus itu untuk melaksanakan dakwah kepada kebajikan dan ma‟ruf
serta mencegah kemungkaran.6
Ada juga ulama yang memfungsikan kata minkum dalam arti penjelasan
sehingga ayat ini merupakan perintah kepada setiap umat muslim untuk
melaksanakan tugas dakwah, masing-masing sesuai kemampuannya. Memang,
jika dakwah yang dimaksud adalah dakwah yang sempurna, tentu saja tidak
semua orang dapat melakukannya. Di sisi lain, kebutuhan masyarakat dewasa
ini menyangkut informasi yang benar di tengah arus informasi, bahkan perang

112
informasi yang demikian pesat dengan sajian nilai-nilai baru yang sering
membingungkan, semua itu menuntut adanya kelompok khusus yang
menangani dakwah dan membendung informasi yang menyesatkan. 7
Menyeru kepada kebaikan (al-khair) dan 'amar ma'ruf nahyi munkar,
berdasarkan ayat tersebut, menjadi visi-misi jurnalistik dakwah.Informasi,
pesan, tulisan, atau berita yang disebarkan dalam konteks jurnalistik dakwah
senantiasa mengacu pada kebaikan dalam perspektif Islam dan bertujuan
menegakkan kebenaran serta mencegah hal-hal munkar (bertentangan dengan
syariat Islam).
Ciri khas jurnalistik Islami adalah menyebarluaskan informasi tentang
perintah dan larangan Allah swt (memberikan message) dan berusaha keras
untuk mempengaruhi khalayak, agar sesuai dengan ajaran Islam.
Jurnalistik Islami tentu saja menghindari gambar-gambar ataupun ungkapan-
ungkapan pornografis, menjauhkan promosi kemaksiatan, atau hal-hal yang
bertentangan dengan syariat Islam, seperti fitnah, pemutarbalikkan fakta, berita
bohong, mendukung kemunkaran, dan sebagainya.Jurnalistik Islami harus
mampu mempengaruhi khalayak agar menjauhi kemaksiatan, perilaku
destruktif, dan menawarkan solusi Islami atas setiap masalah.8
Karena juru dakwah menebarkan kebenaran Ilahi, maka jurnalis Islami
laksana “penyambung lidah” para nabi dan ulama. Karena itu, ia pun dituntut
memiliki sifat-sifat kenabian, seperti Shidiq, Amanah, Tabligh, dan Fathonah.
a. Shidiq artinya benar, yakni menginformasikan yang benar saja dan
membela serta menegakkan kebenaran itu. Standar kebenarannya tentu
saja kesesuaian dengan ajaran Islam (Al-qur‟an dan as-Sunnah). Amanah
artinya terpercaya, dapat dipercaya, karenanya tidak boleh berdusta,
memanipulasi atau mendistorsi fakta, dan sebagainya.
b. Tabligh artinya menyampaikan, yakni menginformasikan kebenaran,
tidak menyembunyikannya. Sedangkan fathonah artinya cerdas dan

113
berwawasan luas. Jurnalis Muslim dituntut mampu menganalisis dan
membaca situasi, termasuk membaca apa yang diperlukan umat.
c. Jurnalis Islami bukan saja para wartawan yang bergama Islam dengan
ajaran agamanya, melainkan juga para cendekiawan Muslim, ulama,
mubalig, dan umat Islam pada umumnya yang cakap menulis di media
massa.9

Landasan Etika Jurnalis Islami


Kode Etik Jurnalistik Indonesia
Kemerdekaan berpendapat, berekspresi dan pers adalah hak asasi manusia
yang dilindungi Pancasaila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia PBB.Kemerdakaan pers adalah sarana
masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi
kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia.10
Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga
menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggungjawab sosial, keberagaman
masyarakat, dan norma-norma agama. Untuk menjamin kemerdekaan pers dan
memenuhi hak public untuk memperoleh informasi yang benar sesuai dengan
Kode Etik Jurnalistik:11

Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat,
berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam
melaksanakan tugas jurnalistik.
Pasal 3

114
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara
berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta
menerapkan asas praduga tak bersalah.

Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban
kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku
kejahatan.
Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang
tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai
ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan
kesepakatan.
Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan
prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras,
warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan
martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan
pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang
keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca,
pendengar, dan atau pemirsa.

115
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Dalam konteks profesi wartawan, maka sebuah tanggungjawab harus


didasarkan atas:
a. Kejujuran
b. Mengabdi untuk kepentingan public
c. Menyampaikan kepada masyarakat apa yang mereka harapkan,
serta mengjindari sesuatu yang tidak perlu
d. Melakukan tugas kewartawanan tanpa mengurangi kepercayaan
masyarakat terhadap profesi jurnalistik
e. Rasa sensitif terhadap tiap-tiap individu yang akan menjadi sumber
berita maupun yang akan kena sasaran berita
f. Melakasanakan fungsi sosial control
g. Hak untuk mrmberitakan, menolak, menjawab untuk menjaga
keselamatan sumber berita.12
Landasan Jurnalis Islami
Dalam ranah praktis, jurnalis juga dituntut memiliki kemampuan teknis
dan etis sebagaimana dituntunkan dalam Al-qur‟an. Hal ini menurut Romli
(2003) tercermin dalam berbagai bentuk ahlakul karimah, antara lain:
1. Menyampaikan informasi dengan benar, juga tidak merekayasa atau
memanipulasi fakta (QS. Al-Hajj/ 30):







116
Terjemahnya:
“Demikianlah (perintah Allah).dan barangsiapa mengagungkan apa-apa
yang terhormat di sisi Allah. Maka itu adalah lebih baik baginya di sisi
Tuhannya.dan Telah dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak,
terkecuali yang diterangkan kepadamu keharamannya, Maka jauhilah
olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan
dusta”13
2. Bijaksana penuh nasihat yang baik, serta argumentasi yang jelas dan
baik pula. Karakter, pola pikir, kadar pemahaman objek pembaca harus
dipahami sehingga berita yang disusun akan mudah dibaca dan dicerna
(QS. An-Nahl: 125):







Terjemahannya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah
dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk”14

Hikmah: ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan
antara yang hak dengan yang bathil.

117
3. Meneliti fakta atau cek-ricek. Untuk mencapai ketepatan data dan fakta
sebagai bahan baku berita yang akan ditulis, jurnalis muslim hendaknya
mengecek dan meneliti kebenaran fakta di lapangan dengan informasi
awal yang ia peroleh agar tidak terjadi ghibah dan fitnah.(QS. al-
Hujurat/6):






Terjemahnya:
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang
fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti
agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu
kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu
menyesal atas perbuatanmu itu”15

4. Tidak mengolok-olok, mencaci-maki, atau melakukan tindakan


penghinaan sehingga menumbuhkan kebencian (QS. Al-Hujarat:
11);








118



Terjemahnya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kelompok
mengolok-olok kaum yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu
lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan
merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu
lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan
jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan.
seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah
iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah
orang-orang yang zalim.”16

Jangan mencela dirimu sendiri maksudnya ialah mencela antara


sesama mukmin karena orang-orang mukmin seperti satu tubuh.
Panggilan yang buruk ialah gelar yang tidak disukai oleh orang yang
digelari, seperti panggilan kepada orang yang sudah beriman, dengan
panggilan seperti: Hai fasik, Hai kafir dan sebagainya.
5. Menghindari prasangkaatau su‟udzon. Dalam pengertian hukum,
jurnalis hendaknya memegang teguh “asas prduga tak bersalah” seperti
yang tertulis pada QS Al-hujurat/12:







119


Terjemahnya:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan
prasangka (kecurigaan), Karena sebagian dari purba-sangka itu
dosa.dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan
janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang
diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang
sudah mati?Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” 17

Kemudian, dari Abu Khurairah ra berkata:


“Rasulullah saw bersabda, jauhilah oleh kalian segala dugaan karena
dugaan itu adalah perkataan yang paling dusta. Dan janganlah kalian
saling mencari-cari cela antara kalian, dan janganlah kalian saling
menyaingi, dan janganlah kalian saling dengki, dan janganlah kalian
saling membenci dan jadilah hamba-hamba Allah swt yang bersudara.
Dan janganlah seseorang dari kalian melamar wanita yang telah dilamar
oleh saudaranya sehingga ia menikahinya atau meninggalkannya” 18

6. Jurnalis Islami sebaiknya tidak menerima suap dalam menjalankan


pekerjaannya, (QS al-Baqarah:188)







120
Terjemahnya:
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang
lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu
membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan
(jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui”19
Selain poin-poin di atas masih, beberapa pedoman akhlak
Qur‟ani yang wajib diperhatikan bagi seorang muslim yang berprofesi
sebagai wartawan atau praktisi media adalah sebagai berikut:
a) Dalam menyampaikan informasi, waratawan muslim hendaknya
melandasi dengan iktikad atau niat yang tinggi untuk senantiasa
melakukan pengecekan kepada pihak-pihak yang bersangkutan
sehingga tidak akan merugikan siapapun.
b) Ketika menyampaikan karyanya, wartawan muslim hendaknya
menggunakan bahasa yang baik dan benar dalam gaya bahasa
yang santun dan bijaksana. Dengan demikian apa yang
disampaikannya akan dapat dimengerti, dirasakan, dan menjadi
hikmat bagi khalayak.
c) Dalam melaksanakan tugas jurnalistik, hendaknya wartawan yang
Islami melaksanakannya secara profesional dalam ikatan kerja
yang produktif, sehingga karyanya akan memiliki hasil yang
optimal dan adil untuk semua pihak sehingga ia akan dipandang
sebagai aset utama perusahaan media.
d) Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, jurnalis Islami hendaknya
menghindarkan sejauh mungkin prasangka maupun pemikiran
negatif sebelum menemukan kenyataan objektif berdasarkan
pertimbangan yang adil dan berimbang dan diputuskan oleh pihak
yang berwenang.

121
e) Dalam kehidupan sehari-hari, jurnalis Islami hendaknya
senantiasa dilandasi etika Islam dan gemar melakukan aktivitas
sosial yang bermanfaat bagi umat. Sudah seharusnya selalu
memperkaya wawasan keislamannya untuk meningkatkan amal
ibadah sehari-hari.
f) Dalam melaksanakan tugasnya, jurnalis Islami hendaknya
menjunjung tinggi asas kejujuran, kedisplinan dan selalu
menghindarkan diri dari hal-hal yang akan merusak
profesionalisme dan nama baik perusahaannya. Komitmen yang
tinggi seyogyanya diberikan pada profesionalisme dan bukan
ikatan primordialisme sempit.
g) Dalam melaksanakan tugasnya, juranalis Islami hendaknya
senantiasa mempererat persaudaraan sesama profesi berdasarkan
prinsip ukhuwah Islamiyah tanpa harus meninggalkan asas
kompetisi sehat yang menjadi tututan perusahaan media massa
modern.
h) Dalam melaksanakan tugasnya, jurnalis Islami hendaknya
menyadari betul bahwa akibat dari karyanya akan memiliki
pengaruh yang luas terhadap khalayak. Karena itu, hendaknya
semua kegiatan jurnalistiknya ditujukan untuk tujuan-tujuan yang
konstruktif dalam rangka pendidikan dan penerangan umat.
i) Dalam melaksanakan tugasnya, jurnalis Islami hendaknya
menyadari dengan penuh kesadaran memahami banwa profesinya
merupakan amanat Allah, umat dan perusahaan media. Karena itu
jurnalis Islami hendaknya selalau siap mempertanggungjawabkan
pekerjaannya kepada Allah, umat dan perusahaannya.
j) Dalam melaksanakan tugasnya, jurnalis Islami hendaknya selalu
berkata atau menulis dengan prinsip-prinsip berbahasa yang
diajarkan Al-Quran, yaitu qaulan ma’rufan (pantas), qaulan

122
kariman (mulia), qaulan masyura (mudah dicerna), qaulan
balighan (efektif/mengena), dan qaulan layyinan (lemah
lembut).20
Konsekuensi Hukum hubungan Antara Media dengan Politik
Hubungan antara media dengan politik dapat dilihat sebagai suatu hal
yang sangat menarik, terutama ketergantungan antara sumber berita dengan
pihak yang memberitakan, namun di sisi lain hubungan itu cukup rawan jika
para pekerja media tidak berhati-hati menjalankan tugas kewartawanannya
secara professional, sebab itu bisa menimbulkan delik hokum. Ada beberapa
hokum yang dapat menyeret para pekerja media ke dalam delik hokum antara
lain:
a. Arogansi profesi, terutama para pekerja media yang berusia muda
b. Tidak menjaga privasi orang lain
c. Memandang proesi wartawan sebagai profesi istimewa
d. Melakukan malpraktik jurnalistik
e. SDM yang tidak professional, untuk bisa membedakan mana yang
seharusnya diberitakan dan tidak bisa diberitakan
f. Mengacaukan masyarakat
g. Menabrak rambu-rambu Undang-Undang Pers dan penyiaran serta
etika jurnalistik21

Berikut rambu-rambu hUkum yang dapat menjerat seorang wartawan


penerbit atau stasiun penyiaran menurut Harkristuti Harkrisnowo (Unesco,
2002):22
Jenis Pasal Sanksi Maksimal
Penghinaan 310 dst 9 bulan
Pengaduan fitnah 137 4 tahun
Penghinaan kepada 134, 136 bis, 142, 143 5 tahun

123
Kepala Negara atau
wakil Kepala Negara
Penghinaan terhadap 156 5 tahun
golongan tertentu
Penghinaan terhadap 154 5 tahun
pemerintah
Penghinaan terhadap 207 7 tahun
penguasa umu
Penghinaan terhadap 156 a 1 tahun 6 bulan
agama tertentu
Penghasutan 5 tahun
Penawaran kejahatan 161 6 tahun
Pembocoran rahasia 112 4 tahun
Negara
Pembocoran rahasia 32 7 tahun
Pornografi 282 9 bulan
Penyiaran kabar bohong Pasal XIV UU 1/1946 1 tahun 6 bulan
Sumber: Hafied Cangara, Komunikasi Politik dalam Harkristuti Harkrisnowo,
Unesco (2002)

Untuk menjalankan tugas-tugas jurnalistik secara professional dan


terhindar dari rambu-rambu delik aduan maka diperlukan Undang-Undang
Pers dan Kode Etik untuk dijadikan pegangan bagi setiap wartawan.

SIMPULAN
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: pertama,
jurnalistik islami yaitu proses peliputan dan pelaporan peristiwa yang
mengandung pesan dakwah berupa ajakan ke jalan Allah swt. Setiap berita,

124
artikel opini, ataupun feature yang mengandung seruan secara langsung dan
tidak langsung, tersurat ataupun tersurat, untuk beriman, berbuat baik (beramal
saleh), dan bertakwa kepada Allah swt masuk dalam kategori jurnalistik
islami.Kedua, Landasan etika jurnalis Islami: (a) Menyampaikan informasi
dengan benar, juga tidak merekayasa atau memanipulasi fakta (QS. Al-Hajj:
30), (b) Bijaksana penuh nasihat yang baik, serta argumentasi yang jelas dan
baik pula. (QS. An-Nahl: 125), (c) Meneliti fakta atau cek-ricek. Untuk
mencapai ketepatan data dan fakta sebagai bahan baku berita yang akan ditulis,
jurnalis muslim hendaknya mengecek dan meneliti kebenaran fakta di lapangan
dengan informasi awal yang ia peroleh agar tidak terjadi ghibah dan
fitnah.(QS.Al-Hujurat: 6), (d) Tidak mengolok-olok, mencaci-maki, atau
melakukan tindakan penghinaan sehingga menumbuhkan kebencian (QS. Al-
Hujarat: 11), (e) Menghindari prasangkaatau su‟udzon. Dalam pengertian
hukum, jurnalis hendaknya memegang teguh “asas prduga tak bersalah” seperti
yang tertulis pada QS Al-hujurat: 12, (f) Jurnalis Islami sebaiknya tidak
menerima suap dalam menjalankan pekerjaannya, (QS Al-baqarah:188).

1William L. Rivers dan Cleve Mathews, Ethic for The Media diterjemahkan oleh Arwah
Setiawan dan Danan Priyatmokop, ( Jakarta: Gramedia, 1994), h. 60.
2Warner J. Severin dan James W. Tankard, Jr , Teori Komunikasi, Sejarah, Metode dan
Terapan di Dalam Media Massa (Cet. 5; Jakarta: Kencana, 2009), h. 83.
3Asep Syamsul M Romli, Jurnalistik Dakwah: Visi dan Misi Dakwah Bil Qolam, (Bandung:
Rosdakarya, 2003), h. 32.
4Asep Syamsul M Romli, Jurnalistik Dakwah: Visi dan Misi Dakwah Bil Qolam, (Bandung:
Rosdakarya, 2003), h. 33.

125
5Kementerian Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahnya, (Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka

Mandiri, 2016), h. 63.


6Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan, dan Keserasian Al-qur’an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), h. 209.
7Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan, dan Keserasian Al-qur’an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), h. 210.
8Romel, Dasar-Dasar Jurnalistik Dakwah, (Jakarta: Romeltea Media, 2009), h. 47.
9Romel, Dasar-Dasar Jurnalistik Dakwah, (Jakarta: Romeltea Media, 2009), h. 91.
10Persatuan Wartawan Indonesia Sulawesi Selatan, Kode Etik Jurnalistik, (Makassar: PWI
Sulsel, 2006), h. 1.
11Persatuan Wartawan Indonesia Sulawesi Selatan, Kode Etik Jurnalistik, (Makassar: PWI
Sulsel, 2006), h. 2-4.
12Hafied Cangara, Komunikasi Politik: Konsep Teori dan Strategi, (Cet. 4; Jakarta: Rajawali

Pers, 2014), h. 85-86.


13Kementerian Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahnya, (Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka

Mandiri, 2016), h. 335.


14Kementerian Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahnya, (Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri, 2016), h. 281.
15Kementerian Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahnya, (Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri, 2016), h. 516.
16Kementerian Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahnya, (Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka

Mandiri, 2016), h. 516.


17Kementerian Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahnya, (Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri, 2016), h. 517.
18Kementerian Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahnya, (Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri, 2016), h. 517.
19Kementerian Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahnya, (Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka

Mandiri, 2016), h. 517.


20Romli, Majalah Al-Islamiyah, (Yogyakarta: Nomor 31 Tahun XIV, 2007), h. 19.
21Hafied Cangara, Komunikasi Politik: Konsep Teori dan Strategi, (Cet. 4; Jakarta: Rajawali
Pers, 2014), h. 118.
22Hafied Cangara, Komunikasi Politik: Konsep Teori dan Strategi, (Cet. 4; Jakarta: Rajawali
Pers, 2014), h. 120.

126
DAFTAR PUSTAKA

Rivers, William L. dan Cleve Mathews.Ethic for The Media diterjemahkan oleh
Arwah Setiawan dan Danan Priyatmokop.Jakarta: Gramedia. 1994.

Severin, Warner J.dan James W. Tankard. Jr.Teori Komunikasi, Sejarah, Metode dan
Terapan di Dalam Media Massa .Cet. 5. Jakarta: Kencana. 2009.

Romli,Asep Syamsul M.Jurnalistik Dakwah: Visi dan Misi Dakwah Bil Qolam.
Bandung: Rosdakarya. 2003.

Kementerian Agama RI. Al-qur’an dan Terjemahnya. Solo: PT. Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri. 2016.

Shihab, Quraish. Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan, dan Keserasian Al-qur’an. Jakarta:
Lentera Hati, 2002.

Romel.Dasar-Dasar Jurnalistik Dakwah.Jakarta: Romeltea Media, 2009.

Persatuan Wartawan Indonesia Sulawesi Selatan.Kode Etik Jurnalistik. Makassar:


PWI Sulsel. 2006.

Cangara, Hafied. Komunikasi Politik: Konsep Teori dan Strategi. Cet. 4. Jakarta:
Rajawali Pers.2014.

Romli.Majalah Al-Islamiyah. Yogyakarta: Nomor 31 Tahun XIV. 2007.

127

Anda mungkin juga menyukai