Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

HISTORIOGRAFI JURNALISTIK

Dosen Pengampu : Muhammad Bisri Mustofa, M.Kom.I

Disusun Oleh :

1. Ahmad Khoerul Huda 1941010639


2. Yunia Ayu Aprilia 1941010608

Jurusan : Komunikasi Penyiaran Islam

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-
Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta
kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat
nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah dari mata kuliah Jurnalistik Islami dengan
judul “ Historiografi Jurnalistik”

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Bandar Lampung, 21 Oktober 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL........................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................4
A. Latar Belakang......................................................................................4
B. Rumusan Masalah.................................................................................6
C. Tujuan Masalah.....................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................7
A. Pengertian Jurnalistik...........................................................................7
B. Sejarah Jurnalistik.................................................................................9
C. Perkembangan Jurnalistik.....................................................................11
BAB III PENUTUP................................................................................................15
A. Kesimpulan.............................................................................................15
DAFTAR PUSAKA.............................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan tehnologi komunikasi massa mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Hal ini dibuktikan mudahnya berhubungan
dengan orang yang berada di negara lain. Jarak yang dulunya terasa amat jauh,
kini sudah terasa amat dekat dengan hadirnya alat telekomunikasi. Berbagai
informasi dan peristiwa yang terjadi di belahan dunia lain dengan mudah dan
cepat diketahui. Selain informasi dan peristiwa yang cepat, juga masyarakat
dengan mudahnya mendapatkan pilihan informasi. Sekarang ini, banyak
pilihan informasi yang didapatkan seperti informasi dari media massa seperti
surat kabar dan majalah, juga dari media elektronik seperti radio dan telervisi,
serta media online yang memberikan informasi yang beragam dan mendunia
secara cepat dan praktis. Untuk mendapatkan informasi atau berita, maka ini
adalah tugas seorang wartawan (jurnalis).Kegiatan jurnalistik, telah
dicontohkan zaman dahulu seperti pembukuan Al-qur‟an yang kita kenal
dengan mushaf dalam perspektif jurnalistik, Al-qur‟an adalah karya jurnalistik
juga, yakni diformat dalam buku yang isinya firman-firman Allah
swt.demikian pula, termasuk karya jurnalistik adalah kitab-kitab kumpulan
hadis seperti Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, dan sebagainya. Semua
kegiatan ini adalah profesi seorang wartawan (jurnalis). Profesi sebagai
wartawan (jurnalis) dalam masyarakat sangatlah penting, sama pentingnya
dengan peran yang dimainkan oleh para ilmuwan, cendikiawan dan para ulama.
Seorang wartawan harus memberikan informasi yang akurat, lengkap, jelas,
jujur serta aktual, dan juga dapat memberikan prediksi serta petunjuk ke arah
perubahan dan transformasi. Selain itu wartawan pula harus
mempertanggungjawabkan berita yang didapatkannya.

4
Meskipun pekerja jurnalistik memiliki kebebasan, namun tidak dapat
terlepas dari tanggungjawab.Tak sedikit wartawan yang menyalahi aturan yang
melekat dalam peraturang yang diatur dalam Undang-Undang serta kaidah-
kaidah Islam. Oleh karena itu yang dibutuhkan seorang wartawan adalah
kejujuran.Kejujuran dalam mengumpulkan data, mengola dan menyajikan
berita, sehingga wartawan harus memahami tentang etika dalam
jurnalistik.Seorang wartawan yang melebih-lebihkan sebuah berita dengan
maksud untuk membuat berita itu lebih heboh dan sensasional merupakan
pelanggaran etis.Wartawan yang dengan mudah tergoda untuk memperuncing
fakta-fakta dengan menghilangkan sebahagian berita, menfokuskan suatu detail
yang kecil tetapi menyentil, atau dengan memancing kutipan-kutipan yang
provokatif, yang tujuannya bukanlah untuk mengatakan suatu kebenaran
melainkan untuk menarik perhatian. Tidak hanya itu, masih banyak lagi etika
yang perlu diketahui dan dijalankan oleh para jurnalis Islami agar sesuai
dengan ajaran Islam.
Jurnalistik tidak hanya sebatas melalui media cetak seperti surat kabar,
majalah, dsb. Namun meluas menjadi media elektronik seperti radio atau
televisi. Berdasarkan media yang digunakan meliputi jurnalistik cetak (print
journalism), elektronik (electronic journalism). Akhir-akhir ini juga telah
berkembang jurnalistik secara tersambung (online journalism).
Setiap bentuk jurnalistik memiliki ciri dan kekhasannya masing-
masing.  Ciri dan kekhasannya itu antara lain terletak pada aspek filosofi
penerbitan, dinamika teknis persiapan dan pengelolaan, serta asumsi dampak
yang ditimbulkan terhadap khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa.  Bab
ini membahas beberapa aspek pokok yang berkaitan dengan jurnalistik yakni
pengertian jurnalistik, sejarah jurnalistik, dan sekilas perkembangan jurnalistik.

5
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Jurnalistik?
2. Bagaimana Sejarah Jurnalistik?
3. Bagaimana Perkembangan Jurnalistik?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui Apa itu Jurnalistik.
2. Mengetahui Sejarah Jurnalistik.
3. Mengetahui Perkembangan Jurnalistik.

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Jurnalistik
Secara etimologis, jurnalistik berasal dari kata journ. Dalam bahasa
Perancis, journ berarti catatan atau laporan harian. Secara sederhana jurnalistik
diartikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan atau pelaporan
setiap hari. Jurnalistik bukanlah pers, bukan pula massa. Jurnalistik adalah
kegiatan yang memungkinkan pers atau media massa bekerja dan diakui
eksistensinya dengan baik (Haris Sumadiria, 2008). Sedangakan dalam kamus
jurnalistik diartikan sebagai kegiatan untuk menyiapkan, mengedit, dan
menulis untuk surat kabar, majalah, atau berkala lainnya (Assegaff, 1983:9).
Menurut Ensiklopedi Indonesia, jurnalistik adalah bidang profesi yang
mengusahakan penyajian informasi tentang kejadian dan atau kehidupan
sehari-hari (pada hakikatnya dalam bentuk penerangan, penafsiran, dan
pengkajian) secara berkala, dengan menggunakan sarana-sarana penerbitan
yang ada (Suhandang, 2004:22).

Menurut para ahli, jurnalistik adalah sbb:

1. Menurut F. Fraser Bond dalam An Introduction to Journalism


(1961 :1) menulis: jurnalistik adalah segala bentuk yang membuat
berita dan ulasan mengenai berita sampai pada kelompok
pemerhati.
2. Roland E. Wolseley dalam Understanding Magazines (1969:3)
menyebutkan, jurnalistik adalah pengumulan, penulisan, 11
penafsiran, pemrosesan, dan penyebaran informasi umum,
pendapat pemerhati, hiburan umum secara sistematik dan dapat
dipercaya untuk diterbitkan pada surat kabar, majalah, dan
disiarkan di stasiun siaran (Mappatoto, 1993:69-70).
3. Adinegoro menegaskan, jurnalistik adalah semacam kepandaian
mengarang yang pokoknya memberi pekabaran pada masyarakat
dengan selekas-lekasnya agar tersiar seluas-luasnya (Amar,
1984:30).

7
4. Erik Hodgind, Redaktur Majalah Time, menyatakan, jurnalistik
adalah pengiriman informasi dari sini ke sana dengan benar,
seksama, dan cepat, dalam rangka membela kebenaran dan
keadilan berpikir yang selalu dapat dibuktikan (Suhandang,
2004:23).
5. Kustadi Suhandang menyebutkan, jurnalistik adalah seni dan atau
keterampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun, dan
menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi sehari-hari secara
indah, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani
khalayaknya (Suhandang, 2004:23).

Dari situ kita bisa mengambil definisi dari jurnalistik secara umum. Jadi,
jurnalistik adalah kegiatan menyiapkan, mencari, mengumpulkan, mengolah,
menyajikan, dan menyebarkan berita melalui media berkala kepada khalayak
seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya.

Sedangkan Jurnalistik Islami awalnya identik dengan Dakwah Bil Qalam


yaitu dakwah dengan tulisan, seperti lewat tulisan di media massa cetak dan
buku, mengingat "pengertian konvensional jurnalistik" yang identik dengan
media cetak seperti surat kabar, tabloid, majalah, atau buletin. Namun, seiring
perkembangan media, jurnalistik islami tidak lagi terbatas di media cetak, tapi
juga media elektronik (Radio/Televisi) dan media siber (cybermedia, media
online, media internet). Feature radio atau feature televisi, misalnya, jika
mengandung kebaikan, kebenaran, dan bernilai syi'ar Islam, maka itu termasuk
produk jurnalistik dakwah. Jurnalistik Islami sebagai suatu proses meliput,
mengolah, dan menyebarluaskan berbagai peristiwa dengan muatan nilai-nilai
kebenaran yang sesuai dengan ajaran Islam, khususnya yang menyangkut
agama dan umat Islam. Jurnalistik islami dapat juga dimaknai sebagai proses
pemberitaan atau pelaporan tentang berbagai hal yang sarat dengan muatan dan
sosialisasi nilai- nilai Islam. Dapat disimpulkan, jurnalistik islami yaitu proses
peliputan dan pelaporan peristiwa yang mengandung pesan dakwah berupa
ajakan ke jalan Allah swt. Setiap berita, artikel opini, ataupun feature yang

8
mengandung seruan secara langsung dan tidak langsung, tersurat ataupun
tersurat, untuk beriman, berbuat baik (beramal saleh), dan bertakwa kepada
Allah swt masuk dalam kategori jurnalistik Islami. Dalam literatur jurnalistik,
Islami masuk dalam jenis Crusade Journalism, yaitu jurnalistik yang
memperjuangkan nilai-nilai tertentu, yakni nilai-nilai Islam.Jurnalistik Islami
mengemban misi amar ma'ruf nahi munkar seperti yang tertuang dalam QS Ali
Imran; 104.

B. Sejarah Jurnalistik

Berbagai literatur tentang sejarah jurnalistik senantiasa merujuk pada


“Acta Diurna” pada zaman Romawi Kuno masa pemerintahan kaisar Julius
Caesar (100-44 SM). “Acta Diurna”, yakni papan pengumuman (sejenis
majalah dinding atau papan informasi sekarang), diyakini sebagai produk
jurnalistik pertama; pers, media massa, atau surat kabar harian pertama di
dunia. Julius Caesar pun disebut sebagai “Bapak Pers Dunia”.

Sebenarnya, Caesar hanya meneruskan dan mengembangkan tradisi yang


muncul pada permulaan berdirinya kerajaan Romawi. Saat itu, atas perintah
Raja Imam Agung, segala kejadian penting dicatat pada “Annals”, yakni papan
tulis yang digantungkan di serambi rumah. Catatan pada papan tulis itu
merupakan pemberitahuan bagi setiap orang yang lewat dan memerlukannya.

Saat berkuasa, Julius Caesar memerintahkan agar hasil sidang dan


kegiatan para anggota senat setiap hari diumumkan pada “Acta Diurna”.
Demikian pula berita tentang kejadian sehari-hari, peraturan-peraturan penting,
serta apa yang perlu disampaikan dan diketahui rakyatnya. Papan pengumuman
itu ditempelkan atau dipasang di pusat kota yang disebut “Forum Romanum”
(Stadion Romawi) untuk diketahui oleh umum.

9
Berita di “Acta Diurna” kemudian disebarluaskan. Saat itulah muncul para
“Diurnarii”, yakni orang-orang yang bekerja membuat catatan-catatan tentang
hasil rapat senat dari papan “Acta Diurna” itu setiap hari, untuk para tuan tanah
dan para hartawan. Dari kata “Acta Diurna” inilah secara harfiah kata
jurnalistik berasal yakni kata “Diurnal” dalam Bahasa Latin berarti “harian”
atau “setiap hari.” Diadopsi ke dalam bahasa Prancis menjadi “Du Jour” dan
bahasa Inggris “Journal” yang berarti “hari”, “catatan harian”, atau “laporan”.
Dari kata “Diurnarii” muncul kata “Diurnalis” dan “Journalist” (wartawan).

Dalam sejarah Islam, cikal bakal jurnalistik yang pertama kali di dunia
adalah pada zaman Nabi Nuh. Saat banjir besar melanda kaumnya, Nabi Nuh
berada di dalam kapal beserta sanak keluarga, para pengikut yang saleh, dan
segala macam hewan. Untuk mengetahui apakah air bah sudah surut, Nabi Nuh
mengutus seekor burung dara ke luar kapal untuk memantau keadaan air dan
kemungkinan adanya makanan. Sang burung dara hanya melihat daun dan
ranting pohon zaitun yang tampak muncul ke permukaan air. Ranting itu pun
dipatuk dan dibawanya pulang ke kapal. Nabi Nuh pun berkesimpulan air bah
sudah mulai surut. Kabar itu pun disampaikan kepada seluruh penumpang
kapal.

Atas dasar fakta tersebut, Nabi Nuh dianggap sebagai pencari berita dan
penyiar kabar (wartawan) pertama kali di dunia. Kapal Nabi Nuh pun disebut
sebagai kantor berita pertama di dunia.

10
C. Perkembangan Jurnalistik
Kegiatan penyebaran informasi melalui tulis-menulis makin meluas pada
masa peradaban Mesir, ketika masyarakatnya menemukan tehnik pembuatan
kertas dari serat tumbuhan yang bernama “Phapyrus”. Pada abad 8 M.,
tepatnya tahun 911 M, di Cina muncul surat kabar cetak pertama dengan nama
“King Pau” atau Tching-pao, artinya "Kabar dari Istana". Tahun 1351 M,
Kaisar Quang Soo mengedarkan surat kabar itu secara teratur seminggu sekali.

Penyebaran informasi tertulis maju sangat pesat sejak mesin cetak


ditemukan oleh Johan Guttenberg pada 1450. Koran cetakan yang berbentuk
seperti sekarang ini muncul pertama kalinya pada 1457 di Nurenberg, Jerman.
Salah satu peristiwa besar yang pertama kali diberitakan secara luas di surat
kabar adalah pengumuman hasil ekspedisi Christoper Columbus ke Benua
Amerika pada 1493. Pelopor surat kabar sebagai media berita pertama yang
bernama “Gazetta” lahir di Venesia, Italia, tahun 1536 M. Saat itu Republik
Venesia sedang perang melawan Sultan Sulaiman. Pada awalnya surat kabar
ini ditulis tangan dan para pedagang penukar uang di Rialto menulisnya dan
menjualnya dengan murah, tapi kemudian surat kabar ini dicetak.

Surat kabar cetak yang pertama kali terbit teratur setiap hari adalah Oxford
Gazzete di Inggris tahun 1665 M. Surat kabar ini kemudian berganti nama
menjadi London Gazzette dan ketika Henry Muddiman menjadi editornya
untuk pertama sekali dia telah menggunakan istilah “Newspaper”. Di Amerika
Serikat ilmu persurat kabaran mulai berkembang sejak tahun 1690 M dengan
istilah “Journalism”. Saat itu terbit surat kabar dalam bentuk yang modern,
Publick Occurences Both Foreign and Domestick, di Boston yang dimotori
oleh Benjamin Harris.

Pada Abad ke-17, di Inggris kaum bangsawan umumnya memiliki penulis-


penulis yang membuat berita untuk kepentingan sang bangsawan. Para penulis
itu membutuhkan suplai berita. Organisasi pemasok berita (sindikat wartawan
atau penulis) bermunculan bersama maraknya jumlah koran yang diterbitkan.

11
Pada abad ke-17 pula, John Milton memimpin perjuangan kebebasan
menyatakan pendapat di Inggris yang terkenal dengan Areopagitica, A Defence
of Unlicenced Printing. Sejak saat itu jurnalistik bukan saja menyiarkan berita
(to inform), tetapi juga mempengaruhi pemerintah dan masyarakat (to
influence). Di Universitas Bazel, Swiss jurnalistik untuk pertama kali dikaji
secara akademis oleh Karl Bucher (1847 – 1930) dan Max Weber (1864 –
1920) dengan nama Zeitungskunde tahun 1884 M. Sedangkan di Amerika
mulai dibuka School of Journalism di Columbia University pada tahun 1912
M/1913 M dengan penggagasnya bernama Joseph Pulitzer (1847 - 1911).

Pada Abad ke-18, jurnalisme lebih merupakan bisnis dan alat politik
ketimbang sebuah profesi. Komentar-komentar tentang politik, misalnya, sudah
bermunculan pada masa ini. Demikian pula ketrampilan desain/perwajahan
mulai berkembang dengan kian majunya teknik percetakan. Pada abad ini juga
perkembangan jurnalisme mulai diwarnai perjuangan panjang kebebasan pers
antara wartawan dan penguasa. Perceraian antara jurnalisme dan politik terjadi
pada sekitar 1825-an, sehingga wajah jurnalisme sendiri menjadi lebih jelas:
independen dan berwibawa. Sejumlah jurnalis yang muncul pada abad itu
bahkan lebih berpengaruh ketimbang tokoh-tokoh politik atau pemerintahan.
Jadilah jurnalisme sebagai bentuk profesi yang mandiri dan cabang bisnis baru.

Pada pertengahan 1800-an mulai berkembang organisasi kantor berita


yang berfungsi mengumpulkan berbagai berita dan tulisan untuk
didistribusikan ke berbagai penerbit surat kabar dan majalah. Kantor berita
pelopor yang masih beroperasi hingga kini antara lain Associated Press (AS),
Reuters (Inggris), dan Agence-France Presse (Prancis). Tahun 1800-an juga
ditandai dengan munculnya istilah Yellow Journalism (jurnalisme kuning),
sebuah istilah untuk “pertempuran headline” antara dua koran besar di Kota
New York. Satu dimiliki oleh Joseph Pulitzer dan satu lagi dimiliki oleh
William Randolph Hearst.

12
Ciri khas “jurnalisme kuning” adalah pemberitaannya yang bombastis,
sensasional, dan pemuatan judul utama yang menarik perhatian publik.
Tujuannya hanya satu: meningkatkan penjualan! Namun, jurnalisme kuning
tidak bertahan lama, seiring dengan munculnya kesadaran jurnalisme sebagai
profesi. Sebagai catatan, surat kabar generasi pertama di AS awalnya memang
partisan, serta dengan mudah menyerang politisi dan presiden, tanpa
pemberitaan yang objektif dan berimbang. Namun, para wartawannya
kemudian memiliki kesadaran bahwa berita yang mereka tulis untuk publik
haruslah memiliki pertanggungjawaban sosial.

Kesadaran akan jurnalisme yang profesional mendorong para wartawan


untuk membentuk organisasi profesi mereka sendiri. Organisasi profesi
wartawan pertama kali didirikan di Inggris pada 1883, yang diikuti oleh
wartawan di negara-negara lain pada masa berikutnya.

Sedangkan di Islam Praktik jurnalistik telah dilakukan di masa Nabi Saw,


yakni melalui pencatatan Al-Qur’an di berbagai media seperti kayu, batu,
pelepah kurma, tulang dll. Saat itu, Rasulullah Saw memiliki tim pencatat
wahyu yang salah satunya ialah Zaid bin Tsabit. Praktik jurnalistik Islam terus
berlanjut hingga ke masa khilafah. Pada masa Abu Bakar, Umar, Utsman dan
Ali informasi disampaikan dalam bentuk surat yang dikirimkan oleh seorang
utusan.

Meskipun praktik jurnalistik Islam sudah dilaksakan dari masa Nabi Saw,
namun hingga saat ini belum ada wacana untuk membentuk jurnalistik Islam
yang benar-benar murni tanpa dikaitkan dengan suatu golongan. Meskipun
telah banyak media-media Islam yang muncul, namun semuanya masih terikat
pada partai atau golongan tertentu. Jika kita menapak tilas sejarah tumbuhnya
jurnalistik Islam, yang akan kita dapatkan hanyalah puing-puing tanpa ada
bekas yang dapat dijadikan dasar bagi kelanjutannya. Penyebab utamanya
adalah jurnalistik Islam tidak pernah dijadikan suatu lembaga yang menjadi
tumpuan umat.

13
Namun ada beberapa penerbitan yang ditujukan kepada kaum muslimin,
namun tanpa komitmen demi kepentingan umat Islam atau agama Islam.
Misalnya, Muslim World Review yang diterbitkan oleh seorang Kristen dari
Amerika Serikat, merupakan media tentang masyarakat muslim, namun media
ini sama sekali tidak bisa diklasifikasikan sebagai pers Islam.  Begitu juga
dengan surat kabar Hurriyat di Istambul Turki yang diterbitkan terutama oleh
orang-orang Islam dengan pandangan dunia sekular untuk pembaca yang
sebagian besar orang Islam.
Ada pula bulanan muslim Soviet (sekarang bernama Rusia) yang
diterbitkan oleh dewan agama Islam resmi Tashqand dalam bahasa Arab,
Persia, dan empat bahasa lainnya yang berisi tentang Islam dan dunia Islam
dalam perspektif sosialis merupakan penerbitan Islam, tetapi tidak banyak
analis media atau pers Islam yang bersedia menerima pengakuan tersebut.
Jejak-jejak historis tentang jurnalisme (pers) Islam bisa ditelusuri. Pada
tahun 1978 dalam konferensi Islam Asia di Karachi yang diselenggarakan
oleh Rabithah ‘Alam Islamy diputuskan perlunya mengembangkan koordinasi
di antara wartawan atau jurnalis dan pekerja media muslim untuk mengimbangi
dan menandingi monopoli Barat yang dikontrol kaum Zionis atas media massa
yang bertolak belakang dengan Islam dan dunia Islam. Cakupan yang
dirumuskan oleh konferensi di Karachi itu amat luas.
Rumusan tersebut berarti setiap penerbitan yang dibuat oleh kaum
muslimin yang memiliki komitmen untuk menandingi media Barat yang
dikontrol Zionis dapat diklasifikasikan sebagai media atau pers Islam. Namun,
cakupan tersebut telah dipersempit dan dikhususkan dalam konferensi
internasional pertama wartawan dan pekerja media muslim di Jakarta pada
bulan September 1981.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Berdasarkan hasil
pembahasan dalam makalah, dapat disimpulkan bahwa jurnalistik adalah
kegiatan menyiapkan, mencari, mengumpulkan, mengolah, meyajikan, dan
menyebarkan berita melalui media berkala kepada khalayak seluas-luasnya dan
secepat-cepatnya.

Jurnalistik Islami awalnya identik dengan Dakwah Bil Qalam, seiring


perkembangan media, jurnalistik islami tidak lagi terbatas di media cetak, tapi
juga media elektronik (Radio/Televisi) dan media siber (cybermedia, media
online, media internet) yang mengandung seruan secara langsung dan tidak
langsung, tersurat ataupun tersurat, untuk beriman, berbuat baik (beramal
saleh), dan bertakwa kepada Allah swt masuk dalam kategori jurnalistik islami.

Lalu sejarah jurnalistik sendiri diawali dengan “Acta Diurna”, yakni papan
pengumuman (sejenis majalah dinding atau papan informasi sekarang),
diyakini sebagai produk jurnalistik pertama; pers, media massa, atau surat
kabar harian pertama di dunia. Julius Caesar pun disebut sebagai “Bapak Pers
Dunia”. Lalu dalam sejarah Islam, cikal bakal jurnalistik yang pertama kali di
dunia adalah pada zaman Nabi Nuh.

Lalu kegiatan penyebaran informasi melalui tulis-menulis makin meluas


pada masa peradaban Mesir. Penyebaran informasi tertulis maju sangat pesat
sejak mesin cetak ditemukan oleh Johan Guttenberg pada 1450. Koran cetakan
yang berbentuk seperti sekarang ini muncul pertama kalinya pada 1457 di
Nurenberg, Jerman.

Pada Abad ke-18, jurnalisme lebih merupakan bisnis dan alat politik
ketimbang sebuah profesi. Pada pertengahan 1800-an mulai berkembang
organisasi kantor berita, kantor berita pelopor yang masih beroperasi hingga

15
kini antara lain Associated Press (AS), Reuters (Inggris), dan Agence-France
Presse (Prancis). Sedangkan di Islam Praktik jurnalistik telah dilakukan di
masa Nabi Saw, yakni melalui pencatatan Al-Qur’an di berbagai media seperti
kayu, batu, pelepah kurma, tulang dll.

16
DAFTAR PUSAKA

1. Assegaff. 1982. Jurnalistik Masa Kini Pengantar Ke Praktek


Kewartawanan. Jakarta: Ghalia Indonesia.
2. Kasman, Suf. 2004. Jurnalisme Universal Menelusuri Prinsip-Prinsip
Da’wah Bi Al-Qalam dalam Al-Qur’an. Jakarta: Teraju.
3. http://catatanharianfera.blogspot.com/2018/11/sejarah-jurnalistik-
islam.html
4. https://www.academia.edu/10162827/SEJARAH_JURNALISTIK_DUNI
A

17
PERTANYAAN

1. Tiya Oktafiyani ( 1941010595)


Kenapa jurnalistik Islam itu ada?

2. Lili Septi Finda Sari (1941010640)


Bagaimana etika jurnalis saat ini, apakah masih sesuai?

3. Deby Indah Putri (1941010641)


Apakah influencer dan endorsment termasuk kegiatan jurnalistik?

JAWABAN

1. Ahmad Khoerul Huda (1941010639)


Menelaah dari sejarah jurnalistik yang sangat lama, pada zaman Nabi Nuh
As, kemudian praktik yang dilakukan langsung oleh Nabi Muhammad
Saw, ini menjadi acuan bahwasanya jurnalistik Islam memang ada sudah
dari dulu. Di Indonesia, jurnalis Islam sudah dipraktekkan sejak lama di
tanah air. Dan bahkan lahirnya pers Islam telah mendahului republik ini,
dengan hadirnya hal ini kita tidak bisa mengelak lagi, bertanya lagi,
kenapa kok jurnalostik Islam harus ada.

2. Yunia Ayu Aprilia (1941010608)


Kode etik sampai saat ini masih relevan, hanya saja saat ini banyak
jurnalis yang tidak menerapkannya lagi.

3. Yunia Ayu Aprilia (1941010608)


Influencer dan endorsment itu berbeda dengan jurnalistik, karena
keduanya tidak menerapkan kode etik jurnalistik. Contohnya para
influencer sering memberikan informasi yang tidak benar mengenai suatu
produk dan mendapatkan imbalan terhadap informasi yang telah mereka
sampaikan.

18

Anda mungkin juga menyukai