Anda di halaman 1dari 11

Minat belajar

Abstrak

TAMBAHKAN:

PEMBELAJARAN/METODE PERSONAL MEANING (Pendahuluan dan Hasil pembahasan)

Pendahuluan

Mutu pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah menengah terikat erat dengan efisiensi
pembelajaran interaktif di ruang kelas. Guru serta siswa bisa menaikkan hasrat belajar lewat
interaksi kelas. Guru bisa membiasakan program pembelajaran sesuai dengan kekurangan
pendidikan jasmani yang ada, memicu hasrat siswa terhadap berolahraga, serta mengurangi
ketegangan serta tekanan belajar siswa. Siswa bisa menaikkan semangat serta kreativitasnya
dalam berolahraga, sehingga bisa meningkatkan keahlian berolahraga siswa (C. Chen & Zhou,
2021). Minat didefinisikan sebagai perasaan seorang yang kepedulian ataupun keingintahuannya
secara spesial ikut serta. Minat dalam konteks pembelajaran selaku: keasyikan diri dalam sesuatu
objek serta menyiratkan apa yang menghubungkan 2 hal yang jauh. Ia yakin kalau kebutuhan
siswa untuk melihat/mengalami koneksi sangat berarti buat suara praktek pembelajaran.
Kebutuhan ini melambangkan peranan berarti pembelajaran; bahwa siswa ditantang dalam
daerah yang menyediakan kepiawaian, struktur serta iklim penyelidikan. Karya Dewey disertai
oleh banyak orang yang berfokus pada hasrat serta pentingnya dalam pembelajaran siswa. Minat
bisa dipengaruhi oleh: Pengetahuan sebelumnya, Rasa ingin tahu, Keakraban konten, Disiplin,
Suasana (LI, 2018).
Minat merupakan permasalahan sederhana menggemari satu ataupun sebagian jenis kegiatan
ataupun modul pelajaran, riset tentang minat lebih tepat mendefinisikan minat selaku kondisi
psikologis, dan kecenderungan untuk mengaitkan kembali konten disipliner tertentu dari waktu
ke waktu (lihat Hidi & Renninger, 2006; Renninger & Hidi, 2011).

Masyarakat modern sudah dialihkan dari menghabiskan waktu buat berolahraga serta
rasio bermain games dalam kelompok siswa yakni turun tiap tahun. Selaku siswa ikut serta
dalam bermacam kegiatan semacam menyaksikan Televisi, berselancar di internet, mengobrol di
media sosial, kegiatan mereka dalam berolahraga terus menjadi menurun tiap tahun oleh karena
itu sehingga dibuatlah Teknologi realitas virtual yakni untuk mensimulasikan ruang jaringan
virtual lewat simulasi pc sistem, sehingga pengguna bisa tenggelam dalam virtual area dengan
informasi 3 dimensi, serta setelah itu menyadari interaksi real- time dari banyak indera (Ahamed
& Surputheen, 2019). Teknologi pendidikan timbul yang mempromosikan personalisasi
tingkatan tinggi dari pengalaman belajar. Salah satu tipe personalisasi yakni personalisasi
konteks, di mana instruksi disajikan dalam konteks hasrat individu peserta didik di bidang-
bidang seperti berolahraga, musik, serta video games. (Kandil, 2018). Menghadirkan realitas
virtual teknologi ke dalam pengajaran merupakan kekuatan yang kokoh buat mempromosikan
reformasi pembelajaran modern. Ini kondusif buat memperjelas orientasi serta tren pertumbuhan
pengajaran di masa depan, lanjut mempromosikan desain serta implementasi tautan pengajaran,
membagikan inspirasi untuk yang khusus untuk pengajaran, dan membawa pengalaman belajar
yang baru kepada guru serta siswa. Oleh sebab itu, buat tingkatkan keahlian siswa dalam minat
belajar olahraga selaku titik dini reformasi pengajaran di kelas, sehingga siswa aktif
berpartisipasi dalam pembelajaran olahraga, pendidikan keahlian, jadi buat tingkatkan dampak
pengajaran serta mutu. Itu munculnya teknologi realitas virtual memberikan tata cara berpikir
baru buat reformasi pendidikan, sangat merangsang atensi partisipan didik dalam pembelajaran
olahraga, pendidikan keahlian, jadi untuk meningkatkan efek pengajaran dan kualitas itu maka
muncullah teknologi realitas virtual memberikan cara berpikir baru untuk reformasi pendidikan,
sangat merangsang minat peserta didik dalam pembelajaran olahraga (R. Chen et al., 2019).

Dengan minat, siswa akan bahagia serta merasa tertantang untuk menjajaki pendidikan.
Seorang yang bahagia dengan suatu akan termotivasi untuk melaksanakan aktivitas tersebut
sehingga kalau siswa yang umumnya pasif jadi lebih aktif (Hamzah, 2012). Hasrat belajar sangat
besar pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa. Hasrat belajar siswa ialah aspek utama yang
memastikan derajat keaktifan belajar siswa. Hasrat belajar merupakan kemauan terus- menerus
siswa untuk mencermati serta mengingat aktivitas belajar yang mereka jalani di kelas (Slameto,
2010). Kenikmatan serta kesenangan merupakan alibi utama partisipasi kalangan muda dalam
olahraga, oleh karena itu berolahraga wajib mengasyikkan serta memberikan investasi rekreasi
serta elit (Jakobsson, 2012).

Ada bukti kuat bahwa peserta didik membawa persiapan dan minat yang berbeda

aktivitas mereka yang mereka lakukan menghasilkan variasi dalam:

• motivasi dan keterlibatan mereka,

• merasa bahwa mereka bisa sukses, dan

• jenis dukungan yang dibutuhkan untuk pembelajaran.

Literatur menampilkan jika kawasan belajar sanggup serta idealnya membolehkan pembelajar
dengan bermacam persiapan serta hasrat dan motivasi untuk bekerja dengan konten disiplin dan
juga kalau kawasan belajar bisa dirancang buat membagikan pembelajar tipe dorongan ini. Tidak
hanya itu, tampaknya tingkatan hasrat, motivasi, serta keterlibatan partisipan didik kerapkali
sepadan, maksudnya dengan hasrat yang tumbuh, terdapat kenaikan motivasi serta keterlibatan
yang lebih efektif (Järvelä & Renninger, 2014).

Minat berkaitan erat dengan belajar. Ini membolehkan pengenalan yang benar serta
lengkap dari sesuatu objek, menuju pada pendidikan yang bermakna, mempromosikan
penyimpanan pengetahuan jangka panjang, serta membagikan motivasi buat pendidikan lebih
lanjut (Schiefele & Schiefele, 2011). Minat memainkan peranan berarti dalam proses belajar
mengajar. Siswa dengan tingkatan hasrat yang sangat baik kerap kali bisa memahami modul
yang dipelajari dengan baik. Hasrat memainkan peran bernilai berfungsi dalam proses belajar
mengajar sebab sanggup memusatkan aksi siswa. Mereka lebih cenderung mengambil belajar
mereka dengan sungguh- sungguh, asalkan ia tertarik pada modul pelajaran (Osman & Hamzah,
2020). Seseorang akan berusaha lebih untuk dirinya sendiri ketika orang tersebut memiliki minat
yang tinggi terhadap sesuatu yang ia lakukan, motivasinya akan meningkat untuk menjadi lebih
baik dari orang lain.(Cervelló & Santos-Rosa, 2001)

Minat sebenarnya adalah psikologis yang kompleks

memiliki empat fase perkembangan antara lain: (1) terpicunya minat situasional, (2)
terpeliharanya minat situasional, (3) munculnya minat individu, dan (4) minat individu yang
berkembang baik. Lima faktor minat situasional utama yang relevan dengan lingkungan
Pendidikan Jasmani: (1) permintaan perhatian, (2) tantangan, (3) niat eksplorasi, (4) kenikmatan
instan, dan (5) kebaruan. Misalnya, ketika seorang siswa di Pendidikan Jasmani merasa bahwa
suatu kegiatan menantang atau menuntut perhatian, minat jangka pendek terhadap kegiatan itu
dapat dirangsang.(Garn et al., 2011) Lebih lanjut menunjukkan bahwa tiga jenis minat belajar,
yaitu kesukaan, kenikmatan, dan keterlibatan, berhubungan positif perangkat elektronik (Tsai et
al., 2018).

Diketahui kalau terdapat minimnya lapangan serta perlengkapan berolahraga yang


dibutuhkan diberbagai sekolah, ketidakcukupan perlengkapan berolahraga di sekolah tidak
memungkinkan siswa buat berpartisipasi penuh dalam aktivitas berolahraga. Paling utama sebab
keterbatasan ruang, dimensi sekolah pada biasanya juga tidak begitu besar ini menggambarkan
salah satu yang mempengaruhi hasrat belajar siswa (Xie, 2021). ementara itu berolahraga tidak
hanya mencerminkan adat istiadat yang berlaku di warga itu namun menyokong untuk
mempertahankannya. Berolahraga pula kendaraan utama di mana pemuda disosialisasikan buat
menerima serta menginternalisasi nilai- nilai (Franken et al., 1994). Kekhawatiran tentang
penyusutan serta marginalisasi pembelajaran jasmani di sekolah menyebabkan meningkatkan
intervensi pemerintah di sebagian besar negeri di dunia. Kebijakan buat raga pembelajaran sudah
diintegrasikan ke dalam tujuan sosial pemerintah yang lebih luas yang berpusat tentang
pembelajaran, berolahraga serta kesehatan (Jung et al., 2016).

Berolahraga merupakan salah satu kontributor utama untuk membantu orang menempuh hidup
sehat, dalam perihal kesehatan mental serta raga. Bangsa yang telah mempunyai budaya
berolahraga mempunyai warga yang sehat serta fit, baik jasmani ataupun rohani. Berolahraga
tidak cuma berguna untuk orang- orang dalam perihal mereka kesehatan, namun pula
menanamkan nilai- nilai tertentu semacam kerja regu, kepemimpinan, keyakinan diri, dll., yang
menolong orang dalam pertumbuhan mereka secara totalitas (Nahata & Raizada, 2020). Riset
menampilkan kalau, bersamaan bertambahnya umur orang dewasa, terjadi penyusutan partisipasi
berolahraga serta Riset menampilkan kalau, bersamaan bertambahnya umur orang dewasa,
terjalin penyusutan partisipasi berolahraga serta pola pelepasan dari partisipasi berolahraga,
dalam riset menciptakan ikatan negatif antara umur serta partisipasi dalam berolahraga ataupun
kegiatan raga dalam seluruh kelompok demografis (Battista, 1990).
Dengan mempunyai hasrat berolahraga yang besar seseorang individu bakal mempunyai hasrat
lebih untuk mendalami sesuatu bidang berolahraga yang dia minati. Dengan hasrat yang kokoh
dan motivasi lebih orang tersebut bakal bergairah untuk mendalami berolahraga tersebut guna
menggapai sesuatu hasil ialah memperoleh penghargaan maupun prestasi dibidang berolahraga
tersebut (Wiebe, 2001). Proses dimana orang mempunyai pemahaman untuk jadi seorang yang
lebih bermakna serta bisa memakai fungsi- fungsinya dengan baik, merupakan proses dimana
seseorang orang merasa dirinya mempunyai tujuan hidup, mempunyai arah, rasa mempunyai
kewajiban serta alasan untuk ada, bukti diri yang jelas serta pemahaman sosial yang besar (Reker
& Chamberlain, 2001).

Pemahaman belajar dan kesadaran akan pentingnya pribadi siswa tidak terjadi secara otomatis
dalam proses pendidikan. Selama pelatihan perlu dibentuk keinginan internal siswa untuk
memperoleh pengetahuan, dan metode perolehannya. Makna pribadi belajar pada usia sekolah
yang berbeda berbeda. Dengan demikian, isi dan metode pendidikan harus dianalisis oleh
seorang guru dari sudut pandang korespondensinya dengan makna pribadi siswa belajar pada
usia tertentu. Makna belajar bagi setiap siswa ditentukan oleh sistem cita-citanya, nilai-nilai
yang ia adopsi dari dirinya lingkungan (keluarga, teman, dan teman sekelas). Karena itu,
sebelum pelatihan dimulai, seorang anak mengembangkan konsep kegiatan belajar tertentu.
Namun, di sekolah menengah, makna belajar dapat berubah secara signifikan (Kalatskaya et al.,
2016)

Proses dimana orang mempunyai pemahaman untuk jadi seorang yang lebih bermakna serta bisa
memakai fungsi- fungsinya dengan baik, merupakan proses dimana seseorang orang merasa
dirinya mempunyai tujuan hidup, mempunyai arah, rasa mempunyai kewajiban serta alasan
untuk ada, bukti diri yang jelas serta pemahaman sosial yang besar (Reker & Chamberlain,
2001).

Studi psikologis menunjukkan bahwa ketika menyadari makna belajar, siswa lebih berhasil
dalam kegiatan akademik (persediaan dan kualitas pengetahuan meningkat, cara dan metode
memperoleh pengetahuan ditingkatkan), lebih mudah bagi mereka untuk memahami dan
memahami materi pendidikan, mempelajarinya lebih efektif, berkonsentrasi mereka perhatian,
meningkatkan kinerja mereka. setiap orang memiliki jalan hidupnya sendiri, cerita individunya
sendiri. Adalah mungkin untuk memahami seorang anak melalui pemahaman kisah hidupnya.
Seseorang akan dapat menemukan dirinya sendiri, memperoleh stabilitas dan integritas
spiritualnya, kemandirian dan kebebasannya, jika dalam pencarian ini guru akan dapat
memperkenalkan nilai-nilai yang akan menjadi makna pribadi hidupnya. Nilai-nilai yang
berubah selalu mengarah pada pemikiran kembali proses pendidikan dasar yang menjamin
pelaksanaannya nilai-nilai (Kalatskaya et al., 2016)

Bagi sebagian siswa, makna pendidikan mungkin justru tentang memenuhi tujuan tertentu,
sedangkan bagi yang lain maknanya mungkin tidak ada hubungannya dengan pencapaian tujuan.
Misalnya, beberapa siswa mungkin berpikir tentang pendidikan mereka sebagai jalan menuju
karir yang diinginkan, sementara yang lain mungkin menafsirkan pendidikan terutama sebagai
sumber stres dalam hidup mereka. Seorang individu, misalnya, mungkin melihat pendidikan
terutama sebagai kesempatannya untuk mempersiapkan karir masa depan, tetapi pada tingkat
yang agak lebih rendah sebagai kesempatan untuk mengembangkan kemampuan artistiknya
(Henderson-King & Smith, 2006)

Metode
Desain
Penelitian ini menggunakan desain eksperimen kuasi pretest-post-test nonequivalent dengan
kelompok eksperimen, yang menerima metode personal meaning, dan kelompok kontrol, yang
menerima metode konvensional. Dalam pertimbangan penelitian etis, konten penelitian, desain
kegiatan penelitian, perlindungan privasi dan informasi bagi peserta, dan kebebasan bagi peserta
untuk menarik diri setiap saat diungkapkan. Penelitian dilanjutkan dengan persetujuan dari
semua sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini. Pretest skala likers dilakukan pada
kelompok eksperimen dan kontrol sebelum memulai pelaksanaan penelitian, dan post-test
dengan skala yang sama dilakukan setelah perlakuan selama 16 minggu.

Sampel
Partisipan dalam penelitian ini adalah siswa SMA yang berada di pinggiran kota Padang. Untuk
mengurangi interferensi variabel yang tidak relevan, siswa belum menerima pengajaran metode
personal meaning sebelumnya. Jumlah total peserta adalah 126 partisipan. 63 partisipan berada
di kelompok eksperimen (usia 15-17 tahun) sedangkan kelompok kontrol berjumlah 63 sampel
(usia rata-rata 15-18 tahun). Kelompok eksperimen dan kontrol menjalani pembelajaran PJOK
16 minggu (2 jam per minggu).
Instrument
Minat adalah suatu sikap yang ada pada diri anak yang merupakan sumber motivasi untuk
melakukan sesuatu sesuai dengan keinginannya (Elizabeth B. Hurlock, 1993). Minat merupakam
proses motivasi yang kuat, memberi energi pada pembelajaran, memandu lintasan akademik dan
karier, serta penting untuk kesuksesan akademik. Minat adalah keadaan psikologis perhatian dan
pengaruh terhadap objek atau topik tertentu, dan kecenderungan bertahan untuk terlibat kembali
dari waktu ke waktu (Harackiewicz, J. M., Smith, J. L., & Priniski, S. J. 2016).
Mazer's (2012) mengembangkan sebanyak 16 item Student Interest Scale, terdiri dari dua
dimensi yaitu 1) dimensi minat emosional (9 item) dan 2) dimensi kognitif (tujuh item). Siswa
menanggapi item pernyataan yang sudah dibuat dengan pilihan jawaban skala likert (Azwar,
2012), yaitu Sangat tidak setuju dengan point 1, Kurang setuju dengan point 2, Setuju dengan
point 3, dan Sangat setuju dengan point 4. Koefisien reliabilitas yang dihasilkan dalam uji coba
instrumen Student Interest Scale sebesar 0,95 (M = 31.38, SD = 7.94) untuk dimensi emosional;
0.88 (M = 28.25, SD = 4.77) untuk dimensi kognitif. Namun demikian, untuk kepentingan
penelitian ini, peneliti memodifikasi item-item yang sudah dikembangkan oleh Mazer's (2012)
sesuai dengen tujuan penelitian yang sudah ditentukan. Berikut penyusunan modifikasi item
Student Interest Scale dalam konteks pembelajaran Penjas Tabel dibawah ini. Ini adalah penilaian
laporan diri 16 item untuk mengukur minat dan setiap pertanyaan diberi skor pada skala 1-4.

Prosedur penelitian
Penelitian dilakukan pada mahasiswa yang sedang mengambil matakuliah lompat jauh. Proses
penelitian dilakukan terpisah antara kelompok PMR dan juga AGR. Hal tersebut dilakukan untuk
mengurangi terjadinya kerancuan program dan data dalam penelitian ini. Pelaksanaan penelitian
dilakukan 27 jam kelas lompat jauh selama 9 minggu.
Sebelum pelaksanaan perlakuan program (PMR dan AGR), setiap sampel diberikan kuesioner
awal (mood states). Sebelum pengisian kuesioner (pre test), sampel diminta untuk melakukan
lompatan pada lapangan lompat jauh. Setelah itu, sampel diminta untuk mengisi kuesioner tes
yang telah disediakan. Dalam instruksi pengisian kuesioner, sampel ditekankan untuk
mencurahkan keadaan/suasana hatinya saat melakukan lompat tinggi. Pengisian kuesioner berada
pada ruangan yang memiliki temperatur 25-30oc. Setelah pengisian kuesioner awal selesai,
masing-masing kelompok menjalankan program yang telah diberikan. Latihan setiap sesi
dilakukan 30-60 menit. Setelah program (PMR dan AGR) selesai dijalankan, sampel diarahkan
untuk melakukan latihan lompat tinggi. Latihan dimulai pada tingkat dasar menuju tingkat yang
lebih tinggi. Masing-masing kelompok melakukan rangkain kegiatan tersebut selama 9 kali
pertemuan. Setelah semua program terselesaikan, sampel diminta untuk melakukan pengisian
kuesioner (post test). Kuesioner diberikan kepada kelompok yang sama, tetapi peserta dipisahkan
satu sama lain (PMR dan AGR) untuk menghindari interaksi dan kemungkinan pengaruh satu
sama lain (Hashim et al., 2011).
Teknik Analisis
Data dihitung untuk melihat distribusi nilai pada masing-masing program. Kemudian mencari
nilai minimal, maksimal dan rata-rata. Pada tahap selanjutnya, penghitungan dilakukan untuk
melihat normalitas dan homogenitas dari masing-masing data. Penghitungan akhir akan
mengitung N-Gain Score pada kelompok PMR dan AGR. Penghitungan ini bertujuan untuk
menguji efektifitas penggunaan suatu metode atau perlakuan tertentu dalam penelitian one group
pretest postest design. Uji N-Gain score dilakukan dengan cara menghitung selisih nilai pretest
dan posttest. Dengan mengetahui N-Gain tersebut kita dapat mengetahui apakah penggunaan
atau penerapan suatu metode tertentu dapat dikatakan efektif atau tidak. Dan penghitungan
terakhir pada penelitian ini adalah melakukan Uji Independent Sample t Test dari nilai N-Gain.
Uji Independent Sample t Test digunakan untuk menguji ada atau tidaknya perbedaan rata-rata
nilai (skor) dua kelompok data yang tidak saling berpasangan. Jenis data yang digunakan dalam
uji Uji Independent Sample t Test umumnya berupa data skala interval atau rasio.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Descriptives
Kelas Statistic Std. Error
NGain_Persen Experiment Mean 9.8903 .54349
95% Confidence Interval for Lower Bound 8.8039
Mean Upper Bound 10.9767
5% Trimmed Mean 9.7649
Median 9.4340
Variance 18.609
Std. Deviation 4.31380
Minimum 2.17
Maximum 20.00
Range 17.83
Interquartile Range 6.96
Skewness .423 .302
Kurtosis -.368 .595
Control Mean 10.1448 .53600
95% Confidence Interval for Lower Bound 9.0734
Mean Upper Bound 11.2163
5% Trimmed Mean 10.0648
Median 10.0000
Variance 18.100
Std. Deviation 4.25436
Minimum 2.70
Maximum 18.37
Range 15.66
Interquartile Range 6.79
Skewness .379 .302
Kurtosis -.816 .595

Berdasarkan hasil perhitungan uji N-gain score diatas. Menunjukkan bahwa nilai rata-rata N-gain score
untuk kelas eksperimen (Metode Personal Meaning) adalah sebesar 9,8903 atau 9,8% termasuk dalam
kategori KURANG EFEKTIF. Dengan nilai N-gain score minimal 2,17% dan maksimal 20%. Sementara
untuk rata-rata N-Gain score kelas kontrol (Metode Konvensional) adalah sebesar 10,1448 atau 10%
termasuk dalam kategori KURANG EFEKTIF. Dengan nilai N-gain score minimal 2,70% dan maksimal
18,37%.

Dengan demikian, maka dapat disimpilkan bahwa penggunaan metode Personal Meaning KURANG
EFEKTIF untuk meningkatkan minat belajar siswa dalam mata pelajaran PJOK. Sementara penggunaan
metode konvensional juga KURANG EFEKTIF untuk meningkatkan minat belajar siswa dalam mata
pelajaran PJOK.

Uji Normalitas

Tests of Normality
Kelas Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
NGain_Percen Eksperimen .076 63 .200* .973 63 .172
Kontrol .099 63 .200* .952 63 .015
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction

Berdasarkan tabel output Test of Normality di atas, diketahui nilai signfikansi (Sig.) dalam uji
Kolmogorov-Smirnov untuk nilai Ngain_Persen pada kelas eksperimen adalah sebesar 0,200
dan kelas kontrol 0,200 Karena nilai Sig. kedua kelas tersebut lebih besar dari 0,05 maka dapat
dikatakan bahwa data tersebut berdistribusi NORMAL. Dengan demikian persyaratan
penggunaan uji independent sample t test untuk N-gain score terpenuhi dan dapat dilanjutkan.

Group Statistics
Kelas N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
NGain_Persen Eksperimen 63 9.8903 4.31380 .54349
Kontrol 63 10.1448 4.25436 .53600

Merujuk kepada kategori penafsiran efektivitas N-Gain (Hake, R.R, 1999). Berdasarkan pada
table output group statistics diatas, diketahui nilai rata-rata (Mean) NGain_Percen untuk kelas
eksperimen sebasar 9,8903 atau jika dibulatkan menjadi 10%. Berdasarkan kategori tafsiran
efektifitas nilai NGain (%) maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode personal
meaning (pada kelas eksperimen) tidak efektif untuk meningkatkan minat belajar siswa dalam
matapelajaran PJOK tingkat SMA.

Sedangkan, berdasarkan pada table output group statistics diatas, diketahui nilai rata-rata (Mean)
NGain_Percen untuk kelas kontrol sebasar 10,1448 atau jika dibulatkan menjadi 10%.
Berdasarkan kategori tafsiran efektifitas nilai NGain (%) maka dapat disimpulkan bahwa
penggunaan metode konvensional (pada kelas kontrol) tidak efektif untuk meningkatkan minat
belajar siswa dalam matapelajaran PJOK tingkat SMA.
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Interval of the
Sig. (2- Mean Std. Error Difference
F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper
NGain_ Equal variances .026 .872 -.333 124 .739 -.25451 .76333 -1.76535 1.25633
Persen assumed
Equal variances -.333 123.976 .739 -.25451 .76333 -1.76536 1.25634
not assumed

Berdasarkan table 4 diketahui nilai signifikansi (Sig) pada Levene's Test for Equality of Variances
adalah sebesar 0,872>0,05 maka dapat disimpulkan bahwa varians data N-Gain (%)
untuk kelas eksperimen dan kelas control adalah sama. Dengan demikian uji
independent sampel t tes untuk NGain score berpedoman pada nilai Sig. yang terdapat
pada table Equal Variances assumed.

Berdasarkan pada table output Independent Samples Test, diketahui nilai Sig (2-tailed)
adalah sebesar 0,739>0,05 dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan efektifitas yang signifikan (nyata) antara penggunaan metode personal
meaning dengan konvensional untuk meningkatkan hasil belajar dalam mata
pelajaran PJOK tingkat SMA.

PEMBAHASAN

PEMBAHASAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penggunaan metode Personal Meaning
dan metode konvensional efektif untuk meningkatkan minat belajar siswa dalam mata pelajaran PJOK.
Metode ini dipakai untuk melihat seberapa efektif untuk meningkatkan minat belajar siswa dalam mata
pelajaran PJOK. Minat berkaitan erat dengan belajar. Ini membolehkan pengenalan yang benar
serta lengkap dari sesuatu objek, menuju pada pendidikan yang bermakna, mempromosikan
penyimpanan pengetahuan jangka panjang, serta membagikan motivasi buat pendidikan lebih
lanjut. Dengan minat, siswa akan bahagia serta merasa tertantang untuk menjajaki pendidikan.
Seorang yang bahagia dengan suatu akan termotivasi untuk melaksanakan aktivitas tersebut
sehingga kalau siswa yang umumnya pasif jadi lebih aktif. Bagi sebagian siswa, makna
pendidikan mungkin justru tentang memenuhi tujuan tertentu, sedangkan bagi yang lain
maknanya mungkin tidak ada hubungannya dengan pencapaian tujuan. Oleh sebab itu
dipenelitian ini dilakukan tes awal sebelum diberikan perlakuan kemudia setelah diberikan
perlakuan para siswa diberikan tes lagi untuk mengetahui dampak yang dialami siswa, dari hasil
yang didapat dalam penelitian ini adalah Berdasarkan hasil perhitungan uji N-gain score untuk kelas
eksperimen (Metode Personal Meaning) adalah sebesar 9,8903 atau 9,8% termasuk dalam kategori
KURANG EFEKTIF. Dengan demikian, maka dapat disimpilkan bahwa penggunaan metode Personal
Meaning KURANG EFEKTIF untuk meningkatkan minat belajar siswa dalam mata pelajaran PJOK.
Sementara penggunaan metode konvensional juga KURANG EFEKTIF untuk meningkatkan minat
belajar siswa dalam mata pelajaran PJOK. Berdasarkan kategori tafsiran efektifitas nilai NGain (%)
maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode personal meaning (pada kelas eksperimen)
tidak efektif untuk meningkatkan minat belajar siswa dalam matapelajaran PJOK tingkat SMA.
Dan berdasarkan kategori tafsiran efektifitas nilai NGain (%) maka dapat disimpulkan bahwa
penggunaan metode konvensional (pada kelas kontrol) tidak efektif untuk meningkatkan minat
belajar siswa dalam matapelajaran PJOK tingkat SMA. Nampaknya penggunaan metode
pembelajaran personal meaning ini belum memiliki dampak yang signifikan dalam
meningkatkan minat belajar siswa hal ini dilihat dari persentase yang masih rendah dalam
meningkatkan minat belajar.

DAFTAR PUSTAKA

Ahamed, A. B., & Surputheen, M. M. (2019). Time Variant Multi Perspective Hierarchical
Clustering Algorithm for Predicting Student Interest in Sports Mining. International
Journal of Recent Technology and Engineering, 8(4), 7313–7317.
https://doi.org/10.35940/ijrte.d5291.118419
Battista, R. R. (1990). Personal meaning: Attraction to sports participation. Perceptual and
Motor Skills, 70(3 I), 1003–1009. https://doi.org/10.2466/pms.1990.70.3.1003
Cervelló, E. M., & Santos-Rosa, F. J. (2001). Motivation in sport: An achievement goal
perspective in young Spanish recreational athletes. Perceptual and Motor Skills, 92(2), 527–
534. https://doi.org/10.2466/pms.2001.92.2.527
Chen, C., & Zhou, Q. (2021). Improving the effectiveness of middle school physical education
classroom teaching. Journal of Intelligent and Fuzzy Systems, 40(2), 3433–3444.
https://doi.org/10.3233/JIFS-189381
Chen, R., Yang, B., & Frimpong, F. (2019). The Effect of Virtual Reality Technology on College
Students ’ Interest in Sports Learning. 235–240.
https://doi.org/10.1109/IJCIME49369.2019.00054
Franken, R. E., Hill, R., & Kierstead, J. (1994). Sport interest as predicted by the personality
measures of competitiveness, mastery, instrumentality, expressivity, and sensation seeking.
Personality and Individual Differences, 17(4), 467–476. https://doi.org/10.1016/0191-
8869(94)90084-1
Garn, A. C., Cothran, D. J., & Jenkins, J. M. (2011). A qualitative analysis of individual interest
in middle school physical education: Perspectives of early-adolescents. Physical Education
and Sport Pedagogy, 16(3), 223–236. https://doi.org/10.1080/17408989.2010.532783
Henderson-King, D., & Smith, M. N. (2006). Meanings of education for university students:
Academic motivation and personal values as predictors. Social Psychology of Education,
9(2), 195–221. https://doi.org/10.1007/s11218-006-0006-4
Jakobsson, B. T. (2012). Physical Education and Sport Pedagogy What makes teenagers
continue ? A salutogenic approach to understanding youth participation in Swedish club
sports. March 2015, 37–41. https://doi.org/10.1080/17408989.2012.754003
Järvelä, S., & Renninger, K. A. (2014). Designing for learning: Interest, motivation, and
engagement. The Cambridge Handbook of the Learning Sciences, Second Edition, 668–685.
https://doi.org/10.1017/CBO9781139519526.040
Jung, H., Pope, S., & Kirk, D. (2016). Policy for physical education and school sport in England,
2003–2010: vested interests and dominant discourses. Physical Education and Sport
Pedagogy, 21(5), 501–516. https://doi.org/10.1080/17408989.2015.1050661
Kalatskaya, N. N., Selivanova, O. G., & Ilesanmi, R. A. (2016). Personal meanings of learning in
the process of formation of students’ subjectivity. International Journal of Environmental
and Science Education, 11(5), 685–692. https://doi.org/10.12973/ijese.2016.341a

Kandil, M. (2018). 기사 (Article) 와 안내문 (Information) [. The Eletronic Library, 34(1), 1–5.
LI, P. (2018). The Role of Interest in Motivation and Learning. DEStech Transactions on Social
Science, Education and Human Science, ichss, 31–34.
https://doi.org/10.12783/dtssehs/ichss2017/19545
Nahata, B., & Raizada, S. (2020). Factors Affecting Sports Participation at the Recreational
Level 1. 23(17).
Osman, N., & Hamzah, M. I. (2020). Impact of Implementing Blended Learning on Students ’
Interest and Motivation. 8(4), 1483–1490. https://doi.org/10.13189/ujer.2020.080442
Schiefele, U., & Schiefele, U. (2011). Interest , Learning , and Motivation Interest , Learning ,
and Motivation. December 2014, 37–41. https://doi.org/10.1080/00461520.1991.9653136
Tsai, Y. hsun, Lin, C. hung, Hong, J. chao, & Tai, K. hsin. (2018). The effects of metacognition
on online learning interest and continuance to learn with MOOCs. Computers and
Education, 121, 18–29. https://doi.org/10.1016/j.compedu.2018.02.011
Xie, M. (2021). Design of a physical education training system based on an intelligent vision.
Computer Applications in Engineering Education, 29(3), 590–602.
https://doi.org/10.1002/cae.22259

Anda mungkin juga menyukai